149260025 Amenore Primer

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara berkala, fungsi seksual wanita berada di bawah kendali hormon. Tanda yang khas untuk suatu siklus haid adalah timbulnya perdarahan melalui vagina setiap bulan pada seorang wanita. Perdarahan ini terjadi akibat rangsangan hormonal secara siklik terhadap endometrium. 1,2,3,4 Amenorea dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu: a. Amenorea fisiologik Amenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi dan sesudah menopause. b. Amenorea patologik Lazimnya diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer, apabila seorang wanita berumur 16 tahun ke atas belum pernah dapat haid; sedang pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Penyebab tidak terjadinya haid dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium (folikel), uterus (endometrium), dan vagina. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan dimana tidak tampak adanya haid karena darah tidak keluar berhubung ada yang menghalangi, misalnya pada ginatresia himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain. 1,2,3,4,6 Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum.

description

149260025 Amenore Primer149260025 Amenore Primer149260025 Amenore Primer

Transcript of 149260025 Amenore Primer

Page 1: 149260025 Amenore Primer

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara berkala, fungsi seksual wanita berada di bawah kendali hormon.

Tanda yang khas untuk suatu siklus haid adalah timbulnya perdarahan melalui

vagina setiap bulan pada seorang wanita. Perdarahan ini terjadi akibat rangsangan

hormonal secara siklik terhadap endometrium.1,2,3,4 Amenorea dapat dibagi dalam

dua bentuk, yaitu:

a. Amenorea fisiologik

Amenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan,

masa laktasi dan sesudah menopause.

b. Amenorea patologik

Lazimnya diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea

sekunder. Amenorea primer, apabila seorang wanita berumur 16 tahun

ke atas belum pernah dapat haid; sedang pada amenorea sekunder

penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.

Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi

pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder

normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik

seksual sekunder. Penyebab tidak terjadinya haid dapat berupa gangguan di

hipotalamus, hipofisis, ovarium (folikel), uterus (endometrium), dan vagina.

Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih

sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan

genetik. Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan dimana tidak tampak

adanya haid karena darah tidak keluar berhubung ada yang menghalangi, misalnya

pada ginatresia himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain.1,2,3,4,6

Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche)

bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik

menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi,

dan kesehatan umum.

Page 2: 149260025 Amenore Primer

2

1.2 TUJUAN

Penulisan referat ini adalah bertujuan untuk memperoleh alur pemikiran dalam

menghadapi kasus-kasus amenorea primer, sehingga bisa diambil tindakan secara

tepat dan efisien.

Page 3: 149260025 Amenore Primer

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI MENSTRUASI

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai

pelepasan (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses

ovulasi, yang memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis,

dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral

yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh

adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel

adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan

faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone

(GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormone (LH) dan

Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.1,2,4

Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat

dua pusat, yaitu pusat tonik dibagian belakang hipotalamus di daerah nukleus

arkuatus, dan pusat siklik di bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik.

Pusat siklik mengawasi lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus haid

yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Mekanisme kerjanya juga belum jelas

benar.4

Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas

dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.

Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh

mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon

gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH,

sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika

kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama

umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.1,2,4

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel

berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini

disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang.

Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan

Page 4: 149260025 Amenore Primer

4

produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap

atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga

meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan

estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir

ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu

bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar

estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara

berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan

umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge)

pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu

menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH

tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen

menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya

estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin

pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari

LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin

terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat

dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 – 24 jam setelah lonjakan

LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme

terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam

folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel,

sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan

dalam peristiwa itu.1,2,4

Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk

vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum.

Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya

pada 8–9 hari setelah ovulasi.4

Luteinized granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron

banyak, dan luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga

kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10–12 hari setelah

ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan

berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron

Page 5: 149260025 Amenore Primer

5

dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada

hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom).

Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan

sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH.

Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum

diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal

umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam

fase folikular.4

Gambar 1. Siklus menstruasi (Hansen, 2009)

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya

rangsangan dari Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh

sinsisiotrofoblas. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus

luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi

luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9–10 minggu

kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.4

Page 6: 149260025 Amenore Primer

6

Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari

perubahan-perubahan kadar estrogen, pada permulaan siklus haid meningkatnya

FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya.

Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada

cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh

cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan

lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH

yang terus-menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung

pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik

positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan

sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.4

2.2 PATOFISIOLOGI AMENOREA PRIMER

2.2.1 Gangguan Pada Kompartemen I

a. Anomali duktus Mulleri

Pada keadaan amenorea primer, diskontinuitas oleh gangguan/kelainan

segmental dari tubulus Mulleri harus disingkirkan. Observasi langsung dapat

menentukan ada tidaknya himen imperforata, obliterasi orifisium vaginae dan

adanya diskontinuitas kanalis vaginalis. Keadaan lain yang jarang ditemukan,

yaitu terdapat uterus tetapi tanpa terbentuknya kavum uteri, atau terdapat kavum

uteri tetapi endometriumnya kurang secara kongenital. Kecuali pada kelainan

kongenital yang disebutkan terakhir, problem klinik amenorea yang didasarkan

pada adanya obstruksi menimbulkan adanya keluhan nyeri yang disertai distensi

dari hematokolpos, hematometra, atau hematoperitoneum. Penanganan yang dapat

dilakukan dengan insisi dan drainage. Bahkan pada keadaan yang disertai

komplikasi, perbaikan kontinuitas duktus Mulleri biasanya dapat dicapai dengan

pembedahan. Sayangnya dapat terjadi konsekuensi dari tindakan ekstirpasi

operatif terhadap massa yang nyeri di atas berupa kerusakan/trauma pada kandung

kencing, ureter, dan rektum.1.3.4.7

Merupakan suatu keuntungan bila mengetahui jenis kelainan sebelum

koreksi bedah dilakukan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan

Page 7: 149260025 Amenore Primer

7

untuk mengetahui abnormalitas anatomik yang akurat. Diagnosis preoperatif akan

memudahkan rencana dan pelaksanaan terapi bedah.1

b. Agenesis duktus Mulleri

Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser

syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea primer

dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab

amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan

lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada

vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak

mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya

rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat

mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan

beberapa tipe pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk

menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan

dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesteron perifer. Pertumbuhan

