Post on 30-Jan-2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini masih banyak masyarakat yang menderita
penyakit periodontal, hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan masyarakat mengenai penyakit
periodontal, pentingnya pencegahan dan perawatan
penyakit periodontal.
Penyakit periodontal pada dasarnya merupakan
kelompok infeksi rongga mulut yang memiliki faktor
etiologi utama berupa plak gigi. Penyakit
periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan
periodontal, adanya kerusakan ligamentum periodontal
dan tulang alveolar, yang ditandai dengan migrasi
epitel junction ke arah apikal, kehilangan
perlekatan dan puncak tulang alveolar. Penyakit
1
periodontal merupakan penyakit kronis yang diawali
dengan adanya gingivitis, penyebaran penyakit ke
arah jaringan di bawahnya menyebabkan resorbsinya
jaringan tulang alveolar dan terbentuknya poket.
Plak bakteri adalah penyebab utama penyakit
periodontal, tetapi bukan satu-satunya penyebab bagi
semua penyakit periodontal.1
2
Menurut data yang diperoleh dari survey
kesehatan rumah tangga (SSKRT, 2001). 60% penduduk
Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut, dan
salah satunya adalah penyakit periodontal, sebesar
87,84% pada penduduk desa dan kota di Indonesia.
Peningkatan prevalensi ini terjadi seiring
meningkatnya usia dan gejala yang sering dijumpai
pada seluruh populasi.2
Berdasarkan pengamatan peneliti di bagian
Periodontologi, Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)
Unhas Kandea didapatkan bahwa pasien periodontitis
yang melakukan perawatan non-bedah tidak melakukan
kontrol kembali setelah dilakukan perawatan sehingga
tidak dapat mengevaluasi keadaan jaringan
periodontal pasca perawatan. Pasien menganggap
bahwa dengan selesainya perawatan non-bedah yang
dilakukan tidak perlu lagi kunjungan setelah
perawatan untuk mengevaluasi keadaan jaringan
periodontal yang telah dirawat.
3
Pasien periodontitis tidak melakukan kunjungan
kembali setelah perawatan dilakukan disebabkan
karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pentingnya pemeriksaan lebih lanjut setelah
dilakukan perawatan periodontal untuk mengetahui
apakah keadaan periodontal yang telah dirawat
semakin membaik atau malah sebaliknya.
Penelitian ini dilakukan pada bagian
Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)
Kandea, karena cukup banyaknya pasien yang datang
untuk melakukan perawatan jaringan periodontal.
Melalui peneltian ini diharapkan dapat diketahui
bagaimana keadaan jaringan periodontal pasien pasca
perawatan periodontal non-bedah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
4
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan di atas maka dirumuskan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana keadaan jaringan periodontal pasien
setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan periodontal
non-bedah (SRP) di bagian Periodontologi Rumah Sakit
Gigi dan Mulut (RSGM) Kandea Unhas?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keadaan jaringan periodontal pasca perawatan
periodontal non-bedah (SRP) di bagian Periodontologi
Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Kandea Unhas.
1.4 HIPOTESA
Perbaikan kondisi jaringan periodontal pada
pasien periodontitis setelah perawatan non-bedah
(Skeling dan Root planing).
5
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yaitu:
1. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
keadaan periodontal pada pasien pasca perawatan
periodontal non-bedah (SRP) di bagian
Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)
Kandea Unhas.
2. Dapat mengetahui seberapa banyak masyarakat yang
tidak sadar ataupun yang kurang pengetahuan
mengenai penyakit periodontal. Akhirnya berdampak
bagi diri masyarakat itu sendiri, kondisi ini
akan menjadi bahan pertimbangan untuk perencanaan
penyuluhan terutama mengenai kesehatan
periodontal.
3. Dapat memberikan masukan sebagai bahan
pembelajaran dan bahan dalam merancang program
pencegahan penyakit periodontal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 JARINGAN PERIODONTAL NORMAL
Pengetahuan mengenai morfologi normal dan struktur
biologis dari jaringan periodontal merupakan suatu
persyaratan untuk mengerti perubahan patologis di
dalam jaringan ini.2
Periodontium mempunyai 4 komponen, yaitu; gingiva,
tulang alveolar, ligamentum periodontal, dan sementum.
Pengetahuan tentang jaringan periodontal dalam keadaan
sehat penting untuk mengenal perjalanan penyakit ini.1
2.1.1 Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut
yang mengelilingi gigi dan menutupi tulang
(ridge) alveolar. Gingiva juga merupakan bagian
dari apparatus pendukung gigi, periodontium,
yang membentuk hubungan dengan gigi, gingiva
8
Sumber: Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2002. Page 36
Gingiva secara anatomi dibedakan menjadi tiga
bagian, yaitu:1
a. Marginal Gingiva
Marginal gingiva atau unattached gingiva adalah
tepi dari gingiva yang mengelilingi gigi
seperti kerah baju. Pada sekitar 50% dari
kasus, marginal gingiva dibatasi dengan suatu
lekukan yang dangkal dari attached gingiva
yang berdekatan, yang biasanya disebut free
gingiva groove. Biasanya lebarnya sekitar 1 mm,
10
membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus
gingiva.1
b. Sulkus Gingiva
Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau
ruang di sekitar gigi yang dibatasi oleh
permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan
epitel dari free margin gingiva di sisi lain.
Sulkus gingiva berbentuk V dan dapat diukur
dengan probe sonde (probe periodontal) yang
dimasukkan ke dalamnya. Penentuan klinis
kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter
diagnostik yang penting. Pada kondisi yang
benar-benar normal atau kondisi ideal,
kedalaman sulkus gingiva adalah sekitar nol.1
Pada gingiva yang secara klinis sehat pada
manusia terdapat sulkus dengan kedalaman
tertentu. Kedalaman sulkus ini dilaporkan
1,8 mm, dengan variasi dari 0,69 mm.
Kedalaman probing pada sulkus gingiva yang
11
normal secara klinis pada manusia adalah 2-3
mm.1
c. Attached Gingiva
Attached gingiva tidak terpisah dengan
marginal gingiva. Attached gingiva keras,
kenyal, dan mengelilingi periosteum tulang
alveolar dengan kuat. Gingiva itu relatif
longgar dan bergerak. Lebar attached gingiva
bervariasi pada daerah yang berbeda dalam
rongga mulut, dan berkisar antara kurang
dari 1 mm sampai 9 mm. Lebar attached gingiva
meningkat seiring dengan usia dan pada gigi
supra erupsi.1
d. Interdental Gingiva
Interdental gingiva menempati embrassur
gingiva yang berupa ruang kosong di daerah
kontak gigi. Interdental gingiva terdiri dari
dua papilla, satu di fasial, dan lainnya di
lingual. Interdental gingiva dapat berbentuk
piramidal atau berbentuk col.1
12
Bentuk gingiva dalam ruang interdental
bergantung pada titik kontak di antara dua
gigi yang berdampingan dengan ada atau tidak
adanya beberapa keadaan resesi.1
Gambaran klinis gingiva normal:1
a. Warna
Secara umum warna attached gingiva dan
marginal gingiva adalah warna merah muda
yang dipengaruhi oleh vaskularisasi. Warna
bervariasi pada setiap orang yang
berhubungan dengan pigmentasi kulit.
Mukosa alveolar berwarna merah lembut dan
lebih terang.1
b. Ukuran
Ukuran gingiva berhubungan dengan jumlah
seluler, intraseluler dan suplai vaskular.
Perubahan ukuran biasanya merupakan
gambaran umum dari penyakit gingiva.1
c. Kontur
13
Kontur atau bentuk gingiva bervariasi
tergantung pada bentuk gigi serta
kesejajarannya pada lengkung gigi, lokasi,
dan bentuk daerah kontak proksimal dan
luas embrassur gingiva sebelah fasial dan
lingual. Marginal gingiva mengelilingi
gigi seperti kerah baju. Bentuk
interdental gingiva ditentukan oleh bentuk
permukaan proksimal gigi, lokasi, bentuk
daerah kontak, dan luas embrasur gingiva.1
d. Konsistensi
Konsistensi gingiva keras, kenyal, dan
mengelilingi tulang dengan kuat. Susunan
lamina propria secara alami dan
hubungannya dengan mukoperiosteum tulang
alveolar menentukan kerasnya attached
gingiva. Serat gingiva menentukan
kekerasan marginal gingiva.1
e. Tekstur permukaan
14
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti
kulit jeruk yang disebut stippling. Attached
gingiva memiliki stippling tetapi marginal
gingiva tidak. Bagian tengah interdental
papilla biasanya ber-stippling. Stippling
bervariasi pada setiap orang pada daerah
yang berbeda dalam rongga mulut yang sama.
