Post on 21-Apr-2023
AL-QUR’ĀN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI (Studi Komparatif Penafsiran Ayat-ayat Tentang
Korupsi dalam Tafsir FῙ Zhilālil Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Usuluddin (S. Ud.)
Pada Jurusan Tafsir Hadis
Fakultas UAD
MUSLIKHIN
NIM: 14113440041
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah
masuk sampai ke seluruh lapisan kehidupan masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, dalam jumlah
kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara serta dari segi
kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis yang
telah memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.1 Pada tahun 2005
menurut data Pasific Economic and Risk Cosultancy, Indonesia
menempati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia.2
Gambaran lebih jelas dapat dilihat dari kondisi masyarakat lokal.
Sebut saja di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Sebanyak 65 persen
masyarakat tinggal di pedesaan. Berbagai program pemerintah yang
katanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin,
khususnya di pedesaan, terus digalakkan. Namun, prakteknya banyak dana
yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang diberi tanggung jawab untuk
mengelolanya sehingga banyak warga miskin tidak menikmati fasilitas
yang semestinya. Sebut saja program pemerintah Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) di bidang pendidikan yang sudah berjalan cukup
lama, tapi banyak warga yang masih mengeluhkan fasilitas dan pelayanan
yang diberikan. Keluhan-keluhan itu terjadi karena tidak ada
transparannya pengelolaan program-program tersebut. Sementara
masyarakat belum memahami hak-hak untuk mendapatkan informasi
terkait program tersebut dari pengelola (pemerintah). Kondisi yang tidak
transparan itu berpotensi menyuburkan penyalahgunaan wewenang yang
mengarah pada tindakan korupsi. Korupsi memang bermula dari
ketidakjelasan informasi.3
1Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. vii. 2Ibid., h. vii.
3 Ahmad Qisa’i dkk. (ed), Orang Kampung Melawan Korupsi, (Jakarta:
Kemitraan, 2011), h. 71.
1
2
Belum lama ini beberapa pegawai dan pejabat di IAIN Cirebon
tersandung kasus korupsi. Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus
korupsi pengadaan tanah untuk pengembangan kampus II pada 8
Desember 2014. Dalam proses pembebasan tanah seluas sekitar empat
hektar, rektor IAIN Cirebon sebagai kuasa pengguna anggaran tidak
mengikuti aturan undang-undang yang berlaku, sehingga Negara dirugikan
sekitar Rp 8,2 miliar dari total anggara Rp 16 miliar tahun 2013.4
Melihat beberapa kasus di atas, korupsi hampir terjadi di setiap
tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus ijin
mendirikan bangunan, proyek pengadaan di instansi pemerintah sampai
proses penegakan hukum. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan
yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum seperti memberi
hadiah kepada pejabat atau pegawai negeri sebagai imbalan jasa sebuah
pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan sebagai bagian dari
budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama menjadi bibit korupsi
yang nyata dan lama kelamaan semakin menyebar.5
Harus kita sadari, meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,
sehingga perbuatan ini tidak lagi tergolong sebagai kejahatan biasa
melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa. Sehingga dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut
cara-cara yang luar biasa.6
Menanggapi permasalahan di atas, al-Qur’ān sebagai kitab suci
yang berfungsi sebagai pedoman dan petunjuk bagi seluruh umat manusia
mengandung nilai-nilai universal yang senantiasa sesuai pada setiap zaman
dan tempat di manapun manusia berada, memberikan solusi kepada
4Qordon dan Aray, “Rektor IAIN Syekh Nurjati Resmi Ditahan”, LPM Fatsoen
IAIN Syekh Nurjati Cirebon, edisi 67/ Desember 2014, h. 1. 5Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), h.1. 6Ermansjah Djaja, op. cit.
