Fulltext Gct Tibia Proximal
-
Upload
bagas-widhiarso -
Category
Documents
-
view
20 -
download
2
description
Transcript of Fulltext Gct Tibia Proximal
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Giant cell tumor (GCT) merupakan tumor yang relatif jarang, tumor ini ditandai dengan
munculnya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cells). Jenis tumor ini biasanya
dianggap sebagai jinak. Pada banyak pasien, GCT mempunyai perjalanan penyakit yang lambat,
tetapi dapat mengalami kekambuhan (rekurensi) secara lokal sebanyak 50% kasus. Dapat
terjadi metastasis ke paru.
Cooper yang pertama kali melaporkan giant cell tumor pada abad ke-18, dan ditahun
1940, Jaffe dan Lichtenstein mendefinisikan giant cell tumor secara lebih jelas untuk
membedakannya dengan tumor lain. Giant cell tumor biasanya terjadi secara de novo tetapi
bisa terjadi sebagai komplikasi yang sangat jarang dari penyakit Paget pada tulang.
EPIDEMIOLOGI
Giant cell tumor tulang kejadiannya 4-5% dari tumor primer tulang dan 18,2% dari
tumor jinak tulang. Insiden ini akan meningkat pada pasien dengan penyakit Paget tulang,
dimana giant cell tumor jarang komplikasi dari neoplastik. Giant cell tumor merupakan
komplikasi yang jarang dibandingkan dengan Paget sarcoma, dimana mempunyai insidensi
perubahan sarcoma sebesar kurang dari 5%.
GCT biasanya jinak dengan kemungkinan malignansi pada 5-10% pasien. Transformasi
malignanansi biasanya terjadi setelah pengobatan radiasi. Penyakit ini dapat mengenai semua
ras, dengan tertinggi pada keturunan Cina, dimana insidensinya mencapai 20% diantara semua
primary bone tumor (pada kelompok lain umumnya 4-5%). GCT umumnya menyerang pada
pasien usia produktif (20-40 tahun) dengan puncak insidensi pada usia 20-30 tahun.
Perbandingan diantara jenis kelamin tidak begitu signifikan, namun 50-57% kasus terjadi pada
pasien wanita.
1
GCT jarang terjadi pada anak-anak, hanya 5,7% yang menyerang pasien yang tulangnya
imatur, namun demikian dari pasien usia muda ini, GCT vertebra lebih banyak mengenai
mereka, dimana 29% tumor ini terjadi pada pasien yang lebih muda dari 20 tahun. Multicentric
giant cell tumor, salah satu varian dari GCT memiliki puncak insidensi pada pasien umur 10-20
tahun. Multicentric GCT ditemukan pada kurang dari 1% pasien.
KLINIS
Lokasi yang paling sering adalah disekitar sendi lutut (50% dimana femur distal lebih
sering daripada tibia proksimal), disusul distal radius dan humerus proksimal. Berdasarkan
statistik Mayo klinik, sacrum merupakan lokasi berikutnya yang paling sering, walaupun tulang
ditempat lain bisa terkena. Tumor ini biasanya meluas ke kartilago artikularis. GCT pada
vertebra sangat jarang, tetapi jika ditemukan berada di corpus vertebra. Meskipun tidak
biasanya ditemukan di tangan atau kaki, kejadian yang jarang dari GCT multifokal biasanya
berkaitan dengan lesi di tangan. Kejadian GCT multisentris terjadi < 1% pasien.
Pada kasus yang dini dari GCT tulang, sering didapatkan nyeri dan pada banyak kasus
pembengkakan didapatkan disekitar sendi yang terkena setelah beberapa bulan berikutnya.
Nyeri bersifat progresif yang awalnya sering berkaitan dengan aktifitas dan selanjutnya menjadi
timbul setelah istirahat. Jika diagnosis awal tidak dibuat, sering didapatkan fraktur patologis
dalam sendi sekitarnya yang membuat pengobatannya lebih sulit. Riwayat trauma yang tidak
umum terjadi dan kejadian fraktur patologis terjadi pada 10-15% kasus.
