Post on 23-Apr-2023
Nama : Yose Emeraldo T.NIM : 52140002
Kisah-kisah Alkitab dalam Layar LebarMenemukan atau kehilangan pesan Alkitab dalam budaya populer?
Tahun 2014 mungkin menjadi tahun yang menarik bagi orang-
orang Kristen penggemar film. Bagaimana tidak, di tahun 2014
terdapat setidaknya tiga film mengenai kisah-kisah dalam
Alkitab yang laris manis. Yang pertama adalah Son of God (28
Februari) oleh Christopher Spencer yang mengisahkan mengenai
pelayanan Yesus. Selanjutnya pada 28 Maret muncul Noah oleh
Darren Aronofsky (Black Swan, The Fountain) yang dibintangi artis
papan atas Russel Crowe (Gladiator, A Beautifull Mind, Les Miserables),
mengisahkan tentang Nuh dan bencana air bah. Yang terakhir
adalah Exodus: Gods and Kings yang disutradarai oleh Ridley Scott
(Alien, Gladiator, Black Hawk Down) dan dibintangi artis papan atas
lainnya, Christian Bale (trilogi Dark Knight, The Prestige) yang
mulai diputar 12 Desember, yang mengisahkan mengenai Musa yang
memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Selain itu
juga terdapat film-film lain yang meski tidak mengangkat kisah
dalam Alkitab namun bernafaskan Kristen dan juga laris seperti
God’s Not Dead, Heaven is for Real, dan Left Behind. Bahkan ada yang
menjuluki tahun 2014 sebagai The Year of the Bible Movie –
Tahunnya Film Alkitab!1 Sebutan ini tentu tidak asal-asalan.
Film-film di atas cukup sukses dan meraup banyak keuntungan.
Noah berhasil mengumpulkan pemasukan sebanyak US$362 juta2,
1 Shone, T., A movie miracle: how Hollywood found religion, 2014, dalamhttp://www.theguardian.com/film/2014/jul/31/-sp-faith-films-hollywood-religion-christian-noah-heaven-is-real-bible diaskes 1 Juni 2015
2 Noah, dalam http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=noah.htm diakses 3 Juni2015
Exodus: Gods and Kings mendapatkan US$268 juta3 dan Son of God
berhasil mendapatkan US$67 juta4. Meski pendapatan tersebut
tidaklah sebanyak film-film terlaris tahun 2014 seperti
Transformers: Age of Extinction (US$ 1.100 juta) atau The Hobbit: The Battle
of The Five Armies (US$955 juta)5, namun pendapatan dari film-film
berbasis Alkitab tersebut cukup menggiurkan.
Oleh karena itu, tampaknya trend film berbasis Alkitab
masih akan terus bergulir di tahun-tahun mendatang. Setelah
membuat Exodus: Gods and Kings, Ridley Scott berencana membuat film
berbasis Alkitab lagi mengenai Raja Daud6. Will Smith (I Am
Legend, Hancock, Bad Boys) dikabarkan hendak membuat film
mengenai Kain. Kemudian ada juga proyek mengenai Pontius
Pilatus yang rencananya dibintangi Brad Pitt (World War Z, Troy,
Ocean’s Eleven).7 Bahkan Hugh Jackman (Wolverine, trilogi X-Men, Les
Miserables) bersama dengan Matt Damon (trilogi Bourne, Elysium,
Good Will Hunting) dan Ben Affleck (Pearl Harbor, Gone Girl, Argo)
hendak membuat film mengenai Paulus berjudul Apostle Paulus8. Bukan
lagi studio film kristen kecil-kecilan yang mengangkat kisah-
kisah Alkitab tetapi justru studio-studio besar seperti
3 Exodus: Gods and Kings, dalam http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=exodus.htm diakses 3 Juni 2015
4 Son of God, dalam http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=sonofgod.htmdiakses 3 Juni 2015
5 2014 Worldwide Grosses, dalam http://www.boxofficemojo.com/yearly/chart/?view2=worldwide&yr=2014-&p=.htm diakses 3 Juni 2015
6 Toro, G., Ridley Scott May Follow Exodus With A Movie About King David, 2014, dalamhttp://www.cinemablend.com/new/Ridley-Scott-May-Follow-Exodus-With-Movie-About-King-David-43813.html diakses 1 Juni 2015
7 Kennedy, J.W., Why 2015 May (or May Not) Be the Year of the Bible Movie, Part 2, 2014,dalam http://www.charismanews.com/culture/46529-why-2015-may-or-may-not-be-the-year-of-the-bible-movie-part-2 diakses 28 Mei 2015
8 Busch, A. & Fleming Jr., M, ‘Apostle Paul’ With Hugh Jackman Sainted By Warner Bros.,2015, dalam http://deadline.com/2015/03/apostle-paul-hugh-jackman-ben-affleck-matt-damon-1201401935/ diakses 28 Mei 2015.
2
Paramount, Warner Bros dan 20th Century Fox dengan bintang-
bintang kelas A. Alkitab mulai menjadi mainstream, populer
melalui film-film yang berpotensi besar dan akan ditonton
banyak orang. Pesan Alkitab akan diperdengarkan dan
disampaikan tidak hanya kepada orang Kristen melainkan juga
orang-orang non kristen. Atau benarkah demikian?
Dalam paper ini penulis hendak menggali dan menguak lebih
dalam mengenai nilai-nilai teologis yang disajikankan melalui
film sebagai budaya populer serta membandingkannya dengan
nilai teologis yang disajikan oleh Alkitab. Melalui
pembandingan itu penulis berharap untuk menjawab pertanyaan di
atas, “Apakah pesan Alkitab diperdengarkan kepada banyak
orang?”. Secara khusus penulis akan membahas Noah dan Exodus:
Gods and Kings sebagai perwakilan dari trend film berbasis
Alkitab. Pemilihan ini karena film-film tersebut yang sudah
beredar dan dapat ditonton, sementara beberapa film lain yang
diproduksi studio besar dan dibintangi artis-artis Hollywood
papan atas, masih dalam proses produksi. Namun sebelum masuk
lebih dalam adalah baik untuk membahas sedikit mengenai budaya
populer itu sendiri.
Yang Terkemuka Di Antara Semua
Apakah budaya populer? Sebuah hasil akal budi yang
dikenal dan disukai orang banyak. Setidaknya itu arti budaya
populer ketika penulis mencari arti kata ‘budaya’ dan
‘populer’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Meski demikian
seringkali kata budaya dipakai secara terbatas untuk menyebut
3
hasil karya manusia yang dianggap berkualitas tinggi.9 Sebuah
karya teater klasik seperti Hamlet dan Romeo and Juliet oleh
Shakespeare dianggap sebagai sebuah budaya sementara serial TV
komedi seperti Malam Minggu Miko atau Bajaj Bajuri tidak dianggap
sebagai sebuah budaya. Pembedaan semacam ini yang juga dikenal
dengan pembedaan antara high culture dan low culture oleh mazhab
Frankfurt. High culture dipandang sebagai puncak pencapaian seni
karya dan cipta manusia, sementara low culture walau disebut
culture (budaya) sebenarnya bukanlah sebuah budaya atau seni
melainkan hanyalah sebuah komoditas yang diproduksi untuk
keuntungan dan manipulasi belaka.10 Pemikiran demikan bersumber
dari pandangan Marxisme yang mewarnai mazhab Franfurt, Budaya
populer tentu saja dipandang sebagai low culture dan sering juga
disebut sebagai mass culture atau budaya massal. Murahan, tak
berharga dan semacam pembodohan bagi rakyat. Kritik dari
mazhab Frankfurt ini tentu menarik untuk dibahas lebih lanjut
namun hal ini jelas diluar cakupan dari paper ini.11 Meski
penulis tidak sepenuhnya menolak argumen-argumen yang diajukan
oleh mazhab Frankfurt, namun penulis tidak bisa tidak merasa
bahwa argumen mazhab ini cenderung elitis dan mengagungkan
budaya-budaya tertentu –umumnya yang klasik– serta merendahkan
9 Detweiler, C. & Taylor, B., A Matrix of Meaning: Finding God in pop culture,(Michigan: Baker Academic, 2003), h.17.
10Cobb, K., The Blackwell Guide to Theology and Popular Culture, (Oxford: BlackwellPublishing, 2005), h.47-48.
