Post on 11-Oct-2015
description
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
1/251
i
TESIS
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA
SOR SINGGIHBAHASA BALI DALAM
MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD
NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE
BERMAIN PERAN
NI MADE AYU SUWANDEWI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
2/251
i
TESIS
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SORSINGGIHBAHASA BALI DALAM MEMBANGUN
KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3
SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN
NI MADE AYU SUWANDEWI
NIM 1190161021
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIKPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
3/251
ii
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIHBAHASA
BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SDNEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN
Tesis untuk Memeroleh Gelar MagisterPada Program Magister, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI MADE AYU SUWANDEWI
NIM 1190161021
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASAPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
4/251
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
Tanggal 16 Desember 2013
Mengetahui,
Pembimbing I,
Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.NIP 19590618 198303 1 001
Pembimbing II,
Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.NIP 19600825 1986021 001
Ketua Program Studi Magister LinguistikProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.NIP 19620310 198503 1 005
DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K).NIP 19590215 198510 2 001
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
5/251
iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji
Tanggal 16 Desember 2013
Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana Nomor: 3375/UN 14.4/HK/2013 Tanggal 12 Desember 2013
Ketua : Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.
Anggota :
1. Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.
2. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.
3. Dr. I Nyoman Sedeng, M. Hum.
4. Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
6/251
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama : Ni Made Ayu Suwandewi
NIM : 1190161021
Program Studi : Magister Linguistik Konsentrasi Pembelajaran
dan Pengajaran Bahasa
Judul Tesis : Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa
Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB SD
Negeri 3 Sukawati Melalui Metode Bermain Peran
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimanamestinya.
Denpasar, 16 Desember 2013
Yang membuat pernyataan,
Ni Made Ayu Suwandewi
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
7/251
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena
atas penyertaan dan rahmat-Nya, tesis yang berjudul Peningkatan Kemampuan
Berbicara Sor SinggihBahasa Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB
SD Negeri 3 Sukawati ini dapat diselesaikan.
Penyelesaian penulisan tesis ini dapat terjadi karena adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1) Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis dalam menempuh pendidikan pascasarjana di institusi yang beliau
pimpin;
2)
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis lewat pengajaran dan bimbingan
para pengajar pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi Pembelajaran
dan Pengajaran Bahasa;
3) Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi
mahasiswa;
4) Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan motivasi, bimbingan, dan perhatian mendalam bagi
penulisan tesis ini;
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
8/251
vii
5)
Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.danDr. A.A Putu Putra, M.Hum,
selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi; serta para penguji yang telah memberikan banyak
masukan dan motivasi dalam proses penulisan ini;
6) para dosen pada Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa,
Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas
Udayana yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama penulis
mengikuti perkuliahan;
7) staf administrasi, Pak Ebuh, Pak Sadra, Bu Komang dan Bu Gung yang
telah banyak membantu segala kelengkapan administrasi selama penulis
mengikuti perkuliahan;
8) Teman-teman Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Angkatan
2011, terima kasih atas segala motivasi dan dukungannya serta kerja
samanya selama perkuliahan;
9)
Ni Ketut Tariyani, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SDNegeri 3 Sukawati
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian lapangan di sekolah yang beliau pimpin;
10)
Siswa Kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati yang secara kooperatif yang telah
bersedia menjadi objek penelitian untuk memeroleh data;
11)
keluarga tercinta, yaitu ayah, ibu, dan kakak di rumah, terima kasih atas
dukungan moral dan materi yang diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan pendidikan di Program magister (S2) Linguistik hingga
selesai;
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
9/251
viii
12)
Kekasih tersayang, terima kasih atas segala bentuk perhatian dan
dukungan yang diberikan tanpa henti.
Semoga Tuhan Yang Mahaesa melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal
baik kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini.Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk pencapaian kualitas penulisan yang lebih baik di masa datang,
khususnya bagi pembelajaran dan pengajaran bahasa.
Denpasar, 16 Desember 2013
Ni Made Ayu Suwandewi
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
10/25
ix
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIHBAHASA
BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SDNEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) denganmenggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni metode penelitiankuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian concurrenttriangulation. Penelitian ini, bertujuan (1) menjelaskan nilai dan kualitas bahasadalam berbicara sor singgihbahasa Bali sebelum penerapanmetode bermain perandalam membangun karakter siswa; (2) menjelaskan nilai dan kualitas bahasadalam berbicara sor singgih bahasa Bali setelah penerapanmetode bermain perandalam membangun karakter siswa; (3) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi peningkatan kemampuan berbicara sorsinggihbahasaBalidalammembangun karaktersiswa melalui metode bermain peran. PTKdilaksanakan selama dua siklus pada kelas VIB, semester II SD Negeri 3Sukawati.
Data dikumpulkan melalui metode observasi, kuesioner, wawancara, dantes dengan menggunakan teknik pencatatan, perekaman, dan pengambilangambar. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai prestasisiswa dalam tes berbicara sor singgihbahasa Bali dan respons terhadap tindakanmelalui kuesioner. Data kualitatif digunakan untuk analisis proses tindakan, hasil
peningkatan kualitas bahasa, penggunaan sor singgih bahasa Bali, serta karakter
yang terbangun sebelum dan setelah penerapan tindakan. Teori yang digunakanadalah teori behavioristik dan keterampilan berbicara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sebelum penerapan tindakan nilai
rerata kelas tahap pratindakan hanya sebesar 50% termasuk kategori kurang; (2)setelah penerapan tindakan meningkat menjadi 61% tergolong kategori cukup
pada siklus I dan 79% termasuk kategori baik pada siklus II. Peningkatankualitas bahasa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali dari aspek kebahasaanterjadi dalam hal pelafalan, kosakata, dan tata bahasa, sedangkan dari aspeknonkebahasaan terjadi dalam hal materi, kelancaran, dan gaya. Peningkatan darisegi penggunaan bahasa Bali, yakni siswa mampu menggunakan sor singgih
bahasa Bali (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara)
sesuai dengan desa kala patra,yakni tempat, waktu, dan keadaan. Karakter yangterbangun dalam penelitian ini adalah karakter kesopansantunan berbahasa Bali;(3) faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan berbicara sor singgih bahasaBali siswa adalah adanya pengulangan materi, penerapan metode yang mampudiaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan (karakter kesopanan) yangditumbuhkan setiap hari, motivasi, minat, hubungan/interaksi antara guru dansiswa, siswa dengan siswa, serta sikap mental.
Kata kunci:sor singgih bahasa Bali, bermain peran, membangun karakter
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
11/25
x
ABSTRACT
IMPROVEMENT OF SPEAKING ABILITY WITH SOR SINGGIHOF
BALINESE IN CHARACTER BUILDING OF CLASS VIB STUDENTS OFSD NEGERI 3 SUKAWATI TROUGH ROLE PLAY METHOD
This research is Classroom Action Research (CAR) by using thecombination method (Mixed Methods)of quantitative and qualitative method withresearch model concurrent triangulation. There are three purposes of thisresearch, those are (1) explaining the value and language quality incommunicating using sor singgihof Balinese before the application of role play instudents characters building; (2) explaining the value and language quality incommunicating using sor singgihof Balinese after the application of role play in
students characters building; and (3) identifying the factors that influencesorsinggihof Balinese in students characters building through role play. CAR isdone in two cycles at VIB, semester II SD Negeri 3 Sukawati.
The data collecting through methods of observation, questionnaire,interview, and test, by using note-taking, video recording, and pictures takingtechnique. Quantitative data analysis is done by counting the students
performances score in communicating test using sor singgihof Balinese and theirresponses in questioners. Qualitative data in analyzing the implementation
process, the result of language quality, the using of sor singgihof Balinese, andthe character develops before and after implementation. The theories used are
behavioristics theory and speaking skills.