PATOFISIOLOGI
Giant cell tumor tulang mempunyai gambaran mikroskopis yang berbeda, dan
diagnosisnya biasanya tidaklah sulit, meskipun faktanya bahwa gambaran makroskopis giant
cell tumor kurang khas. Tumor biasanya terlihat sebagai masa yang lunak kecoklatan, area
hemoragik, yang nampak merah gelap dan area kolagen, yang nampak abu-abu, yang semuanya
bisa diamati.
2
Pada irisan potongan seringnya tampak rongga yang nekrosis dan terisi darah. Spesimen
yang direseksi secara intak dari giant cell tumor sangat jarang karena kebanyakan pasien
ditangani dengan kuretase. Yang secara makroskopis, material kuretase bersifat lunak, rapuh
dan coklat gelap. Meskipun disebut sebagai giant cell tumor, sel dasar yang berproliferasi
berlatar belakang sel stroma mononuklear, dimana khasnya sel raksasa yang mirip osteoklast
terdistribusi secara merata. Asal dari sel mononuklear ini belum diketahui secara jelas, tetapi
dipercaya sebagai derivat dari primitive mesenchymal stem cells atau sel yang berasal dari
makrofag histiosit.
Sel raksasa yang menyerupai osteoklast morfologinya identik dengan nuklear, yang
rupanya dibentuk oleh gabungan sel stroma mononuklear. Sel mononuklear mempunyai inti
yang bulat atau ovoid, tetapi kadang-kadang dapat berbentuk spindel. Mereka memiliki
berbagai jumlah sitoplasmik eosinofilik. Tidak ada matriks interseluler yang diproduksi oleh sel
mononuklear atau sel raksaa multinukleasi. Aktifitas mitotik sangat bervariasi dan tidak
mempunyai arti prognostik. Sama juga dengan derajat (grade) giant cell tumor tulang yang tidak
mempunyai arti prognostik.
Meskipun secara khas giant cell tumor tulang mudah untuk di diagnosa, seringnya
terlihat sedikit variasi histologis. Fokus kecil aneurysmal bone cysts sering pada giant cell tumor.
Pada konsidi yang jarang, fokus ini bisa mendominasi pada gambaran histologisnya, oleh karena
itu diindikasikan untuk seluruh contoh jaringan yang mendasari giant cell tumor. Kadang-
kadang, giant cell tumor terdiri sebagian besar sel spindel dan sel busa (foam) yang luas dimana
tidak terlihat sel raksasa menyerupai osteoklast. Tumor seperti ini dapat secara mudah
dikelirukan dengan benign fibrous histiocytoma atau xanthoma. Sekali lagi, jika gambaran klinis
dan radiologis mengarah ke giant cell tumor, teliti jaringan contoh dari area dimana dijamin
giant cell tumor yang terjadi secara khas, biasanya laporan fokus residual dari giant cell tumor
ditemukan.
Meskipun giant cell tumor tidak membentuk matriks interseluler, dapat terlihat fokus
formasi tulang reaktif, terutama tumor yang mempunyai komplikasi fraktur. Area infark bukan
3
hal yang jarang pada giant cell tumor. Emboli tumor intravaskuler dapat ditemukan di perifer
pada beberapa giant cell tumor, tetapi penemuan ini tidak muncul berkaitan dengan potensi
metastatik. Kadang-kadang, sebaliknya giant cell tumor tulang tertentu dapat metastase,
biasanya di paru. Yang mengherankan, metastase giant cell tunor bukan mempunyai prognosis
yang jelek, pasien dapat diperkirakan bertahan hidup jangka lama setelah metastasenya
direseksi dengan pembedahan.
