RINGKASAN - UNUD

126

Transcript of RINGKASAN - UNUD

Page 1: RINGKASAN - UNUD
Page 2: RINGKASAN - UNUD
Page 3: RINGKASAN - UNUD

iii

RINGKASAN

Penelitian ini membahas persoalan hukum mengenai karakter bentuk dan isi

pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, dengan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa pada masa

berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004?.

2. Faktor apakah yang menjadi pertimbangan perlunya menetapkan Perda

dan Perdes berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja Pemerintah

Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014?

3. Bagaimanakah karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan

kebijakan tentang Desa tahun 2014?.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum, dengan

langkah-langkah melakukan studi tekstual terhadap peraturan perundang-

undangan, yang didukung studi empirik untuk mendapatkan pemahaman

bekerjanya Perda tentang SOTK Pemdes, melakukan analisis terhadap data yang

terkumpul, dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan penelitian mengenai karakter bentuk dan isi pengaturan struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah: Pertama, karakter bentuk dan isi

Perda dan Perdes berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah

Desa pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004 yakni:

1. Karakter bentuk Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan Desa

bersifat atribusian, yakni memuat pokok-pokok yang baru.

2. Karakter isi Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan Desa bersifat

diskresioner, dalam hal ini memuat norma diskresi, yakni memberikan

ruang kebebasan kepada Desa untuk menentukan jumlah Perangkat Desa

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat

setempat.

3. Karakter bentuk Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa bersifat

delegasian, yakni memuat materi muatan penjabaran lebih lanjut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa memuat

pokok-pokok yang baru.

4. Karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa bersifat imperatif,

yakni Pemerintahan Desa memiliki kewajiban untuk menetapkan Perdes

tentang SOTK Pemerintahan Desa.

5. Praktiknya, Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa tidak dibentuk.

Kedua, faktor yang menjadi pertimbangan perlunya menetapkan Perda

berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan

kebijakan tentang Desa tahun 2014 adalah:

1. Terdapat Perda yang memuat faktor yuridis yang menjadi pertimbangan

perlunya menetapkan Perda dan terdapat Perda yang memuat faktor

filosofis. sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan perlunya

menetapkan Perda.

2. Perda SOTK yang dibentuk dalam kerangka UU 6/2014 dan PP 43/2014

adalah berkarakter atribusian yang menyebabkan faktor yang menjadi

pertimbangan perlunya menetapkan Perda adalah faktor

Page 4: RINGKASAN - UNUD

iv

3. Secara normatif pembentukan Perda dalam kerangka UU 6/20014 dan PP

43/2014 adalah filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Ketiga, karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan dengan susunan

organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa

tahun 2014 adalah:

1. Karakter bentuk Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa bersifat

atribusian, yakni memuat materi muatan penyelenggaraan Otonomi

Daerah.

2. Karakter isi Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa bersifat

diskresioner, dalam pengertian memberikan ruang kebebasan kepada

Desa untuk menetapkan paling banyak 3 (tiga) bidang urusan sebagai

unsur staf sekretariat Desa dan paling banyak 3 (tiga) seksi sebagai

pelaksana teknis yang merupakan unsur pembantu kepala desa.

3. Karakter bentuk Perdes tentang SOTK Pemerintah Desa bersifat

delegasian, yakni memuat materi muatan penjabaran lebih lanjut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

4. Karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintah Desa bersifat imperatif,

yakni Pemerintahan Desa memiliki kewajiban untuk menetapkan SOTK

Pemerintah Desa dengan Perdes.

Saran yang diajukan berdasakan penelitian mengenai karakter bentuk dan isi

pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah:

1. Perda Pedoman SOTK Pemerintah Desa agar memuat norma mengenai

strategi implementasi, yang memastikan Pemerintahan Desa menetapkan

SOTK Pemerintah Desa dengan Perdes.

2. Perda SOTK Pemerintah Desa adalah bersifat atribusian, oleh karena itu

Pemerintahan Kabupaten/Kota dapat segera menetapkan Perda SOTK

Pemerintah Desa untuk memberikan landasan dan kepastian hukum

dalam penetapan SOTK Pemerintah Desa.

3. Perdes SOTK Pemerintah Desa bersifat diskresioner, dalam kerangka ini

Pemerintahan Desa agar memanfaatkan sifat diskresioner tersebut dengan

baik, dalam pengertian agar menetapkan nomenklatur dan jumlah bidang

urusan-bidang urusan dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan keuangannya.

Page 5: RINGKASAN - UNUD

v

PRAKATA

Atas berkat rahkmat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi Wasa,

dan kerja sama yang dari Tim Peneliti, penelitian bertajuk Karakter Bentuk dan Isi

Pengaturan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dapat

diselesaikan.

Terimakasih disampaikan kepada Bapak Rektor, Ketua Lembaga Penelitian

dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana, Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitasi untuk mengadakan

penelitian.

Terimakasih juga disampaikan kepada banyak pihak, yang tidak dapat

disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan dan kerja samanya sehingga

penelitian ini dapat diselesaikan.

Denpasar, 13 Oktober 2015

Tim Peneliti

Page 6: RINGKASAN - UNUD

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii

RINGKASAN.........................................................................................................iii

PRAKATA .............................................................................................................v

DAFTAR ISI ..........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3. Ruang Lingkup Masalah .......................................................................... 5

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT ...................................................................... 6

2.1.Tujuan ...................................................................................................... 6

2.2. Manfaat .................................................................................................... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8

3.1. Studi Terdahulu ....................................................................................... 8

3.2. Studi Pendahuluan ................................................................................. 10

3.3. Kerangka Teoritik .................................................................................. 18

3.4. Kontribusi Yang Akan Dihasilkan ........................................................ 24

BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 25

4.1. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 25

4.2. Pengumpulan Data ................................................................................. 26

4.3. Analisis Data .......................................................................................... 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 30

Page 7: RINGKASAN - UNUD

vii

5.1. Hasil Penelitian perihal Karakter Bentuk dan Isi Pengaturan tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa .......................30

5.2. Pembahasan perihal Karakter Bentuk dan Isi Pengaturan tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa .......................59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 1077

6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 107

6.2. Saran .................................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 1133

LAMPIRAN ......................................................................................................... 116

• Pedoman wawancara.

• CV Personalia tenaga peneliti.

Page 8: RINGKASAN - UNUD

viii

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 3.1. Posisi Peraturan Daerah dalam kerangka teoritik sumber kewenangan

perundang-undangan ................................................................................. 20

Tabel 3.1. Perda Kabupaten/Kota se Bali tentang Pedoman Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintahan Desa .......................................................................... 10

Tabel 3.2. Definisi-definisi berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa ........................................................................... 17

Tabel 3.3. Perbedaan Atribusi Kewenangan Perundang-undangan dan Delegasi

Kewenangan Perundang-undangan .............................................................. 19

Tabel 5.1. Materi Muatan Perda Badung 3/2007 Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP

72/2005 ..................................................................................................... 31

Tabel 5.2. Materi Muatan Perda Badung 3/2007 Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP

72/2005 ..................................................................................................... 37

Tabel 5.3. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dalam UU 6/2014 ............................................................ 55

Tabel 5.4. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/KotaKabupaten/Kota dalam PP 43/2014 ................................... 57

Tabel 5.5. Kategori Bentuk dan Isi Perda Badung 3/2007 ................................. 60

Tabel 5.6. Kategori Bentuk dan Isi Perda Denpasar 5/2007 ............................... 63

Tabel 5.7. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para

Sarjana Indonesia ...................................................................................... 68

Tabel 5.8. Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-

undangan ................................................................................................... 70

Tabel 5.9. Pertimbangan Pembentukan Peraturan Perundang–undangan Menurut

UU 12/2011 .............................................................................................. 71

Tabel 5.10. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan

Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011 ................................................... 72

Tabel 5.11. Konsiderans Peraturan Daerah ........................................................ 74

Tabel 5.12. Praktik Penyelenggaraan Perda Badung 3/2007 .............................. 78

Tabel 5.13. Sinkronisasi Perda Badung 3/2007 dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014

.................................................................................................................. 83

Tabel 5.14. Sinkronisasi Perda Denpasar 5/2007 dengan UU 6/2014 dan PP

43/2014 .................................................................................................... 92

Tabel 5.15. Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Ranperda tentang

Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa................... 99

Tabel 5.16. Materi muatan Peraturan Daerah Menurut UU 12/2011 dan UU

23/2014 .................................................................................................. 100

Page 9: RINGKASAN - UNUD

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana diubah dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (selanjutnya disingkat UU 32/2004), mengatur tentang Desa

di dalam Bab XI, mulai dari Pasal 200 sampai dengan Pasal 216. Pasa1 216 ayat

(1) menentukan, “Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan da1am Perda

dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.”

Berdasarkan ketentuan tersebut ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005 tentang Desa (selanjutnya disingkat PP 72/2005). Berkenaan dengan

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, di dalam PP 72/2005 disebut

susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa. Pasal 12 ayat (5) PP 72/2005

menentukan: “Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan

dengan peraturan desa.” Pemerintahan desa dalam menetapkan Peraturan Desa

(Perdes) tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa mengacu

pada pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota

(Pasal 13 ayat (1) PP 72/2005).

Uraian tersebut menunjukkan di masa berlakunya UU 32/2004, PP 72/2005

menentukan adanya 2 (dua) jenis peraturan perundang-undangan mengenai

susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, yakni:

Page 10: RINGKASAN - UNUD

2

hn_risethups_2015

1. Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa,

yang menjadi dasar menetapkan susunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa.

2. Perda Kabupaten/Kota yang menjadi pedoman dalam penetapan Perdes

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Telah dilakukan penelitian pendahuluan dan ditemukan, pemerintahan

daerah kabupaten/kota di Bali telah menetapkan Perda yang mengatur pemberian

pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, antara lain

adalah:

1. Perda Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (selanjutnya

disingkat Perda Badung 3/2007); dan

2. Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (selanjutnya disingkat

Perda Denpasar 5/2007).

Reformasi kebijakan tentang desa tahun 2014 mengubah ketentuan tersebut

di dalam PP 72/2005. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(selanjutnya disingkat UU 6/2014) dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (selanjutnya

disingkat PP 43/2014) tidak mengatur keharusan membuat Perda dan Perdes

perihal struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa ataupun Pemerintahan

Page 11: RINGKASAN - UNUD

3

hn_risethups_2015

Desa. Berkenaan dengan tema penelitian ini, Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 6/2014

menentukan, dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berhak mengusulkan

struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

Adanya reformasi kebijakan tentang desa yang dituangkan dalam UU

6/2014 beserta peraturan pelaksanaannya, terutama PP 43/2014, menempatkan

Perda Badung 3/2007 dan Perda Denpasar 5/2007 pada posisi ketiadaan dasar

hukum dan arah kebijakan (politik hukum) tentang desa.

Di sisi lain, ketentuan dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 6/2014 yang

menentukan, dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berhak mengusulkan

struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa, menimbulan persoalan

mengenai:

1. Kepada siapa Kepala Desa mengusulkan struktur organisasi dan tata

kerja Pemerintah Desa? Asumsinya kepada Badan Permusyawaratan

Desa (BPD), karena BPD adalah lembaga yang melakukan fungsi

pemerintahan di desa, selain Pemerintah Desa, yakni Kepala Desa yang

dibantu perangkat desa, sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

desa.

2. Dalam bentuk apa Kepala Desa mengusulkan struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa? Asumsinya dalam bentuk Rancangan

Perdes, karena kebijakan yang dihasilkan oleh Kepala Desa dan BPD

adalah Perdes.

3. Apa saja isi usulan Kepala Desa tersebut? Asumsinya bagian-bagian

struktur organisasi pemerintah desa (bukan pemerintahan desa) dan

Page 12: RINGKASAN - UNUD

4

hn_risethups_2015

hubungan tata kerja dari bagian-bagian struktur organisasi pemerintah

desa (bukan pemerintahan desa).

Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 6/2014 khususnya, dan UU 6/2014 dan PP

43/2014 tidak lengkap mengatur perihal struktur organisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa.

Berdasarkan atas persoalan-persoalan tersebut, perlu dilakukan penelitian

hukum mengenai karakter bentuk dan isi pengaturan berkenaan dengan susunan

organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan sejumlah pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa pada masa

berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004?.

2. Faktor apakah yang menjadi pertimbangan perlunya menetapkan Perda

dan Perdes berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja

Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014?

3. Bagaimanakah karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan

kebijakan tentang Desa tahun 2014?.

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Perda tentang susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa pada masa

berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004, yang dimaksud dalam penelitian

ini, adalah Perda Kabupaten Badung dan Perda Kota Denpasar. Ini berdasarkan

Page 13: RINGKASAN - UNUD

5

hn_risethups_2015

pertimbangan, Perda Kabupaten Badung mewakili Perda Kabupaten yang ada di

Bali, sedangkan Perda Kota Denpasar mewakili susunan pemerintahan daerah

kota di Bali, yang merupakan satu-satunya Kota di Bali.

Perda Kabupaten Badung yang dimaksud adalah Perda Kabupaten Badung

Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa (Perda Badung 3/2007) dan Perda Kota Denpasar yang

dimaksud adalah Perda Kota Dnpasar Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (Perda Denpasar 5/2007).

Perdes tentang tentang susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa,

sepanjang penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya

Perdes dimaksud. Seperti di Kabupaten Badung, pemerintahan desa langsung

menetapkan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa dengan

mendasarkan pada Perda Badung 3/2007.1

1 Mengemuka dalam Sosialisasi Ranperda SOTK Pemdes, Kamis 3 September 2015,

diselenggarakan oleh BPMD Pemdes Kabupaten Badung, di Puspem Badung.

Page 14: RINGKASAN - UNUD

6

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

2.1. Tujuan

Tujuan penelitian karakter pengaturan stuktur oraganisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa adalah:

1. Memahami dan menginterpretasi karakter bentuk dan isi Perda dan

Perdes berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja

Pemerintahan Desa pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa

tahun 2004.

2. Memahami dan menginterpretasi faktor yang menjadi pertimbangan

perlunya menetapkan Perda dan Perdes berkenaan dengan struktur

organissi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan

tentang Desa tahun 2014.

3. Memahami dan menginterpretasi karakter bentuk dan isi Perda dan

Perdes berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014.

2.2. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai

karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan dengan susunan organisasi

dan tata kerja Pemerintah Desa pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa

tahun 2004. Informasi ini akan menjadi konteks praktik-pengalaman dalam

pembuatan Perda dan Perdes berikutnya.

Page 15: RINGKASAN - UNUD

7

hn_risethups_2015

Selain itu, urgensi penelitian ini, khususnya mengenai pertimbangan

perlunya menetapkan Perda dan Perdes berkenaan dengan struktur organissi dan

tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014,

berikut karakter bentuk dan isi dari Perda dan Perdes bersangkutan, adalah dalam

rangka memberikan kontribusi dalam penyusunan Rancangan Perda dan Perdes

berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan

kebijakan tentang Desa tahun 2014.

Page 16: RINGKASAN - UNUD

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Studi Terdahulu

Studi tentang karakter pengaturan struktur organisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa, sepanjang tinjauan pustaka yang telah dilakukan tidak diperoleh

informasi bahwa studi itu telah dilakukan. Beberapa karya studi tentang

pemerintahan desa yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Didik Sukriono, Pembaharuan Hukum Pemerinah Desa: Politik Hukum

Pemerintahan Desa Di Indonesia, diterbitkan Setara Pers, Malang,

2010. Karya ini berasal dari disertasi, yang kemudian Bab IV, huruf C,

angka 3 berjudul “Penyelenggaraan Pemerintahan Desa”. Bagian ini ada

membahas Peraturan Desa dalam kaitan dengan (1) kewenangan badan

permusyawaratan desa dalam pembuatan Perdes; dan (2) kewenangan

mengajukan rancangan Perdes. Jadi, tidak membahas karakter

pengaturan Perda dan Perdes berkenaan dengan struktur oganisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa.

2. H. Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa: Pergulatan

Hukum Tradisional dan Hukum Modern dalam Desain Otonomi Desa,

diterbitkan Penerbit Alumni, Bandung, 2010. Bab IV berjudul Peraturan

Desa, yang dibahas adalah (1) keberadaan, kedudukan dan fungsi

Perdes; dan (2) proses pembentukan Perdes. Karakter pengaturan Perda

dan Perdes berkenaan dengan struktur oganisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa tidak dibahas dalam bab itu.

Page 17: RINGKASAN - UNUD

9

hn_risethups_2015

3. M. Silahuddin, Kewenangan Desa dan Regulasi Desa, diterbitkan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia, Jakarta, 2015. Buku ini memuat 2 (dua) materi

pokok, yakni kewenangan desa dan regulasi desa. Kewenangan desa

mencakup: a. Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul; dan b,

Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sedangka regulasi desa mencakup:

a. Tahapan Pembuatan Peraturan Desa, b. Tahapan Pembuatan Peraturan

Bersama Kepala Desa, c. Tahapan Pembuatan Peraturan Kepala Desa,

dan d. Musyawarah Desa: Wahana Demokratisasi Desa. Regulasi desa

yang dibahas dalam buku ini tidak mencakup karakter pengaturan Perda

dan Perdes berkenaan dengan struktur oganisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa.

4. Sutoro Eko, Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi, dan Semangat UU

Desa, diterbitkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

dan Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta, 2015. Buku ini antara

lain membahas perihal ketundukan desa dihadapan hukum sungguh

berbeda dengan ketundukan desa secara langsung dihadapan hirarki

kekuasaan. Wujud ketundukan Desa dihadapan hukum adalah bahwa

Peraturan Desa, termasuk Perdes Desa Adat, harus tunduk pada norma

hukum positif yang ada diatasnya. Pemerintah Daerah akan mengatur

desa berdasarkan hukum (Perda). Meskipun demikian, sesuai dengan

prinsip demokrasi, desa berhak terlibat aktif mempengaruhi perumusan

Perda. Selain itu, membahas pula tentang Perda tentang Pungutan Desa.

Page 18: RINGKASAN - UNUD

10

hn_risethups_2015

Namun, buku ini tidak membahas Perda tentang pedoman struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

5. Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa Dalam Konstitusi

Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, diterbitkan

Setara Press, Malang, 2015. Buku ini terdiri dari 9 bab. Kedua bab

terakhir, yakni Bab VIII berjudul Dinamika Desa dalam UU Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa, dan Bab IX berjudul Peraturan Desa dan

Pengujian Peraturan Desa. Buku ini, khususnya kedua bab terakhir,

tidak ada pembahasan mengenai Perda dan Perdes berkenaan dengan

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

3.2. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan terkait dengan tema penelitian

ini adalah telah melakukan invetarisasi Perda Kabupaten/Kota se Bali mengenai

susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa. Hasil invetarisasi tersebut

dikemukakan dalam tabel berikut:

Tabel 3.1

Perda Kabupaten/Kota se Bali tentang Pedoman Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

NO. PERDA TENTANG CATATAN

1 Kabupaten Buleleng

Nomor 8 Tahun 2006

Pedoman Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintahan Desa

2 Kabupaten Jembrana

Nomor 25 Tahun 2006

Organisasi Pemerintahan Desa

3 Kabupaten Badung

Nomor 3 Tahun 2007

Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa

4 Kabupaten Karangasem

Nomor 3 Tahun 2007

Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa

5 Kota Denpasar

Nomor 5 Tahun 2007

Pedoman Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa

6 Kabupaten Gianyar

Nomor 1 Tahun 2008

Pemerintahan Desa Pedoman

Susunan

Page 19: RINGKASAN - UNUD

11

hn_risethups_2015

Organisasi Pemerintahan

Desa dalam

Bab IV

7 Kabupaten Bangli

Nomor 2 Tahun 2008

Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa

8 Kabupaten Klungkung

Nomor 13 Tahun 2010

Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa

9 Kabupaten Tabanan

Nomor 7 Tahun 2012

Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa

Perda yang dijadikan objek penelitian adalah Perda Kabupaten Badung dan

Perda Kota Denpasar, yakni Perda Badung 3/2007 dan Perda Denpasar 5/2007,

dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan di dalam Ruang Lingkup Masalah.

Pada dasarnya Perda-Perda tersebut, termasuk Perda Badung 3/2007 dan

Perda Denpasar 5/2007, memuat pedoman struktur organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa. Oleh karena itu perlu diadakan studi pendahuluan mengenai

pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

Pertama. Pengertian Pedoman. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa,2 mengemukakan beberapa pengertian pedoman. Dua

diantaranya adalah (1) kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana

sesuatu harus dilakukan; dan (2) hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan,

petunjuk, dsb) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu.

Pengertian pedoman dapat ditelusuri dari beberapa peraturan perundang-

undangan yang menggunakan judul pedoman, yakni:

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006

tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup. Di

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 740.

Page 20: RINGKASAN - UNUD

12

hn_risethups_2015

dalam Lampiran I perihal Pedoman Penyusunan Kerangka Acuan

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), A. Penjelasan

Umum, angka 2 perihal Fungsi pedoman penyusunan KA-ANDAL,

dijelaskan: “Pedoman penyusunan KA-ANDAL digunakan sebagai

dasar bagi penyusunan KA-ANDAL ...”. Dengan melakukan abstraksi,

yakni menghilangkan unsur yang khusus, maka pedoman berarti dasar

bagi penyusunan sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa struktur organisasi.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2011 tentang

Pedoman Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Lampiran. angka II. perihal

Ruang Lingkup Pedoman Evaluasi LAKIP, huruf A perihal Maksud dan

Tujuan, dijelaskan: “Pedoman Evaluasi LAKIP unit kerja di

Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dimaksudkan sebagai panduan

dalam rangka pelaksanaan evaluasi LAKIP.” Dengan melakukan

abstraksi, yakni menghilangkan unsur yang khusus, maka pedoman

berarti panduan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan.

Merujuk pada pengertian-pengertian pedoman tersebut di atas, dalam

penelitian ini, pedoman diartikan sebagai dasar bagi penyusunan struktur

organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

Kedua, Pengertian Struktur Organisasi. Sondang P. Siagian,3 mendefinisikan

Organisasi sebagai:

setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama

untuk mencapai sesuatu tujuan bersama dan terikat secara formal dalam

suatu ikatan hirakhi dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau

3 Sondang P. Siagian, 1982a, Peranan Staf dalam Managemen, Jakarta: Gunung Agung,

hlm. 20. Lihat juga Sondang P. Siagian, 1984, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, hlm.

7.

Page 21: RINGKASAN - UNUD

13

hn_risethups_2015

sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok

orang yang disebut bawahan.

Pandangan Sondang P. Siagian tersebut tidak jauh berbeda dengan

beberapa pandangan berikut:

1. Edwin B. Flippo menyatakan bahwa: organisasi adalah sistem hubungan

antara sumber daya (among resources) yang memungkikankan

pencapaian sasaran.

2. James D. Mooney berpendapat bahwa: “Organization is the form of

every human association for the attainment of coomon purpose”

(Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan

bersama.

3. Gitosudarmo, mengemukakan pengertian organisasi adalah suatu sistem

yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur

dan berulang-ulang oleh sekolmpok orang untuk mencapai suatu tujuan.4

Pengertian-pengertian organisasi tersebut memuat unsur-unsur sebagai

berikut: (1) sekelompok manusia; (2) terdapat pemimpin dan yang dipimpin; (3)

bekerja sama; dan (3) untuk mencapai tujuan bersama.

Lazimnya pembahasan tentang organisasi ditinjau dari segi statis dan segi

dinamis. Dikemukakan oleh Sondang P. Siagian,5 berbagai literatur tentang teori

organisasi memberikan petunjuk bahwa para ahli lumrah melakukan pembahasan

tentang organisasi dari dua segi pandangan, yaitu organisasi yang ditelaah dengan

pendekatan struktural dan organisasi yang disoroti dengan pendekatan

4 Terkutip dalam Arifin Tahir, 2014, Buku Ajar Perilaku Organisasi, Yogyakarta:

Deepublish, hlm. 21-22. 5 Sondang P. Siagian, 1982b, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,

Jakarta: Gunung Agung, hlm. 9-11. Uraian tersebut terdapat pula dalam Sondang P. Siagian,

1982a, Ibid. Bandingkan dengan Soewarno Handayaningrat, 1985, Pengantar Studi Ilmu

Administrasi dan Managemen, Jakarta: Gunung Agung, hlm. 42.

Page 22: RINGKASAN - UNUD

14

hn_risethups_2015

keperilakuan. Pendekatan yang sifatnya struktural menyoroti organisasi sebagai

wadah. Pendekatan demikian melihat organisasi sebagai sesuatu yang relatif statis.

Berikut dikemukakan, organisasi dalam arti statis adalah wadah tempat

penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang

hirarki kedudukan, jabatan serta jaringan saluran wewenang dan

pertanggungjawaban. Pendekatan keperilakuan menyoroti organisasi sebagai

suatu organisme yang dinamik. Pengertian organisasi dari segi dinamikanya

merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang di dalam perwadahan

yang sistematis, formal dan hirarkis yang berpikir dan bertindak seirama demi

tercapainya tujuan yang telah ditentukan dengan efisien, efektif, produktif dan

ekonomis yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya pertumbuhan baik

dalam arti kuantitatif maupun kualitatif.

