Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas ...

163
Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Adelima Karnila 1113081000071 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M

Transcript of Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas ...

Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG

(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Adelima Karnila

1113081000071

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/ 2017 M

i

Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG

(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

ADELIMA KARNILA

NIM : 1113081000071

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I

Taridi Kasbi Ridho, MBA

NIDN. 2004 1070 02

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H / 2017 M

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Kamis, 13 April 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas

mahasiswa:

Nama : Adelima Karnila

NIM : 1113081000071

Jurusan : Manajemen

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,

Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks

Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode

2007-2016)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa

mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk

melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 April 2017

1. Titi Dewi Warninda, SE., M.Si. (_________________________)

NIP. 19731221 2005 01 2 002 Penguji I

2. Rahmat Gunawan, M.Si. (_________________________)

NIP. - Penguji II

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini, Selasa 26 September 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:

Nama : Adelima Karnila

NIM : 1113081000071

Jurusan : Manajemen

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,

Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks

Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode

2007-2016)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa

tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 September 2017

1. Ela Patriana, Ir., MM. (_____________________)

NIP. 19690528 200801 2 010 Ketua

2. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA ( )

NIDN. 20041070 02 Sekretaris

3. Dr. Hj. Pudji Astuty, SE., MM ( )

NIDN. 0311 0658 05 Penguji Ahli

4. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA ( )

NIDN. 20041070 02 Pembimbing I

iv

LEMBAR PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adelima Karnila

No. Induk Mahasiswa : 1113081000071

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Manajemen

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiasi terhaddap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli

atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya

ini.

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah

melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang

ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap

dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 25 Agustus 2017

Yang Menyatakan

(Adelima Karnila)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Adelima Karnila

Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 17 September 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Asem IX No. 1 RT.011/005 Cipete Selatan,

Cilandak, Jakarta Selatan 12410

Telp/ Hp : 021-7695549/ 085945253238

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

2013 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2010 – 2013 : SMAN 74 Jakarta

2007 – 2010 : SMPN 68 Jakarta

2001 – 2007 : SDS Yapenka

vi

ABSTRACT

Capital markets have a very important role in moving the wheels of

a country's economy. So that the capital market becomes one of the

economic indicators of a country. Developments in capital markets can be

monitored through changes in the stock price index of the traded stock. In

addition to demand and supply factors, stock price index movement is also

influenced by macroeconomic factors. External factors (macro) that can

affect stock price changes such as government announcements such as the

announcement of interest rate changes and economic policy packages,

domestic political turmoil, the magnitude of inflation, changes in mining

commodity prices such as oil and gold, economic policies of other

countries, and Various other factors (Puspitarani, 2016). In addition to

being influenced by macroeconomic factors, Indonesia's capital market is

already integrated with world capital markets. This leads to the

consequence that the movement of the Indonesian capital market will be

affected by the movement of world capital markets either directly or

indirectly (Samsul, 2008). The existence of gaps in previous research

behind this research. The purpose of this research is to analyze the

influence of SBI Interest Rate, Exchange Rate, World Gold Price, Dow

Jones and Hang Seng Index on Jakarta Composite Index in 2007-2016

observation period.

The analytical method used in this study is multiple regression

analysis which is operated by using EViews 9 program. When using

multiple regression analysis, the data used must meet the classical

assumption test to make the regression equation produced is BLUE (Best,

Linear, Unbiased, Estimator). In addition, the test coefficient of

determination, F test, and t test. The data used in this study is the monthly

data of each research variable in the period 2007-2016. The result of this

research indicates that the variable of SBI Interest Rate has a negative

influence on IHSG. While the exchange rate variables, World Gold Price,

Dow Jones Index, and Hang Seng Index have a positive effect on JCI. The

adjusted R-square value is 96.6%, which means that the JCI movement

can be explained by 96.6% of the five independent variables.

Keyword: IHSG, macro economy, Capital market integration, Dow Jones

Index, Hang Seng Index

vii

ABSTRAK

Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam

menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga pasar modal

menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Perkembangan

pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks harga saham

dari saham yang diperdagangkan. Selain faktor permintaan dan

penawaran, pergerakan indeks harga saham juga dipengaruhi oleh faktor

makroekonomi. Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi

perubahan harga saham antara lain seperti pengumuman pemerintah

misalnya pengumuman perubahan suku bunga dan paket kebijakan

ekonomi, gejolak politik dalam negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan

harga komoditas tambang seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi

negara lain, dan berbagai faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Selain

dipengaruhi oleh faktor makroekonomi, pasar modal Indonesia sudah

terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi

bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh

pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak

langsung (Samsul, 2008). Adanya kesenjangan dalam penelitian terdahulu

melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini

adalah untukk menganalisis pengaruh variabel Tingkat Suku Bunga SBI,

Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng

terhadap IHSG dalam periode pengamatan 2007-2016.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi berganda yang dioperasikan dengan menggunakan

program EViews 9. Saat menggunakan analisis regresi berganda, data

yang digunakan harus memenuhi uji asumsi klasik agar persamaan regresi

yang dihasilkan bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Selain

itu, dilakukan uji koefisien determinasi, Uji F, dan Uji t. Data yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan dari setiap

variabel penelitian pada periode 2007-2016.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Tingkat

Suku Bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara

variabel Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks

Hang Seng berpengaruh positif terhadap IHSG. Nilai adjusted R-square

adalah sebesar 96,6%, yang berarti bahwa pergerakan IHSG dapat

dijelaskan sebesar 96,6% dari kelima variabel independen tersebut.

Keyword: IHSG, makro ekonomi, Integrasi pasar modal, Indeks Dow

Jones, Indeks Hang Seng

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya

dalam kemudahan proses penyusunan dan penulisan skripsi bagi penulis.

Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi

Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Atas izin

dari Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi

kewajiban sebagai mahasiswa sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana

dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai

Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng

Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”.

Kemudahan dan kelancaran pada proses penulisan skripsi juga

dilatarbelakangi oleh berbagai bentuk dukungan, baik material maupun

moral kepada penulis dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dengan dukungan, bimbingan,

bantuan, serta doa dari pihak-pihak tersebut. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan secara materil

maupun moril kepada penulis, serta doa-doa yang diberikan untuk

menunjang kelancaran penulisan skripsi,

2. Keluarga besar Asem IX, semua tante dan om yang telah

memberikan dukungan dalam segala bentuk,

3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak

Dr. Amilin, SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade

Sofyan Mulazid, MH selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr.

Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III FEB,

4. Bapak Taridi Kasbi Ridho, MBA. selaku dosen pembimbing

skripsi, karena waktu yang diberikan, kesabaran dalam pengarahan

dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses

bimbingan skripsi,

ix

5. Ibu Titi Dewi Warnida, SE, M.Si sebagai Ketua Jurusan

Manajemen FEB dan Ibu Ela Patriana, Ir., MM. selaku Sekretaris

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Ade Suherlan, SE, MBA, selaku Dosen Penasehat

Akademik yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis

menuntut ilmu di kampus ini,

7. Seluruh dosen dan tenaga pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

atas ilmu dan pelajaran bermanfaat yang telah diberikan,

8. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas ekonomi dan bisnis, yang

memudahkan penulis dalam kegiatan administrasi,

9. Irfan Setiyadi Yahya, yang telah memberikan waktu, tenaga,

kesabaran dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi,

10. Keluarga besar Warsep, terutama Alaya, Javier, Devanno, Punto,

Done, Wahyu, Adhy Dharma, Khalis, dan Ori,

11. Sahabat- sahabat Allian.she, yaitu Cindy, Shaumi, dan Riska yang

selalu membantu dan menyemangati penulis, Sahabat-sahabat

Anti-Mainstream, yaitu Tiara, Alvika, dan Umi yang tanpa bosan

selalu menemani dan mendukung penulis dari semester awal,

12. Sahabat-sahabat Manajemen Keuangan 2013, terutama Irfan, Sri,

Rio, Deby, Laras, Tika, Melani, Acong, dan Indi.

13. Seluruh teman-teman Manajemen angkatan 2013, yang telah

memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi

14. seluruh anggota KKN Lokal Daya.

15. Seluruh teman dan kerabat yang namanya tidak dapat disebutkan

satu persatu.

x

Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Untuk itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini

menjadi lebih baik. Selain itu, penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat

bermanfaat dan berkontribusi baik untk kepentingan akademik maupun

bisnis.

Jakarta, 4 September 2017

Adelima Karnila

NIM 1113081000071

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI.................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... v

ABSTRACT ...................................................................................................... vi

ABSTRAK........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................................ 16

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 18

A. Landasan Teori ........................................................................................ 18

1. Ekonomi Makro .................................................................................... 18

2. Tingkat Suku Bunga SBI ...................................................................... 21

3. Nilai Kurs .............................................................................................. 24

4. Harga Emas Dunia ................................................................................ 26

5. Indeks Dow Jones.................................................................................. 28

6. Indeks Hang Seng ................................................................................. 29

8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ............................................. 36

9. Teori Portofolio ..................................................................................... 37

10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) .. 38

B. Keterkaitan Antar Variabel .................................................................... 44

C. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 49

xii

D. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 67

E. Hipotesis ................................................................................................... 70

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 72

A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 72

B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 72

C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 74

D. Metode Analisis Data ............................................................................... 76

1. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 76

2. Analisis Regresi Linier Berganda ......................................................... 88

3. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 89

E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................. 92

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 97

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................... 97

1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG ................................ 97

B. Analisis dan Pembahasan ........................................................................ 98

1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................ 98

2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 108

3. Uji Hipotesis ........................................................................................ 115

a. Uji t (Parsial) .................................................................................. 115

b. Uji F (Simultan) .............................................................................. 119

c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐) ............................................................ 120

4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda ................................... 122

C. Interpretasi Data .................................................................................. 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 134

A. Kesimpulan ............................................................................................ 134

B. Saran ...................................................................................................... 137

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138

LAMPIRAN ................................................................................................... 142

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..........................................................................55

Tabel 3.1 Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan .................................83

Tabel 4.1 Output Uji Multikolinieritas ........................................................... 109

Tabel 4.2 Output Uji Heteroskedastisitas......................................................... 110

Tabel 4.3 Output Uji Autokorelasi .................................................................. 112

Tabel 4.4 Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt .......................... 113

Tabel 4.5 Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial .................................. 115

Tabel 4.6 Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F) ..................................... 119

Tabel 4.7 Koefisien Determinasi (R2) ............................................................. 120

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 .. 2

Gambar 1.2 Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia ............................... 9

Gambar 1.3 Volume Perdagangan IHSG 2007-2008 ..........................................11

Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan di Bursa ..................................................33

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Tingkat Suku Bunga

SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng

terhadap IHSG ..................................................................................................67

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................68

Gambar 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 98

Gambar 4.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016 ......................99

Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016 ..... 100

Gambar 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016 ............................ 101

Gambar 4.5 Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016 .............................. 105

Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016 .............................. 106

Gambar 4.7 Output Uji Jarque-Bera ............................................................... 108

Gambar 4.8 Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson ......................................... 114

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pasar modal merupakan salah satu subsektor yang memainkan peran yang

sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga

pasar modal menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Ada dua

fungsi utama yang dijalankan oleh pasar modal, yaitu pertama, sebagai sumber

pembiayaan bagi entitas bisnis. Dimana perusahaan yang membutuhkan dana

dapat memperoleh dana dari pasar modal yang dapat digunakan untuk

pengembangan usaha maupun tambahan modal perusahaan dan sebagainya.

Kedua, sebagai sarana berinvestasi bagi masyarakat, seperti saham, obligasi dan

instrumen keuangan lainnya. Masyarakat dapat menggunakan pasar modal untuk

berinvestasi pada instrumen keuangan tersebut sesuai dengan pilihan keuntungan

dan risikonya (Raraga, et. al, 2012).

Perkembangan pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks

harga saham dari saham yang diperdagangkan. Indeks harga saham merupakan

indikator yang menunjukkan trend dari harga saham dalam bursa. Indeks harga

saham berubah mengikuti perubahan pada harga saham yang diperdagangkan.

Pembentukan harga saham dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran

(supply) para investor atas saham tersebut. Pemantauan indeks harga saham dapat

memudahkan investor memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk

memprediksi seberapa besar pendapatan (return) yang akan diperoleh pada masa

2

yang akan datang. Hal ini disebabkan karena investor membeli sejumlah saham

pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham

di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu harga

saham, yaitu faktor internal perusahaan penerbit saham maupun eksternal. Faktor

internal yang mempengaruhi harga saham berasal dari kondisi perusahaan

penerbit saham itu sendiri, seperti posisi laba dan hutang perusahaan atau struktur

manajemen perusahaan tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi

terbentuknya harga saham berbeda-beda pada setiap emiten, maka dari itu resiko

yang timbul dari faktor internal merupakan resiko tidak sistematis. Risiko yang

dapat dieliminasi dengan diversifikasi disebut dengan risiko tidak sistematis

(unsystematic risk) (Sudiyatno, et. al, 2009).

Gambar 1.1

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016

Sumber: yahoo.finance.com (data diolah)

0.001000.002000.003000.004000.005000.006000.00

1/1/

200

7

8/1/

200

7

3/1/

200

8

10/1

/20

08

5/1/

200

9

12/1

/200

9

7/1/

201

0

2/1/

201

1

9/1/

201

1

4/1/

201

2

11/1

/20

12

6/1/

201

3

1/1/

201

4

8/1/

201

4

3/1/

201

5

10/1

/20

15

5/1/

201

6

12/1

/20

16

IHSG

IHSG

3

Dari grafik diatas dapat dilihat perkembangan Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) bahwa pada periode 2008-2009 IHSG mengalami

penurunan. Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG

mengalami tekanan kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan

perdagangan (blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari

sebesar 2.830 pada awal tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008

(www.bi.go.id). Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan

pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi

investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham.

IHSG Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen

perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar

yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak

memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan

IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan

Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil

sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga

saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran

pergerakan IHSG (www.idx.co.id). Berdasarkan data dari www.idx.co.id

bahwa saat ini kapitalisasi pasar IHSG adalah sebesar Rp 6.346 Triliun.

Yang berarti bahwa pasar IHSG berperan penting dalam perekonomian

Indonesia, dengan menguatnya kapitalisasi IHSG ini berarti bahwa

perusahaan-perusahaan (emiten) memiliki peluang yang baik untuk

mendapatkan modal untuk operasional perusahaannya, sedangkan para

4

investor dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan return. Dengan

hubungan tersebut maka dapat menggerakan aktivitas dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Selain dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran

(supply), harga saham juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

eksternal (makro) yang berasal dari luar perusahaan (lingkungan makro).

Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi perubahan harga

saham antara lain seperti pengumuman pemerintah misalnya pengumuman

perubahan suku bunga dan paket kebijakan ekonomi, gejolak politik dalam

negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan harga komoditas tambang

seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi negara lain, dan berbagai

faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi Indeks Saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga

bank sentral, keadaan ekonomi global, tingkat harga energi dunia,

kestabilan politik suatu negara dan lain-lain (Blanchard, 2006). Sudjono

dalam Syarofi (2014) memperoleh bukti empiris dalam penelitiannya

bahwa variabel-variabel makro seperti bunga deposito, SBI, jumlah uang

beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi mempunyai

pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Sedangkan menurut

Samsul dalam Raraga, et. al. (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi

pasar modal, antara lain: kurs valuta asing, kondisi perekonomian

internasional dan siklus ekonomi suatu negara. Faktor lain yang

mempengaruhi pasar modal adalah perilaku investor. Menurut Rusbariand

5

et. al (2012) variabel-variabel indikator ekonomi makro seperti harga

minyak dunia, harga emas dunia, laju inflasi sampai pada tingkat kurs

rupiah terhadap mata uang asing terus senantiasa berfluktuasi di setiap

periodenya sehingga terindikasi berpengaruh terhadap kegiatan investasi

di pasar modal yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi

suatu negara.

Investasi dalam bentuk emas dipercaya sebagai salah satu komoditi

yang menguntungkan disebabkan selain harganya yang cenderung

mengalami peningkatan, emas juga merupakan bentuk investasi yang

sangat liquid, karena dapat diterima di wilayah atau di negara mana pun.

Ketika potensi imbalan (return) berinvestasi dalam saham atau obligasi

tidak lagi menarik dan dianggap tidak mampu mengompensasi risiko yang

ada, maka investor akan mengalihkan dananya ke dalam aset riil seperti

logam mulia atau properti yang dianggap lebih layak dan aman. Bila

dibandingkan dengan investasi lain di pasar keuangan, emas hanya

memegang porsi yang sangat minim (Rusbariand et. al, 2012). Selain itu,

beberapa faktor yang mempengaruhi investor seperti tingkat inflasi,

fluktuasi pasar saham dan komoditas termasuk harga minyak. Investor

akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki tingkat risiko

yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah investasi pada

produk emas yang dianggap dapat mempertahankan nilainya dengan baik

dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung nilai (hedging)

terhadap inflasi (Wang et al 2010). Fakta sejarah menunjukkan bahwa di

6

negara-negara selama periode kemerosotan pasar saham, emas selalu

menunjukkan tren lebih baik (Raraga, et. al, 2012). Secara umum,

perubahan harga emas berkorelasi mendekati nol dengan imbal hasil

saham, sehingga emas menjadi diversifikasi aktiva yang efektif ekuitas

investor. Hal ini konsisten dengan peran tradisional emas sebagai hedging

atas inflasi, karena inflasi yang lebih tinggi biasanya menyebabkan harga

emas juga lebih tinggi. Investor yang tertarik dengan emas tidak perlu

membatasi diri hanya ke bentuk emas batangan. Kemungkinan lain bisa

dari saham perusahaan tambang, futures emas atau logam berharga jenis

lain seperti perak (Sharpe, 2006).

Sementara itu, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS menjadi salah

satu faktor yang turut mempengaruhi pergerakan indeks saham di pasar

modal Indonesia. Kestabilan pergerakan nilai kurs menjadi sangat penting,

terlebih bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan ekspor impor yang

tidak dapat terlepas dari penggunaan mata uang asing yaitu dollar Amerika

Serikat sebagai alat transaksi atau mata uang yang sering digunakan dalam

perdagangan. Fluktuasi nilai kurs yang tidak terkendali dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar

modal (Witjaksono, 2010).

Suku bunga acuan adalah suku bunga yang ditetapkan oleh bank

sentral yang mencerminkan langkah dan arah kebijakan ekonomi

mendatang. Suku bunga acuan di Indonesia disebut dengan BI rate. Suku

bunga ini akan menjadi acuan bagi perbankan dalam menentukan besaran

7

suku bunga tabungan, giro, dan deposito yang akan diberikan kepada

nasabah. Tingkat suku bunga yang meningkat dapat mempengaruhi

keputusan investor untuk menarik investasinya pada saham dan memilih

untuk memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito

(Tandelilin, 2001). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan

bahwa kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk

mengalihkan dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan

dan deposito, karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih

baik. Kondisi seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga

sebaliknya. Jika suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang

lebih rendah dari saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk

ke pasar modal kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat.

