Post on 06-Feb-2023
DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJAPEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN,
PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO
DRAFT SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DALAM MEMENUHISALAH SATU SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA
POLITIK DALAM BIDANG ILMU PEMERINTAHAN
OLEHMUH. REDZKY MURDANNI
201121005
PROGRAM STRATA -1JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS PEPABRI MAKASSAR
2014HALAMAN PERSETUJUAN
DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA PEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN,PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO
JUDUL SKRIPSI : :
NAMA MAHASISWA : MUH. REDZKY MURDANNISTAMBUK/NIRM : 201121005
TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI PADA
Tanggal : 2014
Pembimbing IPembimbing II
D E K A NFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Drs. Agussalim, S.Sos, M.Si.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena atas lindungan, rahmat, bimbingan,
dan petunjuk-Nyalah sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang disediakan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa yang
akan menyelesaikan studi program strata satu pada
Universitas PEPABRI Makassar Program Studi Ilmu
Pemerintahan.
Dalam penyusunan skripsi ini, cukup banyak kesulitan
yang penulis hadapi. Hal ini terutama disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis
ilmiah yang sesuai dengan etika penulisan. Namun berkat
lindungan dan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, bantuan
dari berbagai pihak, serta berbagai usaha penulis, maka
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan meskipun dalam
bentuk dan susunan yang sederhana.
Tidak dapat dipungkiri bahwa skripsi ini masih
sangat jauh dari kondisi yang sempurna, karena itu
koreksi yang konstruktif dari semua pihak senantiasa
penulis akan terima dengan senang hati.
Makassar,
2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................ ii
KATA PENGANTAR........................................ iii
DAFTAR ISI ........................................... v
DAFTAR TABEL.......................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................... 1
A. Latar Belakang Masalah..................... 1B. Masalah Pokok.............................. 4C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............. 4D. Sistematika Penulisan...................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................... 7
A. Pengertian Pendidikan dan Latihan......... 7B. Pengertian Produktivitas Kerja ........... 14C. Pembinaan dan Pengembangan Pegawai ....... 17D. Pentingnya Pengembangan Pegawai........... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................... 32
A. Kerangka berpikir ....................... 32 B. Metode Penelitian ....................... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ............ 37
. Dasar hukum Terbentuknya Kantor Dinas TataRuang, Kebersihan, Pertanaman & PemadamKebakaran.................................. 37
BAB V P E N U T U P.............................. 3
DAFTAR PUSTAKA....................................... 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor yang memegang peranan penting
dalam proses pembangunan itu adalah kualitas sumber
daya manusia. Oleh karena itu perlu ada upaya dari
instansi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, yang di satu pihak dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja dalam melakukan kegiatan di
masyarakat dan di lain pihak sangat erat hubungannya
dengan peningkatan taraf hidup manusia itu sendiri.
Untuk terwujudnya keadilan bekerja dan berusaha,
maka pemerintah bersama-sama masyarakat sedang
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik bidang
sosial, ekonomi, politik, bidang teknologi maupun pada
bidang-bidang lainnya. Suksesnya pembangunan tersebut
tergantung dari partisipasi seluruh masyarakat untuk
turut memberikan kontribusinya sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu pula
dibarengi adanya upaya peningkatan kinerja para
pegawai dari setiap organisasi atau instansi.
Pemikiran ini didasarkan bahwa seseorang yang
produktif akan lebih mampu dalam menyelesaikan tugas
pekerjaannya dengan terampil dan cekatan, sehingga
pendapatan yang diperolehnya akan menjadi lebih besar.
Untuk menjaga agar instansi dan sumber daya manusianya
tersebut dapat berkembang dengan baik sehingga tujuan
akhir dari instansi dapat tercapai, maka pimpinan
instansi mengambil langkah-langkah dalam hal ini
pengembangan dan pengawasan terhadap kegiatan pegawai
di instansi tersebut.
Untuk mencapai tujuan instansi, maka salah satu faktor
yang penting dan sangat menentukan serta turut secara
langsung memepengaruhi kegiatan instansi adalah faktor
sumber daya manusia atau pegawai. Oleh sebab itu,
berhasil tidaknya suatu instansi dalam melayani
masyarakat sangat tergantung pada pelayanan yang
dilakukan serta harga diri para pegawai itu sendiri.
Walaupun setiap yang dilakukan oleh pegawai merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan karena keberadaannya
dalam instansi, namun karena balas jasa instansi
terhadap pegawainya merupakan satu-satunya sumber
kehidupan ekonominya serta menentukan statusnya dalam
masyarakat. maka kecenderungan untuk lebih giat
bekerja selalu tersirat dalam diri setiap pegawai
untuk memperbaiki tuntutan hidupnya.
Dengan adanya tuntutan hidup tersebut, maka
kesejahteraan yang setimpal yang diterima oleh setiap
pegawai dapat menghasilkan gairah kerja yang positif.
Jadi dengan pemberian insentip dari instansi yang
tidak setimpal dengan penghargaan setiap pegawai, maka
cenderung para pegawai tidak mendapatkan kepuasan
dengan penghasilan yang diberikan atas kinerjanya,
maka mereka akan bekerja tidak bersungguh-sungguh
sehingga kinerja pegawai menurun dan pada akhirnya
tujuan instansi tidak akan tercapai seperti yang
diharapkan.
Faktor lain yang turut pula mempengaruhi pegawai
sehingga cenderung kinerjanya kurang baik, yaitu
karena tingkat pendidikan rendah. Dapat pula
dijelaskan bahwa, bilamana instansi tidak
memperhatikan tingkat pendidikan bagi pegawainya, maka
akan mempengaruhi pula rendahnya kinerja pegawainya,
sehingga dapat menurunkan produktivitasnya. Dengan
demikian instansi harus memperhatikan tingkat
pendidikan pegawainya agar tujuan instansi dapat
tercapai.
