Post on 19-Jan-2023
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bidang yang memiliki peluang besar untuk
dikembangkan menjadi kegiatan wirausaha adalah
agribisnis. Agribisnis adalah setiap usaha yang
berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang
meliputi pengusahaan input pertanian, pengusahaan
produksi itu sendiri, hingga pengusahaan pengelolaan
hasil pertanian (Sjarkowi dan Sufri, 2004). Saat ini
usaha di bidang agribisnis banyak dilakukan oleh
generasi muda untuk berwirausaha terutama pada kegiatan
pengolahan produk hasil pertanian atau di sektor hilir.
Maka dari itu, perlu adanya kegiatan yang mendukung
generasi muda agar dapat menciptakan lapangan
pekerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan baru dapat
dimulai dengan menumbuhkan jiwa kewirausahaan generasi
muda.
Generasi muda yang termasuk di dalamnya mahasiswa
dan lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi
wirausahawan muda terdidik yang mampu merintis usahanya
2
sendiri. Jumlah wirausahawan muda di Indonesia, yang
hanya sekitar 0,18% dari total penduduk, masih
tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju seperti
Amerika yang mencapai 11,5%, maupun Singapura yang
memiliki 7,2% wirausahawan muda dari total penduduknya.
Padahal secara konsensus, sebuah negara agar bisa maju,
idealnya memiliki wirausahawan sebanyak minimal 5% dari
total penduduknya yang dapat menjadi keunggulan daya
saing bangsa.
Zimmerer (2002) menyatakan bahwa salah satu faktor
pendorong pertumbuhan kewirausahaan di suatu negara
terletak pada peranan universitas melalui
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak
universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan
memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya
dan memberikan motivasi untuk berani memilih
berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak Perguruan
Tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan
yang kongkrit untuk membekali mahasiswa dengan
pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat
3
mahasiswa untuk berwirausaha (Wu & Wu, 2008).
Persoalannya adalah bagaimana menumbuhkan motivasi
berwirausaha di kalangan generasi muda, dalam hal ini
mahasiswa dan faktor-faktor apa yang berpengaruh
terhadap motivasi atau niat mahasiswa untuk memilih
karir berwirausaha setelah mereka lulus sarjana, masih
menjadi pertanyaan dan memerlukan penelaahan lebih
jauh.
Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang paling banyak
memiliki Perguruan Tinggi yang besar baik negeri maupun
swasta, yang di mana DIY dikenal sebagai kota pelajar
karena banyaknya orang dari luar daerah menuntut ilmu.
Kabupaten Sleman memiliki 40 perguruan tinggi yang
banyak menjadi tujuan masyarakat lain dari beberapa
propinsi di Indonesia sehingga populasi mahasiswa
terbanyak ada di Kabupaten Sleman dengan jumlah
mahasiswa pada tahun 2011 adalah 153.021 mahasiswa.
(BPS Kabupaten Sleman, 2012) Banyaknya populasi
mahasiswa itu sendiri banyak yang melihatnya sebagai
4
lahan bisnis untuk berwirausaha. Tak ketinggalan
generasi muda atau mahasiswa dan lulusan Perguruan
Tinggi di Kabupaten Sleman dan sekitarnya yang tak
sekedar menuntut ilmu melainkan sebagai wirausahawan
membiayai kuliahnya sendiri.
Untuk memulai berwirausaha biasanya dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik yang menyangkut faktor
internal seperti karakteristik individu, sifat
individu, dan faktor kontekstual terhadap niat
kewirausahaan generasi muda. Seberapa besar pengaruh
faktor-faktor tersebut dapat dijadikan penelitian yang
lebih lanjut. Dari penelitian tersebut dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh faktor sosio demografi terhadap
niat berwirausaha generasi muda dalam bidang
agribisnis di Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana sikap generasi muda terhadap niat untuk
berwirausaha di bidang agribisnis di Kabupaten
Sleman?
5
3. Bagaimana pengaruh faktor kontekstual terhadap niat
berwirausaha generasi muda dalam bidang agribisnis
di Kabupaten Sleman?
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh faktor sosio demografi (jenis
kelamin, pekerjaan orangtua, pengalaman
berwirausaha, bidang studi) terhadap niat
berwirausaha generasi muda dalam bidang agribisnis
di Kabupaten Sleman.
2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor sikap generasi
muda terhadap niat berwirausaha dalam bidang
agribisnis di Kabupaten Sleman.
3. Mengetahui pengaruh faktor-faktor kontekstual
(dukungan akademik, dukungan sosial, dan dukungan
lingkungan usaha) terhadap niat berwirausaha dalam
bidang agribisnis di Kabupaten Sleman.
C. Kegunaan
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi pengembangan kerangka pembelajaran
pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi yang lebih
kongkrit dalam rangka mendorong munculnya lulusan yang
memilih karir untuk berwirausaha. Dengan adanya sarjana
yang berwirausaha, tingkat pengangguran di negara kita
dapat berkurang.
Setelah mengetahui faktor-faktor generasi muda
untuk berwirausaha, hasil penelitian ini diharapkan
merubah pandangan generasi muda untuk membuat lapangan
kerja, bukan sebagai pencari kerja, terutama di bidang
agribisnis. Di sektor agribisnis sendiri, hasil
penelitian ini diharapkan membuka luas pandangan
generasi muda bahwa sektor agribisnis ini luas, tidak
terbatas pada sektor budidaya, terlebih kepada
pengolahan hasil pertanian.
7
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Wirausaha
Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam
sejarah ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan sejak
tahun 1755. Cantillon (Tjakrawerdaya, 1997) memberikan
peranan utama kepada konsep entrepreneurship dalam ilmu
ekonomi. Cantillon menyatakan seorang entrepreneur
sebagai seorang yang membayar harga tertentu untuk
produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga
yang tidak pasti, sambil membuat keputusan-keputusan
8
tentang upaya mencapai dan memanfaatkan sumber-sumber
daya, dan menerima resiko berusaha. (Winardi, 2003).
Konsep wirausaha di Indonesia mulai dikenal pada
sekitar tahun 70an, istilah yang digunakan adalah
“wiraswasta” sebagai terjemahan dari entrepreneur, dan
“jiwa kewiraswastaan” merupakan terjemahan dari
entrepreneurship (Suparman, 1980). Wiraswasta merupakan
istilah yang berasal dari kata “wira” dan “swasta”,
wira berarti berani, utama atau perkasa. Swasta
merupakan paduan dari dua kata “swa” dan “sta”, swa
artinya sendiri dan sta berarti berdiri. Swasta dapat
diartikan sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri.
Bertolak dari segi etimologis pengertian wiraswasta
adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam
memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup
dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Mustofa,
1996).
Menurut Zimmerer dalam Suryana (2001), wirausaha
adalah penerapan kreativitas dan keinovatifan untuk
memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan
9
peluang yang dihadapi setiap hari. Sukardi (1991)
menggunakan istilah entrepreneur, yang artinya seseorang
yang dapat memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber
daya tenaga kerja, alat produksi untuk menciptakan
produk tertentu, di mana produk tersebut ditukarkan
atau dijual dalam situasi pasar, dan dengan demikian
mendapatkan penghasilan untuk kelangsungan hidupnya.
Pekerti (1988) memakai istilah kewirausahaan, yang
diartikan tanggapan terhadap peluang usaha yang
terungkap dalam perangkat tindakan serta membuahkan
hasil karya berupa organisasi usaha yang melembaga,
produktif dan inovatif. Pendapat-pendapat tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha adalah
seseorang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan
melembagakan usaha yang dimilikinya, dan dilakukan
dengan penuh kreatif, inovatif, mempertimbangkan
kemampuan diri (swakendali), mampu mengambil resiko,
mampu melihat ke depan, mampu memanfaatkan peluang,
mampu bergaul, suka bekerja keras, penuh keyakinan dan
bersikap mandiri.
10
Sejarah kewirausahaan menunjukkan bahwa
kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta
berasal dari kelas yang sama (Suparman, 1980). Bronner
(Tawardi, 1999) mengemukakan bahwa rata-rata
wirausahawan adalah anak dari orang tua yang kondisi
keuangan memadai, tidak miskin, dan tidak kaya.
Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi
berasal dari semua kelas sosial. Cantilon dalam
(Tjakrawerdaya, 1997) mengatakan bahwa fungsi “risk
bearing” sebagai ciri utama wirausaha, dan Scumpeter
memperkenalkan fungsi inovasi dalam kewirausahaan.
Meiner dkk (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri
utama sifat-sifat kewirausahaan, yaitu:
(a) Self achievement, yaitu keinginan untuk selalu
memiliki prestasi yang lebih baik,
(b) Risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko
tertentu demi mempercepat mencapai tujuan,
(c) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera
mendapatkan umpan balik dari apa yang telah
dikerjakan,
11
(d) Personal inovation, yaitu sikap dan tindakan yang
selalu berorientasi kearah perbaikan dan kemajuan,
dan
(e) Planning for the future, yaitu sikap untuk bertindak
berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih
dahulu.
