49737336-ASKEP-DHF.docx

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue, walaupun Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue hemorrahagic fever (DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat menjadi vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji padawa itu terjadi wabah demam dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-satunya vector yang ditemukan. Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah timur pada tahun 1974 terjadi letupan wabah dengue; virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi pada stadium akut dari darah penderita dan ternyata Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga merupakan vector pada waktu terjadi pada wabah demam dengue di niue. Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas. Ae.Aegypti diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di daerah pedesaan. Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di 1

Transcript of 49737336-ASKEP-DHF.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue, walaupun

Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue hemorrahagic fever (DHF),

pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa

Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat menjadi

vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji padawa itu terjadi wabah demam

dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-satunya vector yang ditemukan.

Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah timur pada tahun 1974 terjadi letupan wabah

dengue; virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi pada stadium akut dari darah penderita dan

ternyata Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga merupakan vector pada waktu

terjadi pada wabah demam dengue di niue.

Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas. Ae.Aegypti

diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di daerah

pedesaan.

Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada

tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu berturut-

turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah

menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah

endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah

pedesaan. Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia

untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan,

sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.

Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu spectrum

manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated febrile illness),

dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syindrome (DSS); yang

terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan perdarahan hebat . gambaran

manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan

DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang

kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue ringan (demam dengue dan

1

silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan

yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.

Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala, nyeri otot, sendi

dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.

Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue

yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.

Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam

syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock syndrome

(DSS).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Setelah mengikuti seminar ini, di harapkan mahasiswa dapat memberikana asuhan

keperawatan pada anak dengan penyakit DHF (dengue hemorrhagic fever)

1.2.2 Tujuan khusus

a. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi system hematologi

b. Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi penyakit DHF

c. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DHF

d. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis DHF

e. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi DHF

f. Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit DHF

g. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan penyakit DHF

h. Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF

i. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR DHF

2.1.1 Anatomi Fisiologi

Darah merupakan salah satu komponen penting Yang ada di dalam tubuh manusia.

Sebab darah berfungsi, mengalirkan zat – zat atau nutrisi yang di butuhkan tubuh,

kemudian mengalirkan karbondioksida hasil metabolisme untuk di buang. ada empat

fungsi utama darah, yaitu memberikan suplai oksigen keseluruh jaringan tubuh,

membawa nutrisi, membersihkan sisa-sisa metabolisme dan membawa zat antibody.

Komposisi darah

Darah kita mengandung beberapa jenis sel yang yang tersangkut di dalam cairan

kuning yang disebut plasma darah. Plasma darah tersusun atas 90% air yang

mengandung sari makanan, protein, hormone, dan endapan kotoran selain sel-sel

darah.

Ada 3 jenis sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan

keeping darah (trombosit).Sel darah merah dan sel darah putih di sebut juga

korpuskel

1. Sel darah merah

Sel darah merah berbentuk piringan pipih yang menyerupai donat. 45% darah

tersusun atas sel darah merah yang di hasilkan di sumsum tulang. Dalam setiap 1

cm kubik darah terdapat 5,5 juta sel. Jumlah sel darah merah yang diproduksi

setiap hari mencapai 200.000 biliun, rata-rata umurnya hanya 120 hari. Semakin

tua semakin rapuh, kehilangan bentuk dan ukurannya menyusun menjadi sepertiga

ukuran mula-mula.

Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya

yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang di serap dari paru-paru. Pada saat

darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan

mengikat karbondioksida.

Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di

dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan

yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati mentimpan kandungan zat besi dari

hemoglobin yang kemudian di angkut oleh darah ke sumsum tulang untuk

3

membentuk sel darah merah yang baru. Persediaan sel darah merah di dalam

tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali.

2. Sel darah putih

Sel darah putih jauh lebih besar dari pada sel darah merah jumlahnya dalam setiap

13 darah adalah 4000-10.000 sel. Tidak seperti sel darah merah, sel darah putih

memiliki inti (nucleus). Sebagian sel darah putih bisa bergerak di dalam aliran

darah, membuatnya dapat melaksanakan tugas sebagai system ketahanan tubuh.

