AKALASIA ESOFAGUS 2

25
Akalasia Esofagus AKALASIA ESOFAGUS AKALASIA ESOFAGUS I. Pendahuluan (1,2,3) Pada akalasia tidak didapatkan peristaltik esofagus dan kegagalan sfingter esofagus yang hipertonik untuk mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia di bagi dalam akalasia primer dan akalasia sekunder yang dihubungkan dengan etiologinya. 1

Transcript of AKALASIA ESOFAGUS 2

Page 1: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

AKALASIA ESOFAGUSAKALASIA ESOFAGUS

I. Pendahuluan (1,2,3)

Pada akalasia tidak didapatkan peristaltik esofagus dan

kegagalan sfingter esofagus yang hipertonik untuk mengadakan

relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akibat

keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul

pelebaran esofagus.

Keadaan ini akan menimbulkan gejala tergantung dari berat

dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia di bagi

dalam akalasia primer dan akalasia sekunder yang dihubungkan

dengan etiologinya.

I. Definisi (3,4,5,6)

Akalasia adalah tidak mampunya sfingter esofagus bagian

bawah untuk berelaksasi dan berkurangnya gerakan peristaltik

esofagus karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler,

sehingga bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar

dan disebut mega-esofagus.(2,3,4)

1

Page 2: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

II. Etiologi (3,4)

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para

ahli menganggap bahwa penyakit ini merupakan disfungsi

neuromuskuler dengan lesi primer mungkin terletak di dinding

esofagus, nervus vagus atau batang otak.

Secara histologik ditemukan kelainan berupa degenerasi sel

ganglion pleksus Auerbach sepanjang torakal esofagus. Hal ini

diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik esofagus.

Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan

bagian distal esofagus dalam keadaan kontraksi.

III. Anatomi Esofagus (1,7)

Esofagus adalah organ berbentuk tabung dengan diameter

sekitar 25 mm, dimulai dari otot krikofaringeus di leher, setinggi C5-

C6, kira-kira 16 cm distal gigi seri dan berakhir di lambung kira-kira

2-3 cm di bawah diafragma. Pada manusia dewasa panjangnya kira-

kira 25 cm. Pada ujung-ujungnya terdapat sfingter otot yang disebut

sfingter esofagus atas ( sfingter faringoesofageal) dan sfingter

esofagus bawah atau distal (sfingter esofago-gastrik).

2

Page 3: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

gbr. esofagus normal

Dalam perjalanannya, esofagus ini ditandai oleh beberapa tempat

penyempitan yang dapat dilihat pada waktu esofagoskopi.

Penyempitan di bagian proksimal disebabkan oleh penekanan

otot krikofaring dan kartilago krikoid. Diameter transversal 23

milimeter clan anteroposterior 17 milimeter.

Penyempitan ke dua ialah di sebelah kiri, setinggi arkus aorta

yang menyilang esofagus. Di daerah ini dapat terlihat pulsasi aorta.

Diameter transversal 23 milimeter dan anteroposterior 19 milimeter.

3

Page 4: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Penyempitan ke tiga ialah pada dinding anterior kiri yang

disebabkan oleh penekanan bronkus kiri. Diameter transversal 23

milimeter dan anteroposterior 17 milimeter.

Penyempitan ke empat ialah pada waktu esofagus menembus

diapragma.

4

Page 5: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Penyempitan esofagus secara anatomis

1. jarak dari gigi insisivus,

2. ujung atas esofagus,

3. faring,

4. penyempitan servikal,

5. dilatasi oral,

6. penyempitan bronkoaortik,

7. ditatasi aboral,

8. penyempitan diafragma,

9. lambung bagian kardia.

5

Page 6: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Mukosa esofagus terdiri atas epitel skuamosa, sedangkan di

daerah perbatasan dengan lambung, epitel berubah menjadi epitel

silindris. Daerah ini disebut daerah “squamocollumnar junction”, atau

garis Z, karena perubahan mukosa dari merah jambu ke merah

jingga membentuk garis yang melingkari lumen. Garis Z ini terletak

lebih kurang 2 cm distal hiatus diafragma.

gbr. Mukosa esofagus

Di bawah mukosa terdapat 2 lapisan otot. Bagian dalam

melingkari lumen yang apabila berkontraksi akan menyempitkan

lumen dan bagian luar berjalan longitudinal, yang akan

memperpendek esofagus bila berkontraksi. Sepertiga atas esofagus

adalah otot skletal, sedangkan sepertiga distal otot polos dan dan

6

Page 7: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

bagian tengah merupakan zona transisional. Esofagus tidak memiliki

lapisan serosa.

