52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis

3
LTM Pemicu II Modul Ginjal dan Cairan Tubuh SINDROM NEFRITIK DAN NEFRITIS LUPUS Adrian Himawan Singgih, 0806323681 SINDROM NEFRITIK Sindrom nefritik merupakan suatu kompleks klinis, biasanya mempunyai awitan akut, dan ditandai dengan: 1. hematuria dengan eritrosit dismorfik dan silinder eritrosit dalam urin; 2. beberapa derajat oliguria dan azotemia; 3. hipertensi. Pada sindrom nefritik ini dapat ditemukan pula proteinuria dan edema, tetapi tidak terlalu mencolok seperti pada sindrom nefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom nefritik memperlihatkan proliferasi sel di dalam glomerulus disertai sebukan leukosit. Reaksi peradangan ini mencederai dinding kapiler darah sehingga eritrosit dapat lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahan hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) yang bermanifestasi sebagai oliguria, retensi cairan, dan azotemia. Glomerulonefritis Proliferatif Akut (Pascainfeksi) Glomerulonefritis proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh kompleks imun. Antigen pemicu berasal dari eksogen atau endogen. PGN difus pola eksogen biasanya berupa GN pascainfeksi, sedangkan yang disebabkan oleh antigen endogen biasanya berupa nefritis lupus. Infeksi oleh organisme lain, selain streptokokus, juga bisa disebabkan infeksi pneumokokus dan stafilokokus tertentu serta sejumlah infeksi virus umum, seperti campak, gondongan, cacar air, hepatitis B dan C. Patogenesis Pembentukan kompleks imun berperan dalam patogenesis GN pascastreptokokus akut. Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM. Sifat antigen patogenik masih misterius, dan belum jelas apakah kompleks dalam darah atau yang terbentuk in situ yang merupakan bentuk predominan. Penelitian menunjukkan bahwa C3 mengendap di GBM sebelum IgG mengendap. Oleh karena itu, cedera primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Akhirnya, terbentuk kompleks imun. Antigen yang terlibat dalam patogenesis GN pascastreptokokus akut adalah endostreptosin dan protein pengikat plasmin nefritis. Histopatologi Bila dilihat dengan mikroskop cahaya, perubahan paling khas adalah peningkatan selularitas rumpun glomerulus yang merata dan mengenai hampir seluruh bagian glomerulus (difus). Peningkatan selularitas ini disebabkan oleh proliferasi dan pembengkakan sel endotel dan mesangial serta oleh sebukan neutrofil dan monosit. Kadang terdapat trombus di dalam lumen kapiler dan nekrosis dinding kapiler. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan crescent cells di kapsula Bowman. Jika perubahan tersebut melibatkan sebagian besar glomerulus, polanya akan menyatu dengan yang ditemukan pada GN progresif cepat. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan kompleks imun tersusun sebagai punuk yang melekat ke GBM di subendotel, intramembranosa, atau subepitel. Kadar komplemen serum rendah selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum meningkat pada kasus pascastreptokokus. Gejala Klinis Awitan penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang biasa, oliguria, azotemia, dan hipertensi biasanya hanya ringan sampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urin tampak coklat berasap dan bukan merah terang. Proteinuria adalah gambaran konstan pada penyakit ini. Proteinuria ini terkadang cukup berat sehingga dapat timbul sindrom nefrotik. Terdapat pula gejala-gejala lainnya seperti diare, nafsu makan menurun, anoreksia, dan edema. Tata Laksana Pengobatan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus ditujukan untuk mengeliminasi infeksi streptokokus dengan antibiotik dan menyediakan terapi suportif hingga terjadi resolusi spontan dari inflamasi glomerulus. Selama fase inflamatoris akut, pasien dianjurkan untuk beristirahat dan berbaring. Diuretik dan obat anti hipertensi digunakan untuk mengontrol volume cairan ekstraselular dan tekanan darah. Jarang digunakan dialisis untuk mengontrol hipervolemia atau sindrom uremik. Prognosis Pada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami pemulihan. Sebagian anak mengalami GN progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadik tidak terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15% sampai 50% pasien mengalami penyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 dekade kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis. Pada anak, prevalensi penyakit kronis setelah kasus sporadik GN akut jauh lebih rendah. Glomerulonefritis Progresif Cepat (Rapidly Progressive Glomerulonephritis) Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) merupakan suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik glomerulonefritis. Secara klinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat dan progresif disertai oliguria berat serta kematian akibat gagal ginjal dalam beberapa minggu atau bulan bila tak diterapi. Apapun penyebabnya, gambaran histologik ditandai dengan kenampakan bulan sabit (crescentic cells) di sebagian besar glomerulus akibat proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag. Glomerulonefritis Crescentic (CrGN) CrGN Tipe I (Anti-GBM) Idiopatik Sindrom Goodpasture CrGN Tipe II (Kompleks Imun) Idiopatik Lupus eritematosus sistemik Pascainfeksi Purpura Henoch-Schonlein CrGN Tipe III (Pausi Imun) Terkait ANCA Idiopatik Granulomatosis Wegener Poliarteritis mikroskopik Patogenesis Glomerulonefritis crescentic (CrGN) disebabkan oleh sejumlah penyakit yang berbeda-beda, dimana sebagian terbatas di ginjal dan sebagian lagi bersifat sistemik. Klasifikasi CrGN ini dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan imunologik karena sebagian besar kasus cedera glomerulus disebabkan oleh proses imunologis. 3 kelompok tersebut yaitu: a. CrGN tipe I CrGN tipe ini biasanya disebut sebagai penyakit anti-GBM (anti- Glomerular Basement Membrane). Pada cedera jenis ini, antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. Nefritis anti- GBM spontan pada manusia terjadi akibat terbentuknya autoantibodi terhadap GBM. Antibodi secara langsung berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, yang pada pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresens menghasilkan pola linier. Hal ini berbeda dengan kebanyakan bentuk lain nefritis kompleks imun yang menunjukkan pola granular.