Perhatikan bahwa multinucleated osteoclastlike giant cell bukan patognomonik dari
giant cell tumor tulang. Osteoclaslike giant cell dapat ditemukan dengan sangat bervariasi dari
kondisi normal, reaktif, benigna, dan neoplastik malignant. Brown tumor pada penyakit tulang
hiperparatiroidi merupakan nonneoplastik penting yang menyerupai giant cell tumor. Giant cell
reparative granuloma merupakan lesi reparatif jinak yang mengenai tulang-tulang kecil pada
tangan dan kaki. Secara histologis sangat mirip dengan giant cell tumor tulang. Tumor tulang
primer lain yang terdiri dari osteoclast like giant cell meliputi chondroblastoma,
chondromyxoid fibroma, dan giant cell osteosarcoma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiografi konvensional
Radiografi rutin sudah cukup membantu dalam membuat diagnosis GCT tulang karena
terlihat lesi litik yang terlokalisir di tepi epifisis tulang panjang. Giant cell tumors bersifat litik,
subartikuler dan eksentrik dan seringnya jarang didapatkan sklerotik dipinggirnya. Varian yang
tidak biasa bisa juga membuat kesulitan dalam diagnosis radiografi.
Penenuan penting dari radiografi giant cell tumor adalah lokasi tumor, litik alaminya,
dan kurangnya respon host-nya. Khasnya giant cell tumor adalah menyebar, osteolitik, lesi
radiolusen tanpa tepi yang sklerotik dan biasanya tanpa reaksi periosteal. Dapat terlihat septa
didalam lesi pada 33-55% pasien, dimana hal ini menunjukkan pertumbuhan yang tidak
seragam dari tumor dibandingkan septa yang sesungguhnya. Tumor biasanya berdiameter 5-7
cm saat dtemukan.
4
Kebanyakan giant cell tumor (85%) terjadi di tulang panjang dan sekitar 50% terletak di
tulang sekitar lutut. Lokasi merupakan hal penting dalam diagnosis giant cell tumor.
Kebanyakan tumor eksentrik dan berlokasi di subartikular. Bagaimanapun, asal tumor di
metafisis dan umumnya melibatkan epifisis pada tulang yang telah matur. Lesi dini bisa terletak
hanya di metafisis. Zona transisi tipis dengan kurangnya sklerosis pada tepinya merupakan
penemuan yang membedakan dan sangat mengarahkan diagnosa. Ketika sklerosis tepi tumor
muncul, hal ini jarang komplit. Biasanya tidak terlihat reaksi periosteal, dan respon reaktif host
yang minimal merupakan ciri khas giant cell tumor.
CT SCAN.
Penemuan pada CT sama dengan penemuan pada radiografi untuk giant cell tumor
tulang. Tepi yang sklerosis, destruksi kortikal dan masa jaringan lunak terlihat lebih jelas pada
CT daripada radiografi. Derajat kepercayan CT tinggi jika digabungkan dengan radiografi. CT
biasanya tidak banyak menambah informasi diagnostik pada hasil radiografik. CT scan lebih
berguna pada tulang yang bentuknya kompleks, seperti pada tulang vertebra atau pelvis,
karena detail dari lesi tidak bisa digambarkan secara jelas pada radiografi. CT juga sangat
berguna pada perencanaan pembedahan.
MRI
Pada gambaran T1, giant cell tumor bisa menunjukkan karakteristik intensitas signal
yang heterogen atau homogen. Intensitas signalnya bisanya rendah atau sedang, tetapi area
denagn instensitas signal tinggi, seperti pada perdarahan yang baru bisa didapatkan. Pada
gambaran T2, terlihat intensitas signal yang homogen rendah sampai sedang pada area yang
solid dari tumor. Area dengan intensitas signal yang rendah bisa berlebihan pada gambaran
pantulan T2 dan ini disebabkan karena adanya hemosiderin. Hemosiderin dapat dideteksi pada
lebih dari 63% giant cell tumor, dan kemunculannya kemungkinan akibat dari ekstravasasi sel
darah merah digabungkan dengan fungsi fagositik sel tumor.
5
Area kistik seringnya terlihat sebagai area intensitas signal tinggi pada gambaran T2.
Dapat terlihat cairan yang bertingkat. Udema peritumor jarang terjadi pada absennya fraktur.
Tumor biasanya menyangat secara heterogen dengan memasukkan zat kontras intravena.
Derajat kepercayaan MRI tinggi untuk menggambarkan tulang appendikular. Penemuan
radiografi untuk giant cell tumor dari vertebra bawah bisa tumpang tindih dengan tumor
lainnya seperti osteoblastoma, aneurysmal bone cyst dan metastasis.
