Makalah tentang budaya batak
Transcript of Makalah tentang budaya batak
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu budaya dasar adalah ilmu yang mempelajari seluk
beluk mengenai konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah
manusia dan kebudayaan. Ilmu budaya dasar dikembangkan di
Indonesia sebagai pengganti basic humanities yaitu nilai-nilai
manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya.
Kebudayaan atau sering dikatakan suku di Indonesia
terdiri dari berbagai macam jenis sesuai dengan daerah yang
ditempati. Mulai dari sabang sampai merauke memiliki suku atau
kebudayaan masing-masing. Misalnya di Sumatera Barat terkenal
dengan suku minang, Kalimantan barat yaitu suku dayak, suku
bugis di Sulawesi Selatan, suku sunda di Jawa Barat, suku
batak di Sumatera Utara dan llain sebagainya.
Pembahasan yang akan dipaparkan adalah mengenai salah
satu suku di Indonesia yaitu suku batak. Suku batak merupakan
sebuah nama kolektif untuk mengidentifikasi beberapa suku
bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera
Timur di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai batak adalah Batak toba, Batak Karo, Batak Pakpak,
Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Suku bangsa batak di atas memiliki adat, kebiasaan
agama ataupun hal lainnya yang tidak sama. Sejarah, identitas,
agama, kekerabatan, sistem kemasyarakatan dan lain-lain
mengenai suku batak akan dibahas lebih mendetail. Memaparkan
pula perbedaan jenis suku batak ditinjau dari berbagai sisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Batak merupakan satu istilah yang digunakan untuk
kumpulan suku yang terdapat di daratan tertinggi di Sumatera
Utara, Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak
Suku batak termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal
dari indocina atau hindia belakang, nenek moyang orang batak
berasal dari utara berpindah ke Filipina dan berpindah lagi ke
Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di
pelabuhan barus, kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap
dikaki gunung pusuk buhit, di tepi pulau samosir, tempat asal
usul peradaban suku batak.
Keturunan suku batak berasal dari hindia muka (india),
pindah ke burma, kemudian ke tanah genting Kera di Utara
Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan di
pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke
pedalaman danau toba
Suku batak termasuk dalam rumpun proto-melayu yang
berasal dari Asia selatan yakni dari burmayang berlayar sampai
malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar danau toba.
B. Jenis Suku Batak
Suku bangsa batak yang bermukim dan berasal dari Tapanuli
dan Sumatera Timur di Sumatera Utara.
Jenis-jenis suku batak :
1) Batak toba
2) Batak karo
3) Batak pakpak
4) Batak simalungun
5) Batak angkola
6) Batak mandailing
C. Identitas Suku Budaya Batak
1. Suku Batak Toba
Wilayah-wilayah Suku Batak Toba meliputi balige porsea,
parsoburan, laguboti, ajibata, ulunan, borbor, lumban, julu,
dan sekitar. Sitorus, sirait, butar-butar manurung merupakan
beberapa marga dari Suku Batak toba. Suku Batak Toba ialah
marga-marga pada Suku Bangsa Batak yang berkampung halaman
(marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang mempunyai
3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4marga, yaitu:
Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan
salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai
macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi
keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian
penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann,
berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat,
yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka
Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di
Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur
pembentuk masyarakat Karo.banyaknya nama marga Karo yang
diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi
pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat
serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk
menguasai Barus.
a. Kebudayan
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba,
wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat
budaya yang bernilai tinggi dan kuliner.Batak Karo yang
terkenal dengan daerah Berastagi dengan alam yang sejuk dan
indah, penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah
menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya yang masih
tradisional.Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai
peninggalan sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan
peninggalan rumah melayu juga masjid yang memiliki nilai
sejarah yang tinggi. Batak Angkola yang terkenal dengan kultur
budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan
merupakan penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah
dapat menembus pasar global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal
dengan peninggalan sejarah megalitik berupa mejan dan patung
ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan tari
daerah juga alat musik yang khusus.
b. Musik
Toba Kuno di jaman dinasti Tuan Sorimangaraja (Pahompu-
nya Si Raja Batak) Berawal dari musik Raja-raja.Bukan musik
untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik Batak
awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada
Datu (dukun) pada masa itu untuk penghormatan leluhur, minta
panen yang sukses kepada Mula Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang disebut Gondang
Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon
lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka
berkembanglah musik batak ini di kalangan rakyat dengan format
Taganing, Garantung, Hasapi, Seruling dan Sarune Etek. Dengan
alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali lagu rakyat yang
bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La)
dan susunan nada (licks)-nya sangat khas tidak didapati di
musik suku lain.
c. Tarian
Seni tari tradisional meliputi berbagai jenis.Ada yang
bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat
hiburan saja yang berupa tari profan.tari adat yang merupakan
bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh
dayu-datu.Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari
tungkat.Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti
yang disebut Tunggal Panaluan.
d. Kerajinan
Tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku
Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket.
Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-
upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb.
Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos
biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna
tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi
kehidupan.
e. Bahasa Batak Toba
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang
terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan
sekitarnya, meliputi Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli
utara, dan Toba samosir, sumatera Utara, Indonesia. Bahasa
Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, dan
merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak.
