Post on 18-Jan-2023
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
Saat proses pembelajaran di kelas wajar bila
ditemukan berbagai macam permasalahan. Setiap siswa
memiliki kepribadian, tingkah laku, dan kemampuan
berpikir yang berbeda-beda. Hal inilah menjadi faktor-
faktor penyebab munculnya beberapa permasalahan yang
dihadapi guru selama proses pembelajaran berlang-sung.
Permasalahan yang sedang dihadapi oleh guru Pendidikan
Kewarga-negaraan, khususnya kelas VIII G SMP Negeri 2
Kartasura Kabupaten Sukoharjo, yaitu kurangnya
konsentrasi belajar dalam proses pembelajaran
Pendidikan ke-warganegaraan. Oleh karena itu penelitian
ini mencoba mengajukan strategi pem-belajaran aktif
Reading Guide kolaborasi Talking Stick. Berikut ini
dikemukakan mengenai teori atau konsep yang berkaitan
dengan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick
sebagai upaya meningkatkan konsentrasi belajar dalam
9
10
proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal-hal
tersebut secara rinci dipaparkan sebagai berikut.
1. Dinamika Paradigma Pembelajaran
a. Pengertian dinamika. Menurut Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional (2005:265), dinamika
diartikan sebagai gerak (dari dalam), tenaga yang
menggerakkan dan semangat. Menurut Yulia (2010),
dinamika sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan,
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri
secara memadai terhadap keadaan. Jadi dinamika
merupakan gerakan, kekuatan, perkembangan dan
menyesuaikan diri terhadap suatu keadaan.
b. Pengertian paradigma. Menurut Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional (2005:828), paradigma
adalah kerangka pikir. Menurut Ratna (2010:38),
paradigma merupakan seperangkat keyakinan mendasar,
semacam pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun
tindakan-tindakan manusia, baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun karya ilmiah. Menurut Bogdan dan Bliken
sebagaimana dikutip oleh Moelong (1989:33), paradigma
11
merupakan kumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, dimana konsep atau proposisi
mengarahkan pada cara berfikir dan penelitian. Menurut
Nurlaela (2011), paradigma adalah kumpulan tata nilai
yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif
seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan
bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Jadi
paradigma merupakan cara berfikir sebagai pandangan
kehidupan secara realita dari sejumlah asumsi bersama.
c. Pengertian paradigma pembelajaran. Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa paradigma
pembelajaran merupakan perubahan gerakan, kekuatan,
perkembangan, dan penyesuaian diri pada cara berfikir
sebagai pandangan hidup secara realita dari sejumlah
asumsi bersama.
d. Dinamika paradigma pembelajaran. Menurut
Aunurrahman (2009:2-15), perubahan paradigma dan sistem
pembelajaran merupakan suatu upaya dalam membangun
masyarakat terdidik dan cerdas. Sistem pendidikan telah
12
ditata dengan menggunakan paradigma yang baru, dimana
formalitas dan legalitas merupakan sesuatu yang tidak
dapat diabaikan untuk mengejar formalitas. Adanya
tuntutan terhadap proses pemberdayaan diri dan
pengembangan potensi peserta didik secara holistik
melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang
guru mengalami perubahan paradigma dan pandangan
terhadap pendidikan. Pergeseran paradigma yang
sebelumnya lebih menitikberatkan pada peran
guru/instruktur/fasilitator, sekarang semakin bergeser
pada pemberdayaan peserta didik dalam mengambil
inisiatif dan berpartisipatif aktif dalam kegiatan
belajar.
Menurut Nasar (2006:31), paradigma pembelajaran
berkembang menjadi pendekatan belajar yang mutakhir dan
menggeser kebiasaan sekolah tradisional dimana guru
cenderung lebih aktif dibandingkan siswanya. Guru
sebagai subjek yang dominan, sementara siswa bersifat
pasif. Padahal dalam kegiatan pem-belajaran siswa
sebagai pusat belajar harus lebih aktif untuk membangun
13
pema-haman, keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu
sebagai fasilitator seorang guru harus mampu memberikan
apa yang diinginkan siswa dengan menggunakan strategi
pembelajaran bervariasi, sehingga anak mampu berkreasi
sesuai dengan kemampuan masing-masing dan diyakini
menghasilkan pengetahuan yang ter-simpan kuat dalam
ingatan peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa dinamika paradigma pembelajaran bermula dari
kebiasaan tradisional, dimana guru lebih dominan atau
berperan aktif dalam proses pembelajaran dibandingkan
dengan siswa. Seiring berjalannya waktu sistem
pendidikan telah ditata secara optimal dan berkembang
sehingga muncullah strategi pembelajaran yang
bervariasi guna melibatkan siswa untuk mengambil
inisiatif dan berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berkreasi sesuai
dengan kemampuannya masing-masing dan diyakini
menghasilkan pengetahuan yang tersimpan kuat dalam
14
ingatan anak serta dapat membangun pemahaman,
keterampilan dan sikap pada peserta didik.
2. Kajian mengenai Strategi Reading Guide
a. Pengertian strategi. Menurut Mulyasana (2011:217),
strategi adalah rencana besar yang bersifat mengikat,
efisiensi, dan produktif guna mengefektifkan
tercapainya tujuan. Strategi berupa tindakan tentang
apa yang seharusnya dilakukan, bukan tindakan tentang
apa yang dilakukan, apa yang seharusnya dicapai dan
bukan apa yang dicapai. Menurut Reber (1988)
sebagaimana dikutip oleh Uaksena (2012), strategi dalam
perspektif psikologi berasal dari bahasa Yunani yang
berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat
langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.
Jadi dapat disimpulkan strategi adalah rencana tindakan
yang terdiri dari seperangkat langkah bersifat
mengikat, efisiensi, dan produktif untuk mencapai
tujuan.
15
b. Pengertian strategi Reading Guide. Menurut Bariroh
(2010), pengertian strategi Reading Guide (Panduan
Membaca) adalah:
Strategi yang memandu peserta didik untuk membacapanduan yang disiapkan oleh guru sesuai denganmateri yang akan diajarkan dengan waktu yang sudahditentukan, disisi lain guru juga akan memberipertanyaan yang membahas seputar materi yang telahdibaca oleh peserta didik setelah kegiatan membacatersebut dengan panduan bacaan yang telah diberikanguru tersebut.
c. Kelebihan strategi Reading Guide. Penggunaan strategi
Reading Guide memiliki beberapa kelebihan. Menurut
Bariroh (2010) dalam menggunakan metode Reading Guide
terdapat beberapa kelebihan yaitu:
1) Peserta didik lebih berperan aktif.