Sebagaimana telah dikemukakan pengertian-pengertian organisasi tersebut

memuat unsur-unsur sebagai berikut: (1) sekelompok manusia; (2) terdapat

pemimpin dan yang dipimpin; (3) bekerja sama; dan (3) untuk mencapai tujuan

bersama. Pada unsur pemimpin dan yang dipimpin menunjukkan adanya hirarki

kedudukan, jabatan serta jaringan saluran wewenang dan pertanggungjawaban.

Dengan perkataan lain, di dalam suatu organisasi terdapat susunan hirarkis

kedudukan, jabatan, wewenang, dan pertanggungjawaban. Mengenai hal ini

Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo6, mengemukakan struktur

organisasi atau yang biasa disebut bagan organisasi ialah suatu lukisan yang

dimaksudkan untuk menggambarkan susunan organisasi baik mengenai fungsi-

fungsinya, bidang-bidang pekerjaannya maupun mengenai tingkatan-tingkatannya

6 Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo, (Eds), 2008, Panduan Membentuk

Organisasi Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (OPKAD), Jakarta: LGSP/Local Governance

Support Program, hlm. 9.

Page 23: RINGKASAN - UNUD

15

hn_risethups_2015

atau eselonering, rentang kendali dan sebagainya. Pengertian tentang sebuah

struktur dapat disederhanakan menjadi suatu cara dimana bagian-bagian disusun

menjadi satu kesatuan.

Untuk mendapat pemahaman yang lebih memadai relevan mengutip

beberapa pengertian berikut:7

1. Organization Chart � Bagan Organisasi. Gambar struktur organisasi

yang ditunjukkan dengan kotak-kotak atau garis-garis yang disusun

menurut kedudukannya masing-masing memuat fungsi tertentu dan satu

sama lain dihubungkan dengan garis-garis saluran wewenang dan

tanggung jawab.

2. Organization Structure � Struktur Organisasi. Kerangka yang terdiri

dari satuan-satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas

serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan serta

hubungan tertentu dalam lingkungan kesatuan yang utuh dalam rangka

mencapai tujuan tertentu.

3. Structural Organization Chart � Bagan Organisasi Struktur. Bagan

organisasi yang isinya menunjukkan susunan organisasi dari pucuk

pimpinan sampai dengan satuan-satuan organisasi yang berkedudukan

terbawah dengan mencantumkan sebutan satuan organisasi serta nama

masing-masing satuan organisasi.

Dengan demikian struktur organisasi adalah susunan dari satuan-satuan

organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang terjalin

dalam hubungan pertanggungjawaban dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

7 Pariata Westra, Sutarto, dan Ibnu Syamsi, (Eds), 1977, Ensiklopedi Administrasi, Jakarta:

Gunung Agung, hlm. 232, 233, 323.

Page 24: RINGKASAN - UNUD

16

hn_risethups_2015

Ketiga, Pengertian Tata Kerja. Secara etimologis dibentuk oleh kata “tata”

dan kata “kerja”. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,8 mengartikan kata tata,

kerja, dan tata kerja sebagai berikut:

1. tata, merupakan kata benda, berarti aturan (biasanya dipakai dl kata

majemuk); kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun; sistem;

2. kerja, merupakan kata benda, berarti kegiatan melakukan sesuatu;

sesuatu yg dilakukan (diperbuat);

3. tata kerja berarti aturan (sistem dsb) bekerja;

Dari pengertian leksikal tersebut dikaitkan dengan pengertian organisasi,

maka tata kerja dapat diartikan sebagai aturan atau cara melaksanakan tugas dan

wewenang untuk mencapai tujuan organisasi.

Keempat, Pengertian Pemerintahan Desa dan Pemerintah Desa. Di masa

berlakunya UU 32/2004 sebutannya adalah struktur organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa, sedangkan dalam masa berlakunya UU 6/2014 sebutannya

adalah struktur organisasi tata kerja pemerintah desa.Uraian dalam bagian ini

dipusatkan pada pengertian Pemerintah Desa.

Struktur organiasi yang dimaksud adalah struktur organisasi Pemerintah

Desa, dan tata kerja yang dimaksud adalah tata kerja Pemerintah Desa. Oleh

karena itu penting merumuskan pengertian Pemerintah Desa. UU 6/2014 telah

merumuskan pengertian itu di dalam Pasal 1 angka 7, yakni “Pemerintah desa atau

yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa." Perangkat

Desa terdiri atas: a. secretariat Desa; b. pelaksana kewilayahan; dan c. pelaksana

teknis (Pasal 8 UU 6/2014).

8 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, hlm. 703, 1547.

Page 25: RINGKASAN - UNUD

17

hn_risethups_2015

Kelima, Pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa. Merujuk pada pengertian-pengertian tersebut di atas, yakni

adalah dasar bagi penyusunan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

Pengertian-pengertian tersebut merupakan definisi. Definisi, menurut JJ. H.

Bruggink, adalah sebuah pengertian dengan sifat-sifat khusus. Maksud sebuah

definisi adalah untuk menentukan batas-batas sebuah pengertian secermat

mungkin, sehingga jelas bagi tiap orang dalam setiap keadaan, apa yang diartikan

oleh pembicara atau penulis dengan sebuah perkataan atau istilah tertentu. 9

Definisi dirumuskan dalam formulasi definiendum dan definien.

Definiendum adalah perkataan yang harus didefinisikan dan definien adalah

perkataan-perkataan yang mewujudkan definisi.10

Berikut definisi-definisi

berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa

diringkas dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Definisi-definisi berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan tata kerja

Pemerintah Desa

DEFINIENDUM DEFINIEN

Pedoman adalah dasar bagi penyusunan.

Struktur Organisasi adalah susunan dari satuan-satuan organisasi yang

didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang

terjalin dalam hubungan pertanggungjawaban.

Tata Kerja adalah cara melaksanakan tugas dan wewenang.

Pemerintah Desa

adalah kepala desa dan perangkat desa yang terdiri atas

sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, pelaksana

teknis.

Pedoman Struktur

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa

adalah dasar bagi penyusunan struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa.

9 JJ. H. Bruggink, 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian Dasar dalam

Teori Hukum, alihbahasa B. Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 71. 10 JJ. H. Bruggink, 2011, Ibid., hlm. 72.

Page 26: RINGKASAN - UNUD

18

hn_risethups_2015

3.3. Kerangka Teoritik

Teori perundang-undangan membedakan sumber kewenangan perundang-

undangan atas atribusi kewenangan perundang-undangan dan delegasi

kewenangan perundang-undangan.

Atribusi kewenangan perundang-undangan adalah pembentukan

kewenangan (-baru) untuk membuat peraturan perundang-undangan, yang

diberikan oleh pembuat Undang-Undang Dasar kepada pembuat undang-undang

atau lembaga lain, atau oleh pembuat undang-undang kepada lembaga lain, dan

lembaga yang menerima kewenangan bertanggung jawab atas pelaksanaan

kewenangan yang diterimanya.11

Berbeda dengan atribusi kewenangan perundang-undangan, pada delegasi

perundang-undangan terjadi peralihan kewenangan untuk membentuk peraturan

perundang-undangan. Delegasi kewenangan perundang-undangan adalah

penyerahan kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan tanpa

memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru, yang diserahkan oleh

pemegang kewenangan atributif (delegans) kepada lembaga lainnya (delegataris),

dan lembaga yang menerima kewenangan (delegataris) bertanggung jawab atas

pelaksanaan kewenangan yang diterimanya.12

Antara atribusi kewenangan perundang-undangan dan delegasi kewenangan

perundang-undangan terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah

lembaga yang menerima kewenangan bertanggung jawab atas pelaksanaan

11

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan

Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi, Malang: Program Doktor

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hlm. 277-278. 12

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme ...”, Ibid., hlm. 278-279.

Page 27: RINGKASAN - UNUD

19

hn_risethups_2015

kewenangan yang diterimanya, dan perbedaannya sebagaimana dapat

diungkapkan dalam tabel berikut:13

Tabel 3.3.

Perbedaan Atribusi Kewenangan Perundang-undangan

dan Delegasi Kewenangan Perundang-undangan Kategori Atribusi Kewenangan

Perundang-undangan

Delegasi Kewenangan

Perundang-undangan

Pihak-pihak Kewenangan diberikan oleh

pembentuk UUD kepada pembuat

UU atau lembaga lain, atau oleh

pembuat UU kepada lembaga lain.

Kewenangan diserahkan oleh

pemegang kewenangan atributif

(delegans) kepada lembaga

lainnya (delegataris).

Karakter

kewenangan

Pembentukan kewenangan (-baru)

untuk membuat peraturan

perundang-undangan.

Penyerahan kewenangan untuk

membuat peraturan perundang-

undangan.

Substansi

kewenangan

Kewenangan untuk membuat

peraturan perundang-undangan

memuat inisiatif mengenai pokok-

pokok yang baru.

Kewenangan untuk membuat

peraturan perundang-undangan

tidak memuat inisiatif mengenai

pokok-pokok yang baru.

Salah satu jenis peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Daerah,

sehingga layak ditegaskan posisi Peraturan Daerah dalam kerangka teoritik

sumber kewenangan perundang-undangan.

Penetapan materi muatan Peraturan Daerah berdasarkan kriteria umum dan

kriteria khusus. Kriteria Umum, yakni hal-hal yang digali dari asas pemerintahan

daerah (otonomi dan tugas pembantuan) sebagai materi muatan Peraturan Daerah.

Kriteia Khusus, yakni hal-hal yang secara tegas ditentukan sebagai matei muatan

Peraturan Daeah.14

Kriteria khusus penetapan materi muatan Peraturan Daerah (Perda)

hakikatnya merupakan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. UU 23/2014 (sebelumnya UU 32/2004) menentukan Perda memuat materi

muatan: a. penyelenggaraan Otonomi dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran

13

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme ...”, Ibid., hlm. 25-26 14

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 1995, “Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah

Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan Kotamadya Daerah Tingkat II

Denpasar), Tesis Magister, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, hlm. 168.

Page 28: RINGKASAN - UNUD

20

hn_risethups_2015

lebih lanjut keentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 236

ayat (3) UU 23/2014). Materi muatan pada huruf a tersebut merupakan turunan

dari konstitusi.

Pembentukan Peraturan Daerah untuk melaksanakan otonomi dan tugas

ditentukan dalam Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945. Dikaitkan dengan teori

sumber kewenangan perundang-undangan, bermakna sumber kewenangan

pembentukan Peraturan Daerah untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan adalah atribusi perundang-undangan. Peraturan Daerah semacam ini

dapat juga disebut Peraturan Daerah atribusian atau Peraturan Daerah berkarakter

atribusi.15

Pembentukan Peraturan Daerah untuk menjabarkan lebih lanjut peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, tidaklah langsung dapat disebut sumber

kewenangannya adalah atribusi perundang-undangan atau delegasi perundang-

undangan. Oleh karena secara tersurat (eksplisit) tidak ada dasarnya dalam UUD

NRI 1945, namun secara tersirat (implisit) merupakan konsekuensi logis dari

diterapkannya prinsip hierarki peraturan perundang-unangan dalam UUD NRI

1945. Untuk menentukan sumber kewenangannya dapat diamati dari

kemungkinan Peraturan Daerah bersangkutan dapat memuat inisiatif mengenai

pokok-pokok yang baru atau tidak. Apabila Peraturan Daerah bersangkutan dapat

memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru, maka sumber kewenangan

pembentukan Peraturan Daerah tersebut adalah atribusi perundang-undangan.

Peraturan Daerah semacam ini dapat disebut Peraturan Daerah atribusian atau

Peraturan Daerah berkarakter atribusi. Apabila Peraturan Daerah bersangkutan

15 Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme ...”, Ibid., hlm. 284-285.

Page 29: RINGKASAN - UNUD

21

hn_risethups_2015

tidak dapat memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru, maka sumber

kewenangan pembentukan Peraturan Daerah tersebut adalah delegasi perundang-

undangan. Peraturan Daerah semacam ini dapat disebut Peraturan Daerah

delegasian atau Peraturan Daerah berkarakter delegasi.16

Untuk mendapat pemahaman yang lebih jelas mengenai posisi Peraturan

Daerah dalam kerangka teoritik sumber kewenangan perundang-undangan, dapat

disimak bagan berikut.

Bagan 3.1.

Posisi Peraturan Daerah dalam kerangka teoritik

sumber kewenangan perundang-undangan

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, yang dikenal dalam tradisi

pembentukan peraturan perundang-undang dan yang telah dituangkan dalam UU 12/2011

(sebelumnya UU 10/2004) mengenal teknik merumuskan kewenangan yang bersifat

diskresioner.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (TP3u) Nomor 267 (Pasal 64

ayat (2) UU 12/2011 jo. Lampiran II) menentukan:

Untuk menyatakan sifat diskresioner dari suatu kewenangan yang diberikan

kepada seorang atau lembaga, gunakan kata dapat.

Contoh 1:

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara

16

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme ...”, Ibid., hlm. 285.

PERDA menjabarkan lebih lanjut peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi

PERATURAN DAERAH (PERDA)

PERDA melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan

tidak dapat memuat inisiatif

mengenai pokok-pokok yang baru

ATRIBUSI DELEGASI

dapat memuat inisiatif mengenai

pokok-pokok yang baru

Page 30: RINGKASAN - UNUD

22

hn_risethups_2015

Pasal 90

Pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan

usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi

produksi.

Contoh 2:

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Administrasi Kependudukan Kabupaten Hulu Sungai Utara

Pasal 28

(2) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan pelaporan sendiri

terhadap peristiwa kependudukan yang menyangkut dirinya sendiri

dapat dibantu oleh instansi pelaksana atau meminta bantuan kepada

orang lain.

Sifat diskresioner dari suatu kewenangan, sebagaimana ditunjukkan oleh

ketentuan tersebut di atas, bermakna pilihan. Untuk mendapat pemahaman yang

lebih memadai perlu mengkonfirmasikan dengan teori kewenangan diskresi.

Wewenang terdiri atas wewenang terikat dan wewenang bebas. Wewenang

terikat adalah wewenang yang oleh peraturan dasarnya ditentukan mengenai

waktu (kapan) dan keadaan wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan

dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus

diambil. Wewenang bebas adalah wewenang yang oleh peraturan dasarnya

memberi kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk

menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau

peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan kepada pejabat yang

bersangkutan.17

Wewenang bebas dikenal dengan istilah diskresi, yang hakekatnya lawan

dari wewenang terikat (gebonden bevoegdheid), dengan esensi ada pilihan

17

Didasarkan pada Indrohato, 1993, Usaha MemahamiUndang-Undang tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, Buku I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.hlm. 99-101.

Page 31: RINGKASAN - UNUD

23

hn_risethups_2015

(choise) untuk melakukan tindakan pemerintahan.18

Pemahaman teoritik tentang

diskresi dan implikasinya dalam penormaan adalah:

1. Diskresi memuat esensi pilihan (choise) untuk melakukan tindakan

pemerintahan, yakni memilih di antara dua atau lebih pilihan, atau

memberikan kebebasan kepada pejabat publik untuk mengambil pilihan

di antara serangkaian tindakan yang mungkin atau tidak melakukan

tindakan.

2. Implikasinya diskresi dalam penormaan adalah perumusan aturan hukum

yang membolehkan subjek kaidah untuk memilih di antara dua atau lebih

pilihan, atau memberikan kebebasan kepada pejabat publik untuk

mengambil pilihan di antara serangkaian tindakan yang mungkin atau

tidak melakukan tindakan. Aturan hukum demikian memiliki karakter

diskresioner.

3. Aturan hukum yang berkarakter diskresioner ─ yang memuat wewenang

bebas ─ hakikatnya merupakan lawan dari aturan hukum yang bersifat

imperatif ─ yang tidak memuat memuat pilihan atau dapat juga disebut

memuat wewenang terikat.19

Teori lain yang digunakan adalah validitas hukum, yang dalam tradisi

perundang-undangan digunakan saat merumuskan konsiderans peraturan

perundang-undangan. Pemahaman validitas hukum sebagai berikut:20

18 Ridwan, 2014, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII Press, hlm.

35, yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon.

19 Marhaendra Wija Atmaja, 2015a, “Penormaan Materi Pokok Yang Diatur”, Denpasar:

Fakultas Hukum Universitas Udayana, hlm. 11. 20

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme ...”, Op.Cit., hlm. 37.

Page 32: RINGKASAN - UNUD

24

hn_risethups_2015

1. Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum, yang menyatakan norma-

norma hukum itu mengikat dan mengharuskan orang berbuat sesuai

dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum. Suatu norma hanya

dianggap valid berdasarkan kondisi bahwa norma tersebut termasuk ke

dalam suatu sistem norma.

2. Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav

Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku

hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya

hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch

disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan,

dan kepastian hukum.

3. Adanya keterhubungan antara validitas hukum dengan nilai-nilai dasar

hukum, bahwasanya hukum didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya

hukum mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan

sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan

pada keberlakuan yuridis supaya hukum mencerminkan nilai kepastian

hukum.

3.4. Kontribusi Yang Akan Dihasilkan

Kontribusi yang akan dihasilkan dari penelitian ini adalah salah satu sumber

informasi dalam penyusunan Rancangan Perda dan Perdes berkenaan dengan

struktur organissi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang

Desa tahun 2014.

Page 33: RINGKASAN - UNUD

25

hn_risethups_2015

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum, dengan

langkah-langkah sebagai berikut:21

1. Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis secara kritikal terhadap

pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, yakni UU 6/2014

berikut peraturan pelaksanaannya. Studi tekstual dilakukan guna:

a. menemukan makna yang terjalin dalam suatu teks hukum dengan

melakukan kontemplasi terhadap pesan dalam teks hukum dan

mencari relasi di antara bagian-bagian dari teks hukum itu;

b. menjelaskan makna teks hukum itu dan implikasinya terhadap

kepala desa dan perangkat desa dalam konstelasi hubungan tata

kerja pemerintah desa.

2. Melakukan studi empirik: (1) dengan melakukan identifikasi dan

analisis bekerjanya Perda-Perda terkait dan UU 6/2014 serta peraturan

pelaksanaannya; dan (2) untuk mendapatkan data empirik tentang

pengalaman dan pemahaman dari para pejabat di lingkungan SKPD

yang membidangi desa dan dari para kepala desa dan perangkat kepala

21 Langkah-langkah penelitian hukum tersebut merujuk pada Metode Penelitian Hukum

berbasis kajian sosio-legal, sebagaimana terangkum dalam Marhaendra Wija Atmaja, 2014,

“Metode Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

Perundang-undangan”, Denpasar: Progran Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana, hlm. 12. Risalah ini merujuk pada Soelistyowati Irianto, 2012,

“Memperkenalkan kajian sosio-legal dan implikasi metodologisnya”, dalam Adriaan W. Bedner,

dkk (Eds.), Kajian Sosio-Legal, Denpasar: Pustaka Larasan; dan Soelistyowati Irianto, 2011,

“Praktik Penelitian Hukum: Perspektif Sosiolegal”, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta,

(Eds.), Metode Penelitian Hukum: Knstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Page 34: RINGKASAN - UNUD

26

hn_risethups_2015

desa. Studi empirik dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner

(daftar tanya), wawancara, dan dan FGD.

3. Melakukan analisis terhadap data yang terkumpul (baik data peraturan

maupun data empirik) dan penarikan kesimpulan.

4.2. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara pembacaan dan pencatatan data hukum

perundang-undangan, dengan melakukan klasifikasi sesuai masalah penelitian.

Data empirik diperoleh melalui wawancara kepada SKPD terkait.

4.3. Analisis Data

Merujuk pada Miles dan Huberman, yang membedakan empat tahap dalam

proses analisis, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan. Menurut Miles dan Huberman, analisis data tekandung

dalam tiga tahapan terakhir. Penggunaannya dalam penelitian hukum ini adalah

sebagai berikut:22

a. reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, penyedehanaan,

abstraksi data berdasarkan tema-tema yang ditentukan berkenaan

dengan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

b. penyajian data (data display), merupakan proses interpretasi, yakni

proses pemberian makna terhadap unsur-unsur maupun totalitas,

kemudian menyajikan hasil reduksi data dalam bentuk uraian naratif

dan/atau tabulatif dikaitkan dengan permasalahan yang diajukan; dan

22

Merujuk pada Miles dan Huberman berdasarkan pemahaman Agus Salim, 2006, Teori &

Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, Yogyakarta: Tiara Wacana, hlm. 22-23; dan Nyoman

Kutha Ratna, 2010, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada

Umumnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 310-311.

Page 35: RINGKASAN - UNUD

27

hn_risethups_2015

c. penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and

verification), proses akhir analisis adalah penarikan kesimpulan, yakni

memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diajukan, yang

dalam proses penelitian berlangsung setiap kesimpulan terus-menerus

diverifikasi sehingga benar-benar diperoleh kesimpulan yang valid.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa penyajian data (data

display), merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, terhadap unsur-

unsur maupun totalitas. Untuk melakukan interpretasi tersebut dilakukan

interpretasi berbasis hermeneutika hukum.

Hermeneutika hukum merupakan penerapan hermeneutika pada bidang

hukum yang intinya adalah kegiatan menginterpretasi teks hukum, yakni

pemberian makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-undangan dan/atau

peraturan kebijakan. Hermeneutika hukum bekerja berdasarkan prinsip-prinsip

dalam aras lingkaran hermeneutika hukum, yakni:23

1. Berkerja dalam tiga horizon, yaitu horizon pengarang (author), horizon

teks, dan horizon pembaca (reader). Direfleksikan di bidang hukum,

horizon pengarang adalah konteks kelahiran teks hukum (aturan

hukum), horizon teks adalah aturan hukum, dan horizon pembaca

adalah konteks penerapan aturan hukum. Dalam penelitian huku ini,

interpretasi atas peraturan mengenai struktur organisasi dan tata kerja

23

Marhaendra Wija Atmaja, 2014, “Memahami Interpretasi Secara Hermeneutikal: Menalar

Pertimbangan Hukum Pumk Nomor 50/PUU-XII/2014”, dalam I Gusti Ngurah Parikesit

Widiatedja, (ed.), Bunga Rampai Pemikiran Hukum Di Indonesia, Denpasar, Udayana University

Press, hlm. 115-139; dan Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, “Politik Pluralisme Hukum dalam

Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor,

Malang: PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hlm. 17-18. Kedua tulisan ini merujuk

berbagai pandangan tentang hermeneutika hukum dan hermeneutika pada umumnya.

Page 36: RINGKASAN - UNUD

28

hn_risethups_2015

pemerintah desa berbasiskan pada tiga horizon tersebut, paling tidak

horizon teks dan horizon konteks penerapan.

2. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara bagian-bagian dan keseluruhan,

sehingga terbentuknya pemahaman secara lebih utuh, yakni tiap ayat

hanya bisa dipahami berdasarkan pemahaman atas pasalnya dan tiap

pasal hanya dapat dipahami berdasarkan pemahaman atas undang-

undangnya bahkan dengan sistem hukum yang melingkupinya,

sebaliknya undang-undang (sebagai keseluruhan) hanya dapat dipahami

berdasarkan pemahaman atas pasal atau ayat sebagai bagian dari

undang-undang sebagai keseluruhan.

3. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara kaedah dan fakta, yakni proses

timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Penafsir harus

mengkualifikasi fakta-fakta dalam cahaya kaidah-kaidah dan

menginterpretasi kaidah-kaidah dalam cahaya fakta-fakta. Dengan

perkataan lain, penalaran dilakukan dari fakta-fakta ke kaidah-kaidah

dalam aturan hukum (ia mengkualifikasi), untuk kemudian dari kaidah-

kaidah dalam aturan aturan hukum itu ke fakta-fakta (ia

menginterpretasi), dan hal itu terjadi berulang-ulang sampai

menemukan sebuah penyelesaian. Proses ini dari sisi logika disebut

abduksi. Kaidah-kaidah hukum yang dimaksud di sini adalah kaidah-

kaidah hukum dalam UU 6/2014 beserta peraturan pelaksanaannya, dan

yang dimaksud dengan fakta-fakta di sini adalah data yang diperoleh

dari studi empirik.

Page 37: RINGKASAN - UNUD

29

hn_risethups_2015

4. Interpretasi secara hermeneutikal berlangsung secara holistik dalam

rangkaian keterkaitan satu interpretasi hukum dengan interpretasi

hukum lainnya. Model interpretasi ini digunakan dalam penelitian

hukum ini.

5. Interpretasi secara hermeneutikal memerlukan ketepatan pemahaman

(subtilitas intellegendi), ketepatan penafsiran (subtilitas explicandi),

dan ketepatan penerapan (subtilitas applicandi). Tindakan yang

dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah memahami teks hukum

dengan cara menafsirkannya, dan menerapkannya dalam bentuk

rekomendasi pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

Page 38: RINGKASAN - UNUD

30

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN

5.1.1. Bentuk dan Isi Pengaturan Berkenaan dengan Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Pada Masa Berlakunya

Kebijakan Tentang Desa Tahun 2004 Di Kabupaten Badung dan Kota

Denpasar.

