BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN SELATAN
A. SEJARAH
Kalimantan Selatan adalah salah
satu provinsi di Indonesia yang terletak di
pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Banjarmasin. Provinsi
Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km² dan
berpenduduk kurang lebih hampir mencapai 3,7 juta jiwa.
Provinsi ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD
Kalimantan Selatan dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989
tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari
Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950
melalui Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950,
merupakan tanggal dibentuknya provinsi Kalimantan , setelah
pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan gubernur
Dokter Moerjani. Penduduk Kalimantan Selatan berjumlah
3.626.616 jiwa (2010).
Kawasan Kalimantan Selatan pada masa lalu merupakan bagian
dari 3 kerajaan besar yang pernah memiliki wilayah di daerah
ini, yakni Kerajaan Negara Daha, Negara Dipa, dan Kesultanan
Banjar. Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan
provinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad
Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimantan Selatan juga
diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut
Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa
Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal
Kalimantan yang berada di Jawa. Dengan ditandatanganinya
Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari
Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV
mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian
wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang
ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan
17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di
Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan
Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah
Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian
dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus
1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan
atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
B. SOSIAL DAN BUDAYA DI KALIMANTAN SELATAN
1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan suku Banjar pada umumnya adalah
sama, untuk daerah seluruh Kalimantan Selatan. Suku Banjar
mendasarkan kekerabatan mereka menurut garis dari
keturunan ayah dan garis keturunan ibu atau bilateral.
Tetapi di akui bahwa dalam hal-hal tertentu terutama yang
menyangkut masalah kematian, perkawinan yang menjadi wali
asbah adalah garis dari pihak ayah. Dalam hal masalah
keluarga besar dan pengertian keluarga besar, maka berlaku
garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu, keduanya
diberlakukan sama. Masyarakat suku Banjar mengenal istilah
Bubuhan, yang dimaksud dengan istilah bubuhan dalam
masyarakat Banjar adalah kelompok kekerabatan yang
merupakan kumpulan dari keluarga batih yang merupakan satu
kesatuan. Bentuk dari kelompok bubuhan ini paling sedikit
mempunyai lima unsur atau ciri sebagai berikut :
a) Mempunyai suatu sistem norma yang mengatur kelakuan
warga kelompok.
b) Mempunyai rasa kepribadian kelompok yang didasari
rasa kesadaran oleh semua warganya.
c) Aktivitas berkumpul warga kelompok bubuhan pada
waktu-waktu tertentu.
d) Adanya suatu sistem hak dan interaksi serta
kewajiban dari warga bubuhan.
e) Adanya satu orang yang ditokohkan dalam kelompok
bubuhan ini.
Bubuhan ini yang menurut pengertian Sosiologi adalah
keluarga besar, yaitu yang terdiri dari dua keluarga batih
atau lebih yang masih mempunyai hubungan keturunan satu
sama lain, baik menurut garis keturunan ayah atau ibu.
Keluarga bubuhan, yang disebut keluarga besar, tetapi
disebut pula keluarga luas. Dari perkawinan terbentuklah
suatu kelompok kekerabatan yang sering disebut keluarga
inti atau keluarga batih. Satu keluarga batih terdiri dari
satu suami dan satu istri (atau lebih). Selama satu tahun
tersebut, keluarga batih baru ini diberi kesempatan untuk
mengerjakan sawah atau ladang sendiri dan orang tua istri,
mereka selalu membantu kehidupan keluarga baru ini. Tetapi
kalau keluarga baru ini belum mempunyai kemampuan hidup
berpisah dari rumah keluarga istrinya, kecendrungan
menetap dalam keluarga istri ini disebut matrilokal atau
uksorilokal. Kalau ikut di keluarga pihak suami disebut
patrilokal. Kalau mereka telah mempunyai kemampuan untuk
hidup sendiri dan berpisah dari orang tua (dari istri atau
suami) disebut neolokal.
2. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian adalah bahasa
daerah, yakni bahasa Banjar yang memiliki dua dialek
besar, yakni dialek Banjar Kuala dan dialek Banjar Hulu.
Di kawasan Pegunungan Meratus, dituturkan bahasa-bahasa
dari rumpun Dayak, seperti bahasa Dusun Deyah, bahasa
Maanyan, bahasa Lawangan dan bahasa Bukit.