MRI sensitif untuk mendeteksi perubahan jaringan lunak, perluasan intraartikular dan
perubahan sumsum tulang. MRI merupakan metode yang bagus untuk menentukan
keterlibatan subchondral dan perluasan tumor ke sendi sekitarnya. Akurasi diagnostiknya tinggi,
terutama ketika MRI diinterpretasikan dengan digabungkan dengan radiografi konvensional.
KEDOKTERAN NUKLIR
Pengambilan (uptake) pada giant cell tumor biasanya merata pada semua fase. Derajat
pengambilan tidak berhubungan dengan derajat tumor atau malignansinya. Scanning tulang
biasanya tidak diperlukan dalam evaluasi giant cell tumor, keculai pada kasus jarang dimana
dicurigai giant cell tumor multisentrik. Derajat kepercayan pemeriksaan kedokteran nuklir
rendah. Giant cell tumor tidak bisa dibedakan secara pasti dari tumor dan penyakit lainnya
dengan menggunakan scanning tulang saja.
ANGIOGRAFI
Angiografi biasanya tidak diperlukan dalam evaluasi giant cell tumor. Neovaskularisasi
ditunjukkan pada 80% giant cell tumor. Sayangnya gambaran angiografi yang tumpang tindih
dari tumor tulang maligna, tumor jinak dan lesi nonneoplastik menghalangi kegunaan angiografi
dalam membuat diagnosa banding
Meskipun angiografi dapat digunakan unuk menyimpulkan perluasan tumor ke
intraosseus dan ekstraosseus, yang sangat berguna dalam perencanaan pembedahan, MRI
secara luas telah menggantikan angiografi dalam perencanaan pembedahan.
6
Embolisasi preoperatif bisa dilakukan sebagai pembantu pembedahan untuk
mengurangi perdarahan dan memfasilitasi reseksi pada tumor yang sangat bervaskuler.
Pengangkatan tumor ekstraosseus secara komplit disarankan untuk mencegah rekurensi lokal,
yang bisa sangat sulit pada tumor yang sangat bervaskuler. Pembedahan biasanya dilakukan
segera setelah embolisasi, sebelum kollateralnya terbentuk. Suplai arteri ke tumor dapat juga
diembolisasi pada pasien yang bukan calon untuk pembedahan. Pada pasien seperti ini,
tujuannya adalah paliatif mengurangi nyeri
STAGING
Campanacci telah berusaha untuk menetukan sistem staging berdasarkan pada
pemeriksaan pencitraan (foto polos).
Stage Penjelasan
Stage I Lesi derajat diam (inaktif), lesi pada tulang kanselous dengan tanpa
keterlibatan korteks atau keterlibatan minimal. Ini merupakan derajat
yang jarang ditemukan karena dapat asimptomatis dan cenderung
mempunyai prognosis baik. Angka kejadiannya berkisar 15% pasien.
Stage II Merupakan lesi aktif dan paling sering ditemukan, dimana menunjukkan
penipisan korteks yang luas dan bisa membentuk gambaran aneurismal
ringan sebagai penutup perosteum dalam usaha melingkupi pertumbuhan
tumor perifer. Angka kejadiannya berkisar 70% kasus.
Stage III Merupakan bentuk yang agresif. Angka kejadiannya berkisar 15% kasus.
Staging GCT berdasarkan Campancci
Enneking mengklasifikasikan (staging) tumor jinak secara umum sebagai berikut:
Laten: tumor yang asimptomatik dan biasanya ditemukan secara kebetulan. Ia mencapai
tingkat tak tumbuh ( stage of nongrowth) setelah periode pertumbuhan yang lambat.
7
Aktif: tumor yang simptomatik ringan dan ditemukan jika terjadi fraktur patologis atau
jika tumor berkaitan dengan disfungsi mekanik. Tumor aktif biasanya tumbuh secara
terus menerus.
Agresif: tumbuh secara cepat dan biasanya simptomatik dan nyeri pada perabaan.
Stage Description Grade Site Metastasis
1 Latent G0 T0 M0
2 Active G0 T0 M0
3 Aggressive G0 T1 or T2 M0 or M1
Staging GCT berdasarkan Enneking.
