Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

30
BAB I PENDAHULUAN Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit jaringan ikat, etiologinya tidak jelas diketahui dan termasuk soluble immune complexes disease, dimana gambaran klinisnya cukup luas dapat melibatkan banyak organ tubuh, serta perjalanan penyakitnya ditandai dengan remisi dan eksaserbasi. (1) Dari pengamatan LES di seluruh dunia, penderitanya lebih dari 90% merupakan perempuan. Dan pada umumnya kebanyakan terjadi pada masa sebelum pubertas dan setelah menopause, yang menunjukkan bahwa metabolisme estrogen dan hubungannya dengan sistem kekebalan tubuh mungkin memainkan peranan dalam patogenesis dari penyakit ini. Meskipun mekanisme patoetiologi secara tepat belum dapat dijelaskan, tetapi diyakini bahwa terjadinya LES dipicu oleh faktor lingkungan yang tidak jelas pada individu yang rentan secara genetik. (2-4) Penyakit ginjal yaitu lupus nefritis adalah salah satu manifestasi yang paling umum dan paling serius dari LES. Keterlibatan ginjal pada LES berdampak buruk pada prognosis utamanya dalam hal tingkat kelangsungan hidup pasien dan ketahanan ginjal (kelangsungan hidup tanpa perlu terapi pengganti ginjal), serta kualitas hidup, termasuk cacat kerja. Glomerulus adalah bagian dari ginjal yang paling umum terkena akibat penyakit lupus. Tetapi, interstitium ginjal dan tubulus, serta pembuluh darah, mungkin juga terkena efeknya. Pengenalan dini pada penyakit lupus nefritis dan pemantauan 1

description

y

Transcript of Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

Page 1: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit jaringan ikat, etiologinya

tidak jelas diketahui dan termasuk soluble immune complexes disease, dimana gambaran

klinisnya cukup luas dapat melibatkan banyak organ tubuh, serta perjalanan penyakitnya

ditandai dengan remisi dan eksaserbasi.(1)

Dari pengamatan LES di seluruh dunia, penderitanya lebih dari 90% merupakan

perempuan. Dan pada umumnya kebanyakan terjadi pada masa sebelum pubertas dan setelah

menopause, yang menunjukkan bahwa metabolisme estrogen dan hubungannya dengan

sistem kekebalan tubuh mungkin memainkan peranan dalam patogenesis dari penyakit ini.

Meskipun mekanisme patoetiologi secara tepat belum dapat dijelaskan, tetapi diyakini bahwa

terjadinya LES dipicu oleh faktor lingkungan yang tidak jelas pada individu yang rentan

secara genetik.(2-4)

Penyakit ginjal yaitu lupus nefritis adalah salah satu manifestasi yang paling umum

dan paling serius dari LES. Keterlibatan ginjal pada LES berdampak buruk pada prognosis

utamanya dalam hal tingkat kelangsungan hidup pasien dan ketahanan ginjal (kelangsungan

hidup tanpa perlu terapi pengganti ginjal), serta kualitas hidup, termasuk cacat kerja.

Glomerulus adalah bagian dari ginjal yang paling umum terkena akibat penyakit lupus.

Tetapi, interstitium ginjal dan tubulus, serta pembuluh darah, mungkin juga terkena efeknya.

Pengenalan dini pada penyakit lupus nefritis dan pemantauan ketat untuk kemajuan setelah

dilakukannya pengobatan merupakan bagian penting dari manajemen terapi. Tanda serologi

konvensional dan parameter klinis dari ginjal untuk lupus nefritis aktif, tidak sensitif atau

cukup spesifik.(2,5-7)

EPIDEMIOLOGI

Faktor genetik memegang peranan penting pada lupus nefritis, dimana lupus nefritis

sering terjadi pada ras yang kuat. Misalnya, prevalensi dan mortalitas lupus nefritis terjadi

sepuluh kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam (Amerika) dibandingkan pada wanita kulit

putih, namun relatif lebih jarang terjadi pada nenek moyang Afro-Amerika di Afrika Barat.

Selain itu, pasien dengan lupus nefritis mungkin memiliki anggota keluarga yang sehat.(8)

Wanita adalah faktor risiko utama bagi perkembangan penyakit lupus nefritis.

Perbandingan antara perempuan : laki-laki naik dari 2:1 pada saat sebelum pubertas

meningkat menjadi 4.5:1 pada masa remaja dan makin meningkat sampai 12:1 pada orang

1

Page 2: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

dewasa, dan menurun kembali menjadi 2:1 pada pasien dengan usia lebih dari 60 tahun.

Data-data ini sesuai dengan model murine lupus nefritis, dimana estrogen mempercepat

faktor dalam munculnya penyakit lupus nefritis, sedangkan androgen melindungi seseorang

dari penyakit lupus nefritis. Penyakit lupus nefritis jarang terjadi pada saat sebelum pubertas.