Stippling bervariasi sesuai umur. Stippling
adalah gambaran gingiva sehat, pengurangan
atau hilangnya stippling umumnya merupakan
tanda dari penyakit gingiva, ketika
gingiva telah dirawat maka stippling muncul
kembali.1
f. Keratinisasi
Epitel yang menutupi permukaan luar
marginal gingiva dan attached gingiva
mengalami keratinisasi atau
parakeratinisasi. Lapisan pada permukaan
dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan
diganti dengan sel dari lapisan granular
15
di bawahnya. Keratinisasi dianggap sebagai
adaptasi pertahanan yang meningkat ketika
gingiva dirangsang pada saat penyikatan
gigi. Keratinisasi mukosa pada daerah yang
berbeda bervariasi. Daerah yang paling
banyak mengalami keratinisasi adalah
palatum, gingiva, lidah, dan pipi.1
g. Pertahanan epitel gingiva
Epitel mulut terus mengalami pembaharuan.
Ketebalan dipertahankan dengan
keseimbangan antara pembentukan sel baru
yang terletak pada lapisan basal dan
spinosa dengan pelepasan sel yang sudah
tua pada permukaan. Mitosis pada epitel
gingiva terkeratinisasi lebih tinggi
dibanding yang tidak mengalami
keratinisasi dan meningkat pada waktu
terjadinya gingivitis, tanpa dipengaruhi
perbedaan jenis kelamin.1
h. Posisi
16
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan
marginal gingiva menyentuh gigi. Ketika
gigi erupsi, tepi dan sulkus gingiva
berada di puncak mahkota, ketika erupsi
berlanjut tepi dan sulkus gingiva terlihat
lebih dekat ke arah apikal.1
i. Proses erupsi gigi
Menurut konsep erupsi oleh Gottlieb,
erupsi tidak berhenti pada saat gigi
bertemu antagonisnya tetapi berlanjut
sepanjang hidup. Proses ini terdiri dari
fase aktif dan fase pasif. Erupsi aktif
adalah perjalanan gigi dalam arah bidang
oklusal dan erupsi pasif adalah pembukaan
gigi dengan pemisahan epitel junctional dari
email dan migrasi ke arah sementum.1
2.1.2 Ligamentum Periodontal
Ligamentum periodontal adalah suatu
jaringan konektif yang mengelilingi akar gigi
dan menghubungkannya dengan tulang. Ligamentum
17
periodontal terus menerus berhubungan dengan
jaringan konektif gingiva dan berhubungan
dengan marrow space melalui saluran vaskular di
dalam tulang.1
Ligamen mengandung jaringan pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan kumpulan serabut
saraf. Komponen seluler dari ligamentum
periodontal meliputi fibroblas, sementoblas,
osteoblas, dan ephitelial cell rest.3
2.1.3 Sementum
Sementum adalah jaringan mesenkim
avaskuler yang terkalsifikasi yang membentuk
penutup luar akar anatomis. Dua jenis utama
sementum, yaitu sementum aseluler (primer), dan
seluler (sekunder). Keduanya terdiri dari
matriks interfibrilar yang terkalsifikasi dan
fibril kolagen.1
Sementum aseluler jelas, berstruktur, dan
dibentuk oleh sementoblas yang tidak tertanam
seperti yang terjadi ketika tipe seluler
18
terbentuk. Serat kolagen menjadi tertanam di
sementum yang dikenal sebagai serat sharpey.
Sebagian besar akar ditutupi oleh sementum
aseluler dengan sementum seluler terbentuk pada
bagian apikal akar. Sementum seluler seperti
tulang dengan sementosit tertanam di dalamnya.
Sementum tidak seperti tulang, ia tidak
terbentuk kembali sepanjang hidup. Garis
inkremental dari endapan sementum terlihat
dengan bertambahnya umur individu. Garis-garis
ini menyebabkan warna gelap pada sementum juga
mencerminkan aktifitas atau fungsi gigi, dengan
sementoblas terus berlanjut berbasis pada
permukaan semental sepanjang hidup dan
mengompensasi pergerakan fisiologi gigi.3
2.1.4 Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari rahang
atas dan rahang bawah yang membentuk dan
mendukung soket gigi. Ini terbentuk ketika gigi
erupsi untuk memberikan perlekatan osseous dalam
19
pembentukan ligamentum periodontal dan
menghilang secara bertahap setelah gigi
hilang.1
Tulang alveolar merupakan tulang kompak
tipis yang memiliki lubang-lubang kecil tempat
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe.3
Sumber: Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology9th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2002. Page 80
Tulang alveolar terdiri atas:1
a. Sebuah plat tulang kortikal eksternal yang
dibentuk oleh tulang havers dan tulang lamela
kompak.1
b. Bagian dalam dinding soket oleh tulang
kompak tipis yang disebut alveolar bone proper,
20
yang tampak seperti lamina dura pada
radiograf. Secara histologi, hubungan
neurovaskular dari ligamen periodontal,
dengan komponen sentral dari tulang
alveolar, atau tulang cancellous.1
c. Cancellous trabekula, berada di antara dua
lapis kompak, dan bertindak sebagai
pendukung tulang alveolar. Bagian septum
interdental terdiri dari pendukung tulang
cancellous yang tertutup di dalam perbatasan
yang kompak. 1
2.2 PENYAKIT PERIODONTAL
Penyakit periodontal merupakan penyakit
inflamatori serta resesif pada jaringan
periodontium.2
Gingivitis merupakan inflamasi gingiva (tidak
terjadi kehilangan perlekatan). Gingivitis dapat
timbul karena penumpukan plak. Perubahan gingiva
21
juga dapat terdeteksi selama periode
ketidakseimbangan hormonal dan penyakit sistemik
atau efek samping medis.2
Jika tulang alveolar juga dipengaruhi dengan
proses inflamasi pada periodontium, maka disebut
dengan periodontitis.2
Penyakit dan kondisi periodontal secara umum
terbagi menjadi penyakit gingiva, periodontitis
kronis, aggressive periodontitis, periodontitis
manifestasi penyakit sistemik, penyakit periodontal
nekrotik, abses periodontium, periodontitis yang
berhubungan dengan lesi endodontik, serta deformitas
dan kondisi yang didapat.1
2.2.1Penyakit Gingiva
Secara singkat penyakit gingiva dibagi
menjadi:1
2.2.1.1 Penyakit Gingiva yang diinduksi oleh
dental plak
22
Penyakit ini dapat terjadi pada periodontium
tanpa terjadinya kehilangan perlekatan atau
dengan terjadinya kehilangan perlekatan yang
telah stabil dan tidak berproses.1
a. Gingivitis yang berhubungan dengan adanya
plak dental;1
a) Tanpa faktor lokal yang berkontribusi,
b) Ada faktor lokal yang berkontribusi.
b. Penyakit gingiva yang berhubungan dengan
penyakit sistemik;1
a) Ada hubungan dengan sistem endokrin,
1) Gingivitis yang berhubungan dengan
pubertas
2) Gingivitis yang berhubungan dengsn
siklus menstruasi
3) Gingivitis yang berhubungan dengan
kehamilan
4) Gingivitis yang berhubungan dengan
diabetes mellitus
23
5) Pyogenic granuloma yang berhubungan dengan
kehamilan
b) Yang berhubungan dengan blood dyscrasias.