Dari uraian tersebut di atas, maka di dalam pembahasan
skripsi ini, penulis akan membahas pengaruh tingkat
pendidikan terhadap kinerja pegawai. Sesuai penjelasan
tersebut di atas, maka penulis memilih judul:
“Deskripsi Tingkat Pendidikan dan Kinerja Pegawai pada Dinas
Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran
Kabupaten Jeneponto”
B. Masalah Pokok
masalah yang timbul dan menjadi aspek pembahasan
mengenai kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang,
Kebersihan, Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten
Jeneponto yang berkaitan dengan tingkat pendidikan
yang dimiliki para pegawai yaitu :
1. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan dan
kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,
Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto ?
2. Apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap
kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,
Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto?
3.Bagaimana upaya peningkatan kualitas pegawai pada
Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman & Pemadam
Kebakaran Kabupaten Jeneponto ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
1. Tujuan Penelitan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan
terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Tata Ruang,
Kebersihan, Pertanaman & Pemadam Kebakaran
Kabupaten Jeneponto;
b. Sebagai bahan pertimbangan serta input bagi
pihak Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman &
Pemadam Kebakaran dalam meningkatkan kinerja
pegawainya.
2. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
a. Untuk dapat dijadikan bahan referensi baik untuk
penulis sendiri maupun bagi pihak yang
membutuhkanya.
b. Sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan
studi pada Universitas PEPABRI Makassar.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendidikan dan Latihan
Efisiensi suatu organisasi sangat tergantung pada
baik buruknya pengembangan anggota organisasi itu
sendiri. Di dalam sebuah perusahaan yang mencari
untung, tujuan ini dapat dicapai dengan baik kalau
karyawan-karyawannya dilatih secara sempurna. Latihan-
latihan yang baik diperlukan setiap saat, baik bagi
karyawan-karyawan baru, maupun karyawan-karyawan yang
telah lama berada dalam perusahaan. Karyawan-karyawan
baru yang setiap kali ditarik oleh perusahaan,
membutuhkan latihan-latihan sebelum mereka dapat
menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya.
Sedangkan bagi karyawan-karyawan lama, mereka
membutuhkan latihan-latihan karena adanya tuntutan
dari tugas-tugasnya yang sekarang ataupun untuk
mempersiapkan dirinya berhubung akan ditransfer atau
akan dipromosikan pada jabatan yang lain.
Pengertian latihan dapat dikemukakan dalam
pembahasan ini, sebagaimana pendapat oleh para ahli
bahwa latihan adalah juga proses belajar mengajar,
dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu. Akan
tetapi persamaan pendidikan dan latihan dapat
dikatakan berakhir.
Di sini yang terlihat kemudan adalah perbedaan-
perbedaan antara kedua istilah tersebut, baik dalam
arti konsepsi, sasaran maupun orientasinya.
Secara konsepsional, Siagian (1984 : 176)menyatakan bahwa :
“latihan dimaksudkan untuk meningkatkanketerampilan dan kemampuan kerja seorang atausekelompok orang. Biasanya sasarannya adalahseseorang atau sekelompok orang yang sudahbekerja pada suatu organisasi yang efisiensi.Efektifitas dan produktivitas secara terarah danprogramatik”.
Orientasi latihan tidak memberikan aksentuasi
yang teramat penting pada standar yang harus dipenuhi
oleh para pekerja latihan, meskipun standar itu, tetap
ada dan harus dipertahankan. Tekanan orientasi
diberikan kepada tugas yang harus dilaksanakan (job
orientation) dalam sutau organisasi tertentu.
Selanjutnya istilah pendidikan yang dikemukakan
oleh para ahli adalah keseluruhan proses, teknik dan
metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan
sesuatu pengetahuan kepada orang lain sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari pengertian tersebut di atas, terlihat tiga
hal pokok, yaitu:
1. Bahwa pendidikan merupakan suatu proses belajar
mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode
tertentu.
2. Sebagai suatu proses, pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan yang berlangsung relatif lama
dan diselenggarakan dengan pendekatan yang formal
dan structured. Structured artinya pendidikan
dilaksanakan oleh satuan kerja yang melembaga dan
kegiatannya diarahkan kepada seseorang atau
sekelompok orang yang dipandang menguasai materi
yang hendak dialihkan kepada orang lain yang
mengikuti program pendidikan yang bersangkutan.
3. Melalui serangkaian kegiatan, baik yang sifatnya
kurikuler maupun yang sifatnya ekstra kurikuler yang
telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya, standar
pengetahuan tertentu ingin dialihkan kepada yang
diajar oleh yang mengajar. Artinya sesuatu program
pendidikan diarahkan pada pemenuhan standar
pengetahuan dan akademi tertentu. Pada umumnya
lembaga penyelenggara pendidikan tidak memikul
tanggungjawab tentang untuk apa pengetahuan yang
dialihkan itu hendak digunakan oleh pemiliknya.
Bahwa perjalanan karier para alumninya diikuti pula
oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan
sesungguhnya merupakan suatu tanggungjawab sosial,
bukan tanggungjawab institusional.