2) Materi dapat lebih cepat diselesaikan dalam kelas.
3) Memotivasi peserta didik untuk senang membaca.
4) Membangkitkan minat baca peserta didik.
5) Mengerti peserta didik yang serius dan tidak
serius dalam mengikuti pelajaran.
6) Peserta didik dituntun untuk teliti dalam menjawab
soal (tidak asal-asalan).
16
7) Guru mudah mengetahui kelemahan dan kelebihan
siswa dalam membaca.
8) Adanya keseimbangan dalam mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
9) Guru mudah mengetahui peserta didik yang malas dan
tidak malas.
d. Kelemahan strategi Reading Guide. Penggunaan
strategi pembelajaran memiliki beberapa kelemahan.
Menurut Bariroh (2010) dalam menggunakan strategi
Reading Guide terdapat beberapa kelemahan diantaranya
adalah:
1) Kurang efektif dalam membaca karena singkatnya
waktu.
2) Kadang membuat jenuh peserta didik.
e. Langkah-langkah penerapan strategi Reading Guide.
Menurut Zaini dkk. (2008:8-9), langkah-langkah
pelaksanaan strategi Reading Guide antara lain:
1) Tentukan bacaan yang dipelajari.2) Buat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawaboleh peserta didik atau kisi-kisi dan boleh jugabagan atau skema yang dapat diisi oleh merekadari bahan bacaan yang telah dipilih tadi.
17
3) Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan ataukisi-kisinya kepada peserta didik.
4) Tugas peserta didik adalah mempelajari bahanbacaan dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehinggatidak memakan waktu yang berlebihan.
5) Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebutdengan menanyakan jawabannnya kepada pesertadidik.
6) Pada akhir pelajaran beri ulasan secukupnya.3. Kajian mengenai Strategi Talking Stick
a. Pengertian strategi Talking Stick. Menurut Carol Locust
sebagaimana dikutip oleh Sugiharto (2011), Talking Stick
atau kata lainnya “Tongkat Berbicara” adalah metode
yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika
untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan
pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku).
Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad
oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil
dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan
kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai
hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai
berdiskusi dan membahas masalah, maka harus memegang
tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang A
apabila ingin berbicara, kemudian akan pindah lagi pada
18
orang B apabila ingin menanggapinya, dengan cara ini
tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke
orang lain jika ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila
semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu
dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat.
Menurut Natalia (2012), Talking Stick merupakan sebuah
model pembelajaran yang beriorientasi pada penciptaan
kondisi belajar aktif dari siswa karena adanya unsur
permainan dalam proses pembelajaran. Menurut Tarmizi
(2010), strategi Talking Stick adalah strategi
pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dalam proses
pembelajaran di kelas beriorientasi pada terciptanya
kondisi belajar melalui permainan tongkat yang
diberikan dari satu siswa kepada peserta didik yang
lain pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan
selanjutnya mengajukan pertanyaan, maka anak yang
sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh
kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini
dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat
19
giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
Talking Stick atau kata lainnya “Tongkat Berbicara”
merupakan metode pada mulanya digunakan oleh penduduk
asli Amerika untuk mengajak semua orang menyampaikan
pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku) namun
saat ini Talking Stick merupakan model pembelajaran
melalui permainan tongkat yang berorientasi pada
penciptaan kondisi yang menyenangkan dan situasi
belajar aktif dari siswa.
b. Kelebihan strategi Talking Stick. Menurut Maudin
(2010), kelebihan strategi Talking Stick yaitu:
1) Menguji kesiapan siswa dengan memberikan
pertanyaan.
2) Menguji penguasaan materi siswa dalam
pembelajaran.
3) Melatih kemampuan membaca dan memahami dengan
cepat.
4) Memberi dorongan pada siswa untuk lebih giat
belajar dengan mempelajari materi lebih dahulu.
20
5) Mengurangi kejenuhan dengan belajar sambil
bermain.
6) Menarik perhatian siswa.
7) Siswa berani mengemukakan pendapat.
c. Kelemahan strategi Talking Stick. Menurut Deden
(2010), adapun kelemahan dalam strategi Talking Stick
adalah membuat siswa senam jantung.
d. Langkah-langkah penerapan strategi Talking Stick. Menurut
Suprijono (2009:109) sebagaimana dikutip oleh Suarni
(2012), adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan
strategi Talking Stick adalah sebagai berikut:
1) Guru menyiapkan tongkat.
2) Guru menjelaskan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada
LKS/buku paket.
3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya
guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah
satu siswa, setelah itu memberi pertanyaan dan
21
peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus
menjawab pertanyaan dari pendidik, demikian
seterusnya hingga seluruh anak mendapat bagian untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan pengajar.
5) Ketika tongkat bergulir dari siswa sebaiknya
disertai dengan lagu.
6) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban
yang diberikan siswa.
7) Merumuskan kesimpulan.
8) Penutup.
4. Kajian mengenai Strategi Reading Guide Kolaborasi
Talking Stick
a. Pengertian kolaborasi. Pengertian mengenai
kolaborasi dapat diperoleh dari berbagai sumber salah
satunya dari Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005:580), “kolaborasi (perbuatan) adalah kerjasama
dengan musuh”. Menurut Madya (2007:51), “penelitian
tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan
kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok
peneliti melalui kerjasama dan bekerja sama”. Jadi
22
kolaborasi adalah suatu bentuk kerjasama bila dalam
penelitian dilakukan secara bersama-sama.
b. Pengertian strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.
Pengertian mengenai strategi Reading Guide kolaborasi
Talking Stick adalah strategi pembelajaran aktif yang
dilakukan dalam waktu dan tempat bersamaan dimana siswa
dituntut untuk berpikir cepat serta berkonsentrasi
dalam mengerjakan kisi-kisi pertanyaan dengan panduan
bacaan kemudian peserta didik menjawab pertanyaan
melalui permainan tongkat diiringi dengan lagu sehingga
tercipta pembelajaran aktif sehingga membuat siswa
senang.
c. Kelebihan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.
Dalam penggunaan strategi pembelajaran terdapat
kelebihan-kelebihan. Beberapa kelebihan Reading Guide
kolaborasi Talking Stick yaitu:
1) Siswa lebih berperan aktif dan membangkitkan
semangat untuk belajar.
2) Memotivasi dan membangkitkan siswa untuk senang
membaca.
23
3) Adanya keseimbangan dalam mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
4) Guru mudah mengetahui siswa yang malas dan rajin.
5) Penilaiannya mudah.
6) Sangat cocok untuk mata pelajaran ilmu sosial.