3
manusia atas persoalan yang dihadapi baik dengan mengkaji makna ayat
yang tersurat ataupun tersirat. Pada satu sisi petunjuk al-Qur’ān ada yang
tersurat dan ada yang tersirat, sementara di sisi lain pemahaman manusia
terhadap firman Allah ini sangat multi interpretatif. Hal ini bergantung
pada sudut pandang, ideologi dan kecenderungan manusia (Mufassir)
dalam memahaminya. Hal ini sejalan dengan definisi tafsir yang
menyatakan bahwa ia adalah penjelasan tentang maksud Allah sesuai
kemampuan manusia.7
Al-Qur’ān bagaikan intan yang di setiap sudutnya memancarkan
cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain,
sehingga tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain
memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang
Anda lihat. Oleh karenanya, adalah hal yang sangat wajar apabila
perwujudan al-Qur’ān dalam kehidupan sehari-hari menuai beragam
makna.8 Dalam perspektif aliran-aliran tafsir, muncul dua aliran yang
saling bertentangan, aliran pertama menyatakan bahwa al-Qur’ān
menjelaskan segala sesuatu secara terperinci sehingga persoalan apapun
ada dalam kitab suci ini termasuk di dalamnya tentang masalah korupsi.
Aliran kedua meyakini bahwa al-Qur’ān tidak menjelaskan segala sesuatu
secara terperinci al-Qur’ān hanya menjelaskannya secara global saja.9
Akan tetapi yang perlu dipahami adalah bahwa perbedaan-perbedaan ini
tidak mengurangi sedikitpun nilai kemuliaan dan keagungan al-Qur’ān
sebagai kitab petunjuk. Bahkan, menjadikan al-Qur’ān sebagai sumber
kajian yang tidak pernah kering dalam memunculkan ide dan gagasan
tentang berbagai solusi terhadap persoalan hidup manusia.
Berkaitan dengan masalah korupsi, menurut penulis bahwa al-
Qur’ān sendiri tidak menjelaskan perkara korupsi secara detail, namun
kita harus meyakini bahwa al-Qur’ān hadir untuk merespon, menjawab
dan menuntun manusia untuk mengatasi seluruh masalah kehidupan
7M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2002), h. 55. 8Ibid., h. 16.
9Rosihon Anwar, Samudera Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 95.
4
mereka. Menurut Malik Ben Nabi (1905-1973), al-Qur’ān mampu
menembus sudut paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan
kekuatan nyata jiwa orang yang beriman dan bahkan orang yang tidak
beriman pun mampu merasakan itu.10
Oleh karena itu penulis ingin
menelaah ayat-ayat yang berkenaan dengan korupsi, baik yang tertera
secara tersurat maupun yang tersirat dalam Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan
Tafsir Al-Azhar. Ayat ayat yang berkaitan dengan korupsi ini terdapat
pada QS. al Baqarah/ 2: 188, Ali Imrān/ 3: 161, QS. an-Nisā/ 4: 29, dalam
QS. al-Mā’idah/ 5: 33-34, Qs. al-Māidah / 5: 42, QS., QS. al-Anfāl/ 8: 27.
Alasan penulis mengambil kedua kitab tafsir tersebut adalah karena
keduanya menafsirkan al-Qur’ān dengan metode tahlili yakni menafsirkan
seluruh al-Qur’ān dari awal hingga akhir, sehingga bisa mengetahui
penafsiran dari masing-masing ayat al-Qur’ān . Selain itu, corak yang
digunakan dalam menafsirkan al-Qur’ān bercorak adabi ijtima’i (sosial
kemasyarakatan) yang menurut penulis cocok untuk membahas
permasalahan sosial seperti korupsi yang mengakar di segala lapisan
masyarakat. Yang lebih menarik lagi adalah keduanya menafsirkan al-
Qur’ān dalam penjara karena mengkritik sistem pemerintah yang menurut
pandangan mereka adanya ketidakadilan dalam menjalankan roda
pemerintahan. Selain itu yang membuat penulis tertarik adalah dalam
Tafsir Al-Azhar secara jelas tertulis pembahasan “korupsi” ketika
menafsirkan surat Ali Imrān ayat 161.11
Sementara dalam Tafsir Fī Zhilālil
Qur’ān terdapat pembahasan mengenai “korupsi dan resikonya di akhirat
nanti”.12
Penulisan judul dan pembahasan secara terang-terangan inilah
yang membedakan dengan kitab tafsir lainnya, sehingga membuat penulis
tertarik untuk mengambil kedua kitab tafsir tersebut.
