AL-QUR'ĀN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI

15
AL-QUR’ĀN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI (Studi Komparatif Penafsiran Ayat-ayat Tentang Korupsi dalam Tafsir FZhilālil Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Usuluddin (S. Ud.) Pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas UAD MUSLIKHIN NIM: 14113440041 KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON 2015

Transcript of AL-QUR'ĀN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI

AL-QUR’ĀN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI (Studi Komparatif Penafsiran Ayat-ayat Tentang

Korupsi dalam Tafsir FῙ Zhilālil Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Usuluddin (S. Ud.)

Pada Jurusan Tafsir Hadis

Fakultas UAD

MUSLIKHIN

NIM: 14113440041

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SYEKH NURJATI CIREBON

2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

masuk sampai ke seluruh lapisan kehidupan masyarakat.

Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, dalam jumlah

kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara serta dari segi

kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis yang

telah memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.1 Pada tahun 2005

menurut data Pasific Economic and Risk Cosultancy, Indonesia

menempati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia.2

Gambaran lebih jelas dapat dilihat dari kondisi masyarakat lokal.

Sebut saja di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Sebanyak 65 persen

masyarakat tinggal di pedesaan. Berbagai program pemerintah yang

katanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin,

khususnya di pedesaan, terus digalakkan. Namun, prakteknya banyak dana

yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang diberi tanggung jawab untuk

mengelolanya sehingga banyak warga miskin tidak menikmati fasilitas

yang semestinya. Sebut saja program pemerintah Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas) di bidang pendidikan yang sudah berjalan cukup

lama, tapi banyak warga yang masih mengeluhkan fasilitas dan pelayanan

yang diberikan. Keluhan-keluhan itu terjadi karena tidak ada

transparannya pengelolaan program-program tersebut. Sementara

masyarakat belum memahami hak-hak untuk mendapatkan informasi

terkait program tersebut dari pengelola (pemerintah). Kondisi yang tidak

transparan itu berpotensi menyuburkan penyalahgunaan wewenang yang

mengarah pada tindakan korupsi. Korupsi memang bermula dari

ketidakjelasan informasi.3

1Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta: Sinar Grafika,

2008), h. vii. 2Ibid., h. vii.

3 Ahmad Qisa’i dkk. (ed), Orang Kampung Melawan Korupsi, (Jakarta:

Kemitraan, 2011), h. 71.

1

2

Belum lama ini beberapa pegawai dan pejabat di IAIN Cirebon

tersandung kasus korupsi. Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus

korupsi pengadaan tanah untuk pengembangan kampus II pada 8

Desember 2014. Dalam proses pembebasan tanah seluas sekitar empat

hektar, rektor IAIN Cirebon sebagai kuasa pengguna anggaran tidak

mengikuti aturan undang-undang yang berlaku, sehingga Negara dirugikan

sekitar Rp 8,2 miliar dari total anggara Rp 16 miliar tahun 2013.4

Melihat beberapa kasus di atas, korupsi hampir terjadi di setiap

tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus ijin

mendirikan bangunan, proyek pengadaan di instansi pemerintah sampai

proses penegakan hukum. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan

yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum seperti memberi

hadiah kepada pejabat atau pegawai negeri sebagai imbalan jasa sebuah

pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan sebagai bagian dari

budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama menjadi bibit korupsi

yang nyata dan lama kelamaan semakin menyebar.5

Harus kita sadari, meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak

terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kehidupan

perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan

bernegara pada umumnya. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,

sehingga perbuatan ini tidak lagi tergolong sebagai kejahatan biasa

melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa. Sehingga dalam upaya

pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut

cara-cara yang luar biasa.6

Menanggapi permasalahan di atas, al-Qur’ān sebagai kitab suci

yang berfungsi sebagai pedoman dan petunjuk bagi seluruh umat manusia

mengandung nilai-nilai universal yang senantiasa sesuai pada setiap zaman

dan tempat di manapun manusia berada, memberikan solusi kepada

4Qordon dan Aray, “Rektor IAIN Syekh Nurjati Resmi Ditahan”, LPM Fatsoen

IAIN Syekh Nurjati Cirebon, edisi 67/ Desember 2014, h. 1. 5Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk

Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), h.1. 6Ermansjah Djaja, op. cit.