7) Memberikan dorongan kepada siswa untuk berani
mengemukakan pendapat.
8) Melatih konsentrasi siswa dengan berpikir cepat dan
tanggap.
9) Guru mudah mengetahui kemampuan berpikir pada siswa.
10) Menarik perhatian siswa.
11) Mengurangi kejenuhan pada siswa dalam proses
pembelajaran.
d. Kelemahan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kelemahan pada penggunaan strategi Reading Guide
kolaborasi Talking Stick yaitu:
1) Kurang efektif dalam membaca karena singkatnya
waktu.
24
2) Kadang membuat jenuh siswa bila waktunya terlalu
lama.
3) Tidak bisa untuk mengukur kemampuan analisa.
4) Situasi kelas menjadi gaduh.
5) Siswa bermain sendiri bila tidak bisa menguasai
kelas.
6) Siswa terkadang tidak mau menjawab karena kemampuan
berpikirnya lambat.
7) Kisi-kisi tidak mencakup keseluruhan materi dan
hanya berisi pertanyaan-pertanyaan tertentu saja.
8) Membuat siswa senam jantung sehingga takut memegang
tongkat (stick).
9) Bila ada siswa yang jahil, tongkat (stick) tidak
dijalankan sebagaimana mestinya.
10) Membuat siswa cepat lelah karena energinya banyak
terbuang karena tertawa dan bersorak sorai.
e. Langkah-langkah penerapan strategi Reading Guide
kolaborasi Talking Stick. Langkah-langkah pelaksanaan strategi
Reading Guide kolaborasi Talking Stick antara lain:
1) Tentukan bacaan yang dipelajari.
25
2) Buat kisi-kisi yang akan digunakan untuk menjawab
pertanyaan.
3) Bagikan bahan bacaan dengan kisi-kisinya kepada
siswa.
4) Tugas siswa adalah mempelajari bahan bacaan dengan
menggunakan kisi-kisi pertanyaan yang ada. Batasi
aktivitas ini sehingga tidak memakan waktu yang
berlebihan.
5) Siapkan sebuah tongkat.
6) Setelah dirasa cukup dalam menjawab kisi-kisi
pertanyaan, siswa dipersilahkan mengumpulkan kisi-
kisi pertanyaan kemudian berikan instruksi pada
siswa untuk berdiri dan membentuk lingkaran besar.
7) Ambillah tongkat dan berikan kepada salah satu anak,
ketika tongkat bergulir dari siswa ke peserta didik
yang lain sebaiknya disertai dengan lagu untuk
mengiringi berputarnya tongkat tersebut.
8) Guru berhak menghentikan lagu.
9) Berikan pertanyaan seputar kisi-kisi tadi kepada
siswa yang terakhir menerima tongkat dan peserta
26
didik yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya.
10) Instruksikan kepada siswa yang lain untuk
mengomentari jawaban, demikian seterusnya hingga
seluruh peserta didik mendapat bagian untuk menjawab
pertanyaan seputar kisi-kisi tadi.
11) Ketika waktu dirasa cukup, siswa dipersilahkan
kembali ke tempat duduk dan merapikannya.
12) Berikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang
diberikan siswa.
5. Kajian mengenai Konsentrasi Belajar
a. Pengertian konsentrasi. Menurut Hakim (2002:1),
konsentrasi dalam bentuk kata kerja (verb) yaitu
concentrate yang berarti memusatkan, dan dalam bentuk
kata benda (noun) yaitu concentration yang berarti
pemusatan. Secara garis besar, sebagian besar orang
memahami pengertian konsentrasi sebagai suatu proses
pemusatan pikiran kepada suatu objek tertentu. Menurut
Rory (2010), konsentrasi adalah pemusatan pikiran pada
suatu objek tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
27
konsentrasi merupakan pemusatan pikiran pada objek
tertentu.
b. Membangkitkan konsentrasi. Menurut Hakim
(2002:48), ada beberapa cara dalam membangkitkan
konsentrasi yaitu sebagaimana berikut:
1) Menghadirkan pikiran ke dalam diri.
2) Memfokuskan pikiran yang sudah hadir ke dalam
diri kepada objek lain yang sesuai dengan kegiatan
yang sedang dilakukan.
3) Melakukan rileksasi sebagai latihan konsentrasi.
c. Pengertian belajar. Menurut Djamarah (2012:13),
belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Menurut Sobur (2009:218-235), secara
singkat dan secara umum belajar dapat diartikan sebagai
perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil
adanya pengalaman. Belajar merupakan suatu proses
kejiwaan atau peristiwa pribadi yang terjadi di dalam
28
diri setiap individu yang selalu berkaitan dengan
perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku
individu maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek
dari kepribadian individu. Menurut Slameto (2003:2),
belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha
yang dilakukan guna memperoleh perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses
kejiwaan untuk memperoleh perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi lingkungan maupun
pengalaman pribadi.
d. Ciri-ciri belajar. Menurut Djamarah (2012:15),
hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku dengan
ciri-ciri:
1) Perubahan yang terjadi secara sadar, bahwa siswa
yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau
sekurang-kurangnya siswa menyadari adanya suatu
perubahan dalam dirinya.
29
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional,
bahwa yang terjadi dalam diri siswa akan berlangsung
secara terus menerus, tidak statis dan akan
menyebabkan perubahan berikutnya yang akan berguna
bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan
aktif, bahwa perubahan-perubahan yang ada dalam diri
siswa diharapkan akan selalu bertambah dan tertuju
untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya yang merupakan usaha individu sendiri
(tidak terjadi dengan sendirinya).
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,
bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena
proses belajar bersifat permanen atau menetap.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah,
bahwa perubahan tinmgkah laku terjadi karena adanya
tujuan yang hendak dicapai dan benar-benar disadari.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku,
dimana jika seseorang belajar sesuatu sebagai
hasilnya akan mengalami perubahan tingkah laku secara
30
menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
e. Jenis-jenis belajar. Menurut Djamarah (2002:27-37),
jenis-jenis belajar dapat diuraikan menjadi beberapa
hal sebagai berikut:
1) Belajar arti kata, dimana orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
Pada mulanya suatu kata sudah dikenal tetapi belum
diketahui artinya. Mengerti arti kata-kata merupakan
dasar terpenting dalam belajar, karena dengan
demikian orang akan mudah menggunakannya dan mencegah
terjadinya kesalahan dalam penggunaan kata-kata.
2) Belajar kognitif, dimana hal ini bersentuhan
dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental. Belajar kognitif ini penting dalam belajar,
karena seseorang tidak bisa melepaskan diri dari
kegiatan belajar kognitif. Objek-objek yang
31
ditanggapi tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga
bersifat tidak materiil.
