ii. tinjauan pustaka

11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikoriza Mikoriza berasal dari kata miko = mykes (cendawan) dan riza yang berarti akar tanaman. Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tanaman tingkat tinggi dengan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman bernaman Frank pada tanggal 17 April 1885 (Sagala et al. 2013). Mikoriza merupakan suatu kelompok jamur tanah biotroph obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksinya bila terpisah dengan tanaman inang. Mikoriza termasuk kedalam kelas Glomeromikota yang memiliki ciri berbeda dibandingkan dengan kerabat dekatnya dari kelas Askomikota, Basidiomikota ataupun kelas lainnya (Simanungkalit et al., 2006). Mikoriza termasuk dalam ordo Glomales dan terdiri dari dua Subordo yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Subordo Glomineae dibagi dalam dua famili yaitu Glomaceae dan Acaulosporaceae, sedangkan Gigasporineae terdiri atas dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora kedua genus tersebut dapat dibedakan atas bentuk sporanya (Musfal, 2010). Assosiasi tanaman dengan mikoriza merupakan suatu interaksi simbiosis mutualisme yang sangat umum terjadi, mikoriza dapat bersimbiosis dengan sekitar 90% tanaman inang (host). Tanaman inang tersebut dapat berupa tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan dan tanaman pakan. Simbiosis yang terjadi antara mikoriza dan tanaman adalah mikoriza masuk ke dalam korteks akar dan mengembangkan miselium ekstraradikal sampai keluar menembus korteks menjangkau daerah sekitaran akar tanaman. Miselium ektraradicaldapat menyerap air dan usur hara yang tidak dapat dijangkau oleh akar tanaman karena air dan unsur hara tersebut dalam bentuk ion atau dalam konsentrasi yang sangat rendah seperti phosphor dan amonium. Simbiosis antara mikoriza dan tanaman merupakan strategi adaptif untuk meningkatkan kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan air khususnya di ekosistem lahan kering dan semi-kering (arid) (Barea et al., 2011). Simbiosis yang terjadi antara tanaman dan mikoriza adalah tanaman mendapat hara dari tanah dalam jumlah yang lebih banyak sedangkan mikoriza mendapatkan senyawa organik essensial dari tanaman. Keuntungan lain yang

Transcript of ii. tinjauan pustaka

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikoriza

Mikoriza berasal dari kata miko = mykes (cendawan) dan riza yang berarti

akar tanaman. Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar

tanaman tingkat tinggi dengan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza

pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman bernaman Frank pada tanggal 17

April 1885 (Sagala et al. 2013). Mikoriza merupakan suatu kelompok jamur tanah

biotroph obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksinya

bila terpisah dengan tanaman inang. Mikoriza termasuk kedalam kelas

Glomeromikota yang memiliki ciri berbeda dibandingkan dengan kerabat

dekatnya dari kelas Askomikota, Basidiomikota ataupun kelas lainnya

(Simanungkalit et al., 2006). Mikoriza termasuk dalam ordo Glomales dan terdiri

dari dua Subordo yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Subordo Glomineae dibagi

dalam dua famili yaitu Glomaceae dan Acaulosporaceae, sedangkan

Gigasporineae terdiri atas dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora kedua

genus tersebut dapat dibedakan atas bentuk sporanya (Musfal, 2010).

Assosiasi tanaman dengan mikoriza merupakan suatu interaksi simbiosis

mutualisme yang sangat umum terjadi, mikoriza dapat bersimbiosis dengan

sekitar 90% tanaman inang (host). Tanaman inang tersebut dapat berupa tanaman

pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan dan tanaman pakan. Simbiosis yang

terjadi antara mikoriza dan tanaman adalah mikoriza masuk ke dalam korteks akar

dan mengembangkan miselium ekstraradikal sampai keluar menembus korteks

menjangkau daerah sekitaran akar tanaman. Miselium “ektraradical” dapat

menyerap air dan usur hara yang tidak dapat dijangkau oleh akar tanaman karena

air dan unsur hara tersebut dalam bentuk ion atau dalam konsentrasi yang sangat

rendah seperti phosphor dan amonium. Simbiosis antara mikoriza dan tanaman

merupakan strategi adaptif untuk meningkatkan kemampuan tanaman menyerap

unsur hara dan air khususnya di ekosistem lahan kering dan semi-kering (arid)

(Barea et al., 2011).