Sukardi (1991) mendefenisikan wirausaha adalah
seseorang yang dapat memanfaatkan, mengatur,
mengarahkan sumber daya tenaga kerja, alat produksi
untuk menciptakan suatu produk tertentu, yakni produk
tersebut ditukarkan, atau dijual dalam suatu pasar, dan
dengan demikian mendapatkan sumber penghasilan untuk
kelangsungan hidupnya. Senada dengan pendapat Pekerti
(1988), bahwa perilaku kewirausahaan adalah sikap
selalu tanggap terhadap peluang usaha-usaha yang
terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan
hasil karya berupa
organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan
inovatif.
12
Clelland (1987) mengemukakan ciri yang dimiliki
perilaku kewirausahaan adalah mempunyai kemiripan
dengan orang yang mempunyai motif berprestasi, yaitu:
(a) Senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang
lebih baik dari apa yang telah diperoleh,
(b) Berani mengambil resiko pada taraf rata-rata,
(c) Mempunyai tanggung jawab pribadi, dan
(d) Senantiasa menginginkan segera umpan balik hasil
pekerjaannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki
tindakannya di masa depan.
Lebih lanjut Mc. Clelland mengatakan, ciri orang
yang mempunyai sikap kewirausahaan, salah satu di
antaranya penuh semangat dan kreatif. Minner (1989)
berpendapat bahwa ciri utama perilaku kewirausahaan
adalah:
(a) Self achievement, yaitu keinginan untuk selalu
memiliki prestasi yang lebih baik,
(b) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera
mendapatkan umpan balik dari apa yang telah
dikerjakan.
13
Meredith (1996) mengemukakan bahwa ciri-ciri seseorang
yang memiliki sikap kewirausahaan, yaitu:
(a) Fleksibel dan supel dalam bergaul,
(b) Mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang
ada,
(c) Memiliki pandangan kedepan, cerdik dan lihai,
(d) Tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan
tidak menentu,
(e) Mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja
mandiri,
(f) Mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, serta
mempunyai jiwa kepemimpinan,
(g) Mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan teguh dalam pendiriannya,
(h) Sangat mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan
faktor-faktor yang menghambat dan faktor penunjang,
(i) Memiliki disiplin diri yang tinggi, dan
(j) Berani mengambil resiko dengan memperhitungkan
tingkat kegagalannya.
14
Menurut Timmons (1974) berpendapat tentang
karakteristik wirausahawan yang berhasil adalah adanya
keyakinan pada dirinya, bahwa segala jerih payahnya
akan membawa hasil. Keyakinan diri ini termasuk
kepercayaan bahwa keberhasilannya tidaklah ditentukan
oleh faktor di luar dirinya. Di samping itu, mempunyai
sikap kesediaan untuk secara terus menerus mencurahkan
tenaganya setiap harinya untuk mencapai keberhasilan
usahanya, serta kesediaan dan kesungguhan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Di sini terkandung
arti kekuatan kehendak pribadi untuk menyelesaikan
pekerjaan. Di samping itu, memiliki kemudahan dalam
bergaul yang merujuk pada ketersediaan wirausaha untuk
berhubungan dengan semua lapisan dalam masyarakat,
aneka ragam individu demi keberhasilan berusaha.
Sukardi (1991) berpendapat bahwa ciri-ciri utama
perilaku kewirausahaan seseorang adalah selalu terlibat
dalam setiap situasi kerja, tidak mudah menyerah, tidak
memberi kesempatan berpangku tangan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa ada sembilan ciri psikologik yang
15
selalu dijumpai dan tampil pada perilaku wirausaha yang
berhasil, yaitu:
(a) Selalu tanggap terhadap peluang dan kesempatan
berusaha yang berkaitan dengan peluang kinerjanya.
(b) Selalu berusaha memperbaiki prestasi, menggunakan
umpan balik, menyenangi tantangan dan berupaya agar
hasil kerjanya selalu lebih baik dari sebelumnya.
(c) Selalu bergaul dengan siapa saja, membina kenalan,
mencari kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri
dalam berbagai situasi.
(d) Dalam berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja,
tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.
Tidak pernah memberi dirinya kesempatan berpangku
tangan, mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada
pekerjaan, dan memiliki tenaga terlibat terus
menerus dalam pekerjaannya.
(e) Optimisme bahwa usahanya akan berhasil. Percaya
diri dengan bergairah langsung terlibat dalam
kegiatan konkrit, jarang terlihat ragu-ragu.
16
(f) Tidak khawatir menghadapi situasi yang serba tidak
pasti, usahanya belum tentu membuahkan
keberhasilan. Berani mengambil antisipasi terhadap
kemungkinan-kemungkinan kegagalan. Segala tindakan
diperhitungkan secara cermat.
(g) Benar-benar memperhitungkan apa yang harus
dilakukan dan bertanggungjawab pada dirinya
sendiri, menunjukkan swakendali dalam mengarahkan
tingkah lakunya.
(h) Selalu bekerja keras mencari cara-cara baru untuk
memperbaiki kinerjanya dan terbuka untuk gagasan,
pandangan, penemuan-penemuan baru yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya, serta
idak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan
lama, tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-
ide baru.
(i) Apa yang dilakukan merupakan tanggung jawab
pribadinya.
Kata kewirausahaan hingga saat ini diakui belum
memiliki defenisi yang utuh dan tegas, mengingat kedua
17
kata tersebut memiliki makna yang bersifat universal.
Wirausaha pada prinsipnya memiliki makna yang khas
yaitu mencerminkan karakter yang tekun, giat, dan aktif
dalam bekerja atau berusaha, mampu mengambil prakarsa
dari peluang usaha dengan mengandalkan kemampuan orang
lain, berani mengambil resiko kerugian atau kegagalan
tanpa harus putus asa namun bertindak sebagai motivator
dan inovator (Pambudy, 1999)
Douglas dalam Pambudy (1999) menjelaskan ciri-ciri dari
wirausaha yang berhasil antara lain:
(a) Memiliki tujuan yang berkelanjutan,
(b) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar tentang
bagaimana suatu bisnis dapat bertahan dan berhasil,
(c) Memiliki kemampuan memecahkan masalah secara
efektif dengan banyak akal,
(d) Percaya diri terhadap kemampuan untuk mencapai
tujuan bisnis,
(e) Inovasi untuk menemukan hal-hal yang baru,
(f) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, dan
(g) Memiliki kemampuan menjual terhadap produk barang.
18
Sikap mental yang diperlukan seorang wirausahawan
adalah unsur mencirikan respon, tanggapan atau situasi
mental/psikologis jika dihadapkan pada
situasi, sikap mental ini bersifat dinamis. Gagasan,
karsa, inisiatif, kreatifitas, keberanian, ketekunan,
semangat kerja keras, dan sebagainya dipengaruhi oleh
tingkat kepercayaan diri seseorang yang secara langsung
atau tidak mempengaruhi sikap mental seseorang, sikap
mental berbeda dengan kepribadian. Kepribadian
menunjukkan watak seseorang atau sikap mental yang
relatif mantap dan tetap (Wijandi, 1988). Selanjutnya,
Pambudy (1999) menjelaskan sikap dasar seorang
wirausahawan adalah kemauan, kemampuan dan memiliki
kesempatan untuk selalu memperhatikan usahanya.
Keterampilan adalah suatu kemauan dan kemampuan serta
kesempatan yang ada pada diri seseorang untuk selalu
menggunakan semua organ fisiknya dalam mengembangkan
usahanya tersebut, unsur ini berhubungan dengan kerja
fisik anggota badan terutama tangan, kaki dan mulut
(suara) untuk bekerja.
19
2. Niat Berwirausaha
Niat menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah
komponen dalam diri individu yang mengacu pada
keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu.
Sedangkan, Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi
merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan
aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan
tertentu di masa depan.
Niat berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah
awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang
umumnya bersifat jangka panjang (Lee & Wong, 2004).
Menurut Krueger (1993), niat berwirausaha mencerminkan
komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan
merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam
memahami proses kewirausahaan pendirian usaha baru.
Niat berwirausaha akhir-akhir ini mulai mendapat
perhatian untuk diteliti karena diyakini bahwa suatu
niat yang berkaitan dengan perilaku terbukti dapat
menjadi cerminan dari perilaku yang sesungguhnya. Dalam
teori perilaku terencana (Fishbein & Ajzen dalam
20
Tjahjono & Ardi, 2008) diyakini bahwa faktor-faktor
seperti sikap, norma subyektif akan membentuk niat
seseorang dan selanjutnya secara langsung akan
berpengaruh pada perilaku. Oleh karena itu, pemahaman
tentang niat seseorang untuk berwirausaha (entrepreneurial
intention) dapat mencerminkan kecendrungan orang untuk
mendirikan usaha secara riil (Jenkins & Johnson, 1997).
3. Faktor-Faktor Berwirausaha
Pada dasarnya pembentukan jiwa kewirausahaan
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
(Priyanto, 2008). Faktor internal yang berasal dari
dalam diri wirausahawan dapat berupa sifat-sifat
personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang
dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha.
Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri
pelaku wirausaha yang dapat berupa unsur dari
lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga,
lingkungan dunia usaha, lingkungan fisik, lingkungan
sosial ekonomi dan lain-lain.