Mata uang yang suku bunganya turun selanjutnya akan mengalami

depresiasi (pelemahan nilai tukar). Turunnya harga saham dalam negeri

juga akan menyebabkan investor asing mengurangi permintaan mata uang

domestik. Selain itu, ketika terjadi perubahan permintaan dan pasokan

valuta asing akan menyebabkan arus keluar modal dan depresiasi mata

uang domestik. Sebaliknya, ketika harga saham naik, investor asing

menjadi bersedia untuk berinvestasi pada efek ekuitas suatu negara.

Dengan demikian, mereka akan mendapatkan manfaat dari diversifikasi

internasional. Situasi ini akan menyebabkan masuknya arus modal dan

apresiasi mata uang domestik (Raraga, et. al, 2012).

8

Karim, et al dalam Syarofi (2014) mengemukakan bahwa pasar

modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini

menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan

dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung

maupun tidak langsung (Samsul, 2008).

Berdasarkan data yang bersumber dari World Bank, 3 negara yang

menempati kedudukan dengan Produk Domestik Bruto tertinggi di dunia

adalah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Jepang. Per

tahun 2016, Amerika Serikat tercatat memilik GDP sebesar US$

18,036,648,000, sedangkan Tiongkok tercatat memiliki GDP sebesar US$

11,064,665,000, dan Jepang sebesar US$ 4,383,076,000. Sedangkan

Indonesia berada pada posisi ke 16 dengan GDP sebesar US$

861,934,000. Jumlah total GDP di dunia adalah US$ 74,188,701,000

(http://data.worldbank.org/data-catalog/gdp-ranking-table).

9

Gambar 1.2

Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia

(sumber: World Bank, data diolah)

Perubahan keadaan ekonomi di kedua negara tersebut dapat

mempengaruhi perekonomian Indonesia, baik melalui kegiatan ekspor

impor barang dan jasa, aliran dana dari investor kedua negara tersebut,

atau perubahan tingkat risiko bisnis di kedua negara tersebut. Salah satu

variable ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja

perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut. Hal

ini dimungkinkan karena ketika negara tersebut memiliki prospek

perekonomian yang cerah, otomatis investor akan tertarik untuk

menanamkan dananya di pasar modal negara yang bersangkutan. Hal ini

akan mendorong terjadinya masa-masa bullish yang akan mendorong

pergerakan indeks saham. Demikian pula sebaliknya, ketika dirasakan

suasana perekonomian suram, akan tercermin pula dalam indeks sahamnya

17%

10%

4%

1%68%

GDP DUNIA

Amerika Serikat

Tiongkok

Jepang

Indonesia

lainnya

10

yang akan turun (Witjaksono, 2010). Samsul dalam Firdaus (2015)

mengemukakan bahwa itulah sebabnya investor selalu memperhatikan

indeks saham global setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan

berlangsung. IHSG sedikit banyak akan terpengaruh oleh indeks

global/regional tersebut disamping kondisi makro ekonomi dalam negeri

sendiri.

Seperti yang ditunjukkan pada grafik di atas bahwa Amerika

serikat memiliki total Gross Domestic Product urutan pertama di dunia,

maka pergerakan ekonomi Amerika Serikat akan mempengaruhi

pergerakan ekonomi di negara-negara lainnya, tanpa terkecuali di

Indonesia.

Contohnya ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 2008

yang berdampak sistematis terhadap kondisi keuangan global

menunjukkan peran Amerika Serikat dalam pergerakan ekonomi di dunia.

Meskipun subprime mortgage inilah yang menjadi awal terciptanya krisis,

namun sebenarnya jumlahnya relatif kecil dibandingkan keseluruhan

kerugian yang pada akhirnya dialami oleh perekonomian secara

keseluruhan. Kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari

praktik pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk

sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di

pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan

kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout)

pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal

11

tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (Grafik 1.2). Kecepatan

imbas krisis finansial global ini ke pasar keuangan domestik salah satunya

didukung oleh struktur pasar keuangan domestik yang telah terintegrasi

dengan pasar keuangan global. Selain itu, gejolak di pasar saham tidak

terlepas dari cukup tingginya proporsi asing dalam perdagangan saham

selama ini. (http://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-moneter/outlook

ekonomi/Documents).

Gambar 1.3

Volume Perdagangan IHSG 2007-2008

(sumber: bi.go.id)

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa pergerakan Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh pergerakan ekonomi di

Amerika Serikat. Dalam beberapa penelitian, pergerakan ekonomi tersebut

diukur dengan melihat Indeks saham yang terdapat di Amerika, salah

12

satunya adalah Indeks Dow Jones. Beberapa penelitian terdahulu

membuktikan bahwa Indeks Dow Jones mempengaruhi Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus

(2015), dan Ernayani & Mursalin (2015) menunjukkan bahwa Indeks

Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG.

Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di

Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri

terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow

Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan

operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola,

Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh

perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks

Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian

Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan

kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian

Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik

investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran

modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh

terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010).

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Tingkok menempati

kedudukan kedua dalam urutan PDB terbesar di dunia. Belakangan ini

perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya kerja sama antara

Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari economy.okezone.com yang

13

mengabarkan bahwa kerja sama BCSA (Bilateral Currency Swap

Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini akan berakhir pada Oktober

2016. Perpanjangan kerja sama BCSA tersebut mencakup kenaikan nilai

kerja sama yang telah disepakati oleh Kepala Negara RI dan China dari

100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi 130 miliar yuan atau setara

Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman dari PBC (People’s Bank

of China) ini akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur

di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa aliran dana

dari investor Tiongkok mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia

dalam periode penelitian. Sehingga adanya perubahan keadaan ekonomi di

Tiongkok dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, perubahan yang

dimaksud adalah seperti perubahan tingkat risiko bisnis di ketiga negara

tersebut. Salah satu variabel ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran

kinerja perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut.

Untuk itu penelitian ini mencoba meneliti pengaruh indeks Hang Seng

terhadap IHSG.

Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor

perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham

Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di

Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai

kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of

Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI

merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang

14

diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang seng-

index).

Peneltian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG telah

dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012) dan

Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng berpengaruh

positif dan signifikan terhadap IHSG.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ada kontradiksi atas apa

yang diungkapkan oleh Sunariyah (2006) dan M. Samsul (2007) bahwa

penurunan tingkat suku bunga, harga energi serta meningkatnya indeks

bursa dunia akan ikut meningkatkan indeks harga saham dinegara yang

bersangkutan. Hal ini tentu menarik untuk diteliti mengapa terjadi

fenomena tersebut (Witjaksono, 2010).

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku

bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan

Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat

suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian

terdahulu menunjukkan hasil yang beragam. Ardian Agung Witjaksono

(2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012)

menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap

indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus

(2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar

berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti

15

Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak

berpengaruh terhadap IHSG.

Sama halnya dengan hasil penelitian mengenai harga emas dunia,

penemuannya beragam. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar

Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif

signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et,

al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada

pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham.

Berdasarkan latar belakang dan adanya research gap seperti yang

telah diuraikan diatas mengenai pengaruh tingkat suku bunga SBI, Kurs,

Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), maka dilakukan penelitian yang

berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG

(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya.

Adapun dalam penelitian ini variabel-variabel independen yang digunakan

adalah Tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow

Jones, dan Indeks Hang Seng. Serta variabel dependen adalah Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG). Periode pengamatan dalam penelitian ini

dilakukan selama 10 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2016.

16

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh antara Tingkat Suku Bunga SBI dengan IHSG?

2. Apakah terdapat pengaruh antara Kurs dengan IHSG?

3. Apakah terdapat pengaruh antara Harga Emas Dunia dengan IHSG?

4. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Dow Jones dengan IHSG?

5. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Hang Seng dengan IHSG?

6. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku Bunga

SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang

Seng terhadap IHSG?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka

penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

1. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG.

2. Untuk menganalisis pengaruh Kurs terhadap IHSG.

3. Untuk menganalisis pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG.

4. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG.

5. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG.

17

6. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku

Bunga SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan

Indeks Hang Seng terhadap IHSG.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam

menjalankan praktik pasar modal.

b. Bagi pemerintah,

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk

mengatasi kondisi ekonomi makro di Indonesia.

c. Bagi pihak akademisi,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seputar

pasar modal dan ekonomi makro.

d. Bagi peneliti,

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi serta bahan

tambahan informasi dan membantu perkembangan penelitian

selanjutnya.

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ekonomi Makro

Dalam tahun 1929-1932 terjadi kemunduran ekonomi di seluruh

dunia, yang bermula dari kemerosotan ekonomi di Amerika Serikat.

Periode itu dinamakan The Great Depression. Pada puncak kemerosotan

ekonomi itu, pendapatan nasionalnya (ukuran dari tingkat ekonomi yang

dicapai sesuatu negara) mengalami kemerosotan yang sangat tajam.

Kemunduran ekonomi yang serius itu meluas ke seluruh dunia- ke negara-

negara industri lain maupun ke negara-negara miskin.

Kemunduran ekonomi tersebut menimbulkan kesadaran kepada

ahli-ahli ekonomi bahwa mekanisme pasar tidak dapat secara otomatis

menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang teguh dan tingkat

pengangguran tenaga kerja penuh. Dan teori-teori ekonomi sebelumnya

juga tidak dapat menerangkan mengapa peristiwa kemunduran ekonomi

yang serius tersebut dapat terjadi. Ketidakmampuan tersebut mendorong

seorang ahli ekonomi Inggris yang terkemuka pada masa tersebut, yaitu

John Maynard Keynes, mengemukakan pandangan dan menulis buku

yang pada akhirnya menjadi landasan kepada teori makroekonomi

modern. Keynes berpendapat pengeluaran agregat, yaitu perbelanjaan

19

masyarakat ke atas barang dan jasa, adalah faktor utama yang

menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara.

Seterusnya Keynes berpendapat bahwa dalam sistem pasar bebas

penggunaan tenaga kerja penuh tidak selalu tercipta dan diperlukan usaha

dan kebijakan pemerintah untuk menciptakan tingkat penggunaaan tenaga

kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi yang teguh (Sukirno, 2012: 7).

Analisis mengenai penentuan tingkat kegiatan yang dicapai sesuatu

perekonomian merupakan bagian terpenting dari analisis makroekonomi.

Analisis tersebut menunjukkan bagaimana pengeluaran agregat

(permintaan agregat) dan penawaran agregat akan menentukan tingkat

kegiatan suatu perekonomian dalam suatu periode tertentu dan pendapatan

nasional/produksi nasional yang tercipta. Masalah makaroekonomi utama

yang akan selalu dihadapi suatu negara menurut Sukirno (2012: 9) adalah:

a. Masalah pertumbuhan ekonomi

b. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi

c. Masalah pengangguran

d. Masalah kenaikan harga-harga (inflasi)

e. Masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran

McConnel, et al (2004) menyatakan bahwa ekonomi makro atau

makro ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan (agregat)

yang mencakup unsur-unsur rumah tangga (household), perusahaan dan

pasar, dimana makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang

20

mempengaruhi rumah tangga (household), perusahaan dan pasar. Pasar

yang dimaksud terdiri dari tiga komponen pasar utama, yaitu pasar

komoditas, pasar uang dan pasar modal.

Kondisi makro perekonomian suatu negara merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang ada

di negara tersebut (Samsul, 2008). Faktor-faktor makro ekonomi yang

secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja

perusahaan antara lain:

a. Tingkat bunga umum domestik

b. Tingkat inflasi

c. Peraturan perpajakan

d. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan

tertentu

e. Kurs valuta asing

f. Tingkat bunga pinjaman luar negeri

g. Kondisi perekonomian internasional

h. Siklus ekonomi

i. Faham ekonomi

j. Peredaran uang

Perubahan faktor makro ekonomi di atas tidak akan dengan

seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam

jangka panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan

21

seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena investor lebih

cepat bereaksi (Samsul, 2006).

2. Tingkat Suku Bunga SBI

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga

yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek

yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh

tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat,

2005:92).

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/4/DPM

tanggal 16 Februari 2004 tentang penerbitan Sertifikat Bank

Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang

selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang

rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan

utang berjangka waktu pendek. SBI merupakan instrumen yang

digunakan dalam rangka pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka

sebagai pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia

(Siamat, 2005:262).

Menurut Siamat (2005:263), sertifikat Bank Indonesia

sebagai instrumen pasar uang memiliki karakteristik sebagai

berikut:

a. Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00.

22

b. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 bulan dan

paling lama 12 bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari

dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai

dengan tanggal jatuh tempo.

c. Diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto

(discounted basis).

d. Diterbitkan tanpa warkat (scriptless).

e. dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

f. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut:

Nilai diskonto = Nilai nominal – nilai

tunai

g. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto

murni (true discount)dengan menggunakan formula berikut:

Nilai Tukar = Nilai nominal x 360

360 + (Tingkat diskonto x jangka waktu)

Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia adalah

suku bunga instrument sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan

pada Rapat Dewan Gubernur triwulanan untuk berlaku selama

23

triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan

Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama. BI rate digunakan

sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter

untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1

bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI

rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan

mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga

jangka yang lebih panjang. Perubahan BI rate (SBI tenor 1

bulan) ditetapkan secara konsisten dan bertahap dalam

kelipatan 25 basis poin (bps) (www.bi.go.id).

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga

yaitu dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai

pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan

sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang

digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai

Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap

kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang

berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme

pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI

menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga SBI), yaitu BI

mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk

pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian

24

yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti

pelelangan.(https://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank_Indo

nesia).

3. Nilai Kurs

Valuta asing atau foreign exchange (forex) atau foreign currency

diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang

digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan

internasional dan yang mempuyai catatan kurs resmi pada bank sentral.

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan

hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut

sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan

kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibandingkan

dengan mata uang lainnya. Mata uang hard currency ini umumnya berasal

dari negara-negara industri maju seperti Dollar-Amerika Serikat (USD),

Yen-Jepang (JPY) , Euro (EUR), Poundsterling-Inggris (GBP), Dollar-

Australia (AUD), Franc-Swiss (SFR), dan lain-lain (Hady, 2012: 65).

Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat

pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu

ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya

Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs

25

valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang

asing.

Nilai tukar menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus

diperuntukkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain dari

rasio perukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau disebut

juga kurs valuta asing (Murni, 2013:230).

Salah satu ciri era globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya

arus uang dan modal dalam bentuk valas atau foreign currency antara

berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin besar dan cepat,

seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan pemiliknya dan

tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan cepat untuk

memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu

tempat yang surplus ke tempat yang defisit dapat terjadi karena adanya

beberapa faktor atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaaruh

menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-masing

tempat (Hady, 2012:109).

a. Jenis Nilai Tukar

Murni (2013:234) mengemukakan bahwa terdapat dua macam

sistem dalam penetapan kurs valuta asing berdasarkan sistem moneter

internasional sebagai berikut:

26

1) Fix exchange rate system, merupakan sistem kurs tetap atau disebut

juga kurs berdasarkan Bretton Woods System.

2) Floating exchange rate system, merupakan sistem kurs mengambang

yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan

penawaran pada bursa valuta asing.

b. Faktor-faktor yang mempengaruihi Nilai tukar

Beberapa faktor atau kondisi yang berbeda dan mempengaruhi kurs

valas di masing-masing tempat tersebut antara lain sebagai berikut (Hady,

2012:109):

1) Supply dan demand foreign currency,

2) Posisi Balance of Payment (BOP),

3) Tingkat inflasi,

4) Tingkat bunga,

5) Tingkat income,

6) Pengawasan pemerintah,

7) Ekspektasi, spekulasi, dan rumor.

4. Harga Emas Dunia

Proses penentuan harga emas dunia mengacu pada permintaan

dan penawaran, seperti halnya komoditas dan aset lainnya. Khusus

untuk emas, ada beberapa perbedaan. Harga emas internasional yang

27

paling sering digunakan di pasar emas yaitu harga emas tetap (gold fix)

dan harga emas spot (spot price).

a. Harga Gold Fix

Harga emas tetap, atau disebut juga dengan London Fix,

ditetapkan setiap hari pada pukul 10.30 GMT (ini untuk London

Gold AM Fix) dan pada pukul 15.00 GMT (untuk London Gold PM

Fix). Gold fix didasarkan pada patokan harga emas di pasar emas

London, tempat sebagian besar transaksi perdagangan emas dunia

terjadi.

Harga Gold Fix ditentukan oleh sebuah lembaga bernama

London Buillion Market Association (LBMA) yang merupakan

asosiasi perdagangan yang meliputi lebih dari 100 bank terbesar di

dunia, lembaga keuangan, dan stakeholder logam mulia. Lembaga

ini bertugas mendefinisikan standar emas dan perak, menentukan

bagaimana praktik perdagangan yang baik, dan menentukan

standar dokumentasi, yang semuanya berperan penting dalam

penentuan harga emas.

LBMA terdiri dari lima perusahaan yang berfungsi sebagai

penentu pasar. Mereka juga memiliki dua sambungan konferensi

setiap hari untuk menyepakati harga. Lima perusahaan ini tidak

hanya mewakili dirinya sendiri, namun juga anggota yang lain.

Lima perusahaan ini memberikan respon terhadap harga awal yang

disarankan. Respon ini didasarkan pada order yang mereka miliki.

28

Mereka berkonsultasi dengan klien sebelum menerima harga emas

yang diusulkan dan tentunya juga didasarkan pada kepentingan

mereka sendiri.

Setelah negosiasi, harga gold fix ditetapkan dalam satuan

US Dollar, Euro, dan Poundsterling Inggris. Harga ini yang

disepakati hampir di seluruh dunia. Pasar New York, Dubai,

Hongkong, dan yang lain memiliki perhitungan sendiri, namun

jarang digunakan di luar pasar lokal.

b. Harga Spot

Harga spot adalah harga emas yang paling banyak

digunakan. Harga spot merupakan harga emas real time yang

diperbarui setiap saat. Harga spot inilah yang dipublikasikan di

situs-situs web penjual emas dan menjadi dasar untuk menentukan

harga di toko emas lokal. Gold fix berperan sebagai dasar untuk

menentukan harga spot, namun harga spot sifatnya fluktuatif

sepanjang hari, tergantung perkembangan dan reaksi pasar

terhadap harga gold fix yang diumumkan pada 10.30 GMT dan

15.00 GMT (http://odnv.co.id/beginilah-harga-emas-internasional-

dibentuk-dan-ditentukan).