3

manusia atas persoalan yang dihadapi baik dengan mengkaji makna ayat

yang tersurat ataupun tersirat. Pada satu sisi petunjuk al-Qur’ān ada yang

tersurat dan ada yang tersirat, sementara di sisi lain pemahaman manusia

terhadap firman Allah ini sangat multi interpretatif. Hal ini bergantung

pada sudut pandang, ideologi dan kecenderungan manusia (Mufassir)

dalam memahaminya. Hal ini sejalan dengan definisi tafsir yang

menyatakan bahwa ia adalah penjelasan tentang maksud Allah sesuai

kemampuan manusia.7

Al-Qur’ān bagaikan intan yang di setiap sudutnya memancarkan

cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain,

sehingga tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain

memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang

Anda lihat. Oleh karenanya, adalah hal yang sangat wajar apabila

perwujudan al-Qur’ān dalam kehidupan sehari-hari menuai beragam

makna.8 Dalam perspektif aliran-aliran tafsir, muncul dua aliran yang

saling bertentangan, aliran pertama menyatakan bahwa al-Qur’ān

menjelaskan segala sesuatu secara terperinci sehingga persoalan apapun

ada dalam kitab suci ini termasuk di dalamnya tentang masalah korupsi.

Aliran kedua meyakini bahwa al-Qur’ān tidak menjelaskan segala sesuatu

secara terperinci al-Qur’ān hanya menjelaskannya secara global saja.9

Akan tetapi yang perlu dipahami adalah bahwa perbedaan-perbedaan ini

tidak mengurangi sedikitpun nilai kemuliaan dan keagungan al-Qur’ān

sebagai kitab petunjuk. Bahkan, menjadikan al-Qur’ān sebagai sumber

kajian yang tidak pernah kering dalam memunculkan ide dan gagasan

tentang berbagai solusi terhadap persoalan hidup manusia.

Berkaitan dengan masalah korupsi, menurut penulis bahwa al-

Qur’ān sendiri tidak menjelaskan perkara korupsi secara detail, namun

kita harus meyakini bahwa al-Qur’ān hadir untuk merespon, menjawab

dan menuntun manusia untuk mengatasi seluruh masalah kehidupan

7M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2002), h. 55. 8Ibid., h. 16.

9Rosihon Anwar, Samudera Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 95.

4

mereka. Menurut Malik Ben Nabi (1905-1973), al-Qur’ān mampu

menembus sudut paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan

kekuatan nyata jiwa orang yang beriman dan bahkan orang yang tidak

beriman pun mampu merasakan itu.10

Oleh karena itu penulis ingin

menelaah ayat-ayat yang berkenaan dengan korupsi, baik yang tertera

secara tersurat maupun yang tersirat dalam Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan

Tafsir Al-Azhar. Ayat ayat yang berkaitan dengan korupsi ini terdapat

pada QS. al Baqarah/ 2: 188, Ali Imrān/ 3: 161, QS. an-Nisā/ 4: 29, dalam

QS. al-Mā’idah/ 5: 33-34, Qs. al-Māidah / 5: 42, QS., QS. al-Anfāl/ 8: 27.

Alasan penulis mengambil kedua kitab tafsir tersebut adalah karena

keduanya menafsirkan al-Qur’ān dengan metode tahlili yakni menafsirkan

seluruh al-Qur’ān dari awal hingga akhir, sehingga bisa mengetahui

penafsiran dari masing-masing ayat al-Qur’ān . Selain itu, corak yang

digunakan dalam menafsirkan al-Qur’ān bercorak adabi ijtima’i (sosial

kemasyarakatan) yang menurut penulis cocok untuk membahas

permasalahan sosial seperti korupsi yang mengakar di segala lapisan

masyarakat. Yang lebih menarik lagi adalah keduanya menafsirkan al-

Qur’ān dalam penjara karena mengkritik sistem pemerintah yang menurut

pandangan mereka adanya ketidakadilan dalam menjalankan roda

pemerintahan. Selain itu yang membuat penulis tertarik adalah dalam

Tafsir Al-Azhar secara jelas tertulis pembahasan “korupsi” ketika

menafsirkan surat Ali Imrān ayat 161.11

Sementara dalam Tafsir Fī Zhilālil

Qur’ān terdapat pembahasan mengenai “korupsi dan resikonya di akhirat

nanti”.12

Penulisan judul dan pembahasan secara terang-terangan inilah

yang membedakan dengan kitab tafsir lainnya, sehingga membuat penulis

tertarik untuk mengambil kedua kitab tafsir tersebut.