The research results show that (1) before the application the class mean is50% with less category; (2) after the application it increase to 61% moderatecategory in the 1stcycle and 79% good category in the 2ndcycle. Improvementof language quality in speaking sor singgih of Balinese in language aspecthappens in pronunciation, vocabulary, and grammar, while in non languageaspects are in terms of teaching material, fluency and style. The improvement inusing Balinese is students are able to use sor singgih of Balinese (Basa AlusSinggih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara) based on desa kala patrathose are place, time and situation. Character that was built up in this research is
politeness in speaking Balinese the improvement; and (3) factors that influenced
the improvement of speaking sor singgihof Balinese of students are the repetitionof teaching material, application of method that can be applied on daily lives,habitual (polite characters) that built up daily through motivation, interest,interaction between teacher and students, students and students and studentsmentality.
Keywords: sor singgih of Balinese, role play, character building
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
12/25
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM.................................................................................... i
PRASYARAT GELAR MAGISTER....................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS............................................. iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................... vi
ABSTRAK................................................................................................. ix
ABSTRACT.............................................................................................. x
DAFTAR ISI............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN........................................................................... xv
DAFTAR SIMBOL. ................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL..................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
1.3.1
Tujuan Umum .................................................................................... 8
1.3.2Tujuan Khusus ................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
1.4.1Manfaat Teoretis ................................................................................ 8
1.4.2Manfaat Praktis .................................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
MODEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka ...................................................................................... 11
2.2 Konsep .................................................................................................. 16
2.2.1 Peningkatan ....................................................................................... 17
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
13/25
xii
2.2.2 Kemampuan Berbicara ....................................................................... 17
2.2.3Sor Singgih
Bahasa Bali .................................................................... 182.2.4 Pendidikan Karakter ........................................................................... 25
2.2.5 Bermain Peran ................................................................................... 30
2.3 Landasan Teori ..................................................................................... 35
2.3.1Teori Behavioristik ............................................................................. 35
2.3.2 Keterampilan Berbicara ..................................................................... 36
2.4 Model Penelitian ................................................................................... 54
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 58
3.2 Tahapan Penelitian ................................................................................ 62
3.2.1 Pratindakan ........................................................................................ 62
3.2.2 Siklus I .............................................................................................. 63
3.2.3 Siklus II.............................................................................................. 65
3.3 Subjek Penelitian .................................................................................. 65
3.4 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................................. 66
3.5 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 66
3.6 Instrumen Penelitian.............................................................................. 68
3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 68
3.7.1 Tes ..................................................................................................... 69
3.7.2 Kuesioner ........................................................................................... 69
3.7.3 Lembar Observasi .............................................................................. 70
3.7.4 Pedoman Wawancara ........................................................................ 70
3.7.5 Catatan Guru ..................................................................................... 71
3.8 Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................... 71
3.9 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data ........................................ 77
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Sebelum Penerapan
Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 80
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
14/25
xiii
4.1.1 Analisis Kuantitatif Pratindakan ........................................................ 81
4.1.1.1 Observasi Pratindakan .................................................................... 814.1.1.2 Kuesioner Pratindakan..................................................................... 83
4.1.1.3 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Pratindakan ........................ 86
4.1.2 Analisis Kualitatif Pratindakan.... 98
4.1.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Pratindakan .............................. 107
4.1.4 Membangun Karakter Siswa Pratindakan ........................................... 109
4.2 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali SetelahPenerapan
Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 111
4.2.1 Analisis Kuantitatif Siklus I................................................................ 112
4.2.1.1 Perencanaan Siklus I ...................................................................... 112
4.2.1.2 Tindakan Siklus I ........................................................................... 114
4.2.1.3 Observasi Siklus I ........................................................................... 116
4.2.1.4 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siklus I .............................. 119
4.2.1.5 Refleksi Siklus I .............................................................................. 128
4.2.2 Analisis Kualitatif Siklus I ................................................................ 129
4.2.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Siklus I..................................... 133
4.2.4 Membangun Karakter Siswa Siklus I ................................................. 135
4.2.5 Analisis Kuantitatif Siklus II .............................................................. 136
4.2.5.1 Perencanaan Siklus II ..................................................................... 136
4.2.5.2 Tindakan Siklus II ........................................................................... 137
4.2.5.3 Observasi Siklus II ......................................................................... 140
4.2.5.4 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siklus II .............................. 142
4.2.5.5 Refleksi Siklus II ............................................................................. 154
4.2.6 Hasil Kueioner Pascatindakan ............................................................ 154
4.2.7 Analisis Kualitatif Siklus II ............................................................... 158
4.2.8 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Siklus II .................................. 162
4.2.9 Membangun Karakter Siswa Siklus II ................................................ 163
4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi peningkatan kemampuan Berbicara
Siswa ................................................................................................... 164
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
15/25
xiv
BAB V KURIKULUM, SILABUS, MATERI, RPP, DAN EVALUASI
5.1 Linguistik Terapan ............................................................................... 1685.2 Profil Siswa........................................................................................... 170
5.3 Analisis Kebutuhan (Need Analysis) ..................................................... 171
5.3.1 Target Kebutuhan (Target Needs)....................................................... 171
5.3.2 Kebutuhan Belajar (Learning Needs) ................................................. 173
5.4 Analisis Framefaktor (Frame Factor Analysis) .................................... 174
5.5 Kurikulum ............................................................................................. 177
5.6 Silabus .................................................................................................. 1785.7 Materi ................................................................................................... 181
5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................................ 182
5.9 Evaluasi ............................................................................................... 199
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ............................................................................................... 201
6.2 Saran ..................................................................................................... 206
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 209
LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................ 213
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
16/25
xv
DAFTAR SINGKATAN
PTK : Penelitian Tindakan Kelas
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimum
Metkom : Metode Kombinasi
Asi :Alus Singgih
Aso :Alus Sor
Ami :Alus Mider
Bk :Basa Kapara
K :Basa Kasar
T : Transkripsi
ST : Standar
Nom : Nomina
Pron : Pronomina
V : Verba
FV : Frase Verba
Num : Numeralia
Adj : Adjektiva
Adv : Adverbia
Prep : Preposisi
Konj : Konjungsi
Art : Artikel
Part : Partikel
Int : Interogatif
Dem : Demonstrativa
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
17/25
xvi
DAFTAR SIMBOL
:Mean(rerata)
: Jumlah skor
N : Jumlah siswa
[] : Pengapit tulisan fonetis
// : Pengapit fonem
/ : Berhenti sejenak
// : Berhenti lebih lama
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
18/251
xvii
DAFTAR TABEL
3.1 Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 65
3.2 Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Usia ......................................... 65
3.3 Lembar Obsevasi .................................................................................. 70
3.4 Catatan Guru ......................................................................................... 71
3.5 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Kebahasaan ................ 73
3.6 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Nonkebahasaan ........... 73
3.7 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berbicara .......................................... 75
4.1 Hasil Tes Pemahaman Sor SinggihBahasa Bali .................................... 82
4.2 Kuesioner Pratindakan .......................................................................... 84
4.3 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Pratindakan ........................... 89
4.4 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas
VIB SDN 3 Sukawati Pratindakan ....................................................... 91
4.5 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Tahap Pratindakan ............................... 93
4.6 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Tahap Pratindakan............................... 94
4.7 Penilaian Tata Bahasa Bali Tahap Pratindakan ...................................... 95
4.8 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Pratindakan ................................... 96
4.9 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Tahap Pratindakan ........................... 97
4.10 Penilaian Gaya Siswa Pratindakan ....................................................... 98
4.11 Kegiatan Pembelajaran Siklus I............................. 114
4.12 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus I ............................... 120
4.13 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas
VIB SDN 3 Sukawati Siklus I 122
4.14 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I 123
4.15 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I.................................... 124
4.16 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I. 125
4.17 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus I 126
4.18 Penilaian Kelancaran Siswa Siklus I .................................................... 126
4.19 Penilaian Gaya Siswa Siklus I.. 127
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
19/251
xviii
4.20 Kegiatan Pembelajaran Siklus II .......................................................... 138
4.21 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus II .............................. 1434.22 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas
VIB SDN 3 Sukawati Siklus II 145
4.23 Perbandingan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara .......... 146
4.24 Peningkatan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara
Berdasarkan Aspek Kebahasaan dan Nonkebahasaan .......................... 148
4.25 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150
4.26 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150
4.27 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II .......................................... 151
4.28 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus II.. 152
4.29 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II 153
4.30 Penilaian Gaya Siswa Siklus II... 153
4.31 Hasil Kuesioner Pascatindakan . 155
5.1 Silabus Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Bali ................... 180
5.2 Materi Pembelajaran Sor SinggihBahasa Bali dengan Metode Bermain
peran . 181
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
20/25
xix
DAFTAR GAMBAR
2.1 Konteks Komunikasi ............................................................................ 37
2.2 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali ................................................... 46
2.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 47
2.4 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 48
2.5 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 49
2.6 Model Penelitian ................................................................................... 57
3.1 PTK Model Hopkins (1993) .................................................................. 59
3.2 Metode Kombinasi Model Concurrent Triangulation ........................... 61
4.1 Diagram Kemampuan Berbicara Pratindakan ....................................... 90
4.2 Karakter yang Berkembang di SD Negeri 3 Sukawati 111
4.3 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus I ............................................... 121
4.4 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus II ............................................. 145
4.5 Diagram Peningkatan Nilai Rerata Kelas ............................................... 147
4.6 Perbandingan Nilai Rerata dalam Kemampuan Berbicara Siswa ............ 148
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
21/25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masyarakat suku Bali memiliki alat komunikasi dan alat budaya, yaitu
bahasa Bali atau bahasa daerah Bali yang mencerminkan identitas manusia Bali.
Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang mempunyai sistem bahasa yang
bertingkat-tingkat (anggah-ungguhing basa/sor singgih basa Bali). Menurut I
Nengah Duija (2007:17), anggah-ungguhin basa Bali (tingkat-tingkatan bahasa
Bali) yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat suku Bali
mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa
tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern yang kedua-
duanya mempunyai pengaruh besar dan kuat terhadap sikap sopan santun dalam
berkomunikasi.
Masyarakat suku Bali dalam etika pergaulannya dilandasi oleh sopan
santun, yang berpola dalam bingkai manyama braya. Bingkai manyama braya ini
membentuk karakter dan pola pikir, termasuk sikap mental orang Bali sehingga
dalam berkomunikasi pun masyarakat suku Bali akan selalu memilih dan memilah
ketika memakai tingkat-tingkatan bahasa Bali (sor singgih bahasa Bali) yang
sesuai dan tepat dengan identitas status lawan bicaranya. Bila pilihan tingkat-
tingkatannya cocok, akan menyenangkan dan menggembirakan bagi lawan bicara.
Akan tetapi, jika salah pilih dalam pemakaian, akan terasa janggal apalagi
berkonotasi negatif mengakibatkan lawan bicara menjadi salah paham atau
tersinggung (Suarjana, 2008:60).
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
22/25
2
Penggunaan sor singgih bahasa Bali ini akan sekaligus mencerminkan
identitas dan status sosial di antara mereka sebagai pembicara dan lawan bicara.
Apabila lawan bicara sudah dikenal identitasnya, maka lebih mudah memilih
tingkatan bahasa mana yang cocok untuk digunakan dalam berkomunikasi
daripada berkomunikasi dengan lawan bicara yang belum dikenal. Untuk lebih
memudahkan dalam berkomunikasi, terlebih dahulu perlu diketahui identitas
lawan bicara. Cara yang telah lazim digunakan di Bali adalah dengan melontarkan
pertanyaan secara tradisional, yakni Nawegan titiang nunasang antuk linggih?,
yang secara bebas artinya Maaf saya ingin mengenal identitas Anda (Suarjana,
2008:61).
Dalam pembelajaran bahasa Bali di sekolah ada kecenderungan siswa
sangat sulit memahami pemakaian bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal ini
disebabkan oleh sistem bahasa Bali dikatakan begitu rumit karena adanya sor
singgihbahasa Bali tersebut. Siswa harus memahami dalam memilih dan memilah
bahasa yang akan digunakan sesuai dengan siapa lawan bicaranya (siapa saja yang
berbicara), berbicara tentang apa, dan kala apa berbicara (desa kala patra, yaitu
tempat, waktu, dan keadaan) yang membuat bahasa itu sulit untuk digunakan
dalam berkomunikasi. Kurangnya pemahaman penggunaan sor singgih bahasa
Bali pada siswa menimbulkan kurangnya kesopansantunan siswa dalam berbicara
kepada lawan tutur, seperti dengan guru di sekolah.
Dalam proses pembelajaran bahasa Bali guru diharapkan lebih banyak
mengenalkan sor singgih bahasa Bali sebagai alat komunikasi yang dapat
menjalin keharmonisan antara pembicara dan lawan bicara. Di samping itu, juga
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
23/25
3
dipakai untuk membawakan arti-arti kesopansantunan yang berjenjang atau
bertingkat. Tingkatan tutur bahasa Bali memainkan peranan yang sangat penting
dalam upaya pembentukan mental siswa yang berkarakter.
Pada saat pembelajaran bahasa Bali di sekolah, guru cenderung lebih
memfokuskan mengajarkan keterampilan menulis dan keterampilan membaca
bahasa Bali, baik bahasa Bali Latin maupun aksara Bali. Sementara itu,
keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara kurang mendapat perhatian.
Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara pada
hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi
untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang
lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan
alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas
bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.
Siswa SD Negeri 3 Sukawati merupakan siswa homogen yang keseharian
menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi, baik di keluarga, di sekolah,
maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai siswa yang berada di lingkungan yang
menggunakan bahasa Bali dalam berkomunikasi, mereka harus dapat memahami
maksud dari apa yang dituturkan oleh lawan tutur serta mampu menyampaikan
tuturan sesuai dengan sor singgih bahasa Bali. Akan tetapi, kenyataan yang ada
justru terbalik.
Berdasarkan data observasi awal, wawancara, dan pemberian tes kepada
siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati ternyata memiliki kemampuan
pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dengan kategori rendah. Tes
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
24/25
4
dilakukan dengan memberikan sepuluh pertanyaan kepada kelas VIB dengan
jumlah 31 siswa pada 5 Januari 2013. Dari hasil tes diketahui bahwa sebanyak
29% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang sangat
kurang (hasil di bawah nilai 39), 55% siswa memiliki kualitas pemahaman sor
singgih bahasa Bali yang kurang (hasil di bawah nilai 54). Sementara itu, hanya
16% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang cukup
(hasil di bawah nilai 69). Data ini menunjukkan bahwa kualitas kemampuan
pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dikategorikan kurang/rendah.
Dalam kenyataannya sekolah mengharapkan agar 75% siswa mampu memahami
dan menggunakan sor singgihbahasa Bali yang baik dalam berkomunikasi.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan di SD Negeri 3 Sukawati,
ditemukan banyak siswa yang cerdas dan pintar, tetapi mereka kehilangan
kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bahasa Bali, terutama penggunaan
sor singgihbahasa Bali yang benar. Siswa cenderung tidak melihat dengan siapa
mereka berbicara. Mereka kehilangan kepekaan berkomunikasi, juga dengan
orang yang lebih tua. Budaya menegur dan menyapa mengalami erosi yang cukup
berarti. Kadang kala saat siswa berbicara bahasa Bali kepada gurunya kurang
memiliki tutur yang sopan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan
rendahnya kemampuan berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor singgihnya.
Berikut sepenggal percakapan antara guru dan salah satu siswa kelas VIB pada
saat dilakukan pengamatan dan wawancara.
