Post on 06-Feb-2023
Filsafat PancasilaA. Pengantar :
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat
sesungguhnya merupakan titik awal dari munculnya ilmu
pengetahuan tersebut. Berawal dari titik tersebut,
manusia mengembangkan pikiran-pikirannya menjadi sebuah
teori, ilmu, maupun landasan yang pada akhirnya mereka
pilih sebagai pedoman mereka. Bercermin dari
perkembangannya tersebut, maka wajar bila dikatakan
bahwa sebenarnya manusia senantiasa berfilsafat selama
hidupnya.
Dari banyaknya filsafat yang muncul dari pemikiran
seseorang, nantinya akan terdapat beberapa filsafat yang
akhirnya terpilih dan diakui oleh sekelompok orang.
Dengan demikian filsafat tersebut menjadi jalan hidup
(way of life)bagi kelompok yang menggunakannya.
Rumusan Masalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat Pancasila?
2. Bagaimana hubungan antara tiap-tiap sila dalam
Pancasila?
3. Bagaimana peran Filsafat Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara?
B. Pengertian Filsafat :
Sebelum memahami lebih lanjut mengenai filsafat,
akan lebih mudah jika kita ketahui terlebih dahulu
istilah dan pengertian filsafat itu sendiri. Secara
etimologis istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani
yakni philosophia. Istilah tersebut berasal dari dua kata
yakni “philein” yang artinya “cinta”, dan “sophos” yang
artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” (Nasution, 1973).
Maka secara harfiah dapat diartikan filsafat adalah
“mencintai kebijaksanaan”.
Menurut Plato, filsafat berarti pengetahuan yang
berminat untuk mencapai suatu kebenaran yang asli.
Sesuai dengan arti yang telah dijabarkan tersebut,
filsafat menyertai manusia dalam memilih pandangan hidup
yang menurut mereka baik dan benar demi mencapai tujuan
hidupnya yakni suatu kebahagiaan.
Keseluruhan arti filsafat tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :
1. Filsafat sebagai produk :
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti
filsafat sebagai hasil (produk) dari proses
berfilsafat para filsuf. Seperti ilmu, teori,
konsep dari filsuf zaman dahulu, sistem atau
pandangan hidup yang memiliki ciri tertentu.
b. Filsafat sebagai suatu problema yang dihadapi
oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas
berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini
pada intinya merupakan hasil dari kegiatan
filsafat yang produknya problema yang kemudian
diselesaikan dengan cara filsafat pula.
2. Filsafat sebagai suatu proses :
Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu
sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat
tidak hanya menjadi sekumpulan dogma yang diyakini,
detekuni, dan dipahami sebagai suatu sistem nilai
tertentu, melainkan lebih merupakan suatu aktivitas
berfilsafat. Atau dengan kata lain diartikan
sebagai aktivitas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode tertentu yang sesuai dengan
objek permasalahannya.
C. Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu
yang asing. Namun, dewasa ini ternyata masih banyak yang
belum benar-benar memahami dan menerapkan Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia.
Pancasila yang terdiri atas lima asas pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem
yakni suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu
dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak bisa terpisahkan. Sebagaimana memiliki ciri
sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-
sendiri
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
(Shore dan Voich, 1974:22)
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila,
perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang
Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara
singkat sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia
(Syarbaini;2003).
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sila-sila
Pancasila merupakan suatu kesatuan organis yang menjadi
dasar pemikiran Bangsa Indonesia meliputi; pemikiran
tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang Maha
Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan
dengan masyarakat.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut
kenyataan objektif, dimana kenyataan tersebut ada pada
Pancasila itu sendiri tanpa bergantung pada pengetahuan
orang. Itulah yang menjadikannya sebagai suatu sistem
yang memiliki ciri khas tertentu dan berbeda dengan
sistem filsafat lainnya misalnya, liberalisme,
matrealisme, komunisme, dan aliran filsafat lainnya.
D. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan
Berbentuk Piramidal
Pengertian matematika dari piramidal digunakan
untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari
Pancasila dalam urut-urutan dan sifat-sifatnya. Bahwa
di antara lima sila yang ada, terdapat hubungan yang
saling mengikat sehingga Pancasila merupakan satu
kesatuan yang bulat.