Secara keseluruhan kejadian penyakit lupus nefritis ini jauh lebih rendah pada anak-anak

dibandingkan pada orang dewasa.(8)

Insiden lupus nefritis lebih tinggi pada orang dari Asia (55%), Afrika (51%), dan

Hispanik (43%) dibandingkan dengan keturunan Kaukasia (14%). Hampir 25% dari pasien

ini berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir 10 tahun setelah terdapatnya manifestasi

pada ginjal. Pada kenyataannya, 5 – 10 tahun tingkat kelangsungan hidup pada pasien dengan

lupus nefritis pada tahun 1990an berkisar antara 83-93% dan 74-84%. Namun, dari sekitar

5% kasus, lupus nefritis dapat muncul beberapa tahun setelah terjadi LES (disebut, lupus

nefritis tertunda). Kelompok dengan lupus nefritis tertunda itu secara positif berhubungan

dengan Sjogren syndrome (SS), adanya keterlibatan penyakit paru, dan sindrom

antifosfolipid dibandingkan dengan lupus nefritis awal (yaitu, pasien LES yang berkembang

menjadi lupus nefritis setelah 5 tahun terkena penyakit tersebut).(7,9-12)

2

Page 3: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB II

PATOGENESIS

Patogenesis timbulnya LES diawali oleh interaksi antara faktor predisposisi genetik

dengan faktor lingkungan, faktor hormon seks, dan faktor sistem neuroendokrin. Interaksi

faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya respon imun yang

menimbulkan peningkatan aktivitas sel-T dan sel-B, sehingga terjadi peningkatan auto-

antibodi (DNA-anti-DNA). Sebagian dari auto-antibodi ini akan membentuk kompleks imun

bersama dengan nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q, laminin, Ro (SS-A), ubikuitin, dan

ribosom; yang kemudian akan membuat deposit (endapan) sehingga terjadi kerusakan

jaringan. Pada sebagian kecil lupus nefritis tidak ditemukan deposit komplek imun dengan

sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron. Kelompok ini disebut sebagai Pauci-

immune necrotizing glomerulonephritis.(1)

LES ( Soluble immune complex disease )

Kompleks imun pada glomeruli

Aktivasi sistem pembekuan Aktivasi sistem komplemen

Agregasi trombosit Kerusakan nefron MAC ( membrane attack

Kinin dan fibrin complex of complement )

Sindrom klinis ( gambaran klinis )

Gambar 1. Patofisiologi nefritis lupus(1)

Endapan awal dari kompleks imun (IC) termasuk nukleosom, DNA-extractable

nuclear antigen antibodies (ENAS), dan antibodi terhadap kompleks C1q dari sistem

komplemen sebagai produk sampingan dari tidak efisiennya proses fagositosis dari badan

apoptosis. Hasil ini merupakan respon autoimun melalui ekspansi epitop. Kompleks imun ini

memiliki dominasi atas imunoglobulin G (IgG) 2 dan 3. Endapan dari kompleks imun yang

awalnya terletak di mesangium glomerulus dan jaringan interstitial dalam sel epitel tubulus

proksimal (PTECs). Endapan kompleks imun ini memulai pelepasan sitokin proinflamasi dan

3

Page 4: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

kemokin seperti monosit chemoattractant protein-1 (MCP-1) dan sel molekul adhesi (CAMS)

sehingga membentuk sebuah proses inflamasi kronis. Kelebihan beban yang dihasilkan dari

sistem fagositosis mesangial mengakibatkan endapan kompleks imun subendothelial menjadi

sasaran empuk untuk migrasi monosit dan infiltrasi. Migrasi dan infiltrasi ini adalah karena

respon umum sistem kekebalan tubuh alami yang melepaskan protease inflamasi sehingga

menyebabkan kerusakan endotel dan proliferasi. Selanjutnya, respon sistem kekebalan tubuh

alami mempromosikan aktivasi sistem kekebalan sekunder yang adaptif untuk kehadiran

kompleks imun dan sel dendritik (DC), yang kemudian memicu pelepasan interferon tipe 1

dan menginduksi pematangan dan aktivasi dari infiltrasi sel T. Aktivasi ini menyebabkan

amplifikasi berurutan dari limfosit T helper 2 (Th2), T helper 1 (Th1), dan T helper 17

(Th17). Masing-masing memperkuat respon sel limfosit B, dan mengaktifkan makrofag. Ini

menghasilkan respon umum kedua, yang meningkatkan perekrutan sel efektor yang tidak bisa

lagi dimodulasi oleh sel T regulator, dan pada akhirnya menghasilkan proliferasi epitel

glomerulus dan fibrosis.(9,13)

4

Page 5: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

Gambaran klinik kerusakan glomerulus dihubungkan dengan letak lokasi

terbentuknya deposit komplek imun. Deposit pada mesangium dan subendotel terletak

proksimal terhadap membran basalis glomerulus sehingga mempunyai akses ke pembuluh

darah. Deposit pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen, yang kemudian membentuk

kemoatraktan C3a dan C5a. Selanjutnya terjadinya influks sel netrofil dan sel mononuklear.

Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran

mesangial, proliferatif fokal, dan proliferatif difus; secara klinis memberikan gambaran

sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit, lekosit, silinder sel dan granula), proteinuria,

dan sering disertai penurunan fungsi ginjal. Sedangkan deposit pada subepitel tidak

mempunyai hubungan dengan pembuluh darah karena dipisahkan oleh membran basalis

glomerulus sehingga tidak terjadi influks netrofil dan sel mononuklear. Secara histopatologis

memberikan gambaran nefropati membranosa dan secara klinis hanya memberikan gejala

proteinuria.(1)

HISTOPATOLOGI GINJAL

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan lupus nefritis berdasarkan

mikroskop cahaya dan sudah diterima secara luas. Kelas III (nefritis proliferatif fokal) adalah

kelas atau klasifikasi dari lupus nephritis yang memiliki kesulitan tertentu, karena klasifikasi

tersebut hampir mencakup berbagai gambaran. Namun demikian, terdapat kesamaan yang

luar biasa terhadap klasifikasi-klasifikasi yang dibuat selain oleh WHO di seluruh dunia

untuk setiap kelas-kelasnya.(8)

Tabel 1. Klasifikasi Lupus Nefritis (WHO, 2003)(8)

Kelas Deskripsi

I Glomerulus normal ( dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, imunofluoresen,

mikroskop electron )

II Perubahan pada mesangial

a. Normal dengan mikroskop cahaya, deposit pada mesangial dengan

imunofluoresen dan atau mikroskop elektron.

b. Hiperseluleritas mesangial dan terdapat deposit pada imunofluoresen

dan atau mikroskop elektron.

III Focal segmental glomerulonephritis

a. Lesi nekrotik aktif

b. Lesi sklerotik aktif

5

Page 6: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

c. Lesi sklerotik

IV Glomerulonefritis difus (proliferasi luas pada mesangial, endokapiler atau

mesangiokapiler dan atau deposit luas sub endotel)

a. Tanpa lesi segmental

b. Dengan lesi nekrotik aktif

c. Dengan lesi aktif dan sklerotik

d. Dengan lesi sklerotik

V Glomerulonefritis membranosa difus :

a. Glomerulonefritis membranosa murni

b. Berhubungan dengan lesi kelas II (a atau b)

VI Glomerulonefritis sklerotik lanjut

Tabel 2. Gambaran Patologi untuk Penilaian Lupus Nefritis Aktif atau Kronis(8)

Indeks aktivitas / lesi aktif Indeks kronisitas / lesi kronis

Glomerulus - Proliferasi endokapiler

- Infiltrasi lekosit

- Deposit hialin subendotel

- Nekrosis

fibrinoid/karioreksis

- Sklerosis glomerulus

(glomerulosclerosis)

- Bentuk crescent

fibrosis (fibrosis

crescent)

Tubulo interstisial Inflamasi interstisial Fibrosis interstisialis dan

tubulus atrofi

Interntional Society Nephrology / Renal Pathology Society (ISN/RPS) membuat

klasifikasi baru lupus nefritis. Klasifikasi baru ini juga terutama berdasarkan pada perubahan

glomerulus serta kelas III dan IV lebih rinci perubahan morfologisnya. Dengan pemeriksaan

imunofluoresen dapat ditemukan deposit imun pada semua kompartemen ginjal (glomerulus,

tubulus, interstisium dan pembuluh darah). Biasanya ditemukan lebih dari satu kelas

immunoglobulin. Terbanyak ditemukan deposit IgG dengan ko-deposit IgM dan IgA pada

sebagian besar sediaan. Juga bisa diidentifikasi komplemen C3 dan C1q. Pewarnaan untuk

fibrin-fibrinogen dikerjakan bila didapatkan lesi crescent dan lesi nekrotik segmental.(1)

6

Page 7: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

Tabel 3. Klasifikasi Lupus nefritis (ISN / RPS)(2)

Pada immunohistologi, IgG hampir selalu mendominasi diantara imunoglobulin

lainnya bersama dengan IgG1 dan IgG3. Namun, pada beberapa pasien ada yang

menunjukkan kalau IgA atau IgM yang lebih dominan. Komponen awal komplemen seperti

C4 dan terutama C1q biasanya juga muncul bersama dengan C3. Temuan positif untuk ketiga

isotypes dari Ig, bersama dengan C3, C4, dan C1q, biasanya terdapat pada seperempat pasien

dengan lupus nefritis, dan hampir tidak pernah dalam penyakit nonlupus. Reaktan imun

lainnya seperti komponen komplemen B, C5b-9, properdin, dan b1H juga biasanya terdapat

pada banyak pasien dengan lupus nefritis. Fibrin, yang kadang-kadang disertai dengan cross-

linked fibrin, sering terdapat pada kelas IV dari klasifikasi lupus nefritis tetapi jarang terjadi

di kelas lain.(8)

PEMBULUH DARAH INTRARENAL

Kelompok imun, hialin dan lesi nekrotik non-inflamasi, dan vaskulitis dengan

infiltrasi limfositik dan monosit dari dinding pembuluh darah kemungkinan dapat terlihat,

sedangkan trombus arteriolar intrarenal jarang terlihat. Semua perubahan dari pembuluh

darah ini merupakan tanda-tanda prognosis yang semakin jelek, dan dengan demikian

sangatlah penting untuk mengenalinya secara dini. Pasien kadang-kadang menunjukkan

trombotik microangiopathy yang sangat jelas pada kriteria histologis dan hematologi.