11Cobb dalam bab1 (h.45-52) membahas lebih jauh mengenai pandangan mazhabFrankfurt, mengenai kritik yang diajukan serta dasar-dasar pemikiran darimazhab Frankfurt. Sementara itu di bab 2 (53-71), Cobb membahas mengenaipengembangan pemikiran oleh para penerus mazhab Frankfurt yang meskimempertahankan beberapa kritik dan pemikiran oleh Mazhab Frankfurt namunjuga mengembangkan cara pandang yang berbeda dan lebih terbuka.
4
bentuk budaya lain yang tentu saja lebih kontemporer dan
modern.12
Budaya populer kontemporer tentu saja berbeda dengan
budaya-budaya klasik. Hal ini karena konteks dunianya jelas
berbeda. Kalau mazhab Frankfurt berargumen seakan-akan budaya
klasik bukanlah budaya populer, hal ini tentu kurang tepat,
sebab menurut penulis budaya-budaya klasik pun sesungguhnya
adalah budaya populer pada jamannya. Apa yang membedakan?
Menurut Romanowski ada empat hal yang membedakan yaitu (1)
teknologi massa, (2) skala distribusi, (3) demografi para
penikmat (audiens) dan (4) basis komersial dari konsumen.13
Dengan keberadaan teknologi massal seperti percetakan masal,
radio, TV, dan internet maka produk-produk budaya populer
dapat dinikmati oleh lebih banyak orang, tidak hanya dalam
sebuah kota atau sebuah negara bahkan sampai mencakup seluruh
dunia. Seandainya teknologi TV sudah ada pada jaman
Shakespeare mungkin drama Romeo and Juliet akan ditonton oleh
berbagai oleh orang pada masa itu. Sayangnya tidak demikian
sehingga drama tersebut hanya dapat dinikmati oleh segelintir
orang pada masa itu, dan kemudian saat ini dipandang sebagai
high culture karena fakta tersebut. Sebuah pengertian yang tidak
tepat. Oleh karena itu penulis lebih memandang budaya populer
(maksudnya adalah budaya populer kontemporer) sebagai sebuah
produk karya manusia yang dikenal dan disukai oleh banyak
12Lihat juga penjelasan Romanowski mengenai pemikiran dan pandangan mengenaibudaya tinggi (disini disebut high brow) dan budaya rendah (lowbrow), sertapenempatan budaya klasik dan budaya populer dalam kategori-kategoritersebut. Romanowski, W.D., Eyes Wide Open, (Michigan: Brazor Press, 2007),h.85-87.
13Ibid., h.915
orang. Budaya populer adalah budaya yang memiliki audiens
massal, sangat banyak, diciptakan dalam urbanisasi dan
demokratisasi seiring dengan berkembangnya teknologi
distribusi massal.14
Film: Peta bagi Perjalanan Hidup Anda
Film sebagai sebuah media artistik yang harus menunggu
diciptakannya teknik reproduksi sebelum berkembang pesat
merupakan sebuah bentuk seni yang paling emansipatoris
(melibatkan seluruh pihak). Setidaknya demikian menurut Walter
Benjamin15. Namun pendapat ini mungkin ada benarnya. Melalui
film kita belajar mengenai banyak hal yang perlu kita ketahui
tentang hidup bahkan mungkin hampir seluruhnya.16 Film mungkin
merupakan sebuah budaya populer yang menyentuh banyak orang.
Pada tahun 2011 saja, UIS (salah satu lembaga milik UNESCO)
mencatat bahwa ada 6,984 milyar tiket bioskop yang terjual17.
Ini hampir setara dengan jumlah populasi dunia hari ini yang
mencapai lebih dari 7 milyar orang18. Data di atas jelas belum
menghitung dan mempertimbangkan orang-orang yang menonton film
dari DVD/VCD, streaming online, televisi berbayar, televisi umum,
smartphone atau dari bajakan. Jumlahnya tentu dapat berlipat
ganda. Film memiliki cakupan dan pengaruh yang kuat sebagai
sebuah budaya populer.
14Detweiler, op.cit., h.18.15Cobb, op.cit., h.31.16Detweiler, op.cit., h.155.17Gonzalez. R., Emerging Markets And The Digitalization of The Film Industry, (Montreal:UNESCO Institute for Statistics, 2013), h.18
18Current World Population, dalam http://www.worldometers.info/world-population/diakses 3 Juni 2015.
6
Film sebagai sebuah produk budaya populer selain
menghibur juga memiliki fungsi-fungsi yang lebih mendalam.
Film mampu mengafirmasi dan merefleksikan kembali keyakinan-
keyakinan hidup dan nilai-nilai yang dipandang berharga oleh
penonton. Film sebagai budaya populer dapat dipahami sebagai
imaginative ordering of experience atau penyusunan yang rapi dan
imajinatif atas pengalaman. Film memampukan kita untuk
mendapatkan insipirasi dan pencerahan mengenai kondisi manusia
dan tempat kita dalam semesta. Film juga mampu menyajikan
nilai-nilai dan asumsi budaya, norma perilaku, peran sosial
dan gender setidaknya menurut versi sutradara atau screenwriter
dari film tersebut.19 Penulis tertarik dan setuju dengan
pendapat Romanowski bahwa budaya populer dapat menjadi maps of
reality, peta mengenai realitas yang dipakai untuk menavigasi,
mencari arah dan menemukan jalan dalam kehidupan.20 Film adalah
sebuah media dan seni yang tersedia dan dapat diakses orang
untuk menemukan makna dalam kehidupan.21
Berbicara mengenai film sebagai media untuk mencari
makna, Paul Schrader membagi film ke dalam dua kategori22, yang
pertama adalah film yang bersarana melimpah (abundant). Ini
adalah film yang lebih praktis, emosional, fisik dan sensual.
Contohnya adalah film-film yang mengedepankan unsur laga aksi
(action) atau komedi umumnya merupakan film yang abundant.
Stimulus dan masukan dari film semacam ini tinggal diterima
saja tanpa perlu banyak berpikir. Sementara itu jenis kedua19Romanowski, op.cit., h.95.20Ibid., h.9521Marsh, C., Theology Goes to The Movies: An Introduction to Critical Christian Thinking, (NewYork: Routledge, 2007), h.23.
22Detweiler, op.cit., h.1597
adalah film bersarana jarang (sparse), yaitu film yang lebih
abstrak, bergaya unik, dan lebih fokus pada yang esensial
saja. Film semacam ini tentu perlu lebih banyak berpikir dan
ada kesulitan lebih untuk mencerna dan memahami maksud dalam
film tersebut.
Menurut Schrader, film-film religius atau berbasis
alkitab sering jatuh kepada kategori film bersarana melimpah
yang dirasanya gagal menginspirasi iman para penontonnya.23
Meski demikian film-film sparse yang diidolakan oleh Schrader
ternyata tidak mampu menangkap hati penonton. Orang tampaknya
cenderung menjauhi dan menolak film-film sparse
tersebut.24Mungkin film-film tersebut terlalu sulit dicerna
sehingga orang cenderung enggan untuk menontonnya.
Bagaimanapun juga orang menonton film untuk memperoleh
hiburan, merasa senang dan bersantai. Film-film sparse mungkin
menuntut penonton menginvestasikan daya emosional dan
spiritual yang terlalu banyak.25 Banyak orang tampaknya
kewalahan menghadapi film-film sparse.