3) Belajar menghafal, bahwa menghafal merupakan
aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam
ingatan, sehingga dapat diingat kembali secara
harfiah sesuai dengan materi yang asli. Dalam
menghafal ini perlu memperhatikan tujuan, pengertian,
perhatian, dan ingatan.
4) Belajar teoritis, dimana jenis belajar ini
bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
(pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental
sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk
memecahkan problem seperti dalam bidang-bidang studi
ilmiah.
5) Belajar konsep, yaitu berpikir dalam konsep dan
belajar pengertian dalam taraf komprehensif, taraf
kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah
taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau
menerima.
32
6) Belajar kaidah, termasuk dari jenis belajar
kemahiran intelektual (intelectual skill). Belajar kaidah
ini merupakan penghubungan dua konsep atau lebih,
kemudian terbentuklah suatu ketentuan yang
mempresentasikan suatu keteraturan. Dengan kata lain
jika seseorang telah mempelajari suatu kaidah maka
akan mampu menghubungkan beberapa konsep.
7) Belajar berpikir, bahwa hal ini sangat diperlukan
selama belajar. Ketika berpikir dilakukan maka akan
terjadi suatu proses, yang tekanannya terletak pada
penyusunan kembali kecakapan kognitif (bersifat ilmu
pengetahuan). Setiap pemecahan masalah pasti
memerlukan taraf berpikir dan setiap taraf berpikir
tersebut akan melahirkan belajar yang berbeda dengan
hasil yang berbeda pula.
8) Belajar keterampilan motorik (motor skill), dimana
orang yang memiliki suatu keterampilan motorik akan
mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani
dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi
antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara
33
terpadu. Keterampilan motorik ini memegang peranan
yang sangat pokok dalam belajar.
9) Belajar estetis, dimana bertujuan dalam
pembentukan kemampuan menciptakan dan menghayati
keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini
mencakup fakta, relasi-relasi, dan metode-metode
dalam suatu karya seni.
f. Aktivitas-aktivitas belajar. Menurut Djamarah
(2002:38-45), belajar bukanlah berproses dari
kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai
aktivitas. Situasi akan mempengaruhi dan menentukan
aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap
situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan
belajar kepada seseorang. Macam-macam aktivitas belajar
antara lain yaitu:
1) Mendengarkan. Aktivitas mendengarkan adalah
aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam
dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan
formal persekolahan maupun nonformal. Ketika seorang
34
guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa
harus mendengarkan apa yang disampaikan.
2) Memandang. Memandang adalah suatu kegiatan yang
mengarahkan penglihatan pada suatu objek. Aktivitas
memandang dalam arti belajar adalah aktivitas
memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan
untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang
positif. Aktivitas memandang dalam dunia pendidikan
yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan belajar
seperti halnya seorang pelajar yang memandang papan
tulis berisikan tulisan yang baru saja guru tulis.
Hal ini dapat menimbulkan kesan dan selanjutnya
tersimpan dalam otak oleh peserta didik.
3) Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap. Aktivitas
meraba, membau, dan mengecap merupakan indera
manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
kepentingan belajar. Aktivitas-aktivitas tersebut
dapat dikatakan belajar apabila didorong oleh
kebutuhan dan motivasi untuk mencapai tujuan dengan
35
menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh
perubahan tingkah laku.
4) Menulis atau mencatat. Menulis dan mencatat adalah
kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas
belajar. Kegiatan mencatat dalam pendidikan
tradisional masih sering dilakukan, walaupun pada
waktu tertentu seseorang harus mendengarkan isi
ceramah dan tidak bisa mengabaikan masalah mencatat
hal-hal yang dianggap penting. Catatan sangat
berguna untuk menampung sejumlah informasi yang
tidak hanya bersifat fakta-fakta, akan tetapi juga
terdiri atas materi hasil analisis dari bahan
bacaan.
5) Membaca. Membaca merupakan aktivitas yang paling
banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau
perguruan tinggi. Membaca di sini diartikan tidak
mesti harus membaca buku belaka, akan tetapi juga
membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil
penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan
36
hal-hal lain yang berhubungan dengan kebutuhan
belajar.
6) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi.
Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku
untuk masa-masa yang akan datang. Membuat ikhtisar
belumlah cukup untuk keperluan belajar yang
intensif. Oleh karena itu pada hal-hal yang penting
saat membaca perlu diberi garis bawah (underlining). Hal
ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali
materi di kemudian hari bila diperlukan.
7) Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan-
bagan. Tabel, diagram, dan bagan yang tercantum
dalam buku berguna untuk memperjelas penjelasan
uraian penulis, agar dapat memberikan gambaran kesan
yang baik. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau
bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang
relatif singkat. Maka dari itu ketiga hal tersebut
janganlah diabaikan untuk diamati, karena ada hal-
37
hal tertentu yang tidak termasuk dalam penjelasan
melalui tulisan.
8) Menyusun paper atau kertas kerja. Penulisan paper
dituntut sesuai dengan prosedur ilmiah yang baik,
yaitu penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar menurut ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan (EYD). Penyusunan paper harus sesuai
dengan metodologis dan sistematis, yaitu menggunakan
metode tertentu dalam penggarapannya dan menggunakan
kerangka berpikir yang logis dan kronologis.
9) Mengingat. Mengingat merupakan suatu gejala
psikologis yang dapat dilihat dari sikap dan
perbuatannya. Perbuatan mengingat dapat dilakukan
bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang
telah dipunyai. Ingatan adalah kemampuan untuk
memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan
menimbulkan kembali (remembering) terhadap hal-hal
yang telah lampau ingatan (memory) seseorang
dipengaruhi oleh sifat seseorang, alam sekitar,
keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur
38
seseorang. Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat
ketika seseorang sedang menghafal bahan pelajaran
berupa dalil, kaidah, pengertian, rumus dan
sebagainya.
10) Berpikir. Berpikir termasuk aktivitas belajar.
Orang akan memperoleh penemuan baru dengan berpikir,
setidak-tidaknya tahu tentang hubungan antara
sesuatu. Ada taraf tertentu dalam berpikir, yaitu
dari berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang
tinggi.
11) Latihan atau praktik. Latihan atau praktik adalah
konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan
usaha untuk mendapatkan kesan-kesan dengan cara
berbuat. Dalam hal ini latihan adalah belajar sambil
berbuat. Latihan termasuk cara yang baik untuk
memperkuat ingatan. Dengan banyak latihan maka
kesan-kesan yang diterima akan lebih fungsional.