Misalnya seorang mahasiswa yang menempuh
pendidikan pada suatu lembaga pendidikan tinggi, oleh
lembaga pendidikan tinggi yang bersangkutan, mahasiswa
yang telah diterima karena memenuhi persyaratan
formal, seperti pendidikan formal yang telah ditempuh
sebelumnya, lulus ujian, telah menyelesaikan kewajiban
finansial dan sebagainya, dididik dalam disiplin ilmu
pengetahuan tertentu yang menjadi pilihan dari
mahasiswa yang bersangkutan.
Jika telah menyelesaikan seluruh program yang
dipersyaratkan harus diselesaikan, maka mahasiswa yang
bersangkutan dinyatakan lulus dan dalam banyak hal
diberi gelar akademik sesuai dengan tingkat program
yang telah berhasil diselenggarakannya dengan baik.
Hal yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa
lembaga penyelenggara kegiatan-kegiatan pendidikan
pada umumnya tidak mengadakan pembedaan terhadap para
mahasiswanya mulai dari proses seleksi hingga
perlakuan selama mengikuti program pendidikan. Tidak
ada perbedaan yang didasarkan pada jenis kelamin,
suku, daerah, agama, status sosial, kedudukan dalam
organisasi bagi mereka yang sudah bekerja maupun
pengalaman.
Oleh karena itu, tidak jarang dijumpai komposisi
mahasiswa yang beraneka ragam ditinjau dari hal-hal
yang dikemukakan di atas, dalam satu ruang kuliah,
misalnya mungkin saja terlihat sekelompok mahasiswa
yang berlainan jenis kelamin, datang dari berbagai
daerah, terdiri dari berbagai suku bangsa, berasal
dari keluarga dengan status sosial yang berbeda-beda
serta menduduki tingkat kedudukan dan jabatan yang
berbeda-beda pula. Mereka diperlakukan sama dan lulus
tidaknya dari lembaga pendidikan yang bersangkutan
ditentukan terpenuhi tidaknya semua persyaratan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Lembaga pendidikan yang bersangkutan tidak lagi
terlibat dalam penentuan perjalanan hidup para
alumninya, setelah mereka meninggalkan almamaternya.
Artinya pilihan karier dan profesi dilakukan sendiri
oleh alumnus yang bersangkutan. Apakah akan
mengabdikan dirinya dengan bekerja pada instansi
pemerintah, organisasi swasta atau berusaha sendiri
sepenuhnya terserah padanya. Dengan perkataan lain,
bekal pengetahuan yang diberikan baru bersifat
pengalaman sampai tingkat tertentu dari suatu disiplin
ilmu pengetahuan yang penerapannya dalam dunia
kenyataan terserah kepada pemilik pengetahuan itu.
Kata-kata yang sering terdengar menjelaskan hal ini
ialah bahwa lembaga pendidikan, termasuk pendidikan
tinggi, hanya mendidik para anak didiknya dalam suatu
disiplin ilmu tertentu sehingga “siap tahu” dan bukan
“siap pakai”.
Dalam hal itu harus segara ditambahkan bahwa
pendidikan yang sifatnya “siap tahu” itu bukannya
tanpa manfaat. Bahkan sesungguhnya dapat dikatakan
bahwa manfaatnya sungguh besar, paling sedikit
ditinjau dari lima sudut pandang, yaitu:
1. Penguasaan atas sesuatu disiplin ilmiah tertentu
2. Visi dan wawasan yang luas.
3. Menumbuhkan rasa ingin tahu
4. Kemampuan berfikir secara teratur, logis dan
sistematik.
5. Daya analisa yang tinggi.
Berarti bahwa meskipun hasil yang dibuahkan oleh
kegiatan pendidikan formal yang tidak ditujukan untuk
kebutuhan sesuatu organisasi tertentu, namun hasil
tersebut tetap sangat besar manfaatnya dipandang dari
dua segi.
1. Pengetahuan meskipun bersifat umum yang diperoleh
seseorang sangat besar manfaatnya bagi suatu
organisasi yang akan mempekerjakannya, karena dengan
pengetahuan formal itu diperoleh gambaran tentang
“modal pengetahuan” yang dimiliki oleh seseorang
untuk kemudian digunakan sebagai alat pengukur dalam
proses seleksi dalam penerimaan seseorang itu
menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.
2. Ditinjau dari segi pengembangan sumber daya insani,
pendidikan formal yang telah dimiliki mempunyai arti
yang sangat penting dalam penyusunan program
peningkatan pengetahuan para anggota organisasi yang
memerlukannya disesuaikan tuntutan tugas dan
perkembangan organisasi sebagai keseluruhan serta
dalam rangka realisasi potensi intelektual yang
masih terpendam dalam diri para anggota organisasi
yang bersangkutan itu.
Pengertian pendidikan dan latihan dalam
pembahasan ini akan digunakan secara senafas karena
yang ditonjolkan bukan perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara kedua istilah tersebut, melainkan
pentingnya kedua kegiatan itu, sebagai perwujudan
kemauan pimpinan organisasi untuk melakukan investasi
dalam rangka pengembangan sumber daya insani.
Dengan perkataan lain, pendidikan dan latihan
disoroti dari segi pentingnya sebagai investasi yang
merupakan merupakan kekayaan organisasi yang
dipisahkan dan ditanam demi perkembangan dan kemajuan
yang diharapkan dapat dipetik dan dinikmati di masa
depan.
Selanjuntnya pendidikan adalah adalah usaha untuk
membina kepribadian, mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan jasmani dan rohani agar mampu melaksanakan
tugas. Sedangkan pengertian laithan adalah suatu
proses belajar mengajar sebagai upaya untuk menerapkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam suatu
bidang spesifik, dimana pada ahkhir proses peserta
pelatihan siap menjalankan fungsi dan tugas-tugas pada
jabatannya.