Saat ini diperkirakan terdapat kurang-lebih 2.000.000
orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian barat
dan selatan Danau Toba.Penulisan bahasa ini dalam sejarahnya
pernah menggunakan aksara Batak, namun saat ini para
penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk
menuliskannya.
2. Ulos Pada Suku Batak
Ulos adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang
berbentuk selendang.Ulos dikenal oleh suku Batak sejak abad
ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan dari India.Umumnya,
panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos
melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama.Awalnya
ulos berfunsi untuk menghangtkan badan (sebagai selimut atau
sebagai selendang untuk menutupi tubuh dari udara dingin),suku
Batak, ada tiga unsur dalam kehidupan manusia, yaitu darah,
nafas, dan panas.Darah dan nafas adalah pemberian dari Tuhan,
sedangkan panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk
menghangatkan udara dingin dipemukiman suku Batak, apalagi
pada saat malam hari. Menurut suku Batak, ada tiga sumber yang
dapat memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan
ulos. Ulos memiliki fungsi memberi panas yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh pengguna ulos tersebut.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada
situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti
memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung,
ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya
secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak
ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan,
kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang
penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang
komunikasi dan solidaritas.
Jenis-jenis Ulos :
1) Ulos Ragidup
2) Ulos Ragihotang
3) Ulos Sibolang Rasta
4) Ulos abit godang
5) Ulos mangiring
6) Ulos lobu-lobu
7) Ulos Runjat
8) Ulos Ragi Pakko
3. Kekerabatan suku Batak
Kekerabatan pada suku batak mempunyai 2 jenis yaitu:
kekerabatan pada garis keturunan dan sosiologis. dan intinnya
semua suku batak memiliki marga,
Dalam tradisi masyarakat batak, yang menjadi pengikat adalah
marga (sedarah),Suku bangsa batak terbagi menjadi 6 puak:
Batak Toba
Batak Karo
Batak pak pak
Batak simalungun
Batak angkola
Batak mandailing
Semuanya memiliki cirri khas masing masing yang dapat
membedakan jenis puak tersebut.
Kelompok kekerabatan ditentukan dari garis
keturunan laki-laki, penerus untuk harta warisan yang akan
meneruskan garis keturunan,(leluhur marga),yang diketahui ada
416 jenis marga termasuk didalamnya suku Nias.Ini dapat
diketahui dari TAROMBO,dari keturunan mana dia berasal yang
asal usulnya yang berakhir pada Si Raja batak(anak perempuan
dari keturunan Debata Mulajadi Nabolon/Tuhan pencipta bumi dan
isinya)
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-
hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam
pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak)
sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat
kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah
saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut
yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling
berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya
kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air
yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap
bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya
Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.
Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil
isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati
posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik
dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap
upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan
berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak
boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek
marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan
Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat
kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti
pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga
sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya
secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus
berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan
berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku
baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak.
Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni
Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
4. Tarian Tor-tor
Tor tor adalah tari tradisional Suku Batak.Gerakan tarian
ini seirama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan
menggunakan alat-alat musik tradisional seperti gondang,
suling, terompet batak, dan lain-lain.
Menurut sejarah, tari tor tor digunakan dalam acara
ritual yang berhubungan dengan roh.Roh tersebut dipanggil dan
"masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol
leluhur).Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak
seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku.Gerakan
tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan
tangan.
Jenis tari tor tor beragam.Ada yang dinamakan tor tor
Pangurason (tari pembersihan).Tari ini biasanya digelar pada
saat pesta besar.Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi
pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk
purut agar jauh dari mara bahaya.Selanjutnya ada tari tor tor
Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan).Tari ini biasa digelar pada
saat pengukuhan seorang raja.
Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di
sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan
datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Terakhir,
ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya
ritual.Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda
musibah.Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk
mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah
tersebut.Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan
kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan
Benua bawah.
Dahulu, tarian ini juga dilakukan untuk acara seremoni
ketika orangtua atau anggota keluarganya meninggal dunia.Kini,
tari tor tor biasanya hanya digunakan untuk menyambut turis.
5. Alat musik tradisional suku batak karo
Alat musik suku Batak Karo atau disebut dengan Gendang
karo atau gendang lima si dalinen terdiri dari lima perangkat
alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang
pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua
penggual, dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut
karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen
musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon),
gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa juga
disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua,
yaitu angka dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang
dipergunakan seluruhnya, termasuk stik atau alat memukul
instrumen musik tersebut.
Jika diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya
gendang Karo terdiri dari gendang lima sedalanen dan gendang
telu sedalanen. Gendang telu sedalanen adalah terdiri dari
tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang
terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi,
keteng-keteng (idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa
ritmis, dan mangkuk mbentar (idiofon) sebagai pembawa tempo.
Sierjabaten begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain
musik tradisional-nya, dimana mereka (Sierjabaten atau
penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku
Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, kemalangan atau
lainnya. Jadi dari hal tersebut maka sebenarnya profesi ini
bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada dalam perkembangan
dan perjalanan hidup Suku Karo. Mengenai kepastian mulai kapan
julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan saya
kurang tau pasti , yang jelas profesi ini berkaitan sekali
dengan kesenian tradisional Suku Karo. Jadi menurut saya
mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo menyadari
kebutuhan akan hiburan dalan setiap acara adat mereka.