Simbiosis yang terjadi antara tanaman dan mikoriza adalah tanaman

mendapat hara dari tanah dalam jumlah yang lebih banyak sedangkan mikoriza

mendapatkan senyawa organik essensial dari tanaman. Keuntungan lain yang

5

diperoleh tanaman adalah meningkatkan toleransi terhadap kekurangan air,

pertumbuhan tanaman lebih baik, menghasilkan senyawa yang mendorong

pertumbuhan tanaman seperti auxin, sitokinin dan giberalin. Selain itu tanaman

juga lebih tahan terhadap penyakit dan memperbaiki struktur tanah (Warouw dan

Kainde, 2010).

Mikoriza dapat ditemui pada berbagai tipe ekosistem dan berbagai

tanaman, simbiosis mikoriza dapat ditemui pada tanah masam di dataran rendah,

ekosistem pegunungan rendah di hulu DAS, ekosistem lahan terdegradasi, hutan

alam dan ekosistem hutan pantai. Adapun jenis tanaman yang diketahui telah

berasosiasi dengan mikoriza adalah durian, rambutan, bisbul, kayu kuku, kentang,

tomat dan lain lain (Husna et al., 2014).

Mikoriza berdasarkan cara diperolehnya ada dua yaitu mikofer dan

indigenous. Mikoriza indigenous merupakan mikoriza yang ditemukan berasosiasi

dengan perakaran tanaman secara alami tanpa campur tangan manusia dalam

proses infeksi awal antara mikoriza dengan tanaman inang. Mikoriza indigenous

memiliki potensi yang tinggi untuk membentuk infeksi yang ekstensif karena

mengenali tanaman inangnya selain itu mikoriza indigenous juga memiliki sifat

toleransi yang tinggi terhadap cekaman di lingkungannya. Mikoriza mikofer

merupakan mikoriza yang keberadaanya atas campur tangan manusia, mikoriza

mikofer bersimbiosis dengan akar tanaman inang dengan cara inokulasi

(Nurhidayati et al. 2011).

2.2 Jenis Jenis Mikoriza

Jenis mikoriza dibedakan berdasarkan perbedaan struktur tubuh dan cara

infeksi terhadap tanaman inangnya (host). Menurut Barea et al., (2011) mikoriza

terbagi menjadi tiga jenis yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza.

Ektomikoriza memiliki selubung atau mantel disekitar perakaran tanaman,

misellium menembus sel-sel akar membentuk “hartig net tapi” tidak membentuk

penetrasi intraseluler, ektomikoriza bersimbiosis dengan 3% tanaman vascular

terutama pohon hutan atau tahunan. Endomikoriza menginfeksi korteks dan

masuk ke sel akar baik secara interseluler maupun intraseluler. Beberapa jenis

endomikoriza adalah spesies Ericaceae atau Orchidaceae, mikoriza arbuskula

6

(MA) merupakan jenis mikoriza yang paling banyak ditemukan dan paling banyak

bersimbiosis dengan berbagai jenis tanaman. Ektendomikoriza merupakan jamur

yang memiliki karakteristik dari kedua jenis jamur ektomikoriza dan

endomikoriza. Sedangkan menurut Prasetya (2006) terdapat dua kelompok jenis

mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza saja. Berikut jenis-jenis mikoriza

yang dibedakan berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi pada tanaman inang.

2.2.1 Ektomikoriza

Ektomikoriza merupakan jenis jamur yang memiliki jaringan hifa yang

tidak masuk sampai ke dalam sel korteks tanaman inang namun hanya

berkembang diantara sel tersebut membentuk mantel pada permukaan akar

(Musfal, 2010). Ektomikoriza dapat diperbanyak tanpa menggunakan tanaman

inang. Menurut Prasetya (2006) pembentuk ektomikoriza terdiri atas tiga

kelompok besar yaitu Basidiomycetes, Gasteromycetes dan Ascomycetes

(Gambar 1).

(a)

(b)

(c)

Gambar 1. Pembentuk ektomikoriza (a) Basidiomycetes, (b) Gasteromycetes, (c)

Ascomycetes (Prasetya, 2006).