Siswa: Buk, timpal tiang an negak dini sing ada.
Bu, teman saya yang duduk di sini tidak ada.
Guru: Dija nika timpal?
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
25/25
5
Di mana temannya?
Siswa: Sing nawang, Buk. Amah gamang asann.
Tidak tahu, Bu. Dimakan makhluk halus rasanya.
Dalam penggalan percakapan di atas terlihat ketidaksesuaian pemilihan
kata yang digunakan oleh siswa tersebut. Adanya kata dini sing ada yang
seharusnya menggunakan kata driki ten wenten karena lawan tutur siswa adalah
orang yang lebih tua (guru), maka harus menggunakan bahasa alus singgih.
Kalimat Sing nawang, Buk. Amah gamang asann juga merupakan tuturan
yang kurang sopan walaupun maksud tuturan yang disampaikan siswa tersebut
hanyalah sebagai lelucon. Seharusnya tuturan tersebut cukup menggunakan kata
ten uning, Bu, Akan tetapi, tuturan yang disampaikan siswa kepada lawan
tuturnya merupakan tuturan yang kurang sopan.
Tutur kata yang kurang sopan yang diujarkan oleh siswa kepada gurunya
merupakan salah satu gambaran siswa sebagai generasi penerus bangsa yang
mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Karso Mulyo (dalam
http://batang-karso.blogspot.com/2012/08/case-study-membangun-karakter-
bangsa.html) mengatakan bahwa karakter bangsa yang dimaksudkan adalah
keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan,
bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia
yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal,
keturunan, bahasa, adat, dan sejarah bangsa. Pembangunan karakter bangsa
haruslah diawali dari lingkup yang terkecil, khususnya di sekolah. Upaya
mewujudkan nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
26/25
6
esaja pembelajaran dapat mengadopsi semua nilai karakter bangsa yang akan
dibangun.
Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah
usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter
merupakan salah satu pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang
terjadi pada semua mata pelajaran. Dalam hal ini, pendidikan karakter
diintegrasikan dengan pelajaran bahasa Bali dalam aspek kemampuan berbicara
sor singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran dalam upaya
menumbuhkan kesantunan berbicara siswa.
Bermain peran menekankan kenyataan, yakni siswa diturutsertakan dalam
memainkan peran di dalam mendramatisasi masalah-masalah hubungan sosial
dalam cerita. Bermain peran menjadi sangat penting sebagai
penumbuhkembangan keterampilan berbicara, bukan hanya sebagai keterampilan
berkomunikasi, melainkan juga sebagai seni. Melalui metode bermain peran siswa
diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok
sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain, metode ini
berupaya untuk membantu individu melalui proses kelompok sosial.
Proses pembelajaran yang tepat menjadi sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun
karakter siswa. Pembelajaran bahasa Bali dengan menerapkan metode bermain
peran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pemakaian sor singgih
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
27/25
7
bahasa Bali yang benar pada siswa dalam berkomunikasi, baik dengan guru,
antarsiswa, maupun dengan masyarakat serta mampu membangun karakter siswa.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh pada kualitas
pemahaman terhadap kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa, yaitu
mendukung tumbuhnya kecerdasan berbahasa praktis yang baik karena mampu
memotivasi siswa untuk berbicara langsung dengan lawan bicara serta mampu
membangun karakter siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali sebelum
penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas
VIB SD Negeri 3 Sukawati?
2)
Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali setelah
penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas
VIB SD Negeri 3 Sukawati?
3)
Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan kemampuan
berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa
melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati?
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
28/251
8
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap fenomena-
fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan penanaman nilai-nilai karakter
pada siswa. Di samping itu, juga untuk meningkatkan kemampuan berbicara sor
singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran pada pembelajaran bahasa
Bali di SD Negeri 3 Sukawati.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini dapat dijelaskan seperti di bawah ini.
1) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam
membangun karakter siswa sebelum menerapkan metode bermain peran siswa
kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.
2) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam
membangun karakter siswa setelah menerapkan metode bermain peran siswa
kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.
3)
Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan
kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter
siswa melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.
1.4Manfaat penelitian
1.4.1
Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian yang dilakukan ini adalah memberikan
wawasan keilmuan dalam pembelajaran yang sesuai dengan keberadaannya
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
29/251
9
sebagai suatu kajian linguistik mengenai permasalahan pembelajaran sor singgih
bahasa Bali di SD Negeri 3 Sukawati. Di dalam Permasalahan ini terlibat peran
guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali
dalam membangun karakter siswa kelas VIB dengan menerapkan metode bermain
peran. Apalagi adanya kenyataan bahwa siswa sangat sulit memahami pemakaian
sor singgih bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal itu disebabkan oleh sistem
bahasa Bali yang begitu rumit. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru
sangat berpengaruh kepada kualitas pemahaman terhadap kemampuan berbicara
sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
memberikan kontribusi bagi perbaikan terus-menerus dalam proses pembelajaran
di sekolah, khususnya pembelajaran bahasa Bali siswa kelas VIB. Penelitian yang
dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat kepada sekolah, guru, dan siswa di
SD Negeri 3 Sukawati.
Pertama, bagi sekolah penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi seluruh warga sekolah dalam upaya membangun karakter siswa
khususnya karakter kesopansantunan serta meningkatkan prestasi siswa dalam
bidang pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran kemampuan berbicara
sor singgih bahasa Bali.
Kedua, bagi guru, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
dalam upaya memberikan inovasi baru dalam pembelajaran bahasa Bali dengan
menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan berbicara
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
30/25
10
sor singgih bahasa Bali siswa serta mampu membangun karakter khususnya
karakter kesopansantunan siswa.
Ketiga, bagi siswa, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman siswa tentang sor singgih bahasa Bali. Di samping itu, mampu
membangun karakter khususnya karakter kesopansantunan siswa dengan
penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa Bali.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
31/25
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Ada beberapa penelitian sejenis yang dapat disampaikan sebagai kajian
pustaka dalam penelitian ini yang mencakup penggunaan beberapa metode yang
digunakan untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Rianti (2012), melakukan
penelitian di SMK PGRI 4 Denpasar dengan judul Peningkatan Kemampuan
Berbicara Bahasa Inggris Melalui Teknik Role Play pada Siswa Kelas X
Akomodasi Perhotelan di SMK PGRI 4 Denpasar. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara bahasa Inggris yakni, pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata,
kelancaran, dan pemahaman. Adanya pemakaian Teknik Role Play tersebut
ternyata dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Rianti (2012:2) berpendapat bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam
menguasai bahasa Inggris ialah pembelajar mengembangkan dan menerapkan
strategi dalam belajar bahasa. Pada saat pembelajar bahasa Inggris tidak dapat
menemukan kata yang dikehendaki untuk menyampaikan pesan yang
dipikirkannya. Pada saat itulah pembelajar perlu menggunakan strategi
komunikasi (communication strategis) untuk mencegah kemacetan dalam
penyampaian pesan itu. Salah satu teknik yang memungkinkan siswa dapat
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
32/25
12
praktik berbicara adalah role play atau bermain peran. Dengan role play para
siawa dapat dilatih berbicara dengan berbagai situasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rianti adalah penggunaan role play
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dalam hal meningkatkan
kemampuan berbicara pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata, kelancaran,
dan pemahaman. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase nilai siswa
pada pretes ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa
dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 51% (termasuk kategori
kurang) pada pretes meningkat menjadi 68% (termasuk kategori cukup) pada
postes I, dan dari 68% menjadi 76% (termasuk kategori baik) pada postes II.
Penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Arsani (2012) dengan judul
Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Dwibahasa Kelas
VA Pelangi School Ubud Melalui Metode Bercerita. Penelitian ini juga
merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Indonesia pada siswa dwibahasa melalui bercerita
tentang dongeng Keong Emas. Arsani memilih metode bercerita sebagai cara
untuk mengajarkan bahasa Indonesia siswa dwibahasawan karena bercerita
mampu membantu siswa untuk lebih termotivasi guna berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Indonesia siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsani adalah penggunaan metode
bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dwibahasa dalam berbicara. Hal
ini dapat dilihat meningkatnya persentase nilai siswa pada pretes ke postes I dan
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
33/25
13
postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa dalam kemampuan berbicara
yang meningkat dari 50% (termasuk kategori kurang) pada pretes meningkat
menjadi 59% (termasuk kategori kurang) pada postes I, dan dari 59% menjadi
81% (termasuk kategori baik) pada postes II.
Penelitian yang ketiga ditulis oleh Nugraha Putra (2012) yang berjudul
Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Langsung dalam
Pengajaran Bahasa Inggris di lembaga KursusEnglish Center. Penelitian ini juga
merupakan penelitian tindakan kelas dalam upaya untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan metode
langsung. Pemakaian metode langsung dalam pengajaran bahasa Inggris dapat
meningkatkan kemampuan berbicara siswa yaitu merangsang dan memotivasi
siswa dalam berkomunikasi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase
nilai siswa pada pretest ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai
rerata siswa dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 30,6 (termasuk
kategori kurang) pada pretes meningkat menjadi 47,7 (masih termasuk kategori
kurang) pada postes I, dan dari 47,7 menjadi 71,3 (termasuk kategori baik)
pada postes II.
Penelitian yang keempat dilakukan oleh Dewantara (2012) dengan judul
penelitian Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan
Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk
Mengatasinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis (1) faktor penyebab kesulitan
belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan (2) strategi guru
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
34/25
14
untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara.
Dewantara mengatakan bahwa dalam pembelajaran keterampilan berbicara
guru hendaknya mampu melakukan dianogsis terhadap faktor penyebab kesulitan
belajar siswa dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai strategi-strategi
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan
belajar siswa. Strategi yang biasa diterapkan oleh guru adalah strategi
pembelajaran langsung (ekspositori), strategi pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher center strategies), strategi pembelajaran deduksi, dan strategi
pembelajaran heuristik yang diimplementasikan dengan berbagai metode, teknik,
dan media pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan strategi-strategi tersebut
kerap terjadi pembelajaran yang minim memberikan peluang kepada siswa untuk
belajar berkomunikasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewantara adalah (1) faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara
berasal dari faktor motif/motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen
kebahasaan, penguasaan komponen isi, sikap mental, hubungan/interaksi antara
guru dan siswa, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan
hubungan/interaksi antara siswa dan siswa. Faktor yang paling dominan
menyebabkan kesulitan belajar adalah sikap mental.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Yuni (2012) dengan judul
Penerapan Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Menggunakan Dongeng
dengan Kearifan Lokal di Kelas 2 SD Negeri 3 Yehembang Kangin. Penelitian
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
35/25
15
ini juga merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan (1) pelaksanaan pembelajaran berbicara bahasa
Indonesia menggunakan dongeng dengan kearifan lokal dalam pembelajaran
bahasa Indonesia yang terdiri atas langkah-langkah pembelajaran, aktivitas
belajar-mengajar, dan evaluasi pembelajaran serta (2) nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam dongeng yang digunakan dalam pembelajaran berbicara bahasa
Indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuni menggunakan pendekatan
tematik yang terdiri atas (1) penciptaan suasana menarik melalui instrumen musik
dalam apersepsi ternyata sangat efektif untuk mempersiapkan kondisi psikologis
siswa sebelum menerima pembelajaran, (2) proses penggalian wawasan siswa
melalui tanya-jawab ternyata sangat efektif memancing partisipasi siswa dalam
mengemukakan pendapat, gagasan, dan jawaban, (3) penceritaan dongeng oleh
guru dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng, yakni pilihan kata dan
panjang pendek kalimat, urutan cerita, mimik atau ekspresi, serta pelafalan dan
intonasi ternyata mampu memancing respons antusias siswa, (4) penceritaan
dongeng oleh siswa dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng ternyata
memengaruhi kelancaran dalam bercerita, (5) tanya-jawab untuk memancing
siswa mengemukakan pendapat serta memberikan pemahaman langsung
mengenai nilai moral yang baik dan tidak baik, (6) penyimpulan, evaluasi, dan
tindak lanjut yang disertai klarifikasi dan penegasan pada akhir pembelajaran.
Yuni mengemukakan bahwa pembelajaran berbicara menggunakan
dongeng dengan kearifan lokal dapat mengaktifkan siswa dalam berbicara,
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
36/25
16
mengemukakan pendapat, jawaban, dan pertanyaan. Berdasarkan evaluasi
pembelajaran yang dilakukan Yuni, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam
berbicara menceritakan dongeng ternyata sangat bervariasi. Beberapa siswa ada
yang (1) lancar, runtut, dan lengkap dalam bercerita, (2) ada yang lancar, runtut,
tetapi kurang lengkap, (3) ada yang lancar, lengkap, tetapi kurang runtut, (4)
bahkan ada yang kurang lancar, kurang lengkap, dan tidak runtut. Selain itu,
penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai kearifan lokal yang terkandung
dalam dongeng, yakni moral individu, sosial, dan religi.
Dari semua kajian pustaka yang telah disampaikan di atas, diketahui
bahwa teknik role playatau bermain peran sangat relevan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Teknik role play yang digunakan dalam pembelajaran bahasa
Inggris terbilang efektif dan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa,
khususnya kemampuan berbicara bahasa Inggris. Akan tetapi, dalam penelitian
yang penulis lakukan ini, role play atau bermain peran diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran berbicara sor singgih bahasa
Bali dalam membangun karakter siswa. Karakter yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah karakter sopan santun.
2.2Konsep
Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep
yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain peningkatan,
kemampuan berbicara, sor singgihbahasa Bali, pendidikan karakter, dan bermain
peran.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
37/25
17
2.2.1 Peningkatan
Peningkatan adalah proses, perbuatan, cara, meningkatkan usaha dsb (Fajri
dan Senja, 2007:786). Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses
meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun
karakter siswa.
2.2 2 Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan
persendian (juncture) jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah
lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Berkomunikasi
adalah hubungan seseorang atau kelompok orang dengan yang lain melalui media
tertentu dan dalam konteks ini media itu adalah wicara/berbicara. Ada banyak
media lain dalam berkomunikasi, antara lain kerdipan mata, gerakan tangan,
dengan bendera, dengan ranting, dengan asap, dan lain-lainnya. Akan tetapi,
media komunikasi yang dimaksud di sini hanya bahasa lisan, yakni
wicara/berbicara itu sendiri.
Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang paling purba, jauh
mendahului peradaban manusia dalam aspek lain. Oleh karena itu, berbicara atau
berbahasa lisan atau oral sering dianggap dan diakui sebagai hakikat inti dari
kegiatan berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif,
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
38/251
18
sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya di samping juga
dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, tidak hanya
apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Bagaimana
mengemukakannya hal ini meyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-
bunyi bahasa tersebut. Ucapan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam
mereproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaimana posisi alat
bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu membentuk bunyi,
baik vokal maupun konsonan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
2.2.3 Sor Singgih Bahasa Bali
Sor singgihbahasa Bali menurut Kamus Bahasa Bali (Bali-Indonesia), kata
sor berarti bawah, singgih berarti halus atau hormat. sor singgih berarti (aturan)
tinggi rendah (dalam berbahasa) (Gautama dan Sariani, 2009:616). Jadi sor
singgihbahasa Bali berarti aturan tentang tingkat-tingkatan atau tinggi rendahnya
rasa dalam berbahasa Bali.