Kalau demikian apakah kita tidak akan dapat menemukan
makna diluar film-film sparse? Penulis rasa tidaklah demikian.
Kita juga dapat menemukan makna dalam film-film non sparse juga.
Detweiler dalam refleksinya terhadap beberapa karya sutradara
film populer dari tahun 1999 menyimpulkan bahwa film-film yang23Ibid.24Derweiler memaparkan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh film-film
sparse yang dibuat oleh Schrader (The Yakuza, Rolling Thunder, Blue Collar, Hardcore)maupun oleh para sutradara idola Schrader seperti Theodor Dreyer (ThePassion of Joan of Arc), Yasujiro Ozu (Floating Weeds), dan Robert Bresson (Diary ofa Country Priest, Au Hasard Balthazar) yaitu pujian dari kritikus namun pengabaiandan ketidakacuhan dari para penonton. Film-film tersebut umumnya gagalsecara finansial. Untuk pembahasan lebih lengkap lihat ibid., h.160-162.
25Ibid., h.1818
padat, penuh dan abundant pun dapat mendorong individu untuk
mencari makna hidup dan menggugah secara spiritual26. Bahkan
mungkin film-film semacam ini –yang abundant namun sedikit-
sedikit sparse– justru lebih bermanfaat sebab menjadi map of
reality yang akan dipakai penonton sebab tidak terlalu berat.
Meski demikian perlu disadari juga bahwa model semacam ini
memiliki resiko juga. Penonton dapat gagal melihat lebih dalam
melampaui hingar-bingar aksi, gambar yang indah dan special effect
dari film abundant, menuju kepada pertanyaan-pertanyaan utama
yang diprovokasi dan disodorkan dalam film-film tersebut.27
Namun bagi penulis resiko ini merupakan resiko yang layak
diambil. Karena penggalian mendalam mengenai makna dapat
dibangun melalui diskusi, refleksi film ataupun review film
selama film tersebut ditonton oleh banyak orang.
Noah dan Exodus: Gods and Kings, kedua film yang akan dibahas
dalam paper ini merupakan contoh film yang, bagi penulis,
merupakan film abundant namun sedikit-sedikit sparse. Keduanya
merupakan film yang padat, penuh aksi, dialog dan adegan-
adegan spektakuler (terimakasih kepada CGI dan special effect yang
keren!) namun juga dapat mendorong pemikiran dan refleksi atas
hidup. Menyadari bahwa film mampu menyajikan nilai-nilai dan
asumsi budaya, norma perilaku, peran sosial dan gender, kita
kembali bergerak untuk menjawab pertanyaan di awal mengenai
film-film berbasis Alkitab ini, “Apakah pesan Alkitab
diperdengarkan kepada banyak orang?”
26Detweiler merefleksikan 6 buah film yaitu The Matrix, American Beauty, Fight Club,Magnolia, Dogma dan Run Lola Run. Lihat pembahasan ibid., h. 168-180.
27Ibid., h.181.9
Antara Akurasi & Imajinasi
Salah satu komentar pertama yang umumnya dilontarkan oleh
kaum Kristiani mengenai film adaptasi Alkitab seperti Noah dan
Exodus: Gods and Kings adalah bahwa film-film tersebut tidak
akurat. Dalam artian film-film tersebut tidak mengikuti cara
pengkisahan dalam Alkitab termasuk juga menghilangkan sebagian
kisah ataupun menambah dan mengubah sebagian dari kisah
tersebut. Banyak orang yang bahkan mencela Darren Aronofsky
ataupun Ridley Scott. Meskipun demikian perlu disadari bahwa
film-film adaptasi dari Alkitab ini tentu bukanlah sekadar
pengkisahan ulang Alkitab. Jika itu yang diharapkan maka
kemungkinan besar kita akan kecewa. Bagaimana pun juga film
merupakan sebuah dunia imajinatif yang artistik. Sebuah dunia
yang diciptakan oleh imajinasi sang seniman. Sebuah produk
dari orang-orang kreatif yang bekerja bersama, sutradara,
penulis naskah, produser, dan lain sebagainya.28 Jonathan Bock,
pendiri Grace Hill Media di California bahkan berpendapat
bahwa orang-orang yang bekerja dibalik kamera perlu dan memang
akan memiliki kebebasan karena Alkitab bukanlah naskah film.29
Oleh karena itu bagi penulis pengembangan kisah merupakan hal
yang menarik dan layak diapresiasi dari para pembuat film ini.
Dalam kisah-kisah Alkitab terdapat berbagai plot holes,
kekosongan-kekosongan plot dan alur cerita yang dapat diisi
oleh imajinasi dan kreatifitas dari penulis. Contohnya
mengenai relasi antara Nuh dan Metusalah tidak pernah
digambarkan dalam Alkitab. Apakah Metusalah mati wajar ataukah
28Romanowski, op.cit., h.99,101.29Kennedy, op.cit.,
10
mati karena air bah?30 Apakah keturunan Seth menyimpan kulit
ular dari Kejadian 3 sebagai barang peninggalan / keramat dari
masa lampau? Seperti apakah dunia pada masa Nuh? Gersang atau
indah? Apa yang dialami oleh para penumpang bahtera ketika air
bah pertama kali datang? Seperti apakah relasi antara Musa dan
para penguasa Mesir? Apakah Musa menyadari keyahudiannya?
Apakah Musa seorang jenderal dengan pengetahuan yang luas akan
seni perang? Apa yang dirasakan orang Israel kepada orang
Mesir yang terkena tulah-tulah? Konflik dan pergumulan semacam
ini tidak tertulis dalam Alkitab dan menjadi plot holes bagi
penulis untuk berkreasi dan berimajinasi.
Meskipun demikian bagaimana jika kebebasan berimajinasi
tersebut justru mengubah makna kisah tersebut? Tokoh-tokoh
yang ada tetap sama tetapi relasi antar tokoh berbeda secara
signifikan dan merubah kisah tersebut pada titik-titik kunci
dan utama dari kisah tersebut. Dapatkah hal yang demikian
masih disebut sebagai sebuah film adaptasi? Apakah film-film
ini menolong menyampaikan pesan Alkitab mengenai Allah? Dalam
pembahasan selanjutnya, penulis akan mengulas bagian-bagian
menarik dari Noah dan Exodus: Gods and Kings serta membandingkan
pesannya dengan pesan dari Alkitab.
Dunia Baru Tanpa Manusia
Pertama-tama berbicara mengenai Allah, dalam film Noah,
Allah memang tidak ditampilkan secara jelas. Allah tidak30Jika menghitung catatan Alkitab mengenai usia Metusalah (Kejadian 5:25-27)dan memperkirakan waktu terjadinya Air Bah dengan menghitung usia Nuh(Kejadian 5:28-32; 9:28-29) maka Metusalah mati pada usia 969 tahunbersamaan dengan tahun terjadinya air bah. Dari data inilah kemungkinanDarren Aronofsky berimajinasi bahwa Metusalah mati karena Air Bah.
11
muncul sebagaimana dalam Exodus: Gods and Kings, yang akan dibahas
nanti. Dalam film Noah, gambaran mengenai Allah hanya
ditemukan melalui ucapan dan pandangan dari tokoh-tokoh
seperti Nuh, Tubal-Kain, Metusalah, dan The Watcher. Allah tidak
pernah mengucapkan sepatah kata pun sepanjang film tersebut
dan disebut hanya sebagai Sang Pencipta (The Creator).Dalam film
Noah, Allah berbicara kepada Nuh melalui penglihatan-
penglihatan yang indah, mempesona namun sekaligus mengerikan31
atau kejadian alam yang unik, seperti setetes air yang jatuh
ke tanah dari langit dan serta merta menghasilkan bunga32.