dan perkembangan penderita normal.1,4

Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan

ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur

uterus tersebut. Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan

indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak

diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan

lebih murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa

duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti

berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi

simptomatis ke dalam kanalis inguinalis.1,9

Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan,

maka bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan

konstruksi bedah dengan membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff

menganjurkan penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula

diperkenalkan oleh Frank dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah

posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah atas dari aksis

Page 8: 149260025 Amenore Primer

8

vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap hari.

Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan makin besar, vagina yang

fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu. Terapi operatif

ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan metode

Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas

masih mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi

dengan adanya simptom retained menstruation. Ada juga yang

merekomendasikan untuk melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk

mengevaluasi kanalis servikalis; jika serviks atresia, uterus harus diangkat.1,2

Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan

kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi

urin. Septum transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan

kurang-nya distensi introitus pada manuver Valsava.1,2

Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal

merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan

emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi

infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan

definitif harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi

menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan

hematokolpos berubah menjadi pyokolpos.1

c. Insensitifitas androgen (Feminisasi testikuler)

Insensitifitas androgen komplit (sindroma feminisasi testikuler) merupakan

diagnosis yang paling mungkin bilamana terjadi kanalis vaginalis yang buntu dan

uterus tidak ada. Kelainan ini merupakan penyebab amenorea primer yang ketiga

setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Penderita dengan feminisasi

testikuler merupakan pseudohermafrodit pria. Kata pria disini, didasarkan pada

gonad yang dimiliki penderita; jadi individu ini memiliki testes dan kariotipe XY.

Pseudohermafrodit artinya bahwa alat genitalnya berlawanan dengan jenis gonad-

nya; jadi, individu tersebut secara fenotif wanita tetapi dengan tidak ada atau

sangat kurangnya rambut kemaluan dan ketiak.1,2,3,4,7

Page 9: 149260025 Amenore Primer

9

Pseudohermafrodit pria adalah genetik dan gonad yang dimilikinya pria

dengan kegagalan virilisasi. Kegagalan dalam perkembangan pria dapat meliputi

suatu spektrum dengan bentuk insensitifitas androgen yang inkomplit. Transmisi

kelainan ini melalui X-linked recessive gene yang bertanggung-jawab terhadap

reseptor androgen intraseluler.1

Diagnosis klinik harus dipertimbangkan pada keadaan berikut:

- anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes seringkali

mengalami parsial descensus

- penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus

- penderita tanpa bulu-bulu di tubuh.

Penderita kelihatan normal pada saat lahir kecuali mungkin adanya hernia

inguinal, dan penderita tidak dibawa ke dokter sampai usia pubertas. Pertumbuhan

dan perkembangan normal. Payudara abnormal dimana didapatkan jaringan

kelenjar tidak cukup, puting susu kecil, dan areola mammae pucat. Lebih dari

50% dengan hernia inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang, dan

blind vagina kurang dalam daripada normal. Tuba fallopi yang rudimenter terdiri

dari jaringan fibromuskuler kadang kala dengan hanya selapis epitel.1

Karena penderita ini sudah merasakan dirinya sebagai seorang wanita,

maka kadang-kadang tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Testis yang berada

intraabdominal perlu dilakukan tindakan pengangkatan karena 10% dari kasus

dengan testis intraabdominal dapat menjadi ganas. Bila telah diputuskan untuk

mengangkat testis, maka perlu diberikan pengobatan substitusi hormon.3,4

2.2.2 Gangguan Pada Kompartemen II

a. Sindroma Turner

Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan

sindroma yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan

kubitus valgus. Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan

klitoris agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai

wanita.1,3,4

Page 10: 149260025 Amenore Primer

10

Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif.

Pola kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam

bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000

kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan

parut mesenkhim (streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya

uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya

pengaruh dari estrogen. 1,3,4

Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat

dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai

dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan

pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas

rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis,

gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal),

dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon

gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17-

kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah.4

Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik

berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada

kasus-kasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting

yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh

yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang

sangat minimal atau tidak ada sama sekali.4

Pengobatan terhadap penderita sindroma Turner adalah pengobatan

substitusi yang bertujuan untuk:4

1. merangsang pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder, terutama

pertumbuhan payudara

2. menimbulkan perdarahan siklis yang menyerupai haid jika uterus

sudah berkembang

3. mencapai kehidupan yang normal sebagai istri walaupun tidak

mungkin untuk mendapat keturunan

4. alasan psikologis, untuk tidak merasa rendah diri sebagai wanita.

Page 11: 149260025 Amenore Primer

11

Hormon yang diberikan adalah estrogen dalam kombinasi dengan

progestagen secara siklis sampai masa menopause atau pascamenopause.