B. Pengertian Produktivitas Kerja
Kerja adalah sejumlah rangkaian aktifitas
jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Apabila
dianalisa, maka setiap kerja terdiri dari dua segi,
yaitu segi aktivitas sendiri dan segi caranya
aktivitas itu dilakukan, dengan secara sadar ataupun
tidak, pada dasarnya ditentukan oleh manusia pelaksana
kerja. Tingkat efisiensi dari pada kerja tergantung
bagaimana cara kerja itu dilaksanakan, jadi
produktivitas kerja pada dasarnya adalah perwujudan
dari pada cara-cara kerja. Tetapi dalam keseluruhannya
hasil sesuatu kerja (dengan demikian juga efisiensi)
tidak semata-mata ditentukan oleh cara kerja saja
melainkan juga oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor
tersebut dari segi manusianya sebagai pelaksana kerja
dapat dikelompokkan dalam dua segi, yaitu:
a. Intern (manusianya sendiri sebagai pelaksana
kerja)
b. Ekstern (lingkungan tempat kerja itu
diselenggarakan)
C. Pembinaan dan Pengembangan Pegawai
Suatu organisasi besar atau kecil, manusia merupakan
sumber daya yang paling berharga yang dimilikinya.
Dikatakan paling berharga karena dari semua sumber
daya yang terdapat dalam organisasi dan mungkin yang
dimilikinya, hanya karyawan yang mempunyai harkat dan
martabat yang harus dihargai dan bahkan dijunjung
tinggi.
Hanya sumber daya manusia yang mempunyai
kemampuan untuk berpikir secara rasional dan kemampuan
itu dapat menempatkkan dirinya secara rasional dalam
bentuk yang positif atau negatif. Kemampuan berpikir
secara positif dan negatif. Dalam bentuk yang positif,
kemampuan berpikir yang rasional memungkinkan
seseorang mampu mendahulukan kewajibannya, ketimbang
haknya sebagai manusia organisasional. Dalam bentuk
yang negatif, kemampuan itu apabila tidak terkendali
dan diarahkan secara tepat, dapat berwujud sikap,
prilaku dan tindak-tanduk yang semata-mata
mementingkan diri sendiri, tidak peduli apa akibatnya
kepada orang lain atau kepada organisasi dimana
seseorang itu menjadi anggota.
Karena itu, tidak mengherankan bila dewasa ini
semakin banyak teoritis ilmu-ilmu sosial dan praktisi
ilmu-ilmu administrasi dan manajemen yang memberikan
perhatian yang lebih besar kepada pentingnya
pengembangan karyawan, baik demi kepentingan nasional
maupun dari kepentingan yang lebih kecil dengan ruang
lingkup yang lebih sempit, yaitu kepentingan
organisasional.
Secara makrom, segi-segi yang dicakup oleh
pengembangan karyawan sangat luas dan rumit,
sasarannya adalah seluruh masyarakat atau paling
sedikit keseluruhan warga suatu target group tertentu
dan bukan orang per orang dalam suatu negara atau
masyarakat.
Beberapa segi pengembangan karyawan secara makro,
dijelaskan berikut ini:
1. Lapangan kerja
Salah satu cara yang paling baik yang tersedia bagi
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan harkat
dan martabatnya adalah kesempatan untuk memanfaatkan
pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang
dimilikinya dalam suatu pekerjaan atau profesi
tertentu untuk menerima imbalan jasa, biasanya dalam
bentuk upah dan gaji. Penghasilan itu memungkinkan ia
memuaskan berbagai kebutuhannya. Pandangan secara
makro mengenai kesempatan kerja tidak ditujukan kepada
usaha penciptaan lapangan kerja dalam konteks
nasionalnya yang dapat dianalisa dari berbagai sudut
pandangan kepentingan nasional.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan lapangan kerja
dapat disoroti dari sudut pandangan perekonomian
nasional. Dengan sorotan demikian, tersedianya
lapangan kerja bagi para warga negara, biasanya
dikaitkan dengan masalah-masalah pengangguran dengan
segala dampaknya. Penyorotan demikian sering bermuara
pada perumusan kebijaksanaan pemerintah dalam usaha
memerangi pengangguran, baik yang nyata, maupun yang
terselubung, pengangguran penuh atau tidak. Tersedia
tidaknya lapangan kerja, jika dianalisa dari sudut
pandangan perekonomian nasional, tidak pula hanya
diarahkan pada satu sektor perekonomian tertentu,
seperti pertanian, industri dan sebagainya, akan
tetapi meliputi semua sektor produksi barang dan jasa
yang terdapat dalam satu negara. Juga tidak hanya
diarahkan kepada kelompok tertentu, seperti diarahkan
pemukiman pedesaan atau perkotaan, akan tetapi kepada
kedua-duanya dengan segala remifikasinya.
Masalah tersedia tidaknya lapangan kerja dapat pula
disoroti dari segi politik, karena apabila terdapat
anggota masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan
tetap yang memungkinkan memuaskan kebutuhannya.
Masalah lapangan kerja juga dapat disoroti dari segi
ketertiban masyarakat dan keamanan nasional, karena
apabila semakin banyak warga masyarakat yang tidak
mempunyai lapangan pekerjaan, tidak mustahil akibatnya
dapat terlihat dalam meningkatkan gangguan terhadap
ketertiban masyarakat dan keamanan nasional yang sudah
barang tentu tidak akan dibiarkan berlanjut oleh
aparat ketertiban dan keamanan.