10

Malik Ben Nabi, Fenomena Al-Qur’an: Pemahaman Baru Kitab Suci, terj.

Farid Wajdi, (Bandung: Marja’, 2002), h. 98. 11

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (selanjutnya disingkat Hamka), Tafsir Al-

Azhar, (Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003) cet. 5, h. 977. 12

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an; diBawah Naungan Al-Qur’an, terj.

As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 196.

5

B. Batasan Masalah

Masih terjadi multi-tafsir terhadap kata apa yang paling tepat untuk

menunjukkan makna korupsi dalam al-Qur’ān . Menurut M. Nurul Irfan

paling tidak ada enam kata yang identik-kualifikatif terhadap kata korupsi

di antaranya: Gasab (Mengambil paksa hak/harta orang lain) yang terdapat

pada al-Bāqarah/ 2: 188; QS. an-Nisa/ 4: 29; Gulul (penggelapan) yang

terdapat pada QS. Ali Imrān/ 3: 161, Ḥirabah (merampok) QS. al-Māidah/

5: 33, Sāriqah (mencuri) QS. al-Mā’idah/ 5: 38, Risywah (Penyuapan)

dalam QS. al-Māidah / 5: 42, dan;, khiyanat pada QS. al-Anfal/ 8: 27.

Menurut Irfan bahwa makna dari keenam kata ini bisa diidentitifikasi

sebagai arti dari kata korupsi.13

Berkaitan dengan beberapa kata korupsi di atas agar lebih fokus

dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan ini pada makna

korupsi yang berarti Gasab (Mengambil paksa hak/harta orang lain) yang

terdapat pada al-Bāqarah/ 2: 188; QS. an-Nisa/ 4: 29; Gulul (penggelapan)

yang terdapat pada QS. Ali Imrān/ 3: 161, Ḥirabah (merampok) QS. al-

Māidah/ 5: 33, Sāriqah (mencuri) QS. al-Mā’idah/ 5: 38, Risywah

(Penyuapan) dalam QS. al-Māidah / 5: 42, dan;, khiyanat pada QS. al-

Anfal/ 8: 27.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan

masalahnya yaitu:

1. Bagaimana penafsiran Sayyid Qutb dan Hamka terhadap korupsi

dalam Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan

Hamka tentang korupsi dalam al-Qur’ān ?

13

Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam

Perspektif Fikih Jinayah, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009) h. 45.

6

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penulisan ini adalah:

a. Mengetahui kandungan makna korupsi dalam al-Qur’ān .

b. Menelaah secara detail tentang penafsiran Sayyid Quthb dalam

Tafsir Fī Zhilālil Qur’ān dan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan korupsi.

c. Mengkomparasikan kedua penafsiran tersebut, sehingga diketahui

letak persamaan dan perbedaannya.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Kegunaan secara teoritis, untuk mengetahui secara lebih luas

keilmuan tentang pemikiran Sayyid Quthb dan Buya Hamka dalam

menafsirkan ayat-ayat yang mengandung makna korupsi dalam al-

Qur’ān .

b. Kegunaan secara aplikatif, menambah wawasan bagi pembaca pada

umumnya dan penyusun pada khususnya tentang penafsiran al-

Qur’ān tentang korupsi.

c. Dengan hadirnya karya tulis ini mudah-mudahan bisa menyadarkan

masyarakat pada umummya dan penulis pada khususnya, sehingga

korupsi yang mengakar dihampir seluruh lapisan masyarakat

Indonesia bisa terkurangi.