Sel darah putih adalah bagian dari sistem ketahanan tubuh yang penting. Sel darah

putih yang terbanyak adalah neutrofil (+60%). Tugasnya adalah memerangi

bakteri pembawa penyakit yang memasuki tubuh. Mula mula bakteri dikepung,

lalu butir-butir didalam sel segera melepaskan zat kimia untuk menghancurkan

dan mencegah bakteri berkembang biak.

Sel darah putih mengandung +5% eosinofil. Fungsinya adalah memerangi bakteri,

mengatur pelepasan zat kimia saat pertempuran, dan membuang sisa-sisa sel yang

rusak.

Basofil yang menyusun 1% sel darah putih, melepaskan zat untuk mencegah

terjadinya penggumpalan darah di dalam pembuluhnya. 20 s\d 30% kadungan sel

darah putih adalah trombosit. Tugasnya adalah menghasilkan antibody, suatu

protein yang membantu tubuh memerangi penyakit.

Monosit bertugas mengepung bakteri. Kira-kira ada 5 sampai 10% di dalam sel

darah putih.

Tubuh mengatur banyak sel darah putih yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan.

Jika kita kehilangan darah, tubuh akan segera membentuk sel-sel darah untuk

menggantinya. Jika kita mengalami infeksi, maka tubuh akan membentuk lebih

banyak sel darah putih untuk memeranginya.

Pembekuan darah

Proses yang mencegah kehilangan darah dari badan melalui luka disebut

hemostasis dan proses ini terdiri dari tiga stadium yang bekerja bersama-sama,

yaitu :

Spasme vaskuler : penyempitan lumen pembuluh darah yang putus untuk

mengurangi aliran darah yang hilang.

1.Pembentukan sumbat trombosit : untuk menghentikan kebocoran darah.

2.Pembekuan fibrin disekitar sumbat trombosit dan reaksi fibrin: untuk merekat

pembuluh yang putus dan menarik sisi pinggirnya supaya merapat (Watson,

2001)

4

Fungsi darah

Fungsi darah dalam metabolisme tubuh kita antara lain sebagai alat pengangkut

(pengedar), pengatur suhu tubuh dan pertahanan tubuh. Peredaran oksigen pada

tubuh :

1. Oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh sel darah merah

2. Darah yang di pompa dari bilik kanan jantung menuju paru-paru melepaskan

CO2 dan mengambil O2 dibawa menuju serambi kiri.

3. O2 dari serambi kiri disalurkan ke bilik kiri

4. Dari bilik kiri O2 dibawa keseluruh tubuh oleh sel darah merah untuk

pembakaran (oksidasi)

5. Peredaran darah besar yaitu peredaran darah yang berasal dari jantung

membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung

membawa karbondioksida.

6. Peredaran darah kecil yaitu peredaran darah dari jantung membawa

karbondioksida menuju paru-paru untuk dilepas dan mengambil oksigen

dibawa ke jantung.

Jadi kesimpulannya, fungsi darah adalah:

Mengedarkan sari-sari makanan keseluruh tubuh

Mengedarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh

Mengangkut karbondioksida ke paru-paru

Mengedarkan hormone

2.1.2 Definisi

DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan

oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

(Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai

dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang

dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh

Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti

dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai

5

gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA,

1994 ; 201)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut

menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan

korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan

dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan

nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada

anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada

dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan

orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai

ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam

tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 )

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk

lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara

efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh

virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).

2.1.3 Etiologi

Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus

(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan

4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu

dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus

ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai

macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK

(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.

(Soedarto, 1990; 36).

6

Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk

aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain

merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada

perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;

420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan

virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes

Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah

pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes

berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat

di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –

lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami

lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah

korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto,

1990 ; 37).

Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan

mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin

untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan

infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau

lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama

kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

(Soedarto, 1990 ; 38).

2.1.4 Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-

tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,

sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik

merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi

seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan

pembesaran limpa (Splenomegali).

7

Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-

antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3

dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan

histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas

dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke

ruang ekstra seluler.

Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume

plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan

(syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau

menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit

menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor

koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan

hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan

ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,

pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui

infus.

Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan

kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi

kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,

sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami

kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa

mengalami renjatan.

Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,

metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan

hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia

dan gangguan koagulasi.

Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh

tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

8

2.1.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :

- Meningkatnya suhu tubuh (Demam tinggi selama 5 – 7 hari

- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita

- Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

- Pembengkakan sekitar mata.

- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,

gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

9

2.1.6 Klasifikasi

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi

4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif

Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti

petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga

dan sebagainya.

Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan

cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /

80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota

gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

10

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,

yaitu :

- Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji

tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

- Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti

petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

- Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat

(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80

120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )

- Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota

gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997):

Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien

menjadi gelisah.

Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

diukur.

2.1.7 Komplikasi

a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan

ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan

cairan serta menyebabkan kematian.

b. Ensepalopati.

c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.

d. Disorientasi, prognosa buruk.

11

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan

dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan

dengan pemeriksaan laboratorium yakni :

- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia

(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).

- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI

(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah

Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan

akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua

atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat

dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.

Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium

rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)

- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6

jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada,

elektro kardio gram, kreatinin serum.

- Laboratorium:

Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1) Rontgen thorax : Efusi pleura.

2) Uji test tourniket (+)

2.1.9 Penatalaksaan DHF Pada Anak

12

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis

dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic

Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua

dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan

terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,

1995 ; 571)

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:

- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau

kejang–kejang.

- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,

kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.

- Panas disertai perdarahan- perdarahan.

- Panas disertai renjatan.

Belum atau tanpa renjatan:

1. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II

13

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994

; 203 – 206 adalah:

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.

Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh

diberikan

Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari

Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.

a. Oral ad libitum atau

b.1 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB

< 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama –

sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya

b.2 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –

banyaknya dan sesering mungkin.

b.3 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang

harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24

jam yang diestimasikan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

Obat-obatan lain :

- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain

- antipiretik untuk anti panas

- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

14

Dengan renjatan:

2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994

; 203 – 206 adalah.

a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba

dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer

Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan

jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam

dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi

waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam

24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

15

b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi

masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka

penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang

lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB

dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL

sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi

sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam

keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat

lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma

ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang

maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik

dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan

selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat

mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

3. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV

16

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,

1994 ; 203 – 206 adalah.

a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80

mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10

ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai

perhitungan sebagai berikut :

Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa

waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.

Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat

dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk

pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20

ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian

RL dengan perhitungan sebagai berikut :

Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa

waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.

Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka

klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau

lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan

pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :

Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa

waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi

tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral

dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran

L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai

30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL

dengan perhitungan sebagai berikut :

Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa

waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

17

e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander

(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1

jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu

dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang

dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor

dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki

kelainan yang lain.

f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander

(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1

jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka

klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau

lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka

klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.

g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander

(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1

jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral

dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran

L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai

30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu

dikonsultasikan ke bagian anestesi.

Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan

bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien

perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 PENGKAJIAN

1. IDENTITAS

- Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan

kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).

- Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF.

Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-

laki.

- Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja,

18

kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di

pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.

2. RIWAYAT KEPERAWATAN

P (Provocative) : Virus dengue.

Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat.

R (Region) : Semua sistem tubuh akan terganggu.

S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV.

T (Time) : Demam 5 – 8 hari, ruam 5 – 12 jam.

3. Keluhan Utama

Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah,

nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.

4. Riwayat Keperawatan Sekarang

Panas tinggi (Demam) 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, ruam,

malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati

dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan.

5. Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan

penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF,

penyakit itu bisa terulang.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal didalam

satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat

menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan

DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:

- Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama hidup

dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat penampungan air bersih,

seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti

airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.

- Aedes albapictus.

8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang tuanya.

b. Faktor Hormonal ; banyak hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan perkembangan anak, namun yang paling berperan adalah Growth Hormon

19

(GH).

c. Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk

mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.

d. Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi dan

lingkungan psikososial.