Sor singgih bahasa Bali merupakan tingkatan-tingkatan bahasa Bali yang
mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa
tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern. Dalam
masyarakat suku Bali, struktur pelapisan masyarakatnya yang lebih dikenal
dengan sebutan warna merupakan sumber dasar terbentuknya tingkatan-tingkatan
bahasa Bali itu. Di samping itu, disebabkan oleh tata etika dan sopan santun
masyarakat Bali yang telah mendapat pengaruh besar dari budaya Jawa (Hindu)
terutama pada zaman pemerintahan Majapahit ketika menguasai daerah Bali
(Suarjana, 2008:59).
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
39/251
19
Salah satu strategi yang digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi secara
sosial adalah strategi kesopanan (politeness strategy). Strategi kesopanan ini
merupakan suatu keterampilan budaya yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya yang dikemas melalui bahasa untuk menimbulkan kenyamanan
dan keberterimaan secara adab dan berbudaya (Suarjana, 2008:80).
Pilihan strategi kesopanan antara masyarakat yang memiliki hirarki status
sosial (berkasta) dan masyarakat egalitarianmenurut Brown dan Levinson (1987)
cenderung berbeda (Suarjana, 2008:81). Masyarakat yang memiliki hierarki status
sosial akan memilih strategi kesopanan negatif dalam berbahasa. Sebaliknya,
masyarakat egalitarian cenderung memilih kesopanan positif dalam berbahasa.
Bagaimana ragam tinggi dipilih oleh kelas bawah untuk kelas atas dalam
masyarakat Bali, baik secara kacamata tradisional maupun modern (sebagai
bentuk kesopanan negatif).
Di pihak lain, kelas bawah akan menerima ragam rendah dari kelas atas.
Di kalangan kelas atas sendiri, mereka akan memilih strategi kesopanan positif,
tujuannya adalah untuk memberikan pengakuan atas kekuasaan satu sama lainnya.
Sebaliknya, di pihak kelas bawah justru strategi kesopanan negatif yang
berkembang. Tujuannya adalah secara bersama-sama menekankan
kesetiakawanan dan saling tenggang rasa atas keterbatasan kekuasaan itu. Ini
sebagai salah satu dasar mengapa bahasa Bali memiliki tingkat-tingkatan (sor
singgih) bahasa dalam tuturannya (Suarjana, 2008:81). Sor singgih bahasa Bali
dapat dibedakan menjadi lima, yakni seperti di bawah ini.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
40/25
20
1. Basa Kasar
Basa kasar (K) adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa
paling bawah. Basa kasar dibedakan menjadi dua, yakni basa kasar pisan dan
basa kasar jabag (Suarjana, 2008:84).
a) Basa Kasar Pisan
Basa kasar pisan adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya
tergolong tidak sopan, yang sering digunakan dalam situasi emosional, jengkel,
marah, dengki, dan caci maki.
Contoh:
(a)Apa petang iba ento?
Apa yang kamu katakan itu?
(b)Wih, cicing magedi uli dini!
Hai, anjing keluar dari sini!(Suarjana, 2008:84)
b) Basa Kasar Jabag
Basa kasar jabag adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya tidak
disesuaikan dengan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam bahasa itu tidak
mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa Bali, kadang kala
melampaui etika berbicara. Dalam penggunaannya dianggap tidak sopan dan tidak
wajar. Percakapan semacam ini dinilai salah sasaran. Biasanya dalam situasi
kebahasaan tidak semata-mata pembicara tidak memahami sor singgih basa Bali,
justru ada kalanya ingin menunjukkan keangkuhan, kelebihan, atau keakrabannya.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
41/25
21
Hal ini sering terjadi antara wangsa yang lebih rendah terhadap wangsa
yang lebih tinggi atau ditunjukkan kepada orang yang patut dihormati dan
dimuliakan.
Contoh :
(a)I Bapapulesdi paon.
Ayah tidur di dapur
(b)Cokmai singgah, nyanan ajaka mabalihjoged!
Cok (singkatan dari Cokorda) mari mampir, nanti nonton jogetbersama!
(Suarjana, 2008:86)
(2)Basa Andap
Basa andap adalah tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam suasana
bersahaja (dalam pergaulan akrab dan sopan) sehingga sering disebut dengan
istilah basa kasar sopanatau basa Bali lumrah/kapara (Bk).
Bahasa Bali sebagai bahasa sopan digunakan dalam pergaulan yang
sifatnya akrab, misalnya sesama wangsa. Di samping itu, sama kedudukannya,
sama umur, sama pendidikan, sama jabatan, kawan sederajat, bahasa
kekeluargaan. Bahasa ini lebih sering dan dominan dipakai oleh wangsa jaba.
Contoh :
(a)Luh beliang Bapa roko, rokon Bapan suba telah!
Luh belikan ayah rokok, rokok ayah sudah habis!
(b)Ditu meli sig warung Mn Dayuh apang maan mudahan!
Di sana beli di warung Ibu Dayuh agar dapat lebih murah!
(Suarjana, 2008:87)
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
42/25
22
(3)Basa Madia
Basa madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang
nilai rasa bahasanya berada di antara Basa Bali Andap dan Basa Bali Alus.
Artinya bahwa konotasi basa madia tidak kasar juga tidak halus. Oleh karena
itulah, sering juga disebut dengan bahasa antara (tidak halus dan juga tidak kasar).
Contoh :
(a)Tiang ampunrauh duk I ratu masiram
Saya sudah datang ketika Anda mandi
(b)Ajak siraraganemeriki?
Sama siapa anda kemari?
(Suarjana, 2008:89)
(4)Basa Alus
Basa alusadalah tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa
yang tinggi atau sangat hormat. Biasanya bahasa ini digunakan dalam situasi
resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, sarasehan, percakapan mengenai adat,
agama, dan sebagainya). Pada dasarnya percakapan dengan menggunakan basa
alus itu akan menunjukkan adanya norma sopan santun, moral yang bernilai
ramah-tamah yang tinggi (Suarjana, 2008:90).
a) Basa Alus Sor
Basa alus sor (Aso) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat
mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Di samping
itu, juga untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut drendahkan atau
bisa juga karena status sosialnya dianggap lebih rendah dari pada orang yang
diajak berbicara.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
43/25
23
Contoh :
(a)
Benjang semeng ipunjagatangkil mriki
Besok pagi ia akan datang kemari
(b)Ipunkantunnunas, antosang dumun!
Ia masih makan, tunggu dulu!
(Suarjana, 2008:92)
b) Alus Mider
Basa alus mider(Ami) adalah tingkatan bahasa Bali alusatau hormat yang
memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk
golongan bawah juga untuk golongan atas.
Contoh :
(a)Titiangnenten medrebejinah,I ratuakeh maduwejinah
Saya tidak mempunyai uang, Anda banyak mempunyai uang(b)Ipun makta asiki,Ida maktakakalih
Ia membawa satu, Beliau membawa dua
(Suarjana, 2008:93)
c) Basa Alus Singgih
Basa alus singgih (Asi) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat
yang hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan
orang yang patut dihormati atau dimuliakan, baik kepada lawan bicara maupun
orang atau objek yang dibicarakan.
Contoh :
(a)Dayu Biangakuda sampunmaduwe oka?
Dayu biang sudah berapa mempunyai anak?
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
44/25
24
(b)I Ratu kayun ngrayunanulam bawi?
Anda mau makan daging babi?
(Suarjana,2008:94)
(5)Basa Mider
Basa mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki
tingkat-tingkatan rasa bahasa (tidak halus dan tidak kasar) sehingga bahasa ini
dapat digunakan untuk dan kepada siapa saja. Selain itu, dalam pemkaiannya tidak
terikat oleh adanya status sosial dalam masyarakat juga tidak terikat oleh situasi
dan kondisi percakapan di mana pun berlangsung. Oleh karena itulah basa mider
dapat disebut sebagai bahasa Bali lepas hormat (netral).
