Post on 08-Feb-2023
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan
semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam
sedang berjuang keras mempertahankan diri dari
serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis,
Jerman, dan Inggris. Kita mengenal musim itu
sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun
1099 M tentara salib telah berhasil merebut
Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi
gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat
perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara
politis memang umat Islam terpecah-belah dalam
banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu
khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di
kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang
persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang
Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang
pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin
memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590
H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia
setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di
1
kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah
kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah
dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat
juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan
cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi
mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh
dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul
Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu
begitu saja tanpa diperingati, kini harus
dirayakan secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari
khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata
khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan
Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai
penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan
Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh
jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman
masing-masing segera menyosialkan kepada
masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai
tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal
dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai
kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab
sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak
pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut
ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan
2
Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian
menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah
kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan
perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak
dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan
Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang
pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah
menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi
beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang
seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan
diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut.
Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh
Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai
Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca
masyarakat di kampung-kampung pada peringatan
Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad,
mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak,
remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul.
Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang
dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa
untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama
Barzanji diambil dari nama pengarang naskah
tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin
bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah
3
tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut
sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung
permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih
terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang
diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan
hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi
Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin
berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun
1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin
dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa
menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara,
perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan
oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan
berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar
mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat)
sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya
perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain,
yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan
dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama
Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang
ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu
perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan
4
tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu
memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut
gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia
mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan
Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg”
artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para
pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk
mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan
sarana upacara, seperti nasi gunungan dan
sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga
perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan
Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat
dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari
Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah
dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang
disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi
ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan
sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius
Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan
masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke
beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang
menyelenggarakan upacara sederhana di rumah
masing-masing, ada yang agak besar seperti yang
5
diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid,
bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara
besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’
(kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah
dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti
penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil
berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya
ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid
Nabi ini sebagaibid’ah atau perbuatan yang di zaman
Nabi tidak ada, namun termasukbid’ah hasanah (bid’ah
yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak
memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi
tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam,
antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan
(bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab
Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah
hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan,
Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari
lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.”
Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat
mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir
Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan
Islam!”
6
2. Tujuan
“Kaum muslimin tidak boleh mengadakan
perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
pada malam 12 Robi’ul Awwal dan juga pada waktu
yang lain, sebagaimana mereka juga tidak boleh
merayakan hari kelahiran selain Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena perayaan
hari-hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-
adakan dalam agama, lebih dari itu, Rasulullah
sendiri tidak pernah merayakan hari kelahirannya
semasa hidup beliau, beliau adalah penebar agama
Islam dan pembuat syari’at mewakili Robb-Nya,
itupun beliau tidak memerintahkan untuk melakukan
perayaan tersebut, demikian pula para kholifah dan
sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan
para pengikut beliau yang baik di masa generasi
yang utama, sehingga jelaslah, bahwa hal ini
adalah bid’ah…” (“Majmu’ fatawa wa Maqolaat al-
Mutanawwi’ah”(4/289).)
7
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid
Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: ي� ب� د ال�ن����� د، م�ول����� ,(م�ول�����adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW,
yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12
Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam
bahasa Arab berartihari lahir. Perayaan Maulid
Nabi merupakan tradisi yang berkembang di
masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW
8
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah
ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada
Rasulullah Muhammad SAW.
2. Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama
kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi,
seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-
1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya
sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin
sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta
meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat
itu, yang sedang terlibat dalam Perang
Salibmelawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya
memperebutkan kotaYerusalem.
3. Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin
rahimahullah –semoga Allah membalas jerih payahnya
9
terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-
baik balasan- , beliau pernah ditanya tentang
hukumnya memperingati maulid Nabi ?
Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin
rahimahullah menjawab:
1. Malam kelahiran Rasulullah tidak diketahui
secara qath’i (pasti), bahkan sebagian ulama
kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan
bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9
(sembilan) Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12
(dua belas). Jika demikian maka peringatan
maulid Nabi Muhammad yang biasa diperingati pada
malam ke 12 (dua belas) Rabi’ul Awwal tidak ada
dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.
2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan
maulid Nabi juga tidak ada dasarnya. Jika
sekiranya acara peringatan maulid
Nabi disyari’atkan dalam agama kita, maka
pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh
Nabi atau sudah barang tentu telah beliau
anjurkan kepada ummatnya. Dan jika sekiranya
telah beliau laksanakan atau telah beliau
anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya
tetap terpelihara hingga hari ini, karena
Allah ta’ala berfirman :
10
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al
Hijr : 9 .