21
Beberapa karakteristik psikologis ditemukan dalam
sejumlah studi sebagai determinan dari perilaku
kewirausahaan seperti:
(a) Kebutuhan untuk berprestasi
(b) Inisiatif dan kreativitas
(c) Kecendrungan mengambil resiko
(d) Kepercayaan diri,
(e) Menghargai diri sendiri and perilaku inovatif,
(f) Kepemimpinan
Selain faktor kepribadian, beberapa studi lain
menyoroti pengaruh sikap individual terhadap niat
berwirausaha. Gurbuz & Aykol (2008) dan Tjahjono & Ardi
(2010), menemukan beberapa unsur sikap yang terdapat
dalam model Theory of Planned Behavior dari Fishbein dan
Ajzen (TPB) berpengaruh terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa. Unsur-unsur sikap yang terdapat dalam TPB
mencakup otoritas/wewenang, tantangan ekonomi,
realisasi, dan percaya diri, keamanan dan beban kerja,
menghindari, dan karir sosial. Beberapa studi juga
menemukan faktor karakteristik individu dapat mendorong
22
munculnya niat seseorang untuk berwirausaha. Faktor
karakteristik individu yang diteliti antara lain
meliputi jenis kelamin, umur dan pekerjaan orangtua
(Gerry et al., 2008; Nishanta, 2008).
Model penelitian niat kewirausahaan seseorang
kurang lengkap kalau tidak melibatkan faktor
kontekstual disamping faktor sosio demografi dan faktor
sikap seseorang, karena ketiga kelompok faktor tersebut
membentuk satu kesatuan yang integral di dalam model
penelitian niat kewirausahaan seseorang. Beberapa
faktor kontekstual yang cukup mendapat perhatian
peneliti adalah peranan pendidikan kewirausahaan dan
pengalaman kewirausahaan (Vesper & McMullan, 1988).
Secara teori diyakini bahwa pembekalan pendidikan dan
pengalaman kewirausahaan pada seseorang sejak usia dini
dapat meningkatkan potensi seseorang untuk menjadi
wirausahawan.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
mendukung pernyataan tersebut. Selain pendidikan dan
pengalaman kewirausahaan, dukungan pihak akademik
23
(academic support), social support, dan dukungan lingkungan
usaha (Gurbuz & Aykol, 2008) juga diduga merupakan
faktor kontekstual.
4. TPB (Theory Planned Behavior) atau Teori Perilaku
Terencana
Manusia biasanya berperilaku dengan cara yang masuk
akal, mereka mempertimbangkan perilakunya berdasarkan
informasi yang tersedia, dan secara implisit atau
eksplisit juga mempertimbangkan akibat dari tindakan
mereka. Perilaku didasarkan faktor kehendak yang
melibatkan pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan
atau tidak melakukan suatu perilaku; dimana dalam
prosesnya, berbagai pertimbangan tersebut akan
membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku.
Dalam Theory of Reasoned Action dinyatakan bahwa intensi
untuk melakukan suatu perilaku memiliki dua prediktor
utama, yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm.
Pengembangan dari teori ini, Planned Behavior Theory,
menemukan prediktor lain yang juga mempengaruhi intensi
untuk melakukan suatu perilaku dengan memasukkan
24
konsep perceived behavioral control. Sehingga terdapat tiga
prediktor utama yang mempengaruhi intensi individu
untuk melakukan suatu perilaku, yaitu sikap terhadap
suatu perilaku (attitude toward the behavior), norma
subyektif tentang suatu perilaku (subjective norm), dan
persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral
control) (Ajzen, 2005).
Fishbein dan Ajzen (Yuliana, 2004)
memaparkan, Planned Behavior Theory didasarkan atas
pendekatan terhadap beliefs yang dapat mendorong individu
untuk melakukan perilaku tertentu. Pendekatan
terhadap beliefs dilakukan dengan mengasosiasikan
berbagai karakteristik, kualitas, dan atribut
berdasarkan informasi yang telah dimiliki, kemudian
secara otomatis akan terbentuk intensi untuk
berperilaku. Pendekatan dalam planned behavior
theory dikhususkan pada perilaku spesifik yang dilakukan
individu dan dapat digunakan untuk semua perilaku
secara umum.
25
Pengukuran sikap individual menggunakan indeks TPB
(Theory Planned Behavior) bagian I: occupational status choice
index yang bertujuan mengukur sikap seseorang untuk
berwirausaha. Instrumen ini berisi pernyataan mengenai
autonomy/ authority, economic challenge, self realization, security dan
workload, avoid responsibility, social career dan perceived confidence
(Gurbuz & Aykol, 2008).
Gambar 1. Proses Niat pada Teori Perilaku Berencana
5. Agribisnis
Agribisnis dalam arti sempit hanya menyinggung
sektor masukan yang hanya menunjuk pada para produsen
dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian.
Sedangkan dalam arti luas, agribisnis mencakup semua
LatarBelaka
ng Faktor
Keyakinan akan Perilaku dan
evaluasi/hasil
Keyakinan normatif dan motivasi untuk
melakukan
Keyakinan akan sulit/tidaknya
kontrol perilaku
Sikap terhadap suatu perilaku
NormaSubjektif
Persepsi Kontrol Perilaku
NiatPada Suatu Perilaku
26
kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian
(farm supplies) sampai dengan tata niaga produk pertanian
yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya.
(Firdaus, 2008)
Menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson,
Farell and Funk (Saragih, 2000), agribisnis dinyatakan
sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai
suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-
subsistem yang terkait satu dengan yang lain.
a. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness),
meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan
menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas,
atau pengadaan sarana produksi, antara lain:
pembibitan, agro kimia, dan agro otomotif.
b. Subsistem agribisnis usahatani (on-farm
agribusiness), meliputi kegiatan mengelola input-
input berupa lahan, tenaga kerja, modal,
teknologi dan manajemen untuk menghasilkan
produk pertanian, atau budidaya, antara lain;
tanaman pangan, tanaman holtikultura, tanaman
27
obat-obatan, perkebunan, peternakan, perikanan,
dan kehutanan.
c. Subsistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness), disebut juga agroindustri,
aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan
menjadikan hasil-hasil pertanian sebagai bahan
bakunya. Kegiatannya yaitu pengolahan dan
pemasaran, meliputi: intermediate product, finished
product wholesaler, dan retailer consumer.
d. Subsistem jasa penunjang (supporting institution),
subsistem ini merupakan kegiatan jasa dalam
mendukung aktivitas pertanian seperti agro
institution dan agro services.
6. Generasi Muda
Generasi muda mengandung arti populasi remaja atau
anak muda atau pemuda yang sedang membentuk dirinya.
Melihat kata “generasi muda” yang terdiri dari dua kata
yang majemuk, kata yang kedua adalah sifat atau
keadaan, ialah kelompok individu yang masih berusia
muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan
28
kewajiban, serta sejak dini telah diwarnai oleh
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik.
Pengertian generasi muda erat hubungannya dengan
arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang
dimaksud "generasi muda" secara pasti tidak terdapat
satu definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi
banyak pandangan yang mengartikannya tergantung dari
sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka
untuk pelaksanaan suatu program pembinaan, seperti
dalam pengkatagorian lomba wirausaha yang kini marak
digalakkan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta
bahwa "generasi muda" ialah bagian suatu generasi yang
berusia 18 sampai dengan 32 tahun yang merupakan usia-
usia mahasiswa atau lulusan suatu perguruan tinggi. Di
sisi lain, seseorang bisa saja dianggap muda jika yang
bersangkutan memiliki semangat sebagaimana kaum muda.
Bisa jadi usianya tua kira-kira 40 tahunan akan tetapi
masih berjiwa muda.
Generasi muda adalah pemimpin di masa depan.
Makanya di tangan kaum mudalah nasib sebuah bangsa
29
dipertaruhkan. Jika kaum mudanya memiliki semangat dan
kemampuan untuk membangun bangsa dan negaranya, maka
sesungguhnya semuanya itu akan kembali kepadanya. Hasil
pembangunan dalam aspek apapun sebenarnya adalah untuk
kepentingan dirinya dan masyarakatnya. (Syam, 2013)
7. Hasil Penelitian Terdahulu
Menurut Mahesa (2012), dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap minat
mahasiswa untuk menjadi seorang entrepreneur. Adapun
variabel bebas yang berpengaruh terhadap minat tersebut
adalah toleransi akan resiko berwirausaha, keberhasilan
diri, kebebasan dalam bekerja, dan perbedaan dari tiap
latar belakang pekerjaan orang tua.
Menurut Tama (2010), dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa seluruh variabel baik itu
keberhasilan diri dalam berwirausaha, toleransi akan
resiko, dan keinginan merasakan pekerjaan bebas
berpengaruh positif terhadap motivasi mahasiswa untuk
menjadi entrepreneur. Sehingga dalam penelitian tersebut
30
variabel bebas signifikan terhadap variabel terikatnya
yaitu motivasi mahasiswa untuk menjadi entrepreneur.