Contoh dalam tataran bahasa alus:
(a)Ida pedanda irikanyongkok, kairing antuk parekane.
Ida Pedanda di sana jongkok, diikuti oleh abdinya.
Contoh dalam tataran bahasa andap :
a. KijaBeli ituni, paling icang ngalih?
Ke mana kakak tadi, bingung saya mencari?
Contoh dalam tataran bahasa kasar:
(a)Suba lakar bangka masih nagih melimotor
Sudah mau mati, juga minta membeli motor
(Suarjana, 2008:96-97)
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
45/25
25
2.2.4 Pendidikan Karakter
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charasseinyang berarti mengukir
sehingga berbentuk sebuah pola. Hal itu berarti bahwa akhlak mulia tidak secara
otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan
proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Oleh
karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan
baik (habit) sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Megawangi, 2009:23).
2) Nilai-nilai Dasar Pendidikan Karakter
Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah
usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Nilai-nilai dasar pendidikan karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-
anak adalah nilai-nilai universal. Adapun nilai-nilai universal yang perlu
ditanamkan kepada anak-anak adalah sebagai berikut.
(1) Bertakwa (religious)
Takwa adalah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bertakwa adalah menjalankan
takwa (Fajri dan Senja, 2007:786). Para guru harus mampu mengarahkan anak
didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Orang yang
bertakwa akan sadar bahwa dirinya hanya hamba Tuhan yang harus bertanggung
jawab dengan apa yang telah dilakukannya di dunia.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
46/25
26
(2) Bertanggung jawab (responsible)
Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya (Fajri dan
Senja, 2007:794). Para guru harus mampu mengajak para peserta didiknya untuk
menjadi manusia yang bertanggung jawab. Mampu mempertanggungjawabkan
apa yang telah dilakukannya dan berani menanggung segala risiko dari apa yang
telah diperbuatnya. Rasa tanggung jawab ini harus ada dalam diri para peserta
didik.
(3) Berdisiplin (dicipline)
Disiplin adalah usaha menaati tata tertib, baik tata tertib di sekolah,
instansi, maupun lain-lain (Fajri dan Senja, 2007:258). Para guru harus mampu
menanamkan disiplin yang tinggi kepada para peserta didiknya. Kedisiplinan
harus dimulai pada saat masuk sekolah. Budaya tepat waktu harus ditegakkan.
Siapa yang terlambat datang ke sekolah harus terkena sanksi atau hukuman sesuai
dengan peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah.
(4) Jujur (honest)
Jujur adalah dapat dipercaya, tidak bohong, berkata apa adanya (Fajri dan
Senja, 2007:406). Kejujuran saat ini merupakan hal yang langka. Para guru harus
mampu memberikan contoh kepada para peserta didiknya untuk mampu berlaku
jujur. Ketika jujur diajarkan di sekolah-sekolah, maka para peserta didik tidak
akan berani berbohong karena telah terbiasa jujur. Kebiasaan jujur ini jelas harus
menjadi fokus utama dalam pendidikan di sekolah.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
47/25
27
(5) Sopan (polite)
Sopan adalah tertib menurut aturan, santun, dan hormat (Fajri dan Senja,
2007:769). Karakter sopan ini harus dilatihkan kepada peserta didik dan
dicontohkan bagaimana cara berlaku sopan kepada orang lain, terutama kepada
mereka yang telah lebih tua daripadanya. Tentu karakter kesopanan harus
diperlihatkan dan dijunjung tinggi. Sering kali kita melihat karakter anak sekolah
yang kurang sopan, baik dalam berbicara maupun bertindak. Hal inilah yang harus
diubah dalam pendidikan karakter bangsa.
(6) Peduli (care)
Peduli adalah menghiraukan, memerhatikan, mengindahkan, dan menurut
(Fajri dan Senja, 2007:631). Peserta didik harus dilatih untuk peduli kepada
sesama. Belajar melakukan empati kepada orang lain dengan rasa kepedulian yang
tinggi.
(7) Kerja keras (hard work)
Kerja keras adalah aktivitas untuk melakukan sesuatu secara sungguh-
sungguh (Fajri dan Senja, 2007:458). Peserta didik harus dilatih untuk mampu
bekerja keras. Bukan hanya mampu bekerja keras, tetapi juga mampu bekerja
cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang yang senang bekerja keras pastilah akan menuai
kesuksesan dari apa yang telah dikerjakannya.
(8) Sikap yang baik (good attitude)
Sikap yang baik adalah cara bertindak yang baik (Fajri dan Senja,
2007:760). Peserta didik harus memiliki sikap yang baik. Dengan sikap yang baik
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
48/251
28
akan terlihat karakter dari peserta didik tersebut. Sikap yang baik kepada orang
lain harus dicontohkan oleh guru kepada para peserta didiknya. Perilaku orang
dapat dilihat dari sikap baik yang dimunculkannya.
(9) Toleransi (tolerate)
Toleran adalah bersikap tenggang rasa atau bersikap menghargai pendirian
orang lain (Fajri dan Senja, 2007:824). Peserta didik harus dilatih agar mampu
bertoleransi dengan baik kepada orang lain. Toleransi harus dipupuk sejak dini,
apalagi kepada hal-hal yang bernuansa suku, agama, dan ras. Perlu toleransi yang
tinggi agar mampu memahami kalau kita berbeda, tetapi hakikatnya tetap satu
juga. Toleransi antarumat beragama adalah salah satu bentuk toleransi yang paling
jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari.
(10) Kreatif (creative)
Kreatif adalah kemampuan untuk mencipta (Fajri dan Senja, 2007:489).
Peserta didik harus diajarkan agar mampu kreatif sehingga akan menumbuhkan
keterbiasaan menciptakan sesuatu yang baru. Guru kreatif akan menghasilkan
peserta didik yang kreatif pula. Ajarkan peserta didik agar mampu kreatif dalam
menjalankan aktivitas kesehariannya. Anak kreatif lahir dari proses pendidikan
yang berkelanjutan.
(11) Mandiri (independent)
Mandiri adalah dalam keadaan berdiri sendiri (Fajri dan Senja, 2007:547).
Anak yang terbiasa mandiri biasanya akan jauh lebih berhasil hidupnya daripada
anak yang kurang mandiri. Mandiri bukan hanya mampu berdiri di atas kakinya
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
49/251
29
sendiri, tetapi juga mampu membawa dirinya untuk tidak bergantung penuh
kepada orang lain. Kemandirian harus ditanamkan kepada para peserta didik bila
ingin anak menjadi mandiri.
(12) Rasa Ingin Tahu (curiosty)
Ingin tahu adalah kemauan untuk mengetahui sesuatu (Fajri dan Senja,
2007:379). Setiap anak pasti memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tentu sebagai
guru dituntut untuk mampu mengarahkan rasa ingin tahu siswa ke arah hal-hal
yang positif.
(13) Semangat Kebangsaan (nationality spirit)
Para peserta didik harus didorong memiliki semangat kebangsaan. Dengan
begitu akan ada rasa bangga kepada bangsanya sendiri.
(14) Menghargai (respect)
Peserta didik harus mampu menghargai hasil karya orang lain yang
dilihatnya. Dengan begitu ada penghargaan yang diberikan olehnya kepada orang
lain. Saling menghargai merupakan cerminan budaya bangsa yang harus
dilestarikan secara turun-temurun. Menghargai pendapat orang lain adalah salah
satu contoh dari karakter saling menghargai sesama.
(15) Bersahabat (friendly)
Ketika peserta didik sudah terbiasa bersahabat, maka akan terasalah
pentingnya sebuah persahabatan. Bersahabat adalah karakter penting yang harus
dimiliki oleh para peserta didik. Guru harus memupuk rasa persaudaraan yang
tinggi. Bila kita saling bersahabat, maka akan semakin dekat dan akrab.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
50/25
30
(16) Cinta damai (peace ful)
Peserta didik harus cinta damai. Cinta mencintai antarsesama anak
manusia. Kita semua bersaudara dan tidak selayaknya kita saling bertengkar. Kita
cinta damai, tetapi kita pun cinta kemerdekaan.