F. Telaah Pustaka

Mengenai telaah pustaka ini penulis menghadirkan kajian yang

terkait dengan korupsi baik itu berupa buku, skripsi ataupun jurnal ilmiah

sebagai bahan pembeda antara kajian yang dilakukan oleh penulis dengan

karya-karya yang sudah ada sehingga tidak terjadi duplikasi penulisan

karya ilmiah.

Pembahasan yang berusaha membicarakan korupsi dalam al-

Qur’ān memang sudah ada. Di antaranya adalah Skripsi karya Ahmad

Salafuddin mahasiswa IAIN Walisongo tahun 2010, yang berjudul Nilai-

7

Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Surat An-Nisa Ayat 58 (Studi Analisis

dengan Pendekatan Tafsir Tahlily). Dalam skripsinya dia hanya

memusatkan perhatian pada nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang

terdapat dalam QS. an-Nisa/4: 58 yang terfokus pada masalah sifat amanat

dan berbuat adil yang harus dilakukan dalam diri seseorang.14

Tesis berjudul Konsep Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif

Pendidikan Islam oleh Mustofa Mahasiswa pasca sarjana IAIN Syekh

Nurjati Cirebon tahun 2010. Dalam tesis tersebut hanya membahas korupsi

dari sudut pandang Islam dan sosial-filosofis dengan konsep pendidikan

antikorupsi melalui pendekatan pendidikan nilai kemudian implikasinya

terhadap kurikulum pendidikan agama Islam.15

Buku Fikih Anti Korupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah. Buku

ini membahas persoalan korupsi dalam perspektif Islam, pembahasannya

mencakup konsep amanah, keadilan, amar ma’ruf nahi munkar definisi

korupsi, diakhiri dengan meluruskan kesalahpahaman pengampunan

dosa.16

Buku berjudul NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih yang

diterbitkan oleh Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasasn Korupsi

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (GNPK PB NU), 2006. Buku ini

mencermati fenomena korupsi di Indonesia serta membahasnya melalui

pandangan Islam dan strategi pemberantasannya.17

Berdasarkan beberapa karya ilmiah tersebut yang membedakan

dengan penelitian ini adalah penulis membahas terhadap ayat-ayat yang

berkaitan dengan korupsi yang terdapat pada Tafsir Fī Zhilāil Qur’ān dan

Tafsir Al-Azhar secara lebih mendalam sesuai urutan kronologis turunnnya

ayat. Selain itu dibantu dengan kitab tafsir-tafsir lain yang mendukung

terhadap pemecahan permasalahan korupsi yang sedang diangkat.

14

Ahmad Salafuddin, Nilai-Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Surat An-Nisa

Ayat 58 (Studi Analisi dengan Pendekatan Tafsir Tahlily), (Semarang: IAIN Walisongo,

2010), h. 10. 15

Mustofa, Konsep Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan Islam,

(Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2010), h. 10. 16

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif

Ulama Muhammadiyah, (Jakarta: PSAP, 2006), cet. I, h. 1. 17

Ahmad Fawa’id, Sulton Huda (ed). NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan

Fiqih,(Jakarta: PBNU, 2006), cet. I, h.1, 23, 57 dan 133.

8

G. Kerangka Teori

korup dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti buruk, rusak,

suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya untuk

kepentingan pribadi.18

Sedangkankan korupsi adalah penyelewengan atau

penggelapan (uang Negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi

atau orang lain.19

Istilah korupsi pada awalnya berasal dari satu kata dalam bahasa

latin yakni coruptio atau corruptus yang bermakna busuk, rusak,

menggoyahkan, memutar-balik, menyogok. Kata ini lalu disalin ke dalam

kosa kata bahasa Inggris yang disebut corruption atau corrupt. Selain itu

dalam bahasa Perancis juga dikenal dengan kata corruption, sementara

dalam kaidah bahasa Belanda dikenal dengan sebutan corruptie

(korruptie).20

Menurut KPK, korupsi memiliki banyak arti. Dalam buku yang

diterbitkan oleh KPK bahwa korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk definisi

tindak pidana korupsi yang diterangkan dalam UU No. 31 tahun 1999 jo.