Dengan demikian aktivitas latihan dapat mendukung
belajar yang optimal.
39
g. Empat pilar belajar. Sukmadinata (2003:201-203)
menyatakan bahwa UNESCO merumuskan adanya empat pilar
belajar, yaitu:
1) Belajar mengetahui (learning to know). Belajar
mengetahui ini berkenaan dengan perolehan,
penguasaan, dan pemanfaatan pengetahuan.
2) Belajar berkarya (learning to do). Belajar berkarya
ini berhubungan erat dengan belajar mengetahui,
karena pengetahuan itu mendasari suatu perbuatan.
3) Belajar hidup bersama (learning to live together). Siswa
dituntut belajar untuk hidup bersama agar mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama, dan hidup
bersama antar kelompok.
4) Belajar berkembang utuh (learning to be). Individu-
individu dituntut untuk banyak belajar mengembangkan
seluruh aspek kepribadiannya baik aspek intelektual,
emosi, sosial, fisik, maupun moral agar dapat
berkembang secara optimal dan seimbang.
h. Prinsip-prinsip belajar. Sukmadinata (2004:165-166)
menyampaikan prinsip umum belajar sebagai berikut:
40
1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan. Belajar
dan berkembang merupakan dua hal yang berbeda tetapi
erat hubungannya. Dalam perkembangan dituntut
belajar, sedangkan melalui belajar terjadi
perkembangan individu yang pesat.
2) Belajar berlangsung seumur hidup. Hal ini sesuai
dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat (life long
learning).
3) Keberhasilan belajar dipengaruhi faktor-faktor
bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha dari
individu secara aktif.
4) Belajar mencakup semua aspek kehidupan. Oleh sebab
itu belajar harus mengembangkan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor dan keterampilan hidup (life
skill). Menurut Ki Hajar Dewantara belajar harus
mengembangkan cipta (kognitif), rasa (afektif),
karsa (motivasi), dan karya (psikomotor).
5) Kegiatan belajar berlangsung di sembarang tempat dan
waktu. Berlangsung di sekolah (kelas dan halaman
sekolah), di rumah, di masyarakat, di tempat
41
rekreasi, di alam sekitar, dalam bengkel kerja, di
dunia industri, dan sebagainya.
6) Belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa
guru. Berlangsung dalam situasi formal, informal,
dan nonformal.
7) Belajar yang terencana dan disengaja menuntut
motivasi yang tinggi. Biasanya terkait dengan
pemenuhan tujuan yang kompleks, diarahkan kepada
penguasaan, pemecahan masalah atau pencapaian
sesuatu yang bernilai tinggi. Ini harus terencana,
memerlukan waktu dan dengan upaya yang sungguh-
sungguh.
8) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling
sederhana sampai dengan belajar yang amat kompleks.
9) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.
Hambatan dapat terjadi karena belum adanya hambatan
dari lingkungan, kurangnya motivasi, kelelahan atau
kejenuhan belajar.
10) Dalam hal tertentu belajar memerlukan adanya
bantuan dan bimbingan dari orang lain. Orang lain
42
itu dapat guru, orang tua, teman sebaya yang
kompeten dan lainnya.
i. Ciri khas perilaku belajar. Syah (2008:116-118)
merumuskan bahwa karakteristik perilaku belajar yang
terpenting mencakup tiga hal, yaitu:
1) Perubahan intensional. Perubahan yang terjadi
dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau
praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari
atau dengan kata lain bukan kebetulan. Siswa
menyadari atau sekurang-kurangnya merasakan adanya
perubahan yang dialami baik penambahan pengetahuan,
kebiasaan sikap dan pandangan sesuatu, maupun
keterampilan.
2) Perubahan positif dan aktif. Perubahan positif
berarti perubahan yang baik, bermanfaat, serta sesuai
dengan harapan. Perubahan aktif tidak terjadi dengan
sendirinya seperti karena proses kematangan (misalnya
bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi
karena usaha siswa itu sendiri.
43
3) Perubahan efektif dan fungsional. Perubahan
efektif yakni perubahan yang berhasil guna (membawa
pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa).
Perubahan yang bersifat fungsional yakni relatif
menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan perubahan
tersebut dapat direproduksi atau dimanfaatkan,
diharapkan memberi manfaat yang luas seperti ketika
siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
j. Fase-fase dalam proses belajar. Menuru Jerome S.
Bruner sebagaimana dikutip oleh Syah (2008:113-114),
dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode
atau fase berupa:
1) Fase informasi (tahap penerimaan materi). Dalam
fase ini seorang siswa yang sedang belajar memperoleh
sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari. Diantara materi yang diperoleh itu ada
yang sama sekali baru dan berdiri sendiri serta ada
pula yang berfungsi menambah, memperluas, dan
44
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya telah
dimiliki.
2) Fase transformasi (tahap pengubahan materi).
Dalam fase ini informasi yang telah diperoleh
dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi
bentuk yang abstrak/konseptual supaya kelak pada
gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih
luas.
3) Fase evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam
fase ini seorang siswa akan menilai sendiri sampai
sejauh manakah pengetahuan atau informasi yang telah
ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang
dihadapi.
k. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Ahmadi dan
Widodo (2004:78-96) menggolongkan faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:
1) Faktor intern atau faktor dalam diri siswa
sendiri. Faktor intern ini meliputi sebab yang bersifat
fisik dan sebab-sebab kesulitan belajar karena
45
rohani. Sebab yang bersifat fisik seperti halnya
keadaan karena sakit, keadaan karena kurang sehat,
dan keadaan cacat tubuh, sedangkan sebab-sebab
kesulitan belajar karena rohani berkaitan dengan
intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan
mental, dan tipe-tipe khusus seorang pelajar (tipe
visual yaitu tipe yang mudah mempelajari bahan
pelajaran dengan penglihatan, tipe auditif yaitu tipe
yang mudah mempelajari bahan yang disajikan dengan
bentuk suara atau ceramah, dan tipe motorik yaitu
tipe yang mudah mempelajari bahan pelajaran dengan
penglihatan dan pendengaran).
