Analisis Novel "Midah Si Manis Bergigi Emas" Karya Pramoedya Ananta Toer dengan Pendekatan Sosiologi...

29
ANALISIS NOVEL “MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS” MENGGUNAKAN KERANGKA SOSIOLOGI SASTRA Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Kritik Sastra Dosen Pengampu: Sumartini, S.S., M.A. Oleh : 1. Ahmad Burhanuddin (2101412110) 2. Diah Puspitaningrum (2101412116) 3. Fuad Akbar Adi (2101413065) 4. Khoyriyah Asadah (2101413091) 5. Tri Mulyani (2101413095) Kelompok : 10 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

Transcript of Analisis Novel "Midah Si Manis Bergigi Emas" Karya Pramoedya Ananta Toer dengan Pendekatan Sosiologi...

ANALISIS NOVEL “MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS”

MENGGUNAKAN KERANGKA SOSIOLOGI SASTRA

Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Kritik

Sastra

Dosen Pengampu: Sumartini, S.S., M.A.

Oleh :

1. Ahmad Burhanuddin (2101412110)

2. Diah Puspitaningrum (2101412116)

3. Fuad Akbar Adi (2101413065)

4. Khoyriyah Asadah (2101413091)

5. Tri Mulyani (2101413095)

Kelompok : 10

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

2

PRAKATA

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa, berkat beliau kami bisa menyelesaikan makalah

yang berjudul “Anisisi Novel Midah Si Manis Bergigi Emas”.

Dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan

menjadikan referensi bagi kita sekaligus manfaat apabila kita

mempelajari pelajaran ini.

Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas pada mata

kuliah Kritik Sastra.Akhir kata, semoga bisa bermanfaat bagi

para mahasiswa, pelajar,dan umum,khususnya pada kelompok kami

dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa di pergunakan

dengan semestinya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.

Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya.

Penulis

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. 1PRAKATA …………………………………………………………………………. 2DAFTAR

ISI

…………………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG …………………………………………………………. 4B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………... 4C. TUJUAN …………………………………………………………. 4

BAB II PEMBAHASANA. SINOPSIS …………………………………………………………. 5B. LANDASAN TEORI …………………………………………………………. 6C. HASIL ANALISIS …………………………………………………………. 10

BAB III PENUTUPA. SIMPULAN …………………………………………………………………... 17B. SARAN …………………………………………………………………... 17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 18

4

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sastra lahir, tumbuh dan hidup dalam masyarakat.

Karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra

menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri

adalah kenyataan sosial. Sastra lahir disebabkan dorongan

dasar manusia untuk menaruh minat terhadap masalah manusia

dan kemanusiaan juga menaruh minat terhadap dunia realitas

yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman.

Pengungkapan realitas kehidupan tersebut menggunakan bahasa

yang indah, sehingga dapat menyentuh emosi pembaca.

Sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat

sepertii halnya sosiologi. Usaha manusia untuk

menyelesaikan diri dan usahannya dalam masyarakat itu.

Hubungan manusia dengan keluargannya, lingkungannya,

politik, negara, dan sebagainya. Dalam penelitian murni,

jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial,

ekonomi dan politik yang juga menjadi urusa sosiologi.

Penulis menggunakan kerangka sosiologi sastra dalam

menganilisis novel “Midah Si Manis Bergigi Emas” Karya

Pramoedya Ananta Toer. Penulis bertujuan untuk mengetahui

kehidupan yang terjadi dalam novel ini dan kaitannya dengan

kehidupan masyarakat pada saat ini.

6

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana konsep sosiologi sastra?

b. Apakah hasil analisis novel Midah Si Manis Bergigi Emas

menggunakan kerangka sosilogi Sastra?

