Post on 30-Apr-2023
ANALISIS NOVEL “MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS”
MENGGUNAKAN KERANGKA SOSIOLOGI SASTRA
Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Kritik
Sastra
Dosen Pengampu: Sumartini, S.S., M.A.
Oleh :
1. Ahmad Burhanuddin (2101412110)
2. Diah Puspitaningrum (2101412116)
3. Fuad Akbar Adi (2101413065)
4. Khoyriyah Asadah (2101413091)
5. Tri Mulyani (2101413095)
Kelompok : 10
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
PRAKATA
Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, berkat beliau kami bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul “Anisisi Novel Midah Si Manis Bergigi Emas”.
Dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
menjadikan referensi bagi kita sekaligus manfaat apabila kita
mempelajari pelajaran ini.
Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas pada mata
kuliah Kritik Sastra.Akhir kata, semoga bisa bermanfaat bagi
para mahasiswa, pelajar,dan umum,khususnya pada kelompok kami
dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa di pergunakan
dengan semestinya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. 1PRAKATA …………………………………………………………………………. 2DAFTAR
ISI
…………………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG …………………………………………………………. 4B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………... 4C. TUJUAN …………………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASANA. SINOPSIS …………………………………………………………. 5B. LANDASAN TEORI …………………………………………………………. 6C. HASIL ANALISIS …………………………………………………………. 10
BAB III PENUTUPA. SIMPULAN …………………………………………………………………... 17B. SARAN …………………………………………………………………... 17
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 18
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sastra lahir, tumbuh dan hidup dalam masyarakat.
Karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra
menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri
adalah kenyataan sosial. Sastra lahir disebabkan dorongan
dasar manusia untuk menaruh minat terhadap masalah manusia
dan kemanusiaan juga menaruh minat terhadap dunia realitas
yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman.
Pengungkapan realitas kehidupan tersebut menggunakan bahasa
yang indah, sehingga dapat menyentuh emosi pembaca.
Sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat
sepertii halnya sosiologi. Usaha manusia untuk
menyelesaikan diri dan usahannya dalam masyarakat itu.
Hubungan manusia dengan keluargannya, lingkungannya,
politik, negara, dan sebagainya. Dalam penelitian murni,
jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial,
ekonomi dan politik yang juga menjadi urusa sosiologi.
Penulis menggunakan kerangka sosiologi sastra dalam
menganilisis novel “Midah Si Manis Bergigi Emas” Karya
Pramoedya Ananta Toer. Penulis bertujuan untuk mengetahui
kehidupan yang terjadi dalam novel ini dan kaitannya dengan
kehidupan masyarakat pada saat ini.
6
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana konsep sosiologi sastra?
b. Apakah hasil analisis novel Midah Si Manis Bergigi Emas
menggunakan kerangka sosilogi Sastra?
C. TUJUAN
a. Mengetahui konsep sosiologi sastra
b. Menganalisis isi novel Midah Si Manis Bergigi Emas
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. SINOPSIS
Judul : Midah, Si Manis Bergigi Emas
Karya : Pramoedya Ananta Toer
Midah adalah putri tunggal dari Haji Abdul, seorang
pedangan di Cibatok. Ia merupakan anak tunggal, sehingga ia
sangat disayang dan dimanja oleh keluarganya. Hingga saat
Midah berusia 9 tahun, ibunya melahirkan anak lagi. Otomatis
kasih sayang kedua orang tuanya mulai terbagi. Kemudian
lahir pula adik-adik Midah yang lain, dan kasih sayang kedua
orang tuanya berkurang dan hampir tidak diperhatikan. Hal
ini membuat Midah tidak betah di rumah, sering keluar rumah,
dan pulang telat, tetapi anehnya, orang tua Midah tidak
pernah menegur perbuatannya. Akhirnya Midah semakin jarang
pulang ke rumah. Ia mulai tertarik dengan lagu-lagu
keroncong yang dibawakan pengamen para jalanan dan Midah pun
membeli beberapa piringan hitam yang berisi lagu keroncong.
Saat Midah menyanyikannya, Haji Abdul yang alim terkejut.