Bagian ini mengemukakan hasil penelitian tentang bentuk dan isi

pengaturan berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan

Desa pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004 di Kabupaten

Badung dan Kota Denpasar.

Perda Badung 3/2007 dan Perda Dnpasar 5/2007 dibentuk pada masa

berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang dalam Pasal

13 ayat (1) menyebutkan Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah (Menimbang huruf a Perda

Badung 3/2007 dan Menimbang huruf c Perda Denpasar 5/2007).

Pasal 13 ayat (1) PP 72/2005 menentukan, ketentuan lebih lanjut mengenai

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur

dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berikutnya pada ayat (2) menentukan,

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

sekurang-kurangnya memuat: a. tata cara penyusunan struktur organisasi; b.

perangkat; c. tugas dan fungsi; d. hubungan kerja.

Page 39: RINGKASAN - UNUD

31

Materi muatan Perda Badung 3/2007 dipaparkan berikut ini dikonfirmasikan

dengan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005, sebagaimana dikemukakan dalam tabel

berikut:

Tabel 5.1. Materi Muatan Perda Badung 3/2007

Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005 Materi Muatan

Minimal Berdasarkan

Pasal 13 ayat (2) PP

72/2005

Materi Muatan

Perda Badung 3/2007

Kategori Substansi

Perangkat BAB II

SUSUNAN

ORGANISASI

Pasal 2

(1) Pemerintahan Desa terdiri dari:

a. Pemerintah Desa;

b. BPD.

(2) Pemerintah Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a

terdiri dari : a. Perbekel;

b. Perangkat Desa.

(3) Perangkat Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b

terdiri dari:

a. Sekretaris Desa; b. Perangkat Desa lainnya.

(4) Perangkat Desa lainnya sebagimana

dimaksud pada ayat (3) huruf b

terdiri dari :

a. Sekretariat Desa;

b. Pelaksana Teknis Lapanga;

c. Kelian Banjar Dinas.

(5) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi budaya

masyarakat setempat.

(6) BPD sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b, diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Daerah tersendiri.

Tata Cara Penyusunan

Struktur Organisasi

BAB III

TATA CARA

PENYUSUNAN

STRUKTUR

ORGANISASI

Pasal 3

(1) Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa ditetapkan dengan

Peraturan desa.

(2) Bagan Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tercantum

dalam Lampiran Peraturan daerah ini

dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah

ini.

Page 40: RINGKASAN - UNUD

32

Pasal 4 Susunan Organisasi Pemerintahan Desa

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3

dilaporkan oleh Perbekel kepada Bupati

melalui Camat.

Tugas dan Fungsi BAB IV

TUGAS,

WEWENANG,

KEWAJIBAN

DAN

LARANGAN

Bagian Kesatu Tugas dan

Wewenang

Perbekel

Bagian Kedua

Kewajiban Perbekel

Bagian Ketiga

Larangan

Perbekel

Bagian Keempat

Perangkat Desa

Bagian Kesatu

Tugas dan Wewenang Perbekel

Pasal 5

(1) Perbekal mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Perbekel mempunyai wewenang

sebagai berikut :

a. memimpin penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama

BPD; b. mengajukan rancangan Peraturan

Desa;

c. menetapkan Peraturan Desa setelah

mendapat persetujuan dari BPD;

d. menyusun dan mengajukan

rancangan Peraturan desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa untuk dibahas dan ditetapkan

bersama BPD;

e. membina kehidupan masyarakat

desa;

f. membina perekonomian masyarakat

desa;

g. mengkoordinasikan pembangunan

desa secara partisipasif;

h. mewakili desa didalam dan diluar

pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya

sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan i. melaksanakan wewenang lain

sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban Perbekel

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud

dalam pasal 5, Perbekel mempunyai

kewajiban :

a. memegang teguh dan

mengamalkan Pancasila,

Page 41: RINGKASAN - UNUD

33

melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memeliha

keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan

masyarakat; c. memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat;

d. melaksanakan kehidupan

demokrasi;

e. melaksanakan prinsip tata

pemerintahan desa yang bersih

dan bebas dari kolusi, korupsi,

dan nepotisme;

f. menjalin hubungan kerja dengan

seluruh mitra kerja pemerintah

desa;

g. mentaati dan menegakkan seluruh

peraturan perundang- undangan;

h. menyelenggarakan administrasi

pemerintahan desa yang baik;

i. melaksanakan dan

mempertanggungjawabkan

pelaksanaan keuangan desa;

j. melaksanakan urusan yang

menjadi kewenangan desa; k. mendamaikan perselisihan

masyarakat di desa;

l. membina, mengayomi dan

melestarikan nilai-nilai sosial

budaya dan adat istiadat;

m. memberdayakan masyarakat dan

kelembagaan di desa; n. mengembangkan potensi sumber

daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup;

o. membina kerukunan antar umat

beragama di desa.

(2) Selain kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Perbekel

mempunyai kewajiban untuk memberi

laporan penyelenggaraan

pemerintahan desa kepada Bupati,

memberikan keterangan

pertanggungjawaban kepada BPD

serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

kepada masyarakat;

(3) Laporan peyelenggaraan

pemerintahan desa sebagaiaman

dimaksud pada ayat (2) disampaikan

Page 42: RINGKASAN - UNUD

34

kepada Bupati melalui Camat 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(4) Laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada BPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

disampaikan 1 (satu) kali dalam 1

(satu) tahun dalam musyawarah BPD.

(5) Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

kepada masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat berupa

selebaran yang ditempelkan pada

papan pengumuman atau

diinformasikan secara lisan dalam

berbagai pertemuan masyarakat Desa,

radio komunitas atau media lainnya.

(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) digunakan oleh Bupati

sebagai dasar melakukan evaluasi

penyelenggaraan pemerintahan desa

dan sebagai bahanpembinaan lebih

lanjut.

(7) Laporan akhir masa jabatan Perbekel

disampaikan kepada Bupati melalui

Camat dan kepada BPD.

Bagian Ketiga

Larangan Perbekel

Pasal 7 Perbekel dilarang :

a. menjadi pengurus partai politik;

b. merangkap jabatan sebagai ketua

dan/atau anggota BPD dan lembaga

kemasyarakatan di desa bersangkutan;

c. merangkap jabatan sebagai anggota

DPRD; d. terlibat dalam kampanye pemilighan

umum, pemilihan presiden, dan

pemilihan kepala daerah;

e. merugikan kepentingan umum,

meresahkan sekelompok masyarakat,

dan mendiskriminasikan warga atau

golongan masyarakat lain;

f. melakukan kolusi, korupsi, dan

nepotisme, menerima uang, barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang

dapat mempengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya;

g. menyalahgunakan wewenang; dan h. melanggar sumpah/janji jabatan.

Bagian Keempat

Perangkat Desa

Pasal 13

Page 43: RINGKASAN - UNUD

35

(1) Perangkat Desa bertugas membantu Perbekel dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya,

Perangkat desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

bertanggungjawab kepada Perbekel.

Pasal 9 (1) Sekretaris Desa berkedudukan sebagai

unsur staf pembantu Perbekel dan

memimpin Sekretaris Desa.

(2) Sekretaris Desa diisi dari Pegawai

Negeri Sipil yang memenuhi

persyaratan, yaitu :

a. berpendidikan paling rendah lulusan

SMUatau sederajat;

b. mempunyai pengetahuan tentang

teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan dibidang

administrasi keuangan dan

dibidang perencanaan;

d. mempunyai pengalaman dibidang

administrasi keuangan dan

dibidang perencanaan;

e. memahami sosial budaya

masyarakat setempat; dan

f. bersedia tinggal di desa yang

bersangkutan. (3) Sekretaris Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh

Sekretaris Daerah atas nama Bupati.

(4) Sekretaris Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mempunyai

tugas :

a. memberikan saran dan pendapat kepada Perbekel;

b. memimpin, mengkoordinasikan,

dan mengendalikan serta

mengawasi semua unsur serta

kegiatan Sekretaris Desa;

c. memberikan informasi mengenai

keadaan desa dan Sekretaris Desa;

d. merumuskan kegiatan Perbekel;

e. melaksanakan urusan surat

menyurat, kearsipan, dan laporan;

f. mengadakan dan melaksanakan

persiapan rapat dan mencatat

hasil-hasil rapat; g. menyusun anggaran pendapatan dan

belanja desa;

h. mengadakan kegiatan inventarisasi

(mencatat, mengawasi, dan

memelihara) kekayaan desa;

Page 44: RINGKASAN - UNUD

36

i. melaksanakan kegiatan admimistrasi pemerintahan desa

sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

j. melaksanakan tugas lain yang

diberikan oleh atasan.

Pasal 10

(1) Kepala Urusan berkedudukan sebagai unsur pembantu Sekretaris Desa dalam

bidang tugasnya.

(2) Kepala Urusan mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan kesekretariatan

desa dalam bidang tugasnya.

(3) Kepala Urusan dalam melaksanakan

tugas sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan

urusan pemerintahan, umum,

keuangan, pembangunan dan

kesejahteraan rakyat sesuai bidang

tugasnya masing-masing;

b. Memberikan pelayanan

administrasi kepada Sekretaris

desa.

Pasal 11

(1) Pelaksana Teknis Lapangan

berkedudukan sebagai staf teknis

Perbekel dalam bidang tugasnya. (2) Pelaksana Teknis Lapangan

mempunyai tugas membantu perbekel

dalam melaksanakan tugasnya yang

bersifat teknis.

(3) Pelaksana Teknis Lapangan dalam

melaksnakan tugas sebagaiman

dimaksud pada ayat (2) mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan

yang bersifat teknis;

b. Memberikan pelayanan dan

pertimbangan teknis kepada

Perbekel.

Pasal 12

(1) Kelian Banjar Dinas berkedudukan

sebagai staf operasional Perbekel di

wilayah kerjanya.

(2) Kelian Banjar Dinas mempunyai tugas

untuk melaksanakan kegiatan Perbekel

dalam kepemimpinan Perbekel di wilayah kerjanya.

(3) Kelian Banjar Dinas dalam

melaksanakan tugas sebagaiamana

dimaksud pada ayat (2) mempunyai

tugas :

Page 45: RINGKASAN - UNUD

37

a. Melakukan kegiatan Pemerintahan, Pembangunan dan ketertiban

masyarakat di wilayah kerjanya;

b. Melaksanakan Peraturan Desa di

wilayah kerjanya;

c. Melaksanakan kebijakan Perbekel

di wilayah kerjanya.

Hubungan Kerja BAB V

HUBUNGAN

KERJA

Pasal 13

Dalam melaksanakan tugasnya Perbekel

dan Perangkat Desa menerapkan prinsip

koordinasi dan sinkronisasi.

BAB VI

KETENTUAN

PERALIHAN

Pasal 14

Dengan berlakunya peraturan daerah ini,

susunan organisasi pemerintah desa yang

sudah ada masih tetap berlaku, sepanjang

ditetapkan yang baru sesuai dengan

Peraturan daerah ini.

BAB VI

KETENTUAN

PENUTUP

Pasal 15

Hal-hal lain yang belum diatur dalam

Peraturan Daerah ini, diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Bupati.

Pasal 16

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai

berlaku, maka Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2001

tentang Susunan Organisasi Pemerintah

Desa dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Pasal 17

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada

tanggal diundangkan.

Materi muatan Perda Denpasar 5/2007 dipaparkan berikut ini,

dikonfirmasikan dengan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005, sebagaimana dikemukakan

dalam tabel berikut:

Tabel 5.2. Materi Muatan Perda Badung 3/2007

Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005

Materi Muatan

Minimal Berdasarkan

Pasal 13 ayat (2) PP

72/2005

Materi Muatan

Perda Denpasar 5/2007

Kategori Substansi

Perangkat BAB II

SUSUNAN

ORGANISASI

Pasal 2

(1) Pemerintahan Desa terdiri dari:

a. Pemerintah Desa;

b. BPD.

(2) Pemerintah Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a

Page 46: RINGKASAN - UNUD

38

terdiri dari : a. Perbekel;

b. Perangkat Desa.

(3) Perangkat Desa terdiri dari:

a. Sekretaris Desa;

b. perangkat desa lainnya.

(4) Perangkat Desa lainnya terdiri dari :

a. Kepala Urusan; b. Kepala Dusun; dan

c. Pelaksana Teknis Lapangan.

(5) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi sosial

budaya masyarakat setempat.

Tata Cara Penyusunan

Struktur Organisasi

dimasukan ke

dalam BAB II

SUSUNAN

ORGANISASI

Pasal 3

(1) Susunan Organisasi Pemerintahan

Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ditetapkan dengan Peraturan

desa. (2) Dalam Peraturan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilampirkan

bagan susunan organisasi

pemerintahan Desa.

Tugas dan Fungsi BAB III

TATA

PEMERINTAHAN

DESA

Bagian Pertama

Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan

Hak Kepala Desa.

Bagian Kedua

Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan

Hak Sekretaris Desa,

Bagian ketiga

Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan

Hak Kepala

Urusan.

Bagian Keempat

Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan

Hak Kepala Dusun

Bagian Pertama

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak

Kepala Desa.

Pasal 4 (1) Kepala Desa mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan.

(2) Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Kepala Desa mempunyai wewenang:

a. mengajukan rancangan peraturan

desa;

b. menetapkan peraturan desa yang

telah mendapat persetujuan

bersama BPD;

c. memimpin penyelenggaraan

pemerintahan desa berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan

bersama BPD;

d. menyusun dan mengajukan

rancangan peraturan desa

mengenai APBDesa untuk

dibahas dan ditetapkan bersama

BPD;

e. membina kehidupan masyarakat

desa;

Page 47: RINGKASAN - UNUD

39

Bagian Kelima Pengangkatan

Perangkat Desa

f. membina perekonomian desa; g. mengkoordinasikan

pembangunan desa secara

partisipatif:

h. mewakili desanya didalam dan

luar pengadilan dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk

mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan;

dan

i. melaksanakan wewenang lain

sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugas dan

wewenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 Kepala Desa

mempunyai kewajiban :

a. memegang teguh dan

mengamalkan Pancasila,

melaksanakan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta

mempertahankan dan

memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kesejahtraan

masyarakat c. memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat

d. melaksanakan kehidupan

demokrasi;

e. melaksanakan prinsip tata

pemerintahan desa yang bersih

dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

f. menjalin hubungan kerja dengan

seluruh mitra kerja pemerintahan

Desa;

g. mentaati dan menegakan seluruh

peraturan perundang-undangan;

h. menyelenggarakan administrasi

pemerintahan Desa yang baik;

i. melaksanakan dan

mempertanggung jawabkan

pengelolaan keuangan Desa;

j. melaksanakan urusan yang

menjadi kewenangan Desa; k. mendamaikan perselisihan

masyarakat di Desa;

l. mengembangkan pendapatan

masyarakat dan Desa;

m. membina, mengayomi dan

Page 48: RINGKASAN - UNUD

40

melastarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;

n. memberdayakan masyarakat dan

kelembagaan di Desa; dan

o. mengembangkan potensi sumber

daya alam dan melestarik

lingkungan hidup;

(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa

mempunyai kewajiban untuk

memberikan laporan penyelenggaraan

pemerintahan Desa kepada Walikota

memberikan laporan keterangan

pertanggung jawaban kepada BPD,

dan menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan Desa

kepada masyarakat.

(3) Laporan penyelenggaraan pemerintah

Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) disampaikan kepada Walikota

melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu

tahun.

(4) Laporan keterangan pertangung

jawaban kepada BPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1

(satu) kali dalam satu tahun dalam

musyawarah BPD.

(5) Menginformasikan laporan penyelengaraan pemerintah Desa

kepada masyarakat sebagimana

dimaksud pada ayat (2) dapat berupa

selebaran yang ditempelkan pada

papan pengumuman atau

diinformasikan secara lisan dalam

berbagai pertemuan masyarakat Desa, radio komunitas atau media lainya.

(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) digunakan oleh Walikota

sebagai dasar melakukan evaluasi

penyelenggaraan Pemerintah Desa

dan sebagai bahan pembinaan lebih

lanjut.

(7) Laporan akhir masa jabatan Kepala

Desa disampaikan kepada Walikota

melalui Camat dan kepada BPD

Pasal 6 (1) Kepala Desa diberikan penghasilan

tetap setiap bulan dan /atau tunjangan

lainnya sesuai dengan kemampuan

keuangan Desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan

lainnya yang diterima Kepala Desa

Page 49: RINGKASAN - UNUD

41

sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APB

Desa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit

sama dengan Upah Minimum

Regional Kota

Pasal 7 Kepala Desa dilarang :

a. menjadi pengurus partai politik;

b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/

atau Anggota BPD dan lembaga

kemasyarakatan di Desa

bersangkutan;

c. merangkap jabatan sebagai Anggota

DPRD;

d. terlibat dalam kampanye pemilihan

umum, pemilihan Presiden, dan

pemilihan Kepala Daerah;

e. merugikan kepentingan umum,

meresahkan sekelompok masyarakat,

dan mendiskriminasikan warga atau

golongan masyarakat lain;

f. melakukan Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme, menerima uang barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya;

g. menyalahgunakan wewenang; dan

h. melanggar sumpah / janji jabatan.

Pasal 8

Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal

pelantikan dan dapat dipilih kembali

hanya untuk satu kali masa jabatan

berikutnya.

Bagian Kedua Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak

Sekretaris Desa,

Pasal 9

(1) Sekretaris Desa diisi dari Pegawai

Negeri Sipil memenuhi

persyaratan,yaitu

a. berpendidikan paling rendah lulusan Sekolah Menengah

Umum atasederajat;

b. mempunyai pengetahuan tentang

teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan dibidang

Page 50: RINGKASAN - UNUD

42

administrasi perkantoran; d. mempunyai pengalaman dibidang

administrasi keuangan dan

dibidan perencanaan;

e. memahami sosial budaya

masyarakat setempat.

(2) Sekretaris Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Kota atas nama

Walikota.

Pasal 10

(1) Sekretaris Desa berkedudukan

sebagai unsur staf pembantu Kepala

Desa dan memimpin Sekretariat

Desa.

(2) Sekretaris Desa dalam membantu

Kepala Desa mempunyai tugas :

a. memberikan saran dan pendapat

kepada Kepala Desa;

b. memimpin, mengkoordinasikan

dan mengendalikan serta

mengawasi semua unsur /

kegiatan Sekretaris Desa;

c. memberikan informasi mengenai

keadaan Sekretariat Desa dan

keadaan Desa;

d. merumuskan program kegiatan Kepala Desa;

e. melaksanakan urusan surat

menyurat, kearsipan dan laporan;

f. mengadakan dan melaksanakan

persiapan rapat dan mencatat

hasilhasil rapat.

g. menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

h. mengadakan kegiatan

inventarisasi (mencatat,

mengawasi, memelihara)

kekayaan Desa;

i. mengadakan kegiatan pencatatan

mutasi tanah dan pencatatan

administrasi tanah;

j. melaksanakan administrasi

kepegawaian aparat Desa;

k. melaksanakan administrasi

kependudukan, administrasi

pembangunan, administrasi kemasyarakatan; dan

l. melaksanakan tugas lain yang

diberikan oleh Kepala Desa;

Pasal 11

Page 51: RINGKASAN - UNUD

43

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2),

Sekretaris Desa mempunyai wewenang:

a. memimpin kesekretariatan Desa dan

atau rumah tangga Desa;

b. mengkoordinasikan pelaksanaan

tugas-tugas pemerintahan Desa

dengan Kepala Urusan;dan c. melaksanakan tugas lain yang

diberikan Kepala Desa;

Pasal 12

Dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11

Sekretaris Desa mempunyai kewajiban :

a. memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik

Indoneia tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. melaksanakan prinsip tata

Pemerintahan Desa yang bersih dan

bebas dari Kolusi, Korupsi dan

Nepotisme;

c. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan

Desa;

d. mentaati dan menegakkan seluruh

peraturan perundang-undangan;

e. menyelenggarakan administrasi

pemerintahan Desa yang baik;

f. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di Desa; dan

g. memgembangkan potensi sumber

daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup.

Pasal 13 (1) Sekretaris Desa diberikan

penghasilan tetap setiap bulan dan

/atau tunjangan lainnya sesuai

dengan kemampuan keuangan Desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan

lainnya yang diterima Sekretaris

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun

dalam APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit sama dengan Upah Minimum

Page 52: RINGKASAN - UNUD

44

Regional Kota.

Bagian ketiga Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak

Kepala Urusan.

Pasal 14 (1) Kepala Urusan sebagai unsur

pembantu Kepala Desa dalam

bidang tugasnya.

(2) Kepala urusan mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan

kesekretariatan Desa dalam bidang

tugasnya.

(3) Dalam melaksanakan tugas Kepala Urusan bertanggungjawab kepada

Kepala Desa melalaui Sekretaris

Desa.

Pasal 15 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Kepala Urusan mempunyai wewenang :

a. membina kehidupan masyarakat Desa;

b. membina perekonomian Desa;

c. memberikan pelayanan kepada

masyarakat; dan

d. mengkoordinasikan pembangunan

Desa secara partisipatif;

Pasal 16

(1) Kepala Urusan diberikan

penghasilan tetap setiap bulan

dan/atau tunjangan lainnya sesuai

dengan kemampuan keuangan Desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan

lainnya yang diterima Kepala

Urusan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan setiap tahun

dalam APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum

Regional Kota.

Pasal 17 Dalam melaksanakan tugas dan

wewenang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 15, Kepala Urusan mempunyai kewajiban :

a. memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila melaksanakan Undang-

Page 53: RINGKASAN - UNUD

45

Udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. menjalin hubungan kerja dengan

seluruh mitra kerja pemerintahan

Desa;dan c. mentaati dan mengamalkan seluruh

peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak

Kepala Dusun

Pasal 18 Kepala Dusun mempunyai tugas:

a. membantu Kepala Desa dalam

melaksanakan kegiatan pemerintah,

pembangunan dan ketertiban

masyarakat;

b. melakukan kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan ketertiban

masyarakat; dan

c. melaksanakan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa.

Pasal 19 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18, Kepala Dusun

mempunyai wewenang:

a. membina kehidupan masyarakat

Dusun;

b. membina perekonomian Dusun;

c. memberikan pelayanan kepada masyarakat; dan

d. mengkoordinasikan pembangunan

Dusun secara partisipatif;

Pasal 20 Dalam melaksanakan tugas dan

wewenang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 dan Pasal 19, Kepala Dusun

mempunyai kewajiban :

a. menyelenggarakan administrasi

kependudukan masyarakat;dan

b. memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat.

Pasal 21 (1) Kepala Dusun diberikan penghasilan

tetap setiap bulan dan/atau

tunjangan lainnya sesuai dengan

Page 54: RINGKASAN - UNUD

46

kemampuan keuangan Desa. (2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan

lainnya yang diterima Kepala Dusun

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan setiap tahun dalam

APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum

Regional Kota

Bagian Kelima

Pengangkatan Perangkat Desa

Pasal 22 (1) Untuk dapat diangkat menjadi

perangkat Desa lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)

harus memenuhi persyaratan :

a. berpendidikan paling rendah

Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama atau Sederajat;

b. mempunyai kemampuan dan

pengalaman dibidang

administrasi

c. memahami sosial budaya

masyarakat setempat;dan

d. bersedia tinggal di desa.

(2) Perangkat desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)

diangkat oleh Kepala Desa dari

penduduk desa.

(3) Pengangkatan perangkat desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan dengan Keputusan

Kepala Desa. (4) Usia Perangkat Desa lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (4), kecuali Kepala Dusun,

paling rendah 20 (dua puluh) tahun

dan paling tinggi 60 (enam puluh)

tahun.

(5) Masa jabatan Kepala Dusun adalah 6

(enam) tahun terhitung sejak tanggal

penetapan dan dapat diangkat

kembali hanya untuk satu kali masa

jabatan.

Hubungan Kerja tidak ada

pengaturannya.

-

BAB IV

KETENTUAN

PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada

tanggal diundangkan.

Page 55: RINGKASAN - UNUD

47

Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal Berdasarkan Pasal 13 ayat (2)

PP 72/2005, di dalam Perda Badung 3/2007 disebut Susunan Organisasi.

Demikian pula halnya dengan Perda Denpasar menyebutnya sebagai Susunan

Organisasi.

Tugas dan Fungsi di dalam Perda Badung 3/2007 disebut Tugas,

Wewenang, Kewajiban dan Larangan. Sedangkan di dalam Perda Denpasar

5/2007, Tugas dan Fungsi dicantumkan di bawah Bab Tata Pemerintahan Desa,

yang terdiri dari beberapa bagian dengan judul “Tugas, Wewenang, Kewajiban

dan Hak ...” Di bawah Bab Tata Pemerintahan Desa ini juga dicantumkan Bagian

mengenai Pengangkatan Perangkat Desa.