1) Gingivitis yang berhubungan dengan
leukemia
2) Dan yang lainnya.
c. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh
medikasi;1
a) Penyakit gingiva yang berhubungan dengan
obat-obatan
b) Pembesaran gingiva yang berhubungan dengan
obat-obatan
c) Gingivitis yang berhubungan dengan obat-
obatan:
1) Gingivitis yang yang berhubungan dengan
oral kontrasepsi
2) Dan yang lainnya.
d. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh
malnutrisi.1
24
a) Gingivitis yang disebabkan oleh defisiensi
asam askrobat
b) Dan yang lainnya.
2.2.1.2 Lesi Gingiva yang diinduksi oleh non-
plak
a. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh
bakteri spesifik tertentu1
a) Neisseria gonorrhea
b) Treponema pallid
c) Streptococcal species
d) Dan yang lainnya
b. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh virus1
a) Infeksi virus herpes
1) Primary herpetic gingivostomatitis
2) Recurrent oral herpes
3) Varicella zoster
b) Dan yang lainnya
c. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh jamur1
25
a) Infeksi spesies candida: Generalized
gingiva candidosis
b) Linear gingiva erythema
c) Dan yang lainnya
d. Penyakit gingiva yang disebabkan faktor
genetik1
a) Hereditary gingiva fibromatosis
b) Dan penyakit lainnya
e. Manifestasi gingiva oleh kondisi sistemik1
a) Lesi Mucocutaneous
1) Lichen planus
2) Pemphigoid
3) Pemphigus vulgaris
4) Erythema multiforme
5) Lupus erythematosus
6) Diinduksi oleh obat-obatan
7) Dan yang lainnya
b) Reaksi alergi
1) Material restorasi dental
Merkuri
26
Nikel
Akrilik
Dan yang lainnya
2) Reaksi yang beratribut ke:
Pasta gigi atau bahan pembersih mulut
Obat kumur
Bahan pengawet permen karet
Makanan dan bahan pengawet
3) Dan yang lainnya
f. Lesi traumatik 1
a) Trauma kimia
b) Trauma fisik
c) Trauma termal
g. Reaksi benda asing1
h. Tidak dinyatakan secara spesifik1
2.2.2 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai
penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi
yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik,
yang menyebabkan destruksi progresif dari
27
ligamentum periodontal dan tulang alveolar
dengan pembentukan poket, resesi, atau
keduanya. Tanda klinis yang membedakan
periodontitis dengan gingivitis adalah adanya
kehilangan perlekatan yang dapat dideteksi. Hal
ini terkadang disertai dengan pembentukan poket
periodontal dan perubahan pada densitas dan
tinggi dari tulang alveolar yang berdekatan.1
Penyakit periodontitis ini dapat
disubklasifikasikan menjadi tiga tipe utama
berikut ini berdasarkan pada karakteristik
klinis, radiografik, laboratorium, dan riwayat
sakitnya.1
Berikut pembagiannya:1
2.2.2.1 Periodontitis Kronis
Gambaran klinis periodontitis kronis
adalah terjadi peradangan pada gingiva
(perubahan warna dan tekstur), perdarahan pada
saat probing (BoP) pada daerah saku gingiva,
28
kehilangan perlekatan klinis (CAL), dan
resorbsi tulang alveolar. 1
Beberapa karakteristik yaitu:1
a. Sering terjadi pada orang dewasa tatapi
dapat juga terjadi pada anak-anak,
b. Jumlah destruksi konsisten dengan faktor
lokal,
c. Berhubungan dengan pola variasi
mikrobiologi,
d. Sering ditemukan kalkulus supragingiva,
e. Progresif penyakit lambat sampai moderat
dengan kemungkinan periode progresi cepat,
f. Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan
penyakit sistemik (misalnya diabetes
mellitus dan HIV), faktor lokal
predisposisi, faktor lingkungan (misalnya
merokok dan stress).
Periodontitis kronis dapat
disubklasifikasikan lebih lanjut menjadi bentuk
29
localized dan generalized, serta dapat dikelompokkan
menjadi mild, moderate, atau severe berdasarkan
tanda klinis umum yang disebutkan di atas, dan
tanda khusus seperti berikut:1
a. Localized : <30% daerah yang terlibat
b. Generalized : >30% daerah yang terlibat
c. Mild : kehilangan perlekatan klinis 1-2 mm
d. Moderate : kehilangan perlekatan klinis 3-4 mm
e. Severe : kehilangan perlekatan klinis ≥5 mm
Faktor resiko atau kerentanan terhadap
Periodontitis Kronis1
a. Faktor resiko bakteri
b. Umur
c. Merokok
d. Host
Penyakit sistemik
Stress
Genetik
30
2.2.2.2 Aggressive Periodontitis
Pada klasifikasi internasional lokakarya
tahun 1999, periodontitis di klasifikasikan
menjadi tiga bentuk (kronis, aggressive, dan
necrotizing periodontitis) dan periodontitis sebagai
manifestasi penyakit sistemik.5
Aggressive periodontitis (AgP) merupakan
penyakit yang sering parah, progresif cepat,
sering bermanifestasi pada usia muda dan
biasanya terjadi secara turun temurun dalam
keluarga. Aggressive periodontitis yang disebutkan di
atas ditandai dengan bentuk (Lang, dkk. 1999):5
Tidak ada riwayat penyakit
Perlekatan dan kerusakan tulang yang cepat
Kasus familial aggregation.
Internastional Classification Workshop
mengidentifikasi secara klinis dan laboratorium
dianggap cukup spesifik untuk meng-sub-
klasifikasikan AgP dalam bentuk localized
31
periodontitis dan generalized periodontitis (Tonetti &
Mombelli 1999, Lang, dkk. 1999):5
a. Localized periodontitis
a) Penyakit dimulai pada saat atau selama
pubertas,
b) Penyakit terlokalisir pada molar pertama
atau insisivus dengan kehilangan
perlekatan pada proksimal paling kurang
dua gigi permanen, salah satunya adalah
gigi molar pertama,
c) Serum antibodi yang kuat berespon terhadap
gen yang menginfeksi.
b. Generalized periodontitis
a) Biasanya mempengaruhi orang yang berumur
di bawah 30 tahun (namun bisa juga lebih
tua),
32
b) Kehilangan perlekatan proksimal yang
terjadi secara general paling kurang tiga
gigi, selain gigi molar pertama dan
insisivus.
c) Memiliki periode episodik alami dari
destruksi periodontal
d) Respon terhadap serum antibodi menurun.
2.2.2.3 Berdasarkan Keparahannya
Periodontitis Terbagi atas:
Mild Periodontitis (Periodontitis Ringan)
Kerusakan jaringan periodontal masih
dianggap ringan, yaitu kehilangan
perlekatan klinis yang terjadi tidak lebih
dari 1 sampai 2 mm.1
Moderate Periodontitis (Periodontitis Sedang)
Kerusakan jaringan periodontium sedang,
yaitu kehilangan perlekatan klinis yang
terjadi 3-4 mm. 1,6
Severe Priodontitis (Periodontitis Berat)
33
Kerusakan jaringan periodontal berat, yaitu
kehilangan perlekatan klinis yang terjadi
≥5 mm.1,6
2.3 PERAWATAN SKELING AND ROOT PLANING PADA
PERIODONTITIS
Skeling adalah proses dimana plak dan kalkulus
dihilangkan dari permukaan supragingiva dan
subgingiva gigi. Root planing merupakan proses
menghilangkan kalkulus pada sementum dikeluarkan
dari akar gigi untuk menghasilkan permukaan yang
halus dan bersih.1
2.3.1Jenis-Jenis Skeling
Skeling merupakan prosedur untuk menghilangkan semua
deposit kalkulus, bukan hanya yang terlihat pada
permukaan gigi tetapi juga subgingiva. Deposit
kalkulus harus dihilangkan secara sempurna dari
34
permukaan gigi bukan hanya bersih tetapi juga
halus.7
2.3.1.1 Skeling Supragingiva / Skeling Koronal
Secara ringkas, skeler yang digunakan untuk
skeling supragingiva / skeling koronal adalah
chisel, sickle skeler, hoe skeler, curet dan
modifikasi dari alat-alat di atas. Semua alat-alat
ini dapat diperoleh dengan bermacam-macam ukuran dari
yang paling kecil sampai ke yang terbesar, namun
alat-alat ini umumnya terbatas untuk membersihkan
deposit yang kasar dan banyak, dan kebanyakan alat-
alat ini dipergunakan untuk daerah supragingiva atau
koronal. Aplikasi daerah supragingiva yang tidak
dalam dapat digunakan untuk menekan gingiva supaya
tepi dari kalkulus dapat terkait, tetapi penggunaan
dari alat-alat supragingiva ini hanya terbatas pada
keadaan tersebut kecuali pada hoe skeling, kuret yang
besar, dan chisel pada poket yang besar. Alat-alat
ini dapat dimasukkan ke dalam jarak yang berbeda-
beda, namun ia hanya cocok untuk deposit yang kasar,
35
dan selalu ada bahaya kerusakan akar bila digunakan
secara subgingiva.7
2.3.1.2 Skeling Subgingiva
Skeling subgingiva merupakan teknik pembersihan
permukaan akar. Pada daerah dimana terdapat kalkulus
subgingiva dengan jumlah yang besar atau kecil, akan
mempengaruhi kebersihan. Teknik ini juga didesain
untuk meratakan dan mengerik permukaan akar supaya
menjadi bersih dan licin sehingga tidak didapati
adanya kekasaran dan benda asing. Selama
instrumentasi, terdapat efek samping tambahan dan
ketidaksengajaan operator. Karena blade kuret yang
offside digunakan untuk scaling subgingiva, beberapa
gingiva lining akan hilang sementara dari permukaan
akar yang dirawat.7
2.4 INDEKS YANG DIGUNAKAN
Dua indikator status periodontal yang digunakan
untuk penilaian ini, yaitu:
36
1. Oral hygine index (OHI)
2. Papilla bleeding index (PBI)
3. Probing depth (PD)
4. Clinical attachment loss (CAL)
2.4.1Oral Hygiene Indeks (OHI)
Diukur dengan mengukur daerah permukaan gigi
yang ditutupi oleh food impaksi atau kalkulus.
