Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

download Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

of 251

description

english

Transcript of Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    1/251

    i

    TESIS

    PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA

    SOR SINGGIHBAHASA BALI DALAM

    MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SD

    NEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE

    BERMAIN PERAN

    NI MADE AYU SUWANDEWI

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2013

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    2/251

    i

    TESIS

    PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SORSINGGIHBAHASA BALI DALAM MEMBANGUN

    KARAKTER SISWA KELAS VIB SD NEGERI 3

    SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

    NI MADE AYU SUWANDEWI

    NIM 1190161021

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI LINGUISTIKPROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2013

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    3/251

    ii

    PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIHBAHASA

    BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SDNEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

    Tesis untuk Memeroleh Gelar MagisterPada Program Magister, Program Studi Linguistik

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    NI MADE AYU SUWANDEWI

    NIM 1190161021

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI LINGUISTIK

    PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASAPROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2013

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    4/251

    iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    Tanggal 16 Desember 2013

    Mengetahui,

    Pembimbing I,

    Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.NIP 19590618 198303 1 001

    Pembimbing II,

    Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.NIP 19600825 1986021 001

    Ketua Program Studi Magister LinguistikProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

    Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.NIP 19620310 198503 1 005

    DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

    Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K).NIP 19590215 198510 2 001

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    5/251

    iv

    LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

    Tesis Ini Telah Diuji

    Tanggal 16 Desember 2013

    Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor

    Universitas Udayana Nomor: 3375/UN 14.4/HK/2013 Tanggal 12 Desember 2013

    Ketua : Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.

    Anggota :

    1. Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.

    2. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.

    3. Dr. I Nyoman Sedeng, M. Hum.

    4. Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    6/251

    v

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini.

    Nama : Ni Made Ayu Suwandewi

    NIM : 1190161021

    Program Studi : Magister Linguistik Konsentrasi Pembelajaran

    dan Pengajaran Bahasa

    Judul Tesis : Peningkatan Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa

    Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB SD

    Negeri 3 Sukawati Melalui Metode Bermain Peran

    Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di

    kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia

    menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimanamestinya.

    Denpasar, 16 Desember 2013

    Yang membuat pernyataan,

    Ni Made Ayu Suwandewi

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    7/251

    vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena

    atas penyertaan dan rahmat-Nya, tesis yang berjudul Peningkatan Kemampuan

    Berbicara Sor SinggihBahasa Bali dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB

    SD Negeri 3 Sukawati ini dapat diselesaikan.

    Penyelesaian penulisan tesis ini dapat terjadi karena adanya bantuan dan

    dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

    menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

    1) Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada

    penulis dalam menempuh pendidikan pascasarjana di institusi yang beliau

    pimpin;

    2)

    Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis lewat pengajaran dan bimbingan

    para pengajar pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi Pembelajaran

    dan Pengajaran Bahasa;

    3) Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana

    Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., yang telah

    banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi

    mahasiswa;

    4) Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah

    banyak memberikan motivasi, bimbingan, dan perhatian mendalam bagi

    penulisan tesis ini;

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    8/251

    vii

    5)

    Prof. Dr. I Nym Weda Kusuma, M.S.danDr. A.A Putu Putra, M.Hum,

    selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan

    bimbingan dan motivasi; serta para penguji yang telah memberikan banyak

    masukan dan motivasi dalam proses penulisan ini;

    6) para dosen pada Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa,

    Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas

    Udayana yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama penulis

    mengikuti perkuliahan;

    7) staf administrasi, Pak Ebuh, Pak Sadra, Bu Komang dan Bu Gung yang

    telah banyak membantu segala kelengkapan administrasi selama penulis

    mengikuti perkuliahan;

    8) Teman-teman Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Angkatan

    2011, terima kasih atas segala motivasi dan dukungannya serta kerja

    samanya selama perkuliahan;

    9)

    Ni Ketut Tariyani, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SDNegeri 3 Sukawati

    yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

    penelitian lapangan di sekolah yang beliau pimpin;

    10)

    Siswa Kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati yang secara kooperatif yang telah

    bersedia menjadi objek penelitian untuk memeroleh data;

    11)

    keluarga tercinta, yaitu ayah, ibu, dan kakak di rumah, terima kasih atas

    dukungan moral dan materi yang diberikan sehingga penulis dapat

    melaksanakan pendidikan di Program magister (S2) Linguistik hingga

    selesai;

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    9/251

    viii

    12)

    Kekasih tersayang, terima kasih atas segala bentuk perhatian dan

    dukungan yang diberikan tanpa henti.

    Semoga Tuhan Yang Mahaesa melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal

    baik kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan

    penyelesaian tesis ini.Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

    pembaca untuk pencapaian kualitas penulisan yang lebih baik di masa datang,

    khususnya bagi pembelajaran dan pengajaran bahasa.

    Denpasar, 16 Desember 2013

    Ni Made Ayu Suwandewi

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    10/25

    ix

    ABSTRAK

    PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOR SINGGIHBAHASA

    BALI DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA KELAS VIB SDNEGERI 3 SUKAWATI MELALUI METODE BERMAIN PERAN

    Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) denganmenggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni metode penelitiankuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian concurrenttriangulation. Penelitian ini, bertujuan (1) menjelaskan nilai dan kualitas bahasadalam berbicara sor singgihbahasa Bali sebelum penerapanmetode bermain perandalam membangun karakter siswa; (2) menjelaskan nilai dan kualitas bahasadalam berbicara sor singgih bahasa Bali setelah penerapanmetode bermain perandalam membangun karakter siswa; (3) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang

    memengaruhi peningkatan kemampuan berbicara sorsinggihbahasaBalidalammembangun karaktersiswa melalui metode bermain peran. PTKdilaksanakan selama dua siklus pada kelas VIB, semester II SD Negeri 3Sukawati.