B. Kerangka Pemikiran
Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang
baru dan berbeda untuk menciptakan kesejahteraan
individu dan masyarakat. Saat ini, banyak generasi muda
dalam hal ini mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi
yang melakukan kegiatan wirausaha. Kegiatan
berwirausaha ini dilakukan oleh generasi muda karena
memiliki niat dari dalam diri generasi muda itu
sendiri. Niat berwirausaha itu berasal dari berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari faktor
internal maupun eksternal dari setiap generasi muda.
Faktor eksternal terdiri dari dua yaitu faktor
demografi dan kontekstual, sedangkan faktor internal
berasal dari dalam diri generasi muda tersebut.
Seberapa besar pengaruh ketiga faktor tersebut perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
31
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran
C. HIPOTESIS
1. Hipotesis 1: Diduga semua faktor-faktor sosio
demografi berpengaruh terhadap niat berwirausaha.
2. Hipotesis 2: Diduga semua faktor-faktor sikap
berpengaruh terhadap niat berwirausaha.
Faktor Sosio demografiGenderBidang StudiPekerjaan Orang tuaPengalaman berwirausaha
Faktor Sikap (attitude)Autonomy & authorityEconomic opportunity&challengeSecurity&workloadAvoid ResponsibilitySelf realization&participationSocial environmentPerceived confidence
Faktor kontekstualAcademic SupportSocial SupportEnvironmental Support
NiatBerwirausa
ha
32
3. Hipotesis 3: Diduga semua faktor-faktor kontekstual
berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha
generasi muda di DIY.
III. METODE PENELITIAN
33
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian untuk
membuat gambaran mengenai situasi atau .kejadian.
Penelitian deskriptif mencakup metode penelitian yang
lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.
Tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena-fenomena. Metode deskriptif
bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-
fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan-hubungan,
menguji hipotesa-hipotesa, memuat prediksi serta
mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin
dipecahkan (Nazir, 1999).
A. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2004), populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
34
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Berdasarkan kualitas dan ciri
tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok
individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki
satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian
ini adalah generasi muda yaitu mahasiswa ataupun
lulusan perguruan tinggi di Kabupaten Sleman.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2011), sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel merupakan bagian yang berguna bagi tujuan
penelitian populasi dan aspek-aspeknya. Data dari
Dinas Pendidikan DIY jumlah perguruan tinggi baik
negeri maupun swasta yang ada di Kabupaten Sleman
terdapat 40 perguruan tinggi. Dari 40 perguruan tinggi
tersebut diambil 5 perguruan tinggi, hal ini didasarkan
dari Arikunto (2006), bahwa populasi yang mendekati
homogen, jumlahnya kurang dari 10 maka diambil dari
35
seluruhnya untuk dijadikan sampel. Sedangkan jika
populasi lebih dari 10, maka diambil di antara 10%-15%
dari populasi.
Sementara itu responden dalam penelitian ini
dipilih dengan menggunakan teknik accidental sampling.
Dalam hal ini kriteria sampel adalah mahasiswa atau
lulusan perguruan tinggi di Kabupaten Sleman yang
memiliki atau pernah memiliki usaha di bidang
agribisnis. Jumlah responden yang ditargetkan adalah
100 orang. Hal ini diambil apabila populasi berukuran
besar dan jumlahnya tidak diketahui maka digunakan
rumus:
n = Z 2 n = 1,98 2 = 98,01dibulatkan 100 4(0,1)2 4(Moe)2
Keterangan:
n
=
Jumlah sampel
Z
=
Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam
penentuan sampel 95%
α= 5%Moe Margin Of Error, yaitu tingkat kesalahan maksimal
36
= yang dapat ditoleransi, yaitu 10%.
B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
adalah prosedur sistematik dan standar untuk memperoleh
data yang diperlukan (Nazir, 2003). Data primer yaitu
data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara dengan mahasiswa maupun lulusan perguruan
tinggi di Kabupaten Sleman yang memiliki atau pernah
memiliki usaha di bidang agribisnis. Dalam penelitian
ini, data primer diambil dengan cara wawancara.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan mahasiswa atau
alumni yang menjadi responden dengan menggunakan alat
berupa kuisioner. Data yang diambil dari teknik
wawancara ini antara lain profil responden, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap niat berwirausaha
37
(faktor sosio-demografi, faktor sikap, dan faktor
kontekstual).
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara
tidak langsung dengan cara mencatat data dari instansi
atau lembaga terkait yang berhubungan dengan
penelitian. Dalam hal ini, data sekunder yang diambil
adalah data tentang profil Kabupaten Sleman.
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah
Asumsi adalah hal-hal yang dianggap benar tanpa
dilakukan pembuktian. Asumsi pada penelitian ini adalah
pertama, agribisnis mencakup bidang pertanian,
perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Kedua, generasi
muda adalah mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi di
Kabupaten Sleman.
Pembatasan masalah pada penelitian ini responden
dibatasi pada mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi
di Kabupaten Sleman yang memiliki atau pernah memiliki
usaha di bidang agribisnis. Adapun untuk usia responden
adalah generasi muda dengan rentang 18 – 32 tahun.
38
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Niat berwirausaha: tahapan kecenderungan individu
untuk bertindak sebelum keputusan terakhir untuk
berwirausaha benar-benar dilaksanakan.
2. Faktor sosio demografi: mempelajari struktur dan
proses penduduk di suatu wilayah.
a. Gender: pembeda antara responden satu dengan
yang lain dilihat sisi seksualitasnya. Jenis
kelamin dalam penelitian ini dibedakan menjadi
dua kategori yaitu perempuan dan laki-laki.
b. Bidang studi: bidang yang diambil saat
perkuliahan. Bidang dibagi menjadi dua yaitu
bidang eksakta dan non eksakta
c. Pekerjaan Orang Tua: kedudukan (posisi) yang
memiliki persamaan kewajiban yang dimiliki oleh
orang tua responden. Pekerjaan dikategorikan
menjadi dua yaitu berwirausaha atau tidak
berwirausaha.
39
d. Pengalaman berwirausaha: sesuatu yang telah
terjadi yang telah dialami responden dalam hal
ini adalah berwirausaha dan tidak wirausaha.
3. Faktor Sikap: kondisi kesiapan mental dan moral
yang terorganisir melalui pengalaman, penggunaan
pengaruh yang terarah dan dinamis pada respon
individu ke semua obyek dan situasi yang terkait.
a. Autonomy and authority: kewenangan/kebebasan yang
dimiliki seseorang.
b. Economic opportunity and challenge: sikap yang dimiliki
responden dilihat dari peluang atau tantangan
dalam bidang ekonomi
c. Security and workload: beban kerja yang dimiliki oleh
responden
d. Avoid Responsibility: tanggungjawab yang dimiliki
seseorang
e. Self realization and participation: realisasi dan
partisipasi yang diwujudkan oleh seseorang
f. Social environment: lingkungan sosial seseorang
40
4. Faktor Kontekstual: konsep belajar yang membantu
dosen mengaitkan antara materi dan mendorong
mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari
a. Academic Support: dukungan dari lingkungan
akademik di Universitas tempat responden
memilih.
b. Social Support: dukungan dari lingkungan sosial
responden.
c. Environment Support: dukungan dari lingkungan
sekitar responden.
5. Bidang Agribisnis: setiap usaha yang berkaitan
dengan kegiatan pertanian, yang meliputi usaha
input pertanian, usaha produksi itu sendiri, usaha
pengelolaan hasil pertanian, dan atau usaha
penunjang.
6. Generasi Muda: keadaan kelompok individu itu masih
berusia muda dalam kelompok usia muda yang diwarisi
cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak
41
dini telah diwarnai oleh kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan dan kegiatan sosial.
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskripsi
Untuk menganalisis pengaruh faktor–faktor dari
sudut pandang sosio demografi terhadap niat
berwirausaha. Jenis data pada variabel sosio demografi
adalah nominal maka analisis yang digunakan adalah
analisis deskripsi.
2. Analisis Validitas dan Reabilitas
Untuk mendukung analisis regresi dilakukan uji
validitas dan uji reabilitas. Dalam penelitian ini
digunakan untuk menguji kevalidan kuisioner. Validitas
menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya.
Sementara itu, uji reabilitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan sejauh mana hasil suatu penelitian pengukur
dapat dipercaya (Azwar, 2000). Hasil pengukuran dapat
dipercaya atau reliable hanya apabila dalam beberapa kali
42
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang
sama, selama aspek yang diukur dalam dari subyek memang
belum berubah.
3. Uji Beda Mean
Uji Beda Mean adalah uji statistik yang
membandingkan mean (rata-rata) beberapa kelompok mean.
Dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis
pengaruh faktor sosio demografi terhadap niat
berwirausaha.
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi
untuk menemukan atau mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat dengan menggunakan program
komputer SPSS versi 20.
Analisis regresi adalah studi mengenai
ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih
variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi
dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata
variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen
yang diketahui. (Gujarati, 2003 dalam Ghozali 2006).