Suplai darah dari arteri bagian atas ke bawah melalui arteri

tiroidal inferior, aorta dan arteria gastrika sinistra. Venanya

mengalirkan darah dari vena vorta inferior, vena azygos dan vena

koronaria (gastrika).

IV. Fisiologi Esofagus (1,2)

Peranan esofagus adalah mengantarkan makanan / minuman

dari faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara dua proses

menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus

atas dan bawah.

Sfingter esofagus atas berguna mencegah masuknya udara

pada saat inspirasi, sedangkan sfingter bawah berguna mencegah

aliran balik cairan lambung ke esofagus (refluks). Pada saat

menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi

jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan

gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung.

Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerjasama antara kedua

lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal

(gelombang peristaltik primer) dan adanya gaya gravitasi. Cairan

yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai kardia lebih cepat

7

Page 8: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

dari gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala

di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan

gelombang peristaltik primer.

V. Patofisiologi (1,2,8 )

Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah

duapertiga bagian bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian

bawah lebih tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan

menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah

mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah

esofagus.

gbr. akalasia esofagus

8

Page 9: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

VI. Gejala Klinik (1,2,3,4,5,6,9,10)

Biasanya gejala yang ditemukan adalah disfagia, regurgitasi, nyeri di

daerah substernal dan penurunan berat badan.

Disfagia

Disfagia adalah keluhan utama dari pasien akalasia. Disfagia

dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada

gangguan emosi. Disfagia dapat terjadi sebentar atau

progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan daripada

makana padat.

Regurgitasi

Dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering

tejadi regurgitasi pada malam hari pada saat pasien tidur,

sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi.

Rasa terbakar dan nyeri di daerah substernal

Dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium

lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan

rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.

Sakit dada, dan dapat menjalar ke punggung, leher dan

lengan.

Penurunan berat badan

9

Page 10: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Terjadi karena pasien berusaha mengurangi makannya untk

mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah

substernal.

Batuk, terutama pada malam hari.

VII. Diagnosis (1,3,5,6,10,11)

Dengan adanya gejala klinis yang sama, dapat terjadi

kesalahan diagnosis antara akalasia dengan kelainan lain seperti

gastroesophageal refluks disease (GERD) dan Chagas disease.

Maka diagnosis akalasia dapat ditegakkan berdasarkan :

X-ray dengan menelan barium, atau esophagografi. Terlihat

penyempitan pada gastroesophageal junction ( gambaran

paruh burung ), dan berbagai derajat megaesofagus ( dilatasi

esophageal ).

10

Page 11: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Endoscopy, untuk melihat bagian dalam esofagus.

Manometri, menunjukan berkurangnya kontraksi, meningkatnya

tekanan menutup dari katup bagian bawah dan pembukaan katup

yang tidak lengkap pada saat penderita menelan.

Kriteria manometri normal dan AkalasiaNo. Normal Akalasia

1 Tekanan Sfingter esofagus

bawah (SEB) 10-26 mmHg,

dengan relaksasi normal

Tekanan SEB meningkat > 26

mmHg atau > 30 mmHg

2 Amplitudo peristaltik

esofagus distal 50-110

mmHg

Relaksasi SEB tidak

sempurna

3 Tidak dijumpai kontraksi Aperistaltis korpus esofagus

11

Page 12: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

spontan, repetitif atau

simultan

4 Gelombang tunggal ( < 2

puncak )

Tekanan intra esofagus

meningkat ( > gaster )

VIII. Penatalaksanaan (1,2,5,6,9,10,11,12)

Tujuan pengobatan adalah untuk mempermudah pembukaan

sfingter esofagus bagian bawah (LES/SEB). Sampai saat ini, baik

pengobatan secara non operatif maupun operatif dapat mencapai

hasil yang optimal.