5. Indeks Dow Jones

Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks

pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan

pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini

29

sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar

saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang

masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan

terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk

mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya,

sekarang ini menggunakan weighted average bukan rata-rata aktual dari

harga saham komponennya (http://id.wikipedia.org/wiki/Dow_Jones_Ind-

ustrial_Average).

Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah sebuah indeks yang

terdiri dari 30 perusahaan terbuka terbesar di Amerika Serikat. Perusahaan

ini meliputi: AT&T, Boeing, Chevron, Coca-Cola, General Electric, Intel,

IBM, JPMorgan Chase, McDonald's, Microsoft, Nike, Verizon, Visa, Wal-

Mart, dan Disney. Komposisi indeks berubah secara periodik untuk

memasukkan perusahaan terkuat dan membuang perusahaan yang

kehilangan posisi dan pengaruh terkemuka. Dow didirikan oleh editor

Wall Street Journal Charles Dow tahun 1896, dan sejak saat itu telah

menjadi ukuran status keseluruhan pasar yang paling banyak dikutip. Dow

Jones mempertahankan berbagai indeks yang berbeda di berbagai bursa,

tetapi Industrial Average tetap menjadi yang paling

populer (https://www.ufx.com/id-ID/aset/indeks/dow-jones).

6. Indeks Hang Seng

30

Indeks Hang Seng Index (disingkat: HSI, Tionghoa: 恒生指數)

adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa

Saham Hong Kong. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor

perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar

saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar di

Hong Kong. Ke-34 perusahaan tersebut mewakili 65% kapitalisasi pasar di

bursa ini. HSI dimulai pada 24 November 1969 dirangkum dan dirawat

oleh HSI Services Limited, yang merupakan anak perusahaan penuh

dari Hang Seng Bank, bank terbesar ke-2 di Hong Kong berdasarkan

kapitalisasi pasar. Perusahaan ini bertanggung jawab untuk membuat,

menerbitkan, dan mengatur Indeks Hang Seng dan beberapa indeks saham

lainnya, seperti Hang Seng Composite Index, Hang Seng HK MidCap

Index, dan lain-lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Hang_Seng).

7. Pasar Modal Indonesia

Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara

memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa

diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya

memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi

(Tandelilin, 2010:26).

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia

merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial

31

Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu

didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah

kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912,

perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang

diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal

mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor

seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah

kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi

yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana

mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar

modal pada tahun 1977 dan beberapa tahun kemudian pasar modal

mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi

yang dikeluarkan pemerintah (http://www.idx.co.id/id_id/beranda_tentang

bei/sejarah.aspx).

Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock

Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek

Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas

operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung

Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya

sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai

beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem perdagangan

bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995,

menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret

32

2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama

JATS-NextG yang disediakan OMX.

Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang

perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan

harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator

pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI

mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks

sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua

saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks

(https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia).

33

Gambar 2.1

Mekanisme Perdagangan di Bursa

Sumber: www.idx.co.id

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal, pengertian pasar modal adalah kegiatan yang

bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,

Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Perusahaan publik

adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh

300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-

kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah

pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah (UU No. 8 Tahun 1995). Efek adalah surat berharga, yaitu

surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda

bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka

34

atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek (UU No. 8 Tahun 1995).

Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh

Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang

diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya (UU No. 8

Tahun 1995).

Menurut Sunariyah (2011:4) pengertian pasar modal adalah suatu

sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-

bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta

keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar

modal adalah suatu pasar (temat berupa gedung) yang disiapkan guna

memperdagankan saham-saham, obligasi, dan jenis surat berharga lainnya

dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.

Peranan pasar modal dalam suatu perekonomian negara adalah

sebagai berikut (Robert Ang,1997) :

a. Fungsi Investasi

Uang yang disimpan di bank tentu akan mengalami

penyusutan. Nilai mata uang cenderung akan turun di masa yang

akan datang karena adanya inflasi, perubahan kurs, pelemahan

ekonomi, dll. Apabila uang tersebut diinvestasikan di pasar modal,

investor selain dapat melindungi nilai investasinya, karena uang

yang diinvestasikan di pasar modal cenderung tidak mengalami

penyusutan karena aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh emiten.

35

b. Fungsi Kekayaan

Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan

dalam jangka panjang dan jangka pendek samapi dengan kekayaan

tersebut dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena

kekayaan itu tidak mengalami depresiasi seperti aktiva lain.

Semakin tua nilai aktiva seperti, mobil, gedung, kapal laut, dll,

maka nilai penyusutannya akan semakin besar pula. Akan tetapi

obligasi saham deposito dan instrument surat berharga lainnya

tidak akan mengalami depresiasi. Surat berharga mewakili

kekuatan beli pada masa yang akan datang.

c. Fungsi Likuiditas

Kekayaan yang dissimpan dalam surat-surat berharga, bisa

dilikuidasi melalui pasar modal dengan resiko yang sangat minimal

dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga

dapat dilakukan dengan cepat dan murah. Walaupun nilai

likuiditasnya lebih rendah daripada uang, tetapi uang memiliki

kemampuan menyimpan kekayaan yang lebih rendah daripada

surat berharga. Ini terjadi karena nilai uang mudah terganggu oleh

inflasi dari waktu ke waktu.

d. Fungsi Pinjaman

Pasar modal bagi suatu perekonomian negara merupakan

sumber pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun

dari masyarakat. Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar

36

modal untuk mendapatkan dana yang lebih mudah dan murah. Ini

terjadi karena pinjaman dari bank-bank komersil pada umumnya

mempunyai tingkat bunga yang tinggi. Sedangkan perusahaan-

perusahaan yang menjual obligasi pada pasar uang dapat

memperoleh dana dengan biaya bunga yang lebih rendah daripada

bunga bank.

8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Sunariyah (2003: 147) mengemukakan bahwa Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai

pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu dan

mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja

suatu saham gabungan di bursa efek.

Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa

Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX

Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan

oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)).

Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator

pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga

seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar

untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal

tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat

pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah

37

dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April

2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah

5.726,53 pada tanggal 26 April 2017.

Indeks harga saham gabungan seluruh saham menggambarkan

pergerakan harga saham gabungan seluruh saham. Indeks harga saham

gabungan seluruh saham adalah nilai yang mencerminkan kinerja

gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maka harga

yang terbentuk pada Indeks Harga saham gabungan pada Bursa Efek

Indonesia mencerminkan seluruh kinerja saham yang tercata pada Bursa

Efek Indonesia.

9. Teori Portofolio

Husnan (2001: 47) menyatakan bahwa dalam dunia yang

sebenarnya hampir semua investasi mengandung unsure ketidakpastian

atau resiko. Pemodal tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperolehnya

dari investasi yang dilakukannya. Karena pemodal mengahadapi

kesempatan investasi yang beresiko, pilihan investasi tidak dapat hanya

mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan. Apabila

pemodal mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang

tinggi, maka ia harus bersedia menanggung resiko yang tinggi pulasalah

satu karakteristik investasi pada sekuritas adalah kemudahan untuk

membentuk portofolio investasi. Artinya, pemodal dapat dengan mudah

38

menyebar (melakukan diversifikasi) investasinya pada berbagai

kesempatan investasi.

Teori Portofolio lahir dari seseorang yang bernama Harry

Markowitz (1952) yang mengemukakan teori portofolio yang dikenal

dengan model Markowitz, yaitu memperoleh imbal hasil (return) pada

tingkat yang dikehendaki dengan risiko yang paling minimum. Untuk

meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi,

yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset

saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Hal ini

berarti investasi harus dipilah-pilah (assets allocation) ada yang dalam

saham, obligasi, SBI, deposito berjangka dan Reksa Dana. Selanjutnya

harus dijelaskan secara lebih rinci, seperti dalam saham berapa persentase

untuk sektor properti, perbankan, farmasi, makanan, industri, dasar,

manufaktur, otomotif dan seterusnya. Kemudian dirinci lagi jenis saham

yang akan dipilih (stock selection). Misalnya, untuk sektor farmasi, saham

dari emiten mana yang akan dibeli (Samsul, 2006).

10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT)

Menurut Bodie (2014: 334) ketidakpastian imbal hasil asset

memiliki dua sumber yaitu faktor umum maupun makroekonomi, dan

kejadian khusus perusahaan. Imbal hasil saham apapun akan tanggap

terhadap sumber resiko makro dan pengaruh khusus perusahaannya

sendiri. Terdapat beberapa faktor sistematis yang digerakkan oleh siklus

39

bisnis yang mungkin mempengaruhi imbal hasil saham yaitu fluktuasi

suku bunga, tingkat inflasi, harga minyak dan sebagainya. Faktor-faktor

tersebut merupakan komponen dari makroekonomi.

Model faktor merupakan alat yang memungkinkan kita untuk

menggambarkan dan menghitung faktor berbeda yang mempengaruhi

tingkat imbal hasil sekuritas selama periode waktu kapanpun. Secara

formal, model faktor tunggal (single-factor model) digambarkan oleh

persamaan berikut (Bodie, et al, 2014: 334):

𝑟𝑖 = 𝐸(𝑟𝑖) + 𝛽𝑖𝐹 + 𝑒𝑖……………(2.1)

Pada model dua faktor. Kita asumsikan dua sumber risiko ekonomi

yang penting adalah ketidakpastian yang melingkupi kondisi siklus bisnis

akibat pertumbuhan GDP yang tidak diantisipasi sebelumnya dan

perubahan tingkat bunga. Kita akan menyebut setiap penurunan tingkat

bunga yang tidak diharapkan, yang seharusnya merupakan berita baik bagi

saham, IR. Imbal hasil suatu saham akan merespons terhadap pengaruh

faktor risiko sistematis maupun faktor spesifik perusahaan. Karena itu, kita

dapat menulis model dua faktor yang menjelaskan tingkat imbal hasil

saham i pada periode yang sama sebagai berikut (Bodie, et al, 2014: 335):

𝑟𝑖 = 𝐸𝑟𝑖 + 𝛽𝑖𝐺𝐷𝑃 + 𝛽𝑖𝐼𝑅 + 𝐼𝑅 + 𝑒𝑖…………(2.2)

Dua faktor pada sisi kanan persamaan atas faktor sistematis di

dalam perekonomian. Sebagaimana model faktor tunggal, kedua faktor

makro ini mempunyai nilai ekspektasi nol: menunjukkan perubahan pada

variabel ini yang sebelumnya tidak diantisipasi. Koefisien dari setiap

40

sektor pada persamaan (2.2) mengukur sensitivitas imbal hasil saham atas

faktor tersebut. Untuk alasan ini, koefisien sering kali disebut sebagai

sensitivitas faktor (factor sensitivity), pembebanan faktor (factor loading),

atau beta faktor (factor beta). Seperti sebelumnya, ei mencerminkan

pengaruh faktor spesifik perusahaan (Bodie, et al, 2014: 335).

Sejauh ini kita telah mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu

faktor sistematis yang memengaruhi imbal hasil saham. Asumsi yang

disederhanakan ini kenyataannya terlalu sederhana. Kita juga telah

mencatat bahwa mudah sekali untuk memikirkan beberapa faktor yang

dipicu oleh siklus bisnis yang mungkin dapat memengaruhi imbal hasil

saham, fluktuasi tingkat bunga, tingkat inflasi, harga minyak, dan

sebagainya. Eksposur terhadap salah satu faktor ini akan memengaruhi

risiko saham dan tentu saja imbal hasilnya. Kita dapat menurunkan versi

multifaktor dari APT untuk mengakomodasi banyak sumber risiko (Bodie,

et al, 2014: 346). Anggaplah bahwa kita menyimpulkan bahwa model dua

faktor seperti yang dinyatakan dalam Persamaan (2.2) adalah sebagai

berikut:

𝑟𝑖 = 𝐸(𝑟𝑖) + 𝛽𝑖1𝐹1 + 𝛽𝑖2𝐹2 + 𝑒𝑖……….(2.3)

Pada persamaan (2.2), faktor 1 adalah penyimpangan pertumbuhan

GDP dari yang diharapkan, sedangkan faktor 2 adalah penurunan tingkat

bunga yang tidak diantisipasi. Setiap faktor memiliki imbal hasil yang

diharapkan sebesar nol karena setiap variabel mengukur kejutan (surprise)

dalam variabel sistematis, bukan tingkat variabel tersebut. Demikian juga,

41

komponen spesifik perusahaan dari imbal hasil yang tidak diharapkan, ei,

juga memiliki imbal hasil yang diharapkan sebesar nol. Memperluas

model seperti model faktor dua menjadi faktor dalam jumlah yang lebih

banyak bukan hal yang rumit (Bodie, et al, 2014: 346).

Membentuk APT multifaktor adalah mirip dengan kasus satu

faktor tersebut. Tetapi, pertama sekali kita harus memperkenalkan konsep

portofolio faktor (factor portofolio), yang merupakan portofolio

terdiversifikasi dengan baik yang dibentuk untuk mempunyai beta sebesar

1 pada satu faktor dan beta sebesar 0 untuk faktor yang lain. Kita dapat

melihat portofolio faktor sebagai portofolio tracking. Artinya, imbal hasil

portofolio tersebut melacak evolusi sumber risiko ekonomi makro tertentu,

tetapi tidak berkorelasi dengan sumber risiko yang lain. Adalah mungkin

untuk membentuk portofolio faktor seperti itu karena kita mempunyai

sejumlah besar sekuritas untuk dipilih dan hanya sedikit faktor untuk

ditentukan. Portofolio faktor akan menjadi tolok ukur untuk garis pasar

sekuritas multifaktor (Bodie, et al, 2014: 346).

Capital Asset pricing model bukanlah satu-satunya teori yang

mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh

pasar, atau bagaimana menentukan tingkat keuntungan yang layak untuk

suatu investasi. Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut

sebbagai Arbitrage Pricing Theory (APT). APT pada dasarnya

menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan

investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa

42

dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah

hokum satu harga (the law of one price). Apabila aktiva yang

berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda, maka

akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli

aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan

harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa resiko.

Perbedaan antara kedua model tersebut terletak pada perlakuan

APT terhadap hubungan antar tingkat keuntungan sekuritas. APT

mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh

berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat

keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut

dipengaruhi oleh faktor (atau faktor-faktor) yang sama.

Tingkat keuntungan dari setiap sekuritas yang diperdagangkan di

pasar keuangan terdiri dari dua komponen. Pertama, tingkat keuntungan

yang normal atau yang diharapkan. Tingkat keuntungan ini merupakan

bagian dari tingkat keuntungan actual yang diperkirakan (atau diharapkan)

oleh para pemegang saham. Tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh

informasi yang dimiliki oleh para pemodal. Kedua, adalah tingkat

keuntungan yang tidak pasti atau beresiko. Bagian tingkat keuntungan ini

berasal dari informasi yang bersifat tidak terduga. Secara formal, tingkat

keuntungan suatu sekuritas dapat dituliskan menjadi (Husnan, 2001: 197):

𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈

43

Dimana:

R = Tingkat Keuntungan Actual

E(R) = Tingkat Keuntungan yang Diharapkan

U = bagian kentungan yang tidak terduga

a. Risiko Sistematis

Menurut Husnan (2001: 200) systematic risk, merupakan

risiko yang mempengaruhi semua perusahaan. Bagian keuntungan

yang tidak terantisipasi, yaitu yang berasal dari surprise

merupakan resiko yang dihadapi oleh para pemodal. Meskippun

demikian, seumber resiko tersebut dapat berasal dari faktor yang

mempengaruhi semua (atau banyak) perusahaan, tetapi ada pula

yang spesifik perusahaan tertentu. Sebagai missal, pengumuman

tentang angka pertumbuhan GNP, tingkat bunga, merupakan

informasi yang mempengaruhi semua perusahaan. Tingkat

keuntungan yang diperoleh oleh pemodal dapat dituliskan sebagai

berikut:

𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈

= 𝐸(𝑅) + 𝑚 + 𝜖

Dimana:

R= Tingkat Keuntungan Actual

E(R) = Tingkat Keuntungan Diharapkan

m = Resiko Pasar

= Resiko Tidak Sistematis dari Perusahaan

44

B. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga

yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek

yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh

tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat,

2005:92). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan bahwa

kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk mengalihkan

dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan dan deposito,

karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih baik. Kondisi

seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga sebaliknya. Jika

suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang lebih rendah dari

saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk ke pasar modal

kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat.

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku

bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan

Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat

suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Suku

bunga SBI adalah tingkat suku bunga SBI tahunan yang dikeluarkan tiap

bulan. Tingkat bunga ini diharapkan dapat mewakili tingkat bunga secara

umum, karena kenyataannya tingkat bunga yang berlaku di pasar,

fluktuasinya mengikuti SBI (Husnan, 1998). Apabila tingkat suku bunga

di bank tinggi maka investor cenderung lebih tertarik melakukan investasi

45

pada instrumen bank seperti tabungan dan deposito, karena tingkat

pengembalian lebih baik dan resiko yang lebih kecil daripada investasi

pada instrumen pasar modal. Maka dapat disimppulkan bahwa tingkat

suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG.

2. Pengaruh Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah

Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat

pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu

ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya

Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs

valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang

asing.

Bagi investor depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa

prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat

terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat

(Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah risiko bagi investor apabila

hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Ang, 1997). Namun,

pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah mengalami

peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai berinvestasi atau

menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian ketika nilai

tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah periode puncak

kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit taking.

46

Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian

terdahulu menunjukkan hasil yang beragam, Ardian Agung Witjaksono

(2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012)

menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap

indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus

(2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar

berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti

Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak

berpengaruh terhadap IHSG.

3. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG

Investor akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki

tingkat risiko yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah

investasi pada produk emas yang dianggap dapat mempertahankan

nilainya dengan baik dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung

nilai (hedging) terhadap inflasi (Wang et al 2010). Menurut Sunariyah

(2006) salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah

emas. Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi.

Harga Emas Dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap

IHSG. Hampir sama dengan harga minyak dunia, harga emas dapat

menjadi signal investor untuk berinvestasi pada modal. Walaupun

berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat digunakan sebagai

diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas risiko Ginanjar

47

Firdaus (2015). Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka

investor yang memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi

pada saham, karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi

dengan baik, maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal

baik bagi para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal,

sehingga harga emas dunia berpengaruh positif terhadap IHSG.

Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar Firdaus

(2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif

signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et,

al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada

pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham.

4. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG

Karim, et al (2009) mengemukakan bahwa pasar modal Indonesia

sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan

konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi

oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak

langsung (Samsul, 2008). Seperti ketika terjadi krisis dunia global pada

tahun 2008, kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari praktik

pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk

sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di

pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan

kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout)

48

pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal

tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (bi.go.id).

Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di

Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri

terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow

Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Indeks Dow

Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika

Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi

perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia

melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi

langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal

yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap

perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Untuk itu dapat dikatakan bahwa

Indeks Dow Jones akan berpengaruh positif terhadap IHSG.

Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow

Jones mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil

Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin

(2015) menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan

signifikan terhadap IHSG.

5. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG

Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor

perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham

49

Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di

Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai

kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of

Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI

merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang

diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang-

seng-index). Pada periode Januari–Desember 2012, Cina merupakan

negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar US$20.863,8 juta

(13,63 persen) (www.bps.go.id). Pergerakan IHSG sudah terintegrasi

dengan pasar modal di dunia. Selain itu, Indonesia telah meningkatkan

kerjasama terhadap Tiongkok, maka pergerakan indeks Hang Seng yang

menjadi indikator perekonomian Tiongkok dapat mempengaruhi kinerja

Indeks Harga Saham Gabungan. Maka Indekks Hang Seng berpengaruh

positif terhadap IHSG.

Penelitian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG

telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012)

dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng

berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG.

C. Penelitian Terdahulu

Beberapa analisis telah dilakukan terkait penelitian pengaruh faktor

makroekonomi terhadap IHSG. Variabel makroekonomi yang

mempengaruhi IHSG antara lain Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,

50

Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia. Serta bursa saham negara lain

yang juga mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam

beberapa penelitian terdahulu diantaranya adalah Indeks Dow Jones, Indeks

Nikkei 225, dan Indeks Hang Seng. Hasil beberapa penelitian terdahulu

yang dijadikan referensi dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

Witjaksono (2010) melakukan penelitian tentang Analisis

Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas

Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap

IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Dalam

penelitian tersebut variabel dependen yang digunakan adalah IHSG,

sedangkan variabel independennya adalah Tingkat Suku Bunga SBI,

Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei

225, dan Indeks Dow Jones.metode analisis yang digunakan adalah regresi

linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Variabel Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif

terhadap IHSG. Sementara variabel Harga Minyak Dunia, Harga Emas

Dunia, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif

terhadap IHSG.

Rusbariand et al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis

Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan

Kurs Rupiah Terhadap Pergerakan Jakarta Islamic Index Di Bursa Efek

Indonesia. Variabel independen pada penelitian tersebut adalah Tingkat

Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Dan Kurs Rupiah,

51

sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Jakarta Islamic Index

(JII). Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier

berganda. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Tingkat inflasi dan Kurs

rupiah berpengaruh negatif dan signifikan, Harga minyak dunia

berpengaruh positif dan signifikan, dan Harga Emas dunia tidak

berpengaruh signifikan terhadap JII.

Raraga et, al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis

Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan Timbal-

Balik Kurs Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek

Indonesia (BEI) 2000 -2013. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Hubungan Timbal-balik IHSG dan Kurs, sedangkan variabel penejelasnya

adalah Harga Minyak Dunia dan Harga Emas Dunia. Metode penelitian

yang digunakan adalah uji kointegrasi Johansen, Uji Kausalitas Granger,

analisis Impulse Response, dan analisis Variance Decomposition. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa Harga minyak dunia (OP) berpengaruh

tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sedangkan Harga minyak dunia (OP) berpengaruh signifikan terhadap

kurs. Harga emas dunia (GP) bepengaruh tidak signifikan terhadap IHSG.

Harga emas dunia (GP) berpengaruh tidak signifikan terhadap kurs. Kurs

berpengaruh signifikan terhadap IHSG. IHSG berpengaruh signifikan

terhadap kurs.

Ginanjar Firdaus (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dollar/ Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga

52

Minyak Dunia, Indeks Djia, Indeks Nikkei, Pembelian Bersih Asing

Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

Periode Tahun 2003 – 2013 menggunakan IHSG sebagai variabel

dependennya, serta Kurs USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak

Dunia, Indeks Dow Jones, Pembelian Bersih Asing sebagai variabel

bebasnya. Hasil dari metode ARCH-GARCH menunjukkan bahwa Kurs

USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak Dunia, Indeks Dow

Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Sedangkan

Pembelian Bersih Asing berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) melakukan penelitian

yang berjudul Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan Tingkat Suku

Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 - Januari 2015).

Variabel dependen yang digunakan adalah IHSG, sedangkan variabel

bebasnya adalah Kurs Dolarr, Indeks Dow Jones, dan Tingkat Suku Bunga

SBI. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda,

dengan metode tersebut hasil penelitian menunjukkan Kurs Dollar tidak

berpengaruh terhadap IHSG, Indeks Dow Jones berpengaruh positif

terhadap IHSG, Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh negatif terhadap

IHSG.

Panji Kusuma Prasetyanto (2016) melakukan penelitian tentang

Pengaruh Produk Domestik Bruto Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. IHSG

menjadi variabel terikat dalam penelitian ini, sedangkan Produk Domestik

53

Bruto Dan Inflasi menjadi variabel penjelas. Metode analisis yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang didapatkan

adalah bahwa Produk Domestik Bruto memiliki pengaruh positif

signifikan terhadap IHSG. Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap

IHSG.

Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) melakukan penelitian yang

berjudul A Study of the effect of Macroeconomic Variables on Stock

Market: Indian Perspective. Dalam penelitian tersebut variabel dependen

yang digunakan adalah Sensex yaitu Indeks saham gabungan pada

Bombay Stock Exchange, sedangkan variabel independennya adalah Index

of Industrial Production (IIP), Consumer Price Index (CPI), Call Money

Rate (CMR), Dollar Price (DP), Foreign Institutional Investment (FII),

Crude Oil Price (CO), Gold Price (GO). Metode uji hipotesis yang

digunakan adalah Regresi linier berganda dan Granger Causality test.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Foreign Institutional

Investments (FII) dan Call Money Rate (CMR) berpengaruh positif

signifikan terhadap Sensex, sedangkan Nilai tukar (Dollar Price)

berpengaruh negatif signifikan terhadap Sensex. Hasil Granger Causality

Test hanya Call Money rate yang berpengaruh jangka pendek terhadap

hampir semua sektor pada Sensex.

Joseph Tagne Talla (2013) dalam penelitiannya yaitu Impact of

Macroeconomic Variables on the Stock Market Prices of the Stockholm

Stock Exchange (OMXS30) melakukan penelitian untuk mengetahui

54

pengaruh Inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, money supply terhadap

Indeks Harga Stockholm Stock Exchange (OMXS30). Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square,

Granger Causality test. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Inflasi

dan nilai tukar memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks

Harga Stockholm Stock Exchange, serta tingkat suku bunga dan money

supply tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga

Stockholm Stock Exchange.

Robert D. Gay, Jr. (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Effect

Of Macroeconomic Variables On Stock Market Returns For Four

Emerging Economies: Brazil, Russia, India, And China. Dalam penelitian

ini peneliti menggunakan Nilai tukar dan Harga Minyak Dunia sebagai

variabel bebas untuk menguji pengaruh terhadap variabel dependen yaitu

Return Index Saham (pada Brasil, Rusia, India, Cina). Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah ARIMA. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa Nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap

return index saham pada Brazil, India, dan Cina, namun tidak ditemukan

pengaruh pada return index saham di Rusia. Harga minyak dunia

berpengaruh positif signifikan pada Return Index saham India, namun

tidak berpengaruh pada Return Index saham di Brasil, Rusia, dan Cina.

Lee Kuan Chao et. al (2016) dalam penelitiannya yang berjudul

Impacts of Macroeconomic Factors on The Performance of Stock Market

in Malaysia. Variabel dependen yang diteliti adalah Return Kuala Lumpur

55

Composite Index (KLCI) dan variabel bebas yang diteliti adalah Nilai

tukar (EXCHG), Industrial Production Index (IPI), Consumer Price Index

(CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku bunga (IR). Metode uji hipotesis

yang digunakan adalah Johansen Co-integration Test, Vector Error

Correction Model, Granger Causality Test. Dari uji hipotesis yang

dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara

return KLCI dengan nilai tukar (EXCHG), Industrial Production Index

(IPI), Consumer Price Index (CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku

bunga (IR). Tingkat suku bunga dan money supply memiliki pengaruh

positif signifikan terhadap KLCI, sedangkan inflasi berpengaruh negatif

signifikan terhadap KLCI

56

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No

.

Peneliti Judul

Variabel

Dependen &

Independen

Metode

Analisis

Hasil

1. Ardian

Agung

Witjaksono

(2010)

Analisis

Pengaruh Tingkat

Suku Bunga SBI,

Harga

Minyak Dunia,

Harga Emas

Dunia, Kurs

Rupiah,

Indeks Nikkei

225, dan Indeks

Dow Jones

terhadap

IHSG (studi

kasus pada IHSG

di BEI selama

periode 2000-

2009)

Dependen:

IHSG

Independen:

Tingkat Suku

Bunga SBI,

Harga Minyak

Dunia, Harga

Emas Dunia,

Kurs Rupiah,

Indeks Nikkei

225, dan Indeks

Dow Jones

Regresi

Linier

Berganda

Variabel

Tingkat Suku

Bunga

SBI, dan Kurs

Rupiah

berpengaruh

negatif

terhadap

IHSG.

Sementara

variabel

Harga

Minyak

Dunia, Harga

Emas Dunia,

Indeks Nikkei

225 dan

Indeks Dow

57

Jones

berpengaruh

positif

terhadap

IHSG.

2. Rusbariand

et al

(2012)

Analisis

Pengaruh Tingkat

Inflasi, Harga

Minyak Dunia,

Harga Emas

Dunia, Dan Kurs

Rupiah Terhadap

Pergerakan

Jakarta Islamic

Index

Di Bursa Efek

Indonesia

Dependen:

Jakarta Islamic

Index (JII)

Independen:

Tingkat Inflasi,

Harga Minyak

Dunia, Harga

Emas Dunia,

Dan Kurs

Rupiah

Regresi

Linier

Berganda

Tingkat

inflasi dan

Kurs rupiah

berpengaruh

negatif dan

signifikan,

Harga minyak

dunia

berpengaruh

positif dan

signifikan,

dan

Harga Emas

dunia tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap JII.

58

3. Raraga et,

al (2012)

Analisis

Pengaruh Harga

Minyak Dan

Harga Emas

Terhadap

Hubungan

Timbal-Balik

Kurs Dan Indeks

Harga

Saham Gabungan

(IHSG) Di Bursa

Efek

Indonesia (BEI)

2000 -2013

Dependen:

Hubungan

Timbal-balik

IHSG dan Kurs

Independen:

Harga Minyak

Dunia dan

Harga Emas

Dunia

uji

kointegras

i

Johansen,

Uji

Kausalitas

Granger,

analisis

Impulse

Response,

dan

analisis

Variance

Decompos

ition

Harga minyak

dunia (OP)

berpengaruh

tidak

signifikan

terhadap

Indeks Harga

Saham

Gabungan

(IHSG).

Harga minyak

dunia (OP)

berpengaruh

signifikan

terhadap kurs.

harga emas

dunia (GP)

bepengaruh

tidak

signifikan

terhadap

IHSG.

Harga emas

59

dunia (GP)

berpengaruh

tidak

signifikan

terhadap kurs.

Kurs

berpengaruh

signifikan

terhadap

IHSG.

IHSG

berpengaruh

signifikan

terhadap kurs

4. Ginanjar

Firdaus

(2015)

Analisis

Pengaruh Nilai

Tukar Dollar/

Rupiah, Harga

Emas Dunia,

Harga Minyak

Dunia, Indeks

Djia, Indeks

Nikkei,

Dependen:

IHSG

Independen:

Kurs

USD/Rupiah,

Harga Emas

Dunia, Harga

Minyak Dunia,

ARCH-

GARCH

Kurs

USD/Rupiah,

Harga Emas

Dunia, Harga

Minyak

Dunia, Indeks

Dow Jones

berpengaruh

positif dan

60

Pembelian Bersih

Asing Terhadap

Indeks Harga

Saham Gabungan

Di Bursa Efek

Indonesia

Periode Tahun

2003 - 2013

Indeks Dow

Jones,

Pembelian

Bersih Asing.

signifikan

terhadap

IHSG.

Pembelian

Bersih Asing

berpengaruh

negatif

signifikan

terhadap

IHSG.

5. Rihfenti

Ernayani

dan Adi

Mursalin

(2015)

Pengaruh Kurs

Dolar, Indeks

Dow Jones Dan

Tingkat Suku

Bunga SBI

Terhadap IHSG

(Periode Januari

2005 - Januari

2015)

Dependen:

IHSG

Independen:

Kurs Dolarr,

Indeks Dow

Jones, dan

Tingkat Suku

Bunga SBI

Regresi

Linier

Berganda

Kurs Dollar

tidak

berpengaruh

terhadap

IHSG,

Indeks Dow

Jones

berpengaruh

positif

terhadap

IHSG,

Tingkat Suku

Bunga SBI

61

berpengaruh

negatif

terhadap

IHSG.

6. Panji

Kusuma

Prasetyanto

(2016)

Pengaruh Produk

Domestik Bruto

Dan Inflasi

Terhadap Indeks

Harga Saham

Gabungan Di

Bursa

Efek Indonesia

Tahun 2002-2009

Dependen:

IHSG

Independen:

Produk

Domestik Bruto

Dan Inflasi

Regresi

Linier

Berganda

Produk

Domestik

Bruto

memiliki

pengaruh

positif

signifikan

terhadap

IHSG.

Inflasi

berpengaruh

negatif

signifikan

terhadap

IHSG.

7. Avneet

Kaur Ahuja

et. al

(2012)

A Study of the

effect of

Macroeconomic

Variables on

Dependen:

Bombay Stock

Exchange-

Sensitive Index

Regresi

linier

berganda,

Grangger

Foreign

Institutional

Investments

(FII) dan Call

62

Stock Market:

Indian

Perspective

(Sensex)

Independen:

Index of

Industrial

Production

(IIP), Consumer

Price Index

(CPI), Call

Money Rate

(CMR), Dollar

Price (DP),

Foreign

Institutional

Investment

(FII), Crude Oil

Price (CO),

Gold Price

(GO).

Causality

Test

Money Rate

(CMR)

berpengaruh

positif

signifikan

terhadap

Sensex,

sedangkan

Nilai tukar

(Dollar Price)

berpengaruh

negatif

signifikan

terhadap

Sensex. Hasil

Granger

Causality Test

hanya Call

Money rate

yang

berpengaruh

jangka

pendek

63

terhadap

hampir semua

sektor pada

Sensex.

8. Joseph

Tagne Talla

(2013)

Impact of

Macroeconomic

Variables on the

Stock Market

Prices of the

Stockholm Stock

Exchange

(OMXS30)

Dependen:

Indeks Harga

Stockholm

Stock Exchange

(OMXS30)

Independen:

Inflasi, tingkat

suku bunga,

nilai tukar,

money supply.

Ordinary

Least

Square,

Granger

Causality

test.

Inflasi dan

nilai tukar

memiliki

pengaruh

negatif

signifikan

terhadap

Indeks Harga

Stockholm

Stock

Exchange.

Tingkat suku

bunga dan

money supply

tidak

memiliki

pengaruh

signifikan

64

terhadap

Indeks Harga

Stockholm

Stock

Exchange.

9. Robert D.

Gay, Jr.

(2016)

Effect Of

Macroeconomic

Variables On

Stock Market

Returns For Four

Emerging

Economies:

Brazil, Russia,

India, And China

Dependen:

Return Index

Saham (pada

Brasil, Rusia,

India, Cina)

Independen:

Nilai tukar dan

Harga Minyak

Dunia

ARIMA Nilai tukar

berpengaruh

positif

signifikan

terhadap

return index

saham pada

Brazil, India,

dan Cina,

namun tidak

ditemukan

pengaruh

pada return

index saham

di Rusia.

Harga minyak

dunia

berpengaruh

65

positif

signifikan

pada Return

Index saham

India, namun

tidak

berpengaruh

pada Return

Index saham

di Brasil,

Rusia, dan

Cina.

10. Lee Kuan

Chao et. al

(2016)

Impacts of

Macroeconomic

Factors on The

Performance of

Stock Market in

Malaysia

Dependen:

Return Kuala

Lumpur

Composite

Index (KLCI)

Independen:

Nilai tukar

(EXCHG),

Industrial

Production

Johansen

Co-

integratio

n Test,

Vector

Error

Correction

Model,

Granger

Causality

Test.

Terdapat

hubungan

jangka

panjang

antara return

KLCI dengan

nilai tukar

(EXCHG),

Industrial

Production

Index (IPI),

66

Index (IPI),

Consumer Price

Index (CPI),

Money Supply

(M2), Tingkat

suku bunga (IR)

Consumer

Price Index

(CPI), Money

Supply (M2),

Tingkat suku

bunga (IR).

Tingkat suku

bunga dan

money supply

memiliki

pengaruh

positif

signifikan

terhadap

KLCI,

sedangkan

inflasi

berpengaruh

negatif

signifikan

terhadap

KLCI.

67

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui serta menganalisis

hubungan dari variabel independen, dalam hal ini adalah Tingkat Suku Bunga

SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng

terhadap variabel dependen, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Gambar 2.1 adalah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk menjabarkan

pemikiran keseluruhan dari penelitian ini. Berdasarkan kerangka pemikiran yang

terdapat pada gambar 2.1 maka diperoleh model konseptual antara variabel

dependen dan variabel independen sebagai berikut (gambar 2.2):

68

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Suku Bunga SBI,

Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng

terhadap IHSG

Tingkat Suku

Bunga SBI

Nilai

Kurs

Harga Emas

Dunia

Indeks Dow

Jones

Indeks

Hang Seng

IHSG

69

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

Variabel Independen

1. Tingkat Suku Bunga SBI

2. Nilai Kurs

3. Harga Emas Dunia

4. Indeks Dow Jones

5. Indeks Hang Seng

Variabel Dependen

Indeks Harga Saham

Gabungan

Ekonomi Makro

Bursa Efek Indonesia

Model Regresi

IHSG = 𝛽0 + 𝛽1𝑆𝐵𝐼 + 𝛽2𝐾𝑢𝑟𝑠 + 𝛽3𝐺𝑂𝐿𝐷 + 𝛽4𝐷𝐽𝐼𝐴 + 𝛽5𝐻𝑆𝐼

Uji Asumsi Klasik

Normalitas Heteroskedastisitas Multikolinieritas Autokorelasi

Regresi Linier Berganda

Uji t (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi

Interpretasi

70

E. Hipotesis

Berdasarkan Kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah

dijelaskan diatas, maka hipotesis atau dugaan sementara yang dapat dirumuskan

untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis untuk uji secara simultan (uji F) dirumuskan sebagai berikut:

a. H01: β1, β2, β3, β4, β5, = 0

Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng tidak berpengaruh secara

simultan terhadap IHSG.

b. Ha1 : β1, β2, β3, β4, β5, ≠ 0

Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara

simultan terhadap IHSG.