10
Malik Ben Nabi, Fenomena Al-Qur’an: Pemahaman Baru Kitab Suci, terj.
Farid Wajdi, (Bandung: Marja’, 2002), h. 98. 11
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (selanjutnya disingkat Hamka), Tafsir Al-
Azhar, (Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003) cet. 5, h. 977. 12
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an; diBawah Naungan Al-Qur’an, terj.
As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 196.
5
B. Batasan Masalah
Masih terjadi multi-tafsir terhadap kata apa yang paling tepat untuk
menunjukkan makna korupsi dalam al-Qur’ān . Menurut M. Nurul Irfan
paling tidak ada enam kata yang identik-kualifikatif terhadap kata korupsi
di antaranya: Gasab (Mengambil paksa hak/harta orang lain) yang terdapat
pada al-Bāqarah/ 2: 188; QS. an-Nisa/ 4: 29; Gulul (penggelapan) yang
terdapat pada QS. Ali Imrān/ 3: 161, Ḥirabah (merampok) QS. al-Māidah/
5: 33, Sāriqah (mencuri) QS. al-Mā’idah/ 5: 38, Risywah (Penyuapan)
dalam QS. al-Māidah / 5: 42, dan;, khiyanat pada QS. al-Anfal/ 8: 27.
Menurut Irfan bahwa makna dari keenam kata ini bisa diidentitifikasi
sebagai arti dari kata korupsi.13
Berkaitan dengan beberapa kata korupsi di atas agar lebih fokus
dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan ini pada makna
korupsi yang berarti Gasab (Mengambil paksa hak/harta orang lain) yang
terdapat pada al-Bāqarah/ 2: 188; QS. an-Nisa/ 4: 29; Gulul (penggelapan)
yang terdapat pada QS. Ali Imrān/ 3: 161, Ḥirabah (merampok) QS. al-
Māidah/ 5: 33, Sāriqah (mencuri) QS. al-Mā’idah/ 5: 38, Risywah
(Penyuapan) dalam QS. al-Māidah / 5: 42, dan;, khiyanat pada QS. al-
Anfal/ 8: 27.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan
masalahnya yaitu:
1. Bagaimana penafsiran Sayyid Qutb dan Hamka terhadap korupsi
dalam Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan
Hamka tentang korupsi dalam al-Qur’ān ?
13
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam
Perspektif Fikih Jinayah, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009) h. 45.
6
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penulisan ini adalah:
a. Mengetahui kandungan makna korupsi dalam al-Qur’ān .
b. Menelaah secara detail tentang penafsiran Sayyid Quthb dalam
Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan korupsi.
c. Mengkomparasikan kedua penafsiran tersebut, sehingga diketahui
letak persamaan dan perbedaannya.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Kegunaan secara teoritis, untuk mengetahui secara lebih luas
keilmuan tentang pemikiran Sayyid Quthb dan Buya Hamka dalam
menafsirkan ayat-ayat yang mengandung makna korupsi dalam al-
Qur’ān .
b. Kegunaan secara aplikatif, menambah wawasan bagi pembaca pada
umumnya dan penyusun pada khususnya tentang penafsiran al-
Qur’ān tentang korupsi.
c. Dengan hadirnya karya tulis ini mudah-mudahan bisa menyadarkan
masyarakat pada umummya dan penulis pada khususnya, sehingga
korupsi yang mengakar dihampir seluruh lapisan masyarakat
Indonesia bisa terkurangi.