C. TUJUAN

a. Mengetahui konsep sosiologi sastra

b. Menganalisis isi novel Midah Si Manis Bergigi Emas

7

BAB II

PEMBAHASAN

A. SINOPSIS

Judul : Midah, Si Manis Bergigi Emas

Karya : Pramoedya Ananta Toer

Midah adalah putri tunggal dari Haji Abdul, seorang

pedangan di Cibatok. Ia merupakan anak tunggal, sehingga ia

sangat disayang dan dimanja oleh keluarganya. Hingga saat

Midah berusia 9 tahun, ibunya melahirkan anak lagi. Otomatis

kasih sayang kedua orang tuanya mulai terbagi. Kemudian

lahir pula adik-adik Midah yang lain, dan kasih sayang kedua

orang tuanya berkurang dan hampir tidak diperhatikan. Hal

ini membuat Midah tidak betah di rumah, sering keluar rumah,

dan pulang telat, tetapi anehnya, orang tua Midah tidak

pernah menegur perbuatannya. Akhirnya Midah semakin jarang

pulang ke rumah. Ia mulai tertarik dengan lagu-lagu

keroncong yang dibawakan pengamen para jalanan dan Midah pun

membeli beberapa piringan hitam yang berisi lagu keroncong.

Saat Midah menyanyikannya, Haji Abdul yang alim terkejut.

Baginya keronconh itu haram, lalu dihancurkannya piringan

hitam Midah. ak hanya itu, Midah juga ditampar dan dimarahi

habis-habisan oleh orang tuanya. Beberapa waktu kemudian,

Midah dijodohkan oleh orang tuanya dengan Haji Terbus dari

Cibatok. Namun, Midah merasa kecewa karena ternyata Haji

Terbus telah beristri banyak.

8

Setelah 3 bulan menikah, Midah kabur dari rumahnya. Ia

menginap di rumah bekas pembantunya, Riah. Karena jauh dari

orang tua, Midah memutuskan berbagung dengan kelompok

pengamen jalanan. Ia lalu mendapat julukan Si Manis. Midah

pun mulai mengenal pergaulan bebas, hingga akhirnya dia

hamil dan Midah tidak mau menyebutkan siapa bapaknya.

Hinggan usia kandungan 9 bulan lebuh, Midah lalu melahirkan

anaknya. setelah merasa kuat usai proses persalinan, Midah

kembelai ke gerombolan pengamen yang dulu bersamanya, tetapi

sambutan kurang hangat yang diterimanya. Bayinya dihina oleh

seorang pengamen wanita dari kelompoknya. Midah marah,

baginya bayi itu tidak bersalah. suatu hari Midah dan

gerombolannya mendapat tawaran menyanyi di radio dari polisi

Ahmad, namun tawaran tersebut fiktif. Midah pun mengganti

beberapa giginya dengan gigi emas, namun sayang dia akhirnya

diusir dari gerombolannya.

Di lain pihak, Haji Abdul jatuh sakit mendengan Midah

menjadi pengamen jalanan. Midah akhirnya pindah ke

Jatinegara karena takut ditemukan orang tuanya. Di sana, ia

mengamen dengan menggendong anaknya. Tak disangka, ia

bertemu dengan polisis Ahmad lagi dan ia diajak menginap di

rumah polisi itu. Awalnya ia tidak curiga sedikitpun pada

polisi itu. Midah malah jatuh cinta padanya. Mereka berdua

pun hidup layaknya suami-istri. Mereka semakin tenggelam

dalam dosa. Sementara itu, ibu Midah mendapat informasi

rumah Midah, lalu mendatanginya. Namun yang dijumpainya di

rumah Midah hanya Ibu Ahmad dan anak Midah, Rodjali. Ibu

Midah lalu membawa Rodjali pulang kerumahnya dan merawatnya.

9

Haji Abdul merasa senang melihat kedatangan cucunya.  Di

lain sisi, Midah diketahui hamil lagi. Ia meminta

pertanggung jawaban dari Ahmad, tapi Ahmad tidak

mengakuinya. Kini Midah sadar bahwa Ahmad adalah lelaki

pengecut. Karena putus asa, Midah akhirnya kembali ke rumah

orang tuanya dan menceritaka semua kejadian yang menimpanya.

Orang tuanya hanya bisa pasrah dan berdoa setiap harinya.

Lebih parah lagi, para tetangganya mulai menghina Midah.

Sekarang situasi berubah, Haji Abdul dianggap sebagai orang

pintar, danmulai banyak orang yang berkunjung ke rumahnya.

Midah pun pergi dari rumahnya karena dia ingin tidak

mencemarkan nama baik ayahnya. Sebelum pergi, Midah

mengatakan bahwa anak yang dikandungnya adalah lahir dari

cinta, beda dengan ketika Midah mengandung bayi dari Hati

Terbus.