2.2.2 Endomikoriza

Ciri utama yang membedakan endomikoriza dan ektomikoriza adalah

struktur dan beberapa sistem yang terbentuk. Struktur endomikoriza memiliki ciri-

ciri sebagai berikut; (1) dijumpai penetrasi miselia yang halus di dalam korteks,

(2) terbentuk vesikel sebagai tempat cadangan nutrisi didalam korteks kecuali dari

genus Gigaspora dan Scutelospora (3) pembentukan spora di luar akar dan

sebagian di dalam akar, (4) dijumpai semacam kumpulan hifa di dalam sel akar

sebagai tempat pemindahan (transfer) nutrisi yang disebut arbuskular, (4)

kenampakan adanya endomikoriza hanya dapat dilihat dengan jelas di bawah

mikroskop dengan teknik pewarnaan khusus/ staining (Prasetya 2006).

Kelompok-kelompok jamur pembentuk endomikoriza (VAM) meliputi kelas

7

Phycomycetes dan Endoginaceae. Berikut merupakan kelompok genus

endomikoriza yaitu:

1) Gigaspora

Menurut Warouw dan Kainde (2010) menyebutkan bahwa Gigaspora

berbentuk bulat dengan spora memiliki pelekat yang mengembang hingga

berbentuk bulat atau biasa disebut “bulbous suspensor” yang menjadi ciri khas

dari Gigaspora (Gambar 2).

Proses perkembangan spora Gigaspora tidak langsung dari hifa (Subtending

hyphae) membulat yang dinamakan “bulbuous suspensor”, di atas “bulbuous

suspensor” ini timbul bulatan kecil yang semakin lama semakin membesar dan

mencapai ukuran maksimum yang akhirnya menjadi spora. Spora ini disebut

azygospora. Gigaspora dihasilkan secara tunggal di dalam tanah dan ukurannya

besar. Gigaspora tidak memiliki dinding perkecambahan dan tidak membentuk

struktur vesikula di dalam akar melainkan hanya terdapat arbuskula dan hifa

(Puspitasari et al. 2012).

Gambar 2. Spora Gigaspora perbesaran 400 kali (Suamba et al. 2014)

2) Glomus

Genus Glomus proses perkembangan spora adalah dari ujung hifa yang

membesar sampai ukuran maksimum dan terbentuk spora, karena sporanya

berasal dari perkembangan hifa maka disebut “chlamydospore”, kadang hifa

bercabang-cabang dan tiap cabang terbentuk “chlamydospora: dan membentuk

“sporocarp” pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah

sekat. Spora berbentuk bulat sampai bulat lonjong dengan dinding spora terdiri

atas lebih dari satu lapis. Spora Glomus dapat ditemukan dalam bentuk tunggal

8

ataupun agregat lepas. Glomus memiliki dinding spora mulai dari kuning bening

sampai coklat kemerahan, permukaan dinding spora relatif halus dan memiliki

dinding spora yang tipis. Namun, masing-masing spesies memiliki cici-ciri

tersendiri. Spora yang ditemukan ada yang melekat dengan hifa dan adapula yang

tidak (Puspitasari et al. 2012).

Warna Glomus biasanya hyaline, agak putih, kuning, kuning terang,

kecokelatan, coklat gelap dan gelap (Gambar 3). Berukuran antara 80-120 μm x

75-120 μm atau 90-140 μm x 70-130 μm. Struktur dinding spora tiga lapisan (L1,

L2 dan L3). Lapisan luar (L1) tipis, hialin. Lapisan tengah (L2) mengendur

seiring bertambahnya usia, berwarna jerami pucat sampai ochraceous biasanya

berukuran 4-13 μm (INVAM, 2017). Glomus merupakan genus yang memiliki

penyebaran yang sangat luas. Genus Glomus dapat dijumpai pada berbagai tipe

lahan.

3) Acaulospora

Acaulospora kuning hingga cokelat, berukuran sekitar 42-99 μm x 42-70 μm

dan 55-85 μm. Memiliki bentuk bulat hingga lonjong (Gambar 3). Proses

perkembangan Acaulopsora berawal dari ujung hifa (Subtending hyphae) yang

membesar seperti spora yang disebut “hyphal terminus”, diantara hyphal terminus

dan subtending hyphae akan muncul bulatan kecil yang semakin lama semakin

membesar dan terbentuk spora.

(a) (b)

Gambar 3. Spora Mikoriza (a) Glomus perbesaran 200 kali (b) Acaulospora

perbesaran 400 kali (Suamba et al. 2014).

9

Perkembangan “hyphal terminus” akan rusak dan isinya akan masuk ke spora.

Rusaknya “hyphal terminus” akan meninggalkan lubang kecil yang disebut

“cycatric”. Acaulospora memiliki dinding spora yang relatif tebal dan beberapa

spesies ada yang berwarna orange kemerahan (Puspitasari et al. 2012).