Pada kenyataanya peran serta mereka sangatlah vital dalam
setiap acara pesta adat, sebab tanpa mereka sebuah acara adat
tidak lengkap dan sempurna, mereka adalah sekumpulan penghibur
juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan
sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain
musik maka makin tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata
masayarakat Karo.
Sierjabaten (Pemusik) memiliki keahlian dalam bemain
berbagai macam alat musik tradisoanal suku Batak Karo yang
terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang singindungi,
Gendang penganak, dan gung. Setiap pemain alat musik mempunyai
nama masing masing sesuai dengan alat musik yang mereka
mainkan, pemain sarune disebut panarune, pemain gendang
(singanaki dan singindungi) disebut penggua, dan pemain
penganak disebut simalu penganak, dan pemain gung disebut
simalu gung, serta pemain mangkuk michiho disebut simalu
mangkuk michiho.Untuk lebih jelasnya berikut ini penjelasan
mengenai setiap alat musik Tradisonal Karo :
a. Sarune.
a) Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-
embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun
kelapa dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk
triangel sebanyak dua lembar. Salah satu sudut dari kedua
lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada embulu-embulu,
dengan posisi kedua sudut daun tersebut,
b) Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk menghubungkan
anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama
dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain
pada lobang sarune,
c) Ampang-ampang sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-
embulu sarune yang berguna untuk penampung bibir pada saat
meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3 cm dan
ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung,
atau perak,
d) Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada sarune,
bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune
mempunyai delapan buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan
satu di belakang. Jarak lobang 1 ke lobang adalah 4,6 cm dan
jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-
tiap lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang
ke lempengan 5,6 cm.
e) Gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune.
Gundal sarune terbuat dari bahan yang sama dengan batang
sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan bentuk bagian
luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang
batang sarune yaitu 5/9.
b. Gendang
Alat musik gendang adalah berfungsi membawa ritme
variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke dalam kelompok
membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam
budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu
gendang singanaki (anak) dan gendang singindung (induk).
Gendang singanaki di tambahi bagian gerantung. Bagian-bagian
gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda adalah ukuran
dan fungsi estetis akustiknya. Bagian-bagian gendang itu
adalah:
a) Tutup gendang, yaitu bagian ujung konis atas. Tutup gendang
ini terbuat dari kulit napuh (kancil). Kulit napuh ini
dipasang ke bingkai bibir penampang endang. Bingkainya terbuat
dari bambu.
b) Tali gendang lazim disebut dengan tarik gendang terbuat
dari kayu nangka(Artocarpus integra sp).
c) Gendang anak, berdiameter dibagian atas adalah 5 cm,
diameter bagian bawah 4 cm dan keseluruhan 44 cm. Sedangkan
ukuran gendang kecil yang dilekatkan pada gendang anak,
diameter bagian atas 4 cm, diameter bagian bawah 3 cm, dan
panjang keseluruhan 11,5 cm. Alat pukulnya (stik) terbuat dari
kayu jeruk purut. Alat pukul gendang keduanya sama besar dan
bentuknya. Panjangnya 14 cm dan penampang dan penampung
relatif 2 cm.
d) Gendang indung, berdiameter dibagian atas 5,5 cm, bagian
bawah 4,5 cm, panjang keseluruhan 45,5 cm. Bahan alat pukulnya
juga terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran alat pukul ini
berbeda yaitu yang kanan penampangnya lebih besar dari yang
kiri, yaitu 2 cm untuk kanan dan 0,6 cm untuk kiri. Panjang
keduanya sama 14 cm.
c. Gung dan Penganak
Gung dan penganak berfungsi sebagai pengatur ritme musik
tradisional Karo. Gung ini diklasifikasikan ke dalam kategori
idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya
digantung.
Gung terbuat dari tembaga, berbentuk bundar mempunyai
pencu. Gung dalam musik tradisional Karo terbagi dua yaitu
gung penganak dangung. Salah satu contoh ukuran gung penganak
diameternya 15,6 cm dengan pencu 4 cm dan ketebalan sisi
lingkarannya 2,8 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapis
dengan karet. Gung mempunyai diameter 65 cm dengan pencu
berdiameter 15 cm dan tebal sisi lingkarannya 10 cm.
Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapisi karet.