Waktu terus berlalu, setelah lewat 9 bulan, sang bayi pun

lahir dan Midah menggendongnya kemana-mana sambil mencari

pekerjaan. Akhirnya pekerjaan lamanya sebagai penyanyi radio

kembali ia dapat. Namun, sekarang Midah tidak hanya menjadi

penyanyi, dia juga menjadi pelacur. Midah tidak lagi

memikirkan dosa. Setelah menjadi terkenal melalui radio,

Midah kemudian mulai menggeluti dunia film. Dia juga sukses

karena dia memiliki wajah yang manis dan terkenal dimana-

mana.

B. LANDASAN TEORI

1. Sosiologi Sastra

Sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif

mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai10

lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Oleh karenanya

sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai

masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan

mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Gambaran ini akan

menjelaskan cara-cara manusia menyesuaiakan diri dengan

ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran

mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara

kultural, yang dengannya individu-individu dialokasikan

pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam strutur

sosial. Di samping itu sosiologi juga menyangkut mengani

perubahan-perubahan sosial yang terjadi secara berangsur-

angsur maupun secara revolusioner dengan akibat-akibat

yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut (Damono, 1978).

2. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra

a. Konteks Sosial Pengarang

Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan

posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya

dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini

termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat

mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang

terutama diteliti adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian;

apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari

masyarakat secara langsung atau bekerja rangkap.

2) Profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana

sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu

profesi.

11

3) Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal

ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat

sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam

masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi

karya sastra mereka (Damono, 1979: 3-4).

b. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sejauh mana

sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan

masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan

gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering

disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini,

terutama harus mendapatkan perhatian adalah.

1) Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan

masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri

masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu

sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.

2) Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan

sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-

fakta sosial dalam karyanya.

3) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu

kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh

masyarakat.

4) Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat

yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa

dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat.

Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama

sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan

12

masyarakat secara teliti barangkali masih dapat

dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan

masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus

diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai

cermin masyarakat (Damono, 1979: 4).

c. Fungsi Sosial Sastra

Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-

pertanyaan seperti “Sampai berapa jauh nilai sastra

berkait dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh

nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?” ada tiga hal

yang harus diperhatikan.

1) Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama

derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam

pandangan ini, tercakup juga pandangan bahwa sastra

harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.

2) Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra

bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini

gagasan-gagasan seni untuk seni misalnya, tidak ada

bedanya dengan usaha untuk melariskan dagangan agar

menjadi best seller.

3) Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra

harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono,

1979: 4).

Apabila dikaitkan dengan sastra maka terdapat tiga

pendekatan; Pertama, konteks sosial pengarang. Hal

ini berhubungan dengan sosial sastrawan dalam

masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.13

Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial

yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai

perseorangan di samping mempengaruhi isi karya

sastranya. Hal yang terutama di teliti dalam

pendekatan ini adalah: (a) bagaimana pengarang

mendapatkan mata pencaharian (b) sejauh mana

pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi

dan (c) mayarakat yang dituju oleh pengarang. Kedua,

sastra sebagai cermin masyarakat. Hal yang terutama

di teliti dalam pendekatan ini adalah (a) sejauh

mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran

masyarakat yang ingin disampaikan (c) sejauh mana

genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili

seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra.

Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi

perhatian (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi

sebagai perombak masyarakatnya (b) sejauh mana

pengarang hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan

(c) sejuah mana terjadi sintesis antara kemungkinan

point a dan b diatas (Damono, 1978).

3. Sastra dan Masyarakat

Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan

sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat

(Semi, 1990: 73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan

masyarakat, tetapi tidak berarti struktur masyarakat

seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang didapat di

14

dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum

ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan

berperan sebagai mikrokosmos sosial, seperti lingkungan

bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan

sebagainya. Sastra sebagai gambaran masyarakat bukan

berarti karya sastra tersebut menggambarkan keseluruhan

warna dan rupa masyarakat yang ada pada masa tertentu

dengan permasalahan tertentu pula.

Novel merupakan salah satu di antara bentuk sastra yang

paling peka terhadap cerminan masyarakat.

Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan

memberi pengalaman baru bagi pembacanya, karena apa yang

ada dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa yang

ada dalam karya sastra. Hal ini dapat diartikan pula

bahwa pengalaman yang diperoleh pembaca akan membawa

dampak sosial bagi pembacanya melalui penafsiran-

penafsirannya. Pembaca akan memperoleh hal-hal yang

mungkin tidak diperolehnya dalam kehidupan. Menurut

Hauser (Ratna, 2003: 63), karya seni sastra memberikan

lebih banyak kemungkinan dipengaruhi oleh masyarakat,

daripada mempengaruhinya.

Sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat,

sebenarnya erat kaitannya dengan kedudukan pengarang

sebagai anggota masyarakat. Sehingga secara langsung atau

tidak langsung daya khayalnya dipengaruhi oleh pengalaman

manusiawinya dalam lingkungan hidupnya. Pengarang hidup

dan berelasi dengan orang lain di dalam komunitas

15

masyarakatnya, maka tidaklah heran apabila terjadi

interaksi dan interelasi antara pengarang dan masyarakat.

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa

sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan

demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan

masyarakat, sebagai berikut.Karya sastra ditulis oleh

pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh

penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota

masyarakat.

1. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap espek-

aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang

pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.

Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan,

dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan

sendirinya telah mengandung masalah-masalah

kemasyarakatan.

2. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat,

dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung

estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas

sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

3. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat

intersubjektivitas, masyarakat menentukan citra dirinya

dalam suatu karya (Ratna, 2006: 322-333).

Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk

mengurai karya sastra yang mengupas masalah hubungan

antara pengarang dengan masyarakat, hasil berupa karya

sastra dengan masyarakat, dan hubungan pengaruh karya

16

sastra terhadap pembaca. Namun dalam kajian ini hanya

dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui

karya sastra mengenai kondisi suatu masyarakat.

C. HASIL ANALISIS

Berdasarkan landasan teori tersebut, penulis akan

menganalisis gambaran atau potret sosial yang terdapat dalam

novel Midah Si Manis Bergigi Emas. Penulis menggunakan teori

Wellek & Warren yang mengklasifikasikan 3 ranah penelahaan

sosiologi dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas yakni :

1. Sosiologi Pengarang

Sosiologi pengarang yakni memasalahkan tentang status

sosial, ideologi politik dan lain – lain yang menyangkut

diri pengarang. Novel Midah Si Manis Bergigi Emas

merupakan karya Pramoedya Ananta Toer. Pram berusaha

menggambarkan kondisi masyarakat pada masa itu secara

detil dan rinci melalui kata-kata dalam novel. Kondisi

yang digambarkan merupakan kondisi yang benar-benar

terjadi dalam kehidupan nyata. Hanya saja Pram

menambahkan unsur-unsur fiksi di dalamnya.

2. Sosilogi karya sastra

a. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga

sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal

memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan

peranan sosialnya (Wiliam J. Goode, dalam Soerjono

Soekanto, 1990: 370). Disorganisasi yang tergambar

dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas yakni17

beralihnya perhatian orang tua terhadapnya anaknya.

Pada awalnya Midah menjadi anak yang dibanggakan dan

dipuja-puja. Namun semenjak kehadiran adik-adiknya

Midah tidak diperhatikan lagi oleh keluarganya dan

malah diacuhkan. Hubungan antara orang tua dan anak

yang semakin jauh ini menyebabkan anak tersebut

tidak lagi senang tinggal di rumah. Begitu pula dengan

Midah. Ia tidak mendapat sesuatu lagi dari ibu dan

bapaknya—sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia

mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya

Seperti dalam kutipan :

... Sejak kelahiran si adik ia tidak mendapat perhatian dari bapak juga

dari emak. Berbagai lagak dan laguk ia perlihatkan tapi semua luput. ...

(halaman 15)

Klimaks dari disorganisasi keluarga ini ketika Midah

ditampar oleh ayahnya sendiri karena memutar lagu

keroncong di rumahnya. Tamparan ayahnya justru membuat

Midah lebih sakit hati dari pada menyakiti badannya.

Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :

... dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar

gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa

padaya dari pada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah

di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis

perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masik mendelikinya, ia

menjerit ketakutan. ... (halaman 18)

Disorganisasi keluarga juga terjadi pada rumah tangga

Midah dengan Hadji Terbus, tidak adanya kejujuran

18

diantara mereka membuat Midah merasa terbohongi karena

ternyata Hadji Terbus telah memiliki istri banyak.