Masalah lapangan kerja dapat pula dianalisa dari
berbagai sudut pandang lain seperti hukum, sosial dan
sebagainya. Akan tetapi dari contoh-contoh di atas,
terdapat beberapa pentingnya pengembangan karyawan
secara makro mempunyai kaitan langsung dengan lapangan
kerja.
Dilihat secara makro, pembahasan tentang pengembangan
karyawan tidak menyoroti hal-hal yang telah disinggung
di muka, yang menjadi sorotan perhatian ialah
bagaimana agar dalam memainkan perannya selaku pemakai
tenaga kerja, suatu organisasi memperoleh tenaga yang
memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang
sesuai dengan kebutuhan, baik untuk menghadapi tugas-
tugas masa kini, maupun dalam menghadapi tantangan
tugas di masa depan.
2. Perencanaan Ketenagakerjaan
Pada umumnya disadari betapa pentingnya perencanaan
ketenagakerjaan secara nasional, meskipun harus diakui
bahwa menyusun rencana ketenagakerjaan yang meliputi
seluruh masyarakat, seluruh sektor, baik pemerintah
maupun swasta, bukan tugas yang mudah. Memang
merupakan suatu situasi yang sangat ideal apabila
dalam suatu negara terdapat rencana ketenagakerjaan
nasional bagi setiap jensi tugas, okupasi, profesi,
sektor perekonomian yang menghasilakan barang dan jasa
serta ketenagaan di sektor pemerintah. Karena sulit
mencapai situasi ideal yang demikian, kiranya cukup
memadai apabila perencanaan ketenagakerjaan pada
tingkat nasional ditujukan dalam kehidupan bangsa dan
negara sangat menentukan.
Telah digambarkan betapa sukarnya melakukan
perencanaan ketenagakerjaan dalam ruang lingkup
nasional, hal yang sama sesungguhnya dapat pula
dikatakan mengenai perencanaan ketenagakerjaan secara
mikro, meskipun tetap silit, memang lebih mungkin
untuk dilaksanakan, bahkan dalam konteks pengembangan
karyawan secara makro, keharusan mempunyai rencana
ketenagakerjaan tidak mungkin dielakkan, betapapun
sukarnya, karena ia menjadi dasar dari penentuan
langkah-langkah selanjutnya.
3. Pendidikan dan Latihan
Para teoritis ilmu-ilmu sosial dan praktisi yang
berusaha mendalami masalah-masalah pengembangan
karyawan nampaknya sependapat bahwa salah satu wahana
yang paling efektif yang dapat dan harus digunakan
dalam pengembangan karyawan adalah pendidikan dan
latihan. Sebagaimana halnya dengan segi-segi lain
pengembangan karyawan yang sifatnya makro dengan
kecukupan nasional, pendidikan dan latihan pun tidak
terutama ditujuan untuk memenuhi kepentingan orang per
orang. Juga tidak terutama ditujukan kepada
pemanfaatan hasil-hasil pendidikan dan latihan itu.
Akan tetapi lebih difokuskan kepada perumusan berbagai
kebijaksanaan yang menyangkut pendidikan dan latihan
guna mendukung keseluruhan kebijaksanaan pengembangan
karyawan sebagai modal terpenting yang memiliki oleh
suatu negara.
Dengan perkataan lain, sorotan perhatian dan
analisa ditujukan kepada berbagai hal seperti:
a. Sistem pendidikan dan latihan apa yang sebaiknya
dianut secara nasional dalam rangka meningkatkan
kecerdasan seluruh masyarakat, tidak semata-mata
dikaitkan dengan orientasi peningkatan kemampuan
individu dalam masyarakat untuk memuaskan
berbagai jenis kebutuhan, akan tetapi yang lebih
penting adalah agar sebagai warga negara yang
bertanggung jawab, dan semakin sadar akan hak
kewajibannya sehingga semakin mampu berperan
dalam mengusahakan kemajuan bangsa dan negara.
b. Strategi pencapaian sasaran-sasaran pendidikan
dan latihan dikaitkan dengan kebutuhan bangsa dan
negara sebagai keseluruhan akan tenaga terdidik
dan trampil. Dalam kaitan inilah dibahas berbagai
segi program pendidikan latihan seperti adanya
wajib belajar bagi populasi tingkat pendidikan
formal tertentu. Jika tingkat pendidikan formal
masyarakat banyak masih rendah, wajib belajar itu
dibatasi hanya pada tingkat sekolah dasar dahulu.
Pembatasan itu biasanya terpaksa dilakukan, bukan
karena pemerintah bersangkutan bermaksud untuk
membatasi kesempatan belajar bagi warga negara
yang biasanya sangat terbatas. Artinya, jika
masyarakat semakin maju dan keuangan negara
memang memungkinkan, tentu saja wajib belajar itu
terus ditingkatkan sehingga mencakup tingkat
pendidikan formal yang lebih tinggi. Seperti
wajib belajar sampai dengan tingkat sekolah
menengah pertama untuk kemudian ditingkatkan
lagi, sehingga mencakup tingkat-tingkat
pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dalam kaitan
ini, pula dibahas kebutuhan akan pendidikan
formal yang sifatnya umum dan pendidikan
kejuruan. Membahas perlunya pendidikan umum dan
pendidikan kejuruan dilaksanakan bukanlah dalam
keadaan terisolasi, melainkan selalu dikaitkan
dengan kebutuhan negara atau bangsa secara
keseluruhan, misalnya dalam mendukung strategi
pembangunan negara dan bangsa di bidang ekonomi,
politik dan bidang-bidang lain.
c. Latihan dan keterampilan yang dirasakan sebagai
kebutuhan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat. Dalam menentukan strategi penyediaan
kesempatan kerja mengikuti pelatihan keterampilan
tertentu bagi berbagai kelompok di dalam
masyarakat, sasaranya tidak selalu harus
didasarkan kepada motivasi ekonomi semata-mata,
seperti keterampilan petani, nelayan, golongan
pengusaha yang hanya memiliki modal yang kecil
dan mempekerjakan sedikit orang, akan tetapi
tidak jarang pula dengan segi-segi kehidupan lain
seperti segi pelestarian warisan kebudayaan
bangsa melalui karya seni, kerajinan tangan dan
sebagainya.