Berhubung dengan kemungkinan bahwa pemberian estrogen mengakibatkan

penutupan garis epifisis secara prematur sehingga menghalangi pertumbuhan

tubuh, terapi ditunda sampai penutupan garis epifisis sudah terjadi.1,4

b. Disgenesis gonad XY

Penderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri

yang teraba, kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan seksual

dikenal sebagai sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba falopii, tetapi

pada usia pubertas gagal terjadi perkembangan mammae dan amenorea primer.

Gonad hampir seluruhnya berupa berkas-berkas tak berdiferensiasi kendati pun

terdapat kromosom Y yang secara sitogenetik normal. Pada kasus ini, gonad

primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat melaksanakan fungsi-fungsi testis,

termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel hillus dalam gonad mungkin mampu

memproduksi sejumlah androgen; maka dapat terjadi sedikit virilisasi, seperti

pembesaran klitoris pada usia pubertas. Pertumbuhan normal; tidak terdapat cacat

penyerta. Transformasi tumor pada gonadal ridge dapat terjadi pada berbagai

usia, ekstirpasi gonadal streaks harus dilakukan segera setelah diagnosis dibuat,

tanpa memandang usia.1

c. Agenesis gonadal

Tidak terjadi komplikasi klinis yang terjadi bersama kegagalan gonad pada

keadaan agenesis ini. Keadaan ini disebut juga sindroma agenesis gonad XY atau

sindroma regresi testis embrionik. Pada sindroma yang langka ini, genitalis

eksterna sedikit meragukan, namun hampir menyerupai bentuk wanita. Ditemukan

hipoplasia labia, derajat tertentu fusi labioskrotum, penis kecil mirip klitoris, dan

muara uretra pada perineum. Uterus, jaringan gonad, dan vagina tidak ditemukan.

Pada usia pubertas tidak terjadi perkembangan seksual, dan kadar gonadotropin

meningkat. Umumnya penderita diasuh sebagai wanita. Dalam kondisi ini,

jaringan testis dianggap telah aktif selama kehidupan janin sehingga mampu

menghambat perkembangan duktus mulleri, tetapi fungsi sel leydig minimal.

Page 12: 149260025 Amenore Primer

12

Tanpa informasi yang tepat, hanya dapat diperkirakan saja apa yang menjadi

penyebab tidak terjadinya perkembangan gonad tersebut. Jadi harus diduga bahwa

virus dan metabolik yang berpengaruh pada awal kehamilan. Meskipun demikian

hasil akhirnya berupa hipergonadotropik hipogonadism yang tidak dapat

diperbaiki kembali. Bila fungsi gonad tidak ada, perkembangan adalah wanita.

Pengangkatan gonadal streaks dengan pembedahan diperlukan untuk menghindari

kemungkinan terjadi neoplasia.1

d. Sindroma ovarium resisten

Salah satu keadaan yang menarik dari faktor ovarium yang menimbulkan

gangguan haid ialah sindroma ovarium resisten gonadotropin, yang dikenal pula

dengan istilah sindroma ovarium insensitive atau ovarium hiposensitif

gonadotropin. Penyebab yang pasti dari kelainan ini belum seluruhnya terungkap.

Kini yang banyak diperbincangkan adalah adanya gangguan pembentukan

reseptor-reseptor gonadotropin di ovarium akibat proses autoimun.3,15

Dugaan ke arah diagnosis dari sindroma ovarium resisten gonadotropin

ditegakkan baik secara klinis mau pun secara laboratoris dan histopatologis.

Secara klinis kelainan ini ditandai dengan sindroma yang terdiri dari gangguan

haid berupa oligomenorea sampai amenorea, sedangkan secara laboratoris

dijumpai hipergonadotropin dan hipoestrogen. Secara histologis pada kelainan ini

masih dijumpai struktur jaringan ovarium yang normal dengan folikel primordial

yang masih utuh.3

Jarang terjadi penderita amenorea disertai peningkatan kadar gonadotropin

walaupun terdapat folikel-folikel ovarium normal dan tidak ada bukti penyakit

autoimun. Laparotomi diperlukan untuk sampai pada diagnosis yang benar dengan

menghasilkan evaluasi histologis ovarium yang adequat. Pemeriksaan ini dapat

memperlihatkan adanya folikel-folikel tetapi tidak adanya infiltrasi limfositik

dengan penyakit autoimun. Karena kelainan ini jarang dan kesempatannya sangat

kecil untuk dapat hamil bahkan dengan pemberian gonadotropik eksogen dosis

tinggi, Speroff berpendapat bahwa tidak ada manfaat untuk melakukan laparotomi

untuk biopsi ovarium pada setiap penderita amenorea, gonadotropin tinggi, dan

normal kariotipe.1

Page 13: 149260025 Amenore Primer

13

Karena penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, maka

pengobatannya lebih bersifat simptomatis. Banyak peneliti menganjurkan

pemberian substitusi siklik estrogen dan progesteron.3

e. Premature ovarian failure

Keadaan ini seringkali terjadi, yaitu berupa habisnya folikel ovarium yang

terjadi lebih awal dari semestinya. Sekitar 1% wanita akan mengalami kegagalan

ovarium sebelum usia 40 tahun, dan pada wanita dengan amenorea primer,

frekuensi berkisar antara 10%-28%. Etiologi POF tidak diketahui pada

kebanyakan kasus. Kemungkinan merupakan akibat kelainan genetik dengan

peningkatan laju hilangnya folikel. Seringkali, kelainan kromosom seks yang

spesifik dapat diidentifikasi. Kelainan yang paling sering adalah 45-X dan 47-

XXY diikuti oleh mosaicism dan kelainan struktur kromosom seks yang spesifik.

