Post on 23-Jan-2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan terdiri
dari ASI dan MP ASI. Istilah untuk MP ASI
bermacam-macam yakni makanan pelengkap, makanan
tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning
food atau makanan peralihan. Istilah tersebut
memiliki arti yang sama yaitu menunjukkan bahwa
pemberian ASI maupun pengganti ASI (PASI)
berangsur berubah secara bertahap sampai anak
mampu makan makanan keluarga atau orang dewasa.12
MP ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi yang diberikan pada bayi atau anak
berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan
gizinya.3 Tujuan pengenalan MP ASI bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi tapi juga
untuk memperkenalkan pola makan keluarga kepada
bayi.16 Makanan pendamping ASI (MP ASI) dini adalah
makanan/ minuman yang diberikan pada bayi sebelum
berusia 6 bulan.10,13,16
2.1.2 Tujuan Pemberian MP ASI
5
6
ASI memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap
zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
kesehatan sampai berumur 6 bulan. Menjelang umur 6
bulan, bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan
zat gizi dari ASI. Kebutuhan zat gizi semakin
bertambah sesuai dengan peningkatan umur bayi atau
anak karena proses tumbuh kembang. ASI hanya
memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi bayi
setelah usia 6 bulan, sehingga bayi mulai
membutuhkan MP ASI.13,16
Tujuan pemberian MP ASI adalah untuk menambah
energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi.
Pemberian MP ASI bermanfaat untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal,
menghindari terjadinya kekurangan zat gizi baik
makro maupun mikro, memelihara kesehatan, mencegah
penyakit dan mempercepat pemulihan bila sakit,
membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor,
mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan
memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang
sesuai dengan keadaan fisiologis bayi. Pemberian
MP ASI juga bermanfaat untuk menyesuaikan
kemampuan alat cerna dalam menerima makanan
tambahan dan merupakan salah satu proses
pendidikan di mana bayi belajar untuk mengunyah
dan menelan makanan padat, serta membiasakan
7
selera-selera baru sebagai masa peralihan dari ASI
ke makanan keluarga.13
Otot dan saraf di dalam mulut bayi setelah
berumur 6 bulan sudah berkembang untuk mengunyah,
menggigit dan menelan makanan dengan baik, mulai
tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam
mulutnya dan berminat terhadap rasa yang baru.13,16
Sistem percernaannya sudah relatif sempurna dan
siap menerima MP ASI. Enzim pemecah protein
seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim
amilase dan sebagainya juga telah diproduksi
sempurna pada saat bayi berumur 6 bulan.3,17
WHO/UNICEF dalam Global Strategy for Infant and Young
Child Feeding merekomendasikan 4 hal penting yang
harus dilakukan pada bayi yaitu sebagai berikut.4
1. Memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu
30 menit setelah bayi lahir
2. Memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI
secara eksklusif sejak lahir sampai bayi
berusia 6 bulan
3. Memberikan MP ASI sejak bayi berusia 6 bulan
sampai 24 bulan
4. Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24
bulan atau lebih
2.1.3 Syarat MP ASI yang Baik
8
Makanan untuk anak usia 6-24 bulan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.12,18
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi
sesuai dengan umur
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu
seimbang
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan
daya terima, toleransi dan keadaan anak
sehingga mudah dicerna
4. Tidak tercemar patogen misalnya bakteri atau
organisme lain penyebab penyakit
5. Tidak mengandung bahan kimia atau logam
berbahaya
MP ASI yang baik adalah makanan yang mengandung
sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein
dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk
pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi,
mudah disiapkan dan harga yang terjangkau, sebaiknya
dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia
secara lokal. Makanan harus bersih dan aman,
terhindar dari pencemaran mikroorganisme dan logam,
serta tidak kadaluarsa.3,13
2.1.4 Kebutuhan Gizi Anak Usia 0-24 Bulan
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang
diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada
9
umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas,
berat badan dan tinggi badan.19
Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita
relatif besar jika dibandingkan dengan orang
dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhannya
masih sangat pesat. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara anak perempuan dan laki-laki
dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan
akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
usia, namun untuk protein, angka kebutuhannya
bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu
protein, semakin rendah angka kebutuhannya. Mutu
protein bergantung pada susunan asam amino yang
membentuknya, terutama asam amino esensial.20
Tabel 1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi yang Dianjurkanuntuk Anak Indonesia21
10
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004
Konsumsi pangan anak bayi dan balita harus
cukup dan seimbang karena anak balita sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah
650 kkal dan 16 gram protein. Kandungan gizi ASI
adalah 400 kkal dan 10 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP ASI adalah 250
kkal dan 6 gram protein. Kebutuhan gizi bayi usia
12 – 24 bulan adalah sekitar 850 kkal dan 20 gram
protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350
kkal dan 8 gram protein, maka kebutuhan yang
diperoleh dari MP ASI adalah sekitar 500 kkal dan
12 gram protein.4 Karbohidrat diperlukan sebagai
11
sumber energi dan sekitar 60-70% energi total
dianjurkan berasal dari karbohidrat.13
MP ASI hendaknya mengandung protein bermutu
tinggi dengan jumlah yang mencukupi. Bahan makanan
hewani seperti telur, daging, susu dan ikan
mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan
bahan makanan nabati seperti kacang-kacangan dan
biji-bijian. Semakin bertambah usia bayi maka
protein yang dibutuhkan semakin meningkat. Setelah
menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein
sekitar dua kali lipat pada masa sebelumnya.9
MP ASI yang baik harus menyediakan energi yang
cukup tinggi. Hal ini dapat tercapai dengan
melakukan penambahan lemak dan gula. Lemak dapat
diberikan sampai kandungannya dapat menyediakan
energi sebanyak 25%. Lemak nabati dan asam lemak
tak jenuh baik untuk diberikan pada bayi. Lemak
merupakan sumber energi dengan konsentrasi tinggi.
Lemak berfungsi sebagai sumber asam lemak
esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta
memberi rasa gurih dan sedap pada makanan.9,13
Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin
yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut
dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah
vitamin A, D, E, dan K, sedangkan yang larut dalam
air adalah vitamin vitamin C, B1, Riboflavin,
12
Niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang
tergolong vitamin B kompleks. Mineral dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe
(besi) dan I (iodium) merupakan 2 jenis mineral
bayi yang jarang terpenuhi sehingga mengakibatkan
anemia dan gondok. Setelah bayi berumur 6 bulan,
bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung
zat besi (sereal, daging, sayuran hijau), yang
dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi
untuk pertumbuhan yang sehat. Jenis mineral
lainnya yang dibutuhkan bayi seperti kalsium,
fosfor dan seng.13
Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai
jadwal makan yang tidak teratur, bayi bisa makan
sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24 jam tanpa
jadwal yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan
setiap 3 jam alasannya karena lambung bayi akan
kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan
dengan bertambahnya usia, jarak antara waktu
menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas
lambungnya membesar dan produksi susu ibu
meningkat.13
2.1.5Pola Pemberian MP ASI
Pola pemberian MP ASI harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak
usia 6-24 bulan. Pengenalan dan pemberian MP ASI
13
dilakukan secara bertahap baik jenis, tekstur,
frekuensi maupun jumlahnya. Pemberian MP ASI harus
memperhatikan kesiapan bayi antara lain
keterampilan mengecap dan mengunyah serta
penerimaan rasa dan bau serta kemampuan pencernaan
bayi atau anak.10,16
MP ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras
dan serealia karena berdaya alergi rendah. Secara
berangsur-angsur diperkenalkan sayuran yang
dikukus dan dihaluskan, buah yang dihaluskan. Jika
bayi dapat menerima dengan baik maka dapat
diberikan sumber protein (tahu, tempe, daging
ayam, hati ayam atau daging sapi) yang dikukus dan
dihaluskan. Setelah bayi mampu mengkoordinasikan
lidahnya dengan baik secara bertahap bubur dibuat
lebih kental (dikurangi campuran airnya), kemudian
menjadi lebih kasar (disaring) dengan tambahan
bahan lain yang dicincang halus kemudian dicincang
kasar dan akhirnya bayi siap menerima makanan yang
dikonsumsi keluarga.10 Bentuk MP ASI yang
diberikan kepada balita disesuaikan dengan umur
seperti yang tampak pada tabel berikut.22
Tabel 2. Pola Pemberian MP ASI pada Balita22
14
Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2011
Menurut Depkes tahun 2009 dalam Buku Kesehatan
Ibu dan Anak, pemberian makanan pada bayi dan anak
umur 0-24 bulan yang baik dan benar adalah sebagai
berikut.23
1. Umur 0-6 bulan
Berikan ASI sesering mungkin setiap kali bayi
menginginkan sedikitnya 8 kali sehari. Jangan
berikan makanan atau minuman lain selain ASI
(ASI eksklusif).