Mungkin ini ada hubungannya dengan adanya antifosfolipid.(8)

7

Page 8: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

GAMBARAN KLINIS

Nephrologists / ahli ginjal sering lupa bahwa hanya 25%-50% pasien dengan lupus

nefritis memiliki kelainan urin atau gangguan fungsi ginjal pada awal perjalanannya

penyakitnya, dan kemudian dapat berkembang menjadi kelainan ginjal yang sangat nyata

sekitar hingga 60% pada orang dewasa dan 80% pada anak-anak. Pada pasien dengan usia

diatas 50 tahun, kurang dari 5% saja yang memiliki gejala nefritis. Gambaran tersering dari

lupus nefritis adalah terdapatnya proteinuria, dimana hampir terdapat pada setiap pasien dan

umumnya menyebabkan sindrom nefrotik. Hampir selalu terdapat hematuria pada

pemeriksaan mikroskopis, tetapi tidak pernah terdapat dalam isolasi, dan jarang terjadi pada

pemeriksaan makroskopik. Anehnya, tidak semua pasien dengan lupus nefritis selalu terkena

hipertensi, tetapi mereka yang terkena lupus nefritis yang lebih berat hampir seluruhnya

terkena hipertensi. Sekitar setengah dari mereka akan menampilkan penurunan GFR, dan

pasien terkadang hadir dengan gagal ginjal akut. Terdapat gangguan dari fungsi tubulus

ginjal, yang diakibatkan oleh adanya kelompok imun di dasar membran tubulus serta adanya

nefritis interstisial. Pada sebagian besar pasien, terdapat peningkatan rantai ringan dan b2-

mikroglobulin pada pengeluaran urin. Baru-baru ini asidosis tubulus ginjal hyperkalemik

telah ditekankan sebagai manifestasi dari lupus.(8)

Tabel 4. Gambaran Klinis Lupus Nefritis(8)

Gambaran klinis dari penyakit ginjal pada LES sangat bervariasi, mulai dari tidak

adanya gejala (dideteksi oleh biopsi ginjal rutin atau "silent" lupus nefritis), proteinuria atau

sedimen urin yang aktif (hematuria mikroskopik, piuria atau sel casts), dan proteinuria yang

lebih serius (sindrom nefrotik) dan sindrom nephritik akut dengan perkembangan cepat ke

8

Page 9: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

gagal ginjal akut. Kadang-kadang, ada pasien yang disertai dengan gagal ginjal kronis,

insufisiensi ginjal terisolasi, dan hipertensi sebagai manifestasi awal.(2)

Berbagai gambaran klinis dari lupus nefritis belum tentu berkorelasi dengan temuan

histologis ginjal. Sebuah penelitian dari 21 pasien LES dengan rendahnya tingkat proteinuria

( 1 g / hari) yang menjalani biopsi ginjal menunjukkan bahwa terdapat lupus nefritis

proliferatif pada 57% pasien. Hal ini menekankan pentingnya biopsi ginjal, terutama untuk

onset penyakit ginjal yang baru dengan serologi lupus nefritis yang aktif.(2)

9

Page 10: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB III

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Antibodi Antinuclear

Antibodi antinuclear, terutama terhadap dsDNA dan antigen Smith (Sm), sangat

berkaitan erat dengan adanya lupus nefritis. Antibodi Smith (anti-Sm) sangat spesifik, tetapi

antibodi ini hanya muncul sekitar 15% - 50% pada pasien dengan lupus nefritis, dan lebih

banyak muncul pada pasien keturunan Afro-Karibia daripada pasien keturunan kaukasia.

Antibodi anti-dsDNA cepat hilang dari sirkulasi tubuh setelah dilakukan pengobatan, dan

akan tetap menghasilkan nilai positif pada pemeriksaan fluorescent antinuclear antibodi

(FANA). Berbagai bentuk dari FANA (difus, speckled, dll) tidak dapat dijadikan ukuran

untuk membedakan lupus nefritis dari penyakit antinuclear lainnya.(8)

Pemeriksaan Darah

Pada umumnya sering ditemukan adanya pasien dengan anemia sedang, tetapi tes

yang menunjukkan hasil yang positif pada pemeriksaan antibodi anti sel darah merah

(Coombs’ tes) hanya terdapat pada sebagian kecil pasien dengan lupus nefritis, dan pasien

dengan anemia hemolitik berat sangat jarang terlihat. Leukopenia juga sering terdapat pada

pasien ini, sebesar 50% pasien memiliki jumlah sel darah putih di bawah 5000/ml, sedangkan

trombositopenia ditemukan pada seperempat pasien. Mekanisme terjadinya trombositopenia

sangat sulit untuk dijelaskan, kemungkinan besar diakibatkan oleh cepatnya penghancuran

trombosit setelah berikatan dengan antibodi, penyerapan trombosit di dalam ginjal, dan

terjadinya lisis dan / atau fagositosis dari sirkulasi trombosit yang diakibatkan oleh adanya

reaksi antara antibodi antifosfolipid dan kompleks imun (termasuk dsDNA-anti-dsDNA

kompleks) dengan sirkulasi trombosit.(8)