Baginya keronconh itu haram, lalu dihancurkannya piringan
hitam Midah. ak hanya itu, Midah juga ditampar dan dimarahi
habis-habisan oleh orang tuanya. Beberapa waktu kemudian,
Midah dijodohkan oleh orang tuanya dengan Haji Terbus dari
Cibatok. Namun, Midah merasa kecewa karena ternyata Haji
Terbus telah beristri banyak.
8
Setelah 3 bulan menikah, Midah kabur dari rumahnya. Ia
menginap di rumah bekas pembantunya, Riah. Karena jauh dari
orang tua, Midah memutuskan berbagung dengan kelompok
pengamen jalanan. Ia lalu mendapat julukan Si Manis. Midah
pun mulai mengenal pergaulan bebas, hingga akhirnya dia
hamil dan Midah tidak mau menyebutkan siapa bapaknya.
Hinggan usia kandungan 9 bulan lebuh, Midah lalu melahirkan
anaknya. setelah merasa kuat usai proses persalinan, Midah
kembelai ke gerombolan pengamen yang dulu bersamanya, tetapi
sambutan kurang hangat yang diterimanya. Bayinya dihina oleh
seorang pengamen wanita dari kelompoknya. Midah marah,
baginya bayi itu tidak bersalah. suatu hari Midah dan
gerombolannya mendapat tawaran menyanyi di radio dari polisi
Ahmad, namun tawaran tersebut fiktif. Midah pun mengganti
beberapa giginya dengan gigi emas, namun sayang dia akhirnya
diusir dari gerombolannya.
Di lain pihak, Haji Abdul jatuh sakit mendengan Midah
menjadi pengamen jalanan. Midah akhirnya pindah ke
Jatinegara karena takut ditemukan orang tuanya. Di sana, ia
mengamen dengan menggendong anaknya. Tak disangka, ia
bertemu dengan polisis Ahmad lagi dan ia diajak menginap di
rumah polisi itu. Awalnya ia tidak curiga sedikitpun pada
polisi itu. Midah malah jatuh cinta padanya. Mereka berdua
pun hidup layaknya suami-istri. Mereka semakin tenggelam
dalam dosa. Sementara itu, ibu Midah mendapat informasi
rumah Midah, lalu mendatanginya. Namun yang dijumpainya di
rumah Midah hanya Ibu Ahmad dan anak Midah, Rodjali. Ibu
Midah lalu membawa Rodjali pulang kerumahnya dan merawatnya.
9
Haji Abdul merasa senang melihat kedatangan cucunya. Di
lain sisi, Midah diketahui hamil lagi. Ia meminta
pertanggung jawaban dari Ahmad, tapi Ahmad tidak
mengakuinya. Kini Midah sadar bahwa Ahmad adalah lelaki
pengecut. Karena putus asa, Midah akhirnya kembali ke rumah
orang tuanya dan menceritaka semua kejadian yang menimpanya.
Orang tuanya hanya bisa pasrah dan berdoa setiap harinya.
Lebih parah lagi, para tetangganya mulai menghina Midah.
Sekarang situasi berubah, Haji Abdul dianggap sebagai orang
pintar, danmulai banyak orang yang berkunjung ke rumahnya.
Midah pun pergi dari rumahnya karena dia ingin tidak
mencemarkan nama baik ayahnya. Sebelum pergi, Midah
mengatakan bahwa anak yang dikandungnya adalah lahir dari
cinta, beda dengan ketika Midah mengandung bayi dari Hati
Terbus.
Waktu terus berlalu, setelah lewat 9 bulan, sang bayi pun
lahir dan Midah menggendongnya kemana-mana sambil mencari
pekerjaan. Akhirnya pekerjaan lamanya sebagai penyanyi radio
kembali ia dapat. Namun, sekarang Midah tidak hanya menjadi
penyanyi, dia juga menjadi pelacur. Midah tidak lagi
memikirkan dosa. Setelah menjadi terkenal melalui radio,
Midah kemudian mulai menggeluti dunia film. Dia juga sukses
karena dia memiliki wajah yang manis dan terkenal dimana-
mana.