43
Regresi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat dan lebih
dari satu variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel terikat adalah niat mahasiswa untuk
berwirausaha, sedangkan yang menjadi variabel bebas
adalah sikap mahasiswa dan kontekstual. Formula dari
model regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = β1X1 + β 2X2 + β 3X3 dengan ketentuan:
Y = Variabel dependen (Niat) X1 = Independen 1 (Faktor SosioDemografi) X2 = Independen 2 (Faktor Sikap) X3 = Independen 3 (Faktor Kontekstual) β 1, 2, 3 = Koefisien regresi
Uji F atau uji koefisien regresi yang secara
bersama- sama digunakan untuk mengetahui apakah secara
bersama-sama variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap varabel dependen. Sedangkan Uji T atau uji
koefisien regresi secara parsial digunakan untuk
mengetahui apakah secara parsial variabel independen
berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap
variabel dependen.
44
BAB IV. PROFIL KABUPATEN SLEMAN
Gambar 3. Lambang Kabupaten Sleman
Moto: Sembada (Sehat, Elok, Makmur dan Merata, Bersihdan Berbudaya, Aman dan Adil, Damai dan Dinamis,
Agamis)
A. Sejarah Kabupaten Sleman
Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada
Rijksblad no. 11 Tahun 1916 tanggal 15 Mei 1916 yang
membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta dalam 3
Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang
kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai
kepala wilayahnya. Dalam Rijksblad tersebut juga
disebutkan bahwa Kabupaten Sulaiman terdiri dari 4
distrik yakni : Distrik Mlati (terdiri 5 onderdistrik dan
46 kalurahan), Distrik Klegoeng (terdiri 6 onderdistrik
dan 52 kalurahan), Distrik Joemeneng (terdiri 6
45
onderdistrik dan 58 kalurahan), Distrik Godean (terdiri 8
onderdistrik dan 55 kalurahan). Berdasarkan Perda no.12
Tahun 1998, tanggal 15 Mei tahun 1916 akhirnya
ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sleman. Menurut
Almanak, hari tersebut tepat pada Hari Senin Kliwon,
Tanggal 12 Rejeb Tahun Je 1846 Wuku Wayang.
Berdasar pada perhitungan tahun Masehi, Hari Jadi
Kabupaten Sleman ditandai dengan surya sengkala "Rasa
Manunggal Hanggatra Negara" yang memiliki sifat
bilangan Rasa= 6, Manunggal=1, Hanggatra=9, Negara=1,
sehingga terbaca tahun 1916. Sengkalan tersebut,
walaupun melambangkan tahun, memiliki makna yang jelas
bagi masyarakat Jawa, yakni dengan rasa persatuan
membentuk negara. Sedangkan dari perhitungan tahun Jawa
diperoleh candra sengkala "Anggana Catur Salira
Tunggal". Anggana=6, Catur=4, Salira=8, Tunggal=1.
Dengan demikian dari candra sengkala tersebut terbaca
tahun 1846.
Beberapa tahun kemudian Kabupaten Sleman sempat
diturunkan statusnya menjadi distrik di bawah wilayah
46
Kabupaten Yogyakarta dan baru pada tanggal 8 April
1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan penataan
kembali wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui
Jogjakarta Koorei angka 2 (dua). Penataan ini
menempatkan Sleman pada status semula, sebagai wilayah
Kabupaten dengan Kanjeng Raden T umenggung
Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah
Sleman membawahi 17 Kapenewon/Kecamatan (Son) yang
terdiri dari 258 Kalurahan (Ku). Ibu kota kabupaten
berada di wilayah utara, yang saat ini dikenal sebagai
desa Triharjo. Melalui Maklumat Pemerintah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 1948 tentang
perubahan daerah-daerah Kelurahan, maka 258 Kelurahan
di Kabupaten Sleman saling menggabungkan diri hingga
menjadi 86 kelurahan/desa. Kelurahan/Desa tersebut
membawahi 1.212 padukuhan.
47
B. Keadaan Geografis Kabupaten Sleman
Gambar 4. Peta Lokasi Kabupaten Sleman
Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara
110° 33′ 00″ dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″
dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten
Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa
48
Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon
Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi
Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota
Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung
Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta.
Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau
574,82 Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah
Istimewa Jogjakarta 3.185,80 Km2,dengan jarak terjauh
Utara – Selatan 32 Km, Timur – Barat 35 Km. Secara
administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa,
dan 1.212 Dusun. Berdasarkan karakteristik sumberdaya
yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4
wilayah, yaitu:
a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan
yang menghubungkan kota Tempel, Turi, Pakem dan
Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak
gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya
air dan ekowisata yang berorientasi pada
kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya;
49
b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan,
sebagian Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah.
Wilayah ini merupakan tempat peninggalan
purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata
budaya dan daerah lahan kering serta sumber
bahan batu putih;
c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota
Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati,
Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping.
Wilayah ini merupakan pusat pendidikan,
perdagangan dan jasa.
d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean,
Minggir, Seyegan, dan Moyudan merupakan
daerah pertanian lahan basah yang tersedia
cukup air dan sumber bahan baku kegiatan
kerajinan serta gerabah.
Berdasar jalur lintas antar daerah, kondisi wilayah
Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan yang merupakan
jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota
pelabuhan (Semarang, Surabaya, Jakarta). Jalur ini
50
melewati wilayah Kecamatan Prambanan, Kalasan, Depok,
Mlati, dan Gamping. Selain itu, wilayah Kecamatan
Depok, Mlati, dan Gamping juga dilalui jalan lingkar
yang merupakan jalan arteri primer. Untuk wilayah-
wilayah kecamatan merupakan wilayah yang cepat
berkembang, yaitu dari pertanian menjadi perdagangan
dan jasa.
Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah
Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu kota
Yogyakarta. Berdasar letak kota dan mobilitas kegiatan
masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut
:
a. Wilayah aglomerasi (perkembangan kota dalam
kawasan tertentu). Karena perkembangan kota
Yogyakarta, maka kota-kota yang berbatasan
dengan kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Depok,
Gamping serta sebagian wilayah Kecamatan Ngaglik
dan Mlati merupakan wilayah aglomerasi kota
Yogyakarta.
51
b. Wilayah sub urban (wilayah perbatasan antar desa
dan kota). Kota Kecamatan Godean, Sleman, dan
Ngaglik terletak agak jauh dari kota Yogyakarta
dan berkembang menjadi tujuan/arah kegiatan
masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya,
sehingga menjadi pusat pertumbuhan dan merupakan
wilayah sub urban.
c. Wilayah fungsi khusus/wilayah penyangga (buffer
zone). Kota Kecamatan Tempel, Pakem, dan
Prambanan merupakan kota pusat pertumbuhan bagi
wilayah sekitarnya dan merupakan pendukung dan
batas perkembangan kota ditinjau dari kota
Yogyakarta.
d. Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian
selatan datar kecuali daerah perbukitan
dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan
sebagian di Kecamatan Gamping. Makin ke utara
miring dan di bagian utara sekitar Lereng
Merapi serta terdapat sekitar 100 sumber mata
air. Hampir setengah dari luas wilayah
52
merupakan tanah pertanian yang subur dengan
didukung irigasi teknis di bagian barat dan
selatan. Topografi dapat dibedakan atas dasar
ketinggian tempat dan kemiringan lahan
(lereng).
Wilayah Kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis
basah dengan musim hujan antara bulan Nopember – April
dan musim kemarau antara bulan Mei – Oktober. Pada
tahun 2000 banyaknya hari hujan 25 hari terjadi pada
bulan Maret, namun demikian rata-rata banyaknya curah
hujan terdapat pada bulan Februari sebesar 16,2 mm
dengan banyak hari hujan 20 hari.
Adapun kelembaban nisbi udara pada tahun 2000
terendah pada bulan Agustus sebesar 74 % dan tertinggi
pada bulan Maret dan Nopember masing-masing sebesar 87
%, sedangkan suhu udara terendah sebesar 26,1 derajat
Celcius pada bulan Januari dan Nopember dan suhu udara
yang tertinggi 27,4 derajat Celcius pada bulan
September.
53
Hampir setengah dari luas wilayah merupakan tanah
pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di
bagian barat dan selatan. Keadaan jenis tanahnya
dibedakan atas sawah, tegal, pekarangan, hutan, dan
lain-lain. Perkembangan penggunaan tanah selama 5 tahun
terakhir menunjukkan jenis tanah sawah turun rata-rata
per tahun sebesar 0,96 %, tegalan naik 0,82 %,
pekarangan naik 0,31 %, dan lain-lain turun 1,57 %.
(www.slemankab.go.id)
C. Pendidikan Tinggi
Di Kabupaten Sleman berdiri lima Perguruan Tinggi
Negeri (PTN), yaitu UGM, UNY, UIN, STPN, dan AAU serta
28 unit Perguruan Tinggi Swasta (PTS). (BPS Kabupaten
Sleman, 2012). Jumlah mahasiswa yang mengikuti
pembelajaran di PTN tercatat sebanyak 74.667 orang dan
PTS sebanyak 78.354 orang. Jumlah ini terlihat menurun
bila dibandingkan tahun 2010. Mahasiswa yang terdaftar
di perguruan tinggi di Sleman ini tidak hanya berasal
dari wilayah Sleman dan wilayah-wilayah lain di
54
Propinsi DIY, tetapi juga berasal dari luar propinsi
bahkan luar pulau jawa.