Antibodi Antifosfolipid dan Antikoagulant Lupus

Disebut " antikoagulan lupus " adalah berdasarkan adanya antibodi antifosfolipid,

yang diarahkan terutama terhadap protein pembawa b2-globulin dan bukan terhadap

fosfolipid itu sendiri. Pada studi in vitro antibodi ini memperpanjang koagulasi phospholipid-

dependent, tetapi pada studi in vivo antibodi ini berhubungan dengan trombosis. Mekanisme

yang terjadi pada studi in vitro sangat jelas, tetapi mekanisme bagaimana terjadinya

trombosis pada studi in vivo sampai saat ini masih belum jelas. Antibodi antifosfolipid dapat

10

Page 11: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

dideteksi pada sepertiga sampai setengah pasien dengan lupus nefritis, dan telah dikaitkan

dengan arteri ginjal, vena, dan trombosis kapiler glomerular, serta Libman-Sachs

endokarditis" dan trombosis otak. Penting untuk dicatat bahwa meskipun secara in vitro

terjadi perpanjangan waktu pembekuan, tetapi tetap aman untuk melakukan biopsi jarum

dengan adanya antibodi antifosfolipid, sebaliknya, pada pemanjangan Waktu Cephalin Kaslin

yang merupakan kerja dari antikoagulan lupus, akan memerlukan bantuan Fresh Frozen

Plasma. Ini mungkin disebabkan karena adanya antibodi yang diarahkan terhadap faktor

pembentukan fibrin, seperti faktor VIII dan IX, tetapi juga sebagian kecil pada faktor XI dan

XII. Faktor-faktor risiko protrombotik lainnya termasuk penghambat pelepasan aktivator

plasminogen dan mungkin juga antagonis dari plasmin, mengurangi konsentrasi plasma

protein S bebas, dan meningkatkan konsentrasi faktor von Willebrand.(8)

BIOPSI GINJAL

Biopsi ginjal adalah standar emas untuk mengkonfirmasi suatu diagnosis dan

kekambuhan dari glomerulonefritis lupus. Temuan pewarnaan positif untuk immunoglobulin

G, A, dan M dengan C1q, C3, dan C4 merupakan pola pewarnaan untuk lupus nefritis. Selain

itu, untuk menuntun keputusan terapi, biopsi ginjal memberikan informasi tentang kelas

histologis dari lupus nefritis, selain derajat peradangan dan kerusakan pada ginjal. Biopsi

ginjal perlu dipertimbangkan pada pasien LES dengan onset baru dengan proteinuria lebih

dari 1 g / hari dengan atau tanpa sedimen urin yang aktif, terutama terhadap pasien lupus

nefritis dengan serologi aktif atau adanya gangguan fungsi ginjal. Beberapa ahli

merekomendasikan dilakukannya biopsi ginjal pada pasien dengan proteinuria batas minimal

(misalnya, ≥ 500 mg / hari).(2)

11

Page 12: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB IV

DIAGNOSIS

Biasanya sangat mudah untuk mendiagnosis seorang pasien terkena penyakit lupus

nefritis, tetapi sekitar setengah dari pasien dengan lupus nefritis pada awalnya diduga

menderita penyakit selain lupus nefritis, paling sering pasien di diagnosis terkena penyakit

demam rematik, radang sendi, dan anemia hemolitik. Sebuah indeks kecurigaan telah

membantu dalam memperjelas suatu kasus, terutama dalam kondisi yang tidak biasa seperti

pada pasien pria setengah baya yang terkena nefrotik, atau ternyata terkena membran

idiopatik nefropati pada wanita muda. Harus rutin dalam menyaring semua pasien dengan

proteinuria untuk menemukan adanya antibodi antinuclear. Lupus nefritis juga telah

dilaporkan terjadi pada sebagian kecil pasien dengan mixed connective tissue disease

(MCTD), tetapi analisis terhadap antibodi antinuclear untuk antibodi anti-Ro dan anti-La

khas MCTD dan tidak adanya antibodi anti-dsDNA membuat diagnosis yang jelas.

Rheumatoid arthritis biasanya tidak menunjukkan gambaran sistemik, tetapi bisa saja timbul

proteinuria yang diakibatkan oleh salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan dan

menyebabkan tambahan masalah dalam membuat diagnosis. Beberapa dari pasien ini ada

yang terus menampakkan gejala klinis dan imunologi dari penyakit lupus nefritis yang sangat

jelas. Henoch-Schonlein purpura dapat menirukan ruam yang diakibatkan oleh penyakit

lupus nefritis, dan hanya dapat mempengaruhi anggota tubuh bagian bawah saja, dan

beberapa pasien dengan lupus nefritis mungkin memiliki IgA yang dominan pada

pemeriksaan biopsi ginjal mereka dengan disertai peningkatan konsentrasi serum IgA. Lupus

nefritis dapat diperberat oleh vaskulitis, terutama bila terdapat sitoplasma antibodi

p-antinetrofil.(8)

Beberapa dokter senang untuk membuat diagnosis lupus nefritis tanpa menyertai

adanya antibodi antinuklear dalam serum yang bereaksi dengan dsDNA. Pasien lupus nefritis

dengan hasil tes antibodi antinuclear yang negatif biasanya menunjukkan sedikit atau tidak

adanya penyakit di ginjal, meskipun ada beberapa pengecualian dan lebih dari 80% pasien

tersebut memiliki antibodi antifosfolipid. Banyaknya hasil ANA yang positif tidak hanya

bergantung pada populasi yang dipelajari, tetapi juga pada teknik yang digunakan. Uji Farr