B. LANDASAN TEORI
1. Sosiologi Sastra
Sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif
mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai10
lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Oleh karenanya
sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai
masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan
mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Gambaran ini akan
menjelaskan cara-cara manusia menyesuaiakan diri dengan
ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran
mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara
kultural, yang dengannya individu-individu dialokasikan
pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam strutur
sosial. Di samping itu sosiologi juga menyangkut mengani
perubahan-perubahan sosial yang terjadi secara berangsur-
angsur maupun secara revolusioner dengan akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut (Damono, 1978).
2. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra
a. Konteks Sosial Pengarang
Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan
posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya
dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini
termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat
mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang
terutama diteliti adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian;
apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari
masyarakat secara langsung atau bekerja rangkap.
2) Profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana
sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu
profesi.
11
3) Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal
ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat
sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam
masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi
karya sastra mereka (Damono, 1979: 3-4).
b. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sejauh mana
sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan
masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan
gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering
disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini,
terutama harus mendapatkan perhatian adalah.
1) Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan
masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri
masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu
sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.
2) Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan
sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-
fakta sosial dalam karyanya.
3) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu
kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh
masyarakat.
4) Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat
yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa
dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat.
Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama
sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan
12
masyarakat secara teliti barangkali masih dapat
dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan
masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus
diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai
cermin masyarakat (Damono, 1979: 4).
c. Fungsi Sosial Sastra
Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti “Sampai berapa jauh nilai sastra
berkait dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh
nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?” ada tiga hal
yang harus diperhatikan.
1) Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama
derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam
pandangan ini, tercakup juga pandangan bahwa sastra
harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.
2) Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra
bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini
gagasan-gagasan seni untuk seni misalnya, tidak ada
bedanya dengan usaha untuk melariskan dagangan agar
menjadi best seller.
3) Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra
harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono,
1979: 4).
Apabila dikaitkan dengan sastra maka terdapat tiga
pendekatan; Pertama, konteks sosial pengarang. Hal
ini berhubungan dengan sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.13
Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai
perseorangan di samping mempengaruhi isi karya
sastranya. Hal yang terutama di teliti dalam
pendekatan ini adalah: (a) bagaimana pengarang
mendapatkan mata pencaharian (b) sejauh mana
pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi
dan (c) mayarakat yang dituju oleh pengarang. Kedua,
sastra sebagai cermin masyarakat. Hal yang terutama
di teliti dalam pendekatan ini adalah (a) sejauh
mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran
masyarakat yang ingin disampaikan (c) sejauh mana
genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili
seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra.
Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi
perhatian (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi
sebagai perombak masyarakatnya (b) sejauh mana
pengarang hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan
(c) sejuah mana terjadi sintesis antara kemungkinan
point a dan b diatas (Damono, 1978).
3. Sastra dan Masyarakat
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan
sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat
(Semi, 1990: 73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan
masyarakat, tetapi tidak berarti struktur masyarakat
seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang didapat di
14
dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum
ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan
berperan sebagai mikrokosmos sosial, seperti lingkungan
bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan
sebagainya. Sastra sebagai gambaran masyarakat bukan
berarti karya sastra tersebut menggambarkan keseluruhan
warna dan rupa masyarakat yang ada pada masa tertentu
dengan permasalahan tertentu pula.
Novel merupakan salah satu di antara bentuk sastra yang
paling peka terhadap cerminan masyarakat.
Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan
memberi pengalaman baru bagi pembacanya, karena apa yang
ada dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa yang
ada dalam karya sastra. Hal ini dapat diartikan pula
bahwa pengalaman yang diperoleh pembaca akan membawa
dampak sosial bagi pembacanya melalui penafsiran-
penafsirannya. Pembaca akan memperoleh hal-hal yang
mungkin tidak diperolehnya dalam kehidupan. Menurut
Hauser (Ratna, 2003: 63), karya seni sastra memberikan
lebih banyak kemungkinan dipengaruhi oleh masyarakat,
daripada mempengaruhinya.
Sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat,
sebenarnya erat kaitannya dengan kedudukan pengarang
sebagai anggota masyarakat. Sehingga secara langsung atau
tidak langsung daya khayalnya dipengaruhi oleh pengalaman
manusiawinya dalam lingkungan hidupnya. Pengarang hidup
dan berelasi dengan orang lain di dalam komunitas
15
masyarakatnya, maka tidaklah heran apabila terjadi
interaksi dan interelasi antara pengarang dan masyarakat.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa
sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan
demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan
masyarakat, sebagai berikut.Karya sastra ditulis oleh
pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota
masyarakat.
1. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap espek-
aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang
pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan,
dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan
sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan.
2. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat,
dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung
estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas
sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
3. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat
intersubjektivitas, masyarakat menentukan citra dirinya
dalam suatu karya (Ratna, 2006: 322-333).
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk
mengurai karya sastra yang mengupas masalah hubungan
antara pengarang dengan masyarakat, hasil berupa karya
sastra dengan masyarakat, dan hubungan pengaruh karya
16
sastra terhadap pembaca. Namun dalam kajian ini hanya
dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui
karya sastra mengenai kondisi suatu masyarakat.
C. HASIL ANALISIS
Berdasarkan landasan teori tersebut, penulis akan
menganalisis gambaran atau potret sosial yang terdapat dalam
novel Midah Si Manis Bergigi Emas. Penulis menggunakan teori
Wellek & Warren yang mengklasifikasikan 3 ranah penelahaan
sosiologi dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas yakni :
1. Sosiologi Pengarang
Sosiologi pengarang yakni memasalahkan tentang status
sosial, ideologi politik dan lain – lain yang menyangkut
diri pengarang. Novel Midah Si Manis Bergigi Emas
merupakan karya Pramoedya Ananta Toer. Pram berusaha
menggambarkan kondisi masyarakat pada masa itu secara
detil dan rinci melalui kata-kata dalam novel. Kondisi
yang digambarkan merupakan kondisi yang benar-benar
terjadi dalam kehidupan nyata. Hanya saja Pram
menambahkan unsur-unsur fiksi di dalamnya.
2. Sosilogi karya sastra
a. Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga
sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal
memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan
peranan sosialnya (Wiliam J. Goode, dalam Soerjono
Soekanto, 1990: 370). Disorganisasi yang tergambar
dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas yakni17
beralihnya perhatian orang tua terhadapnya anaknya.
Pada awalnya Midah menjadi anak yang dibanggakan dan
dipuja-puja. Namun semenjak kehadiran adik-adiknya
Midah tidak diperhatikan lagi oleh keluarganya dan
malah diacuhkan. Hubungan antara orang tua dan anak
yang semakin jauh ini menyebabkan anak tersebut
tidak lagi senang tinggal di rumah. Begitu pula dengan
Midah. Ia tidak mendapat sesuatu lagi dari ibu dan
bapaknya—sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia
mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya
Seperti dalam kutipan :
... Sejak kelahiran si adik ia tidak mendapat perhatian dari bapak juga
dari emak. Berbagai lagak dan laguk ia perlihatkan tapi semua luput. ...
(halaman 15)
Klimaks dari disorganisasi keluarga ini ketika Midah
ditampar oleh ayahnya sendiri karena memutar lagu
keroncong di rumahnya. Tamparan ayahnya justru membuat
Midah lebih sakit hati dari pada menyakiti badannya.
Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
... dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar
gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa
padaya dari pada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah
di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis
perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masik mendelikinya, ia
menjerit ketakutan. ... (halaman 18)
Disorganisasi keluarga juga terjadi pada rumah tangga
Midah dengan Hadji Terbus, tidak adanya kejujuran
18
diantara mereka membuat Midah merasa terbohongi karena
ternyata Hadji Terbus telah memiliki istri banyak.
Sehingga Midah memilih untuk meninggalkan suaminya
dengan keadaan hamil 3 bulan.