Akselerasi atresia paling sering karena 46-X (sindroma Turner). POF dapat

disebabkan suatu proses autoimun, atau mungkin destruksi folikel oleh infeksi

seperti oofritis mumps, atau irradiasi maupun kemoterapi.1,8

Masalah yang timbul dapat terjadi pada berbagai usia tergantung pada

jumlah folikel yang tersisa. Jika hilangnya folikel berlangsung cepat, akan terjadi

amenorea primer dan terhambatnya perkembangan seksual. Jika hilangnya folikel

terjadi selama atau setelah pubertas, kemudian berlanjut sampai dewasa,

perkembangan fenotipe dan onset terjadinya amenorea sekunder akan sesuai.1

Mengingat meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan dimana terjadi mulai

laginya fungsi yang normal, tidak dapat dipastikan bahwa penderita-penderita ini

akan steril selamanya. Di sisi lain, laparotomi dan biopsi ovarium “full thickness”

tidak diperlukan pada semua pasien ini. Sperrof berpendapat bahwa pendekatan

yang minimal, dengan “survey” untuk penyakit autoimun (meskipun diakui bahwa

tidak ada metode klinik yang dapat mendiagnosis secara akurat autoimmune

ovarium failure) dan penilaian aktivitas ovarium-pituitary sudah mencukupi.3

Page 14: 149260025 Amenore Primer

14

2.2.3 Gangguan Pada Kompartemen III

a. Gangguan hipofisis anterior

Adanya gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis pertama kali fokus kita

harus tertuju pada adanya masalah tumor hipofisis. Dengan munculnya amenorea,

penderita dengan perkembangan tumor hipofisis yang perlahan dapat muncul

beberapa tahun sebelum tumor menjadi besar dan dapat dideteksi secara

radiologis. Untungnya, tumor maligna tidak terlalu banyak dijumpai. Sampai

dengan tahun 1989 tidak lebih dari 40 kasus yang dilaporkan di literatur

internasional. Tetapi tumor jinak dapat menimbulkan problem sebab dapat

berkembang dan terjadi pendesakan ruangan maupun jaringan lain, tumor akan

tumbuh ke atas, akan menekan chiasma nervi optici yang menyebabkan

hemianopsia bitemporalis. Dengan ukuran tumor yang kecil, kelainan visual

kadang sulit dideteksi.1,4

Tidak semua massa intrasellar adalah neoplasma. Gumma, tuberkuloma, dan

deposit lemak telah dilaporkan dan menyebabkan penekanan dan menyebabkan

amenorea hipogonadotropin. Lesi pada daerah sekitar sella tursika seperti

aneurisma arteri karotis, obstruksi aquaeduktus Sylvii dapat juga menyebabkan

amenorea.1

b. Amenorea galaktorea

Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan galaktorea

dan berbagai keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi yang normal

sampai amenorea yang diikuti dengan infertilitas. Gangguan yang terlihat

mungkin berkaitan dengan hiperprolaktinemia ketika adenoma hipofisis yang

menekan nervus optikus, traktus nervus optikus, chiasma nervi optici atau nervus

kranialis yang lain. Pada pengamatan secara radiografi terhadap kelenjar hipofisis

pada wanita dengan hiperprolaktinemia mungkin didapatkan makroadenoma,

mikroadenoma, atau tidak didapatkan adenoma. Meskipun untuk memiliki kadar

prolaktin yang tingggi, ukuran dari adenoma tidak berhubungan secara linier

dengan kadar prolaktin.1,2,6,7

Akhir-akhir ini dapat dipastikan, bahwa dari hipofisis bagian depan terdapat

hormon pelepas tirotropin (TRH) yang mengeluarkan tidak hanya tirotropin,

Page 15: 149260025 Amenore Primer

15

melainkan juga hormon pertumbuhan (GH) dan prolaktin. Karena arti fisiologik

hubungan fungsional antara kedua sistem tersebut sangat kecil, maka dapat

disimpulkan bahwa tripeptida TRH sesungguhnya bukanlah PRF (prolactine

releasing factor). Yang mempunyai arti lebih besar dari TRH atau PRF dalam

pengaturan prolaktin adalah faktor penghambat prolaktin (prolactine inhibiting

factor, PIF), yang susunan kimianya juga belum dapat dibuktikan sampai

sekarang. Dibawah pengaruh meningkatnya steroid seks dalam serum, maka

pengeluaran PIF dari hipotalamus akan ditekan. Peristiwa ini akan mengakibatkan

meningkatnya sekresi prolaktin.Peningkatan kadar prolaktin serum yang ringan

mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya pemberian

estrogen dan fenotiazin, respon dari stress, makanan (khususnya makanan yang

banyak mengandung asam amino), hipotiroid primer, tumor-tumor hipotalamus-

hipofisis. Adenoma hipofisis yang memproduksi prolaktin umumnya muncul yang

tandai dengan peningkatan kadar prolaktin (sering > 100 ng/mL). Tumor-tumor

hipotalamus dan makroadenoma dapat menekan batang hipofisis, menghambat

transport dari dopamin dan faktor-faktor hipotalamus-hipofisis, dengan hasil

hiperprolaktinemia dan berbagai tingkat hipopituitarism. Penderita dengan

hiperprolaktinemia ringan harus dilakukan eksplorasi tentang riwayat dan

dilakukan pemeriksaan untuk menentukan keadaan hipofisis, hipersekresi

hipofisis, atau efek dari penekanan massa. Suatu program istirahat yang berulang,