3. Suku
Menurut museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru,
Kalimantan Selatan sendiri memiliki 16 suku etnik yang
tersebar di beberapa daerah sebagai berikut :
Suku Etnik Daerah PemukimanOrang Banjar Kuala Banjarmasin – MartapuraOrang Banjar Batang
Banyu
Margasari - Kalua
Orang Banjar
Pahuluan
Tanjung – Pelaihari
Suku Bukit Dayak Pitap , Haruyan
Dayak, Loksado, Harakit, Paramasan,
Bajuin, Riam
Adungan, Sampanahan, Hampang, Bangkal
an Dayak Suku Berangas Berangas, Ujung Panti, Lupak, Aluh-
aluhSuku Bakumpai Bakumpai, Matabahan, Kuripan, TabukanSuku Maanyan Maanyan Warukin, Maanyan Pasar Panas,
Maanyan Juai, Dayak SamihimSuku Abal Kampung Agung - HaruaiSuku Dusun Deyah Kecamatan Muara Uya, Upau, dan Gunung
HaruaiSuku Lawangan Binjai, Dambung RayaSuku Madura
Madurejo
Desa Madurejo, Mangkauk
Orang Jawa Tamban Tamban, Barito KualaOrang Cina Parit PelaihariSuku Bajau Semayap, Tanjung BatuOrang Bugis Pagatan PagatanSuku Mandar Pesisir Pulau Laut dan Pulau Sebuku
4. Agama
Mayoritas penduduk Kalimantan Selatan
beragama Islam. Suku Banjar yang mendiami sebagian besar
wilayah Kalimantan Selatan menganut Agama Islam, demikian
pula Suku Dayak Bakumpaidi daerah aliran Sungai
Barito. Suku Dayak Bukit di kawasan Pegunungan Meratus
umumnya masih mempertahankan Kepercayaan Kaharingan dan
sebagian lainnya menganut Agama Kristen.Suku Dayak Dusun
Deyah dan Suku Dayak Maanyan Warukin di Kabupaten
Tabalong dan Dayak Samihim di Kabupaten Kotabaru mayoritas
beragama Kristen, sementara Suku Dayak Dusun Balangan di
Kecamatan Halong menganut agama Buddha. Menurut Alfani
Daud (1997 : 50), pada dasarnya masyarakat Banjar
merupakan penganut Islam yang taat, walaupun terdapat
pengaruh kepercayaan lama. Corak keislaman orang Banjar
mencakup konsepsi-konsepsi dari imigran-
imigran Melayu yang menjadi nenek moyang orang Banjar,
dari sisa-sisa kepercayaan Hindu, dan sisa-sisa
kepercayaan Dayak yang ikut membentuk suku bangsa Banjar.
5. Pertanian dan Perkebunan
Sebagian besar hasil pertanian di Kalimantan Selatan
adalah padi yang paling besar terletak di daerah Gambut,
untuk buah-buahan sendiri seperti jeruk, pepaya, pisang,
kasturi ,rambutan, langsat, dan durian. Dan di sektor
perkebunan kelapa sawit adalah yang paling besar.
6. Pertambangan
Pertambangan di Kalimantan Selatan didominasi batu bara,
di samping minyak bumi, emas, intan, kaloin, marmer, dan
batu-batuan. Untuk pertambangan intan sendiri yang paling
besar terletak di daerah Cempaka, menambangnya sendiri
sering disebut dengan istilah mendulang intan, di Cempaka
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pendulang
intan.
7. Seni dan Budaya
Seni tradisional Banjar adalah unsur kesenian yang
menjadi bagian hidup masyarakat dalam suku Banjar.
Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar
alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu.
Tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah
karena ketidamauan masyarakat untuk mengikuti tradisi
tersebut. Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin
sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa dan danau,
disamping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni
daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi
kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami
wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan
hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap
kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu,
masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan
teknologi yang sebagian besar masih tradisional. Kultur
budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak
hubungannya dengan sungai, rawa dan danau, disamping
pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini
sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan
mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini
dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-
benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan
mereka serba relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga
agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian
besar masih tradisional. Kultur budaya yang berkembang di
Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa
dan danau, disamping pegunungan. Tumbuhan dan binatang
yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk
memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang
mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan
dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir
segenap kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu,
masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan
teknologi yang sebagian besar masih tradisional. Ikatan
kekerabatan mulai longgar dibanding dengan masa yang lalu,
orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada
intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas
nampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di
Kalimantan Selatan. Orang Banjar mengembangkan sistem
budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan
dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi,
akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya
pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian
pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam
kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam,
terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke
Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari
masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha. Seni ukir
dan arsitektur tradisional Banjar nampak sekali pembauran
budaya, demikian pula alat rumah tangga, transport, Tari,
Nyayian dan sebagainya.
Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan
bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun
Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat
Banjar seperti :
1) Teater Tradisi / Teater Rakyat
a) Mamanda
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang
dibawa rombongan Abdoel Moeloek
dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan
Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan
kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan
melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai
Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk.
Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan
sebutan mamanda. Bermula dari kedatangan rombongan
bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik
Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar,
kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh
masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini
melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda"
Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda
lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang
terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini
membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-
komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana
jadi lebih hidup. Berbeda dengan Lenong yang ceritanya
mengikuti perkembangan jaman, Mamanda memainkan tokoh
baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir,
Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua,
Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri),
Tokoh-tokoh ini wajib ada dalam setiap Pementasan.
Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering
pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain seperti Raja
dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan
tokoh-tokoh tambahan lain guna memperkaya cerita.
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam
lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan
Mangkubumi dipanggil dengan
sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda
secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina)
yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang
berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang
terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati
dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama adalah
Aliran Batang Banyu yang hidup di pesisir sungai
daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga
disebut Mamanda Periuk. Kedua adalah Aliran Tubau yang
bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah
Tubau, Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan.
Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini
yang berkembang diTanah Banjar. Pertunjukkan Mamanda
mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda
disamping merupakan sebagai media hiburan juga
berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat
Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah
kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial
atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan
nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.
Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu
orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama
melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting
dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja,
Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu
Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut, Lagu Mandung-Mandng,
dan Lagu Nasib.
b) Madihin
Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa
Arab yang berarti "nasihat", tapi bisa juga berarti
"pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku
Banjar. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma
ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja.
Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan
sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara
mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin
dengan rumusan sebagai berikut : puisi rakyat anonim
bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam
bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental
tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara
khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel.
Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk
memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa
Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka
memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan,
keagamaan, kampanye partai politik, khitanan,
menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar
malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta
panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara
adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur
Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan
seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah
secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara
berkelompok.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang
harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni :
1.Terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan
tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah
dibakukan secara sterotipe.
2.Terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk
mental) Madihin yang dituturkannya.
3.terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan
Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik.
4.Terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan
Madihin.
5.Terampil dalam hal mengolah musik penggiring
penuturan Madihin (menabuhgendang Madihin)
6.Terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan
ketika menuturkan Madihin di depan publik.
Tradisi Bamadihinan masih tetap lestari hingga
sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di
hadapan publik, Madihin juga disiarkan melalui stasiun
radio swasta yang ada di berbagai kota besar di
Kalsel. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan
Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang
setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah
semarak saja karena dalam satu tahun diselenggarakan
beberapa kali lomba Madihin di tingkat kota,
kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai
jutaan rupiah.
Tidak hanya di Kalsel, Madihin juga menjadi sarana
hiburan alternatif yang banyak diminati orang,
terutama sekali di pusat-pusat pemukiman etnis Banjar
di luar daerah atau bahkan di luar negeri. Namanya
juga tetap Madihin
Dalam pertunjukannya, madihin mempunyai struktur
baku bagi semua pemadihin, yaitu:
i. Pembukaan, dengan menyanyikan sampiran sebuah pantun
yang diawali dengan pukulan tarbang yang disebut
pukulan membuka. Pada sampiran ini biasanya
menyangkut tema yang akan dibawakan pemadihin.
ii. Memasang tabi, yakni membawakan syair-syair atau
pantun yang isinya menghormati penonton, memberikan
pengantar, terima kasih atau permohonan maaf jika
nanti ada salah kata dalam membawakan madihin.
iii. Menyampaikan isi (manguran), yaitu menyampaikan
syair atau pantun yang isinya sesuai dengan tema
acara atau permintaan panitia. Sebelum isi dari tema
madihin dikupas oleh pamadihinan, sampiran pantun di
awal harus disampaikan isinya terlebih dahulu
(mamacah bunga).
iv. Penutup, yakni menyampaikan kesimpulan, sambil
menghormati penonton, mohon pamit, dan ditutup
dengan pantun penutup.
Salah satu pemadihin profesional yang terkenal di
Kalimantan Selatan adalah John Tralala dan Hendra,
dulu disaat jaman Orde Baru Presiden Soeharto sangat
terkesan dengan penampilan keduanya yang membawakan
madihin humor sehingga keduanya dihadiahkan Presiden
Soeharto Ongkos Naik Haji Plus.
c) Wayang Gong
Wayang Gong nerupakan cabang dari kesenian wayang,
yang tidak lepas dari induknya. Menurut G.A.J. Hazeu
dan J.L.A. Brandes yang meneliti kesenian wayang,
diperoleh suatu kesimpulan bahwa kesenian wayang di
Indonesia berinduk kepada kebudayaan asli Jawa,
meskipun ceritera yang ditampilkan disadur dari
pengaruh kebuayaan Hindu.