Transcript of 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis

Page 1: 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis

5/16/2018 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/52939849-ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 1/3

LTM Pemicu II Modul Ginjal dan Cairan Tubuh

SINDROM NEFRITIK DAN NEFRITIS LUPUS

Adrian Himawan Singgih, 0806323681

SINDROM NEFRITIK Sindrom nefritik merupakan suatu kompleks klinis,

biasanya mempunyai awitan akut, dan ditandai dengan:

1.  hematuria dengan eritrosit dismorfik dan silinder

eritrosit dalam urin;

2.  beberapa derajat oliguria dan azotemia;

3.  hipertensi.Pada sindrom nefritik ini dapat ditemukan pula proteinuria

dan edema, tetapi tidak terlalu mencolok seperti pada sindrom

nefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom nefritik memperlihatkan

proliferasi sel di dalam glomerulus disertai sebukan leukosit. Reaksi

peradangan ini mencederai dinding kapiler darah sehingga eritrosit 

dapat lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahan

hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR (Glomerular Filtration

Rate) yang bermanifestasi sebagai oliguria, retensi cairan, dan

azotemia.

Glomerulonefritis Proliferatif Akut (Pascainfeksi)

Glomerulonefritis proliferatif (PGN) difus, salah satu

penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan

oleh kompleks imun. Antigen pemicu berasal dari eksogen atauendogen. PGN difus pola eksogen biasanya berupa GN pascainfeksi,

sedangkan yang disebabkan oleh antigen endogen biasanya berupa

nefritis lupus. Infeksi oleh organisme lain, selain streptokokus, juga

bisa disebabkan infeksi pneumokokus dan stafilokokus tertentu

serta sejumlah infeksi virus umum, seperti campak, gondongan,

cacar air, hepatitis B dan C.

Patogenesis

Pembentukan kompleks imun berperan dalam patogenesis

GN pascastreptokokus akut. Ditemukan gambaran tipikal pada

penyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan

granular IgG dan komplemen di GBM.

Sifat antigen patogenik masih misterius, dan belum jelas

apakah kompleks dalam darah atau yang terbentuk in situ yangmerupakan bentuk predominan. Penelitian menunjukkan bahwa C3

mengendap di GBM sebelum IgG mengendap. Oleh karena itu, cedera

primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Akhirnya,

terbentuk kompleks imun. Antigen yang terlibat dalam patogenesis

GN pascastreptokokus akut adalah endostreptosin dan protein

pengikat plasmin nefritis.

Histopatologi

Bila dilihat dengan mikroskop cahaya, perubahan paling

khas adalah peningkatan selularitas rumpun glomerulus yang

merata dan mengenai hampir seluruh bagian glomerulus (difus).

Peningkatan selularitas ini disebabkan oleh proliferasi dan

pembengkakan sel endotel dan mesangial serta oleh sebukan

neutrofil dan monosit. Kadang terdapat trombus di dalam lumenkapiler dan nekrosis dinding kapiler. Pada beberapa kasus juga dapat 

ditemukan crescent cells di kapsula Bowman. Jika perubahan

tersebut melibatkan sebagian besar glomerulus, polanya akan

menyatu dengan yang ditemukan pada GN progresif cepat.