Untuk pemeriksaan OHI, Greene and Vermilion
menetapkan bahwa indeks yang digunakan adalah 4
gigi posteror dan 2 gigi anterior.
Rahang atas : gigi 6 kanan kiri permukaan
bukal
gigi 1 kanan permukaan lingual
Rahang bawah : gigi 6 kanan kiri permukaan
lingual
gigi 1 kiri permukaan labial
Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan
sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan
kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.
37
a. Debris indeks (DI)
Kriteria:
0: tidak ada debris maupun stain
1: debris lunak menutupi tidak lebih 1/3
permukaan gigi
2: debris lunak menutupi lebih 1/3 sampai
dengan 2/3 permukaan gigi
3: debris lunak menutupi lenih 2/3 permukaan
gigi
DI= JumlahnilaiDIJumlahgigiyangdiperiksa
b. Calculus Indeks (CI)
Kriteria:
0: tidak ada kalkulus
1: supragingival kalkulus tidak lebih 1/3
permukaan gigi
2: supragingival kalkulus menutupi lebih 1/3
sampai dengan tidak
38
lebih 2/3 permukaan gigi dan sedikit
subgingival kalkulus
3: supragingival kalkulus menutupi lebih 2/3
permukaan gigi
CI= JumlahnilaiCIJumlahgigiyangdiperiksa
OHIS= DI + CI
Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-
S menurut WHO dapat dikategorikan sebagai
berikut:
0,0 – 1,2 = baik
1,3 – 3,0 = sedang
3,1 – 6,0 = buruk
2.4.2Papilla Bleeding Index (PBI)
Papilla bleeding index digunakan sebagai
indikator yang sensitif untuk mengetahui
inflamasi gingiva pada pasien individual. PBI
39
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
peradangan gingiva, berikut gambar beberapa
tingkatan PBI:2
Grade/tingkatan PBI:2
Grade atau skor 0 : tidak ada perdarahan
Gingiva normal, tidak ada perdarahan saat
probing.
Grade atau skor 1 : Point (titik)
Dapat diamati terjadi perubahan berupa
titik yang terjadi 20-30 detik setelah
probing sulkus mesial dan distal dengan
probe periodontal.
Grade atau skor 2 : Line/Point (garis atau
titik)
Suatu perdarahan berbetuk garis yang jelas
atau beberapa titik perdarahan menjadi
jelas pada marginal gingival.
Grade atau skor 3 : segitiga
Segitiga interdental menjadi lebih kurang
ditutupi oleh darah.
40
Grade atau skor 4 : tetesan
Perdarahan yang merembes/berlebih. Segera
setelah probing darah mengalir ke daerah
interdental untuk menyelubungi bagian dari
gigi atau gingiva.
Prosedur klinis PBI:
Menggunakan probe periodontal dengan
tekanan jari yang ringan, perdarahan
diprovokasi dengan menyapukan probe ke sulkus
dari dasar papilla ke ujungnya sepanjang aspek
mesial dan distal gigi. Setelah 20-30 detik,
ketika gigi telah diprobe seluruhnya,
intensitas perdarahan diskorkan dalam beberapa
tingkatan tersebut dan tertulis dalam chart.
Berdarah saat probing menunjukkan bahwa ujung
probe mempenetrasi epitelium poket dan mencapai
jaringan vaskular dari jaringan ikat
subepitel.2
41
2.4.3Probing Depth (PD)
Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket
dan marginal gingiva. Pemeriksaan poket
periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan
dan distribusi pada semua permukaan gigi,
kedalaman poket, batas perlekatan pada akar
gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni;
simple, compound atau kompleks). Metode satu-
satunya yang paling akurat untuk mendeteksi
poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan
probe periodontal.
Kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis,
antara lain:1
1. Kedalaman biologis
Kedalaman biologis adalah jarak antara
marginal gingiva dengan dasar poket (ujung
koronal dari junctional epithelium).
2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing
Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah
instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket.
42
Kedalaman penetrasi probe tergantung pada
ukuran probe, gaya yang diberikan, arah
penetrasi, resistensi jaringan, dan
kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks
jaringan ikat ke junctional epithelium adalah ±
0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat
ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik
probing yang benar adalah probe dimasukkan
pararel dengan aksis vertikal gigi dan
“bergerak” secara sirkumferensial
mengelilingi permukaan setiap gigi untuk
mendeteksi daerah dengan penetrasi
terdalam.1
Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya
sulit untuk mengukur kedalaman poket karena
kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka
dilakukan pembuangan kalkulus terlebih
dahulu dengan gross scaling sebelum dilakukan
pengukuran poket.
43
2.4.4Clinical Attachment Loss (CAL)
CAL didefinisikan sebagai jarak antara CEJ ke
lokasi ujung probe periodontal diinsersikan.
Kedalaman probing berbeda pada tiap permukaan
gigi.2
44
Perawatan Bedah Perawatan Non-Bedah
Scaling and Root Planing
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan:
= Variabel yang diteliti
45
PenyakitPeriodontal
JaringanPeriodontal
OHIS
PD (Probing Depth)
PBI (papilla bleedingindex)
CAL (Clinical Attachment Loss)
Sebelum Sesudah
Faktor Primer
Faktor
Gingivitis
Periodontitis
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang terpengaruh
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
4.1.1 Ruang Lingkup Penelitian
Menurut ruang lingkup penelitian jenis
penelitiannya adalah penelitian klinis.
4.1.2 Desain Penelitian
Menurut waktu penelitian jenis penelitiannya
adalah penelitian studi longitudinal (follow up)
4.1.3 Subtansi
Menurut substansi jenis penelitiannya adalah
penelitian terapan.
4.1.4 Hubungan antara Variabel
46
4.2 RANCANGAN PENELITIAN
Desain/rancangan penelitiannya adalah studi cohort
deskriptif, yaitu dengan melakukan observasi mengenai
evaluasi perawatan skeling dan root planing pada
pasien periodontitis yang berusia 30-40 tahun di RSGM
Kandea Unhas dan dievaluasi kembali 2-4 minggu
setelah perawatan dilakukan (pada saat dilakukan
penelitian). Hasilnya merupakan suatu deskriptif
mengenai bagaimana keadaan jaringan periodontal
pasien periodontitis sebelum dilakukan perawatan dan
2-4 minggu setelah dilakukan perawatan skeling dan
root planing.