Sehingga Midah memilih untuk meninggalkan suaminya

dengan keadaan hamil 3 bulan.

... apalagi setelah diketahuinya bahwa Hadji Terbus bukan bujang dan

bukan muda. Bininya telah tersebar banyak diseluruh Cibatok. Ini

diketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan. Waktu ia tak sanggup lagi

menanggung segalanya, dengan diam-diam ia kembali ke Jakarta. Tetapi

tak berani ia terus ke rumah orang tuanya. ... (halaman 21)

b. Perjodohan

Pada novel ini ditemukan realitas bahwa masyarakat

pada masa itu masih mengenal adat perjodohan. Hadji

Abdul mengharuskan Midah mendapatkan jodoh yang berasal

dari Cibatok dan telah bergelar Hadji. Midah dijodohkan

dengan Hadji Terbus. Seorang Hadji di Cibatok yang

memiliki harta berlimpah. Seperti pada kutipan :

...

I”Midah, sekarang engkau sudah besar. Sebentar lagi kawin. Jangan kira

engkau tidak cantik. Sudah banyak bapakmu menerima lamaran. Tapi

bapakmu hanya mau menerima lamaran kalau ada hadji dari Cibatok

yang mengerjakannya. ...

...

I... Idemikian pada suatu hari yang mendung, Midah dikawinkan

dengan Hadji Terbus dari Cibatok. ... (halaman 20)

c. Kemiskinan

19

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana

seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri

sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak

mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam

kelompok tersebut (Soerjono Soekanto, 1990:365).

Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara

berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai

saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan

timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Pada

masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu

problem sosial karena sikap yang membentuk kemiskinan

tadi. Seseorang bukan merasa miskin karena kurang

makan, pakaian atau perumahan. Tetapi merasa harta

miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf

kehidupan yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota

besar Indonesia, seperti Jakarta. Pada novel ini

terlihat pada :

... Waktu pagi-pagi bangun ia merasa lelah. Sejak hari itu ia tidak ikut

bekerja dan mencoba menghemat simpanannya sedapat mungkin. Ia

kuranngi makannya. ... (halaman 48)

Dalam kondisi yang seadanya Midah berusaha sebisa

mungkin untuk mencukupi kebutuhannya dengan segala

cara.

Selain itu juga terdapat pada kutipan :

20

.... Orang yang dahulu selalu merasa puas akan dirinya, akan kejayaan

dan kebenaran dirinya ini kini mengalami ketumbangan segala :

perusahaan, iman, hari depan, dan kebesaran yang hendak

pamerkannya di kampung asalnya Cibatok. .... (halaman 68)

Hadji Abdul sikapnya berubah setelah kemiskinan

menimpa dirinya.

d. Pelacuran

Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan

yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk

melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat

upah (Soerjono Soekanto, 1990:374). Apakah pelacuran

merupakan masalah sosial atau tidak, tidak akan

dipersoalkan di sini. Yang penting adalah bahwa soal

tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap moral.

Pelacuran yang dijumpai di kota Jakarta misalnya (dan

juga di kota-kota besar lainnya) dikatakan bukan

masalah sosial utama, karena pengaruhnya terhadap

ekonomi negara, stabilitas politik, kebudayaan bangsa

atau kekuatan nasional kecil sekali. Pada novel ini

dikisahkan bahwa Midah akhirnya menjadi seorang

pelacur karena kekecewaannya pada lelaki. Terlihat

pada kutipan :

... sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan

hartawan Indonesia, tionghoa, Arab dan bangsa apalagi yang tidak. ...

(halaman 132)

21

Pada kutipan tersebut dapat dilihat bahwa Midah

akhirnya melacur.

22

e. Perbedaan persepsi

Persepsi yang berbeda dari setiap orang kadangg kala

menimbulkan sebuah konflik. bukti adanya perbedaan

persepsi dalam novel ini dapat dilihat pada kejadian

ketika Midah mulai menyukai lagu keroncong.