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan kompleks

imun tersusun sebagai punuk yang melekat ke GBM di subendotel,

intramembranosa, atau subepitel. Kadar komplemen serum rendah

selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum

meningkat pada kasus pascastreptokokus.

Gejala Klinis

Awitan penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh

malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang

biasa, oliguria, azotemia, dan hipertensi biasanya hanya ringansampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urin

tampak coklat berasap dan bukan merah terang. Proteinuria adalah

gambaran konstan pada penyakit ini. Proteinuria ini terkadang

cukup berat sehingga dapat timbul sindrom nefrotik. Terdapat pula

gejala-gejala lainnya seperti diare, nafsu makan menurun, anoreksia,

dan edema.

Tata Laksana

Pengobatan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus

ditujukan untuk mengeliminasi infeksi streptokokus dengan

antibiotik dan menyediakan terapi suportif hingga terjadi resolusi

spontan dari inflamasi glomerulus. Selama fase inflamatoris akut,

pasien dianjurkan untuk beristirahat dan berbaring. Diuretik dan

obat anti hipertensi digunakan untuk mengontrol volume cairanekstraselular dan tekanan darah. Jarang digunakan dialisis untuk 

mengontrol hipervolemia atau sindrom uremik.

Prognosis

Pada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami

pemulihan. Sebagian anak mengalami GN progresif cepat atau

penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadik tidak terlalu

jelas. Pada orang dewasa, 15% sampai 50% pasien mengalami

penyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2

dekade kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis.

Pada anak, prevalensi penyakit kronis setelah kasus sporadik GN

akut jauh lebih rendah.

Glomerulonefritis Progresif Cepat (Rapidly ProgressiveGlomerulonephritis)

Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) merupakan suatu

sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik glomerulonefritis. Secara

klinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

cepat dan progresif disertai oliguria berat serta kematian akibat 

gagal ginjal dalam beberapa minggu atau bulan bila tak diterapi.

Apapun penyebabnya, gambaran histologik ditandai

dengan kenampakan bulan sabit (crescentic cells) di sebagian besar

glomerulus akibat proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman

dan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.

Glomerulonefritis Crescentic (CrGN)

CrGN Tipe I (Anti-GBM)

Idiopatik 

Sindrom Goodpasture

CrGN Tipe II (Kompleks Imun)

Idiopatik 

Lupus eritematosus sistemik 

Pascainfeksi

Purpura Henoch-Schonlein

CrGN Tipe III (Pausi Imun) Terkait ANCA

Idiopatik 

Granulomatosis Wegener

Poliarteritis mikroskopik 

Patogenesis

Glomerulonefritis crescentic (CrGN) disebabkan oleh

sejumlah penyakit yang berbeda-beda, dimana sebagian terbatas di

ginjal dan sebagian lagi bersifat sistemik. Klasifikasi CrGN ini dibagi

menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan imunologik karena

sebagian besar kasus cedera glomerulus disebabkan oleh proses

imunologis. 3 kelompok tersebut yaitu:

a.  CrGN tipe I

CrGN tipe ini biasanya disebut sebagai penyakit anti-GBM

(anti- Glomerular Basement Membrane). Pada cedera jenis ini,

antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. Nefritis anti-GBM spontan pada manusia terjadi akibat terbentuknya

autoantibodi terhadap GBM. Antibodi secara langsung

berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, yang

pada pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresens

menghasilkan pola linier. Hal ini berbeda dengan kebanyakan

bentuk lain nefritis kompleks imun yang menunjukkan pola

granular.

Page 2: 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis

5/16/2018 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/52939849-ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 2/3

Terkadang antibodi anti-GBM ini bereaksi silang dengan

membran basal alveolus paru, sehingga terjadi lesi di paru

dan ginjal secara bersamaan. Kelainan ini disebut juga

sindrom Goodpasture.