Dikarenakan acara peringatan maulid
Nabi tidak terbukti ajarannya hingga sekarang
ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari
ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk dari
ajaran agama, berarti kita tidak diperbolehkan
untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan
diri kepada-Nya dengan acaraperingatan maulid
Nabi tersebut.
Allah telah menentukan jalan yang harus
ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu
jalan yang telah dilalui oleh
Rasulullah , maka bagaimana mungkin kita
sebagai seorang hamba menempuh jalan lain dari
jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada
Allah?. Hal ini jelas merupakan bentuk
pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita
telah membuat syari’at baru pada agama-Nya yang
tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun
termasuk bentuk pendustaan terhadap firman
Allah ta’ala :
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-
11
ridha’i islam itu jadi agama bagimu“. Q.S; Al-Maidah :
3.
Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya
acara peringatan maulid Nabi termasuk bagian
dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia
telah dirayakan sebelum Rasulullah meninggal
dunia.Dan jika ia bukan bagian dari
kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia
bukan dari ajaran agama, karena
Allah ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah Ku
sempurnakan untuk kamu agamamu“.
Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia
termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama),
berarti ia telah membuat perkara baru dalam
agama (bid’ah) sesudah wafatnya
Rasulullah , dan pada perkataannya terkandung
pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini
(Q.S; Al-Maidah : 3) .
Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-
orang yang mengadakan acara peringatan maulid
Nabi , pada hakekatnya bertujuan untuk
memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan
kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta
menumbuhkan ghirah (semangat) dalam beribadah
yang di peroleh dari acara peringatan maulid
Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari
12
ibadah. Cinta kepada Rasulullah termasuk
ibadah, dimana keimanan seseorang tidaklah
sempurna hingga ia mencintai Nabi melebihi
kecintaannya terhadap dirinya sendiri, anak-
anaknya, orang tuanya dan seluruh
manusia. Demikian pula bahwa memuliakan
(mengagungkan) Rasulullah termasuk dari ibadah.
Dan juga yang termasuk kedalam kategori ibadah
adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam
mengamalkan syari’at Nabinya .
4. Sejarah Munculnya Maulid Nabi Muhammad SAW
Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang
memperingati peristiwa-perisiwa Islam tertentu
yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk
mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal
oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah
Bani Ubaid Al Qaddah yang menamakan dirinya
sebagai Fatimiyyun.1
Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang
dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan
kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang
memunculkan perayaan upacara maulid adalah orang-
orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan
Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu ke-4 Hijriyah.
13
Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai
pengikut Fathimah radhiallahu anha secara dzalim
dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal
sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang
Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari
orang Majusi (penyembah api) bahkan ada yang
mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.2
Pendapat lain, seperti Imam As Suyuthi dalam
Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid menegaskan:
“Orang yang pertama kali mengadakan
peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal,
Raja Agung Abu Sa’id Kau Kaburi 3 bin Zainuddin
Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.4
Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu
Ibrahim Alu Syaikh:
“Bid’ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama
kali diadakan oleh Abu Sa’id Kau Kaburi pada abad
ke-6 H”
Syaikh Hamud Tuwaijiri:
“Upacara peringatan maulid adalah bid’ah
dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada
akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.”
14
Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja
terakhirnya Al Adhid meninggal 567H, sedangkan
penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H,
ini menjadi bukti bahwa kelompok Ubadiyyun lebih
dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al
Mudzaffar- dalam mengadakan upacara peringatan
maulid Nabi.
Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa
Irbal adalah orang yang pertama kali mengadakan
Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al
Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir,
seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah.
Wallahu a’lam.5
5. Maulid Nabi tidak di bolehkan
Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia
memperingati tanggal 12 Rabi’ul Awwal setiap
tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah saw.
Kaum muslimin saling memberi ucapan selamat,
hadiah, dan aneka hidangan yang dipersiapkan untuk
peringatan tersebut, bahkan penjual aneka makanan
mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah,
sesuai kebiasaan dan tradisi khas tempat masing-
masing.
15
Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi
berkembang secara resmi di kalangan pejabat, raja
dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi
ucapan selamat, do’a-do’a keberkahan, bagi-bagi
hadiah untuk penghafal Al Qur’an, orasi dan pidato
politik.
Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid
Nabi bermula ?