F. Telaah Pustaka
Mengenai telaah pustaka ini penulis menghadirkan kajian yang
terkait dengan korupsi baik itu berupa buku, skripsi ataupun jurnal ilmiah
sebagai bahan pembeda antara kajian yang dilakukan oleh penulis dengan
karya-karya yang sudah ada sehingga tidak terjadi duplikasi penulisan
karya ilmiah.
Pembahasan yang berusaha membicarakan korupsi dalam al-
Qur’ān memang sudah ada. Di antaranya adalah Skripsi karya Ahmad
Salafuddin mahasiswa IAIN Walisongo tahun 2010, yang berjudul Nilai-
7
Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Surat An-Nisa Ayat 58 (Studi Analisis
dengan Pendekatan Tafsir Tahlily). Dalam skripsinya dia hanya
memusatkan perhatian pada nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang
terdapat dalam QS. an-Nisa/4: 58 yang terfokus pada masalah sifat amanat
dan berbuat adil yang harus dilakukan dalam diri seseorang.14
Tesis berjudul Konsep Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif
Pendidikan Islam oleh Mustofa Mahasiswa pasca sarjana IAIN Syekh
Nurjati Cirebon tahun 2010. Dalam tesis tersebut hanya membahas korupsi
dari sudut pandang Islam dan sosial-filosofis dengan konsep pendidikan
antikorupsi melalui pendekatan pendidikan nilai kemudian implikasinya
terhadap kurikulum pendidikan agama Islam.15
Buku Fikih Anti Korupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah. Buku
ini membahas persoalan korupsi dalam perspektif Islam, pembahasannya
mencakup konsep amanah, keadilan, amar ma’ruf nahi munkar definisi
korupsi, diakhiri dengan meluruskan kesalahpahaman pengampunan
dosa.16
Buku berjudul NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih yang
diterbitkan oleh Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasasn Korupsi
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (GNPK PB NU), 2006. Buku ini
mencermati fenomena korupsi di Indonesia serta membahasnya melalui
pandangan Islam dan strategi pemberantasannya.17
Berdasarkan beberapa karya ilmiah tersebut yang membedakan
dengan penelitian ini adalah penulis membahas terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan korupsi yang terdapat pada Tafsir Fī Zhilāil Qur’ān dan
Tafsir Al-Azhar secara lebih mendalam sesuai urutan kronologis turunnnya
ayat. Selain itu dibantu dengan kitab tafsir-tafsir lain yang mendukung
terhadap pemecahan permasalahan korupsi yang sedang diangkat.
14
Ahmad Salafuddin, Nilai-Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Surat An-Nisa
Ayat 58 (Studi Analisi dengan Pendekatan Tafsir Tahlily), (Semarang: IAIN Walisongo,
2010), h. 10. 15
Mustofa, Konsep Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan Islam,
(Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2010), h. 10. 16
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif
Ulama Muhammadiyah, (Jakarta: PSAP, 2006), cet. I, h. 1. 17
Ahmad Fawa’id, Sulton Huda (ed). NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan
Fiqih,(Jakarta: PBNU, 2006), cet. I, h.1, 23, 57 dan 133.
8
G. Kerangka Teori
korup dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti buruk, rusak,
suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya untuk
kepentingan pribadi.18
Sedangkankan korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan (uang Negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi
atau orang lain.19
Istilah korupsi pada awalnya berasal dari satu kata dalam bahasa
latin yakni coruptio atau corruptus yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar-balik, menyogok. Kata ini lalu disalin ke dalam
kosa kata bahasa Inggris yang disebut corruption atau corrupt. Selain itu
dalam bahasa Perancis juga dikenal dengan kata corruption, sementara
dalam kaidah bahasa Belanda dikenal dengan sebutan corruptie
(korruptie).20
Menurut KPK, korupsi memiliki banyak arti. Dalam buku yang
diterbitkan oleh KPK bahwa korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk definisi
tindak pidana korupsi yang diterangkan dalam UU No. 31 tahun 1999 jo.