4.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di bagian Periodontologi
RSGM Kandea Unhas.
4.4 WAKTU PENELITIAN
48
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Maret – 15
Juni tahun 2012
4.5 POPULASI DAN SAMPEL
4.5.1 Populasi
Populasi yang digunakan adalah pasien bagian
Periodontologi RSGM Kandea Unhas.
4.5.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah pasien
periodontitis pada bagian Periodontologi RSGM
Kandea yang datang untuk melakukan perawatan
periodontal.
4.6 METODE PENGAMBILAN SAMPEL
49
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
random sampling, dimana semua pasien berumur 30-40
tahun yang datang ke bagian Periodontologi dan
memenuhi kriteria inklusi sampel dipilih secara acak.
4.7 KRITERIA SAMPEL
4.7.1 Kriteria Inklusi
Pasien yang berumur 30-40 tahun, tidak memiliki
penyakit sistemik dan bersedia untuk dilakukan
perawatan periodontal dan bersedia untuk
diperiksa jaringan periodontalnya sebelum dan 2-
4 minggu pasca perawatan periodontal.
4.7.2 Kriteria Eksklusi
Pasien yang memiliki penyakit sistemik, sedang
mengkonsumsi obat-obatan dan yang menolak
dilakukan pemeriksaan terhadap keadaan jaringan
periodontal sebelum dan 2-4 minggu pasca
50
perawatan periodontal ataupun yang menolak untuk
diteliti.
4.8 JUMLAH SAMPEL
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 30
pasien (sesuai dengan standar minimal sampel).
4.10 DEFENISI OPERASIONAL
4.10.1 Penyakit periodontitis merupakan penyakit
inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang
menghasilkan destruksi progresif dari
ligamentum periodontal dan tulang alveolar
dengan pembentukan poket, resesi dan keduanya.
Penyakit periodontitis dapat dinilai dengan
menggunakan OHI (oral hygiene index), PBI (papilla
bleeding index), PD (probing depth), dan CAL (clinical
attachment loss).
51
4.10.2 Perawatan periodontal non-bedah: perawatan
yang gunakan adalah SRP (skeling dan root
planning)
4.11 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
4.10.1 Alat
1. Probe : untuk mengukur kedalaman poket serta
melihat dan mengetahui adanya perdarahan.
2. Kaca mulut : untuk melihat keadaan gigi
secara tidak langsung dan membantu memfiksasi
rongga mulut.
3. Sonde : untuk membantu memeriksa karang gigi
4. Pinset : untuk menjepit kapas
5. Near becken : untuk tempat-tempat alat dan
kapas
6. Form OHI, PBI, CAL, PD
52
4.10.2Bahan
1. Alkohol 70%: untuk disinfeksi alat-alat yang
dipakai
2. Gelas dan air : untuk berkumur pasien
3. Alat tulis : untuk mencatat data
4. Kapas
5. Betadine: untuk disinfeksi daerah yang akan
dirawat.
4.12 KRITERIA PENELITIAN
4.12.1 Oral Hygiene Indeks (OHI)
Diukur dengan mengukur daerah permukaan gigi
yang ditutupi oleh food impaksi atau kalkulus.
Untuk pemeriksaan OHI, Greene and Vermilion
menetapkan bahwa indeks yang dugunakan adalah 4
gigi posteror dan 2 gigi anterior.
53
Rahang atas : gigi 6 kanan kiri permukaan
bukal
gigi 1 kanan permukaan lingual
Rahang bawah : gigi 6 kanan kiri permukaan
lingual
gigi 1 kiri permukaan labial
Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan
sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan
kemudian digerakkan kea rah 1/3 gingiva.
c. Debris indeks (DI)
Kriteria:
0: tidak ada debris maupun stain
1: debris lunak menutupi tidak lebih 1/3
permukaan gigi
2: debris lunak menutupi lebih 1/3 sampai
dengan 2/3 permukaan gigi
3: debris lunak menutupi lebih 2/3 permukaan
gigi
54
DI= JumlahnilaiDIJumlahgigiyangdiperiksa
d. Calculus Indeks (CI)
Kriteria:
0: tidak ada kalkulus
1: supragingiva kalkulus tidak lebih 1/3
permukaan gigi
2: supragingiva kalkulus menutupi lebih 1/3
sampai dengan tidak
lebih 2/3 permukaan gigi dan sedikit
subgingiva kalkulus
3: supragingiva kalkulus menutupi lebih 2/3
permukaan gigi
CI= JumlahnilaiCIJumlahgigiyangdiperiksa
OHIS= DI + CI
55
Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-
S menurut WHO dapat dikategorikan sebagai
berikut:
0,0 – 1,2 = baik
1,3 – 3,0 = sedang
3,1 – 6,0 = buruk
4.12.2 Papilla Bleeding Index (PBI)
Papilla bleeding index digunakan sebagai indikator
yang sensitif untuk mengetahui inflamasi
gingiva pada pasien individual. PBI dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat peradangan
gingiva, berikut gambar beberapa tingkatan
PBI:2
Grade/tingkatan PBI:2
Grade atau skor 0 : tidak ada perdarahan
Gingiva normal, tidak ada perdarahan saat
probing.
Grade atau skor 1 : Point (titik)
56
Dapat diamati terjadi perubahan berupa
titik yang terjadi 20-30 detik setelah
probing sulkus mesial dan distal dengan
probe periodontal.
Grade atau skor 2 : Line/Point (garis atau
titik)
Suatu perdarahan berbetuk garis yang jelas
atau beberapa titik perdarahan menjadi
jelas pada marginal gingiva.
Grade atau skor 3 : segitiga
Segitiga interdental menjadi lebih kurang
ditutupi oleh darah.
Grade atau skor 4 : tetesan
Perdarahan yang merembes/berlebih setelah
probing darah mengalir ke daerah
interdental untuk menyelubungi bagian dari
gigi atau gingiva.
57
Sumber: Klaus H, Rateitschak, EM, Wolf HF, Hassel TM. Color Atlas of
Periodontology. New York : Theime Inc; 1985
Prosedur klinis PBI:
Menggunakan probe periodontal dengan
tekanan jari yang ringan, perdarahan
diprovokasi dengan menyapukan probe ke sulkus
dari dasar papilla ke ujungnya sepanjang aspek
mesial dan distal gigi. Setelah 20-30 detik,
ketika gigi telah diprobe seluruhnya,
intensitas perdarahan diskorkan dalam beberapa
58
tingkatan tersebut dan tertulis dalam chart.
Berdarah saat probing menunjukkan bahwa ujung
probe mempenetrasi epitelium poket dan mencapai
jaringan vaskular dari jaringan ikat
subepitel.2
4.12.3 Probing Depth (PD)
Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket
dan margin gingiva. Pemeriksaan poket
periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan
dan distribusi pada semua permukaan gigi,
kedalaman poket, batas perlekatan pada akar
gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni;
simple, compound atau kompleks). Metode satu-
satunya yang paling akurat untuk mendeteksi
poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan
probe periodontal.
Kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis,
antara lain:1
1. Kedalaman biologis
59
Kedalaman biologis adalah jarak antara
marginal gingiva dengan dasar poket (ujung
koronal dari junctional epithelium).
2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing
Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah
instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket.
Kedalaman penetrasi probe tergantung pada
ukuran probe, gaya yang diberikan, arah
penetrasi, resistensi jaringan, dan
kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks
jaringan ikat ke junctional epithelium adalah ±
0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat
ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik
probing yang benar adalah probe dimasukkan
pararel dengan aksis vertikal gigi dan
“bergerak” secara sirkumferensial
mengelilingi permukaan setiap gigi untuk
mendeteksi daerah dengan penetrasi
terdalam.1
60
Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya
sulit untuk mengukur kedalaman poket karena
kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka
dilakukan pembuangan kalkulus terlebih
dahulu dengan gross scaling sebelum dilakukan
pengukuran poket.
4.12.4 Clinical Attachment Loss (CAL)
CAL didefinisikan sebagai jarak antara CEJ ke
lokasi ujung probe periodontal diinsersikan.
Kedalaman probing berbeda pada tiap permukaan
gigi.