2. Hipotesis untuk uji secara parsial (uji t) dirumuskan sebagai berikut:

a. 𝐻02 ∶ β1 = 0, Suku Bunga SBI secara parsial tidak berpengaruh terhadap

IHSG.

𝐻𝑎2 ∶ β1 ≠ 0, Suku Bunga SBI secara parsial berpengaruh terhadap

IHSG.

b. 𝐻03 ∶ β2 = 0, Nilai Kurs secara parsial tidak berpengaruh terhadap

IHSG.

71

𝐻𝑎3 ∶ β2 ≠ 0, Nilai Kurs secara parsial berpengaruh terhadap IHSG.

c. 𝐻04 ∶ β3 = 0, Harga Emas Dunia secara parsial tidak berpengaruh

terhadap IHSG.

𝐻𝑎4 ∶ β3 ≠ 0, Harga Emas Dunia secara parsial berpengaruh terhadap

IHSG.

d. 𝐻05 ∶ β4 = 0, Indeks Dow Jones secara parsial tidak berpengaruh

terhadap IHSG.

𝐻𝑎5 ∶ β4 ≠ 0, Indeks Dow Jones secara parsial berpengaruh terhadap

IHSG.

e. 𝐻06 ∶ β5 = 0, Indeks Hang Seng secara parsial tidak berpengaruh

terhadap IHSG.

𝐻𝑎6 ∶ β5 ≠ 0, Indeks Hang Seng secara parsial berpengaruh terhadap

IHSG.

72

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel

makroekonomi seperti tingkat suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah,

dan harga emas dunia, serta mengetahui pengaruh integrasi pasar dalam hal ini

adalah indeks asing seperti indeks Dow Jones dan indeks Hang Seng terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variabel-variabel tersebut akan diuji

menggunakan metode analisis regresi berganda.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah data Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG), suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah,

Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng dari tahun 2007

sampai dengan 2016.

B. Metode Penentuan Sampel

1. Populasi

Sekaran (2003) mengungkapkan pengertian populasi sebagai

keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal-hal yang menarik bagi

peneliti untuk ditelaah (Zulganef, 2008: 133). Himpunan semua hasil yang

mungkin diperoleh dari suatu eksperimen disebut populasi atau ruang

sample (Gujarati, 2007).

73

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan

data IHSG, tingkat suku bunga SBI, Kurs Dollar terhadap Rupiah, Harga

emas dunia, Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng. Periode pengamatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2007 sampai dengan

2016.

2. Sampel

Gujarati (2007) mendefinisikan sample sebagai setiap anggota,

atau hasil, di dalam ruang sampel atau populasi. Sample didefinisikan

sebagai bagian atau subset dari populasi yang terdiri dari anggota-anggota

populasi yang terpilih (Zulganef, 2008: 134). Teknik pengambilan sample

yang digunakan adalah purposive sampling, adapun dengan beberapa

kriteria pemilihan sampel sebagai berikut:

1. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperoleh dari

yahoo.finance.com. Data yang digunakan adalah data bulanan

selama tahun 2007 ssampai dengan 2016.

2. Tingkat Suku Bunga SBI, datanya diperoleh dari situs bi.go.id,

data yang digunakan adalah data tiap akhir bulan selama tahun

2007 sampai dengan 2016.

3. Data Kurs Dollar terhadap Rupiah diperoleh dari situs

investing.com. Data yang digunakan adalah nilai kurs jual akhir

periode selama tahun 2007 sampai dengan 2016

74

4. Data Harga emas dunia diperoleh dari situs fred.stlouisfed.org,

yang datanya merupakan gold fixing price 3:00pm di London

Bullion Market. Data yang digunakan adalahh data rata-rata harga

emas bulanan selama tahun 2007 sampai dengan 2016.

5. Indeks Dow Jones datanya diperoleh dari yahoo.finance.com.

data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai

dengan 2016.

6. Indeks Hang Seng datanya diperoleh dari yahoo.finance.com.

data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai

dengan 2016.

Berdasarkan kriteria pengambilan sample diatas, maka jumlah

sample dalam penelitian ini berjumlah 120 sampel (2007-2016). Alasan

pemilihan data dari tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah agar hasil

penelitian lebih akurat dalam menggambarkan kondisi ekonomi saat ini.

Pemilihan data bulanan dilakukan untuk menghindari bias yang dapat

terjadi yang disebabkan oleh reaksi dari suatu informasi.

C. Metode Pengumpulan Data

Data dapat dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu data

kuantitatif, data kualitatif, data ekstern, data primer, data sekunder, data

intern, data ekstern, dan data individual (Sekaran, 2003). Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, Sudjana (1992)

mengungkapkan data kuantitatif sebagai data yang berbentuk bilangan

75

(Zulganef, 2008: 159). Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data

time series yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel

tertentu (data berdasarkan rentetan waktu).

1. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder yang berasal dari beberapa sumber.

Harga Indeks harian diperoleh dari situs finance.yahoo.com dan

investing.com.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data Sekunder menurut Zulganef (2008: 161) yaitu jika data diperoleh

secara tidak langsung atau melalui sumber lain. Data Sekunder adalah data

yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan

kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2004).

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara

mengolah data sekunder Tingkat suku bunga SBI yang berasal dari situs

resmi Bank Indonesia dengan alamat situsnya www.bi.go.id, nilai kurs

dollar terhadap rupiah berasal dari situs investing.com, harga emas dunia

diperoleh dari situs resmi harga emas dunia dengan alamat situsnya

research.stlouisfed.org yang datanya bersumber dari goldfixing.com,

sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Dow Jones,

dan Indeks Hang Seng diperoleh pada situs resmi finance.yahoo.com.

76

2. Studi Pustaka

Mengumpulkan bahan penelitian dan teori-teori dari buku,

jurnal, skripsi, tesis, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan

penelitian untuk menjadi panduan dalam menyusun penelitian.

D. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis data time

series adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji autokorelasi, uji

multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas, dan uji hipotesis

menggunakan regresi linier berganda (Uji t secara parsial, uji F secara simultan,

dan uji koefisien determinasi (R2)) dengan menggunakan program EViews 9.

1. Uji Asumsi Klasik

Gujarati (2003) menyatakan bahwa terdapat 11 asumsi utama yang

mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan metode

ordinary least square (OLS) atau yang dikenal dengan asumsi klasik.

a. Model regresi linier: artinya linier dalam parameter seperti dalam

persamaan di bawah ini:

𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋𝑖 + 𝜇𝑖

b. Nilai X diasumsikan non-stokastik: artinya nilai X dianggap tetap

dalam sampel yang berulang.

c. Nilai rata-rata kesalahan 𝜇𝑖 adalah nol, atau 𝐸(𝜇𝑖 | 𝑋𝑖) = 0

77

d. Homoskedastisitas: artinya varian (variance) kesalahan atau

residual sama untuk setiap periode (Homo=sama,

Skedastisitas=sebaran) dan dinyatakan dalam bentuk matematis

𝑉𝑎𝑟(𝜇𝑖 | 𝑋𝑖) = 𝜎2

e. Tidak ada autokorelasi antar-residual (antara 𝜇𝑖 dan 𝜇𝑗 tidak ada

korelasi) atau secara matematis 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖, 𝜇𝑗 | 𝑋𝑖 , 𝑋𝑗) = 0

f. Antara 𝜇𝑖 dan 𝑋𝑖 saling bebas, sehingga 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖|𝑋𝑖) = 0

g. Jumlah observasi (n) harus lebih besar daripada ju,lah parameter

yang diestimasi, secara alternatif, jumlah n lebih besar daripada

jumlah variabel bebas

h. Adanya variabilitas dalam nilai 𝑋𝑖, artinya nilai 𝑋𝑖 harus berbeda

i. Model regresi telah dispesifikasi secara benar. Dengan kata lain

tidak ada bias (kesalahan) spesifikasi dalam model yang digunakan

dalam analisis empirik

j. Tidak ada multikolinieritas sempurna antarvariabel bebas

k. Nilai kesalahan 𝜇𝑖 terdistribusi secara normal atau 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎2)

Apabila ke-11 asumsi klasik di atas terpenuhi, maka menurut

teorema Gauss-Markov metode estimasi ordinary least square akan

menghasilkan unbiased linear estimator dan memiliki varian minimum

atau sering disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

(Ghozali, 2013:58-59).

78

a. Uji Multikoliniaritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau

sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel

independen X’s terjadi multikolinieritas sempurna, maka koefisien

regresi variabel X tidak dapat ditentukan dan nilai standar error

menjadi tak terhingga. Jika multikolinieritas antar variabel X’s

tidak sempurna tapi tinggi, maka koefisien regresi X dapat

ditentukan, tetapi memiliki nilai standar error tinggi yang berarti

nilai koefisien regresi tidak dapat diestimasi dengan tepat. Ada

beberapa penyebab multikolinieritas:

1) Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu sampling

pada kisaran nilai tertentu dari variabel independen dalam

populasi.

2) Adanya constraint pada model atau populasi yang

dijadikan sampel.

3) Spesifikasi model, misalkan dengan menambahkan

variabel polynomial dalam model regresi ketika kisaran

variabel X kecil. Selain itu, model dengan interaksi

antarvariabel independen (𝑋1 ∗ 𝑋2) juga dapat

menyebabkan multikolinieritas.

79

4) Overdetermined model, hal ini terjadi ketika model regresi

memiliki jumlah variabel independen yang lebih besar

daripada jumlah observasi (Ghozali, 2013: 78).

Multikolinearitas adalah adanya sebuah hubungan linear yang

“sempurna” atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang

menjelaskan model regresi (Gujarati, 2013). Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya sifat multikolinearitas, dapat menggunakan beberapa

metode, yaitu:

a. Melihat nilai R2 dan signifikansi variabel independen. Jika

nilai R2 tinggi tetapi hanya ada beberapa variabel

independen yang signifikan, maka ada indikasi

multikolinearitas yang parah (Gujarati, 2013).

b. Melihat nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF

yang lebih besar daripada 10 dianggap menunjukkan

adanya multikolinearitas yang tinggi (Gujarati, 2013). Uji

Multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan

melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF).

Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF

lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinieritas.

Adanya multikolinieritas atau korelasi yang tinggi

antarvariabel independen dapat dideteksi dengan beberapa cara,

80

salah satunya adalah Tolerance dan Variance Inflation Factor

(VIF). Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai Tolerance

dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran

ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang

dijelaskan oleh varibel independen lainnya. Dalam pengertian

sederhana setiap variabel independen menjadi variabel independen

dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang

rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena

VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinieritas adalah Tolerance<0,10 atau

sama dengan VIF>10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat

kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Sebagai missal nilai

Tolerance=0.10 sama dengan tingkat kolineritas 0.90. Walaupun

multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF,

tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel independen-

independen mana sajakah yang saling berkorelasi (Ghozali, 2013:

80).

b. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dalam penggunaan metode OLS adalah

gangguan (disturbance) yang muncul dalam regresi populasi

81

adalah homoskedastis, yaitu semua gangguan mempunyai varian

yang sama (Gujarati, 2013). Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi,

maka terdapat heteroskedastisitas. Penelitian ini menggunakan uji

White untuk mendeteksi adanya indikasi heteroskedasitas. Uji

White cenderung lebih mudah untuk diaplikasikan, dikarenakan uji

tersebut tidak bergantung pada asumsi normalitas. Persamaan

regresi pada uji White adalah sebagai berikut:

ȗi2 = α1 + α2 X2i + α3 X3i + α4 X22i + α5 X23i + α6 X2 iX3i +

vi

Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan

didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n).

Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada heteroskedastitas, dapat

ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2

(Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai

probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa

data tersebut bersifat heteroskedastis, begitu juga sebaliknya

(Winarno, 2009).

Model yang baik adalah yang homoskedastisitas (Ghozali,

2001). Salah satu cara untuk mengetahui apakah terdapat

heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji

heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya

82

heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai

Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar

dari 5% maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila

nilai probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas

pada model regresi.

Uji Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolute

residual (AbsUi) terhadap variabel independen lainnya dengan

persamaan regresi sebagai berikut:

|𝑈𝑖| = 𝛼 + 𝛽𝑋𝑖 + 𝜇𝑖

Jika koefisen variabel independen 𝑋1 (yaitu 𝛽) signifikan

secara statistik, maka mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas

dalam model (Ghozali, 2013: 98)

Heteroskedastisitas tidak menyebabkan estimator (koefisien

variabel independen) menjadi bias karena residual bukan

komponen menghitungnya. Namun, menyebabkan estimator

menjadi tidak efisien dan BLUE lagi serta standard error dari

model regresi menjadi bias sehingga menyebabkan nilai t statistik

dan F hitung bias (misleading). Dampak akhirnya adalah

pengambilan kesimpulan statistik untuk pengujian hipotesis

menjadi tidak valid (Ghozali, 2013: 95)

83

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terdapat korelasi antara error pada periode t dengan

kesalahan penganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi

korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu

berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke

observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu

atau time series karena “gangguan” pada seorang

individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada

individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali,

2013: 137).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi

ada atau tidaknya autokorelasi yaitu Uji Durbin-Watson (DW

Test). Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi

tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya

intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel

lag di antara variabel bebas. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : tidak ada autokorelasi ((𝜌 = 0)

HA: ada autokorelasi ((𝜌 ≠ 0)

84

Tabel 3.1

Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi

positif

Tidak ada autokorelasi

positif

Tidak ada autokorelasi

negatif

Tidak ada autokorelasi

negatif

Tidak ada autokorelasi

positif atau negatif

Tolak

No decision

Tolak

No decision

Tidak ditolak

0 > d > dl

dl ≤ d ≤ du

4 – dl < d <4

4 – du ≤ d ≤ 4 - dl

du < d < 4 – du

Ket: du: durbin Watson upper, dl: durbin Watson lower

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:

1.) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper

bound (du) dan (4 – du), maka koefisien autokorelasi sama

dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

2.) bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau

lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar

daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

85

3.) Bila nilai DW lebih besar daripada (4 – dl), maka

koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada

autokorelasi negatif.

4.) Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas

bawah (dl) atau DW terletak antara (4 – du) dan (4 – dl),

maka hasilnya tidak dapat disimpulkan (Ghozali, 2013: 38).

Untuk data dengan jumlah yang besar, Gujarati (2013)

merekomendasikan penggunaan uji autokorelasi Breusch- Godfrey.

Uji Breusch-Godfrey (BG) dikenal juga dengan uji Langrange

Multiplier (LM). Model regresi untuk melakukan uji Breusch-

Godfrey adalah sebagai berikut:

ȗt = α1 + α2 Xt + ρt ȗt-1 + ρ2 ȗt-2 + ... + ρp ȗt-p + ε

Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan

didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n).

Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada autokorelasi, dapat

ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2

(Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai

probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa

data tersebut bersifat autokorelasi, begitu juga sebaliknya

(Winarno, 2009).

86

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali,2003).

Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dengan

menggunakan statistic Run Test. Untuk melihat ada tidaknya

autokorelasi adalah dengan menggunaka uji Durbin-Watson

(Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan

dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang nilainya dapat

dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung. Nilai

ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan

yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan

jumlah variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah

sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW

dengan tingkat signifikansi (error) 5% (α = 0,05).

d. Uji Normalitas

Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi

data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji

normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

digunakan dalam penelitian berdistribusi secara normal atau tidak.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai

distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji t dan F

mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika

87

asumsi ini tidak terpenuhi maka hasil uji statistik menjadi tidak

valid khususnya untuk ukuran sampel kecil. Terdapat dua cara

mendeteksi apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak

yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik

merupakan cara termudah tetapi bisa menyesatkan khususnya

untuk jumlah sampel yang kecil.

Pengujian normalitas residual yang banyak digunakan

adalah uji Jarque – Bera (JB). Uji JB adalah untuk uji normalitas

sampel besar (asymptotic). Pertama, hitung nilai Skewness dan

Kurtosis untuk residual, kemudian lakukan uji JB statistik dengan

rumus seperti di bawah ini:

Di mana n = besarnya sampel, S=koefisien skewness, K=

koefisien kurtosis. Nilai JB statistik mengikuti distribusi chi-square

dengan 2 df (degree of freedom). Nilai JB selanjutnya dapat kita

hitung signifikansinya untuk menguji hipotesis berikut:

H0 : residual terdistribusi normal

HA : residual tidak terdistribusi normal

Uji JB dapat dilakukan dengan mudah dalam program

Eviews yang langsung menghitung nilai JB statistik (Ghozali,

2013:165-166).

88

Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji

Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan terdistribusi normal

tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas Jarque-Bera.

Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05 maka

data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih

kecil maka data tidak berdistribusi normal.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis untuk mengetahui variable independen yang

mempengaruhi secara signifikan terhadap profitabilitas perusahaan yaitu

dengan menggunakan persamaan OLS Regresi (Ordinary Least Square

Regression) untuk menganalisis variabel indenpenden terhadap variable

dependen. Model ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk

menentukan variable independen yang mempunyai pengaruh terhadap

variable dependen. Pada penelitian ini, data diolah dengan menggunakan

software computer. Analisis regresi merupakan studi mengenai

ketergantungan variabel independen dengan tujuan untuk menestimasi

rata – rata populasi atau nilai rata – rata variabel dependen berdasarkan

nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2005).

Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua

atau lebih variabel independen (explanatory) terhadap satu variabel

dependen dan umumnya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

𝒀 = 𝜶 + 𝜷𝑿𝟏 + 𝜷𝑿𝟐 + 𝜷𝑿𝟑 + 𝝁

89

Model estimasi yang digunakan untuk membentuk persamaan

regresi di atas adalah metode ordinary least square (OLS) yang

diperkenalkan oleh seorang ahli matematika dari Jerman bernama Carl

Friederich Gauss. Seperti diketahui tujuan dari analisis regresi adalah

tidak hanya mengestimasi nilai 𝛽1 dan 𝛽2, tetapi juga ingin menarik

inferensi (kesimpulan) nilai yang benar dari 𝛽1 dan 𝛽2. Misalkan, kita

ingin mengetahui seberapa dekat nilai 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan sampel

terhadap nilai sesungguhnya 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan populasinya. Dengan

demikian kita tidak hanya menspesifikasi bentuk model fungsional, tetapi

kita juga harus membuat asumsi bagaimana nilai Y diperoleh. Seperti

terlihat pada persamaan di atas nilai Y tergantung dari kedua nilai X dan

𝝁. Jadi, untuk menaksir nilai Y, kita harus mengetahui bagaimana nilai X

dan 𝝁 diperoleh. Oleh sebab itu mengetahui asumsi tentang nilai X dan

nilai kesalahan 𝝁 sangatlah penting untuk mengestimasi dan interpretasi

terhadap regresi (Ghozali, 2013: 57-58).