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem bersifat hierarkis dan berbentuk
piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sila ke -1. Bahwa pada hakikatnya adanya Tuhan
adalah karena diri-Nya sendiri, Tuhan
sebagai causa Prima. Artinya, segala sesuatu
yang ada termasuk manusia ada karena
diciptakan Tuhan (akibat dari adanya Tuhan).
Sila ke-2. Manusia sebagai pokok dari suatu negara,
maka muncul sebuah negara yang merupakan
persekutuan hidup bersama yang beranggotakan
manusia.
Sila ke-3 Negara adalah akibat dari adanya manusia
yang bersatu.
Sila ke-4 Sebagai akibat dari manusia yang bersatu,
akan terbentuk rakyat yang merupakan unsur
suatu negara di samping wilayah dan
pemerintah. Dengan kata lain, rakyat adalah
totalitas dari individu-individu dalam
negara yang bersatu.
Sila ke-5 Dengan terbentuknya suatu pemerintahan,
maka akan muncul suatu tujuan yakni
keadilan, yang pada hakikatnya merupakan
tujuan dari lembaga hidup bersama yang
disebut negara.
2. Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi
Tiap-tiap sila seperti yang telah disebutkan
mengandung keempat sila lainnya dan dikualifikasikan
oleh keempat sila lainnya. Sebagaimana disebutkan
pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini
mengandung arti Ketuhanan yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ pewakilan,dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Begitu pula sebaliknya, pada sila ke-lima yang
berbunyi “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sila ini mengandung makna keadilan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, serta berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan damam
permusyawaratan/perwakilan.
E. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Filsafat.
Kesatuan sila-sila Pancasila bukan hanya bersifat
formal logis saja, tapi juga meliputi keatuan dasar
ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis
dari sila-sila Pancasila itu sendiri.
1. Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila yang terdiri dari lima sila, seperti
yang telah dibahas sebelumnya bukanlah merupakan
asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan
menjadi sebuah kesatuan dasar ontologis. Yakni
sebuah kesatuan dasar yang bersifat nyata dan
realitas.
Pada hakikatnya, dasar ontologis adalah
manusia, dimana manusia memiliki hakikat
monopruralis. Oleh sebab itu, hakikat ini juga
disebut hakikat dasar atropologis. Pada hakikat ini,
manusia yang berperan sebagai subjek pendukung
pokok sila-sila Pancasila. Intinya, yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta berkeadilan sosial adalah manusia (rakyat
Indonesia itu sendiri).
Sehingga hubungan kesesuaian antara manusia
dengan landasan sila-sila Pancasila merupakan
hubungan “sebab-akibat” yang tiap-tiap sila
memiliki makna bertingkat. Dengan demikian, dasar
ontologis sila-sila merupakan suatu kenyataan
bahwa Pancasila dan manusia saling berhubungan.
2. Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai sistem filsafat juga
merupakan suatu sistem pengetahuan yang dijadikan
sebagai pedoman untuk memandang realitas alam
semesta, manusia, dan masyarakat dalam rangka
menyelesaikan masalah dalam kehidupan. Dalam hal
ini, filsafat telah menjelma menjadi ideologi
(Abdulgani, 1986).
Berdasarkan dasar epistemologisnya (sumber dan
kebenarannya), Pancasila tidak bisa lepas dari
dasar ontologisnya yakni manusia yang mempunyai
implikasi terhadap bangunan epistemologis itu
sendiri.
3. Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Sila-sila sebagai sistem filsafat juga
memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya, yakni
dasar tujuan dan manfaatnya. Sehingga nilai-nilai
yang terkandung pada pancasila sesungguhnya juga
merupakan satu kesatuan.
Pada dasarnya segala sesuatu itu bernilai,
namun keanekaragaman sudut pandang membuat
penggolongan nilai semakin banyak. Segala sesuatu
yang mengandung nilai itu bukan hanya yang
bersifat material saja, tetapi juga yang bersifat
nonmaterial. Nilai-nilai material relatif mudah
diukur dibanding dengan nonmaterial. Sebagai
contoh nilai kerohanian bisa diukur dengan hati
nurani manusia dengan bantuan alat indra manusia.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Notonegoro,
bahwa nilai dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Nilai material : segala sesuatu yang
berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia
2. Nilai vital : segala sesuatu yang berguna
bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian : segala sesuatu yang
berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian sendiri dibagi menjadi
tiga, yaitu
a. Nilai kebenaran, bersumber pada akal
(rasio, budi, cipta) manusia
b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur
perasaan manusia
c. Nilai kebaikan, bersumber pada unsur
kehendak manusia
d. Nilai religius, merupakan nilai kerohanian
tertinggi yang bersumber dari keyakinan dan
kepercayaan manusia
Menurut Notonegoro, nilai-nilai Pancasila
tergolong nilai kerohanian yang secara lengkap dan
harmonis juga mengandung antara lain; nilai
material, nilai vital, nilai, kebenaran, nilai
keindahan, nilai estetis, nilai moral, maupun
nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat
sistematis dan hirarkis dimana sila pertama sampai
sila ke-lima memiliki keterkaitan satu sama lain.
F. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa
dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara
Indonesia mengandung makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan.
Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai
kerohanian yang mengakui adanya nilai material, nilai
vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilai estetis,
etis, maupun nilai religius. Hal ini dibuktikan pada
nilai Pancasila yang tersusun hirarkis piramidal yang
utuh.
Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila bagi Bangsa
Indonesia merupakan landasan serta motivasi atas
segala perbuatan, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun kehidupan bernegara. Dengan kata lain
Pancasila adalah cita-cita tentang kebaikan yang
harus diwujudkan menjadi kenyataan.
2. Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Indonesia merupakan suatu sumber dari hukum dasar
Negara Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar,
Pancasila secara objektif merupakan pandangan hidup,
kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral
yang luhur meliputi suasana kejiwaan serta watak
Bangsa Indonesia sebagaimana ditetapkan PPKI pada 18
Agustus 1945, yakni Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945
yang sebagaimana diketahui secara yudiris UUD 1945
merupakan pokok kaidah negara yang fundamental. Hal
ini ditegaskan dalam pokok pikiran ke-empat yang
konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan negara,
politik negara, dan pelaksanaan demokrasi harus
senantiasa berdasarkan nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
G. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang
berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan
logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah ideologi
berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide atau cita-
cita. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu hasil perenungan
atau pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-
ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-
nilai, adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia itu sendiri sebelum membentuk negara.
2. Beberapa pengertian ideologi:
a) A.S. Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah
seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori
ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh
seorang atau sekelompok orang.
b) Soerjono Soekanto menyatakan bahwa secara umum
ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan,
kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan
agama.
c) Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai
seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita
hidup.
d) Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai
suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi
ideologi tertutup dan ideologi terbuka.
Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran
tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita
suatu kelompok orang untuk mengubah dan
memperbarui masyarakat; atas nama ideologi
dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang
dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan
hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu,
melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan
konkret dan operasional yang keras, yang
diajukan dengan mutlak.
Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang
terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan
cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari moral,
budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan
keyakinan ideologis sekelompok orang,
melainkan hasil musyawarah dari konsensus
masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya
dasar, secara garis besar saja sehingga tidak
langsung operasional.
3. Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi
realitas, dimensi idealisme, dan dimensi
fleksibilitas.
1. Dimensi Realitas : nilai yang terkandung dalam
dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu
lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan
menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik
mereka bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi
realitas ini dalam dirinya.
2. Dimensi idealisme : ideologi itu mengandung cita-
cita yang ingin diicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini
tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.
3. Dimensi fleksibilitas : ideologi itu memberikan
penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya
dari waktu ke waktu sehingga bebrsifat dinamis,
demokrastis. Pancasila memiliki dimensi
fleksibilitas karena memelihara, memperkuat
relevansinya dari masa ke masa.
Dari uraian di atas, sangatlah tepat jika bangsa
Indonesia menjadikan Pancasila sebagai ideologi
bangsanya. Karena nilai-nilai yang terdapat dalam
Pancasila sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa
Indonesia itu sendiri.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia,
Pancasila bukan hanya suatu hasil perenungan atau
pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi
lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai,
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia itu sendiri sebelum membentuk negara.
Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi Bangsa
Indonesia, dimana ideologi tersebut sangatlah sesuai
dengan Bangsa Indonesia itu sendiri.
H. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar dan
menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila pertama
ini, terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
harus mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, setiap warga Indonesia harus beragama dan
bukanlah tidak punya agama dan juga Tuhan (ateis).