Sistem staging yang diadopsi dari Enneking pada tahun 1986 digunakan untuk staging
GCT. Hal ini tergantung pada grade tumor (G), lokasi tumor apakah intra atau
ekstrakompartemen, dan ada atau tidaknya metastasis. Berdasarkan klasifikasi ini ada 3 stage:
Stage IA (G1, T1, M0), low grade intrakompartemen tanpa metastase
Stage IB (G1, T2, M0), low grade ekstrakompartemen tanpa metastase
Stage IIA (G2, T1, M0), high grade intrakompartemen tanpa metastase
Stage IIB, (G2, T2, M0), high grade ekstrakompartemen tanpa metastase
Stage IIIA (G1/2, T1, M1), low atau high grade intrakompartemen dengan metastase
Grade IIIB (G1/2, T2, M1), low atau high grade ekstrakompartemen dengan metastase)
TATALAKSANA
Kuretase dengan bone grafting versus cementation
Sebelum tahun 1989, pilihan untuk penanganan pembedahan dari GCT tulang adalah
kuretase dan bone grafting. Di tahun 1990, American and Europe musculoskeletal tumor
societies mempresentasikan penelitian yang menunjukkan bahwa kuretase dan bone grafting
saja menghasilkan angka rekurensi yang tidak diterima sebesar 45%. Penelitian ini
memperlihatkan bahwa ketika adjuvan seperti nitrogen liquid, phenol, hidrogen peroksida, atau
bone cement ditambahkan pada pembedahan kuretase, angka rekurensinya turun menjadi 17%
8
dan ketika kuretase dikombinasikan dengan phenol dan bone cement, angka rekurensinya
hanya 3%.
Banyak ahli orthopedi sekarang mempertimbangkan kuretase luas dan bone cement
sebagai baku emas dalam penanganan GCT. Beberapa artikel beberapa tahun terakhir
menunjukkan angka rekurensi lokal yang rendah tanpa menggunakan phenol dan cement.
Peneliti menghubungkan tinnginya angka kesuksesan untuk penggunaan kuretase agresif dan
bor kecepatan tinggi. Defeknya diisi dengan campuran tulang autograft dan allograft. Bone graft
secara teori mempunyai keuntungan yaitu memperbaiki biomekanik normal dari permukaan
sendi untuk mencegah penyakit degeneratif sendi di masa mendatang, sama baiknya dengan
memperbaiki penyediaan tulang yang bisa membantu jika diperlukan prosedur mendatang.
Ada 2 kerugian dalam penggunaan bone graft: (1) sendi harus dilindungi sementara waktu
untuk mencegah fraktur patologis dan (2) rekurensi tumor menjadi sulit atau tidak bisa
dibedakan dari bone graft. Sedangkan bone cement memberikan stabilitas yang segera
sehingga rehabilitasi bisa lebih cepat, memberikan deteksi rekurensi yang lebih mudah dan bisa
membunuh sisa sel tumor karena panas dari polimerisasi.
Reseksi tumor
Kuretase dapat tidak efektif pada beberapa tumor derajat III dan diperlukan reseksi
primer setelah biopsi. Disekitar sendi lutut, rekonstruksi hemicondyler osteoarticular allograft
atau rotating hinge endoprosthesis bisa diperlukan. Untuk lesi agresif pada distal radius, reseksi
primer dan rekonstruksi dengan allograft fibula proksimal (sebagai arthroplasti atau
arthrodesis) bisa diindikasikan. Untuk lesi pada tulang yang bisa dihilangkan (seperti pada distal
ulna atau fibula proksimal) , bisa diindikasikan reseksi primer tanpa rekonstruksi.
Cyosurgery
Selama 2 dekade yang lalu, banyak institusi yang menyarankan penggunaan nitrogen
liquid sebagai adjuvant setelah kuretase agresif dan bor kecepatan tinggi. Nitrogen liquid
dituangkan lewat saluran kedalam kloaka tumor untuk menurunkan kemungkinan rekurensi
9
lokal (sekitar 8%). Nitrogen liquid juga bisa disemprotkan ke defek tulang dengan menjaga
jangan sampai mengenai jaringan sekitarnya. Didapatkan resiko nekrose tulang yang signifikan
yang menyebabkan angka fraktur setelah pengobatan sebesar 6%. Literatur lain mengatakan
bahwa liquid nitrogen tidak digunakan lagi karena sebagai adjuvan karena potensi
komplikasinya seperti fraktur patologis, masalah penyembuhan luka dan cidera saraf.