Nefritis anti-GBM ini merupakan penyebab cedera pada

sindrom Goodpasture. Antigen membran basal yang berperan

dalam nefritis anti-GBM klasik pada sindrom Goodpasture

adalah komponen dari domain nonkolagen dari rantai α3

kolagen tipe IV. CrGN tipe I ditandai dengan endapan linier

IgG dan C3 di GBM.

b.  CrGN tipe II

CrGN tipe ini merupakan penyakit yang diperantarai oleh

kompleks imun. Penyakit ini dapat merupakan penyulit 

semua nefritis kompleks imun, termasuk GN

pascastreptokokus, SLE (Systemic Lupus Erythematosus),

nefropati IgA, dan purpura Henoch-Schönlein. Pada beberapa

kasus, kompleks imun dapat dibuktikan, tetapi penyebab

yang mendasarinya tidak diketahui. Pemeriksaan

imunofluoresens menunjukkan pola granular khas (lumpy 

bumpy ) pada semua kasus CrGN tipe II.

c.  CrGN tipe III

CrGN tipe ini disebut juga CrGN tipe pausi-imun. Pada

pemeriksaan mikroskop imunofluoresens dan elektron, tidak 

ditemukan antibodi anti-GBM atau kompleks imun. Sebagian

besar pasien memiliki antibodi antisitoplasma neutrofil

(ANCA) di dalam serumnya (ANCA berperan dalam sebagian

vaskulitis). Sebagian kasus CrGN tipe III merupakan

komponen suatu vaskulitis sistemik, seperti poliarteritis

nodosa mikroskopik atau granulomatosis Wegener. Sebagian

kasus CrGN tipe III juga ada yang terbatas di ginjal, sehingga

disebut idiopatik.

Sebagian besar penyakit CrGN ini bersifat idiopatik. Bila

penyebabnya dapat diidentifikasi, sekitar 12% pasien mengidap

CrGN tipe I dengan atau tanpa keterlibatan paru; 44% mengidap

CrGN tipe II; 44% sisanya mengidap CrGN tipe III pausi-imun.

Awitan RPGN mirip dengan yang ditemukan pada sindrom

nefritik, kecuali oliguria dan azotemia yang terlihat lebih mencolok 

pada CrGN. Proteinuria terkadang mendekati rentang nefrotik.Sebagian pasien mengalami anuria dan memerlukan dialisis jangka-

panjang atau transplantasi.

Histopatologi

Ginjal tampak membesar dan pucat, sering dengan

perdarahan petekiae di permukaan korteksnya. Glomerulus mungkin

memperlihatkan nekrosis dan trombosis fokal, proliferasi endotel

fokal atau difus, dan proliferasi sel mesangial, bergantung pada

stadium penyakit yang mendasarinya. Gambaran histologik 

didominasi oleh pembentukan struktur bulan sabit yang khas, yang

terbentuk dari proiliferasi sel epitel dan migrasi monosit ke ruang

Bowman, kadang disertai sel raksasa berinti banyak. Kadang-kadang

ditemukan sel T di bulan sabit dan ruang Bowman. Pada tipe pausi-

imun, sel ini diperkirakan berperan merekrut makrofag keglomerulus. Bulan sabit akhirnya menyebabkan obliterasi ruang

Bowman dan menekan glomerulus. Serat fibrin tampak mencolok di

antara lapisan sel di bulan sabit. Pada semua kasus ditemukan ruptur

GBM. Seiring dengan waktu, bulan sabit dapat menjadi jaringan

parut.

Tata Laksana

a.  CrGN tipe I

Sebelum adanya terapi imunosupresif, 80% pasien dengan

nefritis anti-GBM mengalami penyakit ginjal tahap akhir dalam

waktu 1 tahun, dan banyak pasien yang meninggal karena

perdarahan paru atau komplikasi uremia. Dengan terapi

plasmaferesis dini dan rutin, ketahanan hidup pasien dan kondisi

ginjal meningkat secara dramatis. Plasmaferesis darurat dilakukan

tiap hari atau berselang-seling hingga antibodi anti-GBM tidak 

terdeteksi lagi di sirkulasi darah (1 hingga 2 minggu). Untuk 

menekan sintesis baru dari antibodi anti-GBM, digunakan

prednisone (1 mg/kg/ hari) yang dikombinasikan dengan

siklofosfamid (2-3 mg/kg/hari) atau azatioprin (1-2 mg/kg/hari).