Tabel 1. Statistik Pendidikan Tinggi Kabupaten Sleman,
2009-2010
Uraian2010 2011
PT Mahasiswa Dosen PT Mahasis
wa Dosen
PTN 5 74.274 3.967 5 74.667 3.944PTS 32 113.307 2.860 28 78.354 2.682
Jumlah 37 187.581 6.827 32 153.021 5.626
D. Sektor Industri dan Ketenagakerjaan
Sektor industri pengolahan merupakan salah satu
sektor unggulan di Kabupaten Sleman. Industri mikro dan
kecil banyak tersebar di wilayah Kabupaten Sleman
sebagai sumber mata pencaharian penduduk. Sementara
industri besar dan menengah membuka kesempatan bagi
tenaga kerja untuk dapat bekerja di pabrik-pabrik
seperti pabrik tekstil, garment, pemintalan benang,
lampu, produk plastik, dan produk lain.
Tabel 2. Banyaknya Perusahaan Industri Kecil, Besar,dan Menengah di Kabupaten Sleman, 2009-2011Uraian 2009 2010 2011Industri Kecil 15.012 15.289 15.448Industri Besar dan 100 107 115
55
MenengahTenaga Kerja 63.255 63.783 64.291
Industri kecil, besar, dan menengah yang berdiri di
Kabupaten Sleman diharapkan mampu menyediakan lapangan
kerja bagi masyarakat. Penyerapan tenaga kerja dari
kegiatan industri pada tahun 2011 sekitar 64.291 orang.
Tenaga kerja di sektor industri pengolahan adalah
pekerja dengan keahlian tertentu sehingga pendidikan
dan atau keterampilan menjadi kunci untuk mendapatkan
kesempatan bekerja di sektor ini.
Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
tahun 2011 dan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
usia kerja di Kabupaten Sleman mencapai 862.547 orang.
Sebanyak 593.046 orang merupakan angkatan kerja, dengan
rincian 561.894 orang bekerja dan sisanya menganggur
atau mencari pekerjaan.
Adanya orang yang menganggur adalah akibat sebagian
angkatan kerja yang tersedia tidak semuanya dapat
terserap oleh lapangan kerja yang ada. Pengangguran ini
akan menjadi beban khususnya bagi mereka yang bekerja.
56
Di Kabupaten Sleman, sebanyak 31.152 orang menganggur
atau mencari pekerjaan sehingga tingkat pengangguran
terbuka mencapai 5,25 %.
Dari penduduk yang bekerja, sebagian besar bekerja
di sektor perdagangan, hotel, dan restoran (27,85%),
sektor jasa-jasa (24,70%), sektor pertanian (16,54%),
dan sektor industri pengolahan (12,76%). Sementara
sektor lainnya sekitar 18,15%.
Jika dilihat dari status bekerja, sebagian besar
penduduk Sleman berstatus sebagai
buruh/karyawan/pegawai yaitu sekitar 51,48%. Status
buruh/karyawan/pegawai merupakan status bekerja yang
dipandang mempunyai resiko paling kecil. Berbeda ketika
seseorang adalah pengusaha yang berusaha dengan dibantu
buruh tetap. Dalam kelompok ini, pengusaha harus siap
menanggung resiko merugi. Persentase jumlah penduduk
berusaha dengan buruh tetap terlihat relatif kecil
yaitu sekitar 5,46%.
Tabel 3. Persentase Penduduk Bekerja menurut LapanganUsaha dan Status Bekerja di Kabupaten Sleman
Uraian 2009 2010 2011
57
Menurut Lapangan UsahaPertanian 20,36 22,23 16,54Industri Pengolahan,Perdagangan, Hotel, danRestoran
13,4 14,59 12,76
Jasa-jasa 26,13 24,13 24,70Lainnya 16,55 13,64 18,15
Status BekerjaBerusaha sendiri 12,73 10,07 12,42Berusaha dengan buruhtidak tetap
16,96 20,6 12,49
Berusaha dengan buruhtetap
3,81 6,01 5,46
Buruh/karyawan/pegawai 57,55 49,49 51,48Pekerja tidak dibayar 8,95 13,82 8,74
58
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT BERWIRAUSAHA DIBIDANG AGRIBISNIS
Dalam penelitian ini disebarkan sejumlah 100
kuesioner, dengan 5 perguruan tinggi besar di Kabupaten
Sleman menjadi sampel. Perguruan Tinggi tersebut antara
lain UNY, UGM, UIN, UII, dan UPN dengan masing-masing
perguruan tinggi diambil kurang lebih 20 responden.
Adapun gambaran umum dari 100 responden yang diteliti
adalah sebagai berikut: sebanyak 58 responden (58%)
adalah laki-laki dan sisanya 42 responden (42%) adalah
perempuan. Sebagian besar responden berusia antara 18-
22 tahun (53%), 23-27 tahun (38%), dan 28-32 tahun
(11%). Lebih banyak mahasiswa ataupun alumni berasal
dari bidang studi non eksakta yaitu sebesar 54% dan
sisanya 46% responden adalah mahasiswa ataupun alumni
yang berasal dari bidang studi eksakta.
Selanjutnya, dilihat dari pekerjaan orangtua,
sebanyak 45 responden (45%) memiliki orang tua yang
berwirausaha, lebih sedikit dari jumlah responden yang
memiliki orang tua yang tidak memiliki latar belakang
59
pekerjaan sebagai wirausaha, yaitu sebesar 55%. Untuk
pengalaman berwirausaha, jenis kegiatan kewirausahaan
di bidang agribisnis yang dilakukan responden adalah
sebagai berikut: bisnis kuliner, bisnis online shop,
bisnis jasa hidroponik, bisnis konsultan pertanian, dan
bisnis pemasaran hasil pertanian. Hal ini menunjukkan
responden yang berwirausaha di bidang agribisnis paling
banyak pada subsistem hilir dan jasa penunjang.
.
Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Faktor-
faktor Sikap
Variabel Validity(r)
CronbachAlfa
Autonomy and Authority (Kewenangan dan Kebebasan yang Dimiliki)Memiliki kuasa untuk membuat keputusan 0.366 0,65
8Memiliki kekuasaan/ otoritas 0,462
Memiliki kemampuan memilih pekerjaan saya sendiri
0,572
Menginginkan menjadi Bos bagi diri saya sendiri 0,302
Menginginkan pekerjaan yang Mandiri (Independence) 0,430
60
Menginginkan pekerjaan yang memiliki kebebasan (Freedom)
0,396
Economic opportunity and challenge (Sikap yang Dimiliki Dilihat dari Tantangan/Peluang Ekonomi)Menginginkan pekerjaan yang menantang 0,349
0,621
Menginginkan pekerjaan yang menarik 0,484
Menginginkan pekerjaan yang memotivasi 0,425
Mengharapkan kompensasi berdasarkan pada prestasi
0,497
Mengharapkan penghasilan yang besar 0,392
Memilih pekerjaan yang memiliki peluang ekonomis 0,304
Memilih pekerjaan yang dapat merealisasikan kemampuan diri
0,328
Security and Work load (Beban Kerja yang Dimiliki)
Menginginkan pekerjaan yang stabil 0,371
0,770
Menginginkan pekerjaan yang aman 0,591
Memilih pekerjaan yang jam kerjanya pasti 0,783
Menginginkan pekerjaan yang tidak kerja lembur 0,473
Menginginkan pekerjaan yang tidak menyebabkan stress
0,514
Avoid Responsibility (Tanggungjawab yang Dimiliki)
Menginginkan pekerjaan dengan tanggungjawab yangtidak terlalu besar
0,739
0,840
Menginginkan pekerjaan yang tidak kompleks 0,646
Menginginkan pekerjaan yang tidak menuntut komitmen
0,735
Self realization and participation (Realisasi dan Partisipasi yang Ditunjukkan)Berkeinginan menciptakan sesuatu 0,373 0,69
3Menginginkan pekerjaan yang dapat memanfaatkan daya kreativitas
0,444
Menyukai pekerjaan yang terstuktur dan teratur 0,381
61
Menyukai pekerjaan dengan keterlibatan dalam keseluruhan proses kegiatan
0,462
Social Environment and Career (Lingkungan Sosial dan Pekerjaan)Suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial dankeagamaan
0,462
0,670
Menjadi anggota / fungsionaris organisasi kemahasiswaan
0,301
Memiliki keyakinan mencapai kemajuan dalam karirkelak
0,466
Memiliki keyakinan akan memperoleh promosi dalamkarir kelak
0,342
Perceived confidence (Kepercayaan Diri untuk Wirausaha)Percaya akan sukses jika berwirausaha (memulai bisnis sendiri)
0,774
0,905
Memiliki kemampuan (kapabilitas) yang dipersyaratkan untuk sukses sebagai wirausaha
0,816
Memiliki ketrampilan (skill) untuk sukses sebagai wirausaha
0,846
Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Faktor-faktor Kontekstual
Variabel Validity(r)
CronbachAlfa
Dukungan Akademik1. Saya tahu beberapa orang di kampus saya
yang sukses berwirausaha (memulai usaha mereka sendiri)
2.Di kampus saya, orang secara aktif didorong untuk mengeluarkan ide-ide sendiri
3.Di kampus saya, saya bertemu dengan banyakorang yang memiliki ide bagus untuk memulai usaha baru (berwirausaha)
4.Dikampus saya, tersedia dukungan insfrastruktur yang baik untuk praktek pendirian usaha baru di tempat
0,522
0,644
0,655
0,528
0,777
Social Support (Dukungan Sosial)1. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah
lulus sarjana, keluarga terdekat saya akanmenganggap keputusan saya tepat.
2. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah lulus sarjana, teman-teman terdekat saya akan menganggap keputusan saya tepat.
3. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah
0,801
0,787
0,847
0,901
62
lulus sarjana, orang-orang yang penting bagi saya akan menganggap keputusan saya tepat
Environment Factor Support (Dukungan dari Lingkungan)1. Sulit untuk saya memulai usaha sendiri
karena kurangnya dukungan financial.2. Sulit untuk saya memulai usaha sendiri
karena prosedur administrasi yang rumit.3. Sulit bagi saya untuk mendapatkan
informasi yang cukup tentang bagaimana memulai usaha.
4. Kondisi/iklim ekonomi saat ini tidak menguntungkan bagi orang yang ingin berwirausaha.
0,674
0,756
0,741
0,627
0,854
Entrepreneurial Intention (Niat Wirausaha)1. Saya akan memilih karir sebagai
wirausahawan setelah lulus nanti2. Saya lebih suka menjadi wirausahawan dalam
usaha saya sendiri daripada menjadi karyawan suatu perusahaan/organisasi
3. Saya memperkirakan dapat memulai usaha saya sendiri (berwirausaha) dalam 1-3 tahun kedepan
0,752
0,648
0,634
0,821
Hasil uji validitas dengan menggunakan pendekatan
korelasi item-total dikoreksi (corrected item-total
correlation) menunjukkan semua item yang digunakan dalam
penelitian ini valid, yang ditunjukkan dengan nilai r
kritis lebih atau sama dengan 0,30 dengan demikian,
maka semua item dari indikator empirik dapat digunakan
dalam pengolahan data selanjutnya. Hasil uji reabilitas
didasarkan pada nilai Alpha Cronbach (α), menunjukkan
63
semua variabel yang diteliti memenuhi unsur reabilitas
dengan Alpha Cronbach (α) lebih besar dari 0,60.
1) Faktor Sosio Demografi dengan Niat Berwirausaha
Untuk menganalisis pengaruh faktor sosio demografi
terhadap niat berwirausaha digunakan uji statistik beda
mean dan hasilnya dipaparkan dalam tabel:
Tabel 6. Hasil Uji Statistik Beda Mean Faktor SosioDemografi dengan Niat Wirausaha
Variabel Rata-RataNiat
Wirausaha
Signifikansi
Kesimpulan
Jenis Kelamin 1. Laki-laki2. Perempuan
4,224,00
0,110 TidakSignifikan
Pekerjaan Orangtua1. Tidak berwirausaha2. Berwirausaha
4,104,15
0,001 Signifikan99%
Pengalaman Berwirausaha1. Tidak Pernah2. Pernah
3,864,20
0,003 Signifikan99%
Bidang Studi1. Non eksakta2. Eksata
4,124,13
0,766 TidakSignifikan
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji
beda mean memperlihatkan bahwa faktor jenis kelamin dan
bidang studi mahasiswa tidak berhubungan signifikan
dengan niat kewirausahaan mahasiswa baik pada tingkat
signifikansi 5% maupun 10%.
64
Studi mengenai niat kewirausahaan mahasiswa masih
terbuka luas untuk dielaborasi dalam berbagai konteks.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan antara niat kewirausahaan generasi muda
baik laki-laki maupun perempuan di wilayah Kabupaten
Sleman. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa calon
wirausaha muda terdidik tidak dibatasi oleh jenis
kelamin. Data pelengkap yang diperoleh dalam penelitian
ini menunjukkan sebagian besar responden mahasiswi
telah menjalankan praktek berwirausaha sambil berkuliah
dalam bentuk usaha kuliner/makanan, menjual kosmetik
berbahan alami hasil pertanian, maupun berjualan secara
online dan terdapat kesan mahasiswi lebih luwes dalam
berwirausaha sambil kuliah ketimbang para mahasiswa.
Sejalan dengan jenis kelamin, dalam penelitian ini
tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan bidang
studi terhadap niat kewirausahaan mahasiswa dengan
tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara
niat kewirausahaan generasi muda dari fakultas eksakta
dengan generasi muda fakultas non eksakta. Data
65
statistik deskriptif memperlihatkan nilai rata-rata
niat kewirausahaan yang relatif tinggi baik pada
mahasiswa fakultas eksakta maupun non eksakta yang
memberi indikasi adanya keinginan berwirausaha yang
tinggi setelah lulus sarjana nanti. Gencarnya dorongan
pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
menghidupkan semangat kewirausahaan di kalangan
mahasiswa dan perguruan tinggi melalui berbagai program
hibah bersaing, program Co-op dan program kreativitas
mahasiswa kewirausahaan yang terbuka bagi mahasiswa
dari seluruh fakultas/program studi, diduga menjadi
salah satu faktor yang meningkatkan niat kewirausahaan
mahasiswa secara umum.
Hal yang berbeda diperlihatkan oleh variabel latar
belakang pekerjaan orangtua dan pengalaman berwirausaha
yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada
tingkat kepercayaan 1%. Mahasiswa maupun alumni yang
memiliki orangtua yang berwirausaha memiliki niat
kewirausahaan yang lebih tinggi daripada mahasiswa
ataupun alumni yang orangtuanya tidak berwirausaha.
66
Demikian juga, mahasiswa yang memiliki pengalaman
berwirausaha memiliki niat kewirausahaan yang lebih
tinggi dari mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman
berwirausaha sebelumnya.
Faktor pekerjaan orangtua merupakan faktor yang
menarik untuk diteliti di Indonesia. Beberapa sumber
menggugat bahwa rendahnya minat dan pertumbuhan
wirausahawan muda di Indonesia disinyalir antara lain
disebabkan oleh minimnya contoh dan dorongan lingkungan
keluarga kepada sang anak. Masih banyak orangtua yang
bekerja sebagai pegawai juga mengharapkan anaknya
bekerja sebagai pegawai yang dinilai memiliki risiko
lebih kecil dibandingkan menjadi pengusaha. Menurut
Herdiman (2008), keluarga menjadi lingkungan pertama
yang dapat menumbuhkan mental kewirausahaan anak.
Pentingnya peranan keluarga dalam mendorong minat anak
dalam berwirausaha diakui sebagian besar responden
dalam penelitian yang dilakukan terhadap para mahasiswa
peminat berwirausaha di Bandung (Isdianto dkk., 2005).
Orangtua yang berprofesi sebagai wirausaha diyakini
67
dapat menjadi panutan (entrepreneurial role model) yang akan
membentuk minat anak untuk berwirausaha di masa depan
(Dunn & Holtz-Eakin, 2000; Galloway et al., 2006).
Penelitian ini mendukung berbagai temuan studi
dengan diterimanya hipotesis bahwa mahasiswa yang
memiliki orangtua dengan latar belakang pekerjaan
wirausaha memiliki memiliki niat kewirausahaan yang
lebih tinggi. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan
yang signifikan niat kewirausahaan dari mahasiswa yang
memiliki orangtua wirausaha dengan mahasiswa yang
orangtuanya bukan wirausahawan, yang mana mahasiswa
yang memiliki orangtua wirausaha memiliki niat
kewirausahaan yang lebih tinggi.
Pengalaman kerja selalu dipercayai sebagai guru
yang baik yang dapat membekali seseorang dengan hal-hal
kongkrit sesuai dengan kondisi nyata kehidupan sehari-
hari. Dengan cara berpikir yang sama, diduga bahwa
generasi muda yang memiliki pengalaman kongkrit
berwirausaha (usaha sendiri atau ikut orangtua)
68
cenderung akan memiliki motivasi yang lebih kuat untuk
berwirausaha setelah lulus sarjana nanti.
Dengan demikian, maka hipotesis yang menyatakan
bahwa faktor jenis kelamin dan faktor bidang studi
berpengaruh terhadap niat kewirausahaan mahasiswa tidak
terdukung dalam penelitian ini. Sebaliknya hipotesis
tentang adanya pengaruh latar belakang pekerjaan
orangtua dan pengalaman berwirausaha mahasiswa terhadap
niat kewirausahaan terbukti dalam penelitian ini.
2) Faktor Sikap dengan Niat Berwirausaha
Untuk menguji hipotesis tentang adanya pengaruh
faktor-faktor sikap terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa digunakan teknik analisis regresi linier
berganda dengan mengggunakan software SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 20.00.
Tabel 7. Hasil Uji Regresi Faktor Sikap dengan NiatWirausahaVariabel Independen Hipotesi
st hitung
Sig.