    Data dikumpulkan melalui metode observasi, kuesioner, wawancara, dantes dengan menggunakan teknik pencatatan, perekaman, dan pengambilangambar. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai prestasisiswa dalam tes berbicara sor singgihbahasa Bali dan respons terhadap tindakanmelalui kuesioner. Data kualitatif digunakan untuk analisis proses tindakan, hasil

    peningkatan kualitas bahasa, penggunaan sor singgih bahasa Bali, serta karakter

    yang terbangun sebelum dan setelah penerapan tindakan. Teori yang digunakanadalah teori behavioristik dan keterampilan berbicara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sebelum penerapan tindakan nilai

    rerata kelas tahap pratindakan hanya sebesar 50% termasuk kategori kurang; (2)setelah penerapan tindakan meningkat menjadi 61% tergolong kategori cukup

    pada siklus I dan 79% termasuk kategori baik pada siklus II. Peningkatankualitas bahasa dalam berbicara sor singgih bahasa Bali dari aspek kebahasaanterjadi dalam hal pelafalan, kosakata, dan tata bahasa, sedangkan dari aspeknonkebahasaan terjadi dalam hal materi, kelancaran, dan gaya. Peningkatan darisegi penggunaan bahasa Bali, yakni siswa mampu menggunakan sor singgih

    bahasa Bali (Basa Alus Singgih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara)

    sesuai dengan desa kala patra,yakni tempat, waktu, dan keadaan. Karakter yangterbangun dalam penelitian ini adalah karakter kesopansantunan berbahasa Bali;(3) faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan berbicara sor singgih bahasaBali siswa adalah adanya pengulangan materi, penerapan metode yang mampudiaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan (karakter kesopanan) yangditumbuhkan setiap hari, motivasi, minat, hubungan/interaksi antara guru dansiswa, siswa dengan siswa, serta sikap mental.

    Kata kunci:sor singgih bahasa Bali, bermain peran, membangun karakter

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    11/25

    x

    ABSTRACT

    IMPROVEMENT OF SPEAKING ABILITY WITH SOR SINGGIHOF

    BALINESE IN CHARACTER BUILDING OF CLASS VIB STUDENTS OFSD NEGERI 3 SUKAWATI TROUGH ROLE PLAY METHOD

    This research is Classroom Action Research (CAR) by using thecombination method (Mixed Methods)of quantitative and qualitative method withresearch model concurrent triangulation. There are three purposes of thisresearch, those are (1) explaining the value and language quality incommunicating using sor singgihof Balinese before the application of role play instudents characters building; (2) explaining the value and language quality incommunicating using sor singgihof Balinese after the application of role play in

    students characters building; and (3) identifying the factors that influencesorsinggihof Balinese in students characters building through role play. CAR isdone in two cycles at VIB, semester II SD Negeri 3 Sukawati.

    The data collecting through methods of observation, questionnaire,interview, and test, by using note-taking, video recording, and pictures takingtechnique. Quantitative data analysis is done by counting the students

    performances score in communicating test using sor singgihof Balinese and theirresponses in questioners. Qualitative data in analyzing the implementation

    process, the result of language quality, the using of sor singgihof Balinese, andthe character develops before and after implementation. The theories used are

    behavioristics theory and speaking skills.

    The research results show that (1) before the application the class mean is50% with less category; (2) after the application it increase to 61% moderatecategory in the 1stcycle and 79% good category in the 2ndcycle. Improvementof language quality in speaking sor singgih of Balinese in language aspecthappens in pronunciation, vocabulary, and grammar, while in non languageaspects are in terms of teaching material, fluency and style. The improvement inusing Balinese is students are able to use sor singgih of Balinese (Basa AlusSinggih, Basa Alus Sor, Basa Mider, lan Basa Kapara) based on desa kala patrathose are place, time and situation. Character that was built up in this research is

    politeness in speaking Balinese the improvement; and (3) factors that influenced

    the improvement of speaking sor singgihof Balinese of students are the repetitionof teaching material, application of method that can be applied on daily lives,habitual (polite characters) that built up daily through motivation, interest,interaction between teacher and students, students and students and studentsmentality.

    Keywords: sor singgih of Balinese, role play, character building

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    12/25

    xi

    DAFTAR ISI

    SAMPUL DALAM.................................................................................... i

    PRASYARAT GELAR MAGISTER....................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS............................................. iv

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v

    UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................... vi

    ABSTRAK................................................................................................. ix

    ABSTRACT.............................................................................................. x

    DAFTAR ISI............................................................................................. xi

    DAFTAR SINGKATAN........................................................................... xv

    DAFTAR SIMBOL. ................................................................................. xvi

    DAFTAR TABEL..................................................................................... xvii

    DAFTAR GAMBAR................................................................................. xix

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1

    Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7

    1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8

    1.3.1

    Tujuan Umum .................................................................................... 8

    1.3.2Tujuan Khusus ................................................................................... 8

    1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8

    1.4.1Manfaat Teoretis ................................................................................ 8

    1.4.2Manfaat Praktis .................................................................................. 9

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

    MODEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS

    2.1 Kajian Pustaka ...................................................................................... 11

    2.2 Konsep .................................................................................................. 16

    2.2.1 Peningkatan ....................................................................................... 17

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    13/25

    xii

    2.2.2 Kemampuan Berbicara ....................................................................... 17

    2.2.3Sor Singgih

    Bahasa Bali .................................................................... 182.2.4 Pendidikan Karakter ........................................................................... 25

    2.2.5 Bermain Peran ................................................................................... 30

    2.3 Landasan Teori ..................................................................................... 35

    2.3.1Teori Behavioristik ............................................................................. 35

    2.3.2 Keterampilan Berbicara ..................................................................... 36

    2.4 Model Penelitian ................................................................................... 54

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 58

    3.2 Tahapan Penelitian ................................................................................ 62

    3.2.1 Pratindakan ........................................................................................ 62

    3.2.2 Siklus I .............................................................................................. 63

    3.2.3 Siklus II.............................................................................................. 65

    3.3 Subjek Penelitian .................................................................................. 65

    3.4 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................................. 66

    3.5 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 66

    3.6 Instrumen Penelitian.............................................................................. 68

    3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 68

    3.7.1 Tes ..................................................................................................... 69

    3.7.2 Kuesioner ........................................................................................... 69

    3.7.3 Lembar Observasi .............................................................................. 70

    3.7.4 Pedoman Wawancara ........................................................................ 70

    3.7.5 Catatan Guru ..................................................................................... 71

    3.8 Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................... 71

    3.9 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data ........................................ 77