Ketiga puluh jenis korupsi tersebut pada dasarnya meliputi: kerugian

keuangan Negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,

perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan

gratifikasi.21

Term korupsi secara universal selama ini diartikan sebagai

tingkahlaku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna

mengeruk kepentingan pribadi, berakibat merugikan kepentingan umum

dan Negara. Bentuk nyata dari perbuatan korupsi dapat berwujud

penggelapan, penyuapan, penyogokan, manipulasi data administrasi

keuangan, pemerasan, penyelundupan, jula beli dukungan politik dan

perbuatan sejenisnya.22

18

Tim penyusun bahsa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 527. 19

Ibid. 20

M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Amzah, 2011),

h. 33. 21

Komisi Pemberantasan Korupsi, op. cit., h. 5. 22

Mustofa, op. cit., h. 15.

9

Ahmad Salafuddin Dalam skripsinya mengambil pendapat Robert

Klitgard dikatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang

dari tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau

uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok

sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku

pribadi.23

Suatu tindakan bisa dikatakan korupsi apabila: pertama, pelaku

yang terlibat dalam korupsi terdapat di kalangan pemerintah (pegawai

negeri), swasta (pengusaha) maupun politik (politisi). Kedua, mereka

berperilaku memperkaya diri atau berdekatan dengannya atau merangsang

orang lain untuk memperkaya diri. Ketiga, cara yang dipakai tidak legal

dengan menyalahgunakan kedudukannya.24

Mustofa dalam tesisnya mengutip pendapat M. Cholil Nafis

menyataka bahwa sedikitnya terdapat tiga kejahatan dalam tindakan

korupsi, yaitu: pertama,kejahatan yang berdampak pada hilangnya uang

Negara sehingga tindakan korupsi yang akut akan menyebabkan hilangnya

hajat hidup orang banyak, memperlebar kesenjangan sosial dan

menghilangkan keadilan. Kedua, korupsi bisa menghilangkan hak hidup

warga Negara dan regulasi keuangan Negara. Negara yang korup akan

menyebabkan kemiskinan dan kobodohan. Ketiga, kejahatan korupsi

menggerogoti kehormatan dan keselamatan generasi penerus. Berkaitan

dengan hal tersebut, korupsi sangat bertentangan dengan maqashid al-

syari’ah yaitu melindungi jiwa, harta, keturunan, akal, dan penodaan

terhadap agama.25

Berdasarkan beberapa uraian mengenai pengertian korupsi di atas

baik dari segi etimologi maupun terminologi, maka dapat penulis

simpulkan bahwa makna kata korupsi sangat luas, hal ini bergantung pada

bidang dan perspektif pendekatan yang dilakukan. Namun pada prinsipnya

bahwa semua pengertian tentang korupsi tersebut mengacu kepada makna;

23

Ahmad Salafuddin, op. cit., h. 16. 24

Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat korupsi, (Yogyakarta: Gema Media, 2009),

h. 12. 25

Mustofa, op.cit., h. 34.

10

keburukan, ketidak-baikan, kecurangan bahkan kezaliman yang akibatnya

merusak dan menghancurkan tata kehidupan, keluarga, masyarakat bangsa

bahkan kebangkrutan Negara akan terjadi disebabkan oleh korupsi.26

Lalu bagaimana interpretasi al-Qur’ān tentang makna korupsi?

Kenyataanya menunjukkan bahwa masih terjadi multi-tafsir terhadap kata

apa yang paling tepat untuk menunjukkan makna korupsi dalam al-Qur’ān.

Menurut M. Nurul Irfan paling tidak ada enam kata yang identik-

kualifikatif terhadap kata korupsi yakni27

:

a. Risywah (Penyuapan) dalam QS. al-Māidah/ 5: 42,

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita

bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang

Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka

putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah

dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka

tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika

kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah

(perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang adil.

b. Gulul (penggelapan) dalam QS. Ali Imrān/ 3: 161,

Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta

rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam

urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan

datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian

26

M. Nurul Irfan, op. cit., h. 36. 27

Ibid., h. 78-123.