Hal tersebut tidaklah menyalahi PP 72/2005, karena Pasal 13 ayat (2)

menentukan “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ..., sekurang-kurangnya memuat

....” Jadi, boleh lebih dari yang “sekurang-kurangnya” itu. Namun, perihal

hubungan tata kerja tidak ada pengaturannya di dalam Perda Denpasar 5/2007,

yang menurut PP 72/2005, hubungan tata kerja merupakan pula materi muatan

minimal.

5.1.2. Hasil Penelitian tentang Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan

perlunya pengaturan berkenaan dengan struktur organissi dan tata

kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun

2014.

Bagian ini mengemukakan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang

menjadi pertimbangan perlunya pengaturan berkenaan dengan struktur organissi

dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014.

Page 56: RINGKASAN - UNUD

48

Validitas norma hukum adalah keabsahan norma hukum supaya norma

hukum bersangkutan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Secara teoritik, pada

dasarnya ada 3 (tiga) aspek yang mesti dipenuhi supaya norma hukum itu absah,

yakni filosofis, sosiologis, dan yuridis, yang masing-masing berkaitan dengan

nilai-nilai dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. 24

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut ke dalam konsiderans atau

menimbang. Konsideran memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang

menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan,

ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. Ketiga unsur

itu adalah sebagai berikut:

1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang

meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang

bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat (angka 18 dan 19 Lampiran UU 12/2011).

24 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti), hlm. 19.

Page 57: RINGKASAN - UNUD

49

Perda Badung 3/2007, sebagaimana tampak pada Menimbang huruf a.

memuat unsur yuridis sebagai pertimbangan membentuk Peraturan Daerah

Kabupaten Badung tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa. Menimbang huruf a sebagai berikut:

bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

tentang Desa, dimana dalam Pasal 13 ayat (1) menyebutkan Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan

Peraturan Daerah;

Perda Badung 3/2007 memuat 2 (dua) pertimbangan, selain dalam huruf a,

juga pada huruf b, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Pertimbangan dalam huruf b ini sejatinya tidak diperlukan, karena bias

diintegrasikan ke dalam pertimbangan huruf a.

Penjelasan Umum Perda Badung 3/2007 menunjukkan, bukan saja

pertimbangan yuridis, tapi juga pertimbangan filosofis dan sosiologis yang

menjadi pertimbangan pembentukan Perda tersebut. Penjelasan Umum itu sebagai

berikut:

Bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pelaksananya yang mengatur

tentang desa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

tentang Desa serta dalam rangka meningkatkan kelancaran

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, dan

mutu pelayanan kepada masyarakat maka dipandang perlu mengatur

organisasi dan tata kerja Pemerintahan desa (cetak tebal dari peneliti).

Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas maka dipandang perlu membentuk

pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa dalam

Peraturan Daerah.

Page 58: RINGKASAN - UNUD

50

Perda Denpasar 5/2014 memuat beberapa unsur sebagai pertimbangan

membentuk Perda tentang pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja

Pemerintahan Desa, yakni

a. bahwa pemerintahan Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan rumah tangga untuk meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa dalam rangka pemerintahan Desa melaksanakan kewenangan

mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya, perlu dibentuk

organisasi dan tata kerja pemerintahan desa;

c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

mengamanatkan pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa;

Unsur-unsur yang terdapat di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut

diurai kembali di dalam Penjelasan Umum:

Bahwa pemerintahan Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan rumah tangga untuk meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat.

Bahwa dalam rangka pemerintahan desa melaksanakan kewenangan

mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya, perlu dibentuk

organisasi dan tata kerja pemerintahan desa.

Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

mengamanatkan pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa diatur dengan Peraturan Daerah.

Sebagai perbandingan, beberapa Perda lain di Bali dikemukakan untuk

mendapat kecendrungan pertimbangan pembentukan Perda tentang SOTK

Pemerintah Desa:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 8 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Menimbang:

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 26 dan Pasal 28

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, perlu

ditetapkan Peraturan Daerah; b. bahwa untuk meningkatkan daya guna

Page 59: RINGKASAN - UNUD

51

dan hasil guna dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam

rangka memberikan pelayanan umum kepada masyarakat demi

terwujudnya kesejahteraan masyarakat maka diperlukan adanya

pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas dan pasti dari masing-

masing perangkat desa; c. bahwa sesuai dengan Keputusan Gubernur

Bali Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pengembalian Peristilahan sebutan

Kepala Desa, Dusun dan Kepala Dusun perlu disesuaikan istilah Kepala

Desa menjadi Perbekel, Dusun menjadi Banjar Dinas dan Kepala Dusun

menjadi Kelian Banjar Dinas; d. bahwa berdasarkan pertimbangan

sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b diatas, perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 2 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Menimbang: a. bahwa untuk keserasian dan keseragaman penyusunan

organisasi dan tata kerja pemerintahan desa perlu adanya pedoman; b.

bahwa sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

72 Tahun 2005, pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah; c. bahwa

berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan

huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa;

3. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2010

Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata Kerja

Page 60: RINGKASAN - UNUD

52

Pemerintahan Desa. Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

pelaksanaan Pemerintah Desa yang efektif dan efisien berdasarkan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

serta sebagai tindak lanjut dari Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor

72 Tahun 2005 tentang Desa, maka dalam rangka penyusunan

organisasi Pemerintah Desa perlu diatur Pedoman Susunan Organisasi

Pemerintah Desa; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a,perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten

Klungkung tentang Pedoman Penyusunan dan Tata Kerja Pemerintahan

Desa.

4. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 7 Tahun 2012 Tentang

Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata Kerjapemerintahan Desa.

Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dan berdasarkan Pasal 13 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan

Peraturan Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata kerja Pemerintahan Desa.

Kecendrungannya, pertimbangan yang dominan mendasari pembentukan Perda

adalah pertimbangan yuridis, dalam pengertian untuk melaksanakan PP 72/2005. Selain

itu, digunakan juga pertimbangan lain, seperti:

1. “mewujudkan pelaksanaan Pemerintah Desa yang efektif dan efisien”

2. “ keserasian dan keseragaman”

Page 61: RINGKASAN - UNUD

53

3. “meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada

masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat”

5.1.3. Hasil Penelitian Tentang Karakter Bentuk dan Isi Perda dan Perdes

Berkenaan Dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa Berdasarkan Kebijakan Tentang Desa Tahun

2014.

Bagian ini mengemukakan hasil penelitian tentang karakter bentuk dan isi

Perda dan Perdes berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja

Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(selanjutnya disebut UU 6/2014) mencantumkan Pasal 18 dan Pasal 18B ayat (2)

UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Penjelasan Umum UU 6/2014

memperjelas penggunaan kedua pasal itu sebagai dasar hukum pembentukan UU

6/2014:

tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang ini

merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

2) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada

dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

3) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan

bagi seluruh rakyat Indonesia;

4) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat

Desa;

5) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk

pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

6) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,

terbuka, serta bertanggung jawab;

7) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna

mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;

Page 62: RINGKASAN - UNUD

54

8) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna

mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial

sebagai bagian dari ketahanan nasional;

9) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi

kesenjangan pembangunan nasional; dan

10) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dapat tampil dalam 2 (dua) bentuk,

yakni (1) koeksistensi desa dan desa adat; dan (2) integrasi desa dan desa adat,

yang memuat pilihan:

a. pola integrasi desa ke dalam desa adat; atau

b. pola integrasi desa adat ke dalam desa.

Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) UU 6/2014 menunjukkan pada

dianutnya pola koeksistensi desa dan desa adat. Kedua ketentuan itu adalah

sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 1 UU 6/2014: Desa adalah desa dan desa adat atau yang

disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pasal 6 ayat (1) UU 6/2014: Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat.

Penjelasan Pasal 6 UU 6/2014, sebaliknya menunjukkan dianutnya pola

integrasi desa dan desa adat. Penjelasan ini memuat dua hal berikut:

Page 63: RINGKASAN - UNUD

55

1. Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah,

kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat dalam

1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat Desa atau

Desa Adat.

2. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara Desa dan Desa Adat

dalam 1 (satu) wilayah, harus dipilih salah satu jenis Desa sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Di Bali terdapat perbedaan penafsiran terhadap Pasal 6 UU 6/2014 berikut

penjelasannya. Di satu pihak, berpendapat dan menganut pola koeksistensi desa

dan desa adat sebagaimana diamanatkan Pasal ayat (1) UU 6/2014, di lain pihak

berpendapat dan menganut pola integrasi desa dan desa adat, yang mengarah pada

pada dianutnya pola integrasi desa ke dalam desa adat.

Sesuai dengan Pasal 5 UU 6/2014: “Desa berkedudukan di wilayah

Kabupaten/Kota.” dan pasal-pasal lainnya menunjukkan kewenangan pengaturan

tentang desa berada pada kabupaten/kota. Kabupaten/Kota berwenangan

mengeluarkan Peraturan Daerah untuk mengatur lebih lanjut keberadaan desa.

Tabel 5.3. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dalam UU 6/2014

Ketentuan Substansi

Pasal 8

ayat (2)

Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)25 ditetapkan

dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan

mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat,

kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi

Desa.

Pasal 14

Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status

Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,26 Pasal

25

Pasal 8 ayat (1) UU 6/2014: Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada. 26 Pasal 8 UU 6/2014 perihal Pembentukan Desa.

Page 64: RINGKASAN - UNUD

56

9,27

Pasal 10,28

dan Pasal 1129

atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1230 ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Pasal 31

ayat (2)

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan

pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 33

Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:

a. warga negara Republik Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau

sederajat;

e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;

f. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;

g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat

paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;

h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai

menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan

terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;

j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan

yang telah mwempunyai kekuatan hukum tetap;

k. berbadan sehat;

l. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan;

dan

m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 50

ayat (1)

Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4831 diangkat dari

warga Desa yang memenuhi persyaratan:

a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang

sederajat;

b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua)

tahun;

c. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa

paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan

27

Pasal 9 UU 6/2014: Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan

program nasional yang strategis. 28

Pasal 10 UU 6/2014: Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa

baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang

ditentukan dalam Undang-Undang ini. 29

Pasal 11 UU 6/2014 perihal Desa dapat berubah status menjadi kelurahan. 30 Pasal 12 UU 6/2014 perihal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status

kelurahan menjadi Desa. 31

Pasal 48 UU 6/2014: Perangkat Desa terdiri atas:

a. sekretariat Desa;

b. pelaksana kewilayahan; dan

c. pelaksana teknis.

Page 65: RINGKASAN - UNUD

57

d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota.

Pasal 50

ayat (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 48, Pasal 49,32

dan Pasal 50 ayat (1)33

diatur dalam

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 65

ayat (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur

dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 84

ayat (3)

Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan

pembangunan Kawasan Perdesaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota.

Pasal 98

ayat (1)

Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.34

Pasal 101

ayat (2)

Penataan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)35 ditetapkan

dalam Peraturan Daerah.

PP 43/2014 merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa. Pertanyaan yang penting diajukan adalah apakah PP

43/2014 mengatur mengenai struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa

diatur dengan atau dalam peraturan daerah?. Untuk itu perlu ditelusuri pasal-pasal

PP 43/2014 berkenaan dengan peraturan daerah dan materi muatannya.

Tabel 5.4. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/KotaKabupaten/Kota dalam PP 43/2014

Ketentuan Substansi

Pasal 5 ayat (4) pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis

bagi kepentingan nasional.

Pasal 13 ayat (5) pembentukan Desa persiapan menjadi Desa

Pasal 18 ayat (3) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1

(satu) Desa baru

Pasal 22 ayat (7) perubahan status Desa menjadi kelurahan

Pasal 26 ayat (7) perubahan status desa adat menjadi desa

Pasal 29 ayat (3) menetapkan desa dan desa adat hasil inventarisasi Desa yang ada

yang telah mendapatkan kode Desa yang dilakukan oleh Pemerintah

daerah kabupaten/kota.

Pasal 31 ayat (2)

menetapkan desa adat yang telah memenuhi syarat berdasarkan

hasil identifikasi dan kajian yang dilakukan pemerintah daerah

provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota bersama majelis

32 Pasal 49 UU 65/2014 perihal tugas dan pengangkatan Perangkat Desa. 33

Pasal 50 ayat (1) UU 6/2014 perihal persyaratan Perangkat Desa. 34

Penjelasan Pasal 98 ayat (1) UU 6/2014: Yang dimaksud dengan “penetapan Desa Adat”

adalah penetapan untuk pertama kalinya. 35

Pasal 101 ayat (1) UU 6/2014: Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa Adat.

Page 66: RINGKASAN - UNUD

58

adat atau lembaga lainnya yang sejenis.

Pasal 31 Penetapan desa adat (penetapan desa menjadi desa adat).

Pasal 65 ayat (2) Syarat lain pengangkatan perangkat Desa

Pasal 72 ayat (4) Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan

Permusyawaratan Desa

Tabel di atas menunjukkan tidak ada ketentuan dalam PP 43/2014 mengenai

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Ketentuan yang berkenaan dengan pemerintah desa diatur dalam Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota adalah Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014, yang menentukan

syarat lain pengangkatan perangkat Desa ditentukan dalam Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota.

Ketentuan yang terkait dengan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah

desa, terdapat dalam Bagian Kedua perihal Perangkat Desa, Paragraf 1 perihal

Umum, yakni:

1. Perangkat Desa terdiri atas: a. sekretariat Desa; b. pelaksana

kewilayahan; dan c. pelaksana teknis. Perangkat Desa berkedudukan

sebagai unsur pembantu kepala Desa (Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) PP

43/2014).

2. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf

sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang

administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa paling banyak terdiri atas 3

(tiga) bidang urusan. Ketentuan mengenai bidang urusan diatur dengan

Peraturan Menteri (Pasal 62 ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014).

3. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai

satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan

Page 67: RINGKASAN - UNUD

59

secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan

kemampuan keuangan Desa. (Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) PP 43/2014).

4. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai

pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3

(tiga) seksi. Ketentuan mengenai pelaksana teknis diatur dengan

Peraturan Menteri (Pasal 64 ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014).

5.2. PEMBAHASAN

Bagian ini membahas hasil penelitian tentang Karakter Bentuk dan Isi

Pengaturan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, yang meliputi:

1. Pembahasan tentang Karakter Bentuk dan Isi Pengaturan Berkenaan

Dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Pada

Masa Berlakunya Kebijakan Tentang Desa Tahun 2004.

2. Pembahasan tentang Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Perlunya

Pengaturan Berkenaan Dengan Struktur Organissi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa Berdasarkan Kebijakan Tentang Desa Tahun 2014.

3. Pembahasan tentang Karakter bentuk dan isi pengaturan berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa

berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014

5.2.1. Pembahasan Karakter Bentuk dan Isi Pengaturan Berkenaan Dengan

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Pada Masa

Berlakunya Kebijakan Tentang Desa Tahun 2004

Bagian ini mengemukakan pembahasan tentang karakter bentuk dan isi

pengaturan berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan

Desa pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004 di Kabupaten

Badung dan Kota Denpasar.

Page 68: RINGKASAN - UNUD

60

Pertama, karakter bentuk Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan

Desa. Studi dokumen terhadap Perda Badung 3/2007 dan PP 72/2005

menunjukkan karakter bentuk dan isi sebagai berikut sebagai berikut:

Tabel 5.5.

Kategori Bentuk dan Isi Perda Badung 3/2007 NO. KATEGORI URAIAN

I Aspek Bentuk

1 Kewenangan

pengaturan

(Sumber kewenangan,

tujuan kewenangan)

1. Sumber kewenangan dari Perda Badung 3/2007

Pasal 13 ayat (1) PP 72/2005, yang menentukan

“Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.” Ayat (2) menentukan,

Perda Kabpaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a.

tata cara penyusunan struktur organisasi; b.

perangkat; c. tugas dan fungsi; d. hubungan kerja.

Dengan demikian, Perda SOTK Pemdes

berkarakter atribusian, karena memungkinkan

memuat hal yang baru. Hal ini diindikasikan oleh

kata-kata “sekurang-kurangnya memuat”.

2. Tujuan penggunaan kewenangan menetapkan

Perda tersebut adalah untuk memberikan

pedoman bagi Pemerintahan Desa menetapkan

Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

3. Tidak ditemukan Perdes tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

4. Secara normatif sumber kewenangan penetapan

Perdes dimaksud adalah bersifat delegasian,

yakni melaksanakan Pasal 12 ayat (5) PP

72/2005, yang menentukan: “Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan

dengan peraturan desa” dan tidak ada indikasi

boleh memuat hal yang baru.

5. Tujuan penggunaan kewenangan tersebut, secara

normatif, adalah sebagai dasar menetapkan

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan

Desa.

2 Struktur pengaturan

(Judul, pembukaan,

batang tubuh dan

penutup. Batang

tubuh, menyangkut ketentuan tentang

definisi, ketentuan

materi pokok yang

diatur, dan ketentuan

strategi implementasi)

1. Judul Perda Badung 3/2007 adalah Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa, selain telah mencerminkan

kesesuaian dengan amanat Pasal 13 ayat (1) PP

72/2005 yang menentukan “Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

2. Pembukaan Perda Badung 3/2007, khususnya

“Menimbang” tidak mencerminkan pertimbangan

Page 69: RINGKASAN - UNUD

61

penetapan Perda yang mencakup pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Hanya

mencantumkan perlunya membentuk Perda untuk

melaksanakan amanat Pasal 13 ayat (1) PP

72/2005.

3. Pembukaan Perda Badung 3/2007, khususnya

“Mengingat” mencantumkan peratuan perundang-

undangan yang bukan merupakan merupakan dasar hukum formal dan dasar hukum materiil

penetapan Perda, seperti mencantumkan

Permendagri Nomor 4 Tahun 1999 tentang

Pencabutan Beberapa Peraturan Menteri Dalam

Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun

1979 tentang Pemerintahan Desa.

4. Batang tubuh Perda Badung 3/2007, menyangkut

ketentuan tentang definisi. Tidak ada

pendefinisian berkenaan dengan judul Perda,

yakni Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintahan Desa. Hal ini dapat menjadi

factor ang menyebabkan kesulitan memahami si

Perda.

5. Batang tubuh Perda Badung 3/2007, menyangkut

ketentuan materi pokok yang diatur. Materi pokok

yang diatur dituangkan dalam Bab II-Bab V.

Namun terdapat materi muatan dalam Bab IV

perihal Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Larangan. Perihal larangan dituangkan dalam

Bagian Ketiga perihal Larangan Perbekel. Materi

ini tidak diikuti oleh sanksi dalam hal larangan itu

dlanggar. Lagi pula perihal larangan Perbekel itu

diatur dalam Pasal 16 PP 72/2005 dan sanksi atas

pelanggaran larangan itu adalah pemberhentian

yang diatur dalam Pasal 17 PP 72/2005. Jadi, tidak relevan mengatur larangan bagi Perbekel

dalam Perda Badung 3/2007.

6. Batang tubuh Perda Badung 3/2007, menyangkut

ketentuan strategi implementasi. Ketentuan

strategi implementasi adalah ketentuan yang dapat

menjamin terlaksananya suatu peraturan

perundang-undangan. Contoh, dalam Perda

Badung 3/2007 terdapat ketenuan bahwa Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

ditetapkan dengan Peraturan Desa (Pasal 3 ayat

(1) Perda Badung 3/2007). Namun, tidak ada

ketentuan dalam Perda Badung 3/2007 yang

memastika ketentuan itu dilaksanakan, yakni dietapkannya Perdes tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Juga tidak ada

ketentuan tentang sumber pembiayaan

pelaksanaan Perda.

Page 70: RINGKASAN - UNUD

62

II Aspek Isi

3 Ruang lingkup materi

muatan pengaturan

1. Batang Tubuh Perda Badung 3/2005 terdiri dari

15 (lima belas) bab. Bab I perihal Ketentuan

Umum, Bab VI perihal Ketentuan Peralihan dan

Bab VII perihal Ketentuan Penutup. Materi

Pokok Yang Diatur dituangkan dalam Bab II

sampai dengan Bab V, yakni:

• Bab II perihal Susunan Organisasi.

• Bab III perihal Tata Cara Penyusunan

Struktur Organisasi.

• Bab IV Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan

Larangan.

• Bab V perihal Hubungan Kerja.

2. Materi Pokok Yang Diatur itu, per judul bab,

berkesesuaian dengan Pasal 13 ayat (2) PP

72/2005 yang menentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pedoman Penyusunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa,

sekurang-kurangnya memuat:a. tata cara

penyusunan struktur organisasi; b. perangkat; c.

tugas dan fungsi; d. hubungan kerja.

3. Perkataan “sekurang-kurangnya” berarti dapat

lebih dari itu. Ini menjadi peluang untuk memuat

ketentuan strategi implementasi, yang dapat

memastikan pelaksanaan Perda.

4 Kesesuaian materi

pasal dan/atau ayat

dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

1. Perda Badung 3/2005, dari sudut pandang PP

72/2005, tidak menimbulkan problem yuridis.

Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005, di

dalam Perda Badung 3/2007 disebut Susunan

Organisasi. Tugas dan Fungsi di dalam Perda

Badung 3/2007 disebut Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Larangan. Ini tidaklah menyalahi

PP 72/2005, karena Pasal 13 ayat (2) menentukan

“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ..., sekurang-

kurangnya memuat ....” Jadi, boleh lebih dari

yang “sekurang-kurangnya” itu.

2. Perda Badung 3/2005, dari sudut pandang UU

6/2014 dan PP 43/2014, menimbulkan problem

yuridis, berupa ketidaksinkronan. Sudut pandang

ini perlu dilakukan, yang hasilnya menjadi dasar untuk melakukan reformasi terhadap Perda

bersangkutan. Hasil sinkronisasi ini dituangkan

dalam tabel tersendiri.

5 Sifat materi muatan 1. Pasal 2 ayat (5) menentukan, Jumlah Perangkat

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

budaya masyarakat setempat. Ketentuan tersebut

menunjukkan karakter diskresioner dari Perda

Badung 3/2007;

2. Pasal 3 ayat (1) menentukan, Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa

Page 71: RINGKASAN - UNUD

63

ditetapkan dengan Peraturan desa. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter

imperatif dari Perda Denpasar 5/2007.

Selanjutnya dikemukakan studi dokumen tentang karakter bentuk dan isi

pengaturan berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan

Desa di pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004 di Kota

Denpasar. Berikut dikemukakan karakter bentuk dan isi Perda Denpasar 5/2007.

Tabel 5.6.

Kategori Bentuk dan Isi Perda Denpasar 5/2007 NO. KATEGORI URAIAN

I Aspek Bentuk

1 Kewenangan

pengaturan

(Sumber

kewenangan, tujuan

kewenangan)

1. Menimbang huruf c Perda Denpasar 5/2007,

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang Desa mengamanatkan pedoman

penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (PP

72/2005), Pasal 13 ayat (1) PP 72/2005

menentukan “Ketentuan lebih lanjut mengenai

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota.” Ayat (2) menentukan,

Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a.

tata cara penyusunan struktur organisasi; b.

pearangkat; tugas dan fungsi; hubungan kerja,

3. Dengan demikian, Perda itu berkarakter

atribusian, karena memungkinkan memuat hal

yang baru, selain dari materi muatan minimal

tersebut.

4. Tujuan penggunaan kewenangan menetapkan

Perda tersebut adalah untuk memberikan

pedoman bagi Pemerintahan Desa menetapkan

Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintahan Desa.

5. Sumber kewenangan penenetapan Perdes

dimaksud adalah bersifat delegasian, yakni

melaksanakan Pasal 12 ayat (5) PP 72/2005, yang

menentukan: “Susunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan

desa.”

6. Tujuan penggunaan kewenangan tersebut adalah sebagai dasar menetapkan Susunan Organisasi

Page 72: RINGKASAN - UNUD

64

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

2 Struktur pengaturan

(Judul, pembukaan,

batang tubuh dan

penutup. Batang

tubuh, menyangkut

ketentuan tentang

definisi, ketentuan

materi pokok yang

diatur, dan ketentuan

strategi

implementasi)

1. Judul Perda Denpasar 5/2007 adalah Pedoman

Organisasi Pemerintahan Desa, tidak

mencerminkan amanat Pasal 13 ayat (1) PP

72/2005 yang menentukan “Ketentuan lebih

lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.” Selain itu,

tidak mencerminkan substansi Perda, yang di

dalamnya tidak saja mengatur susunan organisasi

juga mengatur tata kerja pemerintahan desa (di

dalam Perda diatur dalam Bab III dengan judul

Tata Pemerintahan Desa), dan tidak sesuai dengan Menimbang huruf d Perda itu sendiri.

2. Pembukaan Perda Denpasar 5/2007, khususnya

“Menimbang” tidak memuat pertimbangan

sosiolgis penetapan Perda. Pertimbangan huruf a

dapat dimasukan sebagai pertimbangan filosofis,

yakni berkenaan dengan “meningkatkan taraf

hidup dan kesejahteraan masyarakat”. Pertimbangan huruf c Perda dapat dimasukan

sebagai pertimbangan yuridis, yakni berkenaan

dengan amanat PP 72/2005 perihal pedoman

penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa diatur dengan Perda.