Sebaliknya pandangan secara mikro mengenai
pendidikan dan latihan bertitik tolak dari pemikiran
bahwa pengetahuan, keahlian dan keterampilan para
karyawan dalam suatu organisasi perlu terus menerus
ditingkatkan. Artinya disamping usaha institusional
untuk meningkatkan kemampuan organisasi sebagai satu
kesatuan kerja yang bulat untuk mencapai tujuannya,
juga melalui peningkatan kemampuan organisasional itu
bertambah pula kemampuan karyawan yang meningkatkan
efisiensi dan efektivitas individual yang digabung
dengan produktivitas kerja yang semakin meningkat
akan memungkinkan para karyawan meningkatkan
kariernya dengan peningkatan penghasilan yang pada
gilirannya dengan peningkatan penghasilan yang pada
gilirannya memungkinkan para karyawan yang
bersangkutan lebih mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kesemuanya itu pada akhirnya bermuara pada
terangkatnya derajat dan harkat karyawan tersebut
pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih terhormat.
D. Pentingnya Pengembangan PegawaiSalah satu ciri utama yang membedakan manusia dan
makhluk lainnya adalah harga diri. Pada gilirannya
harga diri menampakkan “wajahnya” dalam berbagai
bentuk. Misalnya, karena harga diri setiap manusia
normal mempunyai keinginan kuat agar harkat dan
martabatnya mendapat pengakuan yang wajar dari
sesamanya. Harkat dan martabat itu dalam perjalanan
hidup seseorang melahirkan berbagai hal seperti cita-
cita, keinginan, harapan dan kebutuhan.
Cita-cita seseorang manusia pada umumnya bersipat
idealistik bahkan ada kalanya bersifat utopis,
meskipun disadari bahwa sesungguhnya cita-cita itu
tidak akan tercapai atau mungkin hanya sebahagian
yang tercapai. Kemungkinan tidak tercapainya seluruh
cita-cita seseorang bertitik tolak dari kenyataan
bahwa kemampuan seseorang, baik yang bersifat
instrinsik maupun melalui pengembangan kemampuan,
terbatas sifatnya. Akan tetapi dengan adanya
pengetahuan bahwa cita-cita seseorang itu mungkin
tidak akan tercapai sepenuhnya tidak mengurangi
pentingnya orang tersebut mempunyai cita-cita.
Jika cita-cita, keinginan, harapan dan kebutuhan
disusun secara hirarki, maka kebutuhan akan menduduki
tempat yang pertama, dengan kata lain jika hirarki
kebutuhan berupa tangga maka kebutuhan akan merupakan
anak tangga yang paling bawah, karena sifatnya yang
sangat mendasar, maka pemuasan kebutuhan itulah yang
terlebih dahulu dilakukan oleh seseorang. Penting
untuk ditekankan lagi bahwa yang dimaksud dengan
kebutuhan manusia tidak terbatas pada kebutuhan yang
sifatnya kebendaan seperti sandang, pangan dan papan,
akan tetapi juga kebutuhan yang sifatnya non materil
atau dewasa ini populer dengan istilah kebutuhan yang
bersifat psikologis dan mental/spritual.
Seorang ilmuan yang banyak memikirkan dan menulis
tentang berbagai jenis kebutuhan manusia adalah
Abraham H. Maslow dan hasil pemikirannya banyak
digunakan oleh para ilmuan sosial lainnya. Maslow
mengklasifikasikan kebutuhan manusia itu kedalam lima
hierarki, yaitu:
1. Kebutuhan yang bersifat filosofis
2. Kebutuhan akan jaminan keamanan
3. Kebutuhan sosial
4. Kebutuhan yang bersifat pengakuan dan penghargaan
5. Kebutuhan akan kesempatan mengembangkan diri.
Kebutuhan yang bersifat filosofis yang wujud
utamanya adalah hal-hal yang bersifat kebendaan,
sering pula dikenal dengan istilah “basic needs” manusia.
Memang benar bahwa apabila berbagai jenis kebutuhan
dasar itu dapat dikategorisasikan, maka kategorisasi
yang paling lumrah dilakukan ialah dengan mengatakan
bahwa sandang, pangan dan papanlah yang dimaksud, akan
tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari pemenuhan
kebutuhan yang bersifat fisik tersebut tidak
sesederhana dengan kategorisasinya secara konseptual.
Pemuasan kebutuhan itu menjadi tidak sederhana karena
dalam kenyataannya manusia tidak hanya mempergunakan
pendekatan yang sifatnya kuantitatif dalam pemenuhan
kebutuhannya, akan tetapi juga pendekatan yang
sifatnya kualitatif.
Pada bagian yang kedua terdapat kebutuhan yang
sifatnya keamanan. Sudah barang tentu terdapat
persepsi yang beraneka ragam tentang apa yang dimaksud
dengan keamanan. Intinya adalah bebas dari gangguan
orang lain, baik berupa gangguan fisik kebendaan,
maupun kejiwaan. Bagi seorang karyawan, misalnya
keamanan dapat berarti job security yang berarti bahwa dia
tidak akan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi
seperti pemberhentian dari pekerjaan yang dapat
berakibat ia kehilangan sumber pendapatan untuk
menjamin hidupnya.