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali Sebelum Penerapan

    Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 80

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    14/25

    xiii

    4.1.1 Analisis Kuantitatif Pratindakan ........................................................ 81

    4.1.1.1 Observasi Pratindakan .................................................................... 814.1.1.2 Kuesioner Pratindakan..................................................................... 83

    4.1.1.3 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Pratindakan ........................ 86

    4.1.2 Analisis Kualitatif Pratindakan.... 98

    4.1.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Pratindakan .............................. 107

    4.1.4 Membangun Karakter Siswa Pratindakan ........................................... 109

    4.2 Kemampuan Berbicara Sor Singgih Bahasa Bali SetelahPenerapan

    Metode Bermain Peran dalam Membangun Karakter Siswa Kelas VIB 111

    4.2.1 Analisis Kuantitatif Siklus I................................................................ 112

    4.2.1.1 Perencanaan Siklus I ...................................................................... 112

    4.2.1.2 Tindakan Siklus I ........................................................................... 114

    4.2.1.3 Observasi Siklus I ........................................................................... 116

    4.2.1.4 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siklus I .............................. 119

    4.2.1.5 Refleksi Siklus I .............................................................................. 128

    4.2.2 Analisis Kualitatif Siklus I ................................................................ 129

    4.2.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Siklus I..................................... 133

    4.2.4 Membangun Karakter Siswa Siklus I ................................................. 135

    4.2.5 Analisis Kuantitatif Siklus II .............................................................. 136

    4.2.5.1 Perencanaan Siklus II ..................................................................... 136

    4.2.5.2 Tindakan Siklus II ........................................................................... 137

    4.2.5.3 Observasi Siklus II ......................................................................... 140

    4.2.5.4 Tes Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siklus II .............................. 142

    4.2.5.5 Refleksi Siklus II ............................................................................. 154

    4.2.6 Hasil Kueioner Pascatindakan ............................................................ 154

    4.2.7 Analisis Kualitatif Siklus II ............................................................... 158

    4.2.8 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali Siklus II .................................. 162

    4.2.9 Membangun Karakter Siswa Siklus II ................................................ 163

    4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi peningkatan kemampuan Berbicara

    Siswa ................................................................................................... 164

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    15/25

    xiv

    BAB V KURIKULUM, SILABUS, MATERI, RPP, DAN EVALUASI

    5.1 Linguistik Terapan ............................................................................... 1685.2 Profil Siswa........................................................................................... 170

    5.3 Analisis Kebutuhan (Need Analysis) ..................................................... 171

    5.3.1 Target Kebutuhan (Target Needs)....................................................... 171

    5.3.2 Kebutuhan Belajar (Learning Needs) ................................................. 173

    5.4 Analisis Framefaktor (Frame Factor Analysis) .................................... 174

    5.5 Kurikulum ............................................................................................. 177

    5.6 Silabus .................................................................................................. 1785.7 Materi ................................................................................................... 181

    5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................................ 182

    5.9 Evaluasi ............................................................................................... 199

    BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Simpulan ............................................................................................... 201

    6.2 Saran ..................................................................................................... 206

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 209

    LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................ 213

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    16/25

    xv

    DAFTAR SINGKATAN

    PTK : Penelitian Tindakan Kelas

    RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

    KKM : Kriteria Ketuntasan Minimum

    Metkom : Metode Kombinasi

    Asi :Alus Singgih

    Aso :Alus Sor

    Ami :Alus Mider

    Bk :Basa Kapara

    K :Basa Kasar

    T : Transkripsi

    ST : Standar

    Nom : Nomina

    Pron : Pronomina

    V : Verba

    FV : Frase Verba

    Num : Numeralia

    Adj : Adjektiva

    Adv : Adverbia

    Prep : Preposisi

    Konj : Konjungsi

    Art : Artikel

    Part : Partikel

    Int : Interogatif

    Dem : Demonstrativa

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    17/25

    xvi

    DAFTAR SIMBOL

    :Mean(rerata)

    : Jumlah skor

    N : Jumlah siswa

    [] : Pengapit tulisan fonetis

    // : Pengapit fonem

    / : Berhenti sejenak

    // : Berhenti lebih lama

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    18/251

    xvii

    DAFTAR TABEL

    3.1 Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 65

    3.2 Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Usia ......................................... 65

    3.3 Lembar Obsevasi .................................................................................. 70

    3.4 Catatan Guru ......................................................................................... 71

    3.5 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Kebahasaan ................ 73

    3.6 Kriteria Penilaian Berbicara berdasarkan Aspek Nonkebahasaan ........... 73

    3.7 Tingkat Penguasaan Kemampuan Berbicara .......................................... 75

    4.1 Hasil Tes Pemahaman Sor SinggihBahasa Bali .................................... 82

    4.2 Kuesioner Pratindakan .......................................................................... 84

    4.3 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Pratindakan ........................... 89

    4.4 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas

    VIB SDN 3 Sukawati Pratindakan ....................................................... 91

    4.5 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Tahap Pratindakan ............................... 93

    4.6 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Tahap Pratindakan............................... 94

    4.7 Penilaian Tata Bahasa Bali Tahap Pratindakan ...................................... 95

    4.8 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Pratindakan ................................... 96

    4.9 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Tahap Pratindakan ........................... 97

    4.10 Penilaian Gaya Siswa Pratindakan ....................................................... 98

    4.11 Kegiatan Pembelajaran Siklus I............................. 114

    4.12 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus I ............................... 120

    4.13 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas

    VIB SDN 3 Sukawati Siklus I 122

    4.14 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus I 123

    4.15 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus I.................................... 124

    4.16 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus I. 125

    4.17 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus I 126

    4.18 Penilaian Kelancaran Siswa Siklus I .................................................... 126

    4.19 Penilaian Gaya Siswa Siklus I.. 127

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    19/251

    xviii

    4.20 Kegiatan Pembelajaran Siklus II .......................................................... 138

    4.21 Nilai Siswa dalam Berbicara Bahasa Bali Siklus II .............................. 1434.22 Tingkat Kemampuan Berbicara Sor SinggihBahasa Bali Siswa Kelas