2.2.5 Bermain Peran
Bermain peran pada dasarnya adalah siswa memainkan peranan di dalam
mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial
(Sudjana, 2010:84). Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian, baik terhadap keunggulan
maupun kelemahan tiap-tiap peran tersebut dan kemudian memberikan
saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini
lebih menekankan pada masalah yang diangkat dalam pertunjukan, bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Menurut Crookall dan Oxford bermain peran adalah sebuah bentuk
simulasi karena di dalam permainan peran (role play), siswa menyajikan dan
sekaligus mengalami sendiri jenis-jenis karakter yang ada dalam kehidupan
sehari-hari (Ghazali, 2010:276). Permainan peran dapat dipandang sebagai peran-
peran yang dimainkan siswa, di mana peran biasanya merupakan situasi sosial
yang ditulis dalam bentuk naskah.
Metode bermain peran ini dipelopori oleh George Shaftel. Dalam
kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
51/25
31
dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang
dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang
lain (masyarakat) sangatlah penting untuk menyadari peran dan bagaimana peran
tersebut dilakukan. Kemampuan menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang
lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang
lain tersebut perlu dikembangkan. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap
individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat
berhubungan dengan orang lain (masyarakat) (Hamzah B. Uno, 2012:25)
Bermain peran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri
(jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.
Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran,
menyadari adanya peran-peran yang berbeda-beda, dan memikirkan perilaku
dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan
contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk
(1) menggali perasaannya, (2) memeroleh inspirasi dan pemahaman yang
berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata
pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada
saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu
situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga,
bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain (Hamzah B. Uno, 2012:26).
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
52/25
32
1) Prosedur Pembelajaran Melalui Bermain Peran
Keberhasilan pembelajaran melalui bermain peran bergantung pada
kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping
itu, bergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap
situasi yang nyata. Prosedur pembelajaran melalui bermain peran terdiri atas
sembilan langkah menurut Hamzah B. Uno (2012:26), yaitu sebagai berikut.
(1)
Pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang
disadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan
menguasainya. Bagian berikut dari proses pemanasan adalah
menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh.
Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik agar dapat
merasakan masalah itu hadir di hadapan mereka, dan memiliki hasrat
untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan aktual, langsung
menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa
ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternatif
pemecahan.
(2)Memilih Pemain (Partisipan)
Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan
siapa yang memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat
memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang
mengusulkan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
53/25
33
langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa
pasif dan enggan untuk berperan apa pun.
(3)Menata Panggung
Dalam hal ini, guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan
bagaimana peran itu dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan.
Penataan panggung yang paling sederhana adalah hanya membahas
skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan
peran.
(4)Menyiapkan Pengamat (Observer)
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Sebaiknya
pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang
dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati
peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.
(5)Memainkan Peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan sesuai dengan peran
masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-
benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus
karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan.
(6)
Diskusi dan Evaluasi
Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan
evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
54/25
34
muncul. Mungkin siswa yang meminta untuk berganti peran. Bahkan
alur, ceritanya akan sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan evaluasi
tidak jadi masalah.
(7)
Memainkan Peran Ulang
Seharusnya, pada permainan peran kedua ini berjalan lebih baik.
Siswa dapat memainkan perannnya lebih sesuai dengan skenario.
(8)Diskusi dan Evaluasi Kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas
karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang
melampaui batas kenyataan. Misalnya, seorang siswa memainkan peran
sebagai pembeli. Siswa membeli barang dengan harga yang tidak
realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.
(9)
Berbagi Pengalaman dan Simpulan
Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan
peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat simpulan.
Melalui permainan peran adalah suatu upaya meningkatkan kemampuan
siswa untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain serta dapat
meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dalam hal ini, siswa mampu
meningkatkan kemampuan berbicara sor singgihbahasa Bali dalam pembelajaran
bahasa Bali.
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
55/25
35
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Behavioristik
J.B Skinner adalah ahli pembelajaran behavioristik yang menyatakan
belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar jika
ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dalam kutipan bukunya
dinyatakan bahwa teknik pendidikan yang menekana pada penghafalan bahan
lisan bersandar berat pada dorongan atau motivasi. Sebagai contoh, beberapa baris
puisi yang diberikan kepada anak dan dia diperintahkan untuk belajar. Guru
kemudian meminta anak untuk membaca puisi. Penghargaan atau pujian akan
diberikan jika ia melakukannya dengan benar, sebaliknya guru akan
menghukumnya jika ia salah mengucapkannya. Hal itu dilakukan dalam rangka
menghasilkan tanggapan yang kemudian dapat diperkuat.
Educational techniques which emphasize the memorization of verbal material
lean heavily upon prompting. How the grade-school child aquires verbal behavior
is often of little concern to the teacher. For example, a few lines of poem are given
to the child is usually left to learn them. In some little-understood fashion
which the child is usually left discover for himself, he must convert texture. The
teacher then asks the child to recite te poem, rewards him if does so correctly, and
punishes him if he is unable to recite it or recites it correctly. In order to generate
responses which may then be reinforced, the teacher may resort of promts. A
partially learned poem is thus evoked and reinforced. (Skinner, 1957:255)
Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan (input) yang
berupa stimulus dan keluaran (output) yang berupa respons. Penguatan
(reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja
yang memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement), maka respons akan semakin kuat. Demikian juga penguatan
dikurangi (negative reinforcement)maka respons juga akan lemah. Efek prosedur
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
56/25
36
dalam memberikan respons dari kondisi pengendalian tertentu biasanya dilakukan
dengan cara lain. Selain menggunakan berbagai macam penguatan, suatu
ketergantungan diatur dengan respons verbal dan penguat umum. Setiap perstiwa
yang bersifat mendahului suatu ganjaran berbeda, dapat digunakan sebagai
penguat untuk membawa perilaku bawah kontrol seseorang pada semua kondisi
yang kurang tepat dan rangsangan yang buruk (Skinner, 1957:54).
Menurut Iskandarwassid (2011:4) pembelajaran dimaknai sebagai proses
menuju ke arah yang lebih baik. Variasi belajar dapat diamati melalui prises
tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada enam jenis tingkah laku, yaitu (1)
suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus (S)
respons (R), S adalah situasi yang memberikan stimulus, sedangkan R adalah
respons dari stimulus. (2) untaian dan rangkaian, suatu kegiatan belajar yang
terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respons yang dihubung-hubungkan,
(3) perbedaan yang beragam, proses belajar terjadi atas serangkaian respons yang
khusus, (4) penggolongan, jenis belajar yang terjadi diatas atas penggolongan
suatu benda, keadaan, atau perbuatan yang sesuai dengan situasi, (5)
menggunakan urutan, suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak tidak sesuai
dengan landasan komponennya, (6) memecahkan masalah, kemampuan berpikir,
menganalisis, dan memecahkan masalah.
2.3.2 Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari
pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah kalimat, betapa pun
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
57/25
37
kecilnya, memiliki struktur dasar yang saling bertemali sehingga mampu
menyajikan sebuah makna. Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara
merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk
mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih
jauh lagi Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui
kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari
masyarakat yang berbeda. Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai
pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta
(massage). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan senderdan massage
merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima dan
merupakan reaksi dari penerima pesan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2011:240).
Untuk lebih jelasnya tampak dalam bagan 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Konteks Komunikasi
Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara
pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan
PENERIMA
PENGIRIM
BALIKAN
WARTA
5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)
58/251
38
kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan
persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam
yang luas bunyi artikulas