Pada bagian yang ketiga dalam hierarki kebutuhan
yang dikemukakan oleh Maslow bersifat sosial. Secara
naluriah, manusia selalu ingin hidup berkelompok.
Dalam hidup berkelompok itu, seseorang mempunyai
harapan dan keinginan bahwa para anggota kelompok yang
lain menerimanya dan mengakuinya sebagai anggota
kelompok yang lain menerimanya dan mengakuinya sebagai
anggota kelompok yang terhormat. Penerimaan orang lain
terhadap diri seseorang dalam kelompok, pada tingkat
yang dominan ditentukan oleh sikap, prilaku, tindak-
tanduk serta peranan konstruktif seseorang dalam
kehidupan kelompok.
Bagian berikutnya adalah kebutuhan yang sifatnya
tidak merupakan kebendaan, meskipun manifestasinya
sering berbentuk kebendaan. Maslow mempergunakan
“esteem needs” untuk jenis kebutuhan ini. Kebutuhan ini
berkisar pada pengakuan organisasional dan terhadap
diri seorang disertai oleh status sosial dan simbol-
simbolnya. Tidak jarang terlihat bahwa pengakuan atau
status sosial seseorang diterjemahkannya kepada
berbagai simbol status sosial yang dimilikinya,
misalnya:
1. Ruang kerja yang luas dengan perabot yang mahal
harganya;
2. Kendaraan mewah yang dipergunakannya;
3. Tempat kediaman yang luas dan berada pada daerah
pemukiman yang nyaman;
4. Jenis olah raga yang ditekuninya;
5. Tempat rekreasi yang dikunjunginya dan sebagainya.
Pengakuan berbagai simbol status demikian adalah
wajar dan manusiawi karena memang kenyataan hidup
menunjukan bahwa semakin berhasil seseorang dalam
perjalanan hidupnya, semakin tinggi pula kemampuannya
untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya, termasuk
yang bersifat simbol status itu. Biasanya orang yang
berhasil tidak akan berusaha agar ia diberikan
penghargaan dan pengakuan sosial, kelompoknya dan
masyarakatlah yang memberikan pengakuan dan
penghargaan tersebut.
Bagian yang kelima disebut oleh Maslow dengan
istilah self-actualization. Kebutuhan ini intelektual
sifatnya, wajar dan normal bila seseoang ingin berbuat
hal-hal yang menurut anggapan dan bahkan mungkin
keyakinannya, memungkinkan untuk merealisasikan
potensi intelektual yang terdapat dalam dirinya
sehingga menjadi kemampuan nyata dan tangguh untuk
kemudian dipergunakan untuk mewujudkan cita-cita,
keinginan, harapan dan kebutuhan yang ingin dipuaskan.
Dalam hal ini perlu untuk diperhatikan bahwa
dengan dampaknya terhadap pengembangan karyawan dalam
organisasi, pemuasan berbagai jenis dan tingkat
kebutuhan itu sesungguhnya tidak bersifat hirarkhikal,
melainkan paralel. Artinya pemuasan berbagai jenis
kebutuhan itu tidak bersifat sekwensial dalam arti
kebutuhan kedua telah dipuaskan dan demikian
seterusnya. Dalam kenyataan, semua kebutuhan itu
diusahakan pemuasannya secara simultan, meskipun
mungkin pada tingkat identitas yang berbeda-beda
sesuai dengan persepsi apa yang digunakan dalam
menentukan skala dan bobot kebutuhan itu dengan cara-
cara pemuasannya.
Jelaslah bahwa kebutuhan manusia itu, tidak hanya
bersifat materi, juga tidak hanya bersifat non materi,
melainkan merupakan gabungan dari keduanya. Jelaspula
bahwa setiap manusia normal akan berbuat segala
sesuatu yang mungkin diperbuatnya untuk lebih menjamin
terpenuhinya segala jenis kebutuhannya yang sifatnya
dinamis dan terus meningkat. Dalam kehidupan
seseorang, selalu saja “ada gunung yang lebih tinggi
untuk didaki” dan sifat hakiki manusia yang demikian
harus dijadikan pertimbangan dalam menentukan strategi
pengembangan karyawan /pegawai dalam organisasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Berpikir
Di dalam suatu masyarakat yang memiliki
keterbatasan sumber daya yang ada, kegiatan memilih
berbagai alternatif yang ada tersebut harus dilakukan
dengan teliti dan hati-hati. Karena setiap pilihan
pada dasarnya menimbulkan biaya yang tidak mungkin
dielakkan. Dalam hubungannya dengan pengembangan
sumber daya manusia harus diperhitungkan dengan baik
bahwa keputusan ini memiliki manfaat lebih atau paling
tidak sama dengan bila dilakukan investasi di bidang
sumber daya lainnya. Pengembangan sumber daya manusia
di sini dilakukan melalui investasi di bidang
pendidikan. Oleh karenanya, manfaatnya juga harus
dilihat dari kedua sisi yang sama ini.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
penting dalam pengembangan sumber daya manusia.
Pendidikan menambah pengetahuan, baik yang secara
langsung dan tidak langsung menyangkut pekerjaan,
maupun mengenai cara dan teknik menyelesaikan suatu
tugas kerja tersebut secara tepat guna. Dengan
demikian pada dasarnya dapat dipandang sebagai
investasi yang imbalannya baru dapat dinikmati
beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan kerja
dan keterampilan. Peningkatan pendidikan mengarah pada
peningkatan kinerja pegawai.