Radioterapi
Tiga puluh tahun yang lalu, manajemen dari GCT yang agresif pada tulang appendikular,
atau pada tempat yang inoperabel seperti di pelvis atau vertebra seringnya ditambahkan
dengan radioterapi eksterna. Hasilnya terjadi insidensi 15% mengalami konversi lambat
menjadi high grade osteosarcoma, malignant histiocytoma atau GCT maligna yang akhirnya
menyebabkan kematian pasien. Untuk alasan ini, penggunaan radioterapi untuk GCT dibatasi
hanya pada kasus lesi yang sulit di pelvis dan vertebra, dimana reseksi pembedahan bersih yang
adekuat tidak didapatkan karena pertimbangan anatomisnya. Literatur terkini merefleksikan
lebih menyukai respon penggunaan sumber energi tinggi radioterapi, dengan insiden
komplikasi sarkoma irradiasi yang sangat rendah. Bagaimanapun, tidak disarankan untuk tidak
menggunakan radioterapi sebagai modalitas penanganan rutin dari GCT.
TINDAK LANJUT DAN METASTASE KE PARU
GCT tulang dan chondroblastoma merupakan dua tumor jinak yang mempunyai
kemungkinan metastase ke paru sebagai metastase jinak yang gambaran mikroskopiknya
benar-benar sama dengan tumor primernya. Pada GCT, terjadi pada 2% dari semua kasus dan
6% dari kasus rekuren. Pada serial kasus 23 pasien dari klinik Mayo dengan metastasis paru
ditemukan tempat primer yang paling umum adalah distal radius. 83% dari kasus mempunyai
rekurensi lokal sebelum metastasis. Direkomendasikan reseksi pembedahan dari lesi paru
dengan hasil bebas penyakit sebanyak 73%. Hanya 17,4% pasien mati karena penyakitnya.
Kebanyakan rekurensi lokal dan metastasis paru terjadi dalam 3 tahun tetapi dilaporkan
dapat terjadi dalam 20 tahun. Radiografi dada sebaiknya dilakukan pada saat diagnosis untuk
10
stagingnya. Penggunaan CT scan dada rutin masih kontroversial. Pasien sebaiknya minimal
melakukan radiografi pada tempat tumor primer dan paru setiap 3 bulan untuk 1 tahun
pertama, setiap 6 bulan pada 2 tahun selanjutnya dan berikutnya dilakukan pemeriksaan tiap
tahun.
Adanya abnormalitas pada foto dada sebiknya dievaluasi lebih lanjut dengan CT.
Rekurensi tulang biasnya dibuktikan dengan perluasan lusensi pada radiografi. Rekurensi
jaringan lunak bisa tampak sebagai massa yang teraba, dimana diindikasikan untuk MRI.
Penanganan dari lesi rekurensi sama sebagai lesi primer. Setelah biopsi menunjukkan
tumor masih jinak, kuretase atau reseksi ulang bisa dilakukan.
11
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Semua pasien diterima di klinik Musculoskeletal Tumor. Pemeriksaan radiografi dilakukan di
bagian Radiologi Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta sedangkan panel
darah diperiksa oleh bagian laboratorium. Pemeriksaan aspirasi jarum halus pre-operatif
dilakukan oleh Ahli Patlogi Anatomi dari laboratorium Patologi Anatomi FK UNS, dan hasil
patologi open biopsi dilakukan oleh ahli patologi yang sama.
OBJEK PENELITIAN
Obyek penelitian yang digunakan adalah pasien dengan GCT tibia proksimal yang datang
dilakukan tindakan operatif di Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Kriteria inklusi:
Pasien dengan hasil patologi jarum halus pre-operatif dan biopsi terbuka
mendukung diagnosis GCT.
Pasien dilakukan tindakan operatif di RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta
Pasien melakukan minimal follow up selama 4 minggu.