Percakapan dengan Allah itu sesuatu yang tidak jelas dan
ambigu bagi Nuh. Nuh kemudian mencari nasihat kepada kakeknya,
Metusalah yang dikisahkan tinggal seorang diri di gunung.
Melalui perjumpaan tersebut Metusalah meyakinkan Nuh bahwa
Allah berbicara dalam cara yang dipahami oleh Nuh33 dan
akhirnya ia memahami tugas yang harus dikerjakannya.
Nuh ditugasi Allah untuk membuat bahtera untuk selamat
dari Air Bah. Yang menarik adalah ketika Nuh menjelaskan
mengenai tugas membuat bahtera kepada keluarganya. Nuh
menjelaskan bahwa manusia akan dihukum karena perbuatannya
kepada dunia (bumi) dan bahtera dibuat untuk menyelamatkan
hewan-hewan yang tidak bersalah. Karena mereka tidak
bersalahlah maka Allah menyelamatkan mereka.34 Tanggapan Ila
juga menarik bahwa hewan akan diselamatkan dan hidup karena
mereka masih hidup sama seperti saat mereka hidup di Taman31Aronofsky, D., (Sutradara). (2014). Noah [Film]. Amerika Serikat;Paramount Pictures, 10.30-11.37; 27.52-28.50; 56.32-57.01
32Ibid., 05.47-06.0233Ibid., 26.18-26.4034Ibid., 30.25- 31.04
12
(Eden). Hal ini berbeda dengan perkataan Tuhan dalam Kejadian
6:7 “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka
bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-
burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka”.
Allah menghapuskan segala mahluk dari dunia ini. Dunia telah
rusak dan penuh dosa dan bukan hanya manusianya saja tetapi
seluruh kosmis! Jadi sudah tidak ada lagi yang tidak tercemari
dosa di dunia (lihat Kejadian 6:11-13, Roma 5:12, 8:19-22).
Dimulai dari peristiwa kejatuhan di Eden (Kejadian 3) sampai
rencana Air Bah (Kejadian 6) kita melihat dunia yang berproses
dan bergerak makin jatuh dan dicemari dosa yang akhirnya
mencapai skala kosmis.35 Oleh karena itu pesan yang disampaikan
oleh Noah dalam hal ini berbeda dari Alkitab.
Awalnya Nuh menduga bahwa dirinya dan keluarganya akan
turut serta dalam dunia baru36. Namun lewat penglihatan lebih
lanjut37, menurut Nuh, Allah menginginkan seluruh manusia mati,
tidak ada yang diselamatkan sebab manusia adalah jahat dan
merusak dunia ini termasuk juga Nuh dan keluarganya.
Penglihatan ini mengguncang Nuh dengan keras dan dia
digambarkan berubah menjadi pribadi yang muram. Mungkin karena
beban dan konsekuensi yang mengikuti pencerahan tersebut
terlalu berat. Nuh membagikan pencerahannya kepada istri dan
anak-anaknya yang tentu saja diterima dengan berat hati
terutama oleh istrinya, “They are our children, Noah!” kata sang
istri dengan geram dan murka. Nuh tetap teguh dengan
35Fretheim, T. E., God and World in the Old Testament: A Relational Theology of Creation,(Nashville: Abingdon Press, 2005), h.79
36Ibid., 31.06-31.2237Aronofsky, op.cit., 56.32-57.01
13
rencananya. Ia berencana agar keluarganya menjadi yang
terakhir dari manusia yang hidup di dunia. Sepanjang terapung-
apung tanpa arah didalam bahtera, Nuh pun berjuang untuk
menghayati pencerahan tersebut. Ia terus bergumul apakah hal
tersebut memang merupakan kehendak Allah. Pergumulan untuk
hidup dalam sinkronisasi (selaras) dengan kehendak dan rencana
Allah tentu merupakan tema alkitabiah yang terus dihidupi oleh
orang Kristen sampai saat ini. Ketika Ila (istri Sem)
memberitahukan bahwa ia hamil maka Nuh menjadi semakin gamang
dan galau. Ia berseru-seru kepada Allah namun tidak
mendapatkan jawaban dari Allah. Ia menginterpretasikan ini
bahwa kehendak Allah tidak berubah, kematian seluruh umat
manusia termasuk anak Ila. Nuh pun kemudian berusaha membunuh
anak-anak Ila sementara Naameh (istri Nuh), Sem dan Ila
berusaha menyelamatkan sang anak. Pada akhirnya Nuh memutuskan
untuk tidak mengikuti kehendak Allah dan membiarkan si anak
tetap hidup, keputusan yang diambil dengan perasaan gagal,
sedih dan luar biasa terpukul.38 Konflik batin yang hebat
antara mengikuti kehendak Allah dan menyelamatkan darah-
dagingnya akhirnya dimenangkan oleh keinginannya menyelamatkan
cucu-cucunya (bandingkan kisah Abraham di Kejadian 22:1-19).
Konflik batin inilah yang menurut penulis, menjadi kisah dan
drama utama dari Noah. Beban mental dan emosional yang
sedemikian berat akhirnya membuatnya bermabuk-mabukan ketika
sampai lagi di darat. Berbeda tentu dari Alkitab dimana Nuh
mabuk bukan karena stres atau tertekan (Kejadian 9:20-21).
38Ibid., 87.41-88.42; 90.55-92.22; 95.41-100.30; 107.30-109.57; 111.26-113.10; 115.50-120.30
14
Bagian menarik bagi penulis adalah sepanjang proses ini
bahkan setelah Nuh mengambil keputusan menyelamatkan anak-anak
Ila pun Allah tidak berbicara apapun kepada Nuh. Apakah ini
hanya ujian seperti dalam kisah Abraham? Apakah Nuh salah
menginterpretasikan penglihatan dari Allah? Apakah akhirnya
dunia kembali hancur karena Nuh gagal mengikuti visi Allah
mengenai dunia baru yang tidak didiami oleh manusia?
Pertanyaan-pertanyaan itu dibiarkan tak terjawab oleh
Aronofsky. Allah ala Aronofsky adalah Allah yang diam, Allah
yang jauh bahkan dari manusia pilihannya, Allah yang sangat
transenden, nun jauh disurga dan berbicara dalam teka-teki dan
ketidakjelasan.
Mengikuti logika cerita –dimana visi Allah kepada Nuh
yang masih dan belum direvisi, adalah kematian seluruh umat
manusia– maka Nuh memberontak kepada Allah demi keluarganya.
Tindakan Nuh tersebut bisa jadi dipandang tidak tepat jika
orang-orang –yang memiliki asumsi bahwa kisah Nuh merupakan
sebuah sejarah yang terjadi di masa lampau– berefleksi dan
melihat kondisi dunia masa kini dimana terjadi kerusakan
lingkungan yang hebat karena manusia. Disisi lain pesan yang
disampaikan oleh film ini adalah hal demikian itulah yang
tepat. Cinta kepada keluarga harus di atas Allah, walau
mungkin mengorbankan dunia (?). Menjelang akhir Ila menyatakan
bahwa tindakan Nuh tepat (mengasumsikan bahwa Allah menguji
Nuh saja) karena ia menunjukkan pengampunan dan kasih kepada
keluarga.39 Kesempatan kedua bagi manusia merupakan kehendak
Allah bagi Nuh namun hal ini tidak terkonfirmasi oleh Allah
39Ibid., 125.10-127.1415
sampai dengan adegan akhir, ketika Nuh melakukan ritual
tanggungjawab merawat bumi dan beranak-cucu, maka muncul
pelangi (yang bisa diinterpretasikan sebagai persetujuan dari
Allah). Namun lagi-lagi tidak ada kejelasan dan konfirmasi
dari Allah. Hanya interpretasi manusia (Nuh dan keluarganya
dan para penonton).