... apalagi setelah diketahuinya bahwa Hadji Terbus bukan bujang dan
bukan muda. Bininya telah tersebar banyak diseluruh Cibatok. Ini
diketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan. Waktu ia tak sanggup lagi
menanggung segalanya, dengan diam-diam ia kembali ke Jakarta. Tetapi
tak berani ia terus ke rumah orang tuanya. ... (halaman 21)
b. Perjodohan
Pada novel ini ditemukan realitas bahwa masyarakat
pada masa itu masih mengenal adat perjodohan. Hadji
Abdul mengharuskan Midah mendapatkan jodoh yang berasal
dari Cibatok dan telah bergelar Hadji. Midah dijodohkan
dengan Hadji Terbus. Seorang Hadji di Cibatok yang
memiliki harta berlimpah. Seperti pada kutipan :
...
I”Midah, sekarang engkau sudah besar. Sebentar lagi kawin. Jangan kira
engkau tidak cantik. Sudah banyak bapakmu menerima lamaran. Tapi
bapakmu hanya mau menerima lamaran kalau ada hadji dari Cibatok
yang mengerjakannya. ...
...
I... Idemikian pada suatu hari yang mendung, Midah dikawinkan
dengan Hadji Terbus dari Cibatok. ... (halaman 20)
c. Kemiskinan
19
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri
sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut (Soerjono Soekanto, 1990:365).
Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara
berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai
saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan
timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Pada
masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu
problem sosial karena sikap yang membentuk kemiskinan
tadi. Seseorang bukan merasa miskin karena kurang
makan, pakaian atau perumahan. Tetapi merasa harta
miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf
kehidupan yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota
besar Indonesia, seperti Jakarta. Pada novel ini
terlihat pada :
... Waktu pagi-pagi bangun ia merasa lelah. Sejak hari itu ia tidak ikut
bekerja dan mencoba menghemat simpanannya sedapat mungkin. Ia
kuranngi makannya. ... (halaman 48)
Dalam kondisi yang seadanya Midah berusaha sebisa
mungkin untuk mencukupi kebutuhannya dengan segala
cara.
Selain itu juga terdapat pada kutipan :
20
.... Orang yang dahulu selalu merasa puas akan dirinya, akan kejayaan
dan kebenaran dirinya ini kini mengalami ketumbangan segala :
perusahaan, iman, hari depan, dan kebesaran yang hendak
pamerkannya di kampung asalnya Cibatok. .... (halaman 68)
Hadji Abdul sikapnya berubah setelah kemiskinan
menimpa dirinya.
d. Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan
yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk
melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat
upah (Soerjono Soekanto, 1990:374). Apakah pelacuran
merupakan masalah sosial atau tidak, tidak akan
dipersoalkan di sini. Yang penting adalah bahwa soal
tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap moral.
Pelacuran yang dijumpai di kota Jakarta misalnya (dan
juga di kota-kota besar lainnya) dikatakan bukan
masalah sosial utama, karena pengaruhnya terhadap
ekonomi negara, stabilitas politik, kebudayaan bangsa
atau kekuatan nasional kecil sekali. Pada novel ini
dikisahkan bahwa Midah akhirnya menjadi seorang
pelacur karena kekecewaannya pada lelaki. Terlihat
pada kutipan :
... sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan
hartawan Indonesia, tionghoa, Arab dan bangsa apalagi yang tidak. ...
(halaman 132)
21
e. Perbedaan persepsi
Persepsi yang berbeda dari setiap orang kadangg kala
menimbulkan sebuah konflik. bukti adanya perbedaan
persepsi dalam novel ini dapat dilihat pada kejadian
ketika Midah mulai menyukai lagu keroncong.