2) Faktor orang tua. Faktor orang tua ini
berhubungan dengan faktor keluarga terkait bagaimana
cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak,
dan contoh atau bimbingan dari orang tua. Selain hal
tersebut, suasana rumah atau keluarga, keadaan
ekonomi keluarga (miskin/kaya), faktor sekolah, dan
faktor media massa serta lingkungan sekolah juga
berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa. Faktor
46
sekolah ini berhubungan dengan guru, alat, kondisi
gedung, kurikulum, dan waktu sekolah serta disiplin
yang kurang. Faktor media massa meliputi bioskop, TV,
surat kabar, majalah, dan buku-buku komik
disekeliling kita. Faktor lingkungan sekolah
berkaitan dengan teman bergaul, lingkungan tetangga,
dan aktivitas dalam masyarakat.
l. Gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar. Ahmadi
dan Widodo (2004:94) menguraikan beberapa gejala
sebagai pertanda adanya kesulitan belajar yaitu:
1) Menunjukkan prestasi yang rendah/di bawahrata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang denganusaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan kerastetapi nilainya selalu rendah.
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalamsemua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal,dalam menyelesaikan tugas-tugas.
4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti:acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain.
5) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan.
m. Usaha mengatasi kesulitan belajar. Ahmadi dan Widodo
(2004:96-100) menguraikan beberapa langkah yang
47
diperlukan dalam mengatasi kesulitan belajar, yaitu
sebagai berikut:
1) Pengumpulan data. Pengumpulan data ini berguna
untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar,
yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung.
2) Pengolahan data. Pengolahan data ini berguna
untuk mengetahui secara pasti penyebab-penyebab
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dengan cara
mengidentifikasi kasus, membandingkan antar kasus,
membandingkan dengan hasil tes, dan menarik
kesimpulan.
3) Diagnosis. Diagnosis merupakan keputusan atau
penentuan hasil dari pengolahan data yang berupa
keputusan mengenai jenis kesulitan anak, keputusan
mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber
penyebab kesulitan belajar, keputusan mengenai faktor
utama penyebab kesulitan belajar, dan sebagainya.
Dalam rangka diagnosis biasanya membutuhkan tenaga
bantuan dokter, psikolog, psikiater, social worker,
ortopedagogik, guru kelas, dan orang tua anak.
48
4) Prognosis. Prognosis yaitu ramalan mengenai
bantuan apa yang harus diberikan untuk mebantu
mengatasi masalah. Prognosis ini berupa bentuk
treatment yang harus diberikan, bahan atau materi yang
diperlukan, metode yang digunakan, alat-alat bantu
belajar mengajar yang diperlukan, dan waktu (kapan
kegiatan dilakukan).
5) Treatment (perlakuan). Perlakuan yang dimaksud
adalah pemberian bantuan kepada anak yang
bersangkutan mengalami kesulitan belajar sesuai
program yang disusun pada tahap prognosis seperti
melalui bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar
individual, pengajaran remedial dalam beberapa bidang
studi tertentu, pemberian bimbingan pribadi untuk
mengatasi masalah-masalah psikologis, melalui
bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan
yang mungkin ada.
6) Evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui
apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan
49
baik, artinya ada kemajuan atau bahkan gagal sama
sekali.
n. Pengertian konsentrasi belajar. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
konsentrasi belajar merupakan suatu perilaku, fokus
perhatian, dan tingkat pemahaman siswa untuk
memperhatikan dengan baik dalam setiap pelaksanaan
proses pembelajaran.
o. Teori-teori tentang konsentrasi. Menurut Hakim
(2002:1-6), konsentrasi sebagai suatu proses pemusatan
pikiran kepada suatu objek tertentu, dengan adanya
pengertian tersebut, timbullah suatu pengertian lain
bahwa di dalam melakukan konsentrasi, orang harus
berusaha keras agar segenap perhatian panca indera dan
pikirannya hanya boleh terfokus pada satu objek saja.
Panca indera, khususnya mata dan telinga tidak boleh
terfokus kepada hal-hal lain, pikiran tidak boleh
memikirkan dan teringat masalah-masalah lain.
Konsentrasi yang efektif adalah suatu proses
terfokusnya perhatian seseorang secara maksimal
50
terhadap suatu objek kegiatan yang dilakukannya dan
proses tersebut terjadi secara otomatis serta mudah
karena orang yang bersangkutan mampu menikmati kegiatan
yang sedang dilakukannya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa jika seseorang merasa sulit untuk
berkonsentrasi maka kemungkinan besar salah satu
penyebab utamanya adalah orang tersebut belum mampu
menikmati kegiatan yang dilakukannya.
Konsentrasi pada hakekatnya merupakan kemampuan
seseorang dalam mengendalikan kemauan, pikiran, dan
perasaannya. Dari kemampuan tersebut, sesorang akan
mampu memfokuskan sebagian besar perhatiannya pada
objek yang dikehendaki. Untuk dapat mengendalikan
kemauan, pikiran, dan perasaan agar tercapai
konsentrasi yang efektif dan mudah, seseorang harus
berusaha menikmati kegiatan yang saat itu sedang
dilakukannya. Konsentrasi akan terjadi secara otomatis
dan mudah jika seseorang telah menikmati kegiatan yang
dilakukannya. Salah satu penunjang utama untuk dapat
melakukan konsentrasi adalah adanya kemauan yang kuat
51
dan konsisten. Untuk dapat melakukan konsentrasi
diperlukan faktor pendukung dari dalam diri orang
tersebut (faktor internal) yang meliputi kondisi mental
dan fisik yang sehat. Konsentrasi juga baru akan
terjadi maksimal jika didukung oleh faktor-faktor yang
ada di luar orang tersebut (faktor eksternal), yaitu
situasi dan kondisi lingkungan yang menimbulkan rasa
aman, nyaman, dan menyenangkan.
p. Indikator konsentrasi belajar. Berdasarkan teori-
teori di atas, indikator mengenai konsentrasi belajar
yaitu:
1) Memperhatikan setiap materi pelajaran yang
disampaikan guru.
2) Dapat merespon dan memahami setiap materi
pelajaran yang diberikan.
3) Mengerjakan tugas tepat waktu.
4) Kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat
menerima materi pelajaran.
52
5) Selalu bersikap aktif dengan bertanya dan
memberikan argumentasi mengenai materi pelajaran yang
disampaikan guru.
6) Menjawab dengan baik dan benar setiap pertanyaan
yang diberikan guru.
7) Tidak mau diganggu ketika sedang menyelesaikan
pekerjaan.
8) Tidak pernah melakukan kesalahan ketika sedang
beraktivitas.
6. Kajian mengenai Proses Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
a. Pengertian proses. Menurut Sobur (2009:235),
proses ialah suatu perubahan yang menyangkut tingkah
laku atau kejiwaan. Menurut Prawira (2011), proses
adalah suatu cara, metode, dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan,
dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil.
Jadi proses adalah suatu perubahan terkait tingkah laku
atau kejiwaan yang berupa cara, metode, maupun teknik
untuk memperoleh suatu hasil tertentu.