Sila ini juga mempunyai makna bahwa warga Indonesia
harus memiliki sikap toleransi dan tidak berlaku
diskriminatif antarumat beragama.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan merupakan dasar fundamental dalam
kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
Dalam sila kemanusiaan, negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang beradab. Oleh karena itu, dalam peraturan
perundang-undangan negara harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat
manusia, terutama hak asasi manusia.
3. Persatuan Indonesia
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai
bahwa kesatuan, persatuan, kepentingan, dan
keselamatan bangsa dan negara adalah di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Dalam hal ini,
negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku,
ras, kelompok, golongan maupun agama yang berbeda
harus mengikatkan diri pada Bhinneka Tunggal Ika agar
perbedaan bukannya diruncingkan untuk menjadi
permusuhan tetapi diarahkan kepada persatuan untuk
mencapai tujuan negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Sila ini mengandung makna bahwa nilai-nilai
demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan dalam
kehidupan bernegara. Mengingat suatu negara terdiri
dari rakyat dengan latar belakang yang berbeda,
sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan maupun
aktivitas lainnya diutamakan musyawarah untuk
mencapai mufakat. Pada akhirnya keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Di dalam sila ke-lima terkandung nilai bahwa
keadilan harus terwujud dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mengingat suatu negara merupakan
sekumpulan dari masyarakat yang hidup bersama.
Kebersamaan tersebut kemudian memunculkan suatu cita-
cita dan tujuan bersama, yakni keadilan. Maka, demi
terwujudnya keadilan tersebut diperlukan sikap
kekeluargaan dan gotong royong serta menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
I. Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara
Sebagai suatu bangsa, Bangsa Indonesia memiliki
cita-cita serta pandangan hidup yang dipakai sebagai
basis nilai dalam setiap pemecahan masalah. Pandangan
tersebut digunakan sebagai landasan filosofis yang
asalnya dari nilai-nilai kultural Bangsa Indonesia
sendiri. Akibatnya, selama Bangsa Indonesia berkehendak
untuk bersama membangun bangsa di atas dasar filosofis
bernama Pancasila, maka sudah seharusnya Pancasila
menjadi dasar dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
hukum, serta kebijakan internasional. Hal inilah yang
kemudian diistilahkan bahwa Pancasila sebagai paradigma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paradigma mengandung pengertian sumber nilai,
kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas dan tujuan
dari suatu perkembangan, perubahan, serta proses dalam
bidang tertentu termasuk dalam proses berbangsa dan
bernegara. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan kehidupan
berbangsa dan bernegara terutama proses pembangunan
harus berdasar pada Pancasila.
Secara lebih rinci, filsafat Pancasila sebagai
dasar kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan
identitas nasional Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila yang berasal dari bangsa Indonesia
mencerminkan karakter dan sifat dari bangsa Indonesia
itu sendiri. Dan dengan kedudukan Pancasila yang menjadi
dasar negara dan konstitusi (Undang-Undang Dasar)
Indonesia, maka Pancasila merupakan sumber dari segala
hukum yang ada di Indonesia. Sehingga pembangunan
Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.
J. Kesimpulan
1. Yang dimaksud dengan filsafat Pancasila adalah
kerangka berpikir dan cara berpikir yang dipilih,
diakui, serta dijadikan landasan dalam setiap
aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia.
2. Hubungan antara tiap-tiap sila dalam Pancasila yakni
tiap-tiap sila dari kelima sila yang ada merupakan
kesatuan yang saling berhubungan, saling berhubungan,
dan saling bekerja sama membentuk kesatuan yang bulat
dan utuh. Dimana sila yang satu mengandung dan
melengkapi sila yang lainnya, sehingga tiap-tiap sila
tidak bisa berdiri sendiri.
3. Peran Filsafat Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara adalah sebagai paradigma. Dalam artian
Filsafat Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum yang ada di Indonesia, baik dalam segi
politik, sosial, ekonomi, hubungan internasional,
maupun dalam segi religius.
Ainun Nihayah (142210101043)
Mila Nur Azizah (142210101073)
Sri Respati Ayuningsih (142210101082)
Universitas Jember
Daftar PustakaKaelan, dan Achmad Zubaidi. 2012, Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi, Paradigma : Yogyakarta
Winarno. 2006, Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Kedua, Bumi
Aksara : Surakarta
Kaelan. 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma : Yogyakarta
http://wikipedia.com