Dengan demikian, ada dua aspek yang dinilai
terhadap pegawai yakni tingkat pendidikan umum
(pendidikan formal) yang dimilikinya dan pendidikan
dan latihan yang telah diikutinya. Kedua aspek
tersebut di atas, diharapkan dapat memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja pegawai dalam
pelaksanaan tugas pokok pada Dinas Tata Ruang,
Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten
Jeneponto.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat
disajikan kerangka berpikir dalam bentuk bagan, sebagi
berikut:
PendidikanDan Latihan
Produktivitas kerja(Kinerja)
Tingkat Pendidikan
Pegawai
Pendidikan Formal
B. Metode Penelitian
Dalam rangka pengumpulan data dan informasi, maka
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,
adalah meliputi:
1. Library Research (Penelitian Kepustakaan)
Adalah penelitian yang dilakukan di perpustakaan
dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan-
keterangan data yang bersifat teori, seperti dari
buku-buku, majalah-majalah yang ada hubungannya
dengan materi pembahasan skripsi ini.
2. Field research (Penelitian Lapang)
Penelitian lapangan ini digunakan untuk memperoleh
data dan informasi secara langsung pada obyek yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini dengan melakukan langkah-langkah
sebagi berikut:
1. Lokasi yaitu pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,
Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten
Jeneponto
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif.
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
secermat mungkin mengenai masalah yang akan
diteliti.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai Dinas Tata Ruang, Kebersihan,
Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten
Jeneponto sebanyak 55 orang dari berbagai
jenjang pendidikan.
b. Sampel
Dengan keterbatasan tenaga, biaya dan waktu,
maka penulis mengadakan pembatasan penelitian
terhadap populasi (pegawai) yang mempunyai
jenjang pendidikan S2, S1, dan Sarjana
Muda/Diploma yakni sebanyak 32 orang. Dengan
demikian pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik sampling jenuh, yaitu melibatkan
seluruh populasi (pegawai) yang berpendidikan
Diploma sampai dengan S2. Maka jumlah sampel
yang dijadikan responden dalam penelitian ini
sebanyak 32 orang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
penelitain ini adalah dengan mengadakan
observasi secara langsung terhadap obyek
permasalahan, mengadakan intervieuw dengan
pejabat atau orang yang mengetahui persoalan
yang dibahas, serta mengunakan teknik
dokumentasi, yakni berupa dokumen-dokumen dalam
bentuk peraturan-peraturan yang berlaku sesuai
dengan masalah yang dibahas, mengedarkan
kuesioner (angket) penelitian kepada seluruh
responden yang dijadikan sampel peneltian untuk
memperoleh data yang obyektif, valid dan
reliabel dari responden yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
Uraian pada bab ini tidak akan menggambarkan
tugas pokok semua unit kerja yang ada di dalam Dinas
Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam
Kebakaran Kabupaten Jeneponto, tetapi secara umum akan
menguraikan gambaran tugas pokok dan fungsi Dinas Tata
Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran
Kabupaten Jeneponto, sebagai obyek penelitian.
Berdasarkan dokumen yang penulis peroleh, tugas pokok
dan fungsi Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman
dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto adalah
sebagai berikut :
1) Tugas Pokok Dinas.
Tugas pokok dinas adalah :
a. Melaksanakan sebagian urusan Rumah Tangga
Daerah di bidang Tata Ruang yang menjadi tanggung
jawabnya;
b. Melaksanakan tugas pembantuan yang diserahkan
oleh Bupati Kepala Daerah kepadanya.
2) Fungsi Dinas
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas,
maka Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan
Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijakan teknis, memberikan
bimbingan dan pembinaan serta memberikan
perizinan sesuai dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah berdasarkan
Peraturan Perundangan yang berlaku;
b. Melaksanakan tugas pokoknya dan pengendalian
teknis sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
BAB VI
P E N U T U P
1) Upaya-upaya peningkatan kualitas pegawai pada Dinas
Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam
Kebakaran Kabupaten Jeneponto, antara lain:
a. Pelaksanaan seleksi penempatan pegawai dalam
jabatan;
b. Mengikutsertakan pegawai dalam pelaksanaan
pendidikan dan latihan, baik diklat struktural,
fungsional dan diklat teknis;
c. Peningkatan relevansi materi diklat, metode
penyampaian dengan jenis pekerjaan yang
dibebankan kepada pegawai;
d. Pembinaan disiplin dan etos kerja pegawai.
2) Karena masih banyaknya pegawai yang berpendidikan
SLTA, dan masih ada pegawai yang perpendidikan SLTP
dan SD, maka disarankan penulis mendorong pegawainya
untuk meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi pada saat penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Asri Sulistyo, Marwan. 1986. Pengelolaan Karyawan. :BPFE. Yogyakarta.
Handayaningrat, Soewarno. 1995. Pengantar Studi IlmuAdministrasi dan Manajemen . PT. Gunung Agung.Jakarta.
Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan SumberDaya Manusia. BPFE. Yogyakarta.
Julius, Michael J. 1959. Personnel Management. FourthEditio. Homewood, Illionis Richard D. Irwin,Inc. charles E. Tuttle, Company, Inc. Tokyo.
Manullang M. 1987. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid1, cetakan Pertama, Andi Offset. Yogyakarta.
Martoyo, Susilo. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia.BPFE. Yogyakarta.
Masanef. 1986. Manajemen Kepegawaian di Indonesia. PT.Gunung Agung. Jakarta.
Maslow, Abraham. 1978. Administrasi Kepegawaian. PT.Gunung Agung. Jakarta.