Endomikoriza biasa disebut sebagai VAM (Vesicular Arbuscular

Mycorrhizas) karena endomikoriza membentuk arbuscules, hifa dan vesicules

yang mampu menginfeksi jaringan korteks akar (Brundet et al., 1996). Identifikasi

endomikoriza dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi dari spora

endomikoriza yang meliputi ukuran spora, bentuk, warna spora dan kenampakan

dinding sel dari endomikoriza tersebut (Douds dan Millner, 1999).

Siklus hidup mikoriza arbuskular ada tiga tahapan yaitu, tahap pertama

penetapan simbiosis, melibatkan propagule, inang tanaman, penetrasi akar dan

arbuskula, pada tahap ini energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan mikoriza arbuskular berasal dari fotosintat tanaman demikian pula

sebaliknya mikoriza arbuskular memberikan nutrisi dan air sebagai bahan dasar

fotosintesis. Tahap kedua pertumbuhan dan perkembangan melibatkan hifa

eksternal, internal dan ekstraradikal secara keseluruhan meningkatkan biomassa

mikoriza arbuskular. Perkembangan hifa berfungsi sebagai saluran meluas secara

radikal selanjutnya terjadi perkembangan arbuskular yang berperan untuk

mengambil nutrient dari tanaman dan vesikula berperan untuk penyimpanan lipid.

Tahap ketiga adalah tahap perbanyakan yang melibatkan struktur reproduktif

yaitu pembentukan spora (Chalimah et al., 2007).

1.2.3 Ektendomikoriza

Ektendomikoriza merupakan mikoriza yang memiliki sifat perpaduan antara

endomikoriza dan ektomikoriza. Pada akar yang terinfeksi ektendomikoriza

terdapat mantel atau tidak ada mantel, membentuk hartig net dan hifa masuk ke

dalam sel (Sastrahidayat, 2010).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Mikoriza

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan mikoriza

biasanya lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman juga cocok untuk

perkembangan mikoriza (Musfal, 2010). Faktor lingkungan yang berpengaruh

10

terhadap perkembangan mikoriza terbagi menjadi dua yaitu faktor abiotik dan

faktor biotik yang meliputi iklim, cahaya, suhu, kesuburan tanah dan pH

sedangkan faktor biotik meliputi tanaman inang yang bersimbiosis dengan

mikoriza (Sastrahidayat, 2010).

2.3.1 Iklim

Pada musim penghujan ketersediaan air di lahan cukup tinggi hingga tanah

mengalami jenuh air. Pada tanah yang tergenang air menyebabkan kondisi

anaerob, kondisi seperti ini akan menghambat perkembangan mikoriza sebab

mikoriza bersifat aerobik. Mikoriza akan membantu tanaman memperoleh air

dengan cara memperluas bidang penyerapan akar dan membentuk hifa yang dapat

menjangkau air yang tidak dapat dijangkau oleh akar tanaman (Muis et al. 2014).

2.3.2 Cahaya

Intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap kolonisasi dan sporulasi

mikoriza. Intensitas matahari yang tinggi dan kesuburan tanah yang rendah akan

mempertinggi perkembangan dan jumlah mikoriza di hutan hujan tropis di Sri

Lanka (Shukla et al., 2009).

2.3.3 Suhu

Sebagian besar cendawan pembentuk mikoriza membutuhkan suhu

optimum untuk pembentukan dan kelangsungan hidup mikoriza. Glomus

ditemukan pada rambut akar pohon bitti, tanjung dan kecrutan pada suhu udara30-

32.6°C, kelembaban udara 58-78% dan kelembaban tanah 40-72% (Ura’ et al.

2015). Suhu udara yang terbaik untuk perkembangan mikoriza arbuskular (MA)

adalah sekitar 30°C, untuk kolonisasi miselium pada permukaan akar 28°-34°C

serta untuk sporulasi dan perkembangan vesikel pada suhu 35°C (Sastrahidayat,

2010).

2.3.4 Kesuburan tanah

Unsur-unsur di dalam tanah yang paling berpengaruh terhadap mikoriza

adalah unsur hara P, tanah yang mengandung unsur P yang tinggi diketahui dapat

menurunkan kolonisasi mikoriza, pembentukan simbiosis mikoriza arbuskula

mencapai maksimum jika kadar P tersedia dalam tanah tidak lebih besar dari 50

ppm. Semakin tinggi kandungan P dalam tanah maka kolonisasi mikoriza semakin

11

menurun sebaliknya jika kandungan P di dalam tanah rendah maka perkembangan

mikoriza di dalam tanah tersebut semakin tinggi (Simamora et al. 2015).