3. Pembukaan Perda Denpasar 5/2007, khususnya

“Mengingat” telah mencerminka dasar hukum

formal dan dasar hukum materiil pembentukan

Perda.

4. Batang tubuh Perda Denpasar 5/2007,

menyangkut ketentuan tentang definisi. Tidak ada

pendefinisian berkenaan dengan judul Perda,

yakni Pedoman Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa. Hal ini dapat menjadi faktor

yang menyebabkan kesulitan memahami isi

Perda.

5. Batang tubuh Perda Denpasar 5/2007,

menyangkut ketentuan materi pokok yang diatur.

Materi pokok yang diatur dituangkan dalam Bab

II-Bab III. Namun terdapat materi muatan dalam Bab III terdapat pasal larangan bagi Kepala Desa.

Materi ini tidak diikuti oleh sanksi dalam hal

larangan itu dlanggar. Lagi pula perihal larangan

Kepala Desa itu diatur dalam Pasal 16 PP

72/2005 dan sanksi atas pelanggaran larangan itu

adalah pemberhentian yang diatur dalam Pasal 17

PP 72/2005. Jadi, tidak relevan mengatur larangan bagi Perbekel dalam Perda Denpasar

5/2007.

6. Batang tubuh Perda Denpasar 5/2007,

menyangkut ketentuan strategi implementasi.

Ketentuan strategi implementasi adalah ketentuan

Page 73: RINGKASAN - UNUD

65

yang dapat menjamin terlaksananya suatu peraturan perundang-undangan. Contoh, dalam

Perda Denpasar 5/2007 terdapat ketenuan bahwa

Susunan Organisasi Pemerintahan Desa

ditetapkan dengan Peraturan Desa (Pasal 3 ayat

(1) Perda Denpasar 5/2007). Namun, tidak ada

ketentuan dalam Perda Denpasar 5/2007 yang

memastikan ketentuan itu dilaksanakan, yakni dietapkannya Perdes tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Juga tidak

ada ketentuan tentang sumber pembiayaan

pelaksanaan Perda.

II Aspek Isi

3 Ruang lingkup

materi muatan

pengaturan

1. Batang Tubuh Perda Denpasar 5/2007 terdiri dari

4 (empat) bab. Bab I perihal Ketentuan Umum,

Bab IV perihal Ketentuan Penutup. Materi Pokok

Yang Diatur dituangkan dalam Bab II sampai

dengan Bab III, yakni:

• Bab II perihal Susunan Organisasi.

• Bab III perihal Tata Pemerintahan Desa.

� Bagian Pertama perihal Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Hak Kepala Desa.

� Bagian Kedua Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Hak Sekretaris Desa,

� Bagian ketiga Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Hak Kepala Urusan. � Bagian Keempat Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Hak Kepala Dusun.

� Bagian Kelima Pengangkatan Perangkat

Desa.

2. Rujukan Materi Pokok Yang adalah Pasal 13 ayat

(2) PP 72/2005 yang menentukan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota tentang Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa, sekurang-kurangnya

memuat:a. tata cara penyusunan struktur

organisasi; b. perangkat; c. tugas dan fungsi; d.

hubungan kerja.

3. Perkataan “sekurang-kurangnya” berarti dapat

lebih dari itu. Ini menjadi peluang untuk memuat

ketentuan strategi implementasi, yang dapat

memastikan pelaksanaan Perda.

4 Kesesuaian materi

pasal dan/atau ayat

dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

1. Perda Denpasar 5/2007, dari sudut pandang PP

72/2005, tidak menimbulkan problem yuridis.

Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal berdasarkan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005, di

dalam Perda Denpasar 5/2007 disebut Susunan

Organisasi. Tugas dan Fungsi di dalam Perda

Denpasar 5/2007 disebut Tugas, Wewenang,

Kewajiban dan Hak. Ini tidaklah menyalahi PP

72/2005, karena Pasal 13 ayat (2) menentukan

“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ..., sekurang-

Page 74: RINGKASAN - UNUD

66

kurangnya memuat ....” Jadi, boleh lebih dari yang “sekurang-kurangnya” itu.

2. Perda Denpasar 5/2007, dari sudut pandang UU

6/2014 dan PP 43/2014, menimbulkan problem

yuridis, berupa ketidaksinkronan. Sudut pandang

ini perlu dilakukan, yang hasilnya menjadi dasar

untuk melakukan reformasi terhadap Perda

bersangkutan. Hasil sinkronisasi ini dituangkan dalam tabel tersendiri.

5 Karakter materi

muatan

1. Pasal 2 ayat (5) menentukan, Jumlah Perangkat

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial

budaya masyarakat setempat. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter

diskresioner dari Perda Badung 3/2007;

2. Pasal 3 ayat (1) menentukan, Susunan

Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan dalam

Peraturan Desa.

Ketentuan tersebut menunjukkan karakter imperatif dari Perda Denpasar 5/2007.

Sesuai dengan Teori Sumber Kewenangan, bahwa atribusi adalah

kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang memuat

inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru, sedngkan delegasi adalah kewenangan

untuk membuat peraturan perundang-undangan yang tidak boleh memuat inisiatif

mengenai pokok-pokok yang baru dan sekedar melaksanakan amanat peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, maka karakter bentuk kedua Perda

tersebut berkarakter atribusian, mengingat Perda ini dimungkinkan oleh Pasal 13

ayat (2) PP 72/2005 untuk memuat materi lebih dari materi muatan minimal.

Sedasar dengan teori tersebut pula, maka karakter Perdes SOTK Pemdes itu

berkarakter delegasian, melaksanakan Perda tentang Pedoman SOTK Pemdes dan

tidak memuat hal pokok-okok yang baru. Itu secara normatif, namun dalam

praktiknya, penetapan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa

dilakukan tidak dengan Perdes, tapi langsung mendasarkan pada Perda.

Page 75: RINGKASAN - UNUD

67

Secara teoritik dikenal aturan hukum yang bersifat imperatif, yang tidak

memuat memuat pilihan atau dapat juga disebut memuat wewenang terikat.

Ketentuan tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan

dengan Perdes yang terdapat dalam kedua Perda tersebut menunjukkan kedua

Perda itu berkarakter imperatif, yakni wajib melaksanakan amanat Perda.

Selain wewenang terikat, secara teoritik dikenal pula wewenang bebas, yang

tiada lain adalah diskresi. Diskresi memuat esensi pilihan (choise) untuk

melakukan tindakan pemerintahan, yakni memilih di antara dua atau lebih pilihan,

atau memberikan kebebasan kepada pejabat publik untuk mengambil pilihan di

antara serangkaian tindakan yang mungkin atau tidak melakukan tindakan.

Perumusan aturan hukum, dengan demikian, memungkinkan subjek kaidah

untuk memilih di antara dua atau lebih pilihan, atau memberikan kebebasan

kepada pejabat publik untuk mengambil pilihan di antara serangkaian tindakan

yang mungkin atau tidak melakukan tindakan, maka aturan hukum tersebut

bersifat diskresioner.

Sejalan dengan teori tersebut, maka karakter isi Perda tentang Pedoman

SOTK Pemerintahan Desa bersifat diskresioner, dalam hal ini memuat norma

diskresi, yakni memberikan ruang kebebasan kepada Desa untuk menentukan

jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya

masyarakat setempat (Pasal 12 ayat (4) PP 72/2005, Pasal 2 ayat (5) Perda

Badung 3/2007, dan Pasal 2 ayat (5) Perda Denpasar 5/2007). Karakter ini

berimplikasi pada karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa, yakni

bersifat diskresioner, dalam pengertian Desa memiliki ruang kebebasan untuk

Page 76: RINGKASAN - UNUD

68

mementukan jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

sosial budaya masyarakat setempat dengan Peraturan Desa.

5.2.2. Pembahasan tentang Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Perlunya

Pengaturan Berkenaan Dengan Struktur Organissi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa Berdasarkan Kebijakan Tentang Desa Tahun 2014

Pembahasan tentang faktor yang menjadi pertimbangan perlunya pengaturan

berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja pemerintah desa berdasarkan

kebijakan tentang desa tahun 2014 menggunakan teori tentang validitas norma

hukum atau landasan keabsahan peraturan perundang-undangan, yang mencakup

faktor filosofis, sosiologis, dan yuridis. Teori ini juga digunakan untuk

mendeskripsikan hasil penelitian tentang tematik tersebut.

Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam

kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan

dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly

Assiddiqie, 36

Bagir Manan, 37

dan Solly Lubis.38

Pandangan ketiga sarjana itu

dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5.7. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

menurut Para Sarjana Indonesia

LANDASAN JIMLY

ASSHIDDIQIE

BAGIR

MANAN

M. SOLLY

LUBIS

Filosofis

Bersesuaian dengan

nilai-nilai filosofis

yang dianut oleh

suatu Negara.

Contoh, nilai-nilai

filosofis Negara

Mencerminkan nilai

yang terdapat dalam

cita hukum

(rechtsidee), baik

sebagai sarana yang

melindungi nilai-

Dasar filsafat atau

pandangan, atau ide

yang menjadi dasar

cita-cita sewaktu

menuangkan hasrat

dan kebijaksanaan

36 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press), hlm. 169-

174, 240-244. 37

Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-

Hill.Co), hlm. 14-17. 38

M. Solly Lubis, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit

CV Mandar Maju), hlm. 6-9.

Page 77: RINGKASAN - UNUD

69

Republik Indonesia terkandung dalam

Pancasila sebagai

“staatsfunda-

mentalnorm”.

nilai maupun sarana mewujudkannya

dalam tingkah laku

masyarakat.

(pemerintahan) ke dalam suatu rencana

atau draft peraturan

Negara.

Sosiologis Mencerminkan

tuntutan kebutuhan

masyarakat sendiri

akan norma hukum.

[Juga dikatakan,

keberlakuan

sosiologis berkenaan dengan

(1) kriteria

pengakuan terhadap

daya ikat norma

hukum; (2) kriteria

penerimaan

terhadap daya ikat norma hukum; dan

(3) kriteria

faktisitas

menyangkut norma

hukum secara

faktual memang

berlaku efektif

dalam masyarakat].

Mencerminkan

kenyataan yang

hidup dalam

masyarakat.

Kenyataan itu dapat

berupa kebutuhan

atau tuntutan atau masalah-masalah

yang dihadapi yang

memerlukan

penyelesaian.

-

Yuridis Norma hukum itu

sendiri memang

ditetapkan (1)

sebagai norma

hukum berdasarkan

norma hukum yang

lebih tinggi; (2)

menunjukkan

hubungan

keharusan antara

suatu kondisi

dengan akibatnya;

(3)

menurut prosedur

pembentukan

hukum yang

berlaku; dan (4)

oleh lembaga yang

memang

berwenang untuk

itu.

Keharusan (1)

adanya kewenangan

dari pembuat

peraturan perundang-

undangan;

(2) adanya

kesesuaian bentuk

atau jenis peraturan

perundang-undangan

dengan materi yang

diatur;

(3) tidak

bertentangan dengan

peraturan perundang-

undangan yang lebih

tinggi; dan

(4) mengikuti tata

cara tertentu dalam

pembentukannya.

Ketentuan hukum

yang menjadi dasar

hukum bagi

pembuatan suatu

peraturan, yaitu:

(1) segi formal, yakni

landasan yuridis

yang memberi

kewenangan untuk

membuat peraturan

tertentu; dan (2) segi

materiil, yaitu

landasan yuridis

untuk mengatur hal-

hal tertentu.

Politis Harus tergambar

adanya cita-cita dan

Garis kebijaksanaan

politik yang menjadi

Page 78: RINGKASAN - UNUD

70

norma dasar yang terkandung dalam

UUD NRI 1945

sebagai politik

hukum yang

melandasi

pembentukan

undang-undang [juga dikatakan,

pemberlakuannya

itu memang

didukung oleh

faktor-faktor

kekuatan politik

yang nyata dan

yang mencukupi di

parlemen].

dasar bagi kebijaksanaan-

kebijaksanaan dan

pengarahan

ketatalaksanaan

pemerintahan.

Misalnya, garis

politik otonomi dalam GBHN (Tap

MPR No. IV Tahun

1973) memberi

pengarahan dalam

pembuatan UU

Nomor 5 Tahun

1974.

Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan keabsahan

peraturan perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis, sosiologis,

dan yuridis dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:39

Tabel 5.8. Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan

LANDASAN URAIAN

Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita

hukum (rechtsidee).

Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.

Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang

memerlukan penyelesaian.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.

Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan

dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta

tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan

dengan yang lebih tinggi.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai:

2. Konsideran atau menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai

pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan

39 Gede Marhaendra WiJa Atmaja, Politik Pluralisme Hukum ...., hlm. 28-29.

Page 79: RINGKASAN - UNUD

71

Peraturan Perundang–undangan, ditempatkan secara berurutan dari

filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan

3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yurudis dalam naskah akademis

rancangan peraturan perundang-undangan;

sebagaimana dikemukakan dalam table berikut:

Tabel 5.9. Pertimbangan Pembentukan Peraturan Perundang–undangan

Menurut UU 12/2011 KATEGORI DALAM

NASKAH AKADEMIS

DALAM KONSIDERAN

(MENIMBANG)

Landasan

Filosofis

Landasan filosofis merupakan

pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan

hidup, kesadaran, dan cita

hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa

Indonesia yang bersumber dari

Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun

1945.

Unsur filosofis menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita

hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa

Indonesia yang bersumber dari

Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun

1945.

Landasan Sosiologis.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alas an yang

menggambarkan bahwa

peraturan yang dibentuk untuk

memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam berbagai

aspek. Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta

empiris mengenai

perkembangan masalah dan

kebutuhan masyarakat dan

negara.

Unsur sosiologis menggambarkan bahwa

peraturan yang dibentuk untuk

memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam berbagai

aspek.

Landasan

Yuridis.

Landasan yuridis merupakan

pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa

peraturan yang dibentuk untuk

mengatasi permasalahan hukum

atau mengisi kekosongan

hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang

telah ada, yang akan diubah,

atau yang akan dicabut guna

Unsur yuridis menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk

untuk mengatasi permasalahan

hukum atau mengisi

kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang

telah ada, yang akan diubah,

atau yang akan dicabut guna

menjamin kepastian hukum dan

rasa keadilan masyarakat.

Page 80: RINGKASAN - UNUD

72

menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Landasan yuridis menyangkut

persoalan hukum yang berkaitan

dengan substansi atau materi

yang diatur sehingga perlu

dibentuk Peraturan Perundang-

Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara

lain, peraturan yang sudah

ketinggalan, peraturan yang

tidak harmonis atau tumpang

tindih, jenis peraturan yang

lebih rendah dari Undang-

Undang sehingga daya

berlakunya lemah, peraturannya

sudah ada tetapi tidak memadai,

atau peraturannya memang

sama sekali belum ada.

Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan

di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik penyusunan peraturan

perundang-undangan40

dan teknik penyusunan naskah akademik41

yang diadopsi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (UU No 12/2011), ketiga aspek dari

validitas tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.10. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan

Teoritik dan UU No. 12/2011

LANDASAN URAIAN

Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang

meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang

bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya

berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin dengan adanya

peraturan perundang-undangan.

Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang

memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta

empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara.

Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan

kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan.

Yuridis Menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang

40

Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011).

41 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Page 81: RINGKASAN - UNUD

73

berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa

permasalahan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah

ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih,

jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga

daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak

memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Permasalahan hukum yang akan diatasi itu, dengan pembentukan peraturan perundang-undangan, guna menjamin kepastian hukum.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan sebelumnya menunjukkan ada

Perda yang memuat satu pertimbangan yang menyatakan perlu membuat Perda

untuk melaksanakan PP 72/2005, Perda lainnya memuat pertimbangan filosofis,

sosiologis, dan yuridis.

Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (UU 10/2004), yang berlaku sebelum berlakunya

UU 12/2011, Perda yang hanya memuat satu pertimbangan, bahwa Perda perlu

dibuat, tidak dapat dibenarkan. UU 10/2004, melalui Nomor 19 Lampiran

menyatakan:

Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundang-

undangan dianggap perlu dibuat adalah kurang tepat karena tidak

mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya peraturan

perundang-undanga tersebut.Lihat juga Nomor 24.

Nomor 19 Lampiran UU 10/2004 menyatakan: “Konsiderans Peraturan

Pemerintah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menunjuk pasal (-

pasal) dari Undang-Undang yang memerintahkan pembuatannya. ...”

Substansi Nomor 19 Lampiran UU 10/2004, di dalam UU 12/2011

dituangkan dalam Nomor 20 Lampiran II. Di sisi lain, UU 12/2011 memberikan

kaidah dan contoh yang berbeda, yakni:42

42

Marhaendra Wija Atmaja, “Permusan Konsiderans Peraturan Daerah: Teori, Kaidah,

Praktik”, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2015, hlm. 10.

Page 82: RINGKASAN - UNUD

74

Tabel 5.11.

Konsiderans Peraturan Daerah NOMOR 19 LAMPIRAN II UU 12/2011 NOMOR 27 LAMPIRAN II UU 12/2011

Pokok pikiran pada konsiderans Undang-

Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota memuat

unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang

menjadi pertimbangan dan alasan

pembentukannya yang penulisannya

ditempatkan secara berurutan dari filosofis,

sosiologis, dan yuridis. .... Contoh:

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2009

tentang Sistem Kesehatan Daerah

Menimbang: a. bahwa derajat kesehatan

masyarakat yang semakin tinggi merupakan investasi

strategis pada sumber daya

manusia supaya semakin

produktif dari waktu ke

waktu;

b. bahwa untuk meningkatkan

derajat kesehatan

masyarakat perlu

diselenggarakan

pembangunan kesehatan

dengan batas-batas peran,

fungsi, tanggung jawab,

dan kewenangan yang jelas, akuntabel,

berkeadilan, merata,

bermutu, berhasil guna dan

berdaya guna;

c. bahwa untuk memberikan

arah, landasan dan

kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat

dalam pembangunan

kesehatan, maka

diperlukan pengaturan

tentang tatanan

penyelenggaraan

pembangunan kesehatan;

Konsiderans Peraturan Daerah cukup

memuat satu pertimbangan yang berisi

uraian ringkas mengenai perlunya

melaksanakan ketentuan pasal atau

beberapa pasal dari Undang-Undang atau

Peraturan Pemerintah yang memerintahkan

pembentukan Peraturan Daerah tersebut

dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang atau Peraturan

Pemerintah yang memerintahkan

pembentukannya.

Contoh:

Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Hutan Kota

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 63

Tahun 2002 tentang Hutan Kota perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang

Hutan Kota;

Tampak adanya perbedaan ketentuan antara yang tertuang dalam Nomor 19

dan Nomor 27 Lampiran II perihal Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-

Page 83: RINGKASAN - UNUD

75

undangan dari UU 12/2011. Perbedaan tersebut semestinya dipahami dari segi

sumber kewenangan pembuatan Perda atau dari segi ruang lingkup materi muatan

Perda. Ketentuan Nomor 19 Lampiran II UU 12/2011 berlaku untuk Perda yang

berkarakter atribusian, dalam pengertian menyelenggarakan otonomi daerah dan

tugas pembantuan, sedangkan Ketentuan Nomor 27 Lampiran II UU 12/2011

berlaku untuk Perda yang berkarakter delegasian, dalam pengertian menjabarkan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.43

Pertimbangan yang lengkap, yang memuat unsur filosofis, sosiologis, dan

yuridis, diperlukan dalam pembuatan Perda yang atribusian. Berikut

dielaborasikan ketiga unsur tersebut.

Pertama, landasan filosofis menggambarkan pandangan hidup, kesadaran,

dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia

yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, teruraikan dalam

Pembukaan UUD 1945, pada alinia keempat:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar

kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

43 Marhaendra Wija Atmaja, “Permusan Konsiderans ..”, Op. Cit., hlm. 11.

Page 84: RINGKASAN - UNUD

76

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu berkenaan tujuan

dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yakni melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial.

Hukum Tata Negara Indonesia menganut paham bahwa Pemerintah Negara

Indonesia tidak hanya Pemerintah Pusat, tapi juga mencakup pemerintahan

daerah. Ini ditunjukkan oleh Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945:

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap

provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang

diatur dengan undang-undang (Pasal 18 ayat (1) UUD 1945).

2. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai

urusan Pemerintah Pusat (Pasal 18 ayat (5) UUD 1945).

Sekalipun Pasal 18 UUD 1945 tidak menentukan Desa sebagai Daerah

Otonom, namun praktik pembentukan undang-undang mengenai pemerintahan

daerah dan desa serta konteks kelahiran Pasal 18 UUD 1945 menunjukkan Desa

merupakan satuan pemerintahan terendah yang berada di kabupaten/kota, yang

dicakup dalam Pasal 18 ayat (7) UUD 1945.

Desa, yang memiliki pemerintahan desa dalam sistem pemerintahan Negara

Indonesia, memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat dan berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara

Page 85: RINGKASAN - UNUD

77

Indonesia. Ini sejalan dengan dasar pertimbangan UU 6/2014, yang dalam

Menimbang huruf a dan huruf menyatakan:

a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan

mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah

berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan

diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga

dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan

pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur,

dan sejahtera;

Intinya, pemerintahan desa memiliki peran mewujudkan cita-cita

kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan

dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintahan desa diselenggarakan oleh

Pemerintah Desa. Artinya, Pemerintah Desa memiliki tanggung jawab untuk

berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana

dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam kerangka inilah diperlukan

pengaturan komponen-komponen pemerintah desa, yakni kepala desa dan

perangkat desa, tepatnya diperlukan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja

pemerintah desa menurut prinsip professional, efisien dan efektif, terbuka, serta

bertanggung jawab.

Page 86: RINGKASAN - UNUD

78

Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman kepada Desa

dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang

dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat mengarahkan penyusunan

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dalam upaya berperan serta

mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia

sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

Kedua, landasan sosiologis menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam

berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut

fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan

negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan

adanya peraturan perundang-undangan.

Suatu kebijakan publik ditetapkan adalah untuk dilaksanakan. Berikut

dikemukakan praktik penyelenggaraan Perda Badung 3/2007 yang diperoleh

melalui wawancara dengan SKPD terkait di Kabupaten Badung.

Tabel 5.12. Praktik Penyelenggaraan Perda Badung 3/2007

44

PERTANYAAN JAWABAN ANOTASI

1. Praktik

penyelenggaraan

Perda Badung

3/2007.

1) Pasal 2 ayat (5) Perda

Badung 3/2007: Jumlah Perangkat Desa

sebagaimana dimaksud

pada ayat (4)

disesuaikan dengan

kebutuhan dan kondisi

budaya masyarakat

Jumlah perangkat desa di

Kabupaten Badung adalah sama, yg terdiri dari: 1 (satu) orang

Kepala Desa; 1 (satu) orang

Sekretaris Desa; dan 5 (lima)

orang Kepala Urusan sebagai

pelaksana teknis yang terdiri atas

Kaur Umum, Kaur Keuangan,

Pelaksanaan sesuai

dengan Perda Badung 3/2007

44

Wawancara dengan pejabat di BPMD Kabupaten Badung minggu kedua bulan Oktober

2015.

Page 87: RINGKASAN - UNUD

79

setempat.

Berapa jumlah

perangkat desa di setiap

desa di Badung dan

rinciannya?; Apa yang

dimaksud dengan

Pelaksana Teknis

Lapangan di Badung?;

Apakah setiap Desa

memiliki Pelaksana

Teknis Lapangan?;

Kaur Pembangunan, Kaur Kesra, dan Kaur Pemerintahan.

Sedang untuk Kelian Banjar

Dinas, jumlahnya berbeda sesuai

dengan jumlah Banjar Dinas yang

ada pada masing-masing desa.

2) Pasal 3 ayat (1)

Perda Badung 3/2007:

Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Pemerintah

Desa ditetapkan dengan

Peraturan Desa. Apakah

setiap Desa telah

memiliki Perdes tentang

Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Pemerintah

Desa dan sejak kapan?;

Desa di Kabupaten Badung belum

memiliki Peraturan Desa tentang

Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintahan Desa.

Dalam pelaksanaannya langsung

mengacu pada Perda No. 3/2007.

Pelaksanaan tidak

sesuai dengan Perda

Badung 3/2007,

karena Organisasi

dan Tata Kerja

Pemerintah Desa

tidak ditetapkan

dengan Peraturan

Desa. Akan tetapi

langsung

mendasarkan Perda

Badung 3/2007.

3) Pasal 4 Perda Badung

3/2007: Susunan

Organisasi

Pemerintahan Desa

sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3

dilaporkan oleh

Perbekel kepada Bupati

melalui Camat. Apakah ada Perbekel yang tidak

melaporkan Susunan

Organisasi

Pemerintahan Desa

kepada Bupati melalui

Camat?