    VIB SDN 3 Sukawati Siklus II 145

    4.23 Perbandingan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara .......... 146

    4.24 Peningkatan Nilai Rerata Siswa dalam Kemampuan Berbicara

    Berdasarkan Aspek Kebahasaan dan Nonkebahasaan .......................... 148

    4.25 Penilaian Pelafalan Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150

    4.26 Penilaian Kosakata Bahasa Bali Siswa Siklus II .................................. 150

    4.27 Penilaian Tata Bahasa Bali Siswa Siklus II .......................................... 151

    4.28 Penilaian Materi Bahasa Bali Tahap Siklus II.. 152

    4.29 Penilaian Kelancaran Bahasa Bali Siswa Siklus II 153

    4.30 Penilaian Gaya Siswa Siklus II... 153

    4.31 Hasil Kuesioner Pascatindakan . 155

    5.1 Silabus Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Bali ................... 180

    5.2 Materi Pembelajaran Sor SinggihBahasa Bali dengan Metode Bermain

    peran . 181

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    20/25

    xix

    DAFTAR GAMBAR

    2.1 Konteks Komunikasi ............................................................................ 37

    2.2 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali ................................................... 46

    2.3 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 47

    2.4 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 48

    2.5 Penggunaan Sor SinggihBahasa Bali .................................................... 49

    2.6 Model Penelitian ................................................................................... 57

    3.1 PTK Model Hopkins (1993) .................................................................. 59

    3.2 Metode Kombinasi Model Concurrent Triangulation ........................... 61

    4.1 Diagram Kemampuan Berbicara Pratindakan ....................................... 90

    4.2 Karakter yang Berkembang di SD Negeri 3 Sukawati 111

    4.3 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus I ............................................... 121

    4.4 Diagram Kemampuan Berbicara Siklus II ............................................. 145

    4.5 Diagram Peningkatan Nilai Rerata Kelas ............................................... 147

    4.6 Perbandingan Nilai Rerata dalam Kemampuan Berbicara Siswa ............ 148

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    21/25

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Masyarakat suku Bali memiliki alat komunikasi dan alat budaya, yaitu

    bahasa Bali atau bahasa daerah Bali yang mencerminkan identitas manusia Bali.

    Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang mempunyai sistem bahasa yang

    bertingkat-tingkat (anggah-ungguhing basa/sor singgih basa Bali). Menurut I

    Nengah Duija (2007:17), anggah-ungguhin basa Bali (tingkat-tingkatan bahasa

    Bali) yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat suku Bali

    mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa

    tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern yang kedua-

    duanya mempunyai pengaruh besar dan kuat terhadap sikap sopan santun dalam

    berkomunikasi.

    Masyarakat suku Bali dalam etika pergaulannya dilandasi oleh sopan

    santun, yang berpola dalam bingkai manyama braya. Bingkai manyama braya ini

    membentuk karakter dan pola pikir, termasuk sikap mental orang Bali sehingga

    dalam berkomunikasi pun masyarakat suku Bali akan selalu memilih dan memilah

    ketika memakai tingkat-tingkatan bahasa Bali (sor singgih bahasa Bali) yang

    sesuai dan tepat dengan identitas status lawan bicaranya. Bila pilihan tingkat-

    tingkatannya cocok, akan menyenangkan dan menggembirakan bagi lawan bicara.

    Akan tetapi, jika salah pilih dalam pemakaian, akan terasa janggal apalagi

    berkonotasi negatif mengakibatkan lawan bicara menjadi salah paham atau

    tersinggung (Suarjana, 2008:60).

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    22/25

    2

    Penggunaan sor singgih bahasa Bali ini akan sekaligus mencerminkan

    identitas dan status sosial di antara mereka sebagai pembicara dan lawan bicara.

    Apabila lawan bicara sudah dikenal identitasnya, maka lebih mudah memilih

    tingkatan bahasa mana yang cocok untuk digunakan dalam berkomunikasi

    daripada berkomunikasi dengan lawan bicara yang belum dikenal. Untuk lebih

    memudahkan dalam berkomunikasi, terlebih dahulu perlu diketahui identitas

    lawan bicara. Cara yang telah lazim digunakan di Bali adalah dengan melontarkan

    pertanyaan secara tradisional, yakni Nawegan titiang nunasang antuk linggih?,

    yang secara bebas artinya Maaf saya ingin mengenal identitas Anda (Suarjana,

    2008:61).

    Dalam pembelajaran bahasa Bali di sekolah ada kecenderungan siswa

    sangat sulit memahami pemakaian bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal ini

    disebabkan oleh sistem bahasa Bali dikatakan begitu rumit karena adanya sor

    singgihbahasa Bali tersebut. Siswa harus memahami dalam memilih dan memilah

    bahasa yang akan digunakan sesuai dengan siapa lawan bicaranya (siapa saja yang

    berbicara), berbicara tentang apa, dan kala apa berbicara (desa kala patra, yaitu

    tempat, waktu, dan keadaan) yang membuat bahasa itu sulit untuk digunakan

    dalam berkomunikasi. Kurangnya pemahaman penggunaan sor singgih bahasa

    Bali pada siswa menimbulkan kurangnya kesopansantunan siswa dalam berbicara

    kepada lawan tutur, seperti dengan guru di sekolah.

    Dalam proses pembelajaran bahasa Bali guru diharapkan lebih banyak

    mengenalkan sor singgih bahasa Bali sebagai alat komunikasi yang dapat

    menjalin keharmonisan antara pembicara dan lawan bicara. Di samping itu, juga

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    23/25

    3

    dipakai untuk membawakan arti-arti kesopansantunan yang berjenjang atau

    bertingkat. Tingkatan tutur bahasa Bali memainkan peranan yang sangat penting

    dalam upaya pembentukan mental siswa yang berkarakter.

    Pada saat pembelajaran bahasa Bali di sekolah, guru cenderung lebih

    memfokuskan mengajarkan keterampilan menulis dan keterampilan membaca

    bahasa Bali, baik bahasa Bali Latin maupun aksara Bali. Sementara itu,

    keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara kurang mendapat perhatian.

    Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara pada

    hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi

    untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang

    lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan

    alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas

    bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

    Siswa SD Negeri 3 Sukawati merupakan siswa homogen yang keseharian

    menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi, baik di keluarga, di sekolah,

    maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai siswa yang berada di lingkungan yang

    menggunakan bahasa Bali dalam berkomunikasi, mereka harus dapat memahami

    maksud dari apa yang dituturkan oleh lawan tutur serta mampu menyampaikan

    tuturan sesuai dengan sor singgih bahasa Bali. Akan tetapi, kenyataan yang ada

    justru terbalik.

    Berdasarkan data observasi awal, wawancara, dan pemberian tes kepada

    siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati ternyata memiliki kemampuan

    pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dengan kategori rendah. Tes

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    24/25

    4

    dilakukan dengan memberikan sepuluh pertanyaan kepada kelas VIB dengan

    jumlah 31 siswa pada 5 Januari 2013. Dari hasil tes diketahui bahwa sebanyak

    29% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang sangat

    kurang (hasil di bawah nilai 39), 55% siswa memiliki kualitas pemahaman sor

    singgih bahasa Bali yang kurang (hasil di bawah nilai 54). Sementara itu, hanya

    16% siswa memiliki kualitas pemahaman sor singgih bahasa Bali yang cukup

    (hasil di bawah nilai 69). Data ini menunjukkan bahwa kualitas kemampuan

    pemahaman berbicara sor singgih bahasa Bali dikategorikan kurang/rendah.

    Dalam kenyataannya sekolah mengharapkan agar 75% siswa mampu memahami

    dan menggunakan sor singgihbahasa Bali yang baik dalam berkomunikasi.

    Dari hasil observasi awal yang dilakukan di SD Negeri 3 Sukawati,

    ditemukan banyak siswa yang cerdas dan pintar, tetapi mereka kehilangan

    kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bahasa Bali, terutama penggunaan

    sor singgihbahasa Bali yang benar. Siswa cenderung tidak melihat dengan siapa

    mereka berbicara. Mereka kehilangan kepekaan berkomunikasi, juga dengan

    orang yang lebih tua. Budaya menegur dan menyapa mengalami erosi yang cukup

    berarti. Kadang kala saat siswa berbicara bahasa Bali kepada gurunya kurang

    memiliki tutur yang sopan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan

    rendahnya kemampuan berbicara bahasa Bali sesuai dengan sor singgihnya.

    Berikut sepenggal percakapan antara guru dan salah satu siswa kelas VIB pada

    saat dilakukan pengamatan dan wawancara.

    Siswa: Buk, timpal tiang an negak dini sing ada.

    Bu, teman saya yang duduk di sini tidak ada.

    Guru: Dija nika timpal?

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    25/25

    5

    Di mana temannya?

    Siswa: Sing nawang, Buk. Amah gamang asann.

    Tidak tahu, Bu. Dimakan makhluk halus rasanya.

    Dalam penggalan percakapan di atas terlihat ketidaksesuaian pemilihan

    kata yang digunakan oleh siswa tersebut. Adanya kata dini sing ada yang

    seharusnya menggunakan kata driki ten wenten karena lawan tutur siswa adalah

    orang yang lebih tua (guru), maka harus menggunakan bahasa alus singgih.

    Kalimat Sing nawang, Buk. Amah gamang asann juga merupakan tuturan

    yang kurang sopan walaupun maksud tuturan yang disampaikan siswa tersebut

    hanyalah sebagai lelucon. Seharusnya tuturan tersebut cukup menggunakan kata

    ten uning, Bu, Akan tetapi, tuturan yang disampaikan siswa kepada lawan

    tuturnya merupakan tuturan yang kurang sopan.

    Tutur kata yang kurang sopan yang diujarkan oleh siswa kepada gurunya

    merupakan salah satu gambaran siswa sebagai generasi penerus bangsa yang

    mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Karso Mulyo (dalam

    http://batang-karso.blogspot.com/2012/08/case-study-membangun-karakter-

    bangsa.html) mengatakan bahwa karakter bangsa yang dimaksudkan adalah

    keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan,

    bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia

    yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal,

    keturunan, bahasa, adat, dan sejarah bangsa. Pembangunan karakter bangsa

    haruslah diawali dari lingkup yang terkecil, khususnya di sekolah. Upaya

    mewujudkan nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    26/25

    6

    esaja pembelajaran dapat mengadopsi semua nilai karakter bangsa yang akan

    dibangun.

    Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah

    usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak

    dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat

    memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter

    merupakan salah satu pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang

    terjadi pada semua mata pelajaran. Dalam hal ini, pendidikan karakter

    diintegrasikan dengan pelajaran bahasa Bali dalam aspek kemampuan berbicara

    sor singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran dalam upaya

    menumbuhkan kesantunan berbicara siswa.

    Bermain peran menekankan kenyataan, yakni siswa diturutsertakan dalam

    memainkan peran di dalam mendramatisasi masalah-masalah hubungan sosial

    dalam cerita. Bermain peran menjadi sangat penting sebagai

    penumbuhkembangan keterampilan berbicara, bukan hanya sebagai keterampilan

    berkomunikasi, melainkan juga sebagai seni. Melalui metode bermain peran siswa

    diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok

    sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain, metode ini

    berupaya untuk membantu individu melalui proses kelompok sosial.

    Proses pembelajaran yang tepat menjadi sangat penting untuk

    meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun

    karakter siswa. Pembelajaran bahasa Bali dengan menerapkan metode bermain

    peran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pemakaian sor singgih

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    27/25

    7

    bahasa Bali yang benar pada siswa dalam berkomunikasi, baik dengan guru,

    antarsiswa, maupun dengan masyarakat serta mampu membangun karakter siswa.

    Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh pada kualitas

    pemahaman terhadap kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali siswa, yaitu

    mendukung tumbuhnya kecerdasan berbahasa praktis yang baik karena mampu

    memotivasi siswa untuk berbicara langsung dengan lawan bicara serta mampu

    membangun karakter siswa.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

    permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

    1) Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali sebelum

    penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas

    VIB SD Negeri 3 Sukawati?

    2)

    Bagaimana kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali setelah

    penerapan metode bermain peran dalam membangun karakter siswa kelas

    VIB SD Negeri 3 Sukawati?