Apakah peringatan maulid Nabi di benarkan dalam
Islam ?
Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid
ini?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang
saat ada peringatan maulid setiap tahunnya.
Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan seputar
hukum memperingati maulid, meskipun Rasulullah saw
sendiri tidak pernah memperingati hari
kelahirannya, begitu juga dengan para sahabat dan
tabi’in yang merupakan generasi pilihan.
6. Tradisi Fathimiyyah
Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di
Mesir ada sekelompok pendukung Fathimah putri
Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah
16
pertama kali yang mengadakan peringatan hari
kelahiran Nabi Muhammad. Mereka mengadakan
peringatan secara besar-besaran, mereka membagi-
bagikan aneka makanan. Di samping memperingati
kelahiran Nabi, mereka juga memperingati hari-hari
kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi saw.
Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan
sebagian ulama fiqh menolak mutlak peringatan
Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah dalam urusan
agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah
saw tidak pernah memperingati hari kelahirannya
sepanjang hidupnya, begitu juga para sahabat dan
tabi’in.
هو رد ه ف�� س م�ن� ا م�ا ل�ي� ا ه�د� مرن�� ي� ا ح�دث" ف� ه وس�لم: “م�ن% ا ل ص�لي ال�له ع�لن� ائ� ”وه�و ال�ق6
“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan
agama kami yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia
tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaran
Islam.
Para penentang perayaan maulid juga bersandar
para praktek perayaan maulid ketika masa
Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam
menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan
ini, sebagaimana yang dilihat oleh ahli fiqh
sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah
17
penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta
keluarga Nabi dan disertai dengan praktek-praktek
yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan
di dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara
sufiestik yang sudah menjerus pada kultus
individu, berdo’a kepada selain Allah, bernadzar
kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-bentuk
peringatan maulid Nabi semenjak kelomopk
Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di
belahan dunia lainnya.
7. Mengapa Kita Tidak Memperingati ?
Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr.
Muhammad ‘Alawi Al Maliki Al Husni, seorang ahli
fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi
dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan
sejarah perjalanan hidup Nabi saw dan
memperdengarkan pujian-pujian terhadapnya. Ada
kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi
kegembiraan terhadap umat Islam. Meskipun ia
menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan
pada malam hari tertentu, karena itu termasuk
katagori bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam
agama.
18
Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau
mengagungkan hari kelahirannya, beliau bersyukur
kepada Allah pada hari itu, atas nikmat diciptakan
dirinya dimuka bumi dengan membawa misi rahamatan
lil’alalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan
menuju cahaya. Ketika Rasulullah saw ditanya
tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin
dalam setiap pekan, beliau bersabda sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, (
ه ول�دث6 ن� وم ف�� ل�ك? ي�� ”.Itu hari, saya dilahirkan“ .(د�
Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak
melaksanakan maulid, Dr Al Husni mengatakan, “Apa
yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi
awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang
tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan
kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang
membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib
hukumnya, sebaliknya sesuatu yang menjerumuskan
kepada haram, maka hukumnya haram.”
Menurut padangan Dr. Al Husni, jika
memperingati maulid Nabi membawa mashlahat secara
syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di
dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji
Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan
lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat.
19
8. Tergantung Kegiatan
Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid,
karena di dalamnya bercampur dengan bid’ah dan
kemungkaran yang terjadi sebelum abad Sembilan
Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu
“Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada
meraih mashalahat.”
Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin
Al Fakihani juga membolehkan. Sebagian ada yang
malah menganjurkan, seperti Imam Jalaluddi As
Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka
mengingkari praktek-praktek bid’ah. Pendapat
mereka ini bersandar pada
firman Allah swt, {ام ال�له ن������������������������������� ا ره�م ن�� ك������������������������������ Dan“ {ود�ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”
Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh
‘Athiyyah Shaqr rahimahullah, telah berfatwa
tentang dibolehkannya memperingati maulid Nabi
dengan syarat.
Fatwa itu tertuang sebagai berikut,
“Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di
mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan
20
dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin
hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih
keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah alasan
memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah
swt atas pemberian-Nya yang sangat besar, berupa
kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk
kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa
kelestarian. Namun dengan syarat tidak membuatkan
gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan
lebih mendekatkan diri kepada Allah swt atas apa
yang disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan
dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari
koridor syariat dan berubah menjadi hal yang
diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau
campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung
kepada kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-
hura, tidak menghormati baitullah, dan termasuk
yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap
kuburan, sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran
agama dan bertentangan dengan adab.
Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan
seperti di atas, maka yang diutamakan adalah
mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul.
“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada
meraih maslahat.”
21
Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan
manfaat secara syar’i didapatkan, maka tidak ada
larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap
mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.”
Allahu ‘ala.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa mengadakan
peringatan maulid Nabi dengan tujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan
pengagungan terhadap Rasulullah termasuk dari
ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak
diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru pada
agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh
karena itu peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah
dalam agama dan termasuk yang diharamkan.
Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya
pada acara peringatan maulid Nabir terdapat
kemunkaran-kemunkaran yang besar, yang tidak
dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Dimana
mereka mensenandungkan qashidah yang didalamnya
mengandung pengkultusan terhadap Nabi , hingga
22
terjadi pengagungan yang melebihi pengagungannya
kepada Allah ta’ala–kita berlindung kepada Allah
dari hal ini-.
Dan juga kita mendengar informasi tentang
kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara
peringatan maulid Nabi tersebut , dimana ketika
dibacakan kisah maulid (kelahiran)beliau, lalu
ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah
Musthafa r), maka mereka semua serentak berdiri.
Mereka mengatakan bahwa ruh Rasulullah telah
datang, maka kami berdiri sebagai penghormatan
terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu
kebodohan.
Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri
untuk menghormati kedatangan ruh Nabir, karena
Rasulullah merasa enggan (tidak senang) apabila
ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya.
Padahal kecintaan dan pengagungan para sahabat
terhadap Rasulullah melebihi yang lainnya, akan
tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan
mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan
Rasulullah dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini
tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah masih
hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa dilakukan
oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.
23
Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid,
terjadi setelah berlalunya 3 (tiga) kurun waktu
yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut
tabi’in). sesungguhnya Peringatan maulid
Nabi telah menodai kesucian aqidah dan juga
mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya
antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan
perkara-perkara munkar yang lainnya.
2. Saran – saran
Implementasi dari syahadat Laa Ilaa illalloh
adalah tauhid yaitu menunggalkan (mentauhidkan)
Alloh di dalam peribadatan dan tidak mensekutukan-
Nya dengan sesuatu apapun, baik di dalam
Rububiyah, Uluhiyah an asma’ wa shifat-Nya. Adapun
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah
adalah, mentauhidkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam di dalam ittiba’ (peneladanan) dan
tidaklah mengamalkan suatu ibadah melainkan
sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau ‘alaihis
Sholatu was Salam.
Rasulullah sendiri menyatakan bahwa amalan bid’ah
itu tertolak, walaupun yang mengamalkannya ikhlas
lillahi Ta’ala, dan setiap bid’ah itu adalah
sesat. Sebagian salaf bahkan mengatakan, bahwa
amalan bid’ah itu lebih dicintai syaithan daripada
24
maksiat, karena orang yang bermaksiat dia faham
bahwa dirinya dalam kesalahan sehingga diharapkan
ia dapat bertaubat. Sedangkan orang yang
mengamalkan bid’ah, menganggap apa yg ia lakukan
adalah baik sehingga sulit baginya bertaubat.
Islam itu agama sempurna dan wajib atas kita
mengamalkannya secara kaafah. Kita wajib
mengingkari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan
seluruhnya. Bukannya kita hanya mengingkari
kemaksiatan, namun ridha dan mendiamkan dosa yang
lebih besar, yaitu syirik (yg tidak diampuni
Alloh) dan bid’ah (yang dinyatakan sesat oleh
Rasulullah).
Ummat Islam akan maju apabila umat ini mau kembali
kepada agama sebagaimana yang dibawa oleh para
pendahulu mereka yang shalih. Sebagaimana ucapan
Imam Malik rahimahullahu, “Tidak akan sukses
keadaan ummat ini melainkan kembali sebagaimana
suksesnya salaf shalih terdahulu”.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/
12/1/pustaka-172.htm
2. http://www.box.net/encoded/
6870461/67171703/226a37b841e29f599bfb2
3. Al-Hukmul Haqqu fil Ihtifal bi maulid Sayyidil Khalqi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, tulisan dari syaikh kami Ali bin
Hasan al-Halabi – hafidhahullah –
4. Al-Qaulul Fashlu fi Hukmil Ihtifal bi maulidi Khoirir Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tulisan al-‘Allamah Ismail
al-Anshariy.
5. Al-Maurid fi ‘Amalil maulid, tulisan dari syaikh
al-‘Allamah al-Fakihany.
26