Kesukaannya pada lagu Mesir itu juga mengalami

perubahan. Dalam pengembaraannya di sekitar Kampung

Duri, Jakarta—tempat ia tinggal sejak dilahirkan—ia

menemukan satu rombongan pengamen kroncong. Situasi

demikian menandakan perbedaan pandangan atau

pemahaman antara Hadji Abdul dan Midah. Perbedaan itu

kemudian menunjukkan adanya kekuasaan atas kelompok

yang dianggap lemah. Hadji Abdul tampak melakukan

dominasi dengan melakukan tindakan kekerasan, namun

perlu dicurigai bahwa di dalamnya juga ada bentuk-

bentuk kepemimpinan moral dan intelektual atas kelas

yang dianggap lemah.

f. Ironi sosial

Ironi sosial adalah kondisi dimana kondisi yang

diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

yang tercermin dalam novel ini terlihat pula pada saat

Midah melahirkan di rumah sakit. Kondisi Rumah sakit

tersebut sangat kurang fasilitas. Terbukti pada

kutipan berikut :

... dari sana sini terdengar keluhan. Dan waktu Midah melihat tiga ulat

mati dalam kangkungnya, ia letakkan kembali makanan itu di

mejanya. ... (halaman 53)

23

Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan kondisi yang

seharusnya dengan kenyataannya. Rumah Sakit yang

seharusnya menjadi tempat yang bersih dan steril malah

ditemukan kejadian demikian.

3. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan

objektif mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai

lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur

sosial dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-

perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. agama,

ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan

membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran

tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan.

1. Penilaian negatif terhadap seni tarik suara musik

keroncong

Dalam novel Midah, Simanis Bergigi Emas terdapat

penilaian negative terhadap seni tarik suara khususnya

pada music keroncong. Musik keroncong dianggap sebagai

musik haram yang dibawakan oleh orang-orang jalanan

yang mempunyai adab dan pergaulan yang buruk.

Ditunjukkan oleh reaksi Haji Abdul yang mengetahui

Midah memutar music keroncong yang kemudian membuat

Haji Abdul murka.

Mendengar Mores komelayang-layang di rumahnya, jauh-jauh Bapak

sudah berteriak dengan suara kejam: “Haram! Haram! Siapa memutar

lagu itu di rumah” dan waktu dilihatnya, Midah masih asyik mengiringi

24

lagu itu, ia tampar gadis itu dipipinya. Midah terjatuh di lantai. (halaman

18)

Selain itu, kejadian lain yang membuat music keroncong

terlihat negative yaitu pergaulan yang terjadi pada

para anggota music keroncong yang tidak membedakan

jenis kelamin. Anggota pengamen keroncong pun gemar

melakukan perjudian, dan segala tindakan asusila.

…Di malam hari, di kala anggota-anggota gerombolan mengembara

mencari saluran hawa nafsunya, atau sedang bergulat mesra dengan

Nini atau sedang berjudi di bawah lampu listrik yang redup itu, ia berdoa

di pojok-pojok kamar. (halaman 45)

Dari fenomena-fenomena yang diceritakan dalam novel

Midah, Simanis Bergigi Emas berkaitan dengan pengamen

keroncong, membawa pembaca pada penilaian yang negatif

pula terhadap para pengamen music keroncong.

2. Fenomena lembaga kesehatan yang memandang dari uang

Beberapa kejadian dalam novel Midah, Simanis Bergigi

Emas menjelaskan adanya fenomena dibidang kesehatan

terutama tentang pelayanan pada lembaga kesehatan yang

selalu memandang baiknya pelayanan dilihat dari

penampilan fisik saja. Dijelaskan dari kejadian Midah

yang melahirkan anaknya di Rumah Sakit, namun dibuat

rumit oleh perawat karena Midah dating sendiri untuk

melahirkan. Kedatangan Midah yang seorang diri ini

membuat pandangan meragukan dari para perawat untuk

member pelayanan yang baik. Selain itu, Midah juga

enggan memberitahu identitasnya saat ditanya oleh bidan

yang melayaninya.

25

…Waktu sakit pertama menyerang perutnya, buru-buru ia pergi ke Rumah

Sakit. Tetapi alangkah kagetnya, waktu diketahuinya, bahwa tidak

segampang yang dikira-kirakannya untuk dapa tmelahirkan di situ….