    3)

    Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan kemampuan

    berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa

    melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati?

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    28/251

    8

    1.3Tujuan Penelitian

    1.3.1

    Tujuan Umum

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap fenomena-

    fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan penanaman nilai-nilai karakter

    pada siswa. Di samping itu, juga untuk meningkatkan kemampuan berbicara sor

    singgih bahasa Bali melalui metode bermain peran pada pembelajaran bahasa

    Bali di SD Negeri 3 Sukawati.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    Tujuan khusus penelitian ini dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

    1) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam

    membangun karakter siswa sebelum menerapkan metode bermain peran siswa

    kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

    2) Untuk mengetahui kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam

    membangun karakter siswa setelah menerapkan metode bermain peran siswa

    kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

    3)

    Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi peningkatan

    kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter

    siswa melalui metode bermain peran siswa kelas VIB SD Negeri 3 Sukawati.

    1.4Manfaat penelitian

    1.4.1

    Manfaat Teoretis

    Manfaat teoretis penelitian yang dilakukan ini adalah memberikan

    wawasan keilmuan dalam pembelajaran yang sesuai dengan keberadaannya

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    29/251

    9

    sebagai suatu kajian linguistik mengenai permasalahan pembelajaran sor singgih

    bahasa Bali di SD Negeri 3 Sukawati. Di dalam Permasalahan ini terlibat peran

    guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali

    dalam membangun karakter siswa kelas VIB dengan menerapkan metode bermain

    peran. Apalagi adanya kenyataan bahwa siswa sangat sulit memahami pemakaian

    sor singgih bahasa Bali dalam berkomunikasi. Hal itu disebabkan oleh sistem

    bahasa Bali yang begitu rumit. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru

    sangat berpengaruh kepada kualitas pemahaman terhadap kemampuan berbicara

    sor singgih bahasa Bali dalam membangun karakter siswa.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

    memberikan kontribusi bagi perbaikan terus-menerus dalam proses pembelajaran

    di sekolah, khususnya pembelajaran bahasa Bali siswa kelas VIB. Penelitian yang

    dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat kepada sekolah, guru, dan siswa di

    SD Negeri 3 Sukawati.

    Pertama, bagi sekolah penelitian ini diharapkan mampu memberikan

    manfaat bagi seluruh warga sekolah dalam upaya membangun karakter siswa

    khususnya karakter kesopansantunan serta meningkatkan prestasi siswa dalam

    bidang pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran kemampuan berbicara

    sor singgih bahasa Bali.

    Kedua, bagi guru, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat

    dalam upaya memberikan inovasi baru dalam pembelajaran bahasa Bali dengan

    menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan berbicara

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    30/25

    10

    sor singgih bahasa Bali siswa serta mampu membangun karakter khususnya

    karakter kesopansantunan siswa.

    Ketiga, bagi siswa, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan

    pemahaman siswa tentang sor singgih bahasa Bali. Di samping itu, mampu

    membangun karakter khususnya karakter kesopansantunan siswa dengan

    penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran bahasa Bali.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    31/25

    11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

    DAN MODEL PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka

    Ada beberapa penelitian sejenis yang dapat disampaikan sebagai kajian

    pustaka dalam penelitian ini yang mencakup penggunaan beberapa metode yang

    digunakan untuk dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

    Penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Rianti (2012), melakukan

    penelitian di SMK PGRI 4 Denpasar dengan judul Peningkatan Kemampuan

    Berbicara Bahasa Inggris Melalui Teknik Role Play pada Siswa Kelas X

    Akomodasi Perhotelan di SMK PGRI 4 Denpasar. Penelitian ini merupakan

    penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

    berbicara bahasa Inggris yakni, pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata,

    kelancaran, dan pemahaman. Adanya pemakaian Teknik Role Play tersebut

    ternyata dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

    Rianti (2012:2) berpendapat bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam

    menguasai bahasa Inggris ialah pembelajar mengembangkan dan menerapkan

    strategi dalam belajar bahasa. Pada saat pembelajar bahasa Inggris tidak dapat

    menemukan kata yang dikehendaki untuk menyampaikan pesan yang

    dipikirkannya. Pada saat itulah pembelajar perlu menggunakan strategi

    komunikasi (communication strategis) untuk mencegah kemacetan dalam

    penyampaian pesan itu. Salah satu teknik yang memungkinkan siswa dapat

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    32/25

    12

    praktik berbicara adalah role play atau bermain peran. Dengan role play para

    siawa dapat dilatih berbicara dengan berbagai situasi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rianti adalah penggunaan role play

    dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dalam hal meningkatkan

    kemampuan berbicara pelafalan, tata bahasa, pembendaharaan kata, kelancaran,

    dan pemahaman. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase nilai siswa

    pada pretes ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa

    dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 51% (termasuk kategori

    kurang) pada pretes meningkat menjadi 68% (termasuk kategori cukup) pada

    postes I, dan dari 68% menjadi 76% (termasuk kategori baik) pada postes II.

    Penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Arsani (2012) dengan judul

    Peningkatan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Dwibahasa Kelas

    VA Pelangi School Ubud Melalui Metode Bercerita. Penelitian ini juga

    merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan

    kemampuan berbicara bahasa Indonesia pada siswa dwibahasa melalui bercerita

    tentang dongeng Keong Emas. Arsani memilih metode bercerita sebagai cara

    untuk mengajarkan bahasa Indonesia siswa dwibahasawan karena bercerita

    mampu membantu siswa untuk lebih termotivasi guna berperan aktif dalam

    kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan

    kemampuan berbicara bahasa Indonesia siswa.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsani adalah penggunaan metode

    bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dwibahasa dalam berbicara. Hal

    ini dapat dilihat meningkatnya persentase nilai siswa pada pretes ke postes I dan

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    33/25

    13

    postes II, yaitu persentase jumlah nilai rerata siswa dalam kemampuan berbicara

    yang meningkat dari 50% (termasuk kategori kurang) pada pretes meningkat

    menjadi 59% (termasuk kategori kurang) pada postes I, dan dari 59% menjadi

    81% (termasuk kategori baik) pada postes II.