Bentuk kesenian yang tertua adalah wayang purwa,
dari sini kemudian berkembang menjadi jenis-jenis
wayang yang beragam. Di Kalimantan Selatan seni wayang
jelas menunjukan pengaruh dari Jawa. Dengan
embandingkan jenis wayang kulit Banjar dengan Wayang
kulit Jawa bahkan dapat diketahi bahwa bentuk wayang,
lakon dan kelengkapannya menunjukkan adanya kesamaan-
kesamaan dengan wayang Jawa, di segi lain ukuran
wayang, bahasa yang digunakan serta tata cara
pementasan sudah menunjukkan adanya perkembangan yang
khas sebagai “Wayang Banjar”.
Sejarah wayang di Kalimantan Selatan secara
kronologis belum diketahui detilnya. Dalam “Hikayat
Banjar” disebutkan bahwa seni wayang sudah tumbuh di
Kalimantan Selatan sejak adanya Kerajaan Dipa. “…..
Bawayang Wong, menopeng, bawayang gadogan, bawayang
purwa, babaksan….” Merupakan kesenian yang biasa
dipertunjukkan di Kerajaan Dipa. Apabila latar
belakang Kerajaan Dipa diperkirakan pada abad XIV,
maka seni wayang di Kalimantan Selatan sejak hamper 6
abad silam. Dari kutipan tersebut diketahui bahwa
Wayang Gong belum disebut-sebut. Maka semakin jelas
bahwa Wayang Gong bukan pengaruh langsung dari Jawa,
melainkan perkembangan khas Kalimantan Selatan.
Menurut penuturan para seniman Wayang Gong,
jenis wayang tersebut muncul setelah Wayang Orang
Banjar sudah terlalu jauh berkembang baik cerita
maupun pementasannya. Wayang orang terlalu banyak
melakonkan kisah-kisah syair di luar pakam. Seni
pentasnya juga cenderung surut. Maka Wayang Gong
merupakan kreasi yang ingin mengangkat kembali
kesenian di tengah masyarakat Banjar.
Kisah syair yang sering ditampilkan dalam wayang
orang adalah “syair Abdul Muluk” dari Melayu, selain
itu kisah saduran “Damarwulan”. Maka kemudian sangat
dikenal adanya Seni Abdul Muluk atau “Bada Muluk” dan
juga “Badamarwulanan”. Perkembangan selanjutnya, abdul
Muluk berkembang menjadi dua yaitu bdul Muluk cabang
yaitu Abdul Muluk yang menggunakan “cabang” ( kuluk
atau katopang) yang kemudian lebih dikenal
sebagai “Wayang Gong”. Sedangkan yang lainnya adalah
Abdul Muluk Ceritera, yang kemudian dikenal sebagai
“Mamanda”. Wayang Gong sendiri kemudian menurunkan
kesenian “Kuda Gepang Cerita” dan Tarian Kuda Gepang.
Sampai sat ini masih dapat disksikan antara
kesenian-kesenian tersebut memiliki unsur pementasan
(dalam hal ini kostum-baju dan gamelan) yang sama. Hal
itu menunjukkan bahwa perkembangannya antara atu
dengan yang lain sangat erat, bahkan mempunyai akar
yang sama.
Adapun antara “wayang orang” dengan “wayang Gong”
dibedakan berdasarkan beberapa ciri, antara lain :
1.Wayang orang mengambil kisah dari pakem Mahabharata,
sedangkan wayang Gong selalu dari pakem Ramayana.
2.Wayang orang tidak membedakan secara nyata tokoh
perannya berdasarkan kostum yang dikenakan (meskipun
terdapat penekanan tertentu untuk mendukung
karakter), sedangkan wayang Gong membedakan tokohnya
dengan kostum tutup kepala yang disebut “katopon”
atau “cabang”, atau “kuluk” yang masing-masing
menggambarkan tokoh.