Perbekel melaporkan Susunan

Organisasi Pemerintahan Desa

kepada Bupati melalui Camat.

Semua Perbekel melaporkan

Susunan Organisasi Pemerintahan

Desa kepada Bupati melalui

Camat.

Telah sesuai dengan

Perda 3/2007. Perlu

dipertimbangkan

tentang pengaturan

bentuk dan tata cara

pelaporannya untuk

diatur dalam perda

yang akan dibentuk.

4) Hal lainnya:

Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Perbekel?;

Kewajiban Perbekel?;

Larangan Perbekel?;

tugas Perangkat Desa?; tugas Kepala Urusan?;

tugas Kelian Banjar

Dinas?

[tidak ada jawaban] Perlu dipertegas

pengaturan tentang

tugas, wewenang,

dan larangan

Perbekel dan Kelian

Banjar Dinas dalam perda yang akan

dibentuk.

5) Dalam melaksanakan

tugasnya Perbekel dan

Perangkat Desa

menerapkan prinsip

koordinasi dan

Koordinasi dan sinkronisasi

belum sepenuhnya dapat

dilakukan secara optimal,

khususnya antara Perbekel dengan

Kelian Banjar Dinas.

Perlu pendalaman

tentang

“ketidakloyalan

Kelian Banjar Dinas

kepada Perbekel”

Page 88: RINGKASAN - UNUD

80

sinkronisasi; bagaimana pelaksanaannya?

Salah satu penyebabnya adalah ada pada ketidak loyalan Kelian

Banjar Dinas kepada Perbekel,

karena Kelian Banjar Dinas

merasa bahwa duduknya sebagai

Kelian Banjar Dinas adalah

karena melalui pemilihan

langsung oleh warganya.

Walaupun pengangkatannya

diusulkan oleh Perbekel.

Perlu pengaturan

tentang bentuk

koordinasi dan

sinkronisasi antara

Perbekel dan

Perangkat Desa

dalam menjalankan

tugasnya.

2. Kondisi yang ada

pada penyelengga-raan

pemerintahan desa

setelah Perda Badung

3/2007 kehilangan dasar

hukumnya, sebagai

akibat adanya reformasi

kebijakan desa.

1) Apakah Perda

Badung 3/2007 masih

digunakan dalam

penyusunan organisasi

dan tata kerja

pemerintahan desa?

2) Dalam hal masih digunakan, apakah

disesuaikan dengan UU

6/2014 dan peraturan

pelaksanaannya?

Oleh karena belum ada Perda

yang baru maka Perda 3/2007

masih tetap diberlakukan.

Dalam pelaksanaannya, apabila ada hal yang bertentangan dengan

UU No. 6/2014, PP No. 43/2014,

dan Permendagri yang

berhubungan dengan itu, maka

disesuaikan dengan UU, PP, dan

Permendagri dimaksud.

Sesuai dengan Pasal

119 UU 6/2014 dan

Pasa 157 PP 43/2014.

Perlu dibentuk Perda

untuk menjabarkan

perintah dari UU

6/2004 dan PP No.

43/2014.

Perlu pendalaman

tentang “apabila ada

hal yang

bertentangan dengan

UU No. 6/2014, PP

No. 43/2014,” dan

“maka disesuaikan

dengan UU, PP,”

3) Apakah kondisi

tersebut menimbulkan

masalah dalam

penyelenggaraan

pemerintahan desa?

Permasalahan yang ada adalah,

adanya keinginan dari beberapa

Perbekel yang mengusulkan agar

dalam pengangkatan Sekretaris

Desa dapat diisi oleh salah

seorang Kepala Urusan yang

paling berkompeten (dilihat dari

umur, masa kerja, dan

pengalaman). Usulan ini masih

memerlukan pertimbangan untuk dapat diatur dalam Perda yang

akan dibentuk.

Jawaban tidak

termasuk dalam

ruang lingkup materi

muatan Perda

Badung 3/2007, akan

tetapi perlu

pendalaman untuk

mengetahui

kemungkinan diatur

dalam Perda lain.

3. Permasalahan yang

dihadapi masyarakat

sebagai akibat Perda Badung 3/2007

Page 89: RINGKASAN - UNUD

81

kehilangan dasar hukumnya.

1) Apakah kondisi

tersebut menimbulkan

masalah dalam

masyarakat, khususnya masyarakat desa?.

Adanya keinginan dari beberapa

desa untuk tetap mempertahankan

Kelian Banjar Dinas yang telah

habis masa jabatannya dan tidak dapat diangkat kembali mengingat

batasan umurnya telah melebihi

43 tahun

Jawaban tidak

termasuk dalam

ruang lingkup materi

muatan Perda Badung 3/2007, akan

tetapi perlu

pendalaman untuk

mengetahui

kemungkinan diatur

dalam Perda lain.

2) Apakah kondisi

tersebut menyebabkan

pemerintahan desa tidak

optimal memberikan

pelayanan kepada

masyarakatnya?

Permasalahan seperti

dikemukakan di atas

mengakibatkan tidak optimalnya

pelayanan kepada masyarakat,

karena Kelian Banjar Dinas

tersebut tidak tidak memiliki

dasar hukum untuk menjalankan

tugas sebagai Kelian Banjar

Dinas.

Jawaban tidak

termasuk dalam

ruang lingkup materi

muatan Perda

Badung 3/2007, akan

tetapi perlu

pendalaman untuk

mengetahui

kemungkinan diatur

dalam Perda lain.

3) Apakah masyarakat pernah mengajukan

keluhan terhadap

kondisi tersebut?

Ada keluhan dari masyarakat yang disampaikan dalam rapat-

rapat koordinasi Perbekel dengan

Camat ke BPMD Pemdes.

Sedangkan keluhan dari Kelian

Banjar Dinas, dilakukan melalui

protes/demo yang pernah

dilakukan ke Kantor Bupati, yang selanjutnya ditindak lanjuti

dengan mengajak perwakilan

Kelian Banjar Dinas berkonsultasi

ke Dirjen PMD pada Kementerian

Dalam Negeri.

Jawaban tidak termasuk dalam

ruang lingkup materi

muatan Perda

Badung 3/2007, akan

tetapi perlu

pendalaman untuk

mengetahui

kemungkinan diatur

dalam Perda lain.

Masalah tersebut

menyangkut

pengangkatan

perangkat desa.

Praktik penyelenggaraan dan kondisi yang ada adalah tidak bekerjanya

Pasal 3 ayat (1) Perda Badung 3/2007 yang menentukan Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Sekaligus ini

merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya.

Permasalahannya adalah Desa di Kabupaten Badung belum � tepatnya

adalah tidak � memiliki Peraturan Desa tentang Susunan Organisasi dan Tata

Page 90: RINGKASAN - UNUD

82

Kerja Pemerintahan Desa. Sekalipun tidak memiliki Peraturan Desa, Desa-desa di

Badung langsung mengacu pada Perda No. 3/2007 dan menetapkan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

Permasalahan tersebut kemungkinan akan terulang lagi dalam periode

berlakunya pengaturan yang baru. Oleh karena itu perlu dirumuskan ketentuan

berkenaan dengan mekanisme pelaksanaan dan evaluasi atau strategi

implementasi dalam peraturan yang baru.

Data penting lainnya baik di Badung maupun di Denpasar adalah tentang

belum ada Perda yang baru, maka Perda 3/2007 masih tetap diberlakukan. Ini juga

menjadi faktor sosiologis yang pendorong perlunya dibuat Perda yang baru tentang

Pedoman SOTK Pemdes, sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah memiliki

koherensi dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014.

Berdasarkan uraian tersebut, terdapat kebutuhan untuk menyesuaikan

Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa (yang selama ini ditetapkan dengan Perda Badung 3/2007)

dengan UU 6/2014 berikut peraturan pelaksanaannya. Kebutuhan itu pada

dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil

guna, maka perlu adanya pengaturan tentang penyusunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa.

Hal tersebut menimbulkan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa, yakni kebutuhan akan adanya pengaturan tentang pedoman struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

Ketiga, landasan yuridis menggambarkan upaya mengatasi permasalahan

hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

Page 91: RINGKASAN - UNUD

83

dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru guna menjamin kepastian

hukum. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain:

a. peraturan yang sudah ketinggalan;

b. peraturan yang tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru;

c. peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih;

d. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai;

e. jenis peraturan yang lebih rendah dari yang seharusnya sehingga daya

berlakunya lemah;

f. peraturan yang menjadi dasar pembentukannya telah tidak berlaku; atau

g. peraturannya memang sama sekali belum ada.

Permasalahan hukum yang dihadapi adalah Perda Badung 3/2007 dan Perda

Denpasar 5/2007 adalah peraturan yang menjadi dasar hukum pembentukannya

(UU 32/2004 dan PP 72/2005) telah tidak berlaku, dan substansi dari Perda

tersebut tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru, UU 6/2014 dan PP 43/2014.

Persoalan tersebut perlu dicermati dengan melakukan studi sinkronisasi (sinkron

atau tidak sinkron) dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014.

Tabel 5.13. Sinkronisasi Perda Badung 3/2007 dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014

ISI PERDA BADUNG 3/2007 ANOTASI

BAB II SUSUNAN

ORGANISASI

Pasal 2

(1) Pemerintahan Desa terdiri

dari: a. Pemerintah Desa;

b. BPD.

(2) Pemerintah Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a terdiri dari :

a. Perbekel;

b. Perangkat Desa.

(3) Perangkat Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b

1. Pasal 2 ayat (1) Perda 3/2007 tidak sinkron

dengan UU 6/2014, yang dalam Pasal 23

menentukan: “Pemerintahan Desa

diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

2. Pasal 2 ayat (2) Perda 3/2007 tidak sinkron dengan UU 6/2014, yang dalam Pasal 25

menentukan: Pemerintah Desa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala

Desa atau yang disebut dengan nama lain

dan dibantu oleh perangkat Desa atau

disebut dengan nama lain.

3. Pasal 2 ayat (3) Perda 3/2007 tidak sinkron

dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, karena:

a. Perangkat Desa menurut Pasal 48 UU

Page 92: RINGKASAN - UNUD

84

terdiri dari: a. Sekretaris Desa;

b. Perangkat Desa lainnya.

(4) Perangkat Desa lainnya

sebagimana dimaksud pada ayat

(3) huruf b terdiri dari :

a. Sekretariat Desa;

b. Pelaksana Teknis Lapangan; c. Kelian Banjar Dinas.

(5) Jumlah Perangkat Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi budaya masyarakat

setempat.

(6) BPD sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b, diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Daerah

tersendiri.

6/2014 terdiri dari: secretariat Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana

teknis;

b. Sekretaris Desa tidak merupakan

perangkat Desa, akan tetapi memimpin

sebuah perangkat Desa yang bernama

Sekretariat Desa (Pasal 62 ayat (1) PP

43/2014). c. UU 6/2014 dan PP 43/2014 tidak

mengenal istilah Perangkat Desa

lainnya sebagai bagian dari Perangkat

Desa (Pasal 25, Pasal 48 UU 6/2014,

Pasal 61 PP 43/2014).

4. Pasal 2 ayat (4) Perda 3/2007 tidak sinkron

dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, lihat

catatan 3c di atas.

5. Pasal 2 ayat (5) Perda 3/2007 tidak sinkron

dengan PP 43/2014, sepanjang Perangkat

Desa dimaksudkan sebagai “Pelaksana

teknis” disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi budaya masyarakat setempat. Karena

menurut Pasal 64 ayat (2) PP 43/2014:

Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3

(tiga) seksi.

6. Pasal 2 ayat (6) Perda 3/2007, lihat catatan 1

di atas.

BAB III TATA CARA

PENYUSUNAN STRUKTUR

ORGANISASI

Pasal 3

(1) Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintah Desa ditetapkan

dengan Peraturan desa.

(2) Bagan Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

tercantum dalam Lampiran

Peraturan daerah ini dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah

ini.

Pasal 4

Susunan Organisasi Pemerintahan

Desa sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3 dilaporkan oleh Perbekel kepada Bupati melalui

Camat.

1. Pasal 3 Perda Badung 3/2007, tidak disebut

dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014. Pasal 26

ayat (3) huruf a UU 6/2014 menentukan

dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa

berhak mengusulkan struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa. Tafsirnya adalah

usul dituangkan dalam bentuk Rancangan

Peraturan Desa dan disampaikan Kepala

Desa kepada BPD untuk dibahas dan

disepakati bersama sebagai Peraturan Desa

(Pasal 26 ayat (3) huruf b UU 6/2014 dan

Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa).

2. Pasal 4 Perda Badung 3/2007, tidak disebut

dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014.

Sekalipun demikian, hal itu dapat

diakomodasi dalam kerangka UU 6/2014 dan

PP 43/2014, tepatnya merujuk pada Pasal 27

huruf a UU 6/2014, Pasal 48 huruf a dan Pasal 49 ayat (1) PP 43/2014, yang

menentukan dalam melaksanakan tugas,

kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala

Desa wajib menyampaikan laporan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap

Page 93: RINGKASAN - UNUD

85

akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat 3 bulan setelah

berakhirnya tahun anggaran.

BAB IV TUGAS, WEWENANG,

KEWAJIBAN DAN

LARANGAN

Bagian Kesatu

Tugas dan Wewenang Perbekel

Pasal 5

(1) Perbekal mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan. (2) Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Perbekel mempunyai

wewenang sebagai berikut :

a. memimpin penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;

b. mengajukan rancangan

Peraturan Desa;

c. menetapkan Peraturan Desa

setelah mendapat persetujuan dari

BPD;

d. menyusun dan mengajukan

rancangan Peraturan desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa untuk dibahas dan

ditetapkan bersama BPD;

e. membina kehidupan

masyarakat desa;

f. membina perekonomian

masyarakat desa;

g. mengkoordinasikan

pembangunan desa secara

partisipasif;

h. mewakili desa didalam dan

diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk

mewakilinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan;

dan

i. melaksanakan wewenang lain

sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban Perbekel

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan tugas

1. Pasal 5 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron

dengan Pasal 26 UU 6/2014, karena

beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2)

UU 6/2014 tidak dipenuhi. Pasal 26

dimaksud adalah sebagai berikut (dan yang

tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal):

Pasal 26

(1) Kepala Desa bertugas

menyelenggarakan Pemerintahan Desa,

melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Kepala Desa berwenang:

a. memimpin penyelenggaraan

Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan

perangkat Desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan

Keuangan dan Aset Desa;

d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa;

f. membina kehidupan masyarakat

Desa;

g. membina ketenteraman dan

ketertiban masyarakat Desa;

h. membina dan meningkatkan

perekonomian Desa serta

mengintegrasikannya agar mencapai

perekonomian skala produktif untuk

sebesar-besarnya kemakmuran

masyarakat Desa;

i. mengembangkan sumber

pendapatan Desa;

j. mengusulkan dan menerima

pelimpahan sebagian kekayaan

negara guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa;

k. mengembangkan kehidupan sosial

budaya masyarakat Desa;

l. memanfaatkan teknologi tepat

guna; m. mengoordinasikan Pembangunan

Desa secara partisipatif;

n. mewakili Desa di dalam dan di luar

pengadilan atau menunjuk kuasa

hukum untuk mewakilinya sesuai

Page 94: RINGKASAN - UNUD

86

dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, Perbekel

mempunyai kewajiban :

a. memegang teguh dan

mengamalkan Pancasila,

melaksanakan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta mempertahankan dan memeliha

keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan

masyarakat;

c. memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat;

d. melaksanakan kehidupan

demokrasi;

e. melaksanakan prinsip tata

pemerintahan desa yang bersih

dan bebas dari kolusi, korupsi,

dan nepotisme;

f. menjalin hubungan kerja

dengan seluruh mitra kerja

pemerintah desa;

g. mentaati dan menegakkan

seluruh peraturan perundang-

undangan;

h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa

yang baik;

i. melaksanakan dan

mempertanggungjawab-kan

pelaksanaan keuangan desa;

j. melaksanakan urusan yang

menjadi kewenangan desa; k. mendamaikan perselisihan

masyarakat di desa;

l. membina, mengayomi dan

melestarikan nilai-nilai sosial

budaya dan adat istiadat;

m. memberdayakan masyarakat

dan kelembagaan di desa;

n. mengembangkan potensi

sumber daya alam dan

melestarikan lingkungan hidup;

o. membina kerukunan antar umat

beragama di desa.

(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perbekel

mempunyai kewajiban untuk

memberi laporan penyelenggaraan

pemerintahan desa kepada Bupati,

memberikan keterangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

o. melaksanakan wewenang lain yang

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2. Pasal 6 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak

sinkron dengan Pasal 26 UU 6/2014, karena

beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014 tidak dipenuhi. Pasal 26

dimaksud adalah sebagai berikut (dan yang

tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal):

Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014: Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila, melaksanakan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, serta mempertahankan dan

memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan Bhinneka

Tunggal Ika;

b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Desa;

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban

masyarakat Desa;

d. menaati dan menegakkan peraturan

perundang-undangan;

e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan

Desa yang akuntabel, transparan,

profesional, efektif dan efisien, bersih,

serta bebas dari kolusi, korupsi, dan

nepotisme;

g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di

Desa;

h. menyelenggarakan administrasi

Pemerintahan Desa yang baik;

i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;

j. melaksanakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Desa;

k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di

Desa;

l. mengembangkan perekonomian

masyarakat Desa;

m. membina dan melestarikan nilai sosial

budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga

kemasyarakatan di Desa;

o. mengembangkan potensi sumber daya

alam dan melestarikan lingkungan hidup;

dan

Page 95: RINGKASAN - UNUD

87

pertanggungjawaban kepada BPD serta menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan

desa kepada masyarakat;

(3) Laporan peyelenggaraan

pemerintahan desa sebagaiaman

dimaksud pada ayat (2)

disampaikan kepada Bupati melalui Camat 1 (satu) kali dalam

1 (satu) tahun.

(4) Laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada BPD

sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) disampaikan 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) tahun dalam

musyawarah BPD.

(5) Menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan

desa kepada masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dapat berupa selebaran yang

ditempelkan pada papan

pengumuman atau diinformasikan

secara lisan dalam berbagai

pertemuan masyarakat Desa, radio

komunitas atau media lainnya.

(6) Laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Bupati sebagai dasar

melakukan evaluasi

penyelenggaraan pemerintahan

desa dan sebagai bahanpembinaan

lebih lanjut.

(7) Laporan akhir masa jabatan

Perbekel disampaikan kepada Bupati melalui Camat dan kepada

BPD.

Bagian Ketiga

Larangan Perbekel

Pasal 7

Perbekel dilarang :

a. menjadi pengurus partai

politik;

b. merangkap jabatan sebagai

ketua dan/atau anggota BPD dan

lembaga kemasyarakatan di desa

bersangkutan; c. merangkap jabatan sebagai

anggota DPRD;

d. terlibat dalam kampanye

pemilighan umum, pemilihan

presiden, dan pemilihan kepala

p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

3. Pasal 6 ayat (2) Perda Badung 3/2007

sinkron dengan Pasal 27 UU 6/2014, yang

menentukan: Dalam melaksanakan tugas,

kewenangan, hak, dan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:

a. menyampaikan laporan penyelenggaraan

Pemerintahan Desa setiap akhir tahun

anggaran kepada Bupati/Walikota;

b. menyampaikan laporan penyelenggaraan

Pemerintahan Desa pada akhir masa

jabatan kepada Bupati/Walikota;

c. memberikan laporan keterangan

penyelenggaraan pemerintahan secara

tertulis kepada Badan Permusyawaratan

Desa setiap akhir tahun anggaran; dan

d. memberikan dan/atau menyebarkan

informasi penyelenggaraan pemerintahan

secara tertulis kepada masyarakat Desa

setiap akhir tahun anggaran.

4. Perda Badung 3/2007, khususnya BAB IV

TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN

DAN LARANGAN, tidak memuat materi

hak kepala Desa. UU 6/2014, Pasal 26 (3)

menentukan: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala

Desa berhak:

a. mengusulkan struktur organisasi dan tata

kerja Pemerintah Desa;

b. mengajukan rancangan dan menetapkan

Peraturan Desa;

c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang

sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d. mendapatkan pelindungan hukum atas

kebijakan yang dilaksanakan; dan

e. memberikan mandat pelaksanaan tugas

dan kewajiban lainnya kepada perangkat

Desa.

5. Pasal 7 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron

dengan Pasal 29 UU 6/2014, karena

beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4)

UU 6/2014 tidak dipenuhi. Pasal 29

dimaksud adalah sebagai berikut (dan yang

tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal): Pasal 29

Kepala Desa dilarang:

a. merugikan kepentingan umum;

b. membuat keputusan yang

menguntungkan diri sendiri, anggota

Page 96: RINGKASAN - UNUD

88

daerah; e. merugikan kepentingan umum,

meresahkan sekelompok

masyarakat, dan

mendiskriminasikan warga atau

golongan masyarakat lain;

f. melakukan kolusi, korupsi,

dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak

lain yang dapat mempengaruhi

keputusan atau tindakan yang

akan dilakukannya;

g. menyalahgunakan wewenang;

dan

h. melanggar sumpah/janji

jabatan.

Bagian Keempat

Perangkat Desa

Pasal 8

(1) Perangkat Desa bertugas

membantu Perbekel dalam

melaksanakan tugas dan

wewenangnya.

(2) Dalam melaksanakan

tugasnya, Perangkat desa

sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertanggungjawab kepada Perbekel.

Pasal 9

(1) Sekretaris Desa berkedudukan

sebagai unsur staf pembantu

Perbekel dan memimpin

Sekretariat Desa. (2) Sekretaris Desa diisi dari

Pegawai Negeri Sipil yang

memenuhi persyaratan, yaitu :

a. berpendidikan paling rendah

lulusan SMU atau sederajat;

b. mempunyai pengetahuan

tentang teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan

dibidang administrasi keuangan

dan dibidang perencanaan;

d. mempunyai pengalaman

dibidang administrasi keuangan

dan dibidang perencanaan; e. memahami sosial budaya

masyarakat setempat; dan

f. bersedia tinggal di desa yang

bersangkutan.

(3) Sekretaris Desa sebagaimana

keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;

c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak,

dan/atau kewajibannya;

d. melakukan tindakan diskriminatif

terhadap warga dan/atau golongan

masyarakat tertentu;

e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;

f. melakukan kolusi, korupsi, dan

nepotisme, menerima uang, barang,

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat

memengaruhi keputusan atau tindakan

yang akan dilakukannya;

g. menjadi pengurus partai politik;

h. menjadi anggota dan/atau pengurus

organisasi terlarang;

i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau

anggota Badan Permusyawaratan Desa,

anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang

ditentukan dalam peraturan perundangan-

undangan;

j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau

pemilihan kepala daerah;

k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga

puluh) hari kerja berturut-turut tanpa

alasan yang jelas dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan. 6. Semestinya dalam Perda tentang Pedoman

Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintah Desa tidak memuat

kewajiban dan larangan yang

pelanggarannya dapat dikenakan sanksi,

mengingat kewenangan pengenaan sanksi

berada pada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota (lihat Pasal 115 huruf n UU

6/2014).

7. Pasal 8 Perda Badung 3/2007 sinkron dengan

Pasal 61 ayat (2) PP 43/2014 yang

menentukan perangkat Desa berkedudukan

sebagai unsur pembantu kepala Desa, namun tidak menentukan perangkat Desa

bertanggung jawab kepada kepala Desa,

8. Pasal 9 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron

dengan Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014 yang

tidak mensyaratkan “Sekretaris Desa diisi

Page 97: RINGKASAN - UNUD

89

dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah atas nama

Bupati.

(4) Sekretaris Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

mempunyai tugas :

a. memberikan saran dan

pendapat kepada Perbekel; b. memimpin,

mengkoordinasikan, dan

mengendalikan serta mengawasi

semua unsur serta kegiatan

Sekretaris Desa;

c. memberikan informasi

mengenai keadaan desa dan

Sekretaris Desa;

d. merumuskan kegiatan Perbekel;

e. melaksanakan urusan surat

menyurat, kearsipan, dan laporan;

f. mengadakan dan melaksanakan

persiapan rapat dan mencatat

hasil-hasil rapat;

g. menyusun anggaran

pendapatan dan belanja desa;

h. mengadakan kegiatan

inventarisasi (mencatat,

mengawasi, dan memelihara)

kekayaan desa; i. melaksanakan kegiatan

admimistrasi pemerintahan desa

sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

j. melaksanakan tugas lain yang

diberikan oleh atasan.

Pasal 10

(1) Kepala Urusan berkedudukan

sebagai unsur pembantu

Sekretaris Desa dalam bidang

tugasnya.

(2) Kepala Urusan mempunyai

tugas melaksanakan kegiatan

kesekretariatan desa dalam bidang

tugasnya.