53
b. Pengertian pembelajaran. Menurut Laksono
(2011:29), Pembelajaran adalah terjadinya hubungan
timbal balik antara siswa dengan guru maupun siswa
dengan siswa itu sendiri. Hubungan timbal balik
tersebut saling memberi dan saling menerima. Menurut
Cahya sebagaimana dikutip oleh Oemar Hamalik (1999:57),
“pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran”.
Tim Penyusun KBBI (1999:15), pembelajaran diartikan
sebagai “suatu proses, perbuatan, cara menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar”. Dalam pembelajaran
terdapat bermacam-macam komponen atau unsur. Menurut
Cahya sebagaimana dikutip oleh Oemar Hamalik (1999:66),
Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem
pembelajaran adalah:
1) Seorang siswa/peserta didik2) Guru (pengajar)3) Suatu tujuan4) Suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan
54
5) Media pembelajaran, seperti: buku, slide,teks yang diprogram dan sebagainya
6) Kepala sekolah, karena dapat menjadi salahsatu unsur sistem pembelajaran karena berkaitandengan prosedur perencanaan dan pelaksanaanpembelajaran.
Menurut Barazi (2009:87), pembelajaran merupakan
proses atau cara untuk menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran merupakan proses dimana pendidik
(guru) berinteraksi dengan peserta didik (siswa)
melalui berbagai unsur-unsur pendidikan untuk
mentransfer ilmu guna mencapai tujuan pembelajaran yang
efektif dan efisien.
c. Syarat-syarat pembelajaran. Menurut Jumali dkk.
(2008:30), suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai
pembelajaran apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana
berikut ini:
1) Kegiatan dilakukan secara sengaja dan terencana.
Sejak awal kegiatan sudah direncanakan dan terjadwal
sehingga bukan merupakan kegiatan yang refleks maupun
55
spontan, maka telah ada program yang akan diajarkan
serta persiapan ke arah terjadinya pembelajaran.
2) Kegiatan dilakukan oleh guru, instruktur atau
tutor selaku pihak yang memiliki kualifikasi dan
profesionalitas yang diakui sehingga dapat
dipertanggung-jawabkan.
3) Terdapat interaksi educational dengan saling sharing
pengetahuan maupun pengalaman sehingga unsur mendidik
sangat dominan.
4) Kegiatan dilandasi dengan metodologi
pembelajaran, dimana telah didesain dengan mengikuti
pola paedagogik yang sudah divalidasikan.
5) Mempunyai tujuan instruksional, yaitu dengan
memprogramkan tujuan pembelajaran dalam pendidikan.
6) Terdapat verifikasi baik dalam proses maupun
akhir kegiatan, sehingga dapat diperoleh feed back
untuk penilaian kegiatan pembelajaran maupun untuk
remedial teaching.
56
7) Terdapat program yang direncanakan dalam
interaksi educational sesuai dengan taraf perkembangan
peserta didik.
d. Langkah-langkah pembelajaran. Menurut Piaget
sebagaimana dikutip oleh Nazarudin (2007:163-164),
langkah-langkah pembelajaran meliputi:
1) Menentukan topik yang dapat dipelajari sendiri
oleh siswa.
2) Menilai dan mengembangkan aktivitas kelas.
3) Guru mengetahui adanya kesempatan untuk
mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses
pemecahan masalah.
4) Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan
keberhasilan, dan melakukan revisi.
e. Evaluasi pembelajaran. Menurut Zabda (2012),
evaluasi belajar adalah “proses pengukuran dan
penilaian terhadap hasil dari proses belajar”. Rusyan
dkk. (1994:209) menyatakan bahwa evaluasi merupakan
bagian penting dalam proses belajar mengajar karena
dengan evaluasi dapat ditentukan tingkat keberhasilan
57
suatu program, sekaligus juga dapat diukur hasil-hasil
yang dicapai oleh suatu program. Evaluasi yang
dilaksanakan bukan hanya untuk tujuan mendapatkan skor
atau angka, tetapi ditujukan untuk mendapatkan gambaran
sementara tentang materi yang diberikan oleh guru,
sampai sejauh mana tingkat kesulitan dan kemudahan yang
diberikan kepada peserta didik hingga seberapa jauh
standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat dicapai
oleh peserta didik.
Proses pembelajaran dirancang atau disusun oleh
guru mengacu pada tujuan dan sebaliknya, evaluasi
merupakan kegiatan mengumpulkan data pencapaian tujuan
sehingga penilaian mengacu pada tujuan. Untuk mengukur
evaluasi sudah mencapai tujuan pembelajaran atau belum
maka dilihat dari indikatornya. Alat evaluasi yang
digunakan dalam pembelajaran dibagi menjadi dua macam,
yaitu: teknik tes dan teknik nontes. Teknik tes adalah
serentetan pertanyaan, latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
58
individu atau kelompok, sedangkan teknik nontes untuk
menilai aspek-aspek tingkah laku, misalnya: skala
bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara,
pengamatan, dan riwayat hidup. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah
pengukuran ting-kat keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran guna mencapai tujuannya.
f. Pengertian proses pembelajaran. Proses pembelajaran
sering kali disebut sebagai proses kegiatan belajar
mengajar. Menurut Nuriana (2011), proses pembelajaran
adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara
siswa dengan guru dan antar sesama siswa. Menurut
Rusyan dkk. (1994:4), proses pembelajaran adalah suatu
interaksi antara peserta didik dan guru dalam rangka
mencapai tujuan. Jadi proses pembelajaran merupakan
suatu interaksi yang menyebabkan hubungan timbal balik
antara guru dan siswa, maupun antar sesama peserta
didik dalam rangka mencapai suatu tujuan belajar.
g. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut
Chamim dkk. (2001:33), “Pendidikan Kewarganegaraan
59
adalah upaya sosialisasi, diseminasi, aktualisasi,
konsep, sistem, nilai, dan budaya masyarakat madani
melalui pendidikan”. Selanjutnya Tim ICCE UIN Jakarta
(2012) memberikan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
adalah:
Suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikandi mana seseorang mempelajari orientasi, sikap danperilaku politik sehingga yang bersangkutanmemiliki political knowledge, awareness, attitude, politicalefficacy dan political participation serta kemampuan mengambilkeputusan politik secara rasional.