3.Wayang Orang lebih bebas sehingga dapat melakonkan
kisah-kisah yang disadur dari kitab-kitab syair
Melayu-Banjar, sedangkan Wayang Gong berdasarkan
katopong yang dikenakan, lebih terikat kepada pakem
Ramayana.
d) Kuda Gepang
Kuda Gepang adalah tarian khas dari Kalimantan
Selatan. Tarian ini dulunya digunakan saat upacara
menyambut para raja, Kuda Gepang menceritakan tentang
kegagahan pasukan berkuda yang dipimpin oleh seorang
raja. Salah seorang Budayawan Kalsel, Drs Mukhlis
Maman mengatakan "Cara menampilkannya, jika Kuda
Lumping selalu menampilkan unsur magic, maka Kuda
Gepang tidak demikian, penari Kuda Gepang selalu
berperan sebagai seorang penari. Makanya dia tidak
seperti pemain Kuda Lumping, yang suka memakan beling
dan lain sebagainya". Sementara menurut Budayawan
Kalsel lainnya, Djantera Kawi, menyatakan nilai
filosofi yang dapat diambil dari tari Kuda Gepang ini,
adalah sikap untuk selalu bekerja keras. Dia
menambahkan, kuda merupakan lambang kekuatan. Selain
itu kuda merupakan hewan yang sangat kuat dan memiliki
watak bekerja keras, sehingga manusia semestinya
memiliki watak tersebut. "Dalam berumah tangga
pengantin harus bekerja keras untuk memenuhi segala
keperluan hidupnya," ujar Djantera.
Penari Kuda Gepang selalu berpasang-pasangan. Dan
biasanya, tari ini ditampilkan dalam rangkaian acara
perkimpoian masyarakat Banjar, yaitu Bausung
Panganten. Pasangan pengantin akan duduk di pundak dua
orang yang bertindak sebagai raja Kuda Gepang. Di
belakangnya diikuti rombongan Kuda Gepang. Menariknya,
setelah sampai ke tempat mempelai perempuan, rombongan
Kuda Gepang ini juga bisa bertindak layaknya sebagai
pagar ayu bagi pasangan pengantin yang sedang
bersanding di pelaminan. Mereka berbaris untuk membuka
jalan pengantin.
e) Teater Tutur
Teater tutur adalah teater yang di tuturkan oleh
seseorang, seperti bercerita, di mainkan dan ditonton.
contoh teater tutur yaitu :
1.Bapandung
Bapandung lahir di Desa Muara Munign kabupaten
Tapin. Orang-orang dahulu mengenal bapandung sebagai
suatu seni keterampilan bercerita. Orang ini disebut
pandung. Pandung bercerita kepada orang yang hadir.
Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, dimainkan
dengan menirukan suara, tingkah laku seseorang, dan
sebagainya. Hal ini mengingat kitapda seni Monolog.
2.Dundam
Teater tutur yang di kisahkan oleh pendundam
dengan prosa lirik, berpantun-pantun. Lagunya lebih
dekat dengan lagu mantra. Cerita adalah tokoh
legenda orang Dayak (Bukit) dalam suatu kelompok.
Ada hubungan cerita dengan etnis Banjar atau dengan
kerajaan Banjar. Dundam hampir punah ( sejak tahun
1980 tidak pernah lagi di pergelarkan ) karena
pencerita harus dalam gelap gulita. Cahaya lampu
tidak bisa memaksa ia bercerita. Media untuk
bercerita adalah sebuah gendang atau tarbang yang
dipukul berirama mengiring lagu pendundam bercerita.
3.Lamut
Teater tutur lamut befungsi sebagai upacara
pengobatan anak yang sakit, bisa juga berfungsi
sebagai tontonan masyarakat. Pelamutan duduk berila
dengan memegang sebuah gendang budar yang dikenal
dengan nama tarbang. Pelamut berbaju Taluk balanga (
Koko ) memakai sarung palekat, berkopiah hitam.
Penonton duduk santai lesehan.
4.Andi-Andi
Teater andi-andi adalah seseorang berkisah tentang
legenda, dongeng dan sebagainya disaat orang
brgotong royong, mengetam padi di sawah. Fungsinya
menghibur orang bekerja. Ceritanya dari syair-syair,
tutur candi, dan dongengan. Jenis teater ini telah
pudar, karena si penutur sudah tiada dan usia uzur.
2) Seni Musik
a) Kuriding
Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan
Selatan. Kuriding dimainkan oleh seniman dari etnis
Bakumpai maupun Banjar. Kuriding dibuat dari enau atau
kayu mirip ulin yang hanya ada di daerah Muara Teweh,
Barito Utara.
Cara memainkan Kuriding adalah tangan kiri memegang
tali pendek melingkar yang menahan bilah kayu itu agar
menempelkan di mulut. Tangan kanan menarik-narik tali
panjang yang diikat pada ujung bilah sebelahnya.