kadar prolaktin puasa, yang tetap pada peningkatan yang ringan. Khususnya bila

dikombinasikan dengan pembesaran hipofisis, perlu dilakukan pemeriksaan

radiologis pada sella tursika.1

Deteksi secara radiologis dari adenoma hipofisis membutuhkan investigasi

untuk menentukan apakah benar keadaan tersebut merupakan hipersekresi hormon

hipofisis, atau bukan sekresi hormon-hormon hipofisis. Pada keadaan

makroadenoma, harus dipikirkan tentang kemungkinan adanya hipopituitarisme

sekunder parsial atau komplit yang menekan kelenjar jaringan hipofisis atau

batang hipofisis. Adenoma nonsekresi mencakup 25%-30% dari adenoma

hipofisis. Dari hasil pengukuran gonadotropin terlihat bahwa 80%-90% adenoma

hipofisis nonsekresi adalah adenoma gonadotrofin. Adenoma-adenoma ini sering

sulit untuk mendiagnosisnya sebab kekurangan tanda fenotip dari keadaan klinik,

Page 16: 149260025 Amenore Primer

16

yang biasa digunakan untuk membedakan adenoma-adenoma hipofisis sekretoris.

Adenoma hipofisis non sekresi biasanya muncul dengan manifestasi klinis yang

berhubungan dengan efek adanya massa seperti nyeri kepala, gangguan visus, dan

hipopituitarisma.1,17

Diagnosis banding dari lesi yang luas pada area sella tursika termasuk

diantaranya adalah makroadenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, dan

proses inflamasi seperti sarkoid, kista arakhnoid, dan penyakit metastase.

Peningkatan kadar FSH, LH, α subunit, subunit β LH dalam sirkulasi

menunjukkan adanya suatu adenoma gonadotropin. Peningkatan basal FSH, LH,

subunit α, dan β LH telah terdeteksi pada lebih dari 40% penderita dengan

nonsekresi, adenoma hipofisis yang memproduksi gonadotropin.1

Pengobatan dari makroadenoma gonadotropin utamanya adalah

pembedahan, secara primer dengan melalui transfenoid. Pengobatan secara radiasi

mungkin merupakan suatu hal penting pada penderita dengan residu penyakit

yang signifikan atau pertumbuhan tumor yang rekuren. Pengobatan dengan

medikamentosa dengan bromokriptin saat ini merupakan teknik pengobatan yang

penting meskipun mekanisme kerjanya masih belum terinvestigasi secara lengkap

dan mengkin di masa yang akan datang lebih bisa dijelaskan.1

Pada wanita dan laki-laki, 50% - 60% dari adenoma gonadotropin

nonsekresi akan menghasilkan FSH, LH, subunit α, atau subunit β LH dalam

respon pada test terhadap thyrotropin-releasing hormon. Hal ini menunjukkan

bahwa sel-sel pada adenoma gonadotropin memiliki sejumlah reseptor TRH,

meskipun pada sel gonadotropin normal tidak dijumpai adanya reseptor tersebut.1

Upaya pengobatan yang diberikan untuk menurunkan kadar prolaktin yang

tinggi adalah bromokriptin. Bromokriptin merupakan kelompok ergolin yaitu

alkaloid ergot yang bersifat dopaminergik. Bromokriptin merangsang reseptor

dopaminergik. Obat mempengaruhi susunan syaraf pusat, kardiovaskular, poros

hipotalamus-hipofisis dan saluran cerna. Bromokriptin menekan sekresi prolaktin

yang berlebihan yang terjadi pada tumor hipofisis. Dosis obat sangat tergantung

dari kadar prolaktin yang ditemukan pada saat itu. Kadar prolaktin 25–40 ng/ml,

cukup ½ tablet bromokriptin/hari. Kadar prolaktin mencapai 50 ng/ml,

Page 17: 149260025 Amenore Primer

17

bromokriptin diberikan 2x1 tablet/hari. Efek samping yang paling sering dijumpai

adalah gangguan gastrointestinal (mual) serta hipotensi (pusing).1,3

Setiap pemberian bromokriptin perlu dilakukan pengawasan yang baik.

Perlu dicegah pemberian dosis yang berlebihan. Tanda-tanda terjadinya

penekanan sekresi prolaktin yang berlebihan adalah: kadar prolaktin 2 ng/ml, fase

sekresi memendek akibat insufisiensi korpus luteum, diameter folikel kecil.1

Pada setiap hiperprolaktinemia harus terlebih dahulu diketahui apakah

peningkatan tersebut akibat tumor hipofisis atau karena penyebab lain. Untuk

membedakan dapat digunakan uji provokasi. Kadang-kadang adanya

mikroadenoma tidak dapat diketahui secara radiologik, tetapi dengan uji

provokasi mikroadenoma ini mudah diketahui.1

Uji dengan TRH, dimana TRH diberikan intravena dengan dosis 100–500 µg.