4.13 DATA
4.13.1Data
Data diperoleh dengan cara memeriksa sampel
untuk mengetahui kondisi jaringan periodontal
kemudian melakukan pencatatan dan dianalisa.
61
4.13.2Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer.
Pengumpulan data dilakukan dari hasil pencatatan
mengenai kondisi jaringan periodontal pada
pasien periodontitis yang berusia 30-40 tahun di
RSGM Kandea Unhas, data diolah dengan
menggunakan program SPSS 16.0 dan akan disajikan
dalam bentuk tabel.
4.13 ANALISIS DATA
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan
membuat uraian secara sistematis mengenai hasil
penelitian, kemudian mendistribusikan ke dalam bentuk
tabel frekuensi.
62
4.14 JALANNYA PENELITIAN
30 PASIEN PERIODONTITIS (30-40 TAHUN)
OHI, PBI, PD, CAL
INFORMED CONSENT
63
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian
Periodontologi RSGM Kandea Unhas pada tanggal 6 Maret –
15 Juni 2012, diperoleh 30 sampel dari pasien perawatan
periodontal yang sesuai dengan kriteria inklusi di Bagian
Periodontologi RSGM Kandea Unhas, yakni pada pasien yang
berumur 30-40 tahun.
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah mengenai
hasil perawatan skeling dan root planing yang dilakukan
dengan cara memeriksa beberapa parameter klinis sebelum
perawatan kemudian kembali mengevaluasi parameter klinis
tersebut setelah 2-4 minggu kemudian. Adapun parameter
klinis yang diperkisa tersebut diantaranya Oral Hygiene
Index (OHI), Papillary Bleeding Index (PBI), Probing Depth (PD) dan Clinical
Attachment Loss (CAL) yang kemudian disajikan dalam bentuk
65
tabel sehingga akan tampak jelas perbedaan sebelum dan
sesudah dilakukan perawatan skeling dan root planing.
Dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan
menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dari semua
parameter klinis yang diukur setelah dilakukan evaluasi
2-4 minggu kemudian setelah dilakukan perawatan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut
yang diperinci lagi berdasarkan 4 macam indeks yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan OHI (oral
hygiene index), PBI (papilla bleeding index), PD (probing depth), dan
CAL (clinical attachment loss).
Tabel V.1 Rata-rata parameter klinis OHIS sebelum dan setelah SRP
OHITotal
Baik Sedang Buruk
Perawatan Sebelum Jumlah 2 17 11 30
Persen 6.7% 56.7% 36.7% 100%
Setelah Jumlah 23 7 0 30
Persen 76.7% 23.3% 0 100%
66
Tabel V.2 Perbandingan parameter klinis OHI sebelum dan setelah SRP
OHI Mean T Nilai P
Sebelum perawatan 27.03310.984 0.000a)
Setelah perawatan 0.9300
*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampelantar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD,probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingandengan garis dasar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 30 sampel
terlihat adanya prenurunan presentase status OHI antara
sebelum dan setelah dilakukan perawatan skeling dan root
planing. Ini dapat dilihat dengan cara membandingkan
persentase status OHI sebelum dan setelah dilakukan
perawatan (Tabel V.1).
Pada Tabel V.1 diatas, dapat kita lihat persentase
status OHI dari 30 sampel sebelum dilakukan perawatan
skeling dan root planing, dimana sebelum perawatan
terdapat 6,7% memiliki OHI baik, 56,7% memiliki OHI
sedang, 36,7% memiliki OHI buruk. Setelah dilakukan
perawatan skeling dan root planing dapat dilihat bahwa
67
terdapat penurunan persentase status OHI, dimana 76,7%
memiliki OHI baik, 23,3% memiliki OHI sedang, dan 0% pada
OHI buruk.
Setelah dilakukan uji statistik terlihat adanya
perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan
perawatan skeling dan root planing, yaitu P = 0,000a).
Tabel V.3 Rata-rata parameter klinis PBI sebelum dan setelah SRP
PBITotal
0 1 2 3 4
Perawat
an
Sebelu
m
Juml
ah 0 1 4 20 5 30
Pers
en 0% 3.3% 13.3% 66.7% 16.7% 100%
Setela
h
Juml
ah 24 6 0 0 0 30
Pers
en 80.0% 20.0% 0% 0% 0% 100%
Tabel V.4 Perbandingan parameter klinis PBI sebelum dan setelah SRP
68
PBI Mean T Nilai P
Sebelum perawatan 2.9718.543 0.000a)
Setelah perawatan 0.20
*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap papilla bleeding
index (PBI), penelitian sebelum perawatan diperoleh hasil
bahwa terdapat persentase 3,3% pada grade perdarahan 1;
13,3% pada grade perdarahan 2; 66,7% pada grade
perdarahan 3; dan 16,7% pada grade perdarahan 4. Setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing tampak
penurunan tingkat perdarahan papilla (PBI) yang sangat
drastis pada kedua sampel, dimana tampak persentase 80%
pada grade perdarahan 0; 20% pada grade perdarahan 1.
Setelah penelitian kemudian dilakukan uji statistik,
dapat dilihat pada Tabel V.4 bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan perawatan
skeling dan root planing dengan nilai P = 0.000a).
69
Tabel V.5 Rata-rata parameter klinis PD sebelum dan setelah SRP
PD
TotalPD ≥ 3
mm
PD < 3
mm
Perawatan Sebelum Jumlah 30% 0 30
Persen 100% 0% 100%
Setelah Jumlah 20 10 30
Persen 66.7% 33.4% 100%
Tabel V.6 Perbandingan parameter klinis PD sebelum dan setelah SRP
PD Mean T Nilai P
Sebelum perawatan 3.9713.573 0.000a)
Setelah perawatan 2.77
*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.
Selain itu, dari penelitian yang dilakukan terhadap
kedalaman probing pada masing-masing sampel diperoleh
persentase kedalaman probing sebelum dilakukan perawatan
pada Tabel V.5 terlihat bahwa 100% sampel memiliki
70
kedalaman poket ≥3mm. Setelah dilakukan perawatan skeling
dan root planing terdapat penurunan kedalaman poket pada
sampel, yaitu 66,7% sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm
dan 33,4% memiliki kedalaman poket ≤3mm.
Setelah dilakukan uji statistik, pada Tabel V.6
terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing, P =
0,000a).
Tabel V.7 Rata-rata parameter klinis CAL sebelum dan setelah SRP
CALTotal
0 1 2 3 4
Perawat
an
Sebel
um
Juml
ah 0 4 18 5 3 30
Pers
en 0% 13.3% 60.0% 16.7% 10.0% 100%
Setel
ah
Juml
ah 7 18 4 1 0 30
Pers 23.3% 60.0% 13.3% 3.3% 0% 100%
71
en
Tabel V.8 Perbandingan parameter klinis CAL sebelum dan setelah SRP
CAL Mean T Nilai P
Sebelum perawatan 2.2313.321 0.000a)
Setelah perawatan 0.97
*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.
Dari penelitian yang dilakukan, juga diperolah
persentase kehilangan perlekatan (Clinical Attachment Loss)
dimana secara keseluruhan dapat dilihat bahwa adanya
perubahan persentase kehilangan perlekatan sebelum dan
setelah perawatan skeling dan root planing. Pada Tabel
V.7 diatas dapat dilihat bahwa sebelum perawatan terdapat
persentase 13,3% mengalami kehilangan perlekatan 1 mm,
13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm, 60%
mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, 16,7%
72
mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm, dan 10%
mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing dapat
terlihat persentase 23,3% tidak mengalami kehilangan
perlekatan, 60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 1
mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,
3,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan
tidak terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm.
Setelah dilakukan uji statistik, diperoleh perbedaan
yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan perawatan
skeling dan root planing yaitu P = 0,000a).
73
BAB VI
PEMBAHASAN
Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamatori
serta resesif pada jaringan periodontium.2
Periodontitis didefenisikan sebagai penyakit
inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan
oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan destruksi
progresif dari ligamentum periodontal dan tulang alveolar
dengan pembentukan poket, resesi, atau keduanya. Tanda
klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis
adalah adanya kehilangan perlekatan yang dapat dideteksi.