2. Umur 6-8 bulan
ASI tetap diberikan dan mulai dikenalkan MP ASI
dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu
sampai bubur tim lunak, diberikan 2 kali sehari
dan jumlahnya disesuaikan dengan umur bayi.
Makanan selingan diberikan 2 kali sehari di
antara waktu makan seperti bubur kacang hijau,
biskuit, pisang, nagasari dan sebagainya serta
buah-buahan seperti air jeruk manis atau air
tomat saring. 10,23
15
Tabel 3. Contoh MP ASI untuk Usia 6-8 Bulan23
Umur Contoh MP ASI6 bulan Pagi : bubur susu 3 sendok makan
Sore : bubur susu 3 sendok makan7 – 8
bulan
Pagi : bubur tim lumat 2/3 gelas
ukuran 250 ccSiang : bubur tim lumat 2/3 gelas
ukuran 250 ccMalam : bubur tim lumat 2/3 gelas
ukuran 250 ccSumber : Depkes RI, 2010
3. Umur 9-12 bulan
ASI tetap diberikan dan dapat mulai diberikan
MP ASI yang lebih padat contohnya bubur nasi,
nasi tim dan nasi lembek sebanyak 3 kali sehari
yaitu pagi, siang dan malam dengan jumlah kira-
kira ¾ gelas ukuran 250 cc. Beri makanan
selingan 2 kali sehari di antara waktu makan
seperti bubur kacang hijau, biskuit, pisang,
nagasari dan sebagainya serta buah-buahan
seperti air jeruk manis atau air tomat saring.10,23
4. Umur 12-24 bulan
16
Pemberian ASI tetap diteruskan sampai usia 2
tahun. Mulai umur 1 tahun dapat diberikan
makanan orang dewasa berupa nasi lembek 3 kali
sehari masing-masing 1/3 piring dewasa ditambah
telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi,
wortel, bayam atau kacang hijau. Makanan
selingan serta buah atau perasan buah diberikan
2 kali sehari.10,23
Tabel 4. Jadwal Pemberian Makanan Balita Usia 0-24
Bulan (Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia/
IDAI)24
17
Sumber: Sembiring T, 2009
2.1.6 Penilaian Konsumsi Makanan
Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat
kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
kelompok, rumah tangga dan perorangan, serta faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan
tersebut. Beberapa metode pengukuran konsumsi
makanan untuk individu anatara lain5 :
1. Metode food recall 24 jam
18
Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi responden
pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak ia
bangun pagi sampai istirahat malam hari. Metode
ini cenderung bersifat kualitatif sehingga jumlah
konsumsi makanan individu ditanyakan secara
teliti. Metode ini digunakan untuk mengatur rata-
rata konsumsi pangan dan zat gizi pada kelompok
besar. Daya ingat responden dan kesungguhan serta
kesabaran dari pewawancara sangat menentukan
keberhasilan metode recall 24 jam ini.5
2. Metode estimated food records
Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang
dikonsumsi. Responden diminta mencatat semua yang
ia makan dan minum setiap kali sebelum makan.