setelah pemberian ini terjadi peningkatan prolaktin yang mencapai maksimum

antara 15–25 menit. Pada wanita yang tidak menderita prolaktinoma terjadi

peningkatan 4–14 kali dari harga normal, sedangkan wanita dengan prolaktinoma

pemberian TRH tidak menunjukkan perubahan kadar PRL.1

2..2.4 Gangguan Pada Kompartemen IV

a. Kehilangan berat badan, anoreksia, bulimia

Obesitas dapat diasosiasikan dengan amenorea, tetapi amenorea pada

penderita dengan obesitas biasanya berhubungan dengan anovulasi, dan keadaan

hipogonadotropin tidak dapat diketahui meskipun penderita juga didapatkan

gangguan emosional yang berat. Sebaliknya pengurangan berat badan secara

mendadak, dengan berbagai macam cara, dapat menyebabkan terjadinya keadaan

hipogonadotropin. Diagnosis dari keadaan amenorea hipotalamus ini juga

merupakan hasil dari disingkirkannya adanya tumor hipofisis.1,2,6,7

Anoreksia nervosa terjadi kebanyakan pada wanita muda terutama wanita

dari kelas menengah ke atas di bawah umur 25 tahun, tetapi sekarang terjadi juga

pada berbagai tingkat sosial ekonomi. Beberapa kondisi yang bisa menegakkan

diagnosis anoreksia nervosa adalah: umur berkisar antara 10-30 tahun, kehilangan

berat badan 25% atau 15% di bawah berat normal, adanya episode makan

berlebihan (bulimia), overaktif, baradikardi, amenorea, tidak ditemukan kelainan

Page 18: 149260025 Amenore Primer

18

medis, tidak ditemukan gangguan psikiatri. Karakteristik lain diantaranya:

konstipasi, tekanan darah yang rendah, hiperkarotenemia, diabetes insipidus.1,6

Membuka tabir secara hati-hati adanya hubungan antara amenorea dengan

berat badan yang rendah kadang merupakan rangsangan terhadap penderita untuk

kembali ke berat badan normal dan fungsi menstruasi yang normal. Adakalanya

hal ini bila perlu untuk melihat penderita secara lebih sering dan perlu pemberian

program diet tinggi kalori (minimal 2600 kalori) dengan memberikan kebiasaan

makan yang benar. Bila perbaikannya berlangsung sangat lambat, terapi hormon

perlu dipikirkan. Beberapa penderita memerlukan intervensi dari ahli jiwa.1,2

Kemunculan amenorea ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu suatu kadar kritis

dari lemak tubuh dan efek dari stress itu sendiri. Para atlit wanita yang senantiasa

ikut kompetisi/perlombaan memiliki 50% kadar lemak lebih sedikit dibanding

dengan atlit yang bukan kompetitor. Pengurangan lemak tubuh tidak harus

mengurangi berat badan, sebab lemak dikonversi menjadi massa otot. Pengamatan

secara kritis didapatkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat dari lemak tubuh

dan gangguan menstruasi tetapi hanya satu korelasi saja.1,6,13

b. Latihan dan amenorea (exercise and amenorrhea)

Pada abad ke-20, telah ada suatu kewaspadaan bahwa para atlit wanita, dan

wanita yang memerlukan suatu latihan keras seperti penari balet, tari modern,

didapatkan insidens yang signifikan adanya gangguan menstruasi sampai adanya

amenorea, keadaan ini disebut supresi hipotalamus. Dua pertiga pelari memiliki

fase luteal, yang pendek sehingga terjadi anovulasi. Bila latihan keras tersebut

dimulai sebelum menars, menars mungkin akan terlambat sampai lebih kurang 3

tahun, dan kejadian menstruasi yang tidak teratur akan menjadi lebih tinggi.1,2,6,7

Prognosis dari para atlit wanita mungkin baik. Hanya tingkat

reversibilitasnya tidak diketahui dengan pasti, meskipun beberapa penelitian

menunjukkan mengindikasikan bahwa sebagian besar atlit wanita akan mengalami

ovulasi kembali bila stress dan latihan mulai bisa dibatasi. Namun demikian

sebagian atlit tidak menginginkan untuk menghentikan untuk menghentikan

latihan kerasnya. Pemberian terapi hormonal bisa dipertimbangkan pada wanita

Page 19: 149260025 Amenore Primer

19

dengan hipoestrogen guna menjaga agar tidak terjadi perubahan pada tulang dan

kardiovaskuler.1,6

c. Amenorea dan anosmia, Sindroma Kallmann

Suatu kondisi yang jarang pada wanita, yaitu ditandai oleh adanya sindroma

hipogonadotropik-hipogonadism kongenital yang berhubungan dengan anosmia

atau hiposmia, dikenal sebagai sindroma Kallmann. Untuk mempermudah

mengingat gambaran gejalanya sering disebut juga sebagai sindroma amenorea

dan anosmia. Pada wanita, gejala yang muncul berupa amenorea primer,

perkembangan seksual infantil, kadar gonadotropin rendah, kariotipe wanita

normal, dan ketidakmampuan untuk mempersepsi aroma. Seringkali penderita

tidak menyadari adanya gangguan penciuman tersebut. Gonad mampu untuk

memberikan respon terhadap gonadotropin; dengan demikian induksi ovulasi

dengan gonadotropin eksogen bisa berhasil.1,2,6,7

Sindroma Kallmann mempunyai kaitan dengan defek anatomi yang spesifik.