Kesukaannya pada lagu Mesir itu juga mengalami
perubahan. Dalam pengembaraannya di sekitar Kampung
Duri, Jakarta—tempat ia tinggal sejak dilahirkan—ia
menemukan satu rombongan pengamen kroncong. Situasi
demikian menandakan perbedaan pandangan atau
pemahaman antara Hadji Abdul dan Midah. Perbedaan itu
kemudian menunjukkan adanya kekuasaan atas kelompok
yang dianggap lemah. Hadji Abdul tampak melakukan
dominasi dengan melakukan tindakan kekerasan, namun
perlu dicurigai bahwa di dalamnya juga ada bentuk-
bentuk kepemimpinan moral dan intelektual atas kelas
yang dianggap lemah.
f. Ironi sosial
Ironi sosial adalah kondisi dimana kondisi yang
diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
yang tercermin dalam novel ini terlihat pula pada saat
Midah melahirkan di rumah sakit. Kondisi Rumah sakit
tersebut sangat kurang fasilitas. Terbukti pada
kutipan berikut :
... dari sana sini terdengar keluhan. Dan waktu Midah melihat tiga ulat
mati dalam kangkungnya, ia letakkan kembali makanan itu di
mejanya. ... (halaman 53)
23
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan kondisi yang
seharusnya dengan kenyataannya. Rumah Sakit yang
seharusnya menjadi tempat yang bersih dan steril malah
ditemukan kejadian demikian.
3. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan
objektif mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai
lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur
sosial dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-
perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. agama,
ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan
membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran
tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan.
1. Penilaian negatif terhadap seni tarik suara musik
keroncong
Dalam novel Midah, Simanis Bergigi Emas terdapat
penilaian negative terhadap seni tarik suara khususnya
pada music keroncong. Musik keroncong dianggap sebagai
musik haram yang dibawakan oleh orang-orang jalanan
yang mempunyai adab dan pergaulan yang buruk.
Ditunjukkan oleh reaksi Haji Abdul yang mengetahui
Midah memutar music keroncong yang kemudian membuat
Haji Abdul murka.
Mendengar Mores komelayang-layang di rumahnya, jauh-jauh Bapak
sudah berteriak dengan suara kejam: “Haram! Haram! Siapa memutar
lagu itu di rumah” dan waktu dilihatnya, Midah masih asyik mengiringi
24
lagu itu, ia tampar gadis itu dipipinya. Midah terjatuh di lantai. (halaman
18)
Selain itu, kejadian lain yang membuat music keroncong
terlihat negative yaitu pergaulan yang terjadi pada
para anggota music keroncong yang tidak membedakan
jenis kelamin. Anggota pengamen keroncong pun gemar
melakukan perjudian, dan segala tindakan asusila.
…Di malam hari, di kala anggota-anggota gerombolan mengembara
mencari saluran hawa nafsunya, atau sedang bergulat mesra dengan
Nini atau sedang berjudi di bawah lampu listrik yang redup itu, ia berdoa
di pojok-pojok kamar. (halaman 45)
Dari fenomena-fenomena yang diceritakan dalam novel
Midah, Simanis Bergigi Emas berkaitan dengan pengamen
keroncong, membawa pembaca pada penilaian yang negatif
pula terhadap para pengamen music keroncong.
2. Fenomena lembaga kesehatan yang memandang dari uang
Beberapa kejadian dalam novel Midah, Simanis Bergigi
Emas menjelaskan adanya fenomena dibidang kesehatan
terutama tentang pelayanan pada lembaga kesehatan yang
selalu memandang baiknya pelayanan dilihat dari
penampilan fisik saja. Dijelaskan dari kejadian Midah
yang melahirkan anaknya di Rumah Sakit, namun dibuat
rumit oleh perawat karena Midah dating sendiri untuk
melahirkan. Kedatangan Midah yang seorang diri ini
membuat pandangan meragukan dari para perawat untuk
member pelayanan yang baik. Selain itu, Midah juga
enggan memberitahu identitasnya saat ditanya oleh bidan
yang melayaninya.
25
…Waktu sakit pertama menyerang perutnya, buru-buru ia pergi ke Rumah
Sakit. Tetapi alangkah kagetnya, waktu diketahuinya, bahwa tidak
segampang yang dikira-kirakannya untuk dapa tmelahirkan di situ….