Kandungan N yang tinggi juga berpengaruh terhadap perkembangan dan

pertumbuhan mikoriza. Efek tersebut berhubungan dengan tingkat N yang

tersedia. Jumlah N yang terlarut akan menentukan aktivitas mikoriza di dalam

tanah (Sastrahidayat, 2010). Selain itu perkembangan mikoriza juga dipengaruhi

oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan kadar air. Tingginya kandungan

air yang ada di dalam tanah akan mempengaruhi kadar oksigen dalam tanah,

penurunan konsentrasi oksigen dapat menghambat perkecambahan spora mikoriza

dan kolonisasi akar (Setiadi dan Arif 2011).

2.3.5 pH

Mikoriza memiliki sifat acidophilic (dapat hidup dalam kondisi masam).

Setiap jamur mikoriza memerlukan pH optimum yang berbeda untuk

perkembangannya. Glomus ditemukan di hutan kota Tamalanrea dengan pH tanah

4.4-5.8 (Ura’ et al. 2015). Mikoriza dapat hidup dengan baik pada pH masam dan

mampu menghasilkan asam-asam organik yang membebaskan P terfiksasi

(Ristiyanti et al. 2014). Dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap

keberadaan mikoriza.

2.3.6 Tanaman inang

Perkembangan mikoriza juga dipengaruhi oleh jenis tanaman inang (host)

yang bersimbiosis dengan mikoriza. Tanaman dengan akar besar lebih bergantung

pada mikoriza dibandingkan pada tanaman dengan sistem akar yang memiliki

rambut akar banyak dan panjang. Ketergantungan mikoriza relatif berbeda pada

antara spesies tanaman atau bahkan antar varietas (Simanungkalit et al., 2006).

Tanaman yang memiliki tipe perakaran magnoloid (kasar dan berbulu akar sedikit

atau tidak berbulu akar) lebih peka terhadap infeksi mikoriza dibandingkan

dengan tanaman yang tipe perakarannya graminoid/halus dan memiliki bulu akar

yang halus (Sastrahidayat, 2010).

Umur tanaman juga mempengaruhi keberadaan mikoriza di tanah serta

kolonisasinya pada akar tanaman. Jumlah spora mikoriza terbanyak dijumpai pada

akar rizosfer kelapa sawit umur 7 tahun (107.40 spora/100 g tanah) dibandingkan

dengan jumlah spora mikoriza pada kelapa sawit umur 2-3 bulan (45.80 spora/100

12

g tanah), 2 tahun jumlah spora (60.92 spora/100 g tanah), dan kelapa sawit umur >

10 tahun jumlah spora 67.20 spora/100 g tanah (Arman et al. 2015).

Mikoriza dapat bersimbiosis dengan berbagai tanaman inang di berbagai

lokasi. Beberapa jenis tanaman seperti Vitex pubescent Vahl., Theobroma cacao

L., Paraserianthes falcataria dan Pericopsis mooniana yang terletak di Sulawesi

Tenggara diketahui telah bersimbiosis dengan mikoriza (Husna et al., 2014)

2.4 Hubungan Mikoriza dengan Sifat Kimia Tanah

Cendawan mikoriza memiliki struktur hifa yang menjalar keluar di dalam

tanah, hifa tersebut meluas di dalam tanah melampaui jauh jarak yang dapat

dicapai oleh rambut akar. Ketika fosfat disekitar rambut akar sudah terkuras maka

hifa membantu menyerap fosfat di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau

rambut akar seperti pada (Gambar 4). P diangkut melalui hifa eksternal dalam

bentuk polifosfat. Adanya granul polifosfat dalam vakuola hifa telah dibuktikan

dalam penelitian menggunakan mikroskop electron (Simanungkalit et al., 2006).

Tanaman yang terinfeksi mikoriza mampu menyerap unsur P yang lebih

tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi. Tingginya serapan P oleh

tanaman yang terinfeksi mikoriza disebabkan hifa mikoriza dari jenis CMA

mampu mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang terikat di dalam tanah

akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Tanaman jagung pada tanah inceptisol

menunjukkan penyerapan P lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman jagung

yang tidak diberi mikoriza (Musfal, 2010).