Pemeriksaan MRI (seperti juga pemeriksaan postmortem) memperlihatkan bahwa

terdapat hipoplasia atau tidak ada sulkus olfaktorius di rhinencephalon. Defek ini

mengakibatkan kegagalan olfactory axonal dan GnRH neuronal bermigrasi dari

placode olfaktorius di hidung. Sel-sel yang memproduksi GnRH berasal dari area

olfaktorius dan bermigrasi selama embriogenesis sepanjang nervus kranialis yang

menghubungkan hidung dan forebrain. Terjadinya sindroma ini sebagai akibat

mutasi yang melibatkan gen tunggal pada lengan pendek kromosom X yang berisi

kode pembentukan protein yang mengatur fungsi yang diperlukan untuk migrasi

neuronal.1,2,6,7

2.3 DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN AMENOREA PRIMER

Gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan

yang bermacam-macam. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan

etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam,

rumit, dan mahal. Tidak semua fasilitas kesehatan mampu melaksanakan semua

pemeriksaan, dan hal itu tidak selalu perlu. Ada jenis-jenis amenorea yang

Page 20: 149260025 Amenore Primer

20

memerlukan pemeriksaan lengkap, akan tetapi ada juga yang dapat ditetapkan

diagnosisnya dengan pemeriksaan sederhana.

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus diketahui

apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu diketahui apakah

ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan

gangguan emosinal, apakah penderita mengidap penyakit akut atau menahun;

apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik dan lain-lain.4

Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama;

keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.

Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai dengan tingginya,

apakah ciri-ciri kelamin sekunder berkembang dengan baik atau tidak, apakah ada

tanda hirsutisme; semua ini penting untuk pembuatan diagnosis.

Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai

jenis ginatresis, adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya

tumor, ovarium dan sebagainya.

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik,

banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik

tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan.

Dalam menangani kasus-kasus amenorea haruslah teliti dalam memilih

informasi yang diperlukan. Meskipun data tambahan tersedia pada waktu tersebut,

dijabarkan dari latar belakang, pengujian fisik dan evaluasi kelenjar endokrin

lainnya seperti tiroid dan adrenalin, hal-hal tersebut semestinya tidak digunakan

untuk diagnosis sampai keseluruhan rangkanya lengkap. Pengalaman telah

menunjukkan diagnosis yang prematur seringkali terjadi bias, meskipun kadang-

kadang bisa tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan investigasi dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Langkah 1

Langkah awal dalam kerangka diagnosis penderita amenorea primer,

dimulai dari pengukuran hormon thyroid stimulating hormones (TSH), kadar

prolaktin, dan tes provokasi progesteron. Langkah awal untuk pasien

Page 21: 149260025 Amenore Primer

21

galaktorea, tanpa melupakan riwayat menstruasi, juga harus diperiksa TSH dan

pengukuran prolaktin serta perlu ditambahkan pemeriksaan rontgen dari sisi

lateral pada sella tursika.1

Hanya sedikit penderita dengan amenorea dan atau galaktorea menderita

hipotiroid yang tidak tampak secara klinis. Walaupun kelihatannya berlebihan

melakukan pemeriksaan kadar TSH untuk penderita yang hanya memberikan

hasil yang kurang berarti, karena pengobatan untuk hipotiroid sangat mudah

dan diperoleh hasil yang cepat dari siklus menstruasi. Jika terdapat galaktorea,

pengukuran TSH dianjurkan.1

Rangsangan yang konstan hormon RH dari hipotalamus akan

menyebabkan hipertrofi atau hiperplasia dari hipofisis. Pemeriksaan rontgen

menggambarkan tumor dapat dilihat (kelainan, ekspansi, atau erosi dari sella

tursika). Penderita dengan hipotiroid primer dan hiperprolaktinemia dapat

muncul dengan amenorea primer maupun amenorea sekunder.1

Tujuan dari uji progesteron adalah untuk menilai kadar estrogen endogen

dan kompetensi dari saluran genitalia. Uji progesteron yang dilakukan oleh

Davajan dkk adalah dengan menyuntikkan 100 mg progesteron dalam larutan

minyak atau medroksiprogesteron asetat (provera) 30 mg peroral selama tiga

hari. Respon pemberian progesteron dinilai 2–14 hari setelah pemberian

hormon tersebut dan diukur kadar LH serum. Speroff melakukan uji

progesteron dalam dua pilihan yaitu: pemberian progesteron secara parenteral

dalam larutan minyak (200 mg) atau secara oral dengan medroksiprogesteron

asetat 10 mg setiap hari selama lima hari.1

Dalam 2–7 hari setelah pemberian progesteron, pasien kemungkinan

terjadi perdarahan. Hal ini berarti bahwa sistem saluran pengeluaran berada

dalam batas normal dan adanya uterus yang endometriumnya reaktif terhadap

estrogen endogen. Dari hasil tersebut dapat ditetapkan adanya estrogen, fungsi

yang minimal pada ovarium, hipofisis, dan sistem syaraf pusat. Dengan tidak

adanya galaktorea, dengan kadar prolaktin yang normal, dan kadar TSH yang

normal, evaluasi selanjutnya tidak diperlukan.1

Page 22: 149260025 Amenore Primer

22

Terdapat dua situasi yang terjadi bersamaan dengan respon yang negatif

walaupun terdapat estrogen endogen yang cukup. Pada kedua situasi,

endometrium mengalami reaksi desidua, tetapi kemudian tidak terjadi

pelepasan mengikuti penghentian secara tiba-tiba dari pemberian progesteron

eksogen. Kondisi yang pertama terdapat reaksi desidua dari endometrium

sebagai respon adanya kadar androgen yang tinggi. Pada keadaan kedua

merupakan keadaan klinik yang tidak biasa, endometrium mengalami reaksi

desidua oleh karena kadar progesteron yang tinggi yang berhubungan dengan

kekurangan enzim adrenal spesifik.1

Tanpa adanya galaktorea dan jika level serum prolaktin normal (kurang

dari 20 pg/ml), evaluasi lanjutan untuk tumor hipofisis tidak perlu. Jika

prolaktin meningkat, evaluasi dari sella tursika sangat diperlukan. Dalam

kerangka ini, pernyataan berikut dapat dijadikan petunjuk praktis klinik:

pendarahan positif membutuhkan pengobatan progesteron, dan tanpa adanya

galaktorea serta kadar prolaktin yang normal dapat dijadikan petunjuk bahwa

kita dapat mengabaikan adanya tumor hipofisis.1

Kenaikan sekresi prolaktin menambah perhatian kita pada keadaan

kelenjar hipofisis. Untuk menjadi pertimbangan, perlu disampaikan bahwa

terdapat laporan kasus dengan sekresi ektopik dari lapisan hipofisis pada

faring, karsinoma bronkus, karsinoma sel-sel renal, gonadoblastoma, pada

seorang wanita dengan amenorea dan hiperprolaktinemia serta ditemukan juga

adanya prolaktinoma pada dinding kista dermoid ovarium.1

b. Langkah 2

Jika rangkaian pengobatan progesteron tidak memberikan hasil seperti

pada langkah di atas, apalagi sistem organ target tidak operatif atau

perkembangan estrogen dari endometrium tidak terjadi. Langkah 2 didesain

untuk membuat klarifikasi terhadap situasi ini. Pemberian estrogen oral,

estrogen dapat merangsang secara aktif baik secara kwantitatif maupun

durasinya untuk perkembangan endometrium dan pendarahan yang aktif dari

uterus pada sistem pengeluaran yang ada. Dosis yang sesuai adalah 1,25 mg

estrogen konjugasi setiap hari selama 21 hari. Tambahan lanjutannya adalah

Page 23: 149260025 Amenore Primer

23

progesteron yang aktif secara oral (medroksiprogesteron asetat 10 mg setiap

hari selama 5 hari terakhir) diperlukan untuk menghasilkan menstruasi.1,3

Sebagai hasil dari test farmakologis langkah 2, apakah pada penderita

dengan amenorea tersebut terjadi perdarahan atau tidak. Jika tidak terjadi,

diagnosis dari kerusakan pada kompartemen I (endometrium, aliran

pengeluaran) bisa ditegakkan. Jika pendarahan terjadi, bisa diasumsikan bahwa

kompartemen I mempunyai kemampuan fungsional yang normal jika mendapat

rangsangan esterogen.1

Dari sudut pandang praktis, pada pasien dengan alat genitalia interna dan

eksterna yang normal dapat ditetapkan dengan pengujian pada panggul, dan

tanpa adanya latar belakang infeksi atau trauma (seperti kuretase), serta tidak

didapatkannya ketidaknormalan dari aliran pengeluaran yang tidak sewajarnya.

Masalah aliran pengeluaran termasuk kerusakan endometrium, secara umum

sebagai akibat dari kuretase yang berlebihan atau akibat dari infeksi, atau

akibat amenorea primer dari diskontinuitas atau abnormalitas pada duktus

Mulleri.1

c. Langkah 3

Pasien amenorea tidak sanggup menyediakan rangsangan estrogen yang

memadai. Untuk memproduksi estrogen, ovarium memiliki folikel yang normal

dan hormon hipofisis yang cukup untuk merangsang organ yang diperlukan.

Langkah 3 dirancang untuk menentukan apakah 2 komponen yang penting

(gonadotropin atau aktifitas folikel) berfungsi secara wajar atau tidak.1

Langkah ini mengikutsertakan pengujian tingkat gonadotropin pada

pasien. Karena langkah 2 mengikutsertakan pemberian estrogen eksogen, kadar

gonadotropin endogen mungkin tidak nyata. Sebab itu, penundaan selama 2

minggu setelah langkah 2 mesti dilakukan sebelum melaksanakan langkah 3,

pengujian gonadotropin.1,2,3

Langkah 3 dirancang untuk menentukan apakah kekurangan estrogen

menyebabkan kesalahan pada folikel (kompartemen II) atau pada sistem aksis

syaraf pusat-hipofisis (kompartemen III dan IV). Hasil pengujian gonadotropin

pada wanita amenorea yang tidak mengalami pendarahan setelah pemberian

Page 24: 149260025 Amenore Primer

24

pemicu progestagen akan menghasilkan kadar gonadotropin abnormal yang

tinggi, abnormal yang rendah, atau pada kadar yang normal.1

Page 25: 149260025 Amenore Primer

25

BAB III

KESIMPULAN

Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi

pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder

normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik

seksual sekunder. Gangguan yang ada bisa terjadi pada kompartemen I (gangguan

pada uterus), kompartemen II (gangguan pada ovarium), kompartemen III

(gangguan pada hipofisis anterior) atau pada kompartemen IV (gangguan pada

sistem syaraf pusat).

Penanganan terhadap amenorea primer disesuaikan dengan kelainan yang

terjadi. Kelainan yang diakibatkan oleh kelainan endokrinologik, maka diberikan

pengobatan yang berupa pemberian hormonal. Bila kelainan bersifat psikis, maka

pengobatan yang diberikan adalah mengeliminasi trauma psikis, bila perlu

bekerjasama dengan ahli jiwa. Sedangkan kelainan yang diakibatkan oleh

kelainan anatomik bisa diberikan dengan memperbaiki kelainan anatomis selama

hal itu dimungkinkan.