3. Pengujian Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat

diukur dari goodness of fit. Secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien

determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik

disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada

dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak

90

signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0

tidak ditolak (Ghozali, 2013: 59).

a. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen

dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Jika

asumsi normalitas error yaitu 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎2) terpenuhi, maka kita

dapat menggunakan uji t untuk menguji koefisien parsial dari

regresi (Ghozali, 2013: 62).

Menurut Gujarati (2013) dasar pengambilan keputusannya

adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95

persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0

diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen

secara individual tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0

ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen

secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.

91

b. Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel

dependen. Pengujian hipotesis ini sering disebut pengujian

signifikansi keseluruhan (overall significance) terhadap garis

regresi yang ingin menguji apakah Y secara linier berhubungan

dengan kedua X1 dan X2. Joint hypothesis dapat diuji dengan

teknik analisis varianve (ANOVA) (Ghozali, 2013: 61).

Menurut Gujarati (2013), dasar pengambilan keputusannya

adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95

persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0

diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen

secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0

ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen

secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.

92

c. Koefisien Determinasi (R2 dan Adjusted R2)

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur sebarapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dari variabel

independen (Ghozali, 2005). Nilai koefisien determinasi adalah

antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel

amat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabel-

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Kelemahan mendasar dari penggunaan koefisien determinasi

adalah bias, yakni penambahan variabel independen yang

dimasukkan kedalam model akan menambah nilai R2 walaupun

variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Oleh karena itu, para peneliti menganjurkan penggunaan

nilai Adjusted R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila

satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,

2005).

E. Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variable yang digunakan

yaitu variable dependen dan variable independen. Variable yang berfungsi

mempengaruhi variable lain dalam suatu penelitian dinamakan variable

bebas (independen) karena dalam penelitian tersebut posisi variable bebas

93

adalah bebas mempengaruhi variable lain dalam penelitian, sedangkan

variable yang dipengaruhi oleh variable lain dinamakan variable terikat

(dependen), karena nilai-nilainya tergantung (terikat) pada nilai-nilai

variable lain (Zulganef, 2008: 65-66). Variable yang dependen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG). Variable independen yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

a. Suku Bunga SBI

b. Kurs Rupiah

c. Harga Emas Dunia

d. Indeks Dow Jones

e. Indeks Hang Seng

1. Variabel Dependen (Y)

a. Indeks Harga Saham Gabungan

Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG,

dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite

Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu

indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek

Indonesia (BEI). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal

1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di

BEI, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham

94

biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI

(www.idx.co.id).

2. Variabel Independen (X)

a. Suku Bunga SBI

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat

berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan

utang jangka pendek yang dijual secara diskonto melalui

lelang. Jangka waktu jatuh tempo SBI mulai dari 1 bulan,

3 bulan, dan 6 bulan (Siamat, 2005:92).

b. Kurs Dollar terhadap Rupiah

Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat

pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan

sesuatu ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang

asing (misalnya Dollar US) dengan nilai mata uang domestic

(misalnya Rupiah). Nilai kurs yang digunakan dalam penelitian ini

adalah nilai kurs tengah dollar terhadap rupiah. Persamaan yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Kurs Tengah = Kurs Jual+Kurs Beli

2

c. Harga Emas Dunia

95

Harga emas dunia adalah harga standar pasar emas London

yang dijadikan patokan harga emas dunia. Dimana sistem yang

digunakan dikenal dengan London Gold Fixing. Proses penentuan

harga dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pukul 10.30 (Gold

A.M) dan pukul 15.00 (Gold P.M). Mata uang yang digunakan

dalam menentukan harga emas adalah Dolar Amerika Serikat,

Poundsterling Inggris dan Euro. Harga yang digunakan sebagai

patokan harga kontrak emas dunia adalah harga penutupan atau

Gold P.M (www.goldfixing.com).

d. Indeks Dow Jones

Indeks Dow Jones adalah indeks yang digunakan untuk

mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika

Serikat, dimana Indeks Dow Jones Industrial Average pada

awalnya terdiri dari 12 saham dari berbagai industri terpenting di

Amerika Serikat. Sekarang ini pemilihan daftar perusahaan yang

berhak tercatat dalam Indeks Dow Jones Industrial Average

dilakukan oleh editor dari Wall Street Journal. Pemilihan ini

didasarkan pada kemampuan perusahaan, aktivitas ekonomi,

pertumbuhan laba dan lain-lain. Perusahaan yang dipilih pada

umumnya adalah perusahaan Amerika yang kegiatan ekonominya

telah mendunia (en.wikipedia.org).

e. Indeks Hang Seng

96

Indeks Hang Seng adalah sebuah indeks pasar saham

berdasarkan kapitalisasi di Bursa Saham Hong Kong. Indeks ini

digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari

perusahaan - perusahaan terbesar di pasar saham Hong Kong dan

sebagai indikator utama dari performa pasar di Hong Kong

(id.wikipedia.org).

97

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG

Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock

Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek

Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas

operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung

Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek

Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan

ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem

perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22

Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya.

Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan

sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX.

Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang

perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan

harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator

pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI

mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks

sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua

98

saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks

(https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia).

Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa

Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX

Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan

oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)).

Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator

pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga

seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar

untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal

tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat

pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah

dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April

2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah

5.726,53 pada tanggal 26 April 2017.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Pengolahan data penelitian ini menggunakan software EViews 9

untuk dapat menjelaskan dan menganalisis variabel-variabel yang diteliti

dalam penelitian ini, antara lain variabel dependen yaitu IHSG (Indeks

Harga Saham Gabungan) dan variabel independennya adalah Suku bunga

99

SBI, Kurs (nilai tukar rupiah terhadap US$), Harga emas dunia, Indeks

Dow Jones, dan Indeks Hang Seng.

a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat perkembangan Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) Selma periode pengamatan yaitu tahun

2007 sampai 2016. Dapat dilihat bahwa pada bulan Oktober tahun 2008,

Indeks Harga Saham Gabungan mencapai nilai terendah yaitu sebesar Rp

1.355,00. Hal tersebut disebabkan terjadinya krisis keuangan global akibat

subprime mortgage yang berdampak pada seluruh dunia. Nilai tertinggi

yang dicapai oleh IHSG selama periode pengamatan tahun 2007 sampai

dengan 2016 adalah senilai Rp 5.518,67 pada bulan Februari tahun 2015.

Sedangkan rata-rata indeks harga saham tahun 2007 sampai dengan 2016

adalah senilai Rp 3.704,62.

Gambar 4.1

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016

(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah)

0.00

1000.00

2000.00

3000.00

4000.00

5000.00

6000.00

1/1

/20

07

7/1

/20

07

1/1

/20

08

7/1

/20

08

1/1/

200

9

7/1

/20

09

1/1/

201

0

7/1

/20

10

1/1

/20

11

7/1

/20

11

1/1

/20

12

7/1

/20

12

1/1

/20

13

7/1/

201

3

1/1

/20

14

7/1/

201

4

1/1

/20

15

7/1

/20

15

1/1

/20

16

7/1

/20

16

IHSG

IHSG

100

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 12,13% sehingga

berakhir pada 4,593.01 poin pada 30 Desember 2015 di tengah

ketidakpastian global yang parah akibat ancaman pengetatan kebijakan

moneter di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi yang besar

dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (www.indonesia-investments.com).

b. Suku Bunga SBI

Tingkat Suku Bunga SBI selama periode pengamatan tahun 2007

sampai dengan 2016 berdasarkan tabel diatas cenderung mengalami

penurunan. Nilai terendah tingkat suku bunga SBI sebesar 3,82% yang

terdapat pada bulan Februari tahun 2008, sedangkan nilai tertinggi

mencapai 10,49% pada bulan Januari tahun 2009. Nilai rata-rata tingkat

suku bunga SBI selama periode pengamatan adalah sebesar 6,83%.

Gambar 4.2

Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016

(Sumber: bi.go.id, data diolah)

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

1-J

an-2

00

7

1-J

ul-

20

07

1-J

an-2

00

8

1-J

ul-

20

08

1-J

an-2

00

9

1-J

ul-

20

09

1-J

an-2

01

0

1-J

ul-

20

10

1-J

an-2

01

1

1-J

ul-

20

11

1-J

an-2

01

2

1-J

ul-

20

12

1-J

an-2

01

3

1-J

ul-

20

13

1-J

an-2

01

4

1-J

ul-

20

14

1-J

an-2

01

5

1-J

ul-

20

15

1-J

an-2

01

6

1-J

ul-

20

16

SBI

SBI

101

c. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa selama periode

pengamatan, nilai US$ menguat terhadap Rupiah. Dilansir dalam

www.ekonomi.kompas.com pada tahun 2016, menurut Gubernur BI apabila

perekonomian AS menunjukkan perbaikan, maka nilai tukar rupiah bisa

mengalami pelemahan akibat risiko kenaikan suku bunga acuan AS Fed

Fund Rate. Berdasarkan data diatas bahwa nilai Dollar terhadap Rupiah

selama periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016, nilai kurs tertinggi

mencapai Rp 14.650,00 sedangkan nilai kurs terendah senilai Rp8.500,00.

Rata-rata nilai kurs Dollar terhadap Rupiah selama periode pengamatan

tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah sebesar Rp 10.590,36.

Gambar 4.3

Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016

(Sumber: investing.com, data diolah)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

Jan

'07

Jun

'07

No

v '0

7

Ap

r '0

8

Sep

'08

Feb

'09

Jul '

09

Des

'09

Mei

'10

Okt

'10

Mar

'11

Ags

'11

Jan

'12

Jun

'12

No

v '1

2

Ap

r '1

3

Sep

'13

Feb

'14

Jul '

14

Des

'14

Mei

'15

Okt

'15

Mar

'16

Ags

'16

KURS

KURS

102

d. Harga Emas Dunia

Gambar 4.4

Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016

(Sumber: fred.stlouisfed.org, data diolah)

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat secara keseluruhan

perkembangan Harga emas dunia dalam periode pengamatan tahun 2007

sampai dengan 2016. Harga emas dunia terendah senilai US$ 631,17,

sedangkan harga tertinggi mencapai US$ 1771,85. Rata-rata harga emas

dunia selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 1208,91.

Berdasarkan data yang direlease oleh Kitco, maka rata-rata

akumulatif harga emas dunia pada tahun 2011 adalah USD 1571.22/oz. Ini

berarti mengalami kenaikan sekitar 28.33% dibandingkan rata-rata

akumulatif harga emas dunia di tahun 2010 yang berada pada angka

USD 1224.53/oz. Harga emas Antam, pada awal tahun 2011 harga dasar

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

2007

-01

-01

2007

-07

-01

2008

-01

-01

2008

-07

-01

2009

-01

-01

2009

-07

-01

2010

-01

-01

2010

-07

-01

2011

-01

-01

2011

-07

-01

2012

-01

-01

2012

-07

-01

2013

-01

-01

2013

-07

-01

2014

-01

-01

2014

-07

-01

2015

-01

-01

2015

-07

-01

2016

-01

-01

2016

-07

-01

Harga Emas Dunia

Harga Emas Dunia

103

emas Antam dipatok pada kisaran harga Rp. 400.000/gr. Sementara pada

perdagangan hari terakhir Desember 2011 harga dasar emas Antam

dipatok pada kisaran harga Rp. 495.000/gr. Yang berarti telah mengalami

kenaikan sekitar 23.75% (www.odnv.co.id).

Dapat dilihat bahwa harga emas dunia kembali mengalami

kenaikan di tahun 2016, hal tersebut disebabkan oleh salah satunya adalah

isu Brexit (keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa akibat hasil jajak

pendapat terakhir yang terkait dengan Uni Eropa pada Juni 2016)

(www.sahabatpegadaian.com).

Selain faktor jumlah penawaran, permintaan, dan produksi emas,

faktor isu politik juga dapat menyebabkan kenaikan harga emas dunia. Isu

politik seperti resesi global, perselisihan antar negara dapat menjadi

penyebab pergerakan harga emas dunia. Pada tahun 2016 sedang

maraknya perbincangan mengenai keluarnya Britania Raya dari Uni eropa

yang akan memberikan dampak bagi pergerakan harga emas dunia.

Harga emas melesat ke level tertinggi dalam lebih dari dua tahun

menyusul keputusan mengejutkan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa

(Brexit). Logam mulia melonjak setinggi 1.359,08 dolar AS per ounce,

tingkat tertinggi sejak 19 Maret 2014 sebelum menetap di 1.318,80 dolar

AS pada sekitar pukul 06.50 GMT (pukul 13.50 WIB). Investor

berbondong-bondong ke investasi yang secara tradisional dinilai aman

(safe haven) di tengah kekhawatiran atas dampak global dari keputusan

Inggris untuk menarik diri dari blok 28 negara Uni Eropa, setelah

104

pertarungan sengit dua kubu dalam pemungutan suara referendum tentang

keanggotaan Inggris di Uni Eropa (www.market.bisnis.com).

e. Indeks Dow Jones

Grafik di bawah menggambarkan perkembangan Indeks Dow

Jones pada periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dari

data tercatat nilai terendah Indeks Dow Jones selama tahun 2007-2016

adalah senilai US$ 7.062,93 pada Februari 2009 dan nilai terringgi

mencapai US$ 19.762,60 pada akhir tahun 2016. Rata-rata harga Indeks

Dow Jones selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 13.646,40.

Jatuhnya Indeks Dow Jones senilai US$ 7.062,93 pada Februari

2009 disebabkan oleh subripme mortgage yang melanda Amerika serikat.

Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada

September 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan

beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah tersebut terjadi pada

periode 2000-2001, saat saham saham perusahaan dotcom di Amerika

Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham

tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal

tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga

yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan

pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan

dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah

murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki

105

jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham

perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para

debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan) (Nezky,

2013).

Berdasarkan grafik dibawah, dapat dilihat bahwa setelah krisis

2008, indeks Dow Jones mulai mengalami kenaikan secara konstan. Dow

Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 109,32 poin ke level

13.200,20. Sementara Nasdaq naik 26,68 poin (1,09%) ke level 2.547,98.

Menurut Jocelynn Drake dari Riset investasi Schaeffer seperti dikutip

dari AFP, kenaikan Wall Street itu dipicu oleh sentimen positif dari berita

potensi merger dan akuisisi. Salah satunya adalah adanya laporan dari

broker online TD Ameritrade dan E-Trade Financial Group yang sedang

menjajaki merger untuk membentuk perusahaan dengan nilai US$ 20

miliar. Demikian pula New York Merchantile Exchange yang sedang

menjajaki merger. Semakin pulihnya Wall Street itu ikut memacu

semangat bursa-bursa regional. Seperti Nikkei-225 di Bursa Saham Tokyo

yang dibuka langsung naik hingga 397,13 poin (2,5%) ke level 16.297,77.

Kenaikan bursa-bursa utama itu diharapkan bisa menjadi sentimen positif

bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ

(www.finance.detik.com). Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bagaimana

Amerika Serikat mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh di dunia.

106

Gambar 4.5

Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016

(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah

f. Indeks Hang Seng

Grafik dibawah menggambarkan perkembangan indeks Hang Seng

selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dapat dilihat

bahwa harga terendah senilai HK$ 12.811,57 pada Januari 2009 serta

harga tertinggi pada indeks Hang Seng terdapat pada bulan September

2007 sebesar HK$ 31.352,58. Rata-rata harga indeks Hang Seng pada

periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016 adalah HK$21.781,75.

0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

25000.00

1/1/

200

7

7/1/

200

7

1/1/

200

8

7/1/

200

8

1/1/

200

9

7/1/

200

9

1/1/

201

0

7/1/

201

0

1/1/

201

1

7/1/

201

1

1/1/

201

2

7/1/

201

2

1/1/

201

3

7/1/

201

3

1/1/

201

4

7/1/

201

4

1/1/

201

5

7/1/

201

5

1/1/

201

6

7/1/

201

6

Indeks Dow Jones

Indeks Dow Jones

107

Gambar 4.6

Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016

(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah)

Indeks saham acuan Hong Kong merosot tajam sejak terjadinya

krisis keuangan global akibat kegaduhan ekuitas di daratan China berdesir

di seluruh Asia. Indeks Hang Seng jatuh 5,8% ke level 23,516.56 pada

penutupan perdagangan hari ini, penurunan terbesar sejak November 2008,

setelah merosot sebanyak 8,6%. Semua kecuali satu saham dalam 50-

anggota indeks merosot di tengah volume perdagangan 148% lebih tinggi

dari rata-rata 30-hari. Indeks saham Asia menuju penurunan tertajam

dalam dua tahun terakhir (www.sg-insight.com).

Dari grafik dapat dilihat bahwa pergerakan indeks Hang Seng

setelah krisis keuangan global tahun 2008 relatif lebih stabil. Selain itu,

grafik diatas menunjukkan bahwa indeks Hang Seng mengalami kenaikan

0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

25000.00

30000.00

35000.001/

1/2

007

7/1/

200

7

1/1/

200

8

7/1/

200

8

1/1/

200

9

7/1/

200

9

1/1/

201

0

7/1/

201

0

1/1/

201

1

7/1/

201

1

1/1/

201

2

7/1/

201

2

1/1/

201

3

7/1/

201

3

1/1/

201

4

7/1/

201

4

1/1/

201

5

7/1/

201

5

1/1/

201

6

7/1/

201

6

Indeks Hang Seng

Indeks Hang Seng

108

yang signifikan pada tahun 2015. Bursa saham Hong Kong bergerak

menuju level penutupan tertinggi sejak Oktober 2015, ditopang oleh

penguatan saham perbankan (www.market.bisnis.com).

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data

normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji normalitas dilakukan

untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian

berdistribusi secara normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas

menggunakan uji Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan

terdistribusi normal tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas

Jarque-Bera. Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05

maka data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih

kecil maka data tidak berdistribusi normal. Berikut gambar hasil uji

normalitas data:

109

Gambar 4.7

Output Uji Jarque-Bera

0

4

8

12

16

20

-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600

Series: ResidualsSample 1 120Observations 120

Mean -1.34e-12Median -4.218665Maximum 575.4933Minimum -459.2247Std. Dev. 218.6004Skewness 0.318655Kurtosis 2.631669

Jarque-Bera 2.709161Probability 0.258056

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque

Bera pada penilitian ini adalah 0,258056 maka nilai probabilitas Jarque

Bera pada penelitian ini lebih besar daripada 0,05. Sehingga data dalam

penelitian ini terdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinieritas

Dalam penelitian diperlukan uji Multikolinieritas untuk

mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel independen. Model

regresi yang baik adalah yang variabel bebasnya tidak menunjukkan

adanya korelasi satu sama lain. Uji Multikolinieritas dalam penelitian ini

dilakukan dengan melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF).

Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF lebih besar dari

110

10, maka terjadi multikolinieritas. Berikut table hasil Uji Multikolinieritas

pada penelitian ini:

Tabel 4.1

Output Uji Multikolinieritas

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Pada table diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel bebas

yang memiliki nilai centered VIF lebih besar dari pada 10 (VIF>10). Maka

dapat dikatakan tidak terdapat multikolinieritas pada model regresi dalam

penelitian ini.

c. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mengetahui apakah terdapat ketidaksamaan varian dalam

model regresi dilakukan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas

Variance Inflation Factors

Date: 10/09/17 Time: 01:23

Sample: 1 120

Included observations: 120

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF

SBI 118.2481 4.255507 3.358214

KURS 0.000681 188.4063 4.974510

GOLD 0.017625 65.77164 3.805410

DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910

HSI 0.000108 125.1744 2.290166

C 80729.58 194.2093 NA

111

bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model yang baik adalah

yang homoskedastisitas (Ghozali, 2001). Salah satu cara untuk mengetahui

apakah terdapat heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji

heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya

heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai

Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5%

maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila nilai

probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas pada model

regresi. Tabel berikut menunjukkan hasil uji heteroskedastisitas pada

penelitian ini:

Tabel 4.2

Output Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162

Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045

Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Table diatas dapat dilihat pada nilai Prob. F (F Hitung) adalah

0,7162, nilai tersebut lebih besar daripada tingkat alpha yaitu 0,05 (5%)

112

sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada

penelitian ini.

d. Uji Autokorelasi

Model regresi yang baik adalah yang terbebas dari autokorelasi.

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang

dengan periode sebelumnya (Witjaksono, 2010). terjadi korelasi maka

dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena

observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya

(Ghozali,2003). Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi adalah dengan

menggunaka uji Durbin-Watson (Ghozali,2001). Dalam penelitian ini uji

autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang

nilainya dapat dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung.

Nilai ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan

yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan jumlah

variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai

dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW dengan tingkat signifikansi (error)

5% (α = 0,05). Hasil uji autokorelasi dalam penelitian disajikan dalam

table berikut:

113

Tabel 4.3

Output Uji Autokorelasi

(

Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Dari output eviews diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson

adalah sebesar 0,767018. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan

derajat kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. Sehingga

nilai 4-Du adalah 2,211. Nilai Durbin Watson pada penelitian ini adalah

0,767018, lebih kecil daripada dL=1,616 dan dU=1,789, maka terjadi

autokorelasi positif.

Untuk mengatasi terjadinya autokerlasi positif, peneliti

menggunakan metode Cochrane-Orcutt yang biasanya digunakan untuk

membesakan nilai DW hitung pada penelitian. Berikut table output regresi

setelah dilakukan metode Cochrane-Orcutt:

R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400

Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337

Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060

F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018

Prob(F-statistic) 0.000000

114

Tabel 4.4

Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt

Dependent Variable: JKSE

Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)

Date: 07/13/17 Time: 13:01

Sample: 1 120

Included observations: 120

Convergence achieved after 24 iterations

Coefficient covariance computed using outer product of gradients

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000

SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001

KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022

GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000

DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000

HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000

AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000

SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000

R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373

Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957

Log likelihood -784.2241 Hannan-Quinn criter. 13.27920

F-statistic 844.6020 Durbin-Watson stat 1.823597

Prob(F-statistic) 0.000000

Inverted AR Roots .71

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Setelah dilakukan metode Cocrane-Orcutt dalam persamaan

regresi, dapat dilihat hasil Durbin-Watson Stat. (DW hitung) menjadi

115

1,823597. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan derajat

kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. nilai 4-Du

adalah 2,211. Nilai DW hitung setelah metode Cochrane-Orcutt dilakukan

menjadi sebesar 1,823597, maka lebih besar daripada nilai dU=1,789 dan

lebih kecil daripada nilai 4-dU= 2,211. Maka dapat dikatakan tsetelah

dilakukan metode Cochrane-Orcutt tidak terjadi autokorelasi dalam

penelitian ini.

Gambar 4.8

Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson

3. Uji Hipotesis

a. Uji t (Parsial)

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh

dari variabel independen (SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia,

Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng) terhadap variabel dependen

yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil uji t pada

EViews dapat dilihat pada nilai probabilitas t hitung (prob.),

Autokorelasi Positif

Ragu-ragu Tidak ada Autokorelasi

Autokorelasi negatif

Ragu-ragu

0 dL= 1,616 dU= 1,789 4-dU=2,211 4-dL=2,384 4

116

apabila nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi α=5%

maka dapat dikatakan bahwa variabel independen memiliki

pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan

apabila nilai Prob. nya lebih besar daripada tingkat signifikansi

maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial

didalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001).

Table dibawah menunjukkan hasil ouput penelitian ini:

Table 4.5

Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial

Dependent Variable: JKSE

Method: Least Squares

Date: 07/13/17 Time: 12:58

Sample: 1 120

Included observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000

KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033

GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000

DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000

HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000

C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000

R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400

Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337

117

Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060

F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018

Prob(F-statistic) 0.000000

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

1) Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG

Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa

Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar

0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5%

(0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien -

81,79353 yang menunjukkan arah negatif. Maka dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku bunga

SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG).

2) Pengaruh Nilai Kurs Rupiah terhadap Dollar terhadap IHSG

Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Kurs

Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar

0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5%

(0,0033 > 0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332,

yang menunjukkan hubungan posiitf. Maka dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs

Dollar terhadap Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap

Indeks Harga Saham Gabugan (IHSG).

118

3) Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG

Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa

Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.

Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05).

Harga emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983

yang menunjukka hubungan positif. Maka dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti harga emas

memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG).

4) Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG

Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa

Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.

Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05).

Koefisien regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang

menunjukkan arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima

dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh positif signifikan antara variabel bebas Indeks Dow Jones

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

5) Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG

119

Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa

indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000

lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif

diterima dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi

ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat disimpulkan bahwa

Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan.

b. Uji F (Simultan)

Untuk mengetahui apakah model regresi dalam penelitan

layak digunakan perlu dilakukan uji kelayakan model atau uji F.

Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah variabel-variabel

bebas mempengaruhi variabel terikat secara bersama-sama

(simultan). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah

semua variabel independent yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara simultan terhadap semua variabel

dependen (Ghozali,2001). Apabila nilai prob. F hitung lebih kecil

dari tingkat kesalahan/error (alpha) 0,05 (yang telah ditentukan)

maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi layak,

sedangkan apabila nilai prob. F hitung lebih besar dari tingkat

kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang

diestimasi tidak layak. Berikut table output hasil penelitian ini:

120

Tabel 4.6

Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F)

R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400

Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337

Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060

F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018

Prob(F-statistic) 0.000000

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Dari hasil output diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau

prob. F hitung adalah sebesar 0,000000 dan nilai F hitung adalah sebesar

692,251. Nilai prob. F hitung lebih kecil daripada 5% yaitu 0,000000,

maka dapat dikatakan bahwa model regresi adalah layak dan variabel

independen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas

Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara

simultan terhadap variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG).

c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)

Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-

variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Atau dapat pula dikatakan

sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

121

Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square atau

Adjusted R-Square. Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti

kemampuan variabel independent dalam menerangkan variabel dependen

sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independent

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Adjusted R-Square digunakan

pada saat variabel bebas lebih dari satu. Tabel berikut menunjukkan nilai

koefisien determinasi dalam penelitian ini.

Tabel 4.7

Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)

R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400

Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337

Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060

F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018

Prob(F-statistic) 0.000000

(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)

Pada table diatas dapat dilihat nilai Adjusted R-Square adalah

sebesar 0,966 atau 96,6%, yang artinya variabel dependen (Indeks Harga

Saham Gabungan) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependen yaitu

122

Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow

Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%, sedangkan sisanya sebesar

3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang tidak terdapat pada

model regresi dalam penelitian ini seperti politik, kebijakan pemerintah,

pajak, dan lain sebagainya.

4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda

Persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan dari output

diatas adalah sebagai berikut:

JKSE = - 5855.205 - 81.79353*SBI + 0.078332*KURS +

1.471983*GOLD + 51.98421*DJISQRT + 0.048796*HSI + e

Berdasarkan persamaan diatas diketahui nilai konstanta sebesar -

5855,205 yang menunjukkan apabila variabel tingkat suku bunga SBI,

Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah, harga emas dunia, Indeks Dow Jones,

dan Indeks Hang Seng bernilai 0 maka nilai Indeks Harga Saham

Gabungan adalah sebesar -5855,205 dengan asumsi variabel lain dianggap

tetap.

Nilai koefisien regresi tingkat suku bunga SBI bertanda negatif

maka jika variabel SBI mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan

menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 81.79353 kali dengan

asumsi variabel lainnya dianggap tetap.

123

Nilai koefisien regresi variabel Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah

bertanda positif artinya jika variabel kurs mengalami kenaikan sebesar 1%

maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0.078332 kali dengan asumsi

variabel lainya dianggap tetap.

Nilai koefisien regresi variabel harga emas dunia bertanda positif

artinya jika variabel harga emas dunia mengalami kenaikan sebesar 1%

maka akan meningkatkan IHSG sebesar 1.471983 kali dengan asumsi

variabel lainya dianggap tetap.

Nilai koefisien regresi variabel Indeks Dow Jones bertanda positif

artinya jika variabel Indeks Dow Jones mengalami kenaikan sebesar 1%

maka akan meningkatkan IHSG sebesar 51.98421 kali dengan asumsi

variabel lainya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel Indeks

Hang Seng bertanda positif artinya jika variabel Indeks Hang Seng

mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar

0.048796 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap.

C. Interpretasi Data

a. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG

Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar

0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5%

(0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien -

81,79353. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku

124

bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG).

Ketika tingkat suku bunga di bank tinggi maka investor cenderung

lebih tertarik melakukan investasi pada instrumen bank seperti tabungan

dan deposito, karena tingkat pengembalian lebih baik dan resiko yang

lebih kecil daripada investasi pada instrumen pasar modal. Tingkat suku

bunga SBI yang tinggi akan mempengaruhi suku bunga yang ditetapkan di

bank pada instrumen perbankan seperti tabungan, giro, dan deposito.

Instrumen bank seperti tabungan, giro, dan deposito merupakan bentuk

investasi yang resikonya lebih rendah daripada instrument pasar modal

seperti saham. Maka apabila investor memilih untuk berinvestasi pada

tabungan, giro, dan deposito, permintaan pada saham-saham di pasar

modal akan menurun, apabila permintaan atas saham yang tercatat di

Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan maka kinerja saham yang

tercatat di bursa akan menurun dan berdampak pada penurunan IHSG.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Stanley S. C. Huang bahwa

perubahan suku bunga dapat mempengaruhi harga saham (Yasmiandi,

2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardian Agung

Witjaksono (2010) dan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) yang

menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan

terhadap IHSG. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat suku

bunga SBI akan mendorong kenaikan IHSG. Pertumbuhan perekonomian

125

Indonesia ini tidak lepas dari kebijakan Bank Indonesia yang mendorong

pemotongan tingkat suku bunga SBI secara berkala untuk meningkatkan

penyaluran kredit oleh bank umum kepada masyarakat (www.bi.go.id).

b. Pengaruh Nilai Kurs terhadap IHSG

Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki tingkat signifikansi sebesar

0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5%

(0,0033>0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien regresi senilai 0.078332,

yang menunjukkan hubungan positf. Maka dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap

Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham

Gabugan (IHSG).

Dollar Amerika Serikat merupakan mata uang asing yang

digunakan pada setiap perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan

internasional seperti ekspor-impor menggunakan US$, sehingga

permintaan atas US$ cenderung tinggi. Maka fluktuasi nilai US$ terhadap

mata uang domestik suatu negara akan mempengaruhi perekonomian suatu

negara tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh tidak langsung fluktuasi nilai kurs dollar terhadap rupiah

dapat dilihat dari pergerakan indikator pasar modal yaitu IHSG. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kurs dollar terhadap rupiah

berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Pengaruh tersebut didukung

oleh fakta yang didapat dari idx.co.id bahwa tahun 2017 komposisi trading

value oleh investor asing adalah sebesar 37%. Kondisi dollar yang

126

terapresiasi dan rupiah yang melemah merupakan saat yang

menguntungkan bagi investor asing, dimana mereka dapat melakukan

profit taking ketika harga saham sedang turun akibat rupiah yang

terdepresiasi. Ketika dollar terapresiasi maka investor asing di pasar modal

yang sudah memiliki portofolio akan merespon kondisi tersebut dengan

meningkatkan frekuensi jual beli saham sebelum harga rupiah menjadi

stabil. Peningkatan frekuensi perdagangan saham akan meningkatkan

permintaan saham-saham di bursa sehingga akan meningkatkan kinerja

IHSG.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Ginanjar Firdaus (2015) dan

Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar

berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Namun tidak sesuai

dengan penelitian Ardian Agung Witjaksono (2010), Rusbariand et al

(2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) yang menemukan bahwa nilai

tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan

Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar

tidak berpengaruh terhadap IHSG. Pada saat terjadi krisis global 2008,

memberi dampak pada melemahnya nilai kurs rupiah terhadap Dollar AS.

Menurut Rusbariand et. al (2012) Dampak melemahnya nilai rupiah

memicu naiknya harga komoditas, termasuk barang-barang produksi.

Tentunya hal ini berdampak pada meningkatnya biaya produksi, dan

menurunnya laba perusahaan. Turunnya laba perusahaan akan

berpengaruh pada kebijakan deviden, terutama deviden kas dan hal ini

127

daya tarik investor. Menurunnya minat investor terhadap saham dapat

berdampak pada menurunnya harga saham, sehingga harga saham akan

mengalami penurunan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan,

didukung oleh pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah

mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai

berinvestasi atau menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya,

kemudian ketika nilai tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah

periode puncak kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit

taking. Ketika investor melakukan profit taking, maka perdagangan saham

di bursa akan meningkat, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan akan

akan mengalami peningkatan.

c. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG

Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.

Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga

emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang

menunjukkan hubungan positif. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang

berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG).

Emas merupakan asset bebas resiko yang memiliki nilai lindung

terhadap inflasi, hal tersebut ditunjukkan dari harga emas yang cenderung

meningkat setiap tahunnya. Sehingga emas disukai oleh investor sebagai

bentuk diversifikasi portofolio. Hampir sama dengan harga minyak dunia,

128

harga emas dapat menjadi signal investor untuk berinvestasi pada pasar

modal. Walaupun berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat

digunakan sebagai diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas

risiko (Ginanjar Firdaus, 2015).

Dengan meningkatnya harga emas maka, investor akan memiliki

kesempatan untuk membentuk portofolio yang baik, karena emas

merupakan salah satu investasi yang memiliki resiko kecil dan mudah

diperjualbelikan. Sesuai denga teori Portofolio bahwa untuk

meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi,

yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset

saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Maka

apabila harga emas meningkat investor dapat mengatur proporsi aset bebas

resikonya dalam bentuk emas untuk melindungi nilai portofolio yang

dimilikinya tanpa harus khawatir untuk berinvestasi pada saham di bursa.

Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka investor yang

memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi pada saham,

karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi dengan baik,

maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal baik bagi

para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal. Sinyal

tersebut akan memicu perdagangan saham-saham di bursa efek, sehingga

akan meningkatkan kinerja IHSG.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

Penelitian ini sesuai dengan Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010)

129

dan Ginanjar Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia

berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Menurut Sunariyah (2006)

salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah emas.

Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi.

d. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG

Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.

Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien

regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan

arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol

ditolak, Maka terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas

Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia

(www.bi.go.id). Selain itu Amerika Serikat merupakan negara dengan

GDP tertinggi di dunia. Sehingga pergerakan perekonomian AS akan

mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh dunia baik secara langsung

maupun tidak langsung karena Amerika serikat memiliki banyak

perusahaan multinasional yang memiliki cabang di seluruh dunia. Untuk

itu kondisi perekonomiannya akan secara cepat mempengaruhi negara-

negara lain. Dampak tidak langsung yang dimaksudkan disini adalah

ketika kenaikan atau penurunan IHSG dipengaruhi oleh kenaikan atau

penurunan Indeks Dow Jones. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar

saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja

industri terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks

130

Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan

operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola,

Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh

perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks

Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian

Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan

kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian

Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik

investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran

modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh

terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Perusahaan-perusahaan

multinasional diatas menjadi indikator pergerakan indeks Dow Jones,

sehingga kemunduran dan kenaikan perekonomian Amerika akan

dicerminkan pada pergerakan indeks Dow Jones.

Pasar modal Indonesia telah terintegrasi oleh pasar modal di dunia.

Integrasi pasar modal Indonesia yang terus mengalami peningkatan

(Husnan, 2001:238). Hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa

pergerakan pasar modal di dunia akan mempengaruhi pergerakan pasar

modal Indonesia. dalam penelitian ini didapat bahwa Indeks Dow Jones

sebagai indikator pergerakan perekonomian Amerika serikat

mempengaruhi IHSG sebagai indikator perekonomian Indonesia. Apabila

kinerja indeks dow jones meningkat maka akan meningkatkan kinerja

IHSG.

131

Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya

investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum

dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan

terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro

ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa

pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar

modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008).

Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow Jones

mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian

Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin (2015)

menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan

terhadap IHSG. Menurut Firdaus (2015) Indeks Dow Jones merupakan

salah satu indeks saham yang sering dijadikan patokan atas kondisi

ekonomi dunia bagi investor dalam proses pengambilan keputusan

investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis. Ketika Indeks Dow

Jones mengalami kenaikan, hal ini biasanya diikuti oleh beberapa indeks

saham di dunia termasuk IHSG.

e. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG

Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000

lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima

dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar

0.048796. Maka dapat dikatakan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh

positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

132

Belakangan ini perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya

kerja sama antara Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari

economy.okezone.com yang mengabarkan bahwa kerja sama BCSA

(Bilateral Currency Swap Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini

akan berakhir pada Oktober 2016. Perpanjangan kerja sama BCSA

tersebut mencakup kenaikan nilai kerja sama yang telah disepakati oleh

Kepala Negara RI dan China dari 100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi

130 miliar yuan atau setara Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman

dari PBC (People’s Bank of China) ini akan dipakai untuk membiayai

proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat

dikatakan bahwa aliran dana dari investor Tiongkok mempengaruhi

kondisi perekonomian di Indonesia dalam periode penelitian. Sehingga

adanya perubahan keadaan ekonomi di Tiongkok dapat mempengaruhi

perekonomian Indonesia, perubahan yang dimaksud adalah seperti

perubahan tingkat risiko bisnis di negara tersebut. Salah satu variabel

ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran kinerja perekonomian suatu

negara adalah indeks saham di negara tersebut. Maka dari itu apabila

indeks Hang Seng mengalami peningkatan maka sama halnya dengan

IHSG. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan

hipotesis yang diajukan.

Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya

investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum

dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan

133

terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro

ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa

pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar

modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sari (2012) dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang

Seng berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Menurut Syarofi

(2014) pengarung Indeks Hang Seng terhadap IHSG tersebut

dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa Pada periode Januari–Desember

2012, Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar

US$20.863,8 juta (13,63 persen) (www.bps.go.id).

134

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembasan yang telah dibahas

pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Hasil uji t (parsial) secara statistik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

semua variabel bebas yaitu suku bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia,

Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang seng memiliki pengaruh signifikan terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tingkat signifikansi 𝛼 = 5%.

1. Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 Nilainya

tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Tingkat suku

bunga SBI memiliki nilai koefisien -81,79353 yang menunjukkan arah

negatif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang

berarti Tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

2. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar

0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5% (0,0033>0,05).

Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332, yang menunjukkan

hubungan posiitf. Maka dapat disimpulkan bahwa

135

H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap

Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham

Gabugan (IHSG).

3. Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat

signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga emas dunia

memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang menunjukka hubungan

positif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang

berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG).

4. Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat

signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien regresi Indeks

Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan arah positif.

Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas

Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

5. Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 lebih kecil

daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima dan hipotesis

nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat

disimpulkan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

6. Hasil Uji F yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel bebas

yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks

136

Dow Jones, dan Indeks Hang seng berpengaruh secara bersama-sama

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 𝛼 = 5%.

Nilai Adjusted R-Square adalah sebesar 0,966 atau 96,6%, yang

artinya variabel dependen (Indeks Harga Saham Gabungan) dapat dijelaskan

oleh variabel-variabel dependen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah,

Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%,

sedangkan sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang

tidak terdapat pada model regresi dalam penelitian ini seperti politik,

kebijakan pemerintah, pajak, dan lain sebagainya.

137

B. Saran

Dibawah ini merupakan beberapa saran dari penulis untuk para peneliti

yang tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini:

1. Penelitian fokus pada faktor makro ekonomi untuk menganalisis Indeks

Harga Saham Gabungan. Maka disarankan kepada peneliti untuk mencoba

menambahkan faktor ekonomi makro lainnya seperti inflasi, harga emas

dunia, Produk Domestik Bruto, dan berbagai faktor makro ekonomi lainnya

untuk memperluas lingkup penelitian mengenai Indeks Harga Saham

Gabungan.

2. Disarankan bagi peneliti sebelumnya untuk memperbaharui periode

penelitian agar mendapat hasil penelitian yang lebih baik dan dapat mendapat

fenomena yang dapat mempengaruhi variabel.

3. Untuk penelitian selanjutnya akan lebih menarik apabila memperluas indeks

negara lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini, misalnya indeks Nikkei

225, NASDAQ, dan lain sebagainya

138

DAFTAR PUSTAKA

Blanchard, Oliver. Macroeconomic 4 Edition. Pearson Prentice Hall. New

Jersey. 2006.

Bodie Z, Kane A, dan Markus AJ. Manajemen Potofolio dan Investasi.

Edisi Kesembilan. Dalimunthe Z, Wibowo B, penerjemah; Jakarta.

2014.

Ang, Robert. “ Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia “, First Edition

Mediasoft Indonesia. 1997.

Antonello D”Agostino, Luca Sala, and Paolo Surico. “The Fed and the

Stock Market”. Available: www.ideas.repec.org. 2005.

Ben S. Bernanke and Kenneth N. Kuttner. “What Explaint the Stock

Market’s Reaction to Federal Reserve Policy”. Available:

www.federalreserve.gov. 2003.

Bernd Hayo and Ali M. Kutan. “The Impact of News, Oil Prices, and

Global Market Developments on Russian Financial Markets”.

Available: www.ideas.repec.org. 2004.

Chao, Lee Kuan. et. al. Impacts Of Macroeconomic Factors On The

Performance Of Stock Market In Malaysia. Faculty Of Business And

Finance Department Of Finance: Universiti Tunku Abdul Rahman.

2016.

Ernayani dan Mursalin. Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan

Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 –

Januari 2015). Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan

Akuntansi (SNEMA) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

2015.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit UNDIP. 2001.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang:

Badan Penerbit UNDIP. 2005.

Ghozali, Imam. Analisis Multivariat dan Ekonometrika: Teori, Konsep,

dan Aplikasi dengan Eviews 8. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

2013.

Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. 2003.

139

Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2007.

Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2013.

Hady, Hamdy. Manajemen Keuangan Internasional. Edisi Ketiga. Mitra Wacana Media. Jakarta. 2012.

Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2001.

Kodrat, David Sukardi et. al. Manajemen Investasi, Pendekatan Teknikal dan Fundamental untuk Analisis Saham. Edisi

Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2010.

Madura, Jeff. Financial Institutions and Markets. New York:

Thomson South Western. 2006.

Murni, Asfia. Ekonomi Makro. Bandung: Refika Aditama. 2013.

Prasetyanto, Panji Kusuma. Pengaruh Produk Domestik Bruto dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. Jurnal Riset Akuntansi

dan Bisnis Airlangga Vol.1 No.1. 2016.

Puspitarani, Shinta. Analisis Pengaruh Inflasi, Bi Rate, Kurs Rupiah/Us$, dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,

Semarang. 2016.

Raraga, Filus et. al. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan Timbal-Balik Kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2000 -2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,

Semarang. 2012.

Rusbariand, Septian Prima et. al. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga

Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan Kurs Rupiah Terhadap

Pergerakan Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia. Forum

Bisnis & Keuangan I: Universitas Gunadarma. 2012.

Samsul, Mohammad. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Erlangga, Jakarta. 2008.

140

Sari, Yuni Kemala. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank

Indonesia, Indeks Saham Hang Seng, Kurs Dollar As dan Indeks

Saham Dow Jones Industrial Average terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 -2010. Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2012.

Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Edisi Kelima. Badan

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.

Sukirno, Sadono. Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. RajaGrafindo

Persada, Jakarta. 2012.

Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Ketiga,

UPP-AMP YKPN, Yogyakarta. 2003.

Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima,

UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2006.

Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keenam.

UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2011.

Syarofi, Faris Hamam. Analisis Pengaruh Suku Bunga Sbi, Kurs Rupiah/Us$, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Djia, Nikkei 225 dan Hang Seng Index Terhadap Ihsg Dengan Metode Garch-M (Periode Januari 2003 – Mei 2013). Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2014.

Tandelilin, Eduardus. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi

Pertama. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA. 2001.

Wardani, Anastasia Putri Kusuma. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006 – 2015. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,

Semarang. 2016.

Witjaksono, Ardian Agung. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009).

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

2010.

Yasmiandi, Fauzan. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga,

Harga Minyak, dan Harga Emas Terhadap Return Saham. Fakultas

Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

141

Zulganef. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2008.

www.bi.go.id

www.bps.go.id

www.economy.okezone.com

www.ekonomi.kompas.com

www.finance.detik.com

www.finance.yahoo.com

www.fred.stlouisfed.org

www.idx.co.id

www.id.wikipedia.org

www.indonesia-investments.com

www.investing.com

www.market.bisnis.com

www. odnv.co.id

www.sg-insight.com

142

LAMPIRAN

DATA- DATA

Data Tingkat Suku Bunga SBI

Sumber: bi.go.id

Data Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dollar

Sumber: investing.com

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 9.50% 8.00% 10.49% 6.60% 6.08% 4.88% 4.84% 7.23% 6.93% 6.65%

Februari 9.25% 8.00% 9.20% 6.59% 6.71% 3.82% 4.86% 7.17% 6.67% 6.55%

Maret 9.00% 8.00% 8.74% 6.56% 6.72% 3.83% 4.87% 7.13% 6.65% 6.60%

April 9.00% 8.00% 8.17% 6.50% 7.18% 3.93% 4.89% 7.14% 6.66% 6.60%

Mei 8.75% 8.25% 7.58% 6.58% 7.36% 4.24% 5.02% 7.15% 6.66% 6.60%

Juni 8.75% 8.50% 7.07% 6.60% 7.36% 4.32% 5.28% 7.14% 6.67% 6.40%

Juli 8.25% 8.75% 6.81% 6.63% 7.28% 4.46% 5.52% 7.09% 6.69% 6.40%

Agustus 8.25% 9.00% 6.67% 6.63% 6.78% 4.54% 5.86% 6.97% 6.75% 6.40%

September 8.25% 9.25% 6.58% 6.64% 6.28% 4.67% 6.96% 6.88% 7.10% 6.15%

Oktober 8.25% 9.50% 6.60% 6.37% 5.77% 4.75% 6.97% 6.85% 7.10% 5.90%

November 8.25% 9.50% 6.59% 6.42% 5.22% 4.77% 7.22% 6.87% 7.10% 5.90%

Desember 8.00% 9.25% 6.59% 6.26% 5.04% 4.80% 7.22% 6.90% 7.10% 5.90%

BulanTahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 9100 9246.5 11380 9350 9048 8990 9697.5 12210 12667.5 13775

Februari 9131.5 9065 11980 9337 8821.5 9020 9663.5 11609 12925 13372

Maret 9120 9215 11555 9090 8707.5 9144 9717.5 11360 13075 13260

April 9088 9222 10585 9012.5 8564 9190.5 9722.5 11561.5 12962.5 13185

Mei 8827 9315 10290 9175 8535.5 9400 9795 11675 13224 13660

Juni 9035 9220 10207.5 9060 8576.5 9392.5 9925 11855 13332.5 13212.5

Juli 9225 9095 9925 8940 8500 9445 10277.5 11577.5 13527.5 13098.5

Agustus 9390 9150 10080 9035 8533 9535 10920 11690 14050 13267.5

September 9145 9415 9645 8925 8790 9570 11580 12185 14650 13051

Oktober 9097.5 10900 9550 8937.5 8852.5 9605 11272.5 12085 13687.5 13048

November 9370 12025 9455 9034 9110 9593.5 11962.5 12204 13835 13552.5

Desember 9392.5 10900 9425 9010 9067.5 9637.5 12170 12385 13787.5 13472.5

BulanTahun

143

Data Harga Emas Dunia

Sumber: fred.stlouisfed.org

Data Indeks Dow Jones

Sumber: finance.yahoo.com

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 631.17 889.60 858.69 1117.96 1356.40 1656.12 1670.96 1244.80 1251.85 1097.38

Februari 664.75 922.30 943.16 1095.41 1372.73 1742.62 1627.59 1300.98 1227.19 1199.91

Maret 654.90 968.43 924.27 1113.34 1424.01 1673.77 1592.86 1336.08 1178.63 1246.34

April 679.37 909.71 890.20 1148.69 1473.81 1650.07 1485.08 1299.00 1197.91 1242.26

Mei 666.86 888.66 928.65 1205.43 1510.44 1585.51 1413.50 1287.53 1199.05 1259.40

Juni 655.49 889.49 945.67 1232.92 1528.66 1596.70 1342.36 1279.10 1181.51 1276.41

Juli 665.30 939.77 934.23 1192.97 1572.81 1593.91 1286.72 1310.97 1130.04 1337.33

Agustus 665.41 839.03 949.38 1215.81 1755.81 1626.03 1347.10 1295.99 1117.48 1341.09

September 712.65 829.93 996.59 1270.98 1771.85 1744.45 1348.80 1238.82 1124.53 1326.03

Oktober 754.60 806.62 1043.16 1342.02 1665.21 1747.01 1316.19 1222.49 1159.25 1266.57

November 806.25 760.86 1127.04 1369.89 1738.98 1721.14 1275.82 1176.30 1085.70 1235.98

Desember 803.20 816.09 1134.72 1390.55 1652.31 1688.53 1225.40 1202.29 1068.25 1151.40

BulanTahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 12621.69 12650.36 8000.86 10067.33 11891.93 12632.91 13860.58 15698.85 17164.95 16466.30

Februari 12268.63 12266.39 7062.93 10325.26 12226.34 12952.07 14054.49 16321.71 18132.70 16516.50

Maret 12354.35 12262.89 7608.92 10856.63 12319.73 13212.04 14578.54 16457.66 17776.12 17685.09

April 13062.91 12820.13 8168.12 11008.61 12810.54 13213.63 14839.80 16580.84 17840.52 17773.64

Mei 13627.64 12638.32 8500.33 10136.63 12569.79 12393.45 15115.57 16717.17 18010.68 17787.20

Juni 13408.62 11350.01 8447.00 9774.02 12414.34 12880.09 14909.60 16826.60 17619.51 17929.99

Juli 13211.99 11378.02 9171.61 10465.94 12143.24 13008.68 15499.54 16563.30 17689.86 18432.24

Agustus 13357.74 11543.96 9496.28 10014.72 11613.53 13090.84 14810.31 17098.45 16528.03 18400.88

September 13895.63 10850.66 9712.28 10788.05 10913.38 13437.13 15129.67 17042.90 16284.70 18308.15

Oktober 13930.01 9325.01 9712.73 11118.49 11955.01 13096.46 15545.75 17390.52 17663.54 18142.42

November 13371.72 8829.04 10344.84 11006.02 12045.68 13025.58 16086.41 17828.24 17719.92 19123.58

Desember 13264.82 8776.39 10428.05 11577.51 12217.56 13104.14 16576.66 17823.07 17425.03 19762.60

BulanTahun

144

Data Indeks Hang Seng

Sumber: finance.yahoo.com

Data Indeks Harga Saham Gabungan

Sumber: finance.yahoo.com

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 19651.51 24331.67 12811.57 20608.70 23338.02 21680.08 23020.27 22836.96 24823.29 19111.93

Februari 19800.93 22849.20 13576.02 21239.35 23527.52 20555.58 22299.63 22151.06 24900.89 20776.70

Maret 20318.98 25755.35 15520.99 21108.59 23720.81 21094.21 22737.01 22133.97 28133.00 21067.05

April 20634.47 24533.12 18171.00 19765.19 23684.13 18629.52 22392.16 23081.65 27424.19 20815.09

Mei 21772.73 22102.01 18378.73 20128.99 22398.10 19441.46 20803.29 23190.72 26250.03 20794.37

Juni 23184.94 22731.10 20573.33 21029.81 22440.25 19796.81 21883.66 24756.85 24636.28 21891.37

Juli 23984.14 21261.89 19724.19 20536.49 20534.85 19482.57 21731.37 24742.06 21670.58 22976.88

Agustus 27142.47 18016.21 20955.25 22358.17 17592.41 20840.38 22859.86 22932.98 20846.30 23297.15

September 31352.58 13968.67 21752.87 23096.32 19864.87 21641.82 23206.37 23998.06 22640.04 22934.54

Oktober 28643.61 13888.24 21821.50 23007.99 17989.35 22030.39 23881.29 23987.45 21996.42 22789.77

November 27812.65 14387.48 21872.50 23035.45 18434.39 22656.92 23306.39 23605.04 21914.40 22000.56

Desember 23455.74 13278.21 20121.99 23447.34 20390.49 23729.53 22035.42 24507.05 19683.11 23360.78

BulanTahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Januari 1740.97 2721.94 1285.48 2549.03 3470.35 3985.21 4795.79 4620.22 5450.29 4770.96

Februari 1830.92 2447.30 1434.07 2777.30 3678.67 4121.55 4940.99 4768.28 5518.67 4845.37

Maret 1999.17 2304.52 1722.77 2971.25 3819.62 4180.73 5034.07 4840.15 5086.42 4838.58

April 2084.32 2444.35 1916.83 2796.96 3836.97 3832.82 5068.63 4893.91 5216.38 4796.87

Mei 2139.28 2349.10 2026.78 2913.68 3888.57 3955.58 4818.90 4878.58 4910.66 5016.65

Juni 2348.67 2304.51 2323.24 3069.28 4130.80 4142.34 4610.38 5088.80 4802.53 5215.99

Juli 2194.34 2165.94 2341.54 3081.88 3841.73 4060.33 4195.09 5136.86 4509.61 5386.08

Agustus 2359.21 1832.51 2467.59 3501.30 3549.03 4262.56 4316.18 5137.58 4223.91 5364.80

September 2643.49 1256.70 2367.70 3635.32 3790.85 4350.29 4510.63 5089.55 4455.18 5422.54

Oktober 2688.33 1241.54 2415.84 3531.21 3715.08 4276.14 4256.44 5149.89 4446.46 5148.91

November 2745.83 1355.41 2534.36 3703.51 3821.99 4316.69 4274.18 5226.95 4593.01 5296.71

Desember 2627.25 1332.67 2610.80 3409.17 3941.69 4453.70 4418.76 5289.40 4615.16 5294.10

BulanTahun

145

LAMPIRAN

HASIL OUTPUT EVIEWS

Output Uji Normalitas Jarque-Bera

0

4

8

12

16

20

-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600

Series: ResidualsSample 1 120Observations 120

Mean -1.34e-12Median -4.218665Maximum 575.4933Minimum -459.2247Std. Dev. 218.6004Skewness 0.318655Kurtosis 2.631669

Jarque-Bera 2.709161Probability 0.258056

Output Uji Heteroskedastisitas (Glejser Test)

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162

Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045

Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488

146

Output Uji Multikolinieritas (VIF)

Variance Inflation Factors

Date: 10/09/17 Time: 01:23

Sample: 1 120

Included observations: 120

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF

SBI 118.2481 4.255507 3.358214

KURS 0.000681 188.4063 4.974510

GOLD 0.017625 65.77164 3.805410

DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910

HSI 0.000108 125.1744 2.290166

C 80729.58 194.2093 NA

147

Output Regresi Linier Sederhana

Dependent Variable: JKSE

Method: Least Squares

Date: 07/13/17 Time: 12:58

Sample: 1 120

Included observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000

KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033

GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000

DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000

HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000

C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000

R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400

Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337

Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060

F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018

Prob(F-statistic) 0.000000

148

Output AR(1) (Cochrane-Orcutt)

Dependent Variable: JKSE

Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)

Date: 07/13/17 Time: 13:01

Sample: 1 120

Included observations: 120

Convergence achieved after 24 iterations

Coefficient covariance computed using outer product of gradients

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000

SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001

KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022

GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000

DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000

HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000

AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000

SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000

R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621

Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200

S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373

Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957

Log likelihood -784.2241 Hannan-Quinn criter. 13.27920

F-statistic 844.6020 Durbin-Watson stat 1.823597

Prob(F-statistic) 0.000000

Inverted AR Roots .71