Klasik hanya mendeteksi antibodi anti-dsDNA yang memiliki aviditas tinggi; sedangkan uji

enzyme-linked immunosorbent dapat mendeteksi antibodi dengan aviditas yang rendah,

seperti halnya tes slide Crithidia lucilae kinetoplast. Korelasi antara keberadaan dan tingkat

keparahan dari lupus nefritis bisa dideteksi dengan baik dengan memeriksa antibodi aviditas

12

Page 13: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

tinggi menggunakan uji Farr, tetapi untuk diagnosis skrining uji enzyme-linked

immunosorbent memiliki kelebihan karena dapat mendeteksi secara positif terhadap pasien

dengan FANA positif dimana jika melalui uji Farr hasilnya adalah negatif, sedangkan mereka

sebenarnya memiliki penyakit lupus nefritis. Antibodi anti-Sm sangat spesifik untuk penyakit

lupus nefritis, tetapi hanya ditemukan di sekitar 30% pasien, sehingga memiliki kepekaan

yang sangat rendah.(8)

Kompleks imun dapat dideteksi di dalam serum pada sebagian besar pasien yang

menderita lupus, terutama mereka yang disertai dengan nefritis, dan titernya pada umumnya

bisa naik dan turun. Namun, kegunaan kompleks imun tersebut untuk keperluan diagnosis

sangat kecil karena begitu banyak kondisi lain yang menunjukkan kompleks imun dari

berbagai aktivitas biologis, sehingga pemeriksaan kompleks imun sudah tidak lagi rutin

dilakukan.(8)

13

Page 14: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB V

TERAPI

Terapi lupus nefritis bertujuan untuk mengontrol/mengobati gejala yang timbul,

menjaga fungsi ginjal, mengurangi kekambuhan terjadinya gangguan ginjal, pencegahan

terkait komplikasi dari pengobatan, dan pada akhirnya mengurangi angka kematian. Terapi

imunosupresif untuk lupus nefritis dibagi menjadi dua fase : (1). fase induksi dengan target

mengurangi peradangan dan kerusakan glomerulus, dan (2). fase pemeliharaan bertujuan

untuk mengurangi risiko jangka panjang dari kekambuhan gangguan ginjal dan penurunan

fungsi ginjal.(2,14)

Terapi ajuvan, seperti untuk mengontrol tekanan darah secara rutin, 120/80 mmHg,

dapat menghambat memburuknya fungsi ginjal. Penggunaan awal agen perlindungan ginjal,

seperti angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) dan antagonis reseptor angiotensin

II, adalah wajib diberikan. Hiperlipidemia juga harus dikontrol untuk memberikan

perlindungan terhadap penyakit vaskular, terutama pada lupus nefritis tipe membran. Kalsium

dan vitamin D harus cukup diberikan untuk mengurangi risiko bertambah buruknya aktivitas

penyakit yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D, dan untuk melindungi terhadap

osteoporosis. Dosis rendah aspirin dapat dipertimbangkan pada pasien dengan bukti

histologis sindrom nefropati antifosfolipid, meskipun tidak ada bukti penelitian yang

dipublikasikan untuk mendukung pengobatan ini. Antikoagulasi dapat dipertimbangkan pada

pasien dengan proteinuria persisten dan adanya antibodi antifosfolipid.(2,15)

TERAPI FASE INDUKSI

Bentuk ringan lupus nefritis (ISN / RPS Kelas I, II) biasanya dikelola dengan

glukokortikoid. Azathioprine (AZA) dengan dosis perhari 2-3 mg / kgBB dapat ditambahkan

sebagai agen kombinasi dengan glukokortikoid dan untuk pengobatan tambahan pada pasien

dengan manifestasi gangguan ginjal. Kelas V yang ringan dapat diobati dengan ACEIs.

Lupus nefritis proliferasi (kelas III dan IV atau campuran III / V dan IV / V) dan kelas V

yang lebih parah (proteinuria atau fungsi ginjal yang memburuk) memerlukan induksi

rejimen yang lebih agresif dengan menggabungkan agen imunosupresif glukokortikoid dan

non-glukokortikoid. Terapi standar untuk induksi lupus nefritis yang parah adalah dengan

mengkombinasikan glukokortikoid dan cyclophosphamide (CYC) dosis tinggi. Serangkaian

uji coba terkontrol secara acak yang dilakukan oleh the National Institute of Health (NIH)

menunjukkan bahwa gabungan prednison dengan CYC intravena memberikan perlindungan

14

Page 15: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

jangka panjang yang baik terhadap ginjal dibandingkan jika diterapi dengan prednison saja.