Teori kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud meliputi tahap

a. Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b. Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c. Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun

d. Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun

e. Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson :

a. Bayi (oral) usia 0 - 1 Tahun

b. Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun

c. Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun

d. Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun

e. Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih

f. Remaja akhir dan dewasa muda

g. Dewasa

h. Dewasa akhir

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Faktor keturunan (genetik)

Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-lain tersimpan

dalam gen. Gen terdapat dalak kromosom, yang dimiliki oleh setiap manusia

dalam setiap selnya. Baik sperma maupun ovum masing masing mempunyai 23

pasang kromosom. Jika ovum dan sperma bergabung akan terbentuk 46 pasang

kromosom, yang kemudian akan terus smembelah untuk memperbanyak diri

sampai akhirnya terbentuk janin, bayi. Setiap kromosom mengandung gen yang

mempunyai sifat diturunkan pada anak dari keluarga yang memiliki

abnormalitas tersebut.

b. Faktor Hormonal

Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormon pertumbuhan (Growth

Hormone, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise dari pusat tulang panjang.

Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan seksualnya

terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme terjadi gejala-gejala anak tumbuh

20

pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal sebaliknya terjadi pada

hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah akromegali yang

diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan linear serta gigantisme bila

terjadi sebelum pubertas. Hormon lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan

adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.

c. Faktor Gizi.

Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ

dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran

ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti pola

tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh kembang

tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai tumbuh

kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang baik.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara segar, sanitas, polusi, iklim

dan teknologi

Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan dan tumbuhan. Lingkungan

sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan.

Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang keluarga, hubungan keluarga.

e. Faktor sosial budaya

Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan sosial keluarga.

Faktor politik serta keamanan dan pertahanan; keadaan politik dan keamanan

suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang seorang anak.

Tahap perkembangan anak menurut Erik Erikson

Erikson mengemukakan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan manusia

mengalami 8 fase yang saling terkait dan berkesinambungan

TUGAS PERKEMBANAGAN BILA TUGAS

PERMKEMBANGAN

TIDAK TERCAPAI

Bayi (0 - 1 tahun)

Rasa percaya mencapai harapan,

Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah

kecil

Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda

Tidak percaya

21

dari diri sendiri.

Usia bermain (1 - 3 Tahun)

Perasaan otonomi.

Mencapai keinginan

Memulai kekuatan baru

Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan

Malu dan ragu-ragu

Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun)

Perasaan inisiatif mencapai tujuan

Menyatakan diri sendiri dan lingkungan

Membedakan jenis kelamin.

Rasa bersalah.

Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun)

Perasaan berprestasi

Dapat menerima dan melaksanakan tugas dari

orang tua dan guru

Rasa rendah diri

Remaja ( 12 tahun lebih)

Rasa identitas

Mencapai kesetiaan yang menuju pada

pemahaman heteroseksual.

Memilih pekerjaan

Mencapai keutuhan kepribadian

Difusi identitas

Remaja akhir dan dewasa muda

Rasa keintiman dan solidaritas

Memperoleh cinta.

Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.

Belajar menjadi kreatif dan produktif.

Isolasi

Dewasa

Perasaan keturunan

Memperoleh perhatian.

Belajar keterampilan efektif dalam

berkomunikasi dan merawat anak

Menggantungkan minat aktifitas pada

keturunan

Absorpsi diri dan

stagnasi

Dewasa akhir

Perasaan integritas

keputusasaan

22

Mencapai kebijaksanaan

TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH : 6 – 12 TAHUN

Tahap pertumbuhan

Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya adalah :

Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x 7

Tahap perkembangan, Menurut Teori Psikososial Erik Erikson :

Anak usia 6 – 12 tahun termasuk tahap: Industry Versus Inferioritas (Rendah diri).

Berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (membuat sesuatu sampai selesai).

Anak memperoleh kesenangan dari penyelesaian tugasnya atau pekerjaannya dan

menerima penghargaan untuk usahanya.

Jika anak tidak mendapat penerimaan dari teman sebayanya atau tidak dapat

memenuhi harapan orang tuanya, akan merasa rendah diri, kurang menghargai

dirinya untuk dapat berkembang.

Jadi fokus pada anak sekolah adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian

dari keluarganya, guru dan temas sebaya. Perkembangan adalah pengertian dari

persaingan/kompetisi dan kerajinannya.

Menurut Perkembangan Intelektual oleh Piaget :

Termasuk tahap : Konkrit Operasional.

(1) Anak mempunyai pemikiran logis terarah, dapat mengelompokkan fakta-fakta,

berfikir abstrak.