Gambar 4. Skema penyerapan P oleh mikoriza (Simanungkalit et al., 2006)

Cendawan mikoriza dalam korteks primer

stele

Rambut akar

akar tanah

Hifa dalam

tanah

Ion PO4 yg

diabsorbsi dari

tanah

Zona

pengurangan

13

Mikoriza mampu meningkatkan pH tanah dan memperbaiki tingkat

kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan adanya aktifitas dan metabolisme mikoriza

yang menghasilkan serta melepaskan senyawa-senyawa organik yang mampu

mengikat kation-kation logam dalam kompleks jerapan penyebab kemasaman

tanah sehingga pH meningkat (Nurmasyitah et al. 2013).

2.5 Sistem Agroforestri

Agroforestri atau wanatani adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan

teknologi-teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan pada

satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,

palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau

ikan yang dilakukan pada waktu bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk

interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada. Sistem

agroforestri merupakan pengelolaan lahan terpadu dan berkelanjutan untuk

meningkatkan produksi tanaman pertanian ataupun kehutanan (Hairiah et al.

2003).

Sistem agroforestri memiliki dampak posistif dalam ekosistem yaitu

penerapan agroforestri dapat menjaga diversitas/keanekaragaman tetap tinggi

namun disisi lain sistem agroforestri memiliki dampak negatif bagi antar

komponen agroforestri misal dengan adanya persaingan dalam penggunaan unsur

hara dan tumbuhan bawah (understory) yang kurang mendapatkan cahaya

matahari karena ternaungi oleh pohon- pohon lainnya (Shukla et al., 2009). Tipe

agroforestri adalah sebagai berikut:

a. Sistem agroforestri sederhana

Sistem agroforestri sederhana merupakan sistem pertanian dimana

pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman

semusim. Bentuk agroforestri sederhana yang paling umum dijumpai di jawa

adalah tumpangsari yang dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial

dan PT Perhutani. Salah satu contoh sistem agroforestri sederhana ini adalah

campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman semusim

misalnya menanam kopi pada hutan pinus di daerah Ngantang, Malang (Hairiah et

al. 2003).

14

b. Sistem agroforestri kompleks

Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian yang

melibatkan banyak jenis pepohonan baik yang sengaja ditanam atau yang tumbuh

secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam

ekosistem yang menyerupai hutan. Penciri utama dari sistem agroforestri

kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip

dengan ekosistem hutan alami maupun hutan sekunder sehingga sistem ini juga

disebut sebagai agroforest (Hairiah et al. 2003).

2.6 Hubungan Sistem Agroforestri Pinus dan Kopi Terhadap

Keanekaragaman Mikoriza

Kopi termasuk kelompok tanaman yang memerlukan cahaya matahari

tidak penuh sehingga ditanam dalam sistem campuran (agroforestri) baik dalam

sistem agroforestri sederhana hingga agroforestri kompleks (multistrata) yang

menyerupai hutan. Budidaya kopi membutuhkan pohon naungan untuk

mendukung perkembangan dan pertumbuhan kopi (Sobari et al. 2012).

Agroforestri kopi berperan dalam konservasi tanah, air, penambahan unsur

hara, menjaga iklim mikro tetap stabil dan mempertahankan keanekaragaman

hayati termasuk mikoriza arbuskular. Jumlah spora jamur mikoriza arbuskular

meningkat dua kali lipat pada sistem agroforestri kopi tumpangsari dengan

tanaman Grevillea robusta dibandingkan dengan pertanaman kopi monokultur

(Supriadi dan Dibyo, 2015).

Agroforestri sederhana yang lainnya adalah sistem tumpangsari tanaman

pinus dan tanaman pertanian semisal buncis, cabai, kembang kol dan kopi. Dalam

penelitian Oktaviani dan Batoro (2017) sistem tumpangsari (agroforestri

sederhana) tanaman pinus di Tumpang menyebutkan bahwa tanaman pinus

biasanya tumbuh pada kisaran pH 4.5-5.5, pH tanah menggambarkan tingkat

ketersediaan unsur hara dan menentukan keberadaan mikroorganisme tanah

semisal mikoriza.

Mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman pinus bermanfaat dalam

membantu akar tanaman pinus dalam menyerap unsur hara Phospor, Kalium dan

Nitrogen dari dalam tanah. Hal ini dapat meminimalkan input pemupukan pada

tanaman pinus dan tanaman kehutanan yang lainnya (Hardiatmi, 2008).