Ketiga puluh jenis korupsi tersebut pada dasarnya meliputi: kerugian
keuangan Negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,
perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan
gratifikasi.21
Term korupsi secara universal selama ini diartikan sebagai
tingkahlaku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeruk kepentingan pribadi, berakibat merugikan kepentingan umum
dan Negara. Bentuk nyata dari perbuatan korupsi dapat berwujud
penggelapan, penyuapan, penyogokan, manipulasi data administrasi
keuangan, pemerasan, penyelundupan, jula beli dukungan politik dan
perbuatan sejenisnya.22
18
Tim penyusun bahsa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 527. 19
Ibid. 20
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Amzah, 2011),
h. 33. 21
Komisi Pemberantasan Korupsi, op. cit., h. 5. 22
Mustofa, op. cit., h. 15.
9
Ahmad Salafuddin Dalam skripsinya mengambil pendapat Robert
Klitgard dikatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang
dari tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau
uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku
pribadi.23
Suatu tindakan bisa dikatakan korupsi apabila: pertama, pelaku
yang terlibat dalam korupsi terdapat di kalangan pemerintah (pegawai
negeri), swasta (pengusaha) maupun politik (politisi). Kedua, mereka
berperilaku memperkaya diri atau berdekatan dengannya atau merangsang
orang lain untuk memperkaya diri. Ketiga, cara yang dipakai tidak legal
dengan menyalahgunakan kedudukannya.24
Mustofa dalam tesisnya mengutip pendapat M. Cholil Nafis
menyataka bahwa sedikitnya terdapat tiga kejahatan dalam tindakan
korupsi, yaitu: pertama,kejahatan yang berdampak pada hilangnya uang
Negara sehingga tindakan korupsi yang akut akan menyebabkan hilangnya
hajat hidup orang banyak, memperlebar kesenjangan sosial dan
menghilangkan keadilan. Kedua, korupsi bisa menghilangkan hak hidup
warga Negara dan regulasi keuangan Negara. Negara yang korup akan
menyebabkan kemiskinan dan kobodohan. Ketiga, kejahatan korupsi
menggerogoti kehormatan dan keselamatan generasi penerus. Berkaitan
dengan hal tersebut, korupsi sangat bertentangan dengan maqashid al-
syari’ah yaitu melindungi jiwa, harta, keturunan, akal, dan penodaan
terhadap agama.25
Berdasarkan beberapa uraian mengenai pengertian korupsi di atas
baik dari segi etimologi maupun terminologi, maka dapat penulis
simpulkan bahwa makna kata korupsi sangat luas, hal ini bergantung pada
bidang dan perspektif pendekatan yang dilakukan. Namun pada prinsipnya
bahwa semua pengertian tentang korupsi tersebut mengacu kepada makna;
23
Ahmad Salafuddin, op. cit., h. 16. 24
Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat korupsi, (Yogyakarta: Gema Media, 2009),
h. 12. 25
Mustofa, op.cit., h. 34.
10
keburukan, ketidak-baikan, kecurangan bahkan kezaliman yang akibatnya
merusak dan menghancurkan tata kehidupan, keluarga, masyarakat bangsa
bahkan kebangkrutan Negara akan terjadi disebabkan oleh korupsi.26
Lalu bagaimana interpretasi al-Qur’ān tentang makna korupsi?
Kenyataanya menunjukkan bahwa masih terjadi multi-tafsir terhadap kata
apa yang paling tepat untuk menunjukkan makna korupsi dalam al-Qur’ān.
Menurut M. Nurul Irfan paling tidak ada enam kata yang identik-
kualifikatif terhadap kata korupsi yakni27
:
a. Risywah (Penyuapan) dalam QS. al-Māidah/ 5: 42,
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang
Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah
dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka
tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika
kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah
(perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang adil.
b. Gulul (penggelapan) dalam QS. Ali Imrān/ 3: 161,
Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam
urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian
26
M. Nurul Irfan, op. cit., h. 36. 27
Ibid., h. 78-123.