Pesan yang disampaikan film tersebut bagi penulis tentu
saja tidak sepenuhnya selaras dengan pesan Alkitab. Dalam
Alkitab, Allah memang jelas-jelas memilih Nuh dan keluarganya
untuk diselamatkan dari air bah. Sehingga kegelisahan dan
konflik batin dalam bahtera tentu tidak dihadapi oleh Nuh.
Lebih dalam dari itu, pengampunan, kasih dan kesempatan kedua
menjadi inisiatif dan pemberian Allah (Kejadian 6:8) dan tidak
didapatkan lewat pemberontakan kepada Allah. Bagian penting
lain dari Alkitab yang dikeluarkan dari Noah adalah perjanjian
yang ditetapkan Allah setelah Nuh dan keluarganya keluar dari
bahtera (Kejadian 9:1-17). Perjanjian ini menunjukkan Allah
yang berelasi dengan manusia (tidak hanya manusia tetapi
segala mahluk!) dan Allah yang meletakkan keyakinan dan
kepercayaan kepada kebaikan manusia dan segala mahluk (walau
juga memiliki kapasitas untuk berbuat jahat dan dosa – lihat
Kejadian 9:21-22) untuk meneruskan ciptaan. Allah yang tidak
lagi akan mengintervensi dunia dengan Air Bah. Meski Noah juga
menyajikan kisah mengenai kehidupan baru (meski tema ini tidak
dibangun secara kuat) namun Aronofsky memutar kisah Nuh dan
menjadikan keselamatan dan kehidupan baru itu (setidaknya
mengenai manusia) bukan sebagai inisiatif dan kehendak dari
16
Allah melainkan dari usaha dan pemberontakan manusia kepada
rencana Allah.
Selanjutnya mengenai keluarga di atas Allah, Matius
10:37-38 berkata “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-
Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau
perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul
salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.”. Bagi Yesus, kasih
kepada keluarga yang melebihi kasih kepada Allah bukanlah hal
yang tepat. Kasih kepada Allah dan kepada keluarga perlu
diletakkan pada taraf yang sama (lihat Matius 22: 34-40).40
Percakapan antara Nuh dan Tubal-Kain membawa kita melihat
sisi lain dari kisah Air Bah ini.41 Meskipun Tubal-Kain
digambarkan sebagai seorang yang bengis, penindas dan kejam,
dan memang diposisikan sebagai seorang antagonis yang egois,
hal ini tentu tidak membuat kita berhenti berpikir mengenai
nasib orang-orang banyak, para pengikutnya beserta
keluarganya. “The land is dying, the cities are dead. My people follow me and
more will follow them. ... If you refuse my dozens now, I shall return with legions!”
Demikianlah seru marah Tubal-Kain. Manusia yang sekian banyak
akan segera tenggelam dalam Air Bah tanpa ada kesempatan untuk
bertobat dan berubah. Perhatian serupa juga muncul ketika Air
Bah sudah melanda dan Sem dan Ila (nama istri Sem) ingin
menolong orang-orang di luar bahtera yang masih hidup dan
terapung-apung namun ditolak oleh Nuh. Kegelisahan-kegelisahan
humanis yang ditampilkan dalam film Noah ini menarik (walau
40Dalam Matius 22: 34-40, Yesus menyatakan bahwa mengasihi Allah (hukumpertama) dan mengasihi diri dan sesama (hukum kedua), tentu saja termasukkeluarga, memiliki bobot keutaman yang sama.
41Aranofsky, op.cit., 47.40-48.4017
tidak terjawab dalam film secara memuaskan juga) untuk kita
dapat menggumuli relasi Allah dan manusia.
The Watcher merupakan bagian dari kisah yang merupakan
fantasi dan imajinasi Aranofsky (atau mengambil sumber di luar
Alkitab) yang menarik. Terlepas dari ketidak-alkitabiahan
tokoh-tokoh ini, menarik untuk mencermati kisah mereka. Allah
dikisahkan menciptakan The Watcher pada hari yang kedua. The
Watcher dikatakan berbelas-kasihan pada manusia dan turun ke
bumi untuk menolong manusia. Akibatnya mereka kemudian dihukum
Allah karena melawan perintah-Nya. Mereka, mahluk-mahluk
cahaya dikurung dalam batu dan tanah dari bumi. Meskipun
demikian mereka tetap menjalankan rencana mereka untuk
menolong manusia. Mereka mengajari manusia segala hal mengenai
ciptaan sampai akhirnya keturunan Kain berhasil membangun
peradaban yang luar biasa. Mereka berhasil baik namun kemudian
manusia berbalik dan menggunakan pembelajaran tersebut untuk
melakukan kekerasan dan kejahatan. The Watcher diburu dan
dibunuh oleh manusia. Menyadari kesalahan mereka, The Watcher
meminta Allah untuk membawa mereka pulang namun Allah diam
saja.42 Yang menarik adalah saat mereka berusaha melindungi Nuh
dan bahteranya dari Tubal-Kain, The Watcher yang mati kemudian
dapat kembali kepada Allah.43 “The Creator brings him home!” pekik
salah satu dengan sukacita. Ini berbeda dengan para The Watcher
yang mati dalam flashback kisah dari Magog. Meski seakan-akan
berkata bahwa mereka dapat kembali ke surga karena telah mau
menolong Nuh namun menurut penulis titik kuncinya adalah pada
42Ibid., 20.50-22.3443Ibid., 75.11-76.20
18
kata-kata Samyaza (The Watcher pertama yang mati saat melindungi
Nuh), “My Creator, forgive me.”44 Keselamatan dari Allah datang
karena Samyaza memohon ampun atas kesalahan The Watcher. Tentu
bukan soal ‘gagal’ melindungi Nuh tetapi mengenai
pemberontakan mereka. Kalau sebelumnya mereka hanya meminta
Allah membawa mereka pulang, kini mereka tidak meminta pulang
namun memohon ampun dan justru Allah membawa mereka pulang.
Kisah penciptaan dan kejatuhan manusia yang dituturkan
oleh Nuh merupakan sebuah penceritaan yang menarik. Meski
secara naratif memakai kisah penciptaan ala Kejadian 1, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa penceritaan melalui rangkaian
gambar yang berganti secara cepat (stop-motion) memberi kesan
penciptaan dunia berdasar teori Big Bang dan evolusi dari
mahluk laut sampai menjadi mahluk darat.45 Aronofsky berhenti
sampai pada mahluk yang menyerupai monyet sebelum narator
berpindah kisah tentang manusia. Walau demikian secara
implisit kita dapat melihat pesan yang hendak disampaikan
dibaliknya adalah manusia merupakan evolusi kera. Sementara
itu Tubal-Kain memberikan kisah lain mengenai penciptaan
manusia, bahwa Allah menciptakan manusia karena tidak puas
dengan keberadaan ciptaan yang lain.46
Penulis mengapresiasi imajinasi dan visualisasi kisah Nuh
yang disajikan oleh Aronofsky. Metusalah yang memiliki
kekuatan supranatural seperti mengeluarkan api dari pedang dan
memulihkan rahim Ila. Ham yang tidak memiliki istri saat Air
Bah (berbeda dari kisah Alkitab – Kejadian 6:18) dan dengan
44Ibid., 75.55-75.5945Ibid., 84.30-87.4046Ibid., 93.22-93.45
19
begitu menambahkan konflik yang menarik. Tubal-Kain, sang
antagonis yang menyusup ke dalam bahtera dan bertarung dengan
Nuh. Gambaran dunia yang gersang dan rusak oleh manusia
(apakah kita bergerak menuju dunia semacam ini?), pengambaran
bencana Air Bah secara dahsyat, dan visualisasi lainnya yang
indah. Secara keseluruhan, Noah menyajikan sebuah kisah yang
menarik.
Sang Anak Kecil dan Jenderal Pembebas
Exodus: Gods and Kings merupakan sebuah film yang menarik.