(3) Kepala Urusan dalam

melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud pada ayat (2)

mempunyai fungsi : a. Melaksanakan kegiatan-

kegiatan urusan pemerintahan,

umum, keuangan, pembangunan

dan kesejahteraan rakyat sesuai

bidang tugasnya masing-masing;

dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan”. Pasal 65 ayat (2) juga

menentukan untuk menjadi perangkat Desa

(termasuk Sekretaris Desa) memenuhi

persyaratan “berusia 20 (dua puluh) tahun

sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun”

dan “terdaftar sebagai penduduk Desa dan

bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”.

9. Pasal 10 Perda Badung 3/2007 berkenaan

dengan Kepala Urusan, tentang hal ini Pasal

62 ayat (3) PP 43/2014 menentukan

ketentuan mengenai bidang urusan diatur

dengan Peraturan Menteri. Sampai saat

naskah akademik ini dibuat belum ditemukan

Peraturan Menteri tersbut. Selebihnya, Pasal

10 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak

sinkron dengan Pasal 62 ayat (1) PP 43/2014

yang menentukan Sekretariat Desa dipimpin

oleh sekretaris Desa dibantu unsur staf

secretariat, yakni bidang urusan, yang

bertugas membantu kepala Desa dalam

bidang administrasi pemerintahan (dan

bukan sebagai unsur pembantu Sekretaris

Desa dalam bidang tugasnya).

10. Pasal 11 Perda Badung 3/2007 berkenaan

dengan pelaksana teknis, tentang hal ini Pasal 64 ayat (3) PP 43/2014 menentukan

ketentuan mengenai pelaksana teknis diatur

dengan Peraturan Menteri. Sampai saat

naskah akademik ini dibuat belum ditemukan

Peraturan Menteri tersbut. Selebihnya, Pasal

11 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak

sinkron dengan Pasal 64 ayat (1) PP 43/2014 yang menentukan pelaksana teknis

merupakan unsur pembantu kepala Desa

sebagai pelaksana tugas operasional (dan

bukan sebagai staf teknis Perbekel dalam

bidang tugasnya).

12. Pasal 12 Perda Badung 3/2007 berkenaan

dengan Kelian Banjar Dinas (pelaksana

kewilayahan), tidak sinkron dengan Pasal 63

ayat (1) PP 43/2014 yang menentukan

pelaksana kewilayahan merupakan unsur

pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas

kewilayahan (dan bukan berkedudukan

sebagai staf operasional Perbekel di wilayah kerjanya).

13. Tugas-tugas sekretaris Desa, bidang urusan,

pelaksana teknis, dan pelaksana

kewilayahan, yang dalam kerangka UU

6/2014 belum ada pengaturannya,

Page 98: RINGKASAN - UNUD

90

b. Memberikan pelayanan administrasi kepada Sekretaris

desa.

Pasal 11

(1) Pelaksana Teknis Lapangan

berkedudukan sebagai staf teknis

Perbekel dalam bidang tugasnya.

(2) Pelaksana Teknis Lapangan mempunyai tugas membantu

perbekel dalam melaksanakan

tugasnya yang bersifat teknis.

(3) Pelaksana Teknis Lapangan

dalam melaksnakan tugas

sebagaiman dimaksud pada ayat

(2) mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan kegiatan-

kegiatan yang bersifat teknis;

b. Memberikan pelayanan dan

pertimbangan teknis kepada

Perbekel.

Pasal 12

(1) Kelian Banjar Dinas

berkedudukan sebagai staf

operasional Perbekel di wilayah

kerjanya.

(2) Kelian Banjar Dinas

mempunyai tugas untuk

melaksanakan kegiatan Perbekel dalam kepemimpinan Perbekel di

wilayah kerjanya.

(3) Kelian Banjar Dinas dalam

melaksanakan tugas

sebagaiamana dimaksud pada ayat

(2) mempunyai tugas :

a. Melakukan kegiatan Pemerintahan, Pembangunan dan

ketertiban masyarakat di wilayah

kerjanya;

b. Melaksanakan Peraturan Desa

di wilayah kerjanya;

c. Melaksanakan kebijakan

Perbekel di wilayah kerjanya.

pengaturan tugas-tugas dimaksud yang dirumuskan dalam Perda Badung 3/2007

dapat dipertimbangkan menjadi bahan

pengaturan dalam Perda Badung yang baru,

antara lain dengan melakukan FGD dengan

SKPD terkait dan para pemangku

kepentingan.

BAB V HUBUNGAN KERJA

Pasal 13

Dalam melaksanakan tugasnya

Perbekel dan Perangkat Desa menerapkan prinsip koordinasi

dan sinkronisasi.

1. Dalam hal yang dimaksud dengan

“hubungan kerja” itu adalah hubungan kerja

antara komponen-komponen Pemerintah

Desa, maka hubungan kerjanya adalah hubungan subordinasi atau atas-bawahan.

2. Berdasarkan Pasal 4 huruf e UU 6/2014 yang

menentukan pengaturan Desa bertujuan

“membentuk Pemerintahan Desa yang

professional, efisien dan efektif, terbuka,

Page 99: RINGKASAN - UNUD

91

serta bertanggung jawab”, maka hubungan kerja dimaksud hendaknya menerapkan

prinsip professional, efisien dan efektif,

terbuka, serta bertanggung jawab.

BAB VI KETENTUAN

PERALIHAN

Pasal 14

Dengan berlakunya peraturan

daerah ini, susunan organisasi

pemerintah desa yang sudah ada

masih tetap berlaku, sampai

ditetapkan yang baru sesuai

dengan Peraturan daerah ini.

Pasal 14 Perda Badung 3/2007 sinkron dengan

kaidah teknik penyusunan peraturan perundang-

undangan, sebagaimana ditentukan dalam angka

127 Lampiran II UU 12/2011, perihal Teknik

Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan

(vide Pasal 64 UU 12/2011), yakni:

Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian

pengaturan tindakan hukum atau hubungan

hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap

Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang

bertujuan untuk:

a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;

b. menjamin kepastian hukum;

c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak

yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional

atau bersifat sementara.

Meski demikian, sebaiknya diberikan batas

waktu ditetapkannya “susunan organisasi

pemerintah desa” yang sesuai dengan Perda

yang baru.

BAB VI KETENTUAN

PENUTUP

Pasal 15

Hal-hal lain yang belum diatur

dalam Peraturan Daerah ini, diatur

lebih lanjut dengan Peraturan

Bupati.

Pasal 16

Pada saat Peraturan Daerah ini

mulai berlaku, maka Peraturan

Daerah Kabupaten Badung

Nomor 7 Tahun 2001 tentang

Susunan Organisasi Pemerintah

Desa dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Pasal 17

Peraturan Daerah ini mulai

berlaku pada tanggal

diundangkan.

1. Pasal 15 Perda Badung 3/2007 menyalahi

kaidah teknik penyusunan peraturan

perundang-undangan, sebagaimana

ditentukan dalam angka 210 Lampiran II UU

12/2011, perihal Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-Undangan (vide Pasal

64 UU 12/2011). Angka 210 tersebut

menentukan:

Dalam pendelegasian kewenangan mengatur

tidak boleh adanya delegasi blangko.

Contoh 1:

Pasal …

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam

Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Contoh 2:

Qanun Kabupaten Aceh Jaya Nomor 4 Tahun

2010 tentang Pembentukan Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Badan

Penanggulangan Bencana Daerah

Pasal 24

Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini

sepanjang pengaturan pelaksanaannya, diatur

Page 100: RINGKASAN - UNUD

92

dengan Peraturan Bupati.

2. Pasal 16 dan Pasal 17 Perda Badung 3/2007

sinkron dengan kaidah teknik penyusunan

peraturan perundang-undangan, sebagaimana

ditentukan dalam angka 137 Lampiran II

UU 12/2011, perihal Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-Undangan (vide Pasal 64 UU 12/2011), yakni:

Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat

ketentuan mengenai:

a. penunjukan organ atau alat kelengkapan

yang melaksanakan Peraturan

Perundang-undangan;

b. nama singkat Peraturan Perundang-

undangan;

c. status Peraturan Perundang-undangan

yang sudah ada; dan

d. saat mulai berlaku Peraturan

Perundang-undangan.

Sumber: Diolah dari Perda Badung 3/2007, UU 6/2014, UU 12/2011, dan PP

43/2014.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, Perda Badung 3/2007 telah tidak

sesuai dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, oleh karena itu Perda Badung 3/2007

perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan dan pernyataan tidak

berlaku itu dirumuskan dalam Perda Badung yang hendak dibentuk ini.

Berikut studi sinkronisasi (sinkron atau tidak sinkron) dengan UU 6/2014

dan PP 43/2014 untuk mencermati persoalan tersebut.

Tabel 5.14.

Sinkronisasi Perda Denpasar 5/2007 dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014

ISI PERDA DENPASAR 5/2007 ANOTASI

BAB II SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 2

(1) Organisasi Pemerintahan Desa

terdiri dari:

a. Pemerintah Desa;

b. BPD.

(2) Pemerintah Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari :

a. Kepala Desa; dan

b. Perangkat Desa.

(3) Perangkat Desa sebagaimana

1. Pasal 2 ayat (1) Perda Denpasar 5/2007

tidak sinkron dengan UU 6/2014, yang

dalam Pasal 23 menentukan:

“Pemerintahan Desa diselenggarakan

oleh Pemerintah Desa.

2. Pasal 2 ayat (2) Perda Denpasar 5/2007

tidak sinkron dengan UU 6/2014, yang

dalam Pasal 25 menentukan: Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23 adalah Kepala Desa atau yang disebut

dengan nama lain dan dibantu oleh

perangkat Desa atau disebut dengan

Page 101: RINGKASAN - UNUD

93

dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri dari:

a. Sekretaris Desa; dan

b. Perangkat Desa lainnya.

(4) Perangkat Desa lainnya terdiri

dari :

a. Kepala Urusan;

b.Kepala Dusun; c. Pelaksana Teknis Lapangan.

(5) Jumlah Perangkat Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi sosial budaya masyarakat

setempat.

Pasal 3

(1) Susunan Organisasi Pemerintah

Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ditetapkan dalam Peraturan

desa.

(2) Dalam Peraturan Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilampirkan bagan susunan

organisasi Pemerintahan Desa..

nama lain. 3. Pasal 2 ayat (3) Perda Denpasar 5/2007

tidak sinkron dengan UU 6/2014 dan PP

43/2014, karena:

a. Perangkat Desa menurut Pasal 48

UU 6/2014 terdiri dari: sekretariat

Desa, pelaksana kewilayahan, dan

pelaksana teknis; b. Sekretaris Desa tidak merupakan

perangkat Desa, akan tetapi

memimpin sebuah perangkat Desa

yang bernama Sekretariat Desa

(Pasal 62 ayat (1) PP 43/2014).

c. UU 6/2014 dan PP 43/2014 tidak

mengenal istilah Perangkat Desa

lainnya sebagai bagian dari

Perangkat Desa (Pasal 25, Pasal 48

UU 6/2014, Pasal 61 PP 43/2014).

4. Pasal 2 ayat (4) Perda Denpasar 5/2007

tidak sinkron dengan UU 6/2014 dan PP

43/2014, lihat catatan 3c di atas.

5. Pasal 2 ayat (5) Perda Denpasar 5/2007

tidak sinkron dengan PP 43/2014,

sepanjang Perangkat Desa dimaksudkan

sebagai “Pelaksana teknis” disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi budaya

masyarakat setempat. Karena menurut

Pasal 64 ayat (2) PP 43/2014: Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga)

seksi.

6. Pasal 3 Perda Denpasar 5/2007, tidak

disebut dalam UU 6/2014 dan PP

43/2014. Pasal 26 ayat (3) huruf a UU

6/2014 menentukan dalam melaksanakan

tugasnya, Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata

kerja Pemerintah Desa.

Tafsirnya adalah usul dituangkan dalam

bentuk Rancangan Peraturan Desa dan

disampaikan Kepala Desa kepada BPD

untuk dibahas dan disepakati bersama

sebagai Peraturan Desa (Pasal 26 ayat (3)

huruf b UU 6/2014 dan Pasal 6 Peraturan

Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia Nomor 111 Tahun 2014

tentang Pedoman Teknis Peraturan Di

Desa).

BAB III TATA PEMERINTAHAN

DESA

Bagian Pertama perihal Tugas,

Wewenang, Kewajiban dan Hak

1. Pasal 4 Perda Denpasar 5/2007 tidak

sinkron dengan Pasal 26 UU 6/2014,

karena beberapa ketentuan dalam Pasal

26 ayat (2) UU 6/2014 tidak dipenuhi.

Pasal 26 dimaksud adalah sebagai berikut

Page 102: RINGKASAN - UNUD

94

Kepala Desa. Pasal 4

(1) Kepala Desa mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan.

(2) Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai wewenang:

a. mengajukan rancangan peraturan

desa;

b. menetapkan peraturan desa yang

telah mendapat persetujuan bersama

BPD;

c. memimpin penyelenggaraan

pemerintahan desa berdasarkan

kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

d. menyusun dan mengajukan

rancangan peraturan desa mengenai

APB Desa untuk dibahas dan

ditetapkan bersama BPD;

e. membina kehidupan masyarakat

desa;

f. membina perekonomian desa;

g. mengkoordinasikan pembangunan

desa secara partisipatif:

h. mewakili desanya didalam dan luar pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan; dan

i. melaksanakan wewenang lain

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 5

(1) Dalam melaksanakan tugas dan

wewenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 Kepala Desa

mempunyai kewajiban :

a. memegang teguh dan

mengamalkan Pancasila,

melaksanakan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta mempertahankan

dan memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahtraan

masyarakat

c. memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat

d. melaksanakan kehidupan

(dan yang tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal):

Pasal 26

(1) Kepala Desa bertugas

menyelenggarakan Pemerintahan

Desa, melaksanakan Pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan

Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa.

(2) Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Kepala Desa berwenang:

a. memimpin penyelenggaraan

Pemerintahan Desa;

b. mengangkat dan memberhentikan

perangkat Desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan

Keuangan dan Aset Desa;

d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa;

f. membina kehidupan masyarakat

Desa;

g. membina ketenteraman dan

ketertiban masyarakat Desa;

h. membina dan meningkatkan

perekonomian Desa serta

mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala

produktif untuk sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat Desa;

i. mengembangkan sumber

pendapatan Desa;

j. mengusulkan dan menerima

pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa;

k. mengembangkan kehidupan sosial

budaya masyarakat Desa;

l. memanfaatkan teknologi tepat

guna;

m. mengoordinasikan Pembangunan

Desa secara partisipatif;

n. mewakili Desa di dalam dan di luar

pengadilan atau menunjuk kuasa

hukum untuk mewakilinya sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2. Pasal 5 ayat (1) Perda Denpasar 5/2007

Page 103: RINGKASAN - UNUD

95

demokrasi; e. melaksanakan prinsip tata

pemerintahan desa yang bersih dan

bebas dari Kolusi, Korupsi dan

Nepotisme;

f. menjalin hubungan kerja dengan

seluruh mitra kerja pemerintahan

Desa; g. mentaati dan menegakan seluruh

peraturan perundang-undangan;

h. menyelenggarakan administrasi

pemerintahan Desa yang baik;

i. melaksanakan dan

mempertanggung jawabkan

pengelolaan keuangan Desa;

j. melaksanakan urusan yang menjadi

kewenangan Desa;

k. mendamaikan perselisihan

masyarakat di Desa;

l. mengembangkan pendapatan

masyarakat dan Desa;

m. membina, mengayomi dan

melastarikan nilai-nilai sosial budaya

dan adat istiadat;

n. memberdayakan masyarakat dan

kelembagaan di Desa; dan

o. mengembangkan potensi sumber

daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;

(2) Selain kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa

mempunyai kewajiban untuk

memberikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan Desa

kepada Walikota memberikan laporan keterangan pertanggung

jawaban kepada BPD, dan

menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan Desa

kepada masyarakat.

(3) Laporan penyelenggaraan

pemerintah Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan

kepada Walikota melalui Camat 1

(satu) kali dalam satu tahun.

(4) Laporan keterangan pertangung

jawaban kepada BPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam

musyawarah BPD.

(5) Menginformasikan laporan

penyelengaraan pemerintah Desa

kepada masyarakat sebagimana

tidak sinkron dengan Pasal 26 UU 6/2014, karena beberapa ketentuan dalam

Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014 tidak

dipenuhi. Pasal 26 dimaksud adalah

sebagai berikut (dan yang tidak dipenuhi

adalah yang cetak tebal):

Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014: Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa

berkewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila, melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

b. meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa;

c. memelihara ketenteraman dan

ketertiban masyarakat Desa;

d. menaati dan menegakkan peraturan

perundang-undangan;

e. melaksanakan kehidupan demokrasi

dan berkeadilan gender;

f. melaksanakan prinsip tata

Pemerintahan Desa yang akuntabel,

transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi,

korupsi, dan nepotisme;

g. menjalin kerja sama dan koordinasi

dengan seluruh pemangku

kepentingan di Desa;

h. menyelenggarakan administrasi

Pemerintahan Desa yang baik; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;

j. melaksanakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan Desa;

k. menyelesaikan perselisihan

masyarakat di Desa;

l. mengembangkan perekonomian

masyarakat Desa;

m. membina dan melestarikan nilai sosial

budaya masyarakat Desa;

n. memberdayakan masyarakat dan

lembaga kemasyarakatan di Desa;

o. mengembangkan potensi sumber daya

alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan

p. memberikan informasi kepada

masyarakat Desa.

3. Pasal 5 ayat (2) Perda Denpasar 5/2007

Page 104: RINGKASAN - UNUD

96

dimaksud pada ayat (2) dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada

papan pengumuman atau

diinformasikan secara lisan dalam

berbagai pertemuan masyarakat

Desa, radio komunitas atau media

lainya.

(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh

Walikota sebagai dasar melakukan

evaluasi penyelenggaraan Pemerintah

Desa dan sebagai bahan pembinaan

lebih lanjut.

(7) Laporan akhir masa jabatan

Kepala Desa disampaikan kepada

Walikota melalui Camat dan kepada

BPD

Pasal 6

(1) Kepala Desa diberikan

penghasilan tetap setiap bulan dan

/atau tunjangan lainnya sesuai

dengan kemampuan keuangan Desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau

tunjangan lainnya yang diterima

Kepala Desa sebagaimana

dimaksud ayat (1) ditetapkan setiap

tahun dalam APB Desa. (3) Penghasilan tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit

sama dengan Upah Minimum

Regional Kota

Pasal 7

Kepala Desa dilarang: a. menjadi pengurus partai politik;

b. merangkap jabatan sebagai Ketua

dan / atau Anggota BPD dan lembaga

kemasyarakatan di Desa

bersangkutan;

c. merangkap jabatan sebagai

Anggota DPRD;

d. terlibat dalam kampanye

pemilihan umum, pemilihan

Presiden, dan pemilihan Kepala

Daerah;

e. merugikan kepentingan umum,

meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau

golongan masyarakat lain;

f. melakukan Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme, menerima uang barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang

sinkron dengan Pasal 27 UU 6/2014, yang menentukan: Dalam melaksanakan

tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,

Kepala Desa wajib:

a. menyampaikan laporan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa

setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;

b. menyampaikan laporan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa

pada akhir masa jabatan kepada

Bupati/Walikota;

c. memberikan laporan keterangan

penyelenggaraan pemerintahan secara

tertulis kepada Badan

Permusyawaratan Desa setiap akhir

tahun anggaran; dan

d. memberikan dan/atau menyebarkan

informasi penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada

masyarakat Desa setiap akhir tahun

anggaran.

4. Perda Denpasar 5/2007, tidak memuat

materi hak kepala Desa. UU 6/2014,

Pasal 26 (3) menentukan: Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa

berhak:

a. mengusulkan struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintah Desa;

b. mengajukan rancangan dan

menetapkan Peraturan Desa;

c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan

lainnya yang sah, serta mendapat

jaminan kesehatan;

d. mendapatkan pelindungan hukum atas

kebijakan yang dilaksanakan; dan

e. memberikan mandat pelaksanaan tugas

dan kewajiban lainnya kepada

perangkat Desa.

4. Semestinya dalam Perda tentang Pedoman

Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintah Desa tidak memuat

kewajiban dan larangan yang pelanggarannya dapat dikenakan sanksi, mengingat

kewenangan pengenaan sanksi berada pada

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (lihat

Pasal 115 huruf n UU 6/2014).Jadi, tidak

relevan sebagai pedoman bagi pemerintahan

Page 105: RINGKASAN - UNUD

97

dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

g. menyalahgunakan wewenang; dan

h. melanggar sumpah / janji jabatan.

Pasal 8

Masa jabatan Kepala Desa adalah 6

(enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali

hanya untuk satu kali masa jabatan

berikutnya.

desa dalam membuat Perdes.

Bagian Kedua

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan

Hak Sekretaris Desa,

Pasal 9

(1) Sekretaris Desa diisi dari Pegawai

Negeri Sipil memenuhi

persyaratan,yaitu: a. berpendidikan paling rendah

lulusan Sekolah Menengah Umum

atau sederajat;

b. mempunyai pengetahuan tentang

teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan dibidang

administrasi perkantoran;

d. mempunyai pengalaman dibidang

administrasi keuangan dan dibidang

perencanaan;

e. memahami sosial budaya

masyarakat setempat.

(2) Sekretaris Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh

Sekretaris Kota atas nama Walikota.

1. Pasal 9 Perda Denpasar 5/2007 tidak sinkron dengan Pasal 65 ayat (2) PP

43/2014 yang tidak mensyaratkan

“Sekretaris Desa diisi dari Pegawai

Negeri Sipil yang memenuhi

persyaratan”.

2. Pasal 65 ayat (2) juga menentukan untuk

menjadi perangkat Desa (termasuk Sekretaris Desa) memenuhi persyaratan

“berusia 20 (dua puluh) tahun sampai

dengan 42 (empat puluh dua) tahun” dan

“terdaftar sebagai penduduk Desa dan

bertempat tinggal di Desa paling kurang 1

(satu) tahun sebelum pendaftaran”.

Bagian ketiga

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan

Hak Kepala Urusan.

Pasal 14

(1) Kepala Urusan sebagai unsur

pembantu Kepala Desa dalam bidang

tugasnya.

(2) Kepala urusan mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan

kesekretariatan Desa dalam bidang

tugasnya.

(3) Dalam melaksanakan tugas

Kepala Urusan bertanggungjawab

kepada Kepala Desa melalaui

Sekretaris Desa.

1. Pasal 14 Perda Denpasar 5/2007

berkenaan dengan Kepala Urusan,

tentang hal ini Pasal 62 ayat (3) PP

43/2014 menentukan ketentuan mengenai

bidang urusan diatur dengan Peraturan

Menteri. Sampai saat ini belum

ditemukan Peraturan Menteri tersbut.

2. Selebihnya, Pasal 14 ayat (1) Perda

Denpasar 5/2007 tidak sinkron dengan

Pasal 62 ayat (1) PP 43/2014 yang

menentukan Sekretariat Desa dipimpin

oleh sekretaris Desa dibantu unsur staf

secretariat, yakni bidang urusan, yang

bertugas membantu kepala Desa dalam

bidang administrasi pemerintahan (dan

Page 106: RINGKASAN - UNUD

98

bukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa dalam bidang tugasnya).

Bagian Keempat

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan

Hak Kepala Dusun

Pasal 18

Kepala Dusun mempunyai tugas:

a. membantu Kepala Desa dalam

melaksanakan kegiatan pemerintah,

pembangunan dan ketertiban

masyarakat;

b. melakukan kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan ketertiban masyarakat; dan

c. melaksanakan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa.

Pasal 18 Perda Denpasar 5/2007 berkenaan

dengan Kelian Banjar Dinas (pelaksana

kewilayahan), tidak sinkron dengan Pasal 63

ayat (1) PP 43/2014 yang menentukan

pelaksana kewilayahan merupakan unsur

pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas

kewilayahan.

Sumber: Diolah dari Perda Denpasar 5/2007, UU 6/2014, UU 12/2011, dan PP

43/2014.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, Perda Denpasar 5/2007 telah tidak

sesuai dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, oleh karena itu Perda Denpasar 5/2007

perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan dan pernyataan tidak

berlaku itu dirumuskan dalam Perda Denpasar 5/2007 yang hendak dibentuk ini.

Uraian tersebut menegaskan bahwa Perda Badung 3/2007 dan Perda

Denpasar 5/2007 berada dalam persoalan hukum, yakni peraturan yang tidak

sesuai lagi dengan peraturan yang baru dan peraturan yang menjadi dasar

pembentukannya telah tidak berlaku sehingga kehilangan validitasnya. Oleh

karena itu perlu ada Perda yang baru untuk memberi landasan dan kepastian

hukum bagi kegiatan penetapan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

Keseluruhan uraian mengenai landasan keabsahan berkenaan dengan unsur

filosofis, sosiologis, dan yuridis peraturan daerah tersebut di atas, dapat diringkas

dalam tabel berikut:

Page 107: RINGKASAN - UNUD

99

Tabel 5.15. Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Ranperda tentang Pedoman Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

KATEGORI URAIAN

Filosofis Perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang dituangkan dalam

Peraturan Daerah, sehingga dapat mengarahkan penyusunan struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa pada upaya berperan serta

mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan

dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam

Pembukaan UUD 1945.