Terdengar seperti suara angin menderu-deru, diiringi
bunyi menghentak-hentak berirama teratur. Deru angin
itu muncul dari tiupan mulut pemain Kuriding,
sedangkan bunyi menghentak-hentak dari tarikan tangan
kanan. Alat musik Kuriding diketahui melalui lagu
Ampat Lima yang salah satu liriknya adalah "ampat si
ampat lima ka ai, Kuriding patah,.." tapi jarang ada
yang melihat bentuk alat itu apalagi orang
memainkannya.
Saat ini orang bisa bermain kuriding sudah langka.
Apalagi tingkat kesulitan menguasai alat cukup tinggi.
Selain itu, konon Kuriding juga sulit dibuat dan
memainkannya harus hati-hati karena bila sampai patah
akan membahayakan pemainnya. Itu sebabnya ada sebuah
ungkapan Banjar yang berbunyi "Kurinding Patah".
b) Musik Panting
Musik Panting adalah musik tradisional dari suku
Banjar di Kalimantan Selatan. Disebut musik Panting
karena didominasi oleh alat musik yang dinamakan
Panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting)
maka disebut musik Panting.
Pada awalnya musik Panting berasal dari daerah
Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat
musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab
tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik
panting hanya dimainkan secara perorangan atau secara
solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan
musik Panting akan lebih menarik jika dimainkan dengan
beberapa alat musik lainnya, maka musik panting
sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti
babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari
beberapa orang. Nama musik panting berasal dari nama
alat musik itu sendiri, karena pada musik Panting yang
terkenal alat musiknya dan yang sangat berperan adalah
Panting, sehingga musik tersebut dinamai musik
panting. Orang yang pertama kali memberi nama sebagai
musik Panting adalah A. Sarbaini. Dan sampai sekarang
ini musik Panting terkenal sebagai musik tradisional
yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Alat-alat musik Panting terdiri dari :
i. Panting, alat musik yang berbentuk seperti gabus
Arab tetapi lebih kecil dan memiliki senar. Panting
dimainkan dengan cara dipetik.
ii. Babun, alat musik yang terbuat dari kayu berbentuk
bulat, ditengahnya terdapat lubang, dan di sisi
kanan dan kirinya dilapisi dengan kulit yang
berasal dari kulit kambing. Babun dimainkan dengan
cara dipukul.
iii. Gong, biasanya terbuat dari aluminium berbentuk
bulat dan ditengahnya terdapat benjolan berbentuk
bulat. Gong dimainkan dengan cara dipukul.
iv. Biola, sejenis alat gesek.
v. Suling bambu, dimainkan dengan cara ditiup.
vi. Ketipak, bentuknya mirip tarbang tetapi ukurannya
lebih kecil, dan kedua sisinya dilapisi dengan
kulit.
vii. Tamburin, alat musik pukul yang terbuat dari logam
tipis dan biasanya masyarakat Banjar menyebut
tamburin dengan nama guguncai.
3) Sinoman Hadrah dan Rudat
Sinoman Hadrah dan Rudat bersumber daripada budaya
yang dibawa oleh pedagang dan penda'wah Islam dari Arab
dan Parsi dan berkembang campur menjadi kebudayaan pada
masyarakat pantai pesisir Kalimantan Selatan hingga
Timur.
Sebagai salah satu kesenian Islam yang sudah berusia
puluhan tahun, kesenian hadrah masih sering di tampilkan
pada beberapa daerah di Kalsel. Pembinaan dan kegiatan
lomba menjadi salah satu cara, agar hadrah tetap lestari
dalam kesenian tradisional religius Banjar.
Hadrah ditampilkan dalam berbagai acara bernuansa
keagamaan, seperti sunatan, perayaan perkawinan, atau
menyambut tamu kehormatan. Dalam perkembangannya,
kesenian hadrah ada pula di luar Kalsel yaitu di darah
yang terdapat perantauan orang Banjar. Menurut Ali
Djamali Bin Gr. Taha Tokoh Muda Asli Alalak, seniman
pelaku hadrah lebih menikmati hadrah sebagai puja dan
puji untuk Tuhan serta Rasul Muhammad SAW. Karena puja
dan puji dalam bentuk syair dan pantun tersebut, menjadi
qasidah yang pengiring dari gerakan dinamis hadrah.
Merdu qasidah diikuti gerakan tari yang menggunakan
putaran payung ubur-ubur (lambang keagungan dalam
kehidupan tradisional), dan umbul-umbul, diantara ritmis
pukulan musik tarbang.
Seniman pelaku hadrah, lebih banyak ada di Martapura.