Exodus: Gods and Kings dimulai dengan prolog “for 400 years the Hebrews
have been slaves to Egypt”47 yang kemungkinan diinspirasi dari
Kejadian 15:1348 yang berujung pada “God has not forgotten them.”49
Sebuah pembukaan yang kuat dan menjadi kesaksian akan Allah
yang mengingat dan berelasi dengan umatnya. Meski demikian
Exodus: Gods and Kings tampaknya lebih berpusat pada perseteruan
antara Musa dan Ramses, Musa dan Allah, dan Musa dengan
dirinya.
Musa dalam Exodus: Gods and Kings digambarkan sebagai jenderal
Mesir yang tangguh, memiliki pengetahuan dan ketrampilan
perang yang baik, seorang administrator yang handal dan
berwibawa, serta seseorang dengan edukasi yang baik (hal yang
47Scott, R. (Sutradara). (2014). Exodus: Gods and Kings [Film]. Amerika Serikat;Twentieth Century Fox. 01.13-01.17
48Tuhan berfirman kepada Abram bahwa keturunannya akan diperbudak dinegeriasing (asumsinya Mesir) selama 400 tahun. Menurut Keluaran 12:40, orangIsrael tinggal di Mesir selama 430 tahun, sehingga yang 30 tahun bisadiandaikan sebagai masa Yusuf dan saudara-saudaranya masih hidup dan bebasdari perbudakan. (lihat Keluaran 1)
49Scott, op.cit., 01.55-02.0020
wajar bagi seorang pangeran). Musa adalah tokoh penting di
kerajaan Mesir. Ia memiliki relasi erat dan akrab dengan
Ramses, Firaun yang akan dikonfrontasinya ketika hendak
membebaskan Israel. Bahkan dikisahkan Musa tumbuh besar
bersama Ramses, sudah dianggap saudara dekat bahkan sampai
mendapat pedang kembar dari Firaun Seti50. Alur plot ini agak
berbeda dari versi Alkitab dimana Musa melewatkan masa
kecilnya dirawat oleh ibunya, yang berperan sebagai inang
penyusu (Keluaran 2:10). Meski demikian Alkitab juga tidak
dengan pasti memberikan rentang usia Musa diangkat anak oleh
puteri Firaun sehingga penulis rasa Scott berimajinasi bebas
di sini. Mungkin saja Musa berumur 2 atau 3 tahun (usia anak
disapih) ketika kemudian diangkat anak dan dibawa ke dalam
istana Firaun dan hidup disana bergaul dengan sang penerus
tahta, menjadi salah satu pangeran Mesir. Menurut penulis plot
ini terutama diciptakan Scott untuk membawa kisah Keluaran ini
menjadi ketegangan antara dua orang ‘saudara’ dari kecil.
Romanowski mencermati bahwa gaya semacam ini merupakan bentuk
individualisme yang digaungkan oleh Hollywood. Satu orang
dapat merubah semuanya dan menghapuskan segala masalah. Memang
benar setiap orang perlu didorong bahwa mereka memiliki dampak
dan peran tetapi individualisme Hollywood dipandang berlebihan
sampai-sampai mendistorsi realitas bahwa perubahan tidak serta
merta dihasilkan oleh satu tokoh saja.51 Meski menjadikan kisah
Exodus: Gods and Kings berpusar disekitar Musa membuat kisah ini
menjadi lebih dramatis dan (bisa) mendapat penggalian karakter
50Ibid., 04.16-04.5051Romanowski, op.cit., h.171-174.
21
yang mendalam. namun individualisme radikal52 semacam ini
menurunkan nilai peran bersama dari komunitas serta keberadaan
kuasa atau hal-hal diluar kendali individu yang turut mengubah
arah sejarah. Contohnya Harun53, hanya ditampilkan sebagai
sosok figuran yang berjarak, tidak erat dengan Musa dan
cenderung apatis (bandingkan Keluaran 4:14-16, 27, 29-30 dan
7:1).
Dalam Exodus: Gods and Kings, persoalan besar (sosial, bangsa)
direduksi menjadi perselisihan personal, terlihat dalam sibling
rivarly antara Musa dan Ramses. Mulai dari ramalan sang pendeta,
konflik batin Ramses yang ditolong Musa dalam perang54, Firaun
Seti yang lebih mempercayai Musa daripada Ramses55, konflik
Ramses dan ibunya untuk membunuh atau mengusir Musa56, konflik
bersenjata antara pasukan Ramses dan kelompok pemberontak
Yahudi yang dipimpin Musa terkait perihal pembebasan Israel
dan terakhir berpuncak pada duel gagal di tengah Laut Merah57.
Dalam Exodus: Gods and Kings, Musa menyadari identitas
keyahudiannya dalam kunjungan kerjanya ke Pithom setelah
diberitahu oleh Nun, salah satu tua-tua Israel. Musa galau
dengan identitasnya sampai-sampai ia membunuh seorang penjaga
Mesir dalam kemarahannya yang akhirnya berujung pada
pengusirannya dari Mesir. Pergumulannya tidak berhenti
walaupun Bithia (sang putri Mesir) dan Miriam memberitahukan
bahwa dia adalah seorang Ibrani58. Ketika Allah berbicara52Ibid., h.174.53Scott, op.cit., 66.21-66.4854Ibid., 10.10-11.1555Ibid., 12.53-13.3056Ibid., 36.55-37.32 57Ibid., 121.21-122.4858Ibid., 38.00-39.14
22
dengan Musa mengenai orang Ibrani dan menyindir “...or are they not
people in your opinion?”59 adegan ini menunjukkan Musa masih sulit
menerima dirinya sebagai orang Ibrani. Atau bandingkan juga
percakapan Allah dengan Musa yang lain, “you still don’t think them as
yours, do you?”60 Dalam kisah Alkitab memang terdapat plot holes
mengenai kesadaran Musa dan orang-orang disekitarnya akan
keyahudian Musa.61 Namun dalam Alkitab, Musa tidak dikisahkan
bergumul mengenai identitas keyahudiannya. Pergumulan ini
sendiri menjadi sebuah plot yang menarik (jika digali secara
mendalam), mengenai orang yang mencari identitas dirinya
termasuk mengenai spiritualitasnya.
Musa ditampilkan sebagai sosok yang cenderung skeptis dan
ateis. Pada adegan awal di istana Firaun ketika seorang
pendeta Mesir sedang meramal masa depan dengan membaca isi
perut dari angsa (sebuah ketidakakuratan historis62), ia
menunjukkan ketidakpercayaannya pada hal religius dengan
mengejek ramalan sang pendeta.63 Dalam percakapan dengan
anaknya, Gershom mengenai gunung Tuhan, Musa juga menunjukkan
keskeptisannya64, sebuah sikap yang mungkin menjadi
anakronisme65 dari sikap orang-orang modern. Exodus: Gods and Kings
59Ibid., 57.04-57.0860Ibid., 98.00-98.2061Keluaran 2:10 dan 11 mengindikasikan ada jeda waktu antara Musa diangkatanak oleh puteri Firaun dengan masa dewasa ketika ia dikisahkan melihatkerja paksa dan mengenali orang-orang Ibrani sebagai saudaranya.
62Membaca isi perut hewan untuk meramal masa depan adalah praktek religiusRomawi bukan Mesir Kuno. Lihat subpoin factual errors darihttp://www.imdb.com/title/tt1528100/goofs?ref_=tttrv_ql_2
63Scott, op.cit., 03.18-03.4064Ibid., 52.55-54.1065Sebuah inkonsistensi waktu (secara kronologis) yang biasanya terkaitdengan tradisi, objek, teknologi, kejadian atau orang yang berada padaperiode waktu yang salah.