Menimbang dalam ukuran berat pada periode
tertentu, termasuk cara persiapan dan pengelolaan
makanan. Metode ini dapat memberikan informasi
konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah
energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh
individu.5
3. Metode penimbangan makanan (food weighing)
Responden atau petugas menimbang dan mencatat
seluruh makanan yang dikonsumsi selama 1 hari.
Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung
beberapa hari tergantung dati tujuan, dana
penelitian, dan tenaga yang tersedia.5
19
4. Metode riwayat makanan
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan
gambaran pola kunsumsi berdasarkan pengamatan
dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1
bulan, 1 tahun). Metode ini terdiri dari 3
komponen yaitu : wawancara, frekuensi jumlah
bahan makanan, pencatatan konsumsi.5
5. Metode frekuensi makanan (food frequensi)
Metode ini untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau
makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi
hari, minggu, bulan, atau tahun, sehingga
diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara
kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat
tentang daftar bahan makanan dan frekuensi
penggunaan makanan tersebut pada periode
tertentu.5
2.1.7 Dampak Pemberian MP ASI Dini dan Terlambat
Pemberian MP ASI yang terlalu dini pada bayi
yaitu sebelum umur 6 bulan akan menimbulkan risiko
sebagai berikut 3,13,16,18:
a. Gangguan Menyusui. Makanan tersebut dapat
menggantikan ASI. Anak akan minum ASI lebih
sedikit dan produksi ASI ibu berkurang.
20
b. Faktor perlindungan yang diperoleh dari ASI
lebih sedikit sehingga resiko infeksi
meningkat.
c. Kenaikan berat badan terlalu cepat yang dapat
menyebabkan obesitas.
d. Risiko diare meningkat karena MP ASI tidak
sebersih ASI dan mudah terkontaminasi.
e. Mengganggu fungsi usus yang masih belum
berkembang dengan baik.
f. Beban ginjal meningkat. Pada bayi usia dini,
organ ginjal belum berfungsi sempurna sehingga
makanan yang banyak mengandung natrium klorida
akan meningkatkan beban ginjal dan kemungkinan
akan terjadi hiperosmolaritas.
g. Alergi terhadap makanan karena sistem imunitas
belum berfungsi sempurna misalnya alergi
terhadap ikan, telur, sayuran atau sereal.
MP ASI yang terlambat diberikan yaitu di atas
usia 6 bulan juga tidak baik karena akan
meningkatkan resiko sebagai berikut13 :
a. Berat badan bayi tidak bertambah dan sebaliknya
akan menjadi kurang gizi.
b. Akan lebih sulit membujuk bayi mulai makan
makanan padat pada usia lebih tua.
21
c. Bayi yang tidak dilatih makan pada umur 6 bulan
biasanya tidak mau makan makanan lain selain
ASI, susu formula, atau minuman cair sesudah
berumur 1 tahun. Keadaan ini akan menyebabkan
bayi kekurangan gizi.
Hasil penelitian Defni pada tahun 2001 di
Sulawesi Selatan mendapatkan bahwa sebanyak 65%
ibu sudah memperkenalkan MP ASI sebelum waktunya
yaitu kurang dari 4 bulan. Pisang merupakan jenis
MP ASI yang paling banyak diberikan (76,9%) dan
sisanya sebesar 23,1% memberikan bubur instan.25
Beberapa alasan yang dikemukakan ialah adanya
anggapan bahwa bayi yang masih menangis karena
masih lapar, bayi tidak menolak/ memuntahkan MP
ASI yang diberikan, sudah menjadi kebiasaan dalam
keluarga dan masyarakat sekitar juga melakukan hal
yang sama. Menurut mereka, dengan diberikan
makanan sejak dini, bayi menjadi lebih cepat
kenyang dan menjadi lebih kuat.25,26
2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian MP
ASI
Beberapa faktor yang mempengaruhi pola
pemberian MP ASI antara lain sebagai berikut.9
22
a. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.9 Pengetahuan ibu adalah faktor yang
penting dalam pemberian makanan tambahan pada
bayi karena dengan pengetahuan yang baik, ibu
tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat.
Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang
disampaikan orang lain, media cetak, media
elektronik, atau penyuluhan-penyuluhan.
Pengetahuan didukung oleh pendidikan karena
pendidikan merupakan suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia
meliputi pengetahuan, nilai, sikap, dan
keterampilan sehingga terjadi perubahan
perilaku yang positif. Ketidaktahuan tentang
akibat pemberian makanan pendamping ASI dini
dan cara pemberian nya serta kebiasaan yang
merugikan kesehatan, secara langsung maupun
tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi
kurang pada anak, khususnya pada anak dibawah 2
tahun.13
Penelitian Titis tahun 2010 di Demak
mendapatkan adanya hubungan bermakna antara
pengetahuan ibu dengan pola pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi usia 6-8 bulan.9
23
Penelitian oleh Dewanti, tahun 2009 di Semarang
mendapatkan bahwa jika pengetahuan ibu tentang
makanan pendamping ASI meningkat maka perubahan
berat badan balita usia 6-24 bulan semakin
baik.27
b. Pendidikan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu
faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Makin
tinggi tingkat pendidikan, maka makin baik
tingkat ketahanan pangan keluarga dan pola
pengasuhan anak. Ibu akan mengerti waktu yang
tepat memberikan MP ASI bagi bayi serta
mengerti dampak yang ditimbulkan jika makanan
tersebut diberikan terlalu dini. Ibu yang
berpendidikan akan memahami informasi dengan
baik terutama tentang cara pengasuhan anak yang
baik, pemberian makan yang baik, cara menjaga
kesehatan anak dan sebagainya. Ibu juga akan
lebih mudah mengerti penjelasan yang diberikan
oleh petugas kesehatan melalui penyuluhan, dan
tidak akan terpengaruh dengan informasi yang
tidak jelas.13,18,26
c. Status Pekerjaan Ibu
24
Status sosial ekonomi berhubungan erat
dengan pekerjaan dan pendapatan orang tua yang
bepengaruh terhadap konsumsi energi. Ibu yang
bekerja akan berpengaruh terhadap pola asuh
anak, ibu menjadi kurang perhatian dan kurang
dekat dengan anak karena sebagian besar waktu
ibu digunakan untuk bekerja diluar rumah.
Pemberian ASI juga semakin berkurang. 9,13,25
Pemberian MP ASI terlalu dini bisa terjadi
karena orang tua khususnya ibu terlalu sibuk
bekerja diluar rumah dan pengasuhan anak
diserahkan kepada orang lain. Banyak sekali
orang tua yang memberikan MP ASI sebelum usia 6
bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan
bahwa anak akan tidur nyenyak bila diberi
makanan.13
d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga sangat
berpengaruh terhadap pemberian MP ASI yang baik
kepada anak. Keadaan sosial ekonomi keluarga
yang rendah menyebabkan keluarga tidak mampu
menyediakan MP ASI yang memadai bagi anak.