6. Upacara adat
Kehidupan masyarakat batak adalah kehidupan yang
sangat menjujunjung tinggi aatnya.Bahkan sebelum lahir ke
dunia pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut
meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkian
adat, bukan rumit tapi adt batak menunjukkan bahwa DALIHAN
NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula, Elek
marboru,Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat
perayaan serta syukuran dan adat yang digunakan sebagai
penanda didalamnya. Beberapa macam Adat Batak Toba :
a. Upacara Adat Mangirdak atau mangganje/mambosuri boru (adat
tujuh bulanan)
b. Upacara Adat Mangharoan
c. Upacara adat mangharoan adalah upacara adat yang
dilaksanakan setelah dua minggu kelahiran bayi untuk
menyambut kedatangan bayi tersebut dalam keluarga tersebut.
d. Upacara Adat Martutu aek
e. Adat pemberian nama kepada bayi , namun pada saat ini sudah
jarng dilakukan kepada bayi karena dianggap tidak sesuai
dengan ajaran agama .
f. Upacara Adat Marhajabuan
g. Upacara adat pernikahan sesuai dengan adat Batak Toba,
Marhajabuan (berumag tangga). Jenis-jenis upacara pernikahan
adat batak :
1) PATIUR BABA NI MUAL (Permisi dan mohon doa restu tulang)
2) MARHORI HORI DINGDING (Perkenalan keluarga secara tertutup)
3) MARHUSIP (Perundingan diam diam & Patua dan Hata (Melamar
secara resmi
4) MARTOMPUL
5) MARTONGGO RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan
h. Upacara Adat Manulangi
Upacar adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut
usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh
anak dan cucunya.
i. Upacara adat Hamatean
Ketika seseorang batak meninggal disesuaikan dengan
adat batak toba apakah adat yang akan dibuat jika seseorang
meninggal sebagai sari matua , saur matua, maulibulung.
j. Upacara adat mangongkal holi
Upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang
telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu ( monument yang
lebih bagus dari sebelumnya unuk menghormati orang yang sudah
meninggal )
7. Masakan Suku batak
Masakan adat Batak jenis masakan yang dipengaruhi
seni suku batak, dan termasuk masakan Nusantara. Yang paling
sering digunakan dalam memasak sebuah pesta adalah andaliman
(merica batak).Bahkan di tradisi orang batak banyak
menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak sesuai
selera masing masing . dan juga menggunakan makanan yang
berasal dari danau, sepert ikan ikanan yaitu hasil pancingan
para nelayan, mereka memasaknya biasanya disebut
(napinadar,dipanggang,atau ikan arsik).
Jenis makanan Batak yang dapat dijumpai dan dikenal oleh
masyarakat umumnya adalah:
a. Saksang
b. Arsik
c. Panggang
d. Ayam tasak telu
e. Manuk Napinadar
f. Tangotanggo
g. Dengke Mas naniura
h. Natinombur
i. Mie Gomak
j. Na nidugu
k. Dali ni horbo
l. Sambal tuktuk
m. Pagitpagit
n. Itak gurgur
o. Kue lampet
p. Kue Ombus ombus
q. Kue Pohul pohul
r. Kacang sihobuk
8. Rumah adat Suku Batak
a. Rumah adat Suku Batak Toba
Rumah adat batak toba disebut juga RUMAH BOLON ,
yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu,dengan
cirri khas atapnya yang melengkung dan runcing ditiap
ujungnya.
Rumah adalah hal yang terpenting, dibuat dengan
formasi berbentuk segi empat, dipadu tiang dan dinding yang
kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja sama
demi memikul yang berat.
1) Gorga adalah pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat
suku Batak. Hiasan ini sendiri memiliki nama-nama tersendiri
berdasarkan bentuk ukirannya :
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang
merupakan sumber kehidupan manusia.
2) Gorga desa naualu : menggambarkan 8 penjuru mata angin yang
sangat berkaitan erat dengan aktivitas ritual suku Batak
3) Gorga singa-singa : menggambarkan tuan rumah sebagai orang
yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibaw
Gorga dituliskan dengan 3 warna:
Merah : Melambangkan kecerdasan dan wawasan yang luas
Putih: melambangkan kejujuran yang tulus sehingga lahir
kesucian
Hitam : melahirkan kewibawaan yang bersifat pemimpin.
b. Rumah Adat Batak Karo
Gambar rumah adat Batak di atas adalah
gambar rumah adat Batak Toba (gambar pertama) dan gambar rumah
adat Batak Karo. Rumah adat tersebut telah disempurnakan
oleh nenek moyang suku Batak selama berabad-abad hingga
mencapai bentuk yang ada sekarang. Penyempurnaan bentuk
tersebut tentunya disesuaikan dengan kondisi alam sekitar dan
mungkin juga kepercayaan setempat.
9. Aneka Legenda Suku Batak
a. LAGENDA DANAU TOBA
b. PATUNG SIGALE GALE
Patung sigale gale ini dibuat oleh seorang raja,
dan ditempkan di sebuah pondok kecil yang berada dihutn pada
zaman dahulu, tetapi sekarang ada di kabupaten samosir daerah
simanindo.
Patung ini sering dipertunjukkan untuk mengetahui seluk
beluknya berikut dengan keunikan patung sigale gale tersebut.
TONGKAT TUNGGAL PANALUNGAN
Tongkat tunggal panalungan di adat batak itu sangat
sakral, karena merupakan tongkat ke besaran, dan biasabta
tongkat tunggal panaluan ini diguanakan oleh para penetua adat
batak, seperti penyambutan
D. Sejarah Perkembangan Agama Suku Batak
1. Agama Parmalim
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen
ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama
dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno)
adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan
kepada benda-benda mati.
Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah
leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi
orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang
paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan
yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India
dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak
(kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar).
Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan
tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek
moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga
menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah masuknya
kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu
Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak
kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa.
Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai kakek/nenek
yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia,
Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi
Nabolon”.
Mereka beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari
peringatan besar setiap tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha
Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat masuk tahun baru Batak
yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang
dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan juni-
juli.
Dalam upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya
mengunakan sorban seperti layaknya orang muslim, sarung dan
Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya bersarung dan
mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung
oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja Marnokkok adalah
Raja Mulia Naipospos yang menjadi pembantu utama
Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini mencapai 7000
orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39
tempat di Indonesia termasuk di Singkil Nanggroe Aceh
Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a. Kitab Batara Guru,Kitab ini berisi seluruh rahasia Allah
tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat kehidupan
dan kebijakan manusia.
b. Kitab Debata Sorisohaliapan, Kitab ini berisi tatanan hidup
manusia.
c. Kitab Mangala Bulan, Kitab Mangala Bulan menerangkan
tentang cerminan kekuatan Allah.
d. Debata Asi-Asi, Kitab ini menerangkan tentang inti dari
Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan
(Debata Natolu) dan induk dari segala kitab.
e. Kitab Boru Debata, Kitab ini berisikan tentang kehidupan
wanita hingga memperoleh anak.
f. Kitab Pengobatan, Kitab ini menerangkan tentang bagaimana
manusia agar selalu sehat, bagi orang sakit menjadi sembuh,
bagaimana agar dekat dengan Tuhan dan bagaimana cara
melaksanakan budaya ritual agar manusia itu sehat.
g. Falsafah Batak, Kitab ini berisi tentang adat istiadat,
budaya, hukum, aksara seni tari, seni musik terutama bidang
pemerintahan kerajaan sosial ekonomi.
h. Kitab Pane Nabolon, Sejak zaman dahulu orang batak sudah
mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya.
i. Kitab Raja Uhum Manisia, Kitab ini adalah kitab yang
berisi penghakiman.
2. Agama Islam
Perang Paderi Sumatera Barat berawal dari pertentangan
antara kaum adat dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh
wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama
Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga
agama Buddha dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh
Islam dari Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya di
Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum
ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena
tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta
bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka
pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai
1833. Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi
bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan
juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 –
1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan
kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan
yang sangat kejam.
Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh
penduduk setempat sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena
para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga di Jawa
Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam,
menyingkir ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari
Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai Malaya.
Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan
marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak
hasil incest (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari
keluarga Singamangaraja X.
Penyebaran Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan
pemusnahan keluarga Kerajaan Pagarruyung di Suroaso, yang
menolak aliran baru. Penyerbuan ke Tanah Batak dimulai pada 1
Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), dengan penyerbuan terhadap
benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga Lubis.
5.000 orang dari pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri
meluluhlantakkan benteng Muarasipongi, dan seluruh penduduknya
dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini sengaja
dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa
takut agar memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu
wilayah Mandailing ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang
dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo, yang adalah putra-
putra Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah orang
Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang
Tanak Batak, yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik
Marapin (Nasution), Tuanku Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan
(Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang (Alamsyah Dasopang),
Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar),
Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger
Siregar), Tuanku Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo
(Harahap).
3. Agama Kristen
Ketika pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis
di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah
Batak (Utara). Kawasan ini masih sangat tertutup seperti
dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang mendiaminya
tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama
suku, masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif
karena hidup dalam permusuhan, perbudakan, penculikan,
perampokan, perjudian, dan kanibalisme. Maka istilah “Jangan
coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan Ward menarik
langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli
1824. Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England,
tercatat sebagai misionaris pertama yang mengunjungi Tanah
Batak.
Secara umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti
pembukaan segala benua melalui gerakan imperialisme dan
kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris perintis di
Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk
dalam penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum
daerah itu betul-betul masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis
lain yang menyusul adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds
Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatra Mei 1856
dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit
van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja,
karangan Dr.H .Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak
disebut-sebut. Ada yang mencatat Zending Ermello berada di
bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV). Akan
tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar
kemungkinan Zending Ermello berada di bawah naungan Nederandse
Zending-Genootschap (NZG) yang berdiri pada tahun 1797, sebuah
organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van
Dallen kemudian pindah ke Simapilapil. Dammerbooer jadi
opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta Rimbaru dan masuk
ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31
Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon
Siregar dan Jakobus Tampubolon di Sipirok.
Semangat Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung
pada kerjasama suatu Gereja dengan pemerintahnya yang
melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di tepi
sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft (RM) yang
berdiri pada tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas
dan suku-suku bangsa besar di Afrika dan Tiongkok, termasuk ke
Indonesia yang berada di bawah penguasaan Belanda.
Pemindahan Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak
terkait dengan penugasan pimpinan RM, Inspektur Dr.Friedrich
Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat Perang
Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke
Amsterdam, Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der
Took mengenai suku Batak Toba yang ditelitinya pada tahun
1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah Batak, dan
berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris,
Klammer yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung
didatangkan dari Barmen, ke Tanah Batak. Keduanya tiba di
Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok sebagai pos utama.
Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di
Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas
penugasan kedua misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan tokoh
sentral Pekabaran Injil di Tanah Batak. Dialah yang kemudian
dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang menjadikan suku Batak Toba
menjadi suku bangsa maju.