23
dapat dikatakan sebagai sebuah kisah pencarian dan penemuan
relasi antara Musa dengan Yang Maha Kuasa. Di akhir kisah
digambarkan Musa yang bergaul erat dengan Allah66.
Berbicara mengenai relasi Musa dan Allah merupakan hal
yang menarik dari Exodus: Gods and Kings. Musa pertama kali bertemu
Allah di gunung dimana terdapat semak yang menyala tetapi
tidak terbakar. Kisah yang sama dengan di dalam Alkitab. Yang
membedakan adalah bagaimana pertemuan itu berlangsung. Di
dalam Alkitab67, Musa dalam kondisi sadar, sementara dalam
Exodus: Gods and Kings68, Musa digambarkan terkena longsoran batu
dan mungkin berhalusinasi mengenai Allah. Isi percakapan
tersebut juga berbeda. Di dalam Alkitab, Allah secara jelas
memperkenalkan diri dan menyatakan maksudnya yaitu untuk
mengutus Musa membebaskan umat-Nya dari Mesir. Musa bahkan
sampai berdebat panjang dengan Allah mengenai kapasitas
dirinya sendiri. Sementara itu dalam Exodus: Gods and Kings,
percakapan dengan Allah lebih singkat (tentu dalam rangka
menjaga agar film dan percakapan itu tetap menarik dalam media
film) dan sedikit lebih ambigu. Misal Allah berkata “I need a
general to fight” bisa dimaknai berperang (yang lebih masuk akal
untuk seorang jenderal) atau berjuang dalam artian lebih umum.
Gambaran Scott mengenai Allah cukup menarik. Allah digambarkan
sebagai seorang bocah kecil usia belasan, mungkin 12 atau 13
tahun. Gambaran yang tidak biasa, yang juga ditentang oleh
Zipora dalam Exodus: Gods and Kings, “God isn’t a boy”69 Penulis sendri
66Scott, op.cit., 140.11-141.4767Lihat Keluaran 3:1-4:1768Scott, op.cit., 55.31-57.2969Ibid., 58.09-58.11
24
tidak masalah dengan sosok Allah yang muncul sebagai seorang
anak, sebab tidak ada yang tahu juga seperti apa sosok Allah.
Umumnya memang digambarkan sebagai laki-laki kulit putih tua
tetapi kemudian Morgan Freeman merevolusinya dengan trend
Allah sebagai sesosok pria tua kulit hitam. Mungkin Scott
hendak memulai trend gambaran baru mengenai Allah yang
bersosok anak-anak.
Pengisahan 10 Tulah yang menjangkiti Mesir perlu mendapat
perhatian khusus. Menurut penulis, pengkisahan ala Scott
kehilangan makna asli tulah tersebut dari Alkitab. Scott
menceritakan tulah yang terjadi terus menerus, dimulai dari
sungai menjadi darah –karena buaya yang sangat banyak saling
membunuh– sampai kepada tulah keenam yaitu barah (meski
melewatkan tulah 3-nyamuk dan tulah 5-sampar, yang dipindah
posisi). Penulahan ini kemudian diselingi dengan peringatan
dan ajakan bernegosiasi dari Musa yang ditulis di sebuah kuda
dengan darah. Hal ini kemudian ditanggapi Ramses dengan
memperberat pekerjaan orang Yahudi (dalam Alkitab ini terjadi
saat Musa pertama kali memohon kepada Firaun untuk mengijinkan
Israel pergi ke padang dan beribadah kepada Tuhan, sebelum 10
tulah itu terjadi). Setelah itu bencana dilanjutkan dengan
tulah penyakit sampar pada hewan, hujan es dan api, kegelapan
dan diakhiri dengan kematian anak sulung.70 Bencana-bencana
tersebut terjadi terus menerus tanpa henti sehingga memberi
kesan Allah yang menghukum terus menerus. Hal yang berbeda
dengan yang disajikan Alkitab bahwa tulah tersebut terjadi
sebagai peringatan kepada Firaun, menunjukkan kebesaran Allah
70Ibid., 81.18-88.46, 89.06-91-53, 92.42-95.2425
dalam rangka membujuk Firaun untuk membebaskan Israel dari
Mesir. Oleh karena itu setiap tulah umumnya memiliki pola yang
sama: diawali dengan sebuah permohonan dari Musa kepada
Firaun, peringatan akan tulah, dan perbuatan ajaib yang
terjadi melalui suatu aksi dari Musa atau Harun (menyentuhkan
tongkat, mengambil debu dan tanah, mengulurkan tongkat ke
langit)71. Beberapa kemudian diredakan ketika Firaun berjanji
melepaskan Israel atau bernegosiasi dengan Musa72, yang
kemudian diingkari Firaun. Dalam kisah Alkitab Firaun memiliki
kesempatan, waktu dan kebebasan untuk memilih, merespon dan
bertindak73. Pesan yang berbeda yang akan ditangkap ketika
melihat Exodus: Gods and Kings dimana Firaun dan seluruh Mesir
menjadi korban yang cenderung pasif.
Dalam beberapa percakapan antara Musa dengan Allah tampak
beberapa persoalan yang menarik untuk didiskusikan lebih
lanjut (tentu tidak di sini!). Musa mempertanyakan tulah-tulah
yang terjadi sebagai kekejaman, tidak manusiawi dan dilakukan
sebagai sebuah pembalasan dendam dari Allah saja. “I want to see
them (Pharaohs) on their knees, begging for it to stop!”74 Allah digambarkan71Kisah lengkap 10 Tulah lihat Keluaran 7:14-12:5172Setelah tulah keempat, Firaun menwarkan kepada Musa untuk beribadah ditengah-tengah Mesir tetapi ditolak (Keluaran 8:25-27). Sebelum tulahkedelapan turun, Firaun menawarkan hanya kaum laki-laki saja yang pergi,bukan seluruh bangsa (Keluaran 10:8-11). Kemudian setelah tulahkesembilan, Firaun sedikit melunak dan mengijinkan semua pergi kecualiternak Israel (Keluaran 10:24).
73Meskipun umumnya dipakai istilah “Allah mengeraskan hati Firaun”, namunpenulis berpendapat bahwa ini merupakan cara para penulis kitab Keluaranmengatributkan segala sesuatu yang terjadi kepada Allah. Penulis sendirimengikuti pandangan Teologi Proses, meyakini bahwa setiap mahluk memilikikebebasan untuk bertindak dan memilih tanpa dimanipulasi atau dikeraskanhatinya oleh Allah. Untuk lebih jelas lihat Griffin, D. R., Evil Revisited:Responses and Reconsiderations, (New York: State University of New York Press,1991), h.11-13.
74Scott, op.cit., 97.52-98.3926
secara implisit mengiyakan hal tersebut, bahkan terlibat
berobsesi untuk menunjukkan kehebatannya dan keinginannya
mematahkan kesombongan para firaun yang mengtuhankan dirinya.
Percakapan lain menunjukkan Allah yang tidak sabar dengan
metode Musa yaitu membentuk kelompok gerilyawan (atau
teroris?) sehingga Ia memutuskan untuk menurunkan tulah-tulah
tersebut.75 Kedua pemahaman ini konsisten dengan dunia Musa
yang dibangun oleh Scott tetapi tentu saja berbeda dengan
pemahaman dan pengisahan Alkitab karena dalam Alkitab maksud
dan tujuan tulah itu seperti diungkapkan dalam paragarf di
atas. Sebagai peringatan bagi Firaun. Allah dalam Alkitab
justru tampak lebih sabar. Dipermainkan dan diberi harapan
palsu oleh Firaun setidaknya 9 kali, namun tetap Allah memberi
kesempatan bagi Firaun untuk memilih membebaskan Israel.