Autonomy and AuthorityEconomic Opportunity and ChallengeSecurity and Work LoadAvoid ResponsibilitySelf Realization and Participation
H2.1H2.2H2.3H2.4H2.5
4,3092,2590,3981,6342,658
0,000*0,001*0,691
69
Social Environment and CareerPerceived Confidence
H2.6H2.7
0,2633,309
0,1060,001*0,7930,000*
RAdj. R SquareF HitungSig. F
0,7040,45712,8930,000
Hasil analisis regresi memperlihatkan sejumlah
unsur dari variabel sikap, yaitu authority dan autonomy,
economic opportunity, self realization dan perceived confidence
sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan, terdukung
dalam penelitian ini. Keempat elemen sikap tersebut
terbukti berpengaruh secara positif terhadap niat
kewirausahaan mahasiswa dengan tingkat signifikansi 1%.
Dari keempat elemen sikap tersebut, authority and autonomy,
dan perceived confidence merupakan dua elemen yang memiliki
pengaruh yang cukup kuat terhadap niat kewirausahaan.
Ini berarti peningkatan niat kewirausahaan generasi
muda dapat dilakukan dengan meningkatkan keyakinan diri
mereka melalui penguasaan keterampilan berwirausaha dan
juga memberikan kebebasan penuh pada generasi muda
70
untuk menentukan pilihan karir mereka sendiri di masa
depan sesuai keinginan mereka.
Penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang
signifikan dari unsur security and work load, avoid responsibility,
dan social environment and carrier terhadap niat berwirausaha
pada generasi muda. Di sisi lain, berkaitan dengan
faktor sikap, penelitian ini tidak menemukan adanya
pengaruh yang signifikan dari unsur avoid responsibility, dan
social environment and carrier terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa, yang mana kedua unsur tersebut
dihipotesiskan ber-pengaruh secara negatif terhadap
niat kewirausahaan.Walaupun hanya 4 dari 7 elemen sikap
yang diteliti menunjukkan pengaruh yang signifikan
namun hasil uji F menunjukkan hasil yang signifikan
dengan nilai R2 = 0.457 yang berarti sekitar 45% dari
model penelitian ini dijelaskan oleh variabel variabel
yang diteliti.
3) Faktor Kontekstual dengan Niat Berwirausaha
71
Tabel 8. Hasil Uji Regresi Faktor Kontekstual dengan Niat WirausahaVariabel Independen Hipote
sist hitung
Sig.
Dukungan AkademikDukungan SosialDukungan Lingkungan
H3.1H3.2H3.3
2,1194,6343,271
0,0370,0000,001
RAdj. R SquareF HitungSig. F
0,5910,32917,1450,000
Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis
regresi memperlihatkan semua hipotesis berkaitan dengan
pengaruh faktor kontekstual terhadap niat kewirausahaan
generasi muda terdukung dalam penelitian ini. Hasil uji
statistik menemukan adanya pengaruh yang positif dan
signifikan antara variabel dukungan akademik, sosial,
maupun lingkungan dengan niat kewirausahaan generasi
muda di Kabupaten Sleman. Hasil uji F menunjukkan hasil
yang signifikan dengan nilai R2 = 0.329 yang berarti
hanya sekitar 33% dari model penelitian ini dijelaskan
oleh variabel variabel yang diteliti. Faktor
kontekstual dalam model penelitian ini berkaitan dengan
dukungan akademik (academic support), dan dukungan sosial
(social support) terhadap niat kewirausahaan mahasiswa
72
terdukung dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem
pembelajaran kewirausahaan yang dapat memotivasi
munculnya ide-ide kreatif, penyediaan infrastruktur
untuk berlatih kewirausahaan di kampus serta adanya
contoh kesuksesan berwirausaha di lingkungan kampus
dapat meningkatkan niat kewirausahaan generasi muda.
Demikian juga, dorongan dari unsur-unsur lingkungan
sosial seperti motivasi dari teman dekat, orang-orang
yang dianggap penting serta keluarga ternyata terbukti
berpengaruh secara positif terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mendorong timbulnya
niat mahasiswa untuk berwirausaha setelah lulus sarjana
nanti, perlu mendapat dukungan dari pihak keluarga dan
teman-teman terdekat. Lingkungan dunia usaha dalam
penelitian ini tidak terbukti berpengaruh terhadap niat
kewirausahaan mahasiswa. Hal ini dapat menjadi indikasi
adanya keraguan para mahasiswa terhadap dukungan
kondisi lingkungan usaha di Indonesia terhadap kegiatan
dunia usaha.
73
Rendahnya nilai R2 diduga disebabkan ditolaknya
tiga buah hipotesis penelitian dalam model ini. Di mana
R2 menunjukkan koefisien determinasi yaitu persentase
pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Artinya, persentase sumbangan pengaruh faktor
sikap sebesar 45% dan faktor kontekstual sebesar 33%
terhadap niat berwirausaha. Sisanya dipengaruhi
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
Hal ini berbeda jika kedua faktor tersebut dimasukkan
dalam satu uji.
Tabel 9. Hasil Uji Regresi Faktor Sikap dan Konstektual
dengan Niat Wirausaha
Model R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error of theEstimate
1 .922(a) .850 .735 .41940
a Predictors: (Constant), Environment Factor Support 4, Social Enviroment and Career 4, AcademicSupport 4, Autonomy and Authority 4, Security and Workload 3, Economic opportunity andchallenge 3, Economic opportunity and challenge 6, Social Enviroment and Career 2, Autonomyand Authority 1, Economic opportunity and challenge 7, Economic opportunity and challenge 1,Self Realization and Participation 2, Avoid Responsibility 3, Social Enviroment and Career 1, SelfRealization and Participation 1, Academic Support 1, Autonomy and Authority 2, Social Support 1,Environment Factor Support 1, Economic opportunity and challenge 4, Self Realization andParticipation 4, Perceived Confidence 1, Social Enviroment and Career 3, Academic Support 3,Security and Workload 5, Autonomy and Authority 5, Environment Factor Support 2, Security andWorkload 2, Autonomy and Authority 3, Economic opportunity and challenge 2, Economicopportunity and challenge 5, Security and Workload 4, Self Realization and Participation 3,Academic Support 2, Autonomy and Authority 6, Avoid Responsibility 1, Security and Workload 1,Perceived Confidence 2, Environment Factor Support 3, Social Support 3, Social Support 2, AvoidResponsibility 2, Perceived Confidence 3
Dalam hasil analisis regresi untuk faktor sikap dan
74
konstektual terhadap niat wirausaha, R2 meningkat
menjadi 85%. Hal ini menunjukkan keterikatan variabel
yang satu dengan yang lainnya sangat berpengaruh.
Berbeda jika hasil analisis hanya melibatkan satu
faktor nilai R2 menjadi kecil (di bawah 50%).
Adapun 15% variabel yang berpengaruh terhadap niat
generasi muda berwirausaha di bidang agribisnis dalam
penelitian ini dapat dimungkinkan dari faktor sosio
demografi yaitu pengalaman berwirausaha dan latar
belakang pekerjaan orangtua. Senada dengan penelitian
sebelumnya faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa
berwirausaha adalah toleransi akan resiko berwirausaha,
keberhasilan diri, kebebasan dalam bekerja, dan
perbedaan dari tiap latar belakang pekerjaan orang tua
(Mahesa, 2012).
75
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada data-data yang diperoleh di
lapangan baik itu data sekunder maupun data primer
serta berdasarkan pada pembahasan yang dilakukan pada
bab sebelumnya ada beberapa hal yang dapat disimpulkan.
Kesimpulan ini nantinya dapat dijadikan dasar
pertimbangan penting dalam memajukan kegiatan wirausaha
di bidang agribisnis di Kabupaten Sleman pada
khususnya.
1. Faktor Sosio Demografi yang berpengaruh terhadap
niat generasi muda berwirausaha di bidang
agribisnis Kabupaten Sleman adalah pekerjaan orang
tua dan pengalaman berwirausaha. Jenis kelamin dan
bidang studi generasi muda tidak berpengaruh
terhadap niat berwirausaha di bidang agribisnis
Kabupaten Sleman.
2. Autonomy and Authority (Kewenangan dan Kebebasan yang
Dimiliki), Economic Opportunity and Challenge (Sikap yang
76
Dimiliki Dilihat dari Tantangan/Peluang Ekonomi),
Self Realization and Participation (Realisasi dan Partisipasi
yang Ditunjukkan), dan Perceived Confidence (Kepercayaan
Diri untuk Wirausaha) adalah faktor-faktor sikap
yang berpengaruh terhadap niat generasi muda
berwirausaha di bidang Agribisnis Kabupaten Sleman.
Sedangkan, Security and Work load (Beban Kerja yang
Dimiliki), Avoid Responsibility (Tanggungjawab yang
Dimiliki), dan Social Environment and Career (Lingkungan
Sosial dan Pekerjaan) adalah faktor dari sikap yang
tidak berpengaruh.
3. Faktor kontekstual dalam model penelitian ini
berkaitan dengan dukungan akademik (academic support)
dan dukungan sosial (social support) terhadap niat
kewirausahaan mahasiswa terdukung dalam penelitian
ini. Sedangkan, lingkungan dunia usaha (Environment
Factor Support) tidak mendukung atau tidak berpengaruh
terhadap niat berwirausaha.
B. Saran
Berdasar pada kesimpulan di atas, penulis ingin