Keluarga yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
yang baik akan dapat memberikan MP ASI yang
berkualitas kepada anaknya karena daya beli
25
keluarga yang baik sehingga ketersediaan pangan
di tingkat rumah tangga akan mencukupi
kebutuhan.9,13
e. Sosial Budaya
Keadaan budaya yang dimaksud adalah mengenai
budaya makan di masyarakat mengenai pantang-
pantangan makan, dan makanan yang boleh maupun
tidak boleh dimakan oleh anak. Di samping itu
ada juga budaya yang sudah turun temurun
berlaku dimasyarakat, yaitu budaya untuk
memberikan makanan pendamping ASI dini kepada
anak, yaitu mulai usia 3 bulan anak sudah
diberikan makanan berupa pisang lumat kepada
bayinya. Perilaku seperti ini merupakan
perilaku turun temurun yang dilihat ibu balita
dari ibunya. Budaya seperti ini merupakan unsur
budaya yang salah karena pemberian MP ASI
terlalu dini kepada bayi dapat mempengaruhi
pencernaan bayi. 9
f. Keluarga dan Masyarakat
Beberapa anggapan dan kebiasaan di keluarga
ataupun masyarakat juga turut mempengaruhi
pemberian MP ASI dini. Anggapan masyarakat
seperti orang tua terdahulu antara lain bahwa
26
anak mereka yang diberi MP ASI pada umur 2
bulan sampai sekarang dapat hidup sehat. Alasan
lain ialah masih banyak promosi makanan bayi
yang belum mengindahkan prisnsip pemberian ASI
eksklusif sampai 6 bulan.13,26
2.2 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Proses pertumbuhan ditandai oleh membesarnya
ukuran tubuh (berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas dan lain sebagainya). Pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran
berat (kg), ukuran panjang (meter) dan
keseimbangan metabolik.28
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya
ditentukan oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan saja, melainkan proses interaksi antara
keduanya. Model biopsikososial pada tumbuh kembang
anak mengakui pentingnya pengaruh kekuatan
intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu faktor
lingkungan yang penting ialah zat gizi yang harus
dicukupi melalui makanan. Penilaian keadaan gizi
anak sebagai refleksi kecukupan gizi merupakan
salah satu parameter yang penting untuk menilai
keadaan pertumbuhan anak dan menilai kesehatan
27
anak tersebut. Tinggi badan misalnya adalah fungsi
antara faktor genetik (biologik), kebiasaan makan
(psikologik) dan terpenuhinya makanan bergizi
(sosial) pada anak.3,11,28
Status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak
yang ditentukan oleh keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat
gizi tersebut atau keadaan fisiologis akibat dari
tersedianya zat gizi dalam tubuh yang diperoleh
dari pangan dan makanan.3,13 Status gizi seseorang
dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang
dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang
dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi
misalnya menderita penyakit infeksi.25
Salah satu cara melakukan penilaian status gizi
ialah dengan antropometri. Indeks antropometri
yang umum digunakan dalam menilai status gizi
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB). 3,13,25
2.2.1 Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan
yang memberi gambaran tentang massa tubuh,
termasuk air, lemak, tulang dan otot. Pengukuran
berat badan menurut umur (BB/U) merupakan cara
28
standar yang digunakan untuk menilai pertumbuhan.
Indeks yang dipakai pada SUSENAS dalam penentuan
status gizi balita ialah indeks berat badan
menurut umur (BB/U). Berat badan adalah salah satu
parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat
badan adalah parameter antropometri yang sangat
labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini.3,25
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama
kehidupan jika mendapat asupan gizi yang baik
adalah berkisar antara:28
a. 700-1000 gram/bulan pada triwulan I
b. 500-600 gram/bulan pada triwulan II
c. 350-450 gram/bulan pada triwulan III
d. 250-350 gram/bulan pada triwulan IV
Kelebihan indeks BB/U antara lain sebagai
berikut.3
a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh
masyarakat umum
b. Baik untuk mengukur status gizi akut atau
kronis
c. Berat badan dapat berfluktuasi
29
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
kecil
e. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)
Kelemahan indeks BB/U antara lain sebagai
berikut.3
a. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi
yang keliru bila terdapat edema maupun asites
b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama
untuk anak dibawah usia lima tahun.Sering
terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti
pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat
penimbangan
2.2.2 Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada
keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif
lama. Berdasarkan karakteristik di atas, maka
indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.3
Keuntungan indeks TB/U:
a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
30
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan
mudah dibawa
Kelemahan indeks TB/U:
a. Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak
cepat turun
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya
c. Ketepatan umur sulit didapat
2.2.3 Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear
dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan
tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang
baik untuk menilai status gizi saat kini
(sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks
yang independen terhadap umur.3
2.3
Keuntungan indeks BB/TB:
a. Tidak memerlukan data umur
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal
dan kurus)
Kelemahan indeks BB/TB:
31
a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak
tersebut pendek, cukup tinggi badan atau
kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena
faktor umur tidak dipertimbangkan.
b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam
melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada
kelompok balita.
c. Membutuhkan dua macam alat ukur.