Terlepas dari itu menarik juga melihat gambaran Musa yang
simpatik dan peduli juga kepada bangsa Mesir atau setidaknya
orang-orang Mesir yang dikenal Musa, yang menderita akibat
tulah-tulah hebat tersebut (meski ironisnya dia tidak terlihat
bermasalah dengan melakukan aksi terorisme kepada rakyat
Mesir).
Scott juga menggambarkan Allah yang tidak dekat dengan
umatnya. Meskipun di awal disebutkan bahwa Allah tidak
melupakan umatnya namun Allah tidak menyatakan dirinya kepada
umatnya, tidak melalui Musa, tidak melalui Harun, tidak
melalui siapapun. Upaya pembebasan Israel dari Mesir
ditampilkan pertama-tama sebagai usaha Musa secara pribadi.
Pengolesan darah domba dan segala ritual terkait dilepaskan
75Ibid., 80.13-81.1527
dari peringatan akan pembebasan dari Allah dan sekadar sebuah
jaga-jaga dalam ketakutan dan ketidaktahuan akan tindakan
Allah.76 Aura yang dibangun adalah ketakutan bukan sukacita
(bandingkan Keluaran 12:1-28) sebab Allah tidak menyatakan
maksud dan kehendaknya kepada bangsa Israel. Allah menjadi
Allah yang absen sepanjang proses pembebasan dan juga
perjalanan keluar dari Mesir. Kalau di dalam Alkitab Allah
dikisahkan mendampingi bangsa Israel melalui tiang awan dan
api (lihat Keluaran 13:17-22), dalam Exodus: Gods and Kings tidak
ada hal semacam itu. Ketika Musa tersesat dipersimpangan jalan
dan kemudian terdampar di tepi laut, Allah juga tidak hadir.77
Kisah Exodus: Gods and Kings dapat dilihat sebagai kisah
mengenai Musa yang berusaha mengandalkan dirinya sendiri dan
gagal. Musa yang mengalami proses direndahkan hatinya oleh
Allah. Dari yang berkeras hati78 akan kemampuannya sendiri
kemudian menyadari ketidakmampuannya dan menyerah kepada Allah
(yang disimbolkan dengan melemparkan pedang ke laut)79. Bahkan
dalam pertemuan dengan Allah di gunung untuk membuat loh batu,
Musa sekali lagi belajar kerendahan hati. Merelakan dirinya
yang adalah pemimpin digantikan.80 Dalam hal ini tema ini,
perendahan hati dihadapan Allah, merupakan sebuah tema yang
Alkitabiah (lihat Matius 23:12, 1 Petrus 5:6, Yakobus 4:6,
dst).
Film Alkitabiah : Menemukan atau Mempertanyakan Allah?76Ibid., 101.46-102.1577Ibid., 114.58-118.1278Ibid., 92.01-92.4079Ibid., 118.42-119.3780Ibid., 140.11-141.47
28
Berdasar pada pembahasan di atas, kita melihat bahwa baik
Aronofsky maupun Scott menyajikan sebuah kisah, penceritaan
ulang yang menarik Baik Noah dan Exodus: Gods and Kings menyajikan
sebuah penceritaan yang sungguh menggugah hati melalui
imajinasi dan rekreasi ulang akan kisah-kisah Alkitab
tersebut. Namun demikian disadari juga bahwa ternyata film-
film tersebut menyampaikan gambaran Allah dan relasinya dengan
ciptaan yang sering tidak konsisten dan sama dengan pesan
Alkitab. Terdapat ide, konsep, pandangan dan keyakinan-
keyakinan lain yang mewarnai film-film tersebut. Dalam hal ini
kita dapat menjawab dengan mudah pertanyaan di awal paper,
“Apakah pesan Alkitab diperdengarkan kepada banyak orang?”
Tidak.
Jika demikian haruskah kita memboikot film-film tersebut.
Menolak keberadaannya dan berupaya menggagalkan film-film
serupa yang hendak dibuat dimasa mendatang? Haruskah kisah-
kisah Alkitab dijauhkan dari jamahan Hollywood? Untuk ini saya
juga menjawab tidak. Meskipun pengisahan yang berbeda ala
film-film tersebut dapat memberi gambaran Allah yang salah dan
tidak tepat. Namun setidaknya film-film tersebut menolong kita
melihat kembali gambaran Allah dan relasinya dengan ciptaan,
yang kita miliki. Film-film ini dapat mendorong kegelisahan,
kegoncangan iman dan bahkan diskusi. Seperti yang diharapkan
oleh salah seorang penulis review, “orang-orang terdorong
kembali kepada Alkitab dan membaca kisah” tersebut lagi.81
81Kandiah, K. dalam Exodus: Gods and Kings review - biblically irreverent but powerful cinema,2014, dalamhttp://www.christiantoday.com/article/exodus.gods.and.kings.review.biblically.irreverent.but.powerful.cinema/43927.htm diakses 6 Juni 2015.
29
Untuk itulah saya setuju dengan Romanowski bahwa kita
membutuhkan sebuah interpretive community, sebuah komunitas
penafsir yang terdiri atas orang-orang yang mampu untuk
memilah, merenungkan dan menafsirkan secara aktif film-film
populer. Komunitas yang bersama-sama mendiskusikan dan
menggali film-film tersebut secara mendalam dan reflektif
untuk pertumbuhan iman bersama.
Akhir kata, kehadiran film-film box-office yang mendapatkan
idenya dari kisah-kisah Alkitab dapat dipakai untuk mendorong
kita menghayati iman kita lebih dalam. Mungkin kita tidak akan
menemukan Allah, dalam artian mendapat gambaran langsung yang
lebih jelas mengenai Allah atau terinspirasi mengenai Allah,
dari dalam film-film populer. Tetapi biarlah pertanyaan-
pertanyaan dan kegelisahan kita mengenai Allah yang disajikan
oleh budaya populer mendorong kita untuk menemukan dan
membangun secara kokoh identitas kekristenan kita.
30
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Cobb, K., The Blackwell Guide to Theology and Popular Culture, Oxford:
Blackwell Publishing, 2005.
Detweiler, C. & Taylor, B., A Matrix of Meaning: Finding God in pop culture, Michigan: Baker Academic, 2003.
Fretheim, T. E., God and World in the Old Testament: A Relational Theology ofCreation, Nashville: Abingdon Press, 2005.
Gonzalez. R., Emerging Markets And The Digitalization of The Film Industry, (Montreal: UNESCO Institute for Statistics, 2013.
Griffin, D. R., Evil Revisited: Responses and Reconsiderations, New York: State University of New York Press, 1991.
Marsh, C., Theology Goes to The Movies: An Introduction to Critical Christian Thinking, New York: Routledge, 2007.
Romanowski, W.D., Eyes Wide Open, Michigan: Brazor Press, 2007.
Sumber Media AudiovisualAronofsky, D., (Sutradara). (2014). Noah [Film]. Amerika
Serikat; Paramount Pictures.
Scott, R. (Sutradara). (2014). Exodus: Gods and Kings [Film]. Amerika Serikat; Twentieth Century Fox.
Sumber Onlinehttp://deadline.com/2015/03/apostle-paul-hugh-jackman-ben-
affleck-matt-damon-1201401935/http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=exodus.htm http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=noah.htm
31
http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=sonofgod.htmhttp://www.boxofficemojo.com/yearly/chart/?
view2=worldwide&yr=2014-&p=.htmhttp://www.cinemablend.com/new/Ridley-Scott-May-Follow-Exodus-
With-Movie-About-King-David-43813.html http://www.charismanews.com/culture/46529-why-2015-may-or-may-
not-be-the-year-of-the-bible-movie-part-2 http://www.christiantoday.com/article/
exodus.gods.and.kings.review.biblically.irreverent.but.powerful.cinema/43927.htm
http://www.theguardian.com/film/2014/jul/31/-sp-faith-films-hollywood-religion-christian-noah-heaven-is-real-bible
http://www.worldometers.info/world-population/
32