11

tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia

kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka

tidak dianiaya.

c. Gasab (Mengambil paksa hak/ harta orang lain) QS. al-Nisā/ 4:

29 dan QS. al Baqarah/ 2: 188,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-

suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh

dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian

yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan

(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada

hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada

harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,

Padahal kamu mengetahui.” QS. al-Baqarah/ 2: 188.

d. Khianat dalam QS. al-Anfal/ 8: 27,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)

janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

12

e. Sāriqah (Pencurian), QS. al-Mā’idah/ 5: 38

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa

yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan

Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

f. Ḥirabah (Perampokan) dalam QS. al-Mā’idah/ 5: 33,

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di

muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau

dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik,

atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka

didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini adalah merupakan

penelitian kualitatif. Melalui metode ini, penulis menggunakan metode

pendekatan penafsiran al-Qur’ān dari segi tafsir tematik. Yakni,

menghimpun ayat-ayat al-Qur’ān yang memiliki tujuan yang sama,

menyusunnya secara kronologis selama memungkinkan dengan

memperhatikan sebab turunnya, menjelaskannya, mengaitkannya dengan

surah tempat ia berada, menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut

ke dalam kerangka pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan

menilainya dengan kriteria pengetahuan yang sahih.28

28

Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsîr Mawdhu’iy , terj. Suryan

A.Jamrah, (Jakarta: Raja Rafindo Persada, 1994), h. 52.

13

Mengenai penelitian ini, penulis menggunakan beberapa langkah

yang dilakukan dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkkan untuk

menyusun skripsi ini, di antaranya sebagai berikut:

1. Sumber Data

Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data

sekunder. Sebagai sumber data primer terdiri dari Tafsir Fī Zhilālil

Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar, serta sebagai sumber data sekunder yaitu

terdiri dari buku-buku penunjang yang membahas tentang masalah

korupsi baik secara khusus maupun secara umum dan implisitnya

mengenai masalah yang dibahas.

2. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data.29

Tujuan pengumpulan data sangat tergantung pada

tujuan dan metodologi riset, khususnya metode analisis data. Secara

umum, pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh fakta yang

diperlukan untuk mencapai tujuan riset.30

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua

hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data artinya informasi

yang didapat melalui pengukuran tertentu, untuk digunakan sebagai

landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta.31

3. Analisis

Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, maka

tahap berikutnya adalah analisis. Tahap ini merupakan tahap yang

sangat penting. Pada tahap ini diolah sedemikian rupa sehingga

berhasil disimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk

menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.

29

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta,

2009), cet. VII , h. 308. 30

HM. Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h 95. 31

Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), h. 104.

14

Pada metode ini, penulis menggunakan metode komparatif,

yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan

perbandingan antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya,

kemudian menarik suatu kesimpulan dari perbedaan dan persamaan

kedua pemikiran tersebut.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang dimulai

dengan bab satu berisi pendahuluan yang mengemukakan latar belakang

masalah, dimana hal tersebut merupakan landasan berpikir penyusunan

skripsi ini. Kemudian, tujuan dan kegunaan, tinjuan pustaka, kerangka

teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua menguraikan tentang telaah kitab Tafsir Fī Zhilālil

Qur’ān dan Tafsir Al-Azhar serta biografi pengarang kedua kitab tafsir

tersebut.

Bab tiga dikemukakan kajian teori tentang budaya anti korupsi

meliputi wawasan al-Qur’ān , budaya anti korupsi, upaya pencegahan

korupsi dalam al-Qur’ān , upaya pencegahan korupsi dalam hadis.

Bab empat, penulis memberikan analisis terhadap penafsiran buya

Hamka dan Sayyid Qutub, mengkomparasikan penafsiran tentang ayat-

ayat korupsi, dengan konsep penafsiran al-Qur’ān secara maudu’i serta

mengungkapkan pendapat para mufassir terhadap ayat-ayat tersebut.

Bab kelima yang merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari

uraian-uraian skripsi ini kemudian dikemukakan beberapa saran-saran

sehubungan dengan persoalan yang telah dibahas.