Dia menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan
oleh rekan-rekan pendahulunya di Parausorat Desember 1862,
lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863. Pekerjaan
di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan
penduduknya sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain
kecuali memasuki Tanah Batak, Silindung adalah pilihan utama
karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun ditentang
pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang
berat yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta
kemungkinan ditolak bahkan bisa terbunuh.
Dr.H.Berkof dan Dr.IH Enklaar dalam sejarah Gereja
mencatat, ”sungguhpun mula-mula pekerjaannya (pekerjaan Nommensen) amat
susah dan ia sering ditimpa sengsara dan bahaya, tetapi ia bernubuat: Aku melihat
seluruh daerah ini ditaburi dengan gedung-gedung gereja dan sekolah! Sekarang
ramalan itu sudah di genapi, karena oleh strategi Zending yang cakap, pimpinan
yang kuat, pekerja yang banyak dan latihan pengantar-pengantar jemaat dan guru
sekolah dengan secukupnya dari permulaan, maka lama kelamaan Gereja Kristus di
Tanah Batak meluas sampai menjadi Gereja muda paling besar di dunia.”:
Ditandai dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954)
dengan kira-kira 3.000 mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu
tata gereja baru (1962) yang dengannya dihapuskan sinode
distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan
penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur,
orang-orang Sakai di Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan
tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai 900.000 anggota di
sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di Singapura.
Dalam perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami
peristiwa “ditinggalkan jemaat”, di mulai tahun 1927 dengan
berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen Batak (HCB),
Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia
(HKI). Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan
diri Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut
HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an sejumlah anggota juga
banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP tahun
2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia
bahkan di Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih
dari 5 juta jemaat HKBP di catat sebagai lembaga keagamaan
dengan jumlah angota terbesar ketiga setelah Nahdatul Ulama
(NU) dan Muhamadiyah.
E. Falsafah dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus
sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang
dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut
penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba)
a. Somba Marhula-hula
b. Manat Mardongan Tubu
c. Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola)
a. Hormat Marmora
b. Manat Markahanggi
c. Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun)
a. Martondong Ningon Hormat, Sombah
b. Marsanina Ningon Pakkei, Manat
c. Marsanina Ningon Pakkei, Manat
d. Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo)
a. Nembah Man Kalimbubu
b. Mehamat Man Sembuyak
c. Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak)
a. Sembah Merkula-kula
b. Manat Merdengan Tubuh
c. Elek Marberru
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah Sumatra Utara memiliki kekayaan budaya yang
beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional,
dan bahasa daerah. Masyyarakat terdiri atas beberapa suku,
seperti melayu, nias, batak toba, batak karo, simalungun,
tapanuli tengah, tapanuli selatan (meliputi sipirok, angkola,
padang, bolah, dan mandailing). Serta penduduk pendatang
seperti minang, jawa, dan aceh yang bawa budaya serta adat
istiadatnya sendiri.
Semua etnis memiliki budaya masing-masing, mulai dari
agama, adat istiadat, upacara adat dari daerah, jenis makanan,
dan pakaian adat juga memilki suatu khas atau ciri dari setiap
daerah. Keragaman budaya tersebut sangat mendukung untuk
digunakan sebagai pusat pariwisata maupun cagar budaya di
Sumatra Utara.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
2. http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/952/suku-batak-
sumatera-utara]
3. http://www.kidnesia.com/Kidnesia?Potret-Negriku/Teropong-
Daerah/Sumatera-Utara/Seni-Budaya/Tari-Tor-Tor
4. Narasumber : Bapak Sholihin, Tour Guide Taman Mini Indonesia Indah
anjungan Sumatera Utara.
IV. Refleksi: Memandang dan Menyikapi Kebudayaan Batak Dalam UpayaMemperbaharui dan Melestarikan Kebudayaan Batak Dalam TerangFirman Allah.
Kebudayaan adalah prestasi atau hasil cipta, rasa, dankarsa manusia dalam alam ini. Kemampuan untukberprestasi/berkarya ini merupakan sikap hakiki yang hanya adapada manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.Karena itu sejak penciptaan, manusia telah diberi amanatkebudayaan (Kej 1:26-30)
Namun kejatuhan manusia dalam dosa telah menyebabkanmanusia hanya mampu menghasilkan kebudayaan yang menyimpangdari rencana Allah dan hanya demi kemuliaan diri manusiasendiri (dari God-centered menjadi man-centered)
Manusia lalu berusaha untuk mengisi keadaan kosong dalamhatinya dengan kebudayaan (agama, ilmu dan teknologi, seks,hiburan, harta, kesalehan, kedudukan tinggi, dll.) Namunkebudayaan manusia tidak akan pernah dapat memulihkan keadaanmanusia yang sudah jatuh dalam dosa. Pemulihan keadaan manusiadan kebudayaannya terjadi ketika Anak Allah yang Tunggal turunke dalam dunia untuk menebus dosa manusia.