Hal ini terkadang disertai dengan pembentukan poket
periodontal dan perubahan pada densitas dan tinggi dari
tulang alveolar yang berdekatan.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Artese
CHP, et al,17 dan Puhar I, et al,16 ditemukan bahwa
penyakit periodontal yang awalnya dirawat dengan skeling
74
dan root planing sudah cukup menunjukkan perbaikan
jaringan periodontal yang signifikan setelah dirawat, ini
ditunjukkan setelah dilakukan evaluasi beberapa minggu
setelah perawatan. Dalam penelitian yang dilakukan pada
Bagian Periodontologi RSGMP Kandea Unhas sejak tanggal 6
Maret - 15 Juni 2012 pada 30 sampel yang berusia 30-40
tahun serta mengalami periodontitis akan dapat diketahui
bagaimana penurunan indeks parameter klinis yang diukur
sebelum dan setelah
75
dilakukan perawatan skeling dan root planing yang
dievaluasi setelah 2-4 minggu pasca perawatan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 4 parameter
klinis yang telah dapat mewakili untuk mengukur penyakit
periodontal seperti penelitian yang dilakukan oleh Artese
Hilana P.C, et al17 dan Yunanti RA10. Adapun parameter
klinis yang digunakan adalah Oral Hygiene Index (OHI), Papillary
Bleeding Index (PBI), Probing Depth (PD) dan Clinical Attachment Loss (CAL).
Hasil dari penelitian yang dilakukan mengenai hasil
evaluasi perawatan skeling dan root planing yang
dilakukan setelah 2-4 minggu kemudian pasca perawatan
akan dibahas satu per satu berdasarkan indeks parameter
klinis yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan untuk parameter klinis OHI diperoleh bahwa
presentase tingkat kebersihan mulut (OHI) sebelum dan
setelah perawatan skeling dan root planing, setelah
dilakukan evaluasi 2-4 minggu kemudian, tingkat
kebersihan mulut (OHI) semakin membaik dapat kita lihat
76
juga dari hasil uji statistik menunjukkan tingkat
kesignifikanan sebesar P = 0,000a).
Pemeriksaan perdarahan gusi di klinik dilakukan
hanya dengan cara probing, meskipun dengan cara ini
terbatas menggambarkan aktifitas lesi pada gingiva,
tetapi dapat diandalkan untuk mendiagnosa lesi
periodontal tahap dini. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa bila ditemukan ada perdarahan gingiva pada
pemeriksaan probing, hal ini menunjukkan adanya penyakit
penyakit periodontal. Namun, periodontal probing memiliki
berbagai kelemahan, karena adanya berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi hasil periodontal probing, seperti
diameter ujung probe, kedalaman penetrasi probe ke dalam
poket, agulasi probe pada dinding poket, keakuratan, dan
lain-lain.24
Peradangan gingiva secara visual atau klinis
ditandai dengan kemerahan gingiva, pembengkakan dan
peningkatan tendensi untuk berdarah pada jaringan lunak
77
terutama pada saat di-probing. Secara histologi,
peradangan dan perdarahan tersebut disebabkan karena
adanya ulserasi pada sulkus epitelium dan infiltrasi sel
inflamasi pada jaringan konektif di bawahnya. Gejala-
gejala awal adanya peradangan gingiva adalah suatu
peningkatan tekanan cairan dalam gingiva sehingga
menyebabkan perdarahan pada saat probing.23
Dari penelitian yang dilakukan juga diperoleh hasil
mengenai indeks perdarahan papilla (PBI) dimana diperoleh
adanya penurunan perdarahan yang cukup baik, hal ini
dapat dilihat dari perbandingan persentase antara sebelum
dan sesudah perawatan skeling dan root planing.
Persentase perdarahan papilla sebelum perawatan yang
tertinggi memiliki grade 3 sebesar 66,7% dan menyusul
grade 4 sebesar 13,3%, setelah perawatan skeling dan root
planing tertinggi berada pada grade 0 sebanyak 80% dan
20% pada grade 1.
78
Selanjutnya mengenai parameter klinis pengukuran
kedalaman probing (PD), pemeriksaan kedalaman probing ini
juga sangat penting untuk mengukur keparahan suatu
penyakit periodontal, yakni dengan melakukan pengukuran
kedalaman probing kita dapat mengetahui seberapa dalam
poket yang terjadi pada seseorang sehingga dengan
demikian pula kita dapat mengetahui seberapa parah
penyakit periodontal yang dialami seseorang.7 Dari
penelitian yang dilakukan pada masing-masing sampel
diperoleh hasil bahwa data sebelum dilakukan perawatan
skeling dan root planing 100% sampel memiliki kedalaman
poket rata-rata ≥3 mm sebesar namun setelah dilakukan
perawatan skeling dan root planing dan dilakukan evaluasi
2-4 minggu kemudian diperoleh adanya peubahan yaitu ≥3 mm
sebanyak 66,7% dan ≤3 mm sebasar 33,4%, hal ini
membuktikan adanya perbaikan jaringan yang ditandai
dengan berkurangnya kedalaman poket dengan nilai P =
0,000a). Hampir sama dengan hasil penelitian yang
79
dilakukan oleh Widyastuti et al22, setelah dilakukan
perawatan skeling dan root planing kedalaman poket
menjadi berkurang dari sebelumnya.
Selanjutnya untuk indeks parameter klinis tingkat
kehilangan perlekatan (CAL) ini masih berkaitan dengan
kedalaman poket, tingkat kehilangan perlekatan dapat
diketahui dengan cara mengurangi kedalaman probing dengan
jarak antara CEJ dengan marginal gingiva. Dari penelitian
yang dilakukan dapat dilihat persentase tingkat
kehilangan perlekatan yang paling banyak sebelum
perawatan adalah 13,3% mengalami kehilangan perlekatan 1
mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,
60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, 16,7%
mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm, dan 10%
mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing dapat
terlihat persentase 23,3% tidak mengalami kehilangan
perlekatan, 60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 1
80
mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,
3,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan
tidak terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Hasil
dari penelitian yang dilakukan ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti, et al22 bahwa
terjadi reduksi atau perbaikan pada PD dan CAL setelah
dilakukan skeling dan root planing.
Secara keseluruhan dari penelitian yang dilakukan
dapat dilihat bahwa perawatan skeling dan root planing
yang dilakukan telah cukup memenuhi standar untuk
memperbaiki kerusakan jaringan periodonsium, hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang memperlihatkan
adanya perubahan persentase pada parameter klinis yang
diukur sebelum dan setelah perawatan. Hal ini juga dapat
diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan
perubahan yang signifikan.
81
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
IV.1 SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Dari 30 sampel pasien periodontitis pada saat
penelitian di bagian Periodontologi RSGM Kandea
82
Unhas pada tanggal 6 Maret – 15 Juni 2012, hasil
perawatan skeling dan root planing yang dilakukan
dengan beberapa parameter klinis sebelum perawatan
dan dilakukan evaluasi perawatan setelah 2-4 minggu
kemudian menunjukkan bahwa adanya perubahan yang
signifikan dari semua parameter klinis yang diukur.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase status
OHI dari 30 sampel pasien periodontitis antara
sebelum dan setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan
skeling dan root planing dimana sebelum perawatan
terdapat 6,7% memiliki OHI baik, 56,7% memiliki OHI
sedang, 36,7% memiliki OHI buruk. Setelah dilakukan
perawatan skeling dan root planing dapat dilihat
bahwa terdapat penurunan persentase status OHI,
dimana 76,7% memiliki OHI baik, 23,3% memiliki OHI
sedang, dan 0% pada OHI buruk.