    Penelitian yang ketiga ditulis oleh Nugraha Putra (2012) yang berjudul

    Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Langsung dalam

    Pengajaran Bahasa Inggris di lembaga KursusEnglish Center. Penelitian ini juga

    merupakan penelitian tindakan kelas dalam upaya untuk meningkatkan

    kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan metode

    langsung. Pemakaian metode langsung dalam pengajaran bahasa Inggris dapat

    meningkatkan kemampuan berbicara siswa yaitu merangsang dan memotivasi

    siswa dalam berkomunikasi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase

    nilai siswa pada pretest ke postes I dan postes II, yaitu persentase jumlah nilai

    rerata siswa dalam kemampuan berbicara yang meningkat dari 30,6 (termasuk

    kategori kurang) pada pretes meningkat menjadi 47,7 (masih termasuk kategori

    kurang) pada postes I, dan dari 47,7 menjadi 71,3 (termasuk kategori baik)

    pada postes II.

    Penelitian yang keempat dilakukan oleh Dewantara (2012) dengan judul

    penelitian Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan

    Berbicara Siswa Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk

    Mengatasinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang

    bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis (1) faktor penyebab kesulitan

    belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan (2) strategi guru

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    34/25

    14

    untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran

    keterampilan berbicara.

    Dewantara mengatakan bahwa dalam pembelajaran keterampilan berbicara

    guru hendaknya mampu melakukan dianogsis terhadap faktor penyebab kesulitan

    belajar siswa dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai strategi-strategi

    pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan

    belajar siswa. Strategi yang biasa diterapkan oleh guru adalah strategi

    pembelajaran langsung (ekspositori), strategi pembelajaran yang berpusat pada

    guru (teacher center strategies), strategi pembelajaran deduksi, dan strategi

    pembelajaran heuristik yang diimplementasikan dengan berbagai metode, teknik,

    dan media pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan strategi-strategi tersebut

    kerap terjadi pembelajaran yang minim memberikan peluang kepada siswa untuk

    belajar berkomunikasi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewantara adalah (1) faktor-faktor

    penyebab kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara

    berasal dari faktor motif/motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen

    kebahasaan, penguasaan komponen isi, sikap mental, hubungan/interaksi antara

    guru dan siswa, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan

    hubungan/interaksi antara siswa dan siswa. Faktor yang paling dominan

    menyebabkan kesulitan belajar adalah sikap mental.

    Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Yuni (2012) dengan judul

    Penerapan Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Menggunakan Dongeng

    dengan Kearifan Lokal di Kelas 2 SD Negeri 3 Yehembang Kangin. Penelitian

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    35/25

    15

    ini juga merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

    mengetahui dan mendeskripsikan (1) pelaksanaan pembelajaran berbicara bahasa

    Indonesia menggunakan dongeng dengan kearifan lokal dalam pembelajaran

    bahasa Indonesia yang terdiri atas langkah-langkah pembelajaran, aktivitas

    belajar-mengajar, dan evaluasi pembelajaran serta (2) nilai kearifan lokal yang

    terdapat dalam dongeng yang digunakan dalam pembelajaran berbicara bahasa

    Indonesia.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuni menggunakan pendekatan

    tematik yang terdiri atas (1) penciptaan suasana menarik melalui instrumen musik

    dalam apersepsi ternyata sangat efektif untuk mempersiapkan kondisi psikologis

    siswa sebelum menerima pembelajaran, (2) proses penggalian wawasan siswa

    melalui tanya-jawab ternyata sangat efektif memancing partisipasi siswa dalam

    mengemukakan pendapat, gagasan, dan jawaban, (3) penceritaan dongeng oleh

    guru dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng, yakni pilihan kata dan

    panjang pendek kalimat, urutan cerita, mimik atau ekspresi, serta pelafalan dan

    intonasi ternyata mampu memancing respons antusias siswa, (4) penceritaan

    dongeng oleh siswa dengan memerhatikan aspek-aspek mendongeng ternyata

    memengaruhi kelancaran dalam bercerita, (5) tanya-jawab untuk memancing

    siswa mengemukakan pendapat serta memberikan pemahaman langsung

    mengenai nilai moral yang baik dan tidak baik, (6) penyimpulan, evaluasi, dan

    tindak lanjut yang disertai klarifikasi dan penegasan pada akhir pembelajaran.

    Yuni mengemukakan bahwa pembelajaran berbicara menggunakan

    dongeng dengan kearifan lokal dapat mengaktifkan siswa dalam berbicara,

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    36/25

    16

    mengemukakan pendapat, jawaban, dan pertanyaan. Berdasarkan evaluasi

    pembelajaran yang dilakukan Yuni, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam

    berbicara menceritakan dongeng ternyata sangat bervariasi. Beberapa siswa ada

    yang (1) lancar, runtut, dan lengkap dalam bercerita, (2) ada yang lancar, runtut,

    tetapi kurang lengkap, (3) ada yang lancar, lengkap, tetapi kurang runtut, (4)

    bahkan ada yang kurang lancar, kurang lengkap, dan tidak runtut. Selain itu,

    penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai kearifan lokal yang terkandung

    dalam dongeng, yakni moral individu, sosial, dan religi.

    Dari semua kajian pustaka yang telah disampaikan di atas, diketahui

    bahwa teknik role playatau bermain peran sangat relevan dengan penelitian yang

    penulis lakukan. Teknik role play yang digunakan dalam pembelajaran bahasa

    Inggris terbilang efektif dan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa,

    khususnya kemampuan berbicara bahasa Inggris. Akan tetapi, dalam penelitian

    yang penulis lakukan ini, role play atau bermain peran diterapkan dalam

    pembelajaran bahasa Bali, khususnya pembelajaran berbicara sor singgih bahasa

    Bali dalam membangun karakter siswa. Karakter yang dikembangkan dalam

    penelitian ini adalah karakter sopan santun.

    2.2Konsep

    Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep

    yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain peningkatan,

    kemampuan berbicara, sor singgihbahasa Bali, pendidikan karakter, dan bermain

    peran.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    37/25

    17

    2.2.1 Peningkatan

    Peningkatan adalah proses, perbuatan, cara, meningkatkan usaha dsb (Fajri

    dan Senja, 2007:786). Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses

    meningkatkan kemampuan berbicara sor singgih bahasa Bali dalam membangun

    karakter siswa.