Pasien yang membutuhkan dialisis jarang mengalami pemulihan

pada fungsi ginjalnya. Titer anti-GBM dimonitor secara periodik 

untuk mengukur respons terhadap terapi. Pada pasien dengan

gangguan ginjal tahap akhir, transplantasi ginjal merupakan pilihan

yang tepat.

b.  CrGN tipe III

Glukokortikoid dan siklofosfamid merupakan obat lini

pertama dalam pengobatan glomerulonefritis tipe pausi-imun dan

memperbaiki penyakit ini secara dramatis. Pada 3 hari pertama

secara berturutan diberikan steroid intravena yang kemudian diikuti

dengan steroid per oral sekitar 1 mg/kg BB. Siklofosfamid diberikan

per oral dengan dosis harian 1-2 mg/kgBB. Untuk mencegah

toksisitas siklofosfamid, pengobatan dapat dialihkan dari

siklofosfamid menjadi azatioprin atau mikofenolat setelah 6 bulan.

Pengobatan ini dilanjutkan hingga minimal 1 tahun.

Prognosis

Secara kasar, prognosis sebanding dengan jumlah bulan

sabit: pasien dengan bulan sabit kurang dari 80% glomerulus

memiliki prognosis sedikit lebih baik daripada mereka yang

persentase bulan sabitnya lebih besar.

NEFRITIS LUPUSLupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit 

multiorgan yang didasarkan kelainan imunologik. Organ yang sering

terkena yaitu sendi, kulit, ginjal, otak, hati dan lesi dasar pada organ

tersebut adalah suatu vaskulitis yang terjadi oleh karena

pembentukan dan pengendapan kompleks antigen-antibodi. Apabila

organ yang terkena ginjal disebut nefritis lupus. Nefritis lupus

biasanya mengikuti penyakit LES yang telah muncul sebelumnya,

tetapi sekitar 3-6% mendahului gejala-gejala lupus yang lain

sehingga ketika diagnosis LES ditegakkan, kelainan ginjalnya sudah

lanjut.

Nefritis lupus (NL) ditemukan pada 90% pasien lupus

eritematosus sistemik. Gambaran klinis NL sangat bervariasi, mulai

dari tanpa kelainan pada urinalisis atau hanya proteinuria/

hematuria ringan sampai gambaran klinis yang berat yaitu sindrom

nefrotik atau glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal

yang progresif.

 Angka Kejadian

NL maupun LES pada umumnya terutama ditemukan pada

anak perempuan. Umumnya ditemukan setelah umur 10 tahun,

sangat jarang pada anak kurang dari 5 tahun. Perbandingan anak 

perempuan dan lelaki adalah 5 : 1, sedangakan umur rata-rata pada

saat diagnosis ditegakkan adalah 11,7 (8-18) tahun.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan ≥ 4 dari 11 kriteria  

diagnostik LES menurut   American College of Rheumatology  yang

direvisi pada tahun 1982 :

1.  Ruam kupu-kupu di muka (butterfly rash)

2.  Ruam diskoid di kulit 

3.  Fotosensitif 

4.  Ulkus di mulut 

5.  Artritis6.  Serositis (pleuritis atau perikarditis)

7.  Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 gram/hari atau atau

silinder selular: sel darah merah/Hb/granular/tubular

8.  Kelainan neurologik: kejang atau psikosis

9.  Kelainan hematologik: anemia hemolitik dengan

retikulositosis atau leukopenia (<4000/µl pada ≥ 2

Page 3: 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis

5/16/2018 52939849 LTM Pemicu II Modul GCT Sindrom Nefritis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/52939849-ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 3/3

pemeriksaan) atau limfopenia (<1500/µl) atau

trombositopenia (<100.000/µl)

10.  Kelainan imunologik: sel LE positif atau titer abnormal anti

DNA terhadap DNA tubuh atau anti-Sm positif atau uji

serologi sifilis positif palsu (dalam 6 bulan terakhir)

11.  Pemeriksaan antibodi antinuklir (ANA) positif 

Etiologi

Penyebab berbagai kelainan imunologi yang ditemukan

pada LES yaitu disfungsi sel T, produksi autoantibodi, pembentukan

kompleks imun, hipokomplementemia yang akhirnya menyebabkan

kerusakan jaringan sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diduga

kuat bahwa etiologi LES, dan juga NL, bersifat multifaktorial.

Beberapa hal yang disepakati berperan pada LES adalah:

1.  Faktor genetik sebagai predisposisi

Hal ini didukung oleh beberapa fakta, yaitu:

  LES ditemukan pada 63% kembar identik 

  Frekuensi penemuan genotipe HLA-DR3 dan DR2

meningkat 

  Frekuensi pasien LES pada anggota keluarga yang

lain juga meningkat 

2.  Faktor hormonal

Hal ini didukung oleh fakta bahwa:

  Pasien perempuan jauh lebih banyak, terutama

pada masa pubertas dan pasca pubertas

  Pada binatang percobaan yaitu tikus NZB/W yang

dibuat menderita LES. Bila pada yang betina

diberi hormon androgen gejala lupus akan

membaik. Sebaliknya pada tikus jantan bila diberi

estrogen akan menyebabkan gejala LES

bertambah buruk.