Kriteria Eksklusi:
Pasien dengan hasil patologi yang tidak sesuai dengan GCT
Pasien pasca operasi Rumah Sakit selain RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso
12
Pasien putus kontrol
BESAR SAMPEL
Pengambilan sampel dilakukan secara berurutan pada pasien yang datang ke Rumah
Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta, mulai bulan Mei 2010 sampai Bulan Oktober
2012 yang memenuhi kriteria inklusi.
PENGAMBILAN SAMPEL
Data diambil dari catatan medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh residen di bawah supervisi dokter Ahli Musculoskeletal
Tumor.
Pemeriksaan penunjang radiologis yang dilakukan berupa radiografi polos regio cruris
dengan mengikutsertakan sendi genu dan ankle pada ronsen tersebut. Pasien juga dilakukan
pemeriksaan radiografi polos thorax proyeksi anteroposterior dan lateral untuk mengetahui
kemungkinan proses pulmonal metastasis. Hasil pemeriksaan diinterpretasikan oleh dokter Ahli
Radiologi RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso.
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnostik berupa darah rutin lengkap
dan alkali fosfatase.
Setelah pemeriksaan penunjang laboratoris dan radiografi polos selesai dilakukan dilakukan
pemeriksaan aspirasi jarum halus pre-operatif sebagai langkah selanjutnya.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
13
Pengambilan sampel dilakukan pada periode bulan Mei 2010 sampai Oktober 2012 di
Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
14
BAB III
HASIL
Dari Mei 2010 sampai dengan Juli 2012 kami menemukan 5 kasus Giant Cell Tumor
(GCT) Tibia proksimal, dan kesemuanya ditangani secara operatif.
Semua pasien mengutarakan keluhan utama berupa nyeri pada daerah tulang kering
bagian atas. Tiga pasien mengeluhkan nyeri pada sisi kiri dan dua pada sisi kanan. Rerata usia
pasien pada saat datang pertama kali adalah 25,6 tahun (17-33 tahun).
11-20 TAHUN20%
21-30 TAHUN60%
31-40 TAHUN20%
Demografi pasien berdasarkan umur
15
60%
40%
KananKiri
Sisi ekstremitas yang terlibat
Hasil radiografi polos regio cruris menunjukkan gambaran lesi litik, subartikuler dan
eksentrik. Tidak ditemukan gambaran periosteal reaction pada pasien-pasien kami.
Semua pasien kami dilakukan pemeriksaan aspirasi jarum halus pre-operatif dan
seluruhnya menyokon gambaran giant cell tumor or the bone. Semua hasil aspirasi jarum halus
sesuai dengan hasil biopsi terbuka pada saat tindakan operatif, yaitu mendukung diagnosis
giant cell tumor of the bone.
16
NO IDENTITAS DIAGNOSTIK TERAPI FOLLOW UP1 Ny. ES/24th/182172
Pringkulu 4/4 PacitanFNAB Preop= GCT of the bonePA open biopsi=GCT of the bone (borderline malignant variant)Dx = GCT PROKSIMAL TIBIA (S)
Curretage + bone graft + bone cement (11/5/2011)
Terakhir= 2minggu post op. Luka baikKnee score???
2 Tn.C/29 th/185763Gondang RT 07/03, Subah, Batang081326803420
FNAB Preop= GCT of the bonePA open biopsi=GCT of the boneDx= GCT PROKSIMAL TIBIA (S)
Curretage + bone graft + bone cement + screwing (4/8/2010)
27/10/2010 (2 bulan postop) = FWB (+), fleksi 0-1007/4/2012 (18 bulan) = SGPT meningkat
3 Ny.BC/33th/216441Jl.Gandapura 11 No.3 Denpasar
FNAB Preop= GCT of the bonePA open biopsi=GCT of the boneDx= GCT PROKSIMAL TIBIA (D)
Wide eksisi + endoprosthesis reconstruction
4 Ny.RH/25th/Krempan 07/11 Waru,Kebakkramat, Karanganyar
PA open= GCT of the bone, tanpa tanda ganasDx + GCT PROKSIMAL TIBIA (D)
Curretage + bone cement dengan posterior approach “Lazy S” incision (26/1/2012)
9 bulan postop=ROM baik
5 Sdr.MR/17th/Menduran 9/1 Nrati, Grobogan
FNAB Preop= GCT of the bonePA open biopsi=GCT of the boneDx= GCT PROKSIMAL TIBIA (D)
Curretage + bone graft + screwing (22/6/2010)
11/5/2012 (2 tahun postop) = ROM knee baik, mass (-)Xray = posisi cement baik
17
DISKUSI
Berdasarkan data hasil pemeriksaan yang kami terima, 60% (3 pasien) berusia antara 21-30 tahun. Duapuluh persen (1 pasien) masing-masing untuk pasien kelompok umur 31-40 tahun dan 11-20 tahun. Hal ini sesuai dengan predileksi GCT, dimana patologi ini umumnya menyerang pada pasien usia produktif dengan puncak insidensi pada usia 20-30 tahun.