Menurut Prasetyo (2011), Kewarganegaraan dalam
rangka pendidikan dapat diartikan sebagai kesadaran dan
kecintaan serta berani membela bangsa dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan menitikberatkan pada
kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan efektif
tentang bela negara dalam rangka ketahanan nasional
sebagai geostrategi Indonesia. Jadi Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan usaha sadar dalam
mengembangkan rasa kecintaan, kesetiaan, keberanian
membela tanah air dan bangsa dalam rangka ketahanan
nasional yang menitikberatkan pada kemampuan penalaran
60
ilmiah, diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler
kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural, dan kajian
ilmiah warga negara.
h. Pengertian proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Dari uraian di atas maka proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan
suatu cara usaha sadar untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berupa perubahan tingkah laku dalam
interaksi antara guru dengan siswa maupun antar sesama
mengenai pengembangan kecintaan, kesetiaan, keberanian
membela tanah air bangsa Indonesia dalam rangka
ketahanan nasional pada program kurikuler
kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural, serta
kajian ilmiah tentang warga negara.
i. Pentingnya proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sangatlah penting bagi seorang guru
guna membekali pengetahuan dan kemampuan dasar, serta
membimbing siswa dalam hubungan antar warga negara
dengan negara. Proses pembelajaran Pendidikan
61
Kewarganegaraan dapat melatih siswa berpikir kritis dan
bertindak demokratis sesuai dengan moral etika
ketimuran yang baik. Melalui pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menumbuhkan
apresiasi siswa sebagai calon pemimpin bangsa,
memberikan bekal pengetahuan kepada siswa berkenaan
dengan hubungan antar warga negara dengan negara, serta
pendidikan bela negara agar nantinya dapat menjadi
warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara. Maka dari itu, tercapailah tujuan pembelajaran
berupa perubahan tingkah laku dalam interaksi guru
dengan siswa mengenai pengembangan kecintaan,
kesetiaan, keberanian membela tanah air bangsa
Indonesia dalam rangka ketahanan nasional pada program
kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural,
dan kajian ilmiah tentang warga negara.
7. Keterkaitan Penerapan Strategi Reading Guide
Kolaborasi Talking Stick dengan Konsentrasi Belajar Siswa
dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
62
Sebagaimana telah dijelaskan di atas strategi
Reading Guide, strategi Talking Stick, konsentrasi belajar,
dan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki keterkaitan antara variabel-variabel tersebut.
Kaitannya kolaborasi antara strategi pembelajaran
Reading Guide dan Talking Stick merupakan strategi yang dapat
meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam
pembelajaran di kelas, salah satunya adalah pada
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Strategi Reading
Guide kolaborasi Talking Stick merupakan strategi dimana
guru memberi dorongan pada siswa untuk mempelajari
materi yang telah disiapkan guru dalam bentuk panduan
membaca, kemudian siswa diberikan sebuah kisi-kisi
pertanyaan, tugas siswa adalah menjawab kisi-kisi
pertanyaan tersebut kemudian mengulas kisi-kisi
tersebut dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan guru melalui permainan tongkat. Strategi ini
menuntut siswa agar lebih berkonsentrasi dalam menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru serta
bertanggung jawab atas apa yang akan dipelajari dengan
63
cara yang menyenangkan dan lebih inovatif. Hal tersebut
dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam
mengikuti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan agar
tercapailah tujuan pembelajaran berupa perubahan
tingkah laku dalam interaksi guru dan siswa mengenai
pengembangan kecintaan, kesetiaan, keberanian membela
tanah air dan bangsa dalam rangka ketahanan nasional
pada program kurikuler kewarganegaraan, aktivitas
sosial kultural, dan kajian ilmiah tentang warga
negara.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis tentang
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu dan ada hubungannya dengan
penelitian yang akan dilakukan. Hasil penelitian dari
Dewi Ernawati (2012) bahwa penerapan strategi Reading
Guide dapat meningkatkan keaktifan siswa dengan adanya
kenaikan rata-rata tiap siklus, sebelum dilaksanakan
Penelitian Tindakan Siswa yang aktif adalah 11 siswa
64
(30,55%). Rata-rata peningkatan keaktifan siswa siklus
I meningkat menjadi 20 siswa (57,14%) dan siklus II
meningkat menjadi 31 siswa (86,11%).
Hasil penelitian dari Eka Winingsih (2012) bahwa
penerapan strategi Talking Stick dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan adanya kenaikan rata-rata tiap
siklus. Banyaknya siswa yang tuntas KKM (>70) sebelum
tindakan sebanyak 6 siswa (15%), siklus I naik menjadi
16 siswa (40%) kemudian siklus II meningkat 33 siswa
(82,5%). Nilai rata-rata kelas sebelum tindakan yaitu
5,84, pada siklus I naik menjadi 66,37 dan pada siklus
II meningkat 79,25.
C. Kerangka Pemikiran
Menurut Surakhman sebagaimana dikutip oleh
Suharsimi (2006a:65), “kerangka pemikiran atau anggapan
dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Berdasarkan
kajian teoritis sebagaimana telah dipaparkan di atas,
65
maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan
kerangka pemikiran sebagai berikut:
1) Penerapan strategi Reading Guide kolaborasi Talking
Stick dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
2) Penerapan strategi Reading Guide kolaborasi Talking
Stick akan membuat sis-wa lebih semangat dalam proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
3) Adanya keterkaitan antara penerapan strategi
Reading Guide kolaborasi Talking Stick dengan peningkatan
konsentrasi belajar siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Bila digambarkan maka akan tampak sebagaimana
siklus seperti berikut ini.
Kondisi Awal Guru belum menerapkanstrategi Reading Guidekolaborasi Talking Stick
66
Gambar 1. Deskripsi Kerangka Pemikiran Penelitian
D. Hipotesis Tindakan
Menurut Arikunto (2010:110), hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti
melalui data yang terkumpul. Menurut Brotowijoyo
Tindakan
Kondisi SetelahTindakan
Konsentrasi belajar siswakurang dalam prosespembelajaran PKn
Penerapan strategiReading Guide kolaborasi
Talking Stick
Diduga melalui PenerapanStrategi Reading GuideKolaborasi Talking Stickdapat Meningkatkan
Konsentrasi Belajar Siswa
67
(1991:28), hipotesis adalah pernyataan tentang suatu
dalil yang kebenarannya belum diuji secara empiris atau
teori pengamatan coba-coba yang dibuat setelah
menimbang fakta-fakta yang relevan yang dilaporkan oleh
peneliti lain atau yang diobservasi sendiri. Jadi
hipotesis adalah jawaban sementara atas dugaan
sementara terhadap suatu penelitian yang sedang
dilakukan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Diduga melalui Penerapan
Strategi Reading Guide Kolaborasi Talking Stick dapat
Meningkatkan Konsentrasi Belajar dalam Proses
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada Siswa
Kelas VIII G SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten Sukoharjo
Tahun Pelajaran 2012/2013”.