Patogenesis

LES adalah penyakit autoimun yang mengenai multiple

organ. Gambaran klinis yang ditemukan terjadi akibat terbentuknya

autoantibodi terhadap berbagai macam antigen jaringan.

Autoantibodi yang paling banyak ditemukan adalah terhadap inti sel

yaitu terhadap DNA tubuh sendiri berupa anti DNA double stranded  

(dsDNA), juga anti DNA single stranded  (ssDNA). Keduanya dapat 

diekstraksi dari deposit atau endapan kompleks imun di glomerulus

pasien NL.

Kompleks imun juga ditemukan dalam sirkulasi pasien NL

yaitu komplek DNA-anti DNA yang kemudian terperangkap /

menyangkut di daerah membran basal glomerulus berupa

endapan/deposit. Namun, di samping itu kompleks imun juga dapat 

terbentuk insitu di glomerulus yaitu karena adanya DNA dalam

sirkulasi yang mengendap di glomerulus kemudian disusul dengan

pembentukan antibodi anti-DNA. Belum jelas mana di antara kedua

mekanisme itu yang berperan pada NL. Setelah terjadi endapan

kompleks imun akan terjadi aktivasi sistem komplemen yang

kemudian menyebabkan kerusakan jaringan glomerulus yang

menimbulkan gejala-gejala nefritis. Deposit komponen komplemen

juga ditemukan di glomerulus.

Jenis antibodi lain yang banyak ditemukan terhadap inti sel

adalah anti-RNA (asam ribonukleat), anti Sm, anti Ro, anti La, anti

Histon, anti fosfolipid. Antibodi antifosfolipid sering dihubungkan

dengan risiko terjadinya trombosis dan pada wanita hamil dengan

kematian janin. Selain itu juga ditemukan berbagai macam antibodi

permukaan antigen spesifik terhadap jaringan tertentu yaitu:

  Antibodi terhadap sel darah merah yang dapat 

menyebabkan terjadinya anemia hemolitik autoimun

  Antibodi terhadap glikoprotein trombosit yang

menyebabkan trombositopenia

  Antibodi terhadap leukosit menyebabkan leukopenia

  Antibodi terhadap lemak jaringan otak yang mungkin

sebagai penyebab kerusakan jaringan otak   Antibodi terhadap kardiolipin yang menyebabkan reaksi

Wasserman (sifilis) positif palsu

Antibodi terhadap limfosit semula hanya dianggap

menyebabkan terjadinya leukopenia saja, tetapi ternyata terdiri atas

beberapa jenis antibodi dan yang sangat penting adalah antibodi

terhadap sel T supresor. Antibodi inilah yang diperkirakan

menyebabkan pembentukan antibodi oleh sel B tidak bisa

dikendalikan (overaktif) dan menyebabkan peningkatan IgG dan

berbagai macam autoantibodi yang kemudian mengendap sebagai

kompleks imun di berbagai organ tubuh.

Tata Laksana

Pada dekade terakhir angka mortalitas pada pasien NL

telah mengalami banyak perbaikan. Hal ini terutama disebabkan

karena penggunaan obat kortikosteroid dan sitostatik. Gejala

ekstrarenal akan cepat menghilang pada pemberian kortikosteroid.

Pada pasien dengan gejala ekstrarenal yang ringan tanpa adanya

gejala renal tidak perlu diberi kortikosteroid, cukup diberikan obat 

salisilat, anti malaria atau obat NSAID.

Prognosis

Setelah pengobatan kortikosteroid dan sitostatik, prognosis

NL ataupun SLE pada umumnya mengalami perbaikan yang

dramatis. Angka hidup pada pengamatan 1 tahun adalah 90%, pada

10 tahun adalah 85%, dan pada 15 tahun 77%. Penyebab kematian

yang terbanyak adalah gagal ginjal, sepsis, dan kelainan susunan

saraf pusat.

Daftar Pustaka 

1.  Kasper DL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th 

ed. USA: McGraw-Hill; 2005. P. 1681-8.

2.  Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol. 2. Ed. 6. Jakarta: EGC;

2006. P. 924-9.

3.  O’Callaghan, CA. The renal system at a glance. 2 nd ed.

Victoria: Blackwell Publishing; 2006. P. 75-78.