Dari 5 pasien yang kami tangani, GCT 60% (3 orang) menyerang pada sisi kanan ekstremitas dan
40% terjadi pada sisi kiri. Tidak ada kasus bilateral pada pasien-pasien kami.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Menendez LR, OKU (Orthopaedic Knowledge Update): Musculoskeletal Tumors,
American Academy of Orthopaedic Surgeon, Illionis, 2002, 113-8
2. Salter RB, Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System, 3th edition,
Lipponcott Williams & Wilkins, Maryland, 1999, 408-9
3. Solomon L, Appley's System of Orthopaedics and Fractures, 8th edition, Arnold, New
York, 2001, 181-2
4. Miller MD, Review of Orthopaedics, 5th edition, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2008,
535
5. Canale ST, Campbell's Operative Orthopaedics, 10th edition, Mosby, Philadelphia, 2003,
813-7
6. Skinner HB, Lange Current Diagnosis and Treatment Orthopedics, 4th edition, Mc Graw
Hill, California, 2007, 322-3
7. Wiesel SW, Essentials of Orthopedics Surgery, 3th edition, Springer, Washington, 2007,
131-4
8. Greenspan A, Orthopedic Radiology: A Practical Approach, 3th edition, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000, 631-5
9. Herkowitz H, Rothman Simeone The Spine, 5th edition, Saunders Elsevier, Philadelphia,
2006, 1242
10. Greene WB, Netter's Orthopaedics, 1st edition, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2006,
177
11. Lesley AG, Giant Cell Tumor, 2007 in emedicine.com
12. Giant Cell Tumor of Bone, Wikipedia the free encyclopedia, Giant cell tumor of
bone.htm
13. Blackley HR, Treatment of Giant Cell Tumors of Long Bones with Curretage and Bone
Grafting, The Journal of Bone and Joint Surgery, Vol 81-A, No 6, June 1999, 811-20
14. Larsson SE, Giant Cell tumor of Bone: A Demographic, Clinical, and Histopathological
Study of All Cases Recorded in The Swedish Cancer Registry for The Year 1958 through
1968, The Journal of Bone and Joint Surgery, Vol 57-A, No 2, March 1975, 167-73
19
15. Hoch B, Multicentric Giant Cell Tumor of Bone: Clinicopathologic Analisys of Thirty
Cases, The Journal of Bone and Joint Surgery, Vol 88-A, No 9, September 2006, 1998-
2008
16. Knochentumoren A, Local Recurrence of Giant Cell Tumors of Bone after Intralesional
Treatment With and Without Adjuvant Theraphy, The Journal of Bone and Joint Surgery,
Vol 90-A, No 5, May 2008, 1060-71
17. Sung HW, Giant Cell Tumor of Bone: Analisys of Two Hunded and Eight Cases in Chinese
Patients, The journal of Bone and Joint Surgery, Vol 64-A, No 5, June 1982, 755-61
18. Goldenberg RR, Giant Cell Tumor of Bone: An Analisys of Two Hundred and Eighteen
Cases, The journal of Bone and Joint Surgery, Vol 52-A, No4, June 1970, 619-64
19. Krishman Unni, Dahlin’s Bone Tumors, 5th editiom, Lippincott-Raven Publishers,
Philadelphia, 1996, 285-9
20