(2) Anak mulai dapat mengatasi masalah secara nyata dan sistematis.

Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud :

Termasuk fase : Laten (5 – 12 tahun).

(1) Anak masuk ke permulaan fase pubertas.

(2) Anak masuk pada periode integrasi, dimana anak harus berhadapan dengan

berbagai tuntutan sosial, contoh : hubungan kelompok, pelajaran sekolah, dll.

(3) Fase tenang.

(4) Dorongan libido mereda sementara.

(5) Zona erotik berkurang.

23

Umur (tahun) x 7 - 5

2

(6) Mulai tertarik dengan kelompok sebaya (peer group).

PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM

1. Sistem Pernapasan / Respirasi

Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,

pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi

pleura (crackless).

2. Sistem Cardiovaskuler

Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni.

Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia), penurunan

tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari.

Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

3. Sistem Persyarafan / neurologi

Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien gelisah

dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS

4. Sistem perkemihan

Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri

sat kencing, kencing berwarna merah.

5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal

Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada

epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan

nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu

makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),

berak darah (melena).

6. Sistem integumen

Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam makulopapular, pada

grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah seluruh tubuh/

perdarahan dibawah kulit (petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan

pada kulit.

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

24

- Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke

ekstravaskuler

- Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,

pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

- Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu

makan yang menurun.

- Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-fakto pembekuan

darah ( trombositopeni )

- Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdaahan

- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.

2.2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37

Nyeri otot hilang

Intervensi :

a. Beri komres air kran

Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi

b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi)

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap

keringat

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap

keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam

sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan umum pasien.

e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang

tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

25

DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan

Kriteria : Input dan output seimbang

Vital sign dalam batas normal

Tidak ada tanda presyok

Akral hangat

Capilarry refill < 3 detik

Intervensi :

a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

b. Observasi capillary Refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga

dehidrasi.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )

Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya

hipovolemic syok.

DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,

pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :

a. Monitor keadaan umum pasien

Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi

perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak

terjadi presyok / syok

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika

terjadi perdarahan

26

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan

dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh

secara hebat.

e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami

pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan

yang menurun.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Menunjukkan berat badan yang seimbang.

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

b. Observasi dan catat masukan makanan pasien

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan

c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan

masukan juga mencegah distensi gaster.

e. Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor

pembekuan darah ( trombositopeni )

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan

Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat

Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat

27

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh

darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti

epistaksis, ptike.

b. Monitor trombosit setiap hari

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat

kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan.

d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda

perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini

bila terjadi perdarahan.

e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan

mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

2.2.4 IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan

kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun

tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, meliputi peningkatan kesehatan atau penceglahan penyakit, pemulihan

kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.

Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika

klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan, perawat terus melakukan

pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan

kebutuhan klien, dan memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicacat ke

dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.

2.2.5 EVALUASI

28

Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi proses

keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui

evaluasi memungkinkan perawat untukk memonitor kealpaan yang terjadi selama

tahap pengkajian, analisa perncanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap

evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian

integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk

menetukan apakah realistis dapat dicapai dan efektif.

29

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK E.C

DENGAN DHF GRADE II

DI RUANG MENULAR ANAK RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

Nama : An. E.C

Umur : 9 thn

Alamat : Tambak Asri 23/27 Surabaya

Agama : Kristen

Nama Ibu : Ny. T

Pendidikan : SMP

Nama Ayah : Tn S

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan swasta

Diagnosa Medik : DBD Grade II

Pengkajian tanggal : 13 Desember 2009

2. Keluhan Utama :

Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.

3. Riwayat penyakit sekarang :

Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol. Panas turun. Rabu malam anak

tiba-tiba muntah-muntah air, makan tidak mau, minum masih mau. Kamis jam 03 pagi

keluar darah dari hiding pada waktu bersin, keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.

4. Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.

5. Riwayat penyakit keluarga

30

Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu dekat ini menderita sakit

DBD.

6. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun tinggal dekat kali kecil,

sekitar rumah terdapat beberapa ban bekas untuk menanam tanaman yang belum dipakai,

bak mandi dikuras setiap seminggu 1 kali. Menurut ibu seminggu yang lalu ada tetangga

gang yang menderita DHF, tetapi sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah belum

pernah disemprot.