Sosiologis Adanya kebutuhan untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang

Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

(yang selama ini ditetapkan dengan Perda Badung 3/2007) dengan

UU 6/2014 berikut peraturan pelaksanaannya.

Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam

rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar dapat

dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya

pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah

desa.

Yuridis Dalam rangka memberikan landasan dan kepastian hukum bagi bagi

pemerintah desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja

pemerintah desa, perlu adanya pedoman penyusunan struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

Simpulan Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam kategori-

kategori di atas, perlu menetapkan peraturan daerah tentang pedoman

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

5.2.2. Pembahasan tentang Karakter Bentuk dan Isi Pengaturan Berkenaan

Dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

Berdasarkan Kebijakan Tentang Desa Tahun 2014

Bagian ini membahas karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan

dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan

tentang Desa tahun 2014.

UU 6/2014 maupun PP 43/2014 tidak memerintahkan dibentuknya

Peraturan Daerah tentang organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa. Akan tetapi,

pembuatan Perda tidaklah semata-mata dilakukan dalam rangka menjabarkan

Page 108: RINGKASAN - UNUD

100

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tapi juga ntuk

menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Perlu memahami UU 12/2011 dan UU 23/2014 berkenaan dengan materi

muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, untuk kemudian memahami dasar

kewenangan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur

dengan atau dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) dan UU 23/2014

mengatur tentang materi muatan Peraturan Daerah sebagai berkut.

Tabel 5.16. Materi muatan Peraturan Daerah Menurut UU 12/2011 dan UU 23/2014

PASAL 14 UU 12/2011 PASAL 236 AYAT (3) DAN

AYAT (4) UU 23/2014

ANOTASI

Materi muatan Perda

Provinsi dan Perda

Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam

rangka:

a. penyelenggaraan

otonomi daerah; dan

b. penyelenggaraan tugas

pembantuan; serta

c. menampung kondisi

khusus daerah;

dan/atau

d. penjabaran lebih lanjut

Peraturan Perundang-

undangan yang lebih

tinggi.

Perda memuat materi

muatan:

a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas

Pembantuan; dan

b. penjabaran lebih lanjut

ketentuan peraturan

perundang-undangan yang

lebih tinggi.

c. dapat memuat materi

muatan lokal sesuai

dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan

1. Menampung kondisi

khusus daerah dan

materi muatan lokal merupakan bawaan

dari asas otonomi

daerah, jadi termasuk

materi muatan yang

digali dari asas

otonomi daerah.

2. Penjabaran lebih

lanjut Peraturan

Perundang-undangan

yang lebih tinggi

merupakan materi

muatan obyektif-

normatif.

Secara obyektif-normatif tidak ada ketentuan yang menentukan struktur

organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota. Artinya, dari sudut “penjabaran lebih lanjut Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi” UU 23/2014 dan PP 43/2014 tidak

Page 109: RINGKASAN - UNUD

101

menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau

dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Materi muatan peraturan daerah tidaklah semata-mata penjabaran lebih

lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”, melainkan juga �

bahkan lebih utama � penyelenggaraan Otonomi Daerah (termasuk menampung

kondisi khusus daerah atau materi muatan lokal) dan Tugas Pembantuan.

UU 23/2014 di dalam Bab IV perihal Urusan Pemerintahan mengatur urusan

pemerintahan dengan klasifikasi urusan pemerintahan absolut, urusan

pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan

absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan

yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah

menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan pemerintahan umum

sebagaimana dimaksud pada adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan (Pasal 9 UU 23/2014).

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri

atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan

Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan

Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan

Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan

Pelayanan Dasar (Pasal 11 UU 23/2014).

Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar

Page 110: RINGKASAN - UNUD

102

meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c.

pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan

pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian

penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan

informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m.

kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q.

perpustakaan; dan r. kearsipan (Pasal 12 ayat (2) UU 23/2014) (cetak tebal dari

peneliti).

Pasal 15 ayat (1) UU 23/2014 menentukan, pembagian urusan

pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta

Daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari UndangUndang ini.

Lampiran huruf M. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa, Sub Urusan 1. Penataan Desa, menentukan

“Penyelenggaraan penataan Desa.” menjadi kewenangan Kabupaten/Kota.

Penataan desa bertujuan: a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan

Pemerintahan Desa; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;

c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas

tata kelola Pemerintahan Desa; dan e. meningkatkan daya saing Desa (Pasal 7 ayat

(3) UU 6/2014).

Tujuan penataan desa tersebut pada dasarnya merupakan tujuan pula dari

pemberian pedoman struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

Berdasarkan pemahaman ini, maka pemberian pedoman struktur organisasi dan

tata kerja pemerintah desa merupala pula kewenangan Kabupaten/Kota yang

Page 111: RINGKASAN - UNUD

103

beada di bawah urusan pemerintahan “pemberdayaan masyarakat dan Desa”,

dengan perkataan lain tercakup dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka eksistensi Perda SOTK

Pemerintah Desa mendapat pembenaran oleh Pasal 236 ayat (3) huruf a UU

23/2014, yakni Perda memuat materi muatan penyelenggaraan Otonomi Daerah.

PengertianOtonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1

angka 6 UU 23/2014). Kewenangan mengatur adalah kewenangan yang melekat

pada Otonomi Daerah.

Ilmu Hukum Perundang-undangan mengenal sumber kewenangan

perundang-undangan yang terbagi atas atribusi dan delegasi. Atribusi adalah

penciptaan kewenangan dan pemberiannya kepada suatu organ. Kewenangan

atribusi adalah kewenangan asli, yang diberikan oleh pembentuk UUD atau

pembentuk UU.45

Berbeda dengan delegasi, yang tidak memuat inisiatif membuat

peraturan mengenai pokok-pokok yang baru, inisiatif untuk membuat peraturan

mengenai pokok-pokok semacam tadi tetap dalam tangan yang mendelegasi:

delegasi, yaitu ”menyelenggarakan”, tidak lain dari pada mengatur untuk

selanjutnya, 46

maka atribusi memuat inisiatif membuat peraturan mengenai

pokok-pokok yang baru.

45

I.C. van de Vlies, 2005, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan,

terjemahan (judul asli: Handboek Wetgeving), Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta. 46

E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Edisi Fotografi.

Page 112: RINGKASAN - UNUD

104

Dikaitkan dengan sumber kewenangan peraturan perundang-undangan

tersebut, maka kewenangan pembuatan Perda untuk menyelenggarakan Otonomi

Daerah merupakan kewenangan atribusi, dan bukan delegasi. Jadi, Perda SOTK

Pemerintah Desa memiliki karakter atribusian.

Pembenaran eksisten Perda SOTK Pemerintah Desa tersebut diperkuat oleh

Pasal 17 ayat (1) UU 23/2014, “Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah

untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah.” Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU 23/2014, “Yang dimaksud dengan

“kebijakan Daerah” dalam ketentuan ini adalah Perda, Perkada, dan keputusan

kepala daerah.”

Eksistensi Perda SOTK Pemerintah Desa adalah memberikan pedoman

kepada Desa dalam menetapkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah

Desa dengan Perdes. Oleh karena itu, di dalam Perda SOTK Pemerintah Desa

perlu ada ketentuan penetapan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa

dengan Perdes dan mengindikasikan adanya keharusan untuk membuat Perdes.

Tanpa, itu maka praktik sebelumnya akan terulang, yakni Desa langsung

menetapkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa dengan tidak

didasarkan pada Perdes.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka karakter bentuk Perdes tentang

SOTK Pemerintah Desa bersifat delegasian, yakni memuat materi muatan

penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi, dalam hal ini penjabaran Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa.

Selain itu juga bersifat imperatif, yakni Pemerintahan Desa memiliki kewajiban

untuk menetapkan SOTK Pemerintah Desa dengan Perdes.

Page 113: RINGKASAN - UNUD

105

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Pasal 13 PP 72/2005

menentukan ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a. tata cara penyusunan struktur organisasi;

b. perangkat; c. tugas dan fungsi; dan d. hubungan kerja.

PP 72/2005 telah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sekali pun

demikian, ketentuan tentang ruang lingkup materi muatan Perda SOTK

Pemerintah Desa tidaklah bertentangan dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, yang

bertentangan adalah isi dari masing-masing unusr materi muatan itu. Hal ini telah

dikemukakan dalam uraian sebelumnya. Dengan demikian, ketentuan tentang

ruang lingkup materi muatan akan dijadikan acuan dalam penyusunan Perda

SOTK Pemerintah Desa. Namun, dengan mengadakan penyesuaian unsur materi

muatan itu dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014.

Salah satu unsur materi muatan Perda SOTK Pemerintah Desa adalah

perangkat. PP 43/2014 menentukan:

1. Perangkat Desa terdiri atas: a. sekretariat Desa; b. pelaksana

kewilayahan; dan c. pelaksana teknis. Perangkat Desa berkedudukan

sebagai unsur pembantu kepala Desa (Pasal 61 PP 43/2014).

2. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf

sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang

administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa paling banyak terdiri atas

3 (tiga) bidang urusan (Pasal 61 PP 43/2014).

Page 114: RINGKASAN - UNUD

106

3. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai

satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan

secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan

kemampuan keuangan Desa (Pasal 63 PP 43/2014).

4. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desasebagai

pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas

3 (tiga) seksi. (Pasal 64 PP 43/2014).

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka karakter isi Perda tentang Pedoman

SOTK Pemerintah Desa bersifat diskresioner, dalam pengertian memberikan

ruang kebebasan kepada Desa untuk menetapkan paling banyak 3 (tiga) bidang

urusan sebagai unsur staf sekretariat Desa dan paling banyak 3 (tiga) seksi

sebagai pelaksana teknis yang merupakan unsur pembantu kepala desa (Pasal 62

ayat (2) Pasal 64 ayat (2) PP 43/2014). Selain itu, jumlah pelaksana kewilayahan

ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan

dan kemampuan keuangan Desa (Pasal 63 ayat (2) PP 43/2014).

Karakter diskresioner tersebut berimplikasi pada karakter isi Perdes tentang

SOTK Pemerintah Desa, yakni bersifat diskresioner, dalam pengertian memiliki

ruang kebebasan untuk menetapkan paling banyak 3 (tiga) bidang urusan sebagai

unsur staf sekretariat Desa dan paling banyak 3 (tiga) seksi sebagai pelaksana

teknis yang merupakan unsur pembantu kepala desa, serta jumlah pelaksana

kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang

dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa.

Page 115: RINGKASAN - UNUD

107

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan uraian mengenai karakter bentuk dan isi

pengaturan tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan dengan

susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa pada masa berlakunya

kebijakan tentang Desa tahun 2004 adalah:

1. Karakter bentuk Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan Desa

berkarakter atribusian, yakni memuat materi muatan penjabaran

lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi, dalam hal ini penjabaran PP 72/2005 dan memuat pokok-

pokok yang baru.

2. Karakter isi Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan Desa

berkarakter diskresioner, dalam hal ini memuat norma diskresi,

yakni memberikan ruang kebebasan kepada Desa untuk menentukan

jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

sosial budaya masyarakat setempat (Pasal 12 ayat (4) PP 72/2005,

Pasal 2 ayat (5) Perda Badung 3/2007, dan Pasal 2 ayat (5) Perda

Denpasar 5/2007). Karakter ini berimplikasi pada karakter isi Perdes

tentang SOTK Pemerintahan Desa, yakni bersifat diskresioner,

dalam pengertian Desa memiliki ruang kebebasan untuk

mementukan jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan

Page 116: RINGKASAN - UNUD

108

dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dengan Peraturan

Desa.

3. Karakter bentuk Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa

berkarakter delegasian, yakni memuat materi muatan penjabaran

lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi, dalam hal ini penjabaran:

1) Pasal 12 ayat (5) PP 72/2005, yang menentukan “Susunan dan

organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan

peraturan desa.”

2) Peraturan Daerah, sebagai contoh Pasal 3 ayat (1) Perda

Badung 3/2007, yang menentukan “Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan desa.”

dan Pasal 3 ayat (1) Perda Denpasar 5/2007, yang menentukan

“Susunan Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ditetapkan dalam Peraturan Desa.”

tanpa memuat pokok-pokok yang baru.

4. Karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa berkarakter

imperatif, yakni Pemerintahan Desa memiliki kewajiban untuk

menetapkan Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa.

5. Praktiknya, Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa tidak pernah

dibentuk.

Kedua, faktor yang menjadi pertimbangan perlunya menetapkan Perda dan

Perdes berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja Pemerintah Desa

berdasarkan kebijakan tentang Desa tahun 2014 adalah:

Page 117: RINGKASAN - UNUD

109

1. Perda Badung 3/2007 ditetapkan berdasarkan pertimbangan yuridis,

dalam pengertian untuk melaksanakan PP 72/2005, dan Perda Denpasar

5/2007 ditetapkan berdasarkan pertimbangan:

a. filosofis, bahwa pemerintahan Desa mempunyai kewenangan

untukmengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga

untukmeningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat;

b. sosiologis, bahwa dalam rangka pemerintahan desa melaksanakan

kewenangan mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah

tangganya, perlu dibentuk organisasi dan tata kerja pemerintahan

desa;

c. yuridis, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang

Desa mengamanatkan pedoman penyusunan organisasi dan tata

kerja pemerintahan desa diatur dengan Peraturan Daerah.

2. Secara normatif pembentukan Perda dalam kerangka UU 6/20014 dan

PP 43/2014 adalah berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan

yuridis:

a. Pertimbangan filosofis, berkenaan dengan mengarahkan

penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa agar

berperan serta mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana

dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

b. Pertimbangan sosiologis, berkenaan dengan adanya kebutuhan

untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman

Page 118: RINGKASAN - UNUD

110

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

sebelumnya dengan UU 6/2014 berikut peraturan pelaksanaannya.

Pemenuihan kebutuhan dapat memberikan kemanfaatan dalam

rangka pelayanan kepada masyarakat agar dapat ditingkatkan

pelaksanaannya secara berdaya guna dan berhasil guna.

c. Pertimbangan yuridis, berkenaan dengan memberikan landasan dan

kepastian hukum bagi bagi pemerintah desa dalam menyusun

struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.

Ketiga, karakter bentuk dan isi Perda dan Perdes berkenaan dengan susunan

organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan tentang Desa

tahun 2014 adalah:

1. Karakter bentuk Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa

bersifat atribusian, yakni memuat materi muatan penyelenggaraan

Otonomi Daerah dan memuat pokok-pokok yang baru.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam pengertian Kabupaten dan

Kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

“pemberdayaan masyarakat dan Desa”, sub urusan Penataan Desa,

yakni penyelenggaraan penataan Desa (Pasal 15 ayat (1) UU

23/2014). Penataan desa bertujuan: a. mewujudkan efektivitas

penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mempercepat peningkatan

kesejahteraan masyarakat Desa; c. mempercepat peningkatan

kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola

Pemerintahan Desa; dan e. meningkatkan daya saing Desa (Pasal 7

ayat (3) UU 6/2014). Hal ini diperkuat oleh Pasal 17 ayat (1) UU

Page 119: RINGKASAN - UNUD

111

23/2014, “Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk

menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah.” Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU 23/2014, “Yang dimaksud

dengan “kebijakan Daerah” dalam ketentuan ini adalah Perda,

Perkada, dan keputusan kepala daerah.”

2. Karakter isi Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa bersifat

diskresioner, dalam pengertian memberikan ruang kebebasan kepada

Desa untuk menetapkan paling banyak 3 (tiga) bidang urusan

sebagai unsur staf sekretariat Desa dan paling banyak 3 (tiga) seksi

sebagai pelaksana teknis yang merupakan unsur pembantu kepala

desa (Pasal 62 ayat (2) Pasal 64 ayat (2) PP 43/2014). Karakter ini

ini berimplikasi pada karakter isi Perdes tentang SOTK

Pemerintahan Desa, yakni bersifat diskresioner, dalam pengertian

memiliki ruang kebebasan untuk menetapkan paling banyak 3 (tiga)

bidang urusan sebagai unsur staf sekretariat Desa dan paling banyak

3 (tiga) seksi sebagai pelaksana teknis yang merupakan unsur

pembantu kepala desa, serta jumlah pelaksana kewilayahan

ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang

dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa.

3. Karakter bentuk Perdes tentang SOTK Pemerintah Desa berkarakter

delegasian, yakni memuat materi muatan penjabaran lebih lanjut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam

hal ini penjabaran Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintah Desa

dan tanpa memuat pokok-pokok yang baru.

Page 120: RINGKASAN - UNUD

112

4. Karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintah Desa berksrskter

imperatif, yakni Pemerintahan Desa memiliki kewajiban untuk

menetapkan SOTK Pemerintah Desa dengan Perdes.

6.2. Saran

Berdasarkan keseluruah uraian mengenai karakter bentuk dan isi pengaturan

tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan kesimpulan tersebut

di atas, diajukan saran sebagai berikut:

4. Sekalipun dari segi isi Perda SOTK Pemerintah Desa dan Perdes SOTK

Pemerintah Desa bersifat diskresioner, namun dari segi bentuk Perdes

SOTK Pemerintah Desa bersifat imperatif, oleh karena itu di dalam

Perda Pedoman SOTK Pemerintah Desa perlu dirumuskan norma

mengenai strategi implementasi, yang memastikan Pemerintahan Desa

menetapkan SOTK Pemerintah Desa dengan Perdes.

5. Perda SOTK Pemerintah Desa adalah bersifat atribusian dalam rangka

menyelenggarakan otonomi daerah, oleh karena itu Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota dapat segera menetapkan Perda SOTK

Pemerintah Desa untuk memberikan landasan dan kepastian hukum

dalam penetapan SOTK Pemerintah Desa.

6. Perdes SOTK Pemerintah Desa bersifat diskresioner, dalam kerangka

ini Pemerintahan Desa agar memanfaatkan sifat diskresioner tersebut

dengan baik, dalam pengertian agar menetapkan nomenklatur dan

jumlah bidang urusan-bidang urusan dan seksi-seksi sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan keuangannya.

Page 121: RINGKASAN - UNUD

113

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2006, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press.

Attamimi, A. Hamid S., 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis

Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun

Waktu Pelita I – Pelita IV”, Disertasi Doktor, Jakarta: Fakultas Pascasarjana

Universitas Indonesia.

Atmaja, Gede Marhaendra Wija, 1995, “Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan

Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan

Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister, Bandung: Program

Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

──────, 2012, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor,

Malang: PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

──────, 2014a, “Metode Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah

Akademik Rancangan Peraturan Perundang-undangan”, Denpasar: Progran

Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

──────, 2014b, “Memahami Interpretasi Secara Hermeneutikal: Menalar

Pertimbangan Hukum PUMK Nomor 50/PUU-XII/2014”, dalam I Gusti

Ngurah Parikesit Widiatedja, (ed.), Bunga Rampai Pemikiran Hukum Di

Indonesia, Denpasar, Udayana University Press.

──────, 2015a, “Penormaan Materi Pokok Yang Diatur”, Denpasar: Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

──────, 2015b, “Permusan Konsiderans Peraturan Daerah: Teori, Kaidah,

Praktik” , Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Bruggink, JJ. H., 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian Dasar

dalam Teori Hukum, alihbahasa B. Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya

Bakti.

Eko, Sutoro, 2015, Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi, dan Semangat UU Desa,

diterbitkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta.

Handayaningrat, Soewarno, 1985, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan

Managemen, Jakarta: Gunung Agung.

Huda, Ni’matul, 2015, Hukum Pemerintahan Desa Dalam Konstitusi Indonesia

Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, diterbitkan Setara Press, Malang.

Indrohato, 1993, Usaha MemahamiUndang-Undang tentang Peradilan Tata

Usaha Negara, Buku I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Page 122: RINGKASAN - UNUD

114

Irianto, Soelistyowati, 2011, “Praktik Penelitian Hukum: Perspektif Sosiolegal”,

dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, (Eds.), Metode Penelitian Hukum:

Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

──────, 2012, “Memperkenalkan kajian sosio-legal dan implikasi

metodologisnya”, dalam Adriaan W. Bedner, dkk (Eds.), Kajian Sosio-Legal,

Denpasar: Pustaka Larasan.

Lubis, M. Solly, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Bandung:

Penerbit CV Mandar Maju.

Manan, Bagir, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta:

Penerbit Ind-Hill.Co.

Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Ratna, Nyoman Kutha, 2010, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-

Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ridwan, 2014, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII

Press.

Salim, Agus, 2006, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua,

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sukriono, Didik, 2010, Pembaharuan Hukum Pemerinah Desa: Politik Hukum

Pemerintahan Desa Di Indonesia, diterbitkan Setara Pers, Malang.

Syafrudin, H. Ateng dan Suprin Na’a, 2010, Republik Desa: Pergulatan Hukum

Tradisional dan Hukum Modern dalam Desain Otonomi Desa, diterbitkan

Penerbit Alumni, Bandung.

Silahuddin, M., 2015, Kewenangan Desa dan Regulasi Desa, diterbitkan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia, Jakarta.

Siagian, Sondang P., 1982a, Peranan Staf dalam Managemen, Jakarta: Gunung

Agung, hlm. 20. Lihat juga Sondang P. Siagian, 1984, Filsafat Administrasi,

Jakarta: Gunung Agung.

Siagian, Sondang P., 1982b, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku

Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Tahir, Arifin, 2014, Buku Ajar Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Deepublish.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Utrecht, E., 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Edisi Fotografi.

Vlies, I.C. van de, 2005, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-

undangan, terjemahan (judul asli: Handboek Wetgeving), Jakarta: Direktorat

Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia RI.

Page 123: RINGKASAN - UNUD

115

Wijaya, Prayudha; Adam Nugroho; Sugeng Rahardjo, (Eds), 2008, Panduan

Membentuk Organisasi Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (OPKAD),

Jakarta: LGSP/Local Governance Support Program.

Westra, Pariata; Sutarto; dan Ibnu Syamsi, (Eds), 1977, Ensiklopedi Administrasi,

Jakarta: Gunung Agung.

Page 124: RINGKASAN - UNUD

116

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Pedoman Wawancara

PERTANYAAN JAWABAN ANOTASI

1. Praktik penyelenggaraan

Perda Badung 3/2007.

1) Pasal 2 ayat (5) Perda Badung

3/2007: Jumlah Perangkat Desa

sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) disesuaikan dengan

kebutuhan dan kondisi budaya

masyarakat setempat.

Berapa jumlah perangkat desa di setiap desa di Badung dan

rinciannya?; Apa yang

dimaksud dengan Pelaksana

Teknis Lapangan di Badung?;

Apakah setiap Desa memiliki

Pelaksana Teknis Lapangan?;

2) Pasal 3 ayat (1) Perda

Badung 3/2007: Susunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa ditetapkan

dengan Peraturan Desa. Apakah

setiap Desa telah memiliki

Perdes tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintah Desa dan sejak

kapan?;

3) Pasal 4 Perda Badung 3/2007:

Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa sebagaimana

dimaksud dalam pasal 3

dilaporkan oleh Perbekel kepada

Bupati melalui Camat. Apakah

ada Perbekel yang tidak

melaporkan Susunan Organisasi

Pemerintahan Desa kepada

Bupati melalui Camat?

4) Hal lainnya: Pelaksanaan

Tugas dan Wewenang

Perbekel?; Kewajiban

Perbekel?; Larangan

Perbekel?; tugas Perangkat

Desa?; tugas Kepala Urusan?;

tugas Kelian Banjar Dinas?

5) Dalam melaksanakan

tugasnya Perbekel dan Perangkat Desa menerapkan

prinsip koordinasi dan

Page 125: RINGKASAN - UNUD

117

sinkronisasi; bagaimana pelaksanaannya?

2. Kondisi yang ada pada

penyelengga-raan pemerintahan

desa setelah Perda Badung

3/2007 kehilangan dasar

hukumnya, sebagai akibat

adanya reformasi kebijakan

desa.

1) Apakah Perda Badung 3/2007

masih digunakan dalam

penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa?

2) Dalam hal masih digunakan,

apakah disesuaikan dengan UU

6/2014 dan peraturan

pelaksanaannya?

3) Apakah kondisi tersebut menimbulkan masalah dalam

penyelenggaraan pemerintahan

desa?

3. Permasalahan yang dihadapi

masyarakat sebagai akibat Perda

Badung 3/2007 kehilangan dasar

hukumnya.

1) Apakah kondisi tersebut

menimbulkan masalah dalam

masyarakat, khususnya

masyarakat desa?.

2) Apakah kondisi tersebut

menyebabkan pemerintahan

desa tidak optimal memberikan

pelayanan kepada

masyarakatnya?

3) Apakah masyarakat pernah

mengajukan keluhan terhadap

kondisi tersebut?

Page 126: RINGKASAN - UNUD

118

Lampiran 3 : Kontrak dan SK Penelitian