Awal kedatangan Injil Ke Tanah (Jiwa) Batak Begitu lama suku bangsa Batak hidup terisolasi di Tanah
Batak daerah bergunung-gunung di pedalaman Sumatera BagianUtara. Pada waktu yang ditentukanNya sendiri, Allah mengirimhamba-hambaNya yaitu para missionaris dari Eropah untukmemperkenalkan Injil kepada kakek-nenek (ompung) dan ayah-ibukita yang beragama dan berbudaya Batak itu. Mereka punmenerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruslamat. Mereka tidaklagi bergantung kepada dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang yangmati tetapi beriman kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak danRoh Kudus) yang hidup.Mereka berpindah dari gelap kepadaterang, dari keterbelakangan kepada kemajuan, dan terutamadari kematian kepada kehidupan yang kekal.Injil telah datingdan merasuk ke Tanah Batak!
Namun penerimaan kepada Kristus sebagai Tuhan. Rajadan .Juruslamat tidaklah membuat warna kulit kakek-nenek kitaberubah dari “sawo matang” menjadi “putih” (bule), ataumengubah rambut mereka yang hitam menjadi pirang. Mereka tetappetani padi dan bukan gandum, memakan nasi dan bukan roti,hidup di sekitar danau Toba dan bukan di tepi sungai Rhein.Penerimaan Kristus itu juga tidak mengubah status kebangsaanmereka dari “Batak” menjadi “Jerman”. Sewaktu menerima Injildan dibabtis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus kakek-nenek dan ayah-ibu kita tetaplah Batak dan hidup sebagaimasyarakat agraris Sumatera dengan segala dinamika danpergumulannya. Para missionaris itu juga tidak berusahamencabut kakek-nenek dan ayah-ibu kita yang Kristen itu darikebatakannya dan kehidupan sehari-harinya. Bahkan merekabersusah-payah menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Batakagar kakek-nenek kita dapat mengerti dan menghayati FirmanTuhan itu dengan baik sekali. Selanjutnya melatih merekamemuji dan berdoa kepada Kristus yang baru mereka kenal itujuga dengan bahasa Batak (baca: bukan Inggris atau Yahudi).
Injil itu kini juga sampai kepada kita sekarang.Sebagaimana kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu kita sekarangpun menerima dan mengakui Kristus sebagai Tuhan, Raja danJurusiamat. Anak Allah yang hidup. Melalui iman kepada Kristusitulah kita menerima hidup baru yang kekal, pengampunan,berkat, damai sejahtera Allah dan Roh Kudus. (Yoh 3:16). Samaseperti kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu. kita yangsekarang pun mengalami bahwa babtisan dan kekristenan tidaklahmengubah warna kulit kita dari sawo matang menjadi putih. Jugatidak mengubah kita dari Batak-Indonesia menjadi Eropah-Amerika. Sebagai pengikut Kristus rupanya kita tidak harusmenjadi orang yang berbahasa dan berbudaya lain. Tidak adabahasa dan budaya atau status sosial tertentu yang mutlakmenjamin kita lebih dekat kepada Kristus. (Gal 3:28) tidak adajuga bahasa yang menghalangi kita datang kepadaNya.
Firman telah menjadi manusia sama seperti kita dantinggal diantara kita (Yoh 1 :14). ltu dapat diartikan bahwaFirman itu juga telah menjadi manusia Batak dan hidup diantarakita orang yang berjiwa dan berkultur Batak juga. Sebab itutidak ada keragu-raguan kita untuk menyapa, memuji dan berdoakepada Allah dengan bahasa, idiom, terminologi, simbol, ritme,corak dan seluruh ekspressi kultur Batak (termasuk lndonesiadan modernitas) kita Mengapa? Sebab Tuhan Yesus Kristus lebih
dulu datang menyapa kita dengan bahasa Batak yang sangat kitapahami dan hayati.
Bagaimanakah kita menyikapi tortor, gondang dan ulosBatak sebagai orang Kristen? Memang harus diakui bahwa padaawalnya – jaman dahulu – tortor dan gondang adalah merupakanritual atau upacara keagamaan tradisional Batak yang belummengenal kekristenan. Harus kita akui dengan jujur bahwaleluhur kita yang belum Kristen menggunakan seni tari danmusik tortor dan gondang itu untuk menyembah dewa-dewanya danroh-roh, selain membangun kebersamaan dan komunalitas mereka.Disinilah kita sebagai orang Kristen ( sekaligus batak-Indonesia) harus bersikap bijaksana, jujur, dan hati-hatiserta kreatif. Kita komunitas Kristen Batak sekarang maumenerima seni tari dan musik Tortor dan Gondang Batak warisanleluhur pra kekristenan itu, namun dengan memberinya maknaatau arti yang baru. Tortor dan gondang tidak lagi sebagaisarana pemujaan dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang tetapisebagai sarana mengungkapkan syukur dan sukacita kepada AllahBapa yang menciptakan langit dan bumi, Tuhan Yesus Kristusyang menyelamatkan kita dari dosa, dan Roh kudus yangmembaharui hidup dan mendirikan gereja. Bentuknya mungkinmasih sama namun isinya baru. Ini mirip dengan apa yangdilakukan gereja purba dengan tradisi pohon natal. Padaawalnya pohon terang itu adalah tradisi bangsa bangsa eropahyang belum mengenal Kristus namun diberi isi yang baru, yaituperayaan kelahiran Kristus. Begitu juga dengan tradisi telurpaskah, santa claus dll.