Dimana dalam penampilannya memadukan antara generasi tua
dan anak muda. Untuk di Banjarmasin, seniman hadrah
banyak terdapat di Taluk Tiram dan Kawasan Alalak Utara
dan Tengah. Namun di sini generasi mudanya lebih
sedikit, malah lebih banyak di dominasi seniman hadrah
perempuan.
Di luar Kalsel, hadrah turut hidup bersama orang-orang
Banjar yang menetap di sana. Seperti Kalteng di daerah
Saruyan, hingga pulau Jawa. Dimana ada komunitas orang
Banjar, hadrah masih di tampilkan dalam beragam
perayaan.
4) Seni Tari
a) Baksa Dadap
Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang
disebutkan dalam Hikayat Banjar. Tarian ini masih
dipertunjukkan di keraton Banjar menurut laporan
orang-orang Belanda yang mengunjungi keraton Banjar
terakhir. Dalam mempersembahkan tarian ini para penari
memegang busur dan anak panah yang dipanggil dadap[1].
Mereka melompat dengan senjata ini, sambil mengankat
sebelah kaki, bergerak dengan amat cepat, seolah-olah
mereka terpaksa mempertahankan diri dari serangan yang
datang dari semua sudut.
b) Baksa Kembang
Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari
penyambutan tamu agung yang datang ke Kalimantan
Selatan, penarinya adalah wanita. Tari ini merupakan
tari tunggal dan dapat dimainkan oleh beberapa penari
wanita.
Tarian ini bercerita tentang seorang gadis remaja yang
sedang merangkai bunga. Sering dimainkan di lingkungan
istana. Dalam perkembangannya tari ini beralih fungsi
sebagai tari penyambutan tamu. Tari Baksa Kembang
termasuk jenis tari klasik, yang hidup dan berkembang
di keraton Banjar, yang ditarikan oleh putri-putri
keraton. Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat
Banjar dengan penarinya galuh-galuh Banjar. Tarian ini
dipertunjukkan untuk menghibur keluarga keraton dan
menyambut tamu agung seperti raja atau pangeran.
Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah Banjar,
berfungsi untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara
dalam perayaan hari-hari besar daerah atau nasional.
Disamping itu pula tarian Baksa Kembang dipertunjukkan
pada perayaan pengantin Banjar atau hajatan misalnya
tuan rumah mengadakan selamatan. Tarian ini memakai
hand propertis sepasang kembang Bogam yaitu rangkaian
kembang mawar, melati, kantil dan kenanga. Kembang
bogan ini akan dihadiahkan kepada tamu pejabat dan
isteri, setelah taraian ini selesai ditarikan. Sebagai
gambaran ringkas, tarian ini menggambarkan putri-putri
remaja yang cantik sedang bermain-main di taman bunga.
Mereka memetik beberapa bunga kemudian dirangkai
menjadi kembang bogam kemudian kembang bogam ini
mereka bawa bergembira ria sambil menari dengan
gemulai. Tari Baksa Kembang memakai Mahkota bernama
Gajah Gemuling yang ditatah oleh kembang goyang,
sepasang kembang bogam ukuran kecil yang diletakkan
pada mahkota dan seuntai anyaman dari daun kelapa muda
bernama halilipan. Tari Baksa Kembang biasanya
ditarikan oleh sejumlah hitungan ganjil misalnya satu
orang, tiga orang, lima orang dan seterusnya. Dan
tarian ini diiringi seperangkat tetabuhan atau gamelan
dengan irama lagu yang sudah baku yaitu lagu Ayakan
dan Janklong atau Kambang Muni. Tarian Baksa Kembang
ini di dalam masyarakat Banjar ada beberapa versi ,
ini terjadi setiap keturunan mempunya gaya tersendiri
namun masih satu ciri khas sebagai tarian Baksa
Kembang, seperti Lagureh, Tapung Tali, Kijik,
Jumanang. Pada tahun 1990-an, Taman Budaya Kalimantan
Selatan berinisiaf mengumpul pelatih-pelatih tari
Baksa Kembang dari segala versi untuk menjadikan satu
Tari Baksa Kembang yang baku. Setelah ada kesepakatan,
maka diadakanlah workshoup Tari Baksa Kembanag dengan
pesertanya perwakilan dari daerah Kabupaten dan Kota
se Kalimantan Selatan. Walau pun masih ada yang
menarikan Tari Baksa Kembang versi yang ada namun
hanya berkisar pada keluarga atau lokal, tetapi dalam
lomba, festival atau misi kesenian keluar dari
Kalimantan Selatan harus menarikan tarian yang sudah
dibakukan.
c) Tari Japin Kuala
Tari Japin Kuala adalah salah satu Tari Tradisional
daerah Kalimantan Selatan. Tari ini menceritakan
masyarakat tentang pergaulan muda - mudi di daerah
pesisir yang maka masyarakat yang mana para muda –
mudi ini tetap menjaga kaidah-kaidah agama khususnya
Agama Islam.
d) Tari Japin Bujang Marindu
Merupakan jenis tari berpasangan yang diambil dari
gerak tari zafin yang bernafaskan Islam dan Melayu.