Dilatasi pneumatik / balon

Pendekatan pertama adalah melebarkan katup secara mekanik,

contohnya dengan menggelembungkan sebuah balon di dalam

kerongkongan. 40% hasil dari prosedur ini memuaskan, tetapi

mungkin perlu dilakukan secara berulang. Dapat terjadi Refluks

gastroesophageal (GERD) pada sekitar 25 % sampai 35 %

pasien. Teknik khusus untuk dilatasi ini tidak hanya tergantung

dari balon dilator saja yang terdapat dalam berbagai ukuran, akan

tetapi juga tergantung dari lamanya pengembangan balon dalam

12

Page 13: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

sfingter esofagus bawah yang dapat berkisar dari beberapa detik

sampai 5 menit. Pengobatan dengan cara ini memerlukan seni

dan pengalaman dari operatornya. Sebelum pemasangan balon

ini harus dilakukan dulu pengecekan, tentang simetrinya, garis

tengahnya harus diukur dan tidak bocor. Penderita dipuasakan

sejak malam hari dan keesokan harinya dilakukan pemasangan

dibawah monitor fluoroskopi. Posisi balon setengah berada di

atas hiatus diafagmatika dan setengah lagi dalam gaster. Balon

dikembangkan secara maksimal dan secepat mungkin agar

berakibat perenggangan sfingter esofagus bawah seoptimal

mungkin, selama 60 detik setelah itu dikempiskan. Selanjutnya

setelah 60 detik balon dikembangkan kembali untuk beberapa

menit lamanya. Untuk satu kali pengobatan balon tidak melebihi

dua kali.

gbr. Dilatasi Balon Pneumatik

13

Page 14: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

gbr. Hasil Dilatasi Balon Pneumatik

Medikamentosa

Dengan pemberian nitrat (contohnya nitroglycerin) yang

ditempatkan sublingual sebelum makan atau penghambat

saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakan

untuk melebarkan esofagus dapat ditangguhkan. Pada

kurang dari 1% kasus, esofagus dapat pecah selama

prosedur pelebaran, menyebabkan peradangan pada

jaringan di sekitarnya (mediastinitis).

Perlu dilakukan tindakan pembedahan segera untuk

menutup dinding esofagus yang pecah.

14

Page 15: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

Pilihan pengobatan lainnya adalah dengan

menyuntikkan racun botulinum pada katup esofagus

bagian bawah. Pengobatan ini sama efektifnya dengan

dilatasi (pelebaran) mekanik tetapi efek jangka

panjangnya belum diketahui.

Laparascopic myotomy Heller

Jika pelebaran atau terapi racun botulinum tidak berhasil,

biasanya perlu dilakukan pembedahan untuk memotong serat

otot pada katup kerongkongan bagian bawah. 85% kasus bisa

diatasi dengan pembedahan, tetapi 15% diantaranya mengalami

refluks asam setelah pembedahan.

gbr. myotomi esofagus

15

Page 16: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

gbr. myotomi esofagus

IX. Komplikasi (5,6)

1. Gastroesophageal refluks disease – GERD / PRGE atau

heartburn

Refluks gastroesofagus (RGE) adalah peristiwa masuknya isi

lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada

setiap orang, terutama setelah makan. Bila refluks terjadi

berulang-ulang, menyebabkan bagian distal esofagus mendapat

rangsangan dari isi lambung untuk waktu yang lama, sehingga

timbul gejala dan komplikasi, disebut refluks gastroesofagus

patologik atau penyakit refluks gastroesofagus (PRGE). PRGE

meliput refluks esofagitis dan refluks simtomatik. Pada refluks

16

Page 17: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

esofagitis telah teriadi kelainan mukosa esofagus, sedangkan

refluks simtomatk menimbulkan gejala tanpa perubahan

histologik dinding esofagus.

2. Barrett’s esofagus atau Barett’s mukosa, terjadi pada sekitar

10% pasien

Adalah suatu keadaan dimana mukosa gaster menumpuk diatas

mukosa esofagus di daerah gastroesofageal jungtion.

3. Kanker esofagus : yaitu karsinoma sel skuamosa dan

adenokarsinoma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Manan C., Gastroentelogi Hepatologi, CV. Sugeng Seto, Jakarta,

1997, 141-53

2. Noer H.M., Waspadji S., Rachman A.M., Lesmana LA., dkk, Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit

FKUI, 1996

3. Soepardi A.E., Iskandar N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001, 240-42

4. Hadjat F., Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga

Hidung Tenggorok, edisi ketiga, FKUI, Jakarta, 2003,346-47

17

Page 18: AKALASIA ESOFAGUS 2

Akalasia Esofagus

5. Available at; http://biography_ms.htm

6. Available at; http://psychcentral.com/psypsych/aclasia

7. Available at;

http://www.kumc.edu/instruction/medicine/anatomy/histoweb/gitra

ct/

8. Available at;

http://www.digestive.info/esophagusproblem/acalasia

9. Available at; www.Medicastore.com/infopenyakit/akalasia

10.Available at ; http://donn.lbl.gov/achalasia

11.Available at ;

www.elsavadoratlasofgastrointestinal.videoendoscopy.htm

12.Available at ; http://surgicaloutcomes.report2004.htm

13.Available at ;

http://www-medlib.med.utah.edu/WebPath/GIHTML

14.Available at ;

http://www.medicastore.com/med/

18