Data baku WHO-NCHS mengenai indeks BB/U, TB/U
dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni
persentil dan skor simpang baku (standar deviation
score = z score). Interpretasi hasil pengukuran
tampak pada tabel di bawah ini.25,29
Tabel 5. Penilaian Status Gizi berdasarkan IndeksBB/U,TB/U dan BB/TB Menurut Standart Baku
Antropometri WHO-NCHS25,29,30
No Indeks yangdipakai
BatasPengelompokan
Sebutan StatusGizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi
32
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk
Sumber : Dinkes Sulsel, 2006 dan Suyatno, 2003
2.3 Hubungan Pola Pemberian MP ASI dan Status Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status
gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat
dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang
akan digunakan secara efisien sehingga
memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai
tingkat kesehatan optimal.3
Ibu merupakan pelaku utama pengasuhan makan
bagi batita dan penentu menu makan anak sekaligus
sebagai pemberi makan anak. Pengetahuan ibu
tentang makanan yang bergizi akan sangat berperan
terhadap baiknya tumbuh kembang anak balita.
Pengetahuan ini sangat terkait dengan pendidikan
yang diterima ibu. Pola pemberian MP ASI juga
dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga dan masyarakat
setempat.26 Pola asuh (meliputi sikap dan perilaku
ibu dalam hal memberi makanan, merawat, menjaga
kebersihan, memberi kasih sayang, sikap dan
tindakan ibu terhadap anak yang tidak mau makan
33
dan sebagainya) yang kurang memadai dapat
menyebabkan anak tidak mau makan sehingga konsumsi
makan anak kurang. Sikap ketidakpedulian ibu
terhadap gizi dan kesehatan anak juga dapat
mempengaruhi status gizi anak balita sehingga anak
tidak mendapat makanan yang jumlahnya cukup,
beragam dan seimbang. Pola asuh yang tidak benar
dapat dikarenakan ibu sibuk bekerja sehingga tidak
sempat memperhatikan pola makan dan gizi balita.3
Hasil penelitian Sarasani pada tahun 2005
menyatakan bahwa anak yang mempunyai pola
pemberian makanan yang baik lebih banyak ditemukan
memiliki status gizi baik.6
2.1
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu
faktor lingkungan yang berperan cukup besar ialah
pola pemberian makan oleh ibu kepada anak yang
berkaitan erat dengan status gizi anak.8,28 Hasil
penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak di
Asia menunjukkan bahwa pertumbuhan menurun selama
masa sapihan, yaitu usia 6-18 bulan. Hal ini
sesuai dengan salah satu ciri khas anak usia 6-18
bulan, yaitu konsumen pasif dalam hal makanan.