Dalam Alkitab kita juga pernah menemukan problematikayang sama. Di gereja Korintus pernah ada perdebatan yangsangat tajam apakah daging-daging sapi yang dijual pasar(sebelumnya dipersembahkan di kuil-kuil) boleh dimakan olehorang Kristen. Sebagian orang Kristen mengatakan “boleh” namunsebagian lagi mengatakan “tidak”. Rasul paulus memberi nasihatyang sangat bijak. *Makanan tidak mendekatkan atau Menjauhkankita dari Tuhan. (l Kor 8:1-11). Keadaan Yang mirip juga terjadi di gereja Roma: apakah orang Kristen boleh memakansegalanya. (1 kor 14:15) Rasul Paulus memberi nasihat“Kerajaan Allah bukan soal makanan atau minuman, tetapi soalkebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (lKor14:17). Kita boleh menarik analogi dari ayat-ayat ini untukpersoalan tortor dan gondang dan juga ulos. Benar bahwatortor dan gondang dahulu dipakai untuk penyembahan berhala,
namun sekarang kita pakai untuk memuliakan Allah Bapa, Anakdan Roh kudus. Selanjutnya kita sadar bahwa kekristenanbukanlah soal makanan, minuman, jenis tekstil atau musik,tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus. Nasi sangsang atau roti selai tidak ada bedanya di hadapan Tuhan, Tenunanulos batak, dengan batik jawa atau brokat prancis sama saja nilainyadihadapan Kristus. Taganing (gondang, atau gondrang), orgel adalah sama-sama alat yang tidak bernyawa dan netral. Keduanya dapat dipakai untukmemuliakan Allah.
Persoalan sesungguhnya adalah: bagaimana sesungguhnyahubungan iman Kristen dan budaya. Dalam Matius 5:13-16 TuhanYesus menyuruh orang Kristen untuk menggarami dan menerangidunia. Itu artinya Tuhan Yesus menyuruh kita mempengaruhi,mewarnai, merasuki memperbaiki realitas social, konomi,politik dan budaya yang ada. Itu artinya sebagai orang Kristenkita dipanggil bukan untuk menjauhkan diri atau memusuhibudaya (tortor, gondang dan ulos dll) namun untuk menggaramidan meneranginya dengan firman Tuhan, kasih dan kebenaranNya.Bukan membakar ulos tetapi memberinya makna baru yangkristiani. Namun sebaliknya kita juga diingatkan agar tidakterhisab atau tunduk begitu saja kepada tuntutan budaya itu.Agar dapat menggarami dan menerangi budaya (tortor. gondangdan ulos dll) kita tidak bersikap ekstrim: baik menolak ataumenerima secara absolut dan total. Kita sadar sebagai orangKristen, kita hanya tunduk secara absolute kepada Kristus danbukan kepada budaya. Sebaliknya kita juga sadar bahwa sebagaiorang Kristen (di dunia) kita tidak dapat mengasingkan diridari budaya. Lantas bagaimana? Disinilah pentingnya sikapkreatif dan kritis dalam menilai hubungan iman Kristen danbudaya batak itu, termasuk tortor dan gondang serta ulos. Manayang baik dan mana yang buruk? Mana yang harus dipertahankan(dilestarikan) dan mana yang harus di ubah? Mana yang relevandengan kekristenan, dan yang tidak relevan dengan kekristenan?
Kita mengakui dengan jujur bahwa sebelum datangnyakekristenan tortor dan gondang adalah sarana untuk memintakesuburan (sawah, ternak. dan manusia). menolak bala dan ataumenghormati dewa-dewa dan roh nenek moyang. Bagi kita orangKristen tortor dan gondang bukanlah sarana membujuk TuhanAllah agar menurunkan berkatNya, namun salah satu cara kitamengekspressikan atau menyatakan syukur dan sukacita kitakepada Allah Bapa yang kita kenal dalam Yesus Kristus danmembangun persekutuan sesama kita.Selanjutnya sebelum
datangnya kekristenan gondang dianggap sebagai reflector atauyang memantulkan permintaan warga kepada dewa-dewa. Bagi kitayang beriman Kristen, gondang itu hanyalah alat musik belakadan para pemainnya hanyalah manusia fana ciptaan Allah. Kitadapat menyampaikan syukur atau permohonan kita kepada Allahbapa tanpa perantara atau reflektor kecuali Tuhan YesusKristus. Dahulu bagi nenek moyang kita sebelum kekristenan,tortor dan gondang sangat terikat kepada aturan-aturan pra-Kristen yang membelenggu: misalnya wanita yang tidakdikaruniai anak tidak boleh manortor dengan membuka tangan.Bagi kita yang beriman Kristen sekarang, tentu saja semuaorang boleh bersyukur dan bersukacita di hadapan Tuhannyatermasuk orang yang belum atau tidak menikah, memiliki anak,belum atau tidak memiliki anak, belum atau tidak memiliki anaklaki-laki. Semua manusia berharga dihadapan Tuhan dan telahditebusNya dengan darah Kristus yang suci dan tak bernoda (1pet 1:19).