11
tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia
kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka
tidak dianiaya.
c. Gasab (Mengambil paksa hak/ harta orang lain) QS. al-Nisā/ 4:
29 dan QS. al Baqarah/ 2: 188,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
Padahal kamu mengetahui.” QS. al-Baqarah/ 2: 188.
d. Khianat dalam QS. al-Anfal/ 8: 27,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
12
e. Sāriqah (Pencurian), QS. al-Mā’idah/ 5: 38
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
f. Ḥirabah (Perampokan) dalam QS. al-Mā’idah/ 5: 33,
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik,
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini adalah merupakan
penelitian kualitatif. Melalui metode ini, penulis menggunakan metode
pendekatan penafsiran al-Qur’ān dari segi tafsir tematik. Yakni,
menghimpun ayat-ayat al-Qur’ān yang memiliki tujuan yang sama,
menyusunnya secara kronologis selama memungkinkan dengan
memperhatikan sebab turunnya, menjelaskannya, mengaitkannya dengan
surah tempat ia berada, menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut
ke dalam kerangka pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan
menilainya dengan kriteria pengetahuan yang sahih.28
28
Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsîr Mawdhu’iy , terj. Suryan
A.Jamrah, (Jakarta: Raja Rafindo Persada, 1994), h. 52.
13
Mengenai penelitian ini, penulis menggunakan beberapa langkah
yang dilakukan dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkkan untuk
menyusun skripsi ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Sumber Data
Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sebagai sumber data primer terdiri dari Tafsir Fī Zhilālil
Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar, serta sebagai sumber data sekunder yaitu
terdiri dari buku-buku penunjang yang membahas tentang masalah
korupsi baik secara khusus maupun secara umum dan implisitnya
mengenai masalah yang dibahas.
2. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.29
Tujuan pengumpulan data sangat tergantung pada
tujuan dan metodologi riset, khususnya metode analisis data. Secara
umum, pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh fakta yang
diperlukan untuk mencapai tujuan riset.30
Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua
hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data artinya informasi
yang didapat melalui pengukuran tertentu, untuk digunakan sebagai
landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta.31
3. Analisis
Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, maka
tahap berikutnya adalah analisis. Tahap ini merupakan tahap yang
sangat penting. Pada tahap ini diolah sedemikian rupa sehingga
berhasil disimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.
29
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta,
2009), cet. VII , h. 308. 30
HM. Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h 95. 31
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan
Skripsi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), h. 104.
14
Pada metode ini, penulis menggunakan metode komparatif,
yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan
perbandingan antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya,
kemudian menarik suatu kesimpulan dari perbedaan dan persamaan
kedua pemikiran tersebut.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang dimulai
dengan bab satu berisi pendahuluan yang mengemukakan latar belakang
masalah, dimana hal tersebut merupakan landasan berpikir penyusunan
skripsi ini. Kemudian, tujuan dan kegunaan, tinjuan pustaka, kerangka
teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua menguraikan tentang telaah kitab Tafsir Fī Zhilālil
Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar serta biografi pengarang kedua kitab tafsir
tersebut.
Bab tiga dikemukakan kajian teori tentang budaya anti korupsi
meliputi wawasan al-Qur’ān , budaya anti korupsi, upaya pencegahan
korupsi dalam al-Qur’ān , upaya pencegahan korupsi dalam hadis.
Bab empat, penulis memberikan analisis terhadap penafsiran buya
Hamka dan Sayyid Qutub, mengkomparasikan penafsiran tentang ayat-
ayat korupsi, dengan konsep penafsiran al-Qur’ān secara maudu’i serta
mengungkapkan pendapat para mufassir terhadap ayat-ayat tersebut.
Bab kelima yang merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari
uraian-uraian skripsi ini kemudian dikemukakan beberapa saran-saran
sehubungan dengan persoalan yang telah dibahas.