Namun, penggunaan CYC dikaitkan dengan sejumlah efek samping yang tak diinginkan,

meliputi infeksi, toksisitas pada ovarium dan kandung kemih, leukopenia, peningkatan risiko

neoplasia intraepitel serviks, dan keganasan. Derajat toksisitas ini bergantung pada dosis

yang diberikan, semakin tinggi dosis yang diberikan semakin tinggi pula toksisitas yang akan

terjadi. CYC intravena lebih popularitas digunakan dibandingkan dengan CYC oral harian

karena terkait dengan kurangnya toksisitas dalam kandung kemih dan gonad. Sebuah

penelitian kohort baru-baru ini pasien dengan lupus nefritis proliferatif difus menunjukkan

kecenderungan keberhasilan yang lebih baik dengan pemberian CYC oral (1-2 mg / kgBB /

hari) dibandingkan dengan CYC intravena (0,5-1 g / m²) dalam menjaga fungsi ginjal setelah

rata-rata ditindak lanjuti selama 8,8 tahun. Namun, toksisitas ovarium menyebabkan

menopause dini lebih sering terjadi pada pengguna CYC oral.(2)

TERAPI FASE PEMELIHARAAN

Bukti tidak langsung menunjukkan bahwa terapi pemeliharaan bermanfaat pada lupus

nefritis yang parah. Dalam follow up jangka panjang dari 145 pasien yang berpartisipasi

dalam studi lupus nefritis the National Institute of Health (NIH), kekambuhan gangguan

ginjal terjadi pada 45% dari pasien ketika agen imunosupresi benar-benar dihentikan. Sebuah

penelitian retrospektif baru-baru ini mengamati 32 pasien dengan lupus nefritis proliferasi

difus menggambarkan kekambuhan lupus nefritis pada 53% pasien setelah agen imunosupresi

dihentikan. Terapi pemeliharaan yang dilakukan < 3 tahun akan menyebabkan peningkatan

serum kreatinin dua kali lipat, gagal ginjal stadium akhir, atau kematian. Oleh sebab itu terapi

pemeliharaan dengan imunosupresi harus dilanjutkan setidaknya selama 3 tahun setelah

dicapai respon klinis yang baik.(2)

Pada pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa MMF (mycophenolate

mofetil) dengan dosis (2 g/24 jam) atau AZA lebih baik dari CYC dalam hal mencegah

terjadinya gagal ginjal dan kematian. MMF lebih efektif dibandingkan dengan CYC injeksi

dalam pencegahan kekambuhan gangguan ginjal. Selain itu, pengobatan pemeliharaan

dengan CYC dikaitkan dengan banyaknya efek samping yang ditimbulkan seperti mual,

muntah, dan infeksi. Infeksi ringan dan leukopenia lebih sering dilaporkan dengan

pengobatan AZA, sedangkan arthralgia dan gejala gastrointestinal lebih umum pada pasien

yang diobati dengan CSA (cyclosporin A).(2)

Singkatnya, bahwa MMF adalah obat yang disukai untuk terapi pemeliharaan jangka

panjang pada lupus nefritis. Namun, efektivitas biaya harus dievaluasi lebih lanjut. AZA dan

15

Page 16: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

CSA merupakan pilihan alternatif bagi pasien yang tidak toleran terhadap MMF atau

berencana untuk hamil. Penggunaan jangka panjang inhibitor kalsineurin, seperti Tac dan

CSA (5mg / kgBB / hari), harus hati-hati karena peningkatan risiko nefrotoksisitas,

hiperlipidemia, dan aterosklerosis.(2)

16

Page 17: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB VI

PROGNOSIS

Lupus nefritis membawa morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Di tahun 1990-an,

tingkat ketahanan ginjal (survival tanpa dialisis) dari lupus nefritis berkisar antara 83%

sampai 92% dalam 5 tahun dan 74% menjadi 84% dalam 10 tahun. Risiko gagal ginjal

stadium akhir yang sangat tinggi pada pasien dengan proliferatif difus glomerulonefritis,

berkisar antara 11% sampai 33% dalam 5 tahun. Prognosis lupus nefritis sebagian besar

tergantung pada demografi, ras, genetik, faktor histopatologi, imunologi, dan faktor waktu.

Penyakit ginjal yang gagal diterapi dengan terapi imunosupresif merupakan faktor risiko

utama untuk timbulnya kerusakan fungsi ginjal berikutnya dan membuat prognosisnya

menjadi buruk. Faktor lain yang membuat prognosisnya menjadi buruk adalah usia yang

masih muda, jenis kelamin laki-laki, gambaran sel crescent pada pemeriksaan histologis,

nekrosis fibrinoid, endapan subendothelial, jaringan parut glomerular, atrofi tubulus dan

fibrosis interstisial, adanya gangguan fungsi ginjal, hipertensi, hypocomplementemia,

hematokrit yang rendah, selain itu juga bisa disebabkan oleh keterlambatan pengobatan

karena keterbatasan mendapatkan akses ke tempat pengobatan dan kurangnya kepatuhan

terhadap terapi.(2,5)

17

Page 18: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

BAB VII

KESIMPULAN

Penyakit ginjal yaitu lupus nefritis adalah salah satu manifestasi yang paling umum

dan paling serius dari LES dan akan berdampak buruk pada prognosis utamanya.

Wanita adalah faktor risiko utama bagi perkembangan penyakit lupus nefritis.

Penyakit lupus nefritis jarang terjadi pada saat sebelum pubertas. Insiden lupus nefritis lebih

tinggi pada orang dari Asia (55%), Afrika (51%), dan Hispanik (43%) dibandingkan dengan

keturunan Kaukasia (14%).