…..Berkali-kali iabilang, bahwa ia sanggup membayar biaya perawatan
melahirkan, tetapi segala usahanya tidak berhasil. (halaman 48-49)
3. Hubungan antara orang tua dan anak
Orang tua akan selalu melindungi dan menjaga anaknya,
seburuk apapun keadaan yang dialami oleh anak, orang
tua senantiasa menyayangi darah dagingnya. Seperti
kejadian yang digambarkan dalam novel Midah, Simanis
Bergigi Emas ketika Midah selalu melindungi anaknya
yang masih dalam kandungan serta ketika anaknya sudah
terlahir dan selalu dicaci oleh orang lain sebagai orok
jahanam dan anjing kesakitan. Midah yang selalu
memberanikan diri untuk melawan orang-orang setiap kali
anaknya dihina.
Omong kosong, seru yang lain. Yang kedengaran bukan nyanyianmu, tapi
tangis si orok jahanam itu!
Jahanam? Engkau jahanam anakku?(halaman 58)
Selain hubungan antara orang tua dan anak antara Midah
dengan anaknya Djali yang selalu penuh dengan kasih
sayang, hubungan orang tua dan anak yang disorot dalam
cerita Midah adalah hubungan Midah dengan orang tuanya
Haji Abdul dan Nyonya Abdul. Sebagaimana jeleknya
kelakuan dan kejadian yang dialami Midah, orang tua
Midah akhirnya menyesali perbuatan yang telah dilakukan
hingga membuat Midah menjalani hidup yang penuh derita.
26
….Haji Abdul sendiri memerlukan ikut campurtangan dalam mencari
anaknya. Ia terus berjalan kaki dari kampong kekampung, dari jalan ke
jalan….
Perusahaannya dibiarkannya terlantar. Tiap hari kerjanya hanya mencari
anaknya. (halaman 67-68)
Dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel
Midah, Simanis Bergigi Emas mengenai hubungan orang tua
dan anak membuat pembaca dapat mengambil pelajaran
untuk dapat menjalani hubungan orangtua dan anak yang
baik dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif
mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai lembaga dan
proses sosial. Pendekatan yang memandang tentang pandangan
pembaca dan pengaruhnya dengan keadaan social masyarakat.
Sosiologi sastra dibagi menjadi 3 yaitu sosiologi pengarang
yang menerangkan tentang bagaimana keadaan sosiologi
pengarang dilihat dari karya sastra yang dihasilkannya
ketika membuat karya sastra tersebut. Selain sosiologi
pengarang, juga terdapat sosiologi sastra, yang melihat
keadaan sosiologi yang terdapat dalam karya sastra itu
27
sendiri, serta sosiologi pembaca yaitu tentang keadaan
pembaca dan pengaruh yang didapatkan berkaitan dengan
sosiologi masyarakat.
Novel Midah, Simanis Bergigi Emas merupakan novel karya
Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan tentang kehidupan
seorang wanita yang ingin hidup bebas karena efek dari
kehidupan keluarga yang tak lagi bahagia seperti ketika ia
masih kecil dan masih menjadi seorangang anak tunggal dan
hanya satu-satunya sumber kebahagiaan orang tuanya. Namun
kebebasan yang ia dapatkan adalah kebebasan yang tidak
sejalan dengan baiknya keadaan orang tuanya.
Dalam novel tersebut memuat keadaan sosial yang bermacam-
macam dan merupakan keadaan sosial yang sesuai dengan
keadaaan nyata yang ada. Keadaan social masyarakat yang
terdapat dalam novel Midah, Simanis Bergigi Emas menjadi
sindiran-sindiran tersendiri untuk para pembaca terhadap
fenomena sosial yang sekarang ini terjadi.
3.2. SARAN
Dalam analisis karya sastra berdasarkan sosiologi sastra,
harus memperhatikan dengan baik tentang segala aspek. Mampu
menghubungkan antara pengarang, karya sastra, dan pembaca
dengan kehidupan social atau keadaan social kemasyarakatan
yang ada dan terjadi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Toer, Pramodya Ananta. 2010. Midah Simanis Bergigi Emas. Jakarta:
Lentera Dipantara.http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-
sastra-sebagai.html (Diakses pada 2 Juli 2015 pukul 10.00 WIB)
29