Anak benar-benar tergantung pada perawatan dan
pola pemberian makan oleh ibunya sehingga perlu
34
diberi perhatian yang besar pada jenis, jumlah,
dan mutu bahan makanannya.7
Penelitian Masithah, dkk., pada tahun 2005 di
Bogor mendapatkan adanya hubungan antara Pola Asuh
Makan (PAM) dengan tingkat kecukupan protein
batita (r=0,188 ; p<0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin baik skor PAM maka semakin baik pula
tingkat kecukupan protein batita. Pemberian pola
asuh makan memadai berhubungan dengan baiknya
kualitas konsumsi makanan anak yang pada akhirnya
mempengaruhi kualitas status gizi anak tersebut.26
Penelitian Krisnatuti, dkk., pada tahun 2006 di
Bogor mendapatkan bahwa pemberian MP ASI
berpengaruh positif dengan status gizi baduta
berdasarkan indeks BB/U, TB/U maupun BB/TB.8
Penelitian Sumaiyah dkk., di Surabaya tahun
2008 mendapatkan adanya hubungan yang bermakna
antara pola pemberian nutrisi pada balita yang
meliputi jenis, jumlah dan frekuensi pemberian
dengan status gizi.31
Penelitian Lubis pada tahun 2008 di Sumatera
Utara juga mendapatkan adanya hubungan antara pola
pemberian MP ASI dengan status gizi balita.32
Penelitian Afiana Rohmani tahun 2010 di
Semarang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara usia pertama pemberian MP ASI dengan status
35
gizi pada indek BB/U dan TB/U, namun terdapat
hubungan antara frekuensi dan kesuaian jenis MP
ASI terhadap umur dengan status gizi pada indek
BB/U dan TB/U.12
Penelitian Larasati pada tahun 2011 di Semarang
mendapatkan adanya hubungan yang signifikan antara
waktu pemberian MP ASI (p=0,049), jumlah asupan
makanan (p=0,001) dan konsistensi MP ASI (p=0,002)
dengan status gizi bayi umur 6-12 bulan.33
Hasil penelitian Sumartini tahun 2011 di Medan
mendapatkan bahwa pola pemberian MP ASI meliputi
jenis makanan tambahan, konsumsi energi dan
protein serta frekuensi konsumsi makan berpengaruh
terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p<0,05)
sedangkan usia pertama kali pemberian MP ASI tidak
berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan
(p>0,05).13
Penelitian Kusumaningsih pada tahun 2012 di
Purworejo, Jawa Tengah mendapatkan hasil adanya
hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi pada
bayi usia 6-12 bulan. Sebagian besar bayi yang
diberi MP-ASI sesuai dengan umur, jenis, jumlah
pemberiannya dan berstatus gizi baik.34
Penelitian lain yang mendapatkan hasil berbeda
diantaranya penelitian Defni pada tahun 2001 di
Sulawesi Selatan pada bayi usia 0-4 bulan yaitu
36
tidak dapat dibuktikan pengaruh pola pemberian MP
ASI dini terhadap status gizi. Hal ini dikarenakan
bayi yang berumur 4 bulan diberikan makanan berupa
kombinasi ASI dan MP ASI. Pola pemberian MP ASI
ini tidak sesuai dengan anjuran Depkes yang
mengharuskan pemberian ASI secara ekslusif selama
6 bulan. Dampaknya ialah kenaikan berat badan bayi
yang terlalu cepat karena masukan energi yang
tinggi yang diperoleh dari MP ASI.25 Penelitian Zai
di Bogor pada tahun 2003 tidak mendapatkan
hubungan antara pola pemberian ASI dan MP ASI
dengan status gizi anak baduta di Sumatera Utara.35
Penelitian Diana pada tahun 2004 juga tidak
mendapatkan adanya hubungan antara pola asuh
pemberian makan dengan status gizi anak batita di
kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji (p>
0.05).36
37
2.4 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Limbong, 2010. Dimodifikasi oleh penulis
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
StatusGizi
Faktor Eksterna Daya Beli
Keluarga Latar Belakang
Sosial Budaya Tingkat
Pendidikan Pengetahuan Gizi Jumlah Anggota
Keluarga
FaktorInternal
Nilai Cerna Makanan
Status Kesehatan
Kegiatan/Aktivitas
Umur Jenis
Keseimbanganantara konsumsimakanan dan
penggunaan zat-zat gizi
didalam tubuh
BB/U
Normal ≥ – 2 SDKurang < – 2 SD
FrekuensiMakan
JenisMakanan
Pemberian MPASI pertama
kali
PolaPemberian MP
ASI
39
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
2.6 Hipotesis
Pola pemberian MP ASI yang meliputi usia
pemberian MP ASI pertama kali, jenis MP ASI dan
frekuensi pemberian MP ASI akan berpengaruh
terhadap status gizi balita usia 12-24 bulan.
VariabelDependen
Status Gizi
BB/U
Variabel IndependenPola Pemberian MPASI
Usia Pemberian MPASI pertama kali
Jenis MP ASI Frekuensi
Variabel Perancu Jumlah Konsumsi
Makan Adanya Penyakit
Infeksi