…..Berkali-kali iabilang, bahwa ia sanggup membayar biaya perawatan

melahirkan, tetapi segala usahanya tidak berhasil. (halaman 48-49)

3. Hubungan antara orang tua dan anak

Orang tua akan selalu melindungi dan menjaga anaknya,

seburuk apapun keadaan yang dialami oleh anak, orang

tua senantiasa menyayangi darah dagingnya. Seperti

kejadian yang digambarkan dalam novel Midah, Simanis

Bergigi Emas ketika Midah selalu melindungi anaknya

yang masih dalam kandungan serta ketika anaknya sudah

terlahir dan selalu dicaci oleh orang lain sebagai orok

jahanam dan anjing kesakitan. Midah yang selalu

memberanikan diri untuk melawan orang-orang setiap kali

anaknya dihina.

Omong kosong, seru yang lain. Yang kedengaran bukan nyanyianmu, tapi

tangis si orok jahanam itu!

Jahanam? Engkau jahanam anakku?(halaman 58)

Selain hubungan antara orang tua dan anak antara Midah

dengan anaknya Djali yang selalu penuh dengan kasih

sayang, hubungan orang tua dan anak yang disorot dalam

cerita Midah adalah hubungan Midah dengan orang tuanya

Haji Abdul dan Nyonya Abdul. Sebagaimana jeleknya

kelakuan dan kejadian yang dialami Midah, orang tua

Midah akhirnya menyesali perbuatan yang telah dilakukan

hingga membuat Midah menjalani hidup yang penuh derita.

26

….Haji Abdul sendiri memerlukan ikut campurtangan dalam mencari

anaknya. Ia terus berjalan kaki dari kampong kekampung, dari jalan ke

jalan….

Perusahaannya dibiarkannya terlantar. Tiap hari kerjanya hanya mencari

anaknya. (halaman 67-68)

Dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel

Midah, Simanis Bergigi Emas mengenai hubungan orang tua

dan anak membuat pembaca dapat mengambil pelajaran

untuk dapat menjalani hubungan orangtua dan anak yang

baik dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III

PENUTUP

3.1. SIMPULAN

Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif

mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai lembaga dan

proses sosial. Pendekatan yang memandang tentang pandangan

pembaca dan pengaruhnya dengan keadaan social masyarakat.

Sosiologi sastra dibagi menjadi 3 yaitu sosiologi pengarang

yang menerangkan tentang bagaimana keadaan sosiologi

pengarang dilihat dari karya sastra yang dihasilkannya

ketika membuat karya sastra tersebut. Selain sosiologi

pengarang, juga terdapat sosiologi sastra, yang melihat

keadaan sosiologi yang terdapat dalam karya sastra itu

27

sendiri, serta sosiologi pembaca yaitu tentang keadaan

pembaca dan pengaruh yang didapatkan berkaitan dengan

sosiologi masyarakat.

Novel Midah, Simanis Bergigi Emas merupakan novel karya

Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan tentang kehidupan

seorang wanita yang ingin hidup bebas karena efek dari

kehidupan keluarga yang tak lagi bahagia seperti ketika ia

masih kecil dan masih menjadi seorangang anak tunggal dan

hanya satu-satunya sumber kebahagiaan orang tuanya. Namun

kebebasan yang ia dapatkan adalah kebebasan yang tidak

sejalan dengan baiknya keadaan orang tuanya.

Dalam novel tersebut memuat keadaan sosial yang bermacam-

macam dan merupakan keadaan sosial yang sesuai dengan

keadaaan nyata yang ada. Keadaan social masyarakat yang

terdapat dalam novel Midah, Simanis Bergigi Emas menjadi

sindiran-sindiran tersendiri untuk para pembaca terhadap

fenomena sosial yang sekarang ini terjadi.

3.2. SARAN

Dalam analisis karya sastra berdasarkan sosiologi sastra,

harus memperhatikan dengan baik tentang segala aspek. Mampu

menghubungkan antara pengarang, karya sastra, dan pembaca

dengan kehidupan social atau keadaan social kemasyarakatan

yang ada dan terjadi.

28

DAFTAR PUSTAKA

Toer, Pramodya Ananta. 2010. Midah Simanis Bergigi Emas. Jakarta:

Lentera Dipantara.http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-

sastra-sebagai.html (Diakses pada 2 Juli 2015 pukul 10.00 WIB)

29