Tari mengambarkan kerinduan seorang kekasih setelah
lama pergi merantau kemudian kembali ke kampung
halaman.
e) Ladon
Ladon merupakan nama pasukan kerajaan Banjar. Tarian
ini menggambarkam tari keprajuritan dan semua
penarinya laki-laki. Tari ini sering dibawakan sebagai
tari pembuka pada kesenian mamanda yaitu teater
tradisonal Banjar, yang pertama kali berkembang dari
daerah Margasari, Kabupaten Tapin.
f) Maayam Tikar
Merupakan jenis tari khas dari Kabupaten Tapin yang
menggambarkan remaja putri dari daerah Margasari,
Kabupaten Tapin yang sedang menganyam tikar dan
anyaman. Tari berdurasi sekitar 6 menit ini biasanya
dibawakan oleh 10 orang penari putri. Tari ini
diciptakan oleh Muhammad Yusuf, Ketua Sanggar Tari
Buana Buluh Merindu, dari kota Rantau, ibukota
Kabupaten Tapin.
g) Ning Tak Ning Gung
Merupakan tari dolanan anak-anak yang menggambarkan
anak-anak yang sedang bermain.
h) Radap Rahayu
Merupakan tari semi klasik Banjar yang sering dalam
menyambut tamu agung dan ditarikan dalam upacara
perkawinan, para penarinya adalah wanita. Tari ini
menceritakan tentang kapal prabayaksa yang kandas di
muara Lokbaitan. Tari ini mengambarkan upacara puja
Bantan(tapung tawar)Tujuan tari ini adalah sebagai
ucapan rasa bersyukur dan doa agar kapal tidak
tenggelam.
i) Rudat
Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi
gerakan tari dalam posisi duduk.
j) Sinoman Hadrah
Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi
gerakan tari dalam posisi berdiri.
k) Tantayungan
Tarian ini mempresentasikan kisah dalam tokoh
pewayangan. Sehingga tarian ini terkesan hidup
lantaran diselingi dengan dialog kelompok penari.
Tarian ini sendiri diiringi dengan musik karawitan
melalui instrument babun, gong, sarunai, dan kurung-
kurung. Paduan karawitan ini sangat harmoni dengan
kelompok tari yang diperankan.
Seni Tantayungan, awalnya kerap ditampilkan di sebuah
desa, yakni Desa Ayuang, Barabai. Lalu dikembangkan di
Kampung Mu’ui, Desa Pangambau Hulu, Kecamatan Haruyan
oleh salah satu damang bernama Amat. Seni khas ini
kemudian dikalim oleh pelaku seni Hulu Sungai Tengah,
Sarbaini, di Desa Barikin sebagai seni khas Hulu
Sungai Tengah.
l) Tanggui
Tari yang menggambarkan para wanita yang memakai
tanggui yaitu sejenis topi lebar
m) Topeng
Merupakan jenis tari klasik yang berasal dari Tapin
yang biasanya dibawakan oleh tiga orang yang masing-
masing memainkan sebuah karakter yaitu Gunung Sari,
Patih dan Tumenggung dengan diiringi gamelan Banjar.
Sebelum melakukan tarian topeng dilakukan suatu ritual
dengan menyediakan sesajian terlebih dahulu yaitu
sebiji telur ayam kampung, ketan, dan kopi pahit, yang
diletakkan di dekat area pertunjukkan, maksudnya agar
saat menari, roh dari topeng ini tidak mengganggu si
penari. Tarian ini umumnya dilakukan oleh penari pria,
kadang-kadang oleh penari wanita.
8. Tekstil
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan
Selatan, yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian
diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup. Upaya untuk
melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh
pemerintah melalui Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM
RI beberapa motif sasirangan sebagai berikut :
1. Iris Pudak
2. Kambang Raja
3. Bayam Raja
4. Kulit Kurikit
5. Ombak Sinapur Karang
6. Bintang Bahambur
7. Sari Gading
8. Kulit Kayu
9. Naga Balimbur
10. Jajumputan
11. Turun Dayang
12. Kambang Tampuk Manggis
13. Daun Jaruju
14. Kangkung Kaombakan
15. Sisik Tanggiling
16. Kambang Tanjung