Patogenesis timbulnya LES diawali oleh interaksi antara faktor predisposisi genetik

dengan faktor lingkungan, faktor hormon seks, dan faktor sistem neuroendokrin.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan lupus nefritis menjadi VI

kelas berdasarkan mikroskop cahaya. Sedangkan klasifikasi terbaru dibuat oleh Interntional

Society Nephrology / Renal Pathology Society (ISN/RPS) dimana klasifikasi ini berdasarkan

pada perubahan glomerulus serta kelas III dan IV lebih rinci perubahan morfologisnya.

Gambaran tersering dari lupus nefritis adalah terdapatnya proteinuria, terdapat

hematuria pada pemeriksaan mikroskopis. Kadang-kadang, ada pasien yang disertai dengan

gagal ginjal kronis, insufisiensi ginjal terisolasi, dan hipertensi sebagai manifestasi awal.

Ada beberapa hal yang diperiksa dalam upaya untuk membantu menegakkan

diagnosis lupus nefritis. Yaitu pemeriksaan laboratorium, dimana pada pemeriksaan

laboratorium ini ada 3 hal yang diperiksa : (1). Antibodi antinuclear, (2). Pemeriksaan darah,

(3). Antibodi antifosfolipid dan anticoagulant lupus. Pemeriksaan lain yang berguna untuk

menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan biopsi ginjal.

Terapi lupus nefritis bertujuan untuk mengontrol/mengobati gejala yang timbul,

menjaga fungsi ginjal, mengurangi kekambuhan terjadinya gangguan ginjal, pencegahan

terkait komplikasi dari pengobatan, dan pada akhirnya mengurangi angka kematian. Terapi

imunosupresif untuk lupus nefritis dibagi menjadi dua fase : (1). fase induksi dengan target

mengurangi peradangan dan kerusakan glomerulus, dan (2). fase pemeliharaan bertujuan

untuk mengurangi risiko jangka panjang dari kekambuhan gangguan ginjal dan penurunan

fungsi ginjal.

18

Page 19: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

DAFTAR PUSTAKA

1. Bawazier LA, Dharmeizar, Markum HMS. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke-4.

Jakarta. Pusat Penerbitan IPD FK UI. 2007. Hlm 537- 42.

2. Mok CC. Understanding lupus nephritis: diagnosis, management, and treatment

options. International Journal of Women’s Health. 2012; 4: 213-22. Available from:

URL: http://www.dovepress.com/getfile.php?fileID=12784 .pdf. Accessed August 10,

2012.

3. Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol.

2003;56:481–490.

4. Oliver JE, Silman AJ. Why are women predisposed to autoimmune rheumatic

diseases? Arthritis Res Ther. 2009;11:252.

5. Mok CC, Wong WS, Lau CS. Lupus nephritis in Southern Chinese patients:

clinicopathologic findings and long-term outcome. Am J Kidney Dis.

1999;34:315–323.

6. Cross J, Jayne D. Diagnosis and treatment of kidney disease. Best Pract Res Clin

Rheumatol. 2005;19:785–798.

7. Mok CC. Biomarkers for lupus nephritis: a critical appraisal. J Biomed Biotechnol.

Epub April 19, 2010.

8. Cameron JS. Lupus Nephritis. Journal of the American Society of

Nephrology. 1999; 10: 413-24. Available from: URL: http://www.jasn.asnjournals.

o rgcontent102413.short .pdf. Accessed August 10, 2012.

9. Salgado AZ, Catalina HD. Lupus Nephritis: An Overview of Recent Findings.

Hindawi Publishing Corporation. 2012; 1-21. Available from: URL:

http://downloads.hindawi.com/journals/ad/2012/849684.pdf . Accessed August 10,

2012.

10. L.M. Ortega,D.R. Schultz,O. Lenz, V. Pardo, andG.N.Contreras, “Lupus nephritis:

pathologic features, epidemiology and a guide to therapeutic decisions,” Lupus, vol.

19, no. 5, pp. 557–574, 2010.

11. J.-M. Anaya, C. Ca˜nas, R. D. Mantilla et al., “Lupus nephritis in colombians:

contrasts and comparisons with other populations,” Clinical Reviews in Allergy and

Immunology, vol. 40, no. 3, pp. 199–207, 2011.

12. D. C. Varela, G. Quintana, E. C. Somers et al., “Delayed lupus nephritis,” Annals of

the Rheumatic Diseases, vol. 67, no. 7, pp.1044–1046, 2008.

19

Page 20: Lupus Nefritis Jadi Editan Baru

13. E. J. Lewis and M. M. Schwartz, “Pathology of lupus nephritis,” Lupus, vol. 14, no. 1,

pp. 31–38, 2005.

14. Mok CC, Wong RW, Lai KN. Treatment of severe proliferative lupus nephritis: the

current state. Ann Rheum Dis. 2003;62:799–804.

15. Mok CC, Birmingham DJ, Leung HW, Hebert LA, Song H, Rovin BH. Vitamin D

levels in Chinese patients with systemic lupus erythematosus: relationship with

disease activity, vascular risk factors and atherosclerosis. Rheumatology (Oxford).

2012;51:644–652.

20