7. Riwayat kehamilan

Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan lahir 4 kg, ibu tidak tahu

mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan selama 1 tahun anak mendapat

imunisasi lengkap dan minum PASI Lactona s/d 2 tahun.

8. Pengkajian Persistem

a. Sistem Gastrointestinal

Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan, minum tidak suka,

harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada, muntah tidak terjadi. Terdapat

nyeri tekan daerah hepar dan asites positif, bising usus 8x/mnt.

b. Sistem muskuloskeletal :

Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat ekstremitas simetris,

kekuatan otot baik.

c. Sistem Genitourinary

BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu untuk diukur, BAB

dari malam belum ada.

d. Sistem Respirasi.

Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan cuping hidung, pd saat pengkajian

tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas

tambahan tidak terdengar.

e. Sistem Cardiovaskuler

TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda cyanosis, cap.

Refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-tanda petikhie spontan tidak

terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple leed.

31

f. Sistem Neurosensori

Tidak ada kelainan

g. Sistem Endokrin

Tidak ada kelainan

h. Sistem Integumen.

S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple leed, tidak terdapat

perdarahan spontan pada kulit.

9. Pemeriksaan Penunjang

Hb : 11.8

Leko : 5,5

Trombo : 133

PCV : 0,30

10. Terapi

Infus D ½ saline 1600 cc/24 jam

Minum manis

Vit B compleks / C 3 x 1

Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.

Nasi 3 x sehari

Susu : 3 x 200 cc

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1

2

S : Klien mengatakan badanya

terasa panas, pusing

O : Akral dingin

Panas hari ke 2 panjang.

TTV : S : 376, Nadi 98x/mnt,

TD : 100/60, RR 25x/mnt.

S : Klien mengatakan tidak suka

minum dan perut terasa

kenyang minum terus.

O : Turgor kulit baik

Proses infeksi virus dengue

Viremia

Thermoregulasi

Peningkatan suhu tubuh

Ektravasasi cairan

Intake kurang

Peningkatan suhu

tubuh

Cairan tubuh

32

3.

Mukosa bibir kering

Urine banyak warna kuning

pekat

Panas hari ke 2 panjang

Trombosit ; 133.000

TD : 100/60, N ; 98x/mnt.

S : Klien menyatakan tidak mau

makan, tetapi tidak mual.

O : KU lemah

Makan pagi hanya mau 3 sendok

Volume plasma berkurang

Penurunan volume cairan tubuh

Nafsu makan menurun

Intake nutrisi tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Nutrisi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler

3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.

D. PERENCANAAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal

Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal ( 365 – 375 )

Membran mukosa basah.

Rencana Intervensi ;

1. Observasi TTV setiap 1 jam

Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan

2. Berikan kompres air biasa / kran

Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara induksi.

3. Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml

33

Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan memacu pengeluaran

urine guna pembuangan panas lewt urine.

4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan memperbesar penguapan panas

5. Observasi intake dan out put

Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.

6. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria : TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt

Pulsasi kuat

Akral hangat

Rencana Intervensi ;

1. Observasi Vital sign setiap jam atau lebih.

Rasional : Mengetahui kondisi dan mengidentifikasi fluktuasi cairan intra vaskuler.

2. Observasi capillary refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.

3. Observasi intake dan output, catat jumlah, warna / konsentrasi urine.

Rasional : Penurunan haluaran urine / urine yang pekat dengan peningkatan BJ diduga

dehidrasi.

4. Anjurkan anak untuk banyak minum 1500-2000 mL

Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan ciran tubuh

5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena atau plasma atau darah.

Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah terjadinya hipovolemik

syok.

3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.

Tujuan : Nutrisi terpenuhi

Kriteria : Nafsu makan meningkat

Porsi makan dihabiskan

Rencana Intervensi :

1. Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan

34

Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.

2. Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna

Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.

3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering.

Rasional : Menghindari mual dan muntah

4. Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.

Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi

muntah.

5. Beri makanan kesukaan klien

Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak

6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral

Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake peroral sangat kurang.

35

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.

(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).

Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit

buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,

(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :

Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran

Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

36