83
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
perdarahan gingiva berdasarkan indeks PBI dari 30
sampel pasien periodontitis antara sebelum
84
dan setelah dilakukan perawatan skeling dan root
planing, sebelum perawatan diperoleh hasil terdapat
persentase 3,3% pada grade perdarahan 1; 13,3% pada
grade perdarahan 2; 66,7% pada grade perdarahan 3;
dan 16,7% pada grade perdarahan 4. Setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing tampak
penurunan tingkat perdarahan papilla (PBI) yang
sangat drastis pada kedua sampel, dimana tampak
persentase 80% pada grade perdarahan 0; 20% pada
grade perdarahan 1.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
kedalaman probing berdasarkan indeks PD dari 30
sampel pasien periodontitis antara sebelum dan
setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan skeling dan
root planing diperoleh persentase kedalaman probing
sebelum dilakukan perawatan terlihat bahwa 100%
sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm. Setelah
dilakukan perawatan skeling dan root planing
85
terdapat penurunan kedalaman poket pada sampel,
yaitu 66,7% sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm dan
33,4% memiliki kedalaman poket ≤3mm.
5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
kehilangan perlekatan klinis berdasarkan indeks CAL
dari 30 sampel pasien periodontitis antara sebelum
dan setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan skeling
dan root planing diperoleh sebelum perawatan
terdapat persentase 13,3% mengalami kehilangan
perlekatan 1 mm, 13,3% mengalami kehilangan
perlekatan sebesar 2 mm, 60% mengalami kehilangan
perlekatan sebesar 3 mm, 16,7% mengalami kehilangan
perlekatan sebesar 4 mm, dan 10% mengalami
86
kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah
dilakukan perawatan terlihat persentase 23,3% tidak
mengalami kehilangan perlekatan, 60% mengalami
kehilangan perlekatan sebesar 1 mm, 13,3% mengalami
kehilangan perlekatan sebesar 2 mm, 3,3% mengalami
kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan tidak
terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm.
IV.2 SARAN
Hal yang dapat penulis sarankan setelah dilakukan
penelitian ini yaitu:
1. Disarankan untuk mahasiswa dan para dokter gigi di
Fakultas kedokteran Gigi Unhas agar lebih banyak
lagi mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai
pentingnya menjaga kesehatan gigi untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui pemerhatian
kesehatan gingiva dan periodontal, karena ternyata
87
masih kurang masyarakat yang peduli dan sadar akan
kesehatan gigi dan mulutnya.
2. Disarankan pula kepada pemerintah melalui
Departemen kesehatan dan Dinas Kesehatan
Pemerintah, agar menempatkan masalah penyakit
periodontal sebagai salah satu prioritas program
kesehatan.
88
DAFTAR PUSTAKA
1. Newman MG, Tahei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical
Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Compsny; 2002: p. 16-17, 29-32, 36, 45-46, 64-70,
400, 631-633.
2. Klaus H, Rateitschak, EM, Wolf HF, Hassel TM. Color
Atlas of Periodontology. New York : Theime Inc; 1985:
p. 29-31, 33, 37-40.
3. Rose LF, genco RJ, Cohe DW, Mealey BL. Periodontal
Medicine. Ontario: B.C.Decker Inc; 2000: p. 5-6
4. Wilson G Thomas, Kornman S Kenneth, Newman G Michael.
Advances in Periodontics. Singapore: Quinessences
Books; 1992: p. 128-129.
5. Goldman M Hendry, Cohen Walter D. Periodontal Therapy
4th ed. United States of America. The C.V Mosby
Company; 1968: p. 404-412.
89
6. Karring Thorkild, Lang P Niklaus. Clinical
Periodontology and Implant Dentistry 4th ed.
Blackwell Munksgaard; 2003: p. 209-212, 216-217.
7. Bayoumi S Faten, Metwaly M Fatehya, Rashd M Hind. The
Impact of genetic variability and Smoking Habits on
the Prevalence of Periodontitis Among Adults. Journal
of American Science 2010; 6 (6): p 26-30 Available
from:
90
http://www.jofsmericanscience.org/journals/sci/06 -
_2106_Baqyoumi_am0606_26_30.pdf [accessed October
7th, 2011]
8. Gani A, Taufiqurrahman. Kebutuhan Perawatan
Periodontal Remaja di kabupaten Sinjai Tahun 2007.
Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2008; 7 (2): p
132-138.
9. Wahyukundari Aris Melok. Perbedaan Kadar Matrix
Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian
Tetrasiklin pada penderita Periodontitis Kronis.
Jurnal PDGI. 2009; 58(1): p. 1-6.
10. Yunanti Eka A, Susilowati Koes Al Sri, Mudiastuti
Kwartarini. Perbedaan Aktifitas antara Demineralized
freeze-Dried Bovine Bone Xenograft pada Perawatan
Kerusakan Intraboni. J. Kedokteran Gigi. April; 2010;
1: p. 45-54.
91
11. Goutoudi Paschalina, Diza Evdoxia, Atvanitidou
malamatenia. Effect of Periodontal Therapy on
Crevicular Interleukin-6 and Interleukin-8 Level in
Chronic Periodontitis. International Journal of
Dentistry. 2011; 2012: 1-8.
12. Fauziah, Herawati Dahliah. Aplikasi Subgingival Gel
Metronidazol 25% sebagai bahan Tembakau pada Scaling
and Root Planing. Majalah kedokteran Gigi. Desember;
2008; 15(2): p. 183-186.
13. Page C Roy, Eke I Paul. Case Definitions for Use in
Population Based Surveillance of Periodontitiis. J.
Periodontol. Juli; 2007; 78(7); p. 1387-1399.
14. Jacob P Shaju, Amirishetti Ramesh, Zade MR. Factors
Influencing Pain Experienced During Scaling & Root
Planing: A Correlative Pilot Trial. Journal of
Periodontology & Implant Dentistry. 2011; 3(1). P. 8-
12.
92
15. Leonardt Asa, Carlen Anette, Bengtsson Lisbeth,
Dahlen Gunnar. Detection of Periodontal Markers in
Chronic Periodontitis. The Open Dentistry Journal.
2011; 5: p. 110-115.
16. Puhar Ivan, Kapudija Amalija, Kasaj Adrian,
Willershausen Brita, dkk. Efficacy of Electrical
Neuromuscular Stimulation in the Treatment of Chronic
Periodontitis. J. Periodontal Implant. 2011; 41: p.
117-122.
17. Artese Carillo Paula Hilana, dkk. Effedt of Non-
Surgical Periodontal Treatment on Chronic Kidney
Disease Patient. Periodontics. Okt-Des 2010; 24(4):
p. 449-454.
18. Widyastuti Ratih. Periodontitis: Diagnosis dan
perawatannya. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran
Gigi. 2011; 6(1): p. 32-35.
93
19. Wahyukundari Aris Melok. Perbedaan Kadar Matrix
Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian
Tetrasiklin pada penderita Periodontitis Kronis.
Jurnal PDGI. 2009; 58(1): p. 1-6.
20. Ekaputri Natalia, Sjahruddin D Loes F. Hubungan
Perilaku Wanita Hamil dalam Membersihkan Gigi dan
Mulut dengan Kedalaman Poket Periodontal
94
Selama Masa Kehamilan. Majalah Ilmiah Kedokteran
Gigi. 2005; 20(26): p 90-97.
21. Aida J, Ando Y, Akhter R, Aoyama H, Matsui M, dan
Morita M. Reason for permanent tooth extractions in
Japan. Journal of Epidemiologi 2006; 16 (5): 214-9
Available from:
http://ir.library.tohoku.ac.jp/re/bitstream/10097/462
92/1/10.2188-jea.16.214.pdf [accessed Mei 22th, 2012]
22. Widyawati, Rizka Y. Pengurangan kedalaman poket
periodontal dengan terapi non bedah. Denta Jurnal
Kedokteran Gigi 2006; 1 (1) : p. 10-1.
23. Novaes jr AB, Souza SLS, Taba Jr M, Grisi MFM,
Muzigan LC, Tunes RS. Control of gingival
inflammation in a teenager population using
ultrasonic prophylaxis. Braz Dent J 2004; 15 (1) : p.
41-5. Available from:
95
http://www.scielo.br/pdf/bdj/v515n1/v15n1a08.pdf
[accessed Mei 22th, 2012]
24. Leroy R, Eaton KA, Savage A. Methodological issues in
epidemiological studies of periodontitis – how can it
be improved? BMC Oral Health 2010; 10 (8) : p. 1-7.
Available from ;
http//:www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6831-
10-8.pdf [accessed Mei 22th, 2012]
96