    2.2 2 Kemampuan Berbicara

    Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

    artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,

    menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).

    Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan

    persendian (juncture) jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah

    lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.

    Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Berkomunikasi

    adalah hubungan seseorang atau kelompok orang dengan yang lain melalui media

    tertentu dan dalam konteks ini media itu adalah wicara/berbicara. Ada banyak

    media lain dalam berkomunikasi, antara lain kerdipan mata, gerakan tangan,

    dengan bendera, dengan ranting, dengan asap, dan lain-lainnya. Akan tetapi,

    media komunikasi yang dimaksud di sini hanya bahasa lisan, yakni

    wicara/berbicara itu sendiri.

    Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang paling purba, jauh

    mendahului peradaban manusia dalam aspek lain. Oleh karena itu, berbicara atau

    berbahasa lisan atau oral sering dianggap dan diakui sebagai hakikat inti dari

    kegiatan berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif,

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    38/251

    18

    sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya di samping juga

    dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, tidak hanya

    apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Bagaimana

    mengemukakannya hal ini meyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-

    bunyi bahasa tersebut. Ucapan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam

    mereproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaimana posisi alat

    bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu membentuk bunyi,

    baik vokal maupun konsonan (Arsjad dan Mukti, 1988:17).

    2.2.3 Sor Singgih Bahasa Bali

    Sor singgihbahasa Bali menurut Kamus Bahasa Bali (Bali-Indonesia), kata

    sor berarti bawah, singgih berarti halus atau hormat. sor singgih berarti (aturan)

    tinggi rendah (dalam berbahasa) (Gautama dan Sariani, 2009:616). Jadi sor

    singgihbahasa Bali berarti aturan tentang tingkat-tingkatan atau tinggi rendahnya

    rasa dalam berbahasa Bali.

    Sor singgih bahasa Bali merupakan tingkatan-tingkatan bahasa Bali yang

    mencerminkan pelapisan atau stratifikasi sosial masyarakat penutur bahasa

    tersebut, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern. Dalam

    masyarakat suku Bali, struktur pelapisan masyarakatnya yang lebih dikenal

    dengan sebutan warna merupakan sumber dasar terbentuknya tingkatan-tingkatan

    bahasa Bali itu. Di samping itu, disebabkan oleh tata etika dan sopan santun

    masyarakat Bali yang telah mendapat pengaruh besar dari budaya Jawa (Hindu)

    terutama pada zaman pemerintahan Majapahit ketika menguasai daerah Bali

    (Suarjana, 2008:59).

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    39/251

    19

    Salah satu strategi yang digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi secara

    sosial adalah strategi kesopanan (politeness strategy). Strategi kesopanan ini

    merupakan suatu keterampilan budaya yang dimiliki oleh masyarakat

    pendukungnya yang dikemas melalui bahasa untuk menimbulkan kenyamanan

    dan keberterimaan secara adab dan berbudaya (Suarjana, 2008:80).

    Pilihan strategi kesopanan antara masyarakat yang memiliki hirarki status

    sosial (berkasta) dan masyarakat egalitarianmenurut Brown dan Levinson (1987)

    cenderung berbeda (Suarjana, 2008:81). Masyarakat yang memiliki hierarki status

    sosial akan memilih strategi kesopanan negatif dalam berbahasa. Sebaliknya,

    masyarakat egalitarian cenderung memilih kesopanan positif dalam berbahasa.

    Bagaimana ragam tinggi dipilih oleh kelas bawah untuk kelas atas dalam

    masyarakat Bali, baik secara kacamata tradisional maupun modern (sebagai

    bentuk kesopanan negatif).

    Di pihak lain, kelas bawah akan menerima ragam rendah dari kelas atas.

    Di kalangan kelas atas sendiri, mereka akan memilih strategi kesopanan positif,

    tujuannya adalah untuk memberikan pengakuan atas kekuasaan satu sama lainnya.

    Sebaliknya, di pihak kelas bawah justru strategi kesopanan negatif yang

    berkembang. Tujuannya adalah secara bersama-sama menekankan

    kesetiakawanan dan saling tenggang rasa atas keterbatasan kekuasaan itu. Ini

    sebagai salah satu dasar mengapa bahasa Bali memiliki tingkat-tingkatan (sor

    singgih) bahasa dalam tuturannya (Suarjana, 2008:81). Sor singgih bahasa Bali

    dapat dibedakan menjadi lima, yakni seperti di bawah ini.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    40/25

    20

    1. Basa Kasar

    Basa kasar (K) adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa

    paling bawah. Basa kasar dibedakan menjadi dua, yakni basa kasar pisan dan

    basa kasar jabag (Suarjana, 2008:84).

    a) Basa Kasar Pisan

    Basa kasar pisan adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya

    tergolong tidak sopan, yang sering digunakan dalam situasi emosional, jengkel,

    marah, dengki, dan caci maki.

    Contoh:

    (a)Apa petang iba ento?

    Apa yang kamu katakan itu?

    (b)Wih, cicing magedi uli dini!

    Hai, anjing keluar dari sini!(Suarjana, 2008:84)

    b) Basa Kasar Jabag

    Basa kasar jabag adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya tidak

    disesuaikan dengan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam bahasa itu tidak

    mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa Bali, kadang kala

    melampaui etika berbicara. Dalam penggunaannya dianggap tidak sopan dan tidak

    wajar. Percakapan semacam ini dinilai salah sasaran. Biasanya dalam situasi

    kebahasaan tidak semata-mata pembicara tidak memahami sor singgih basa Bali,

    justru ada kalanya ingin menunjukkan keangkuhan, kelebihan, atau keakrabannya.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    41/25

    21

    Hal ini sering terjadi antara wangsa yang lebih rendah terhadap wangsa

    yang lebih tinggi atau ditunjukkan kepada orang yang patut dihormati dan

    dimuliakan.

    Contoh :

    (a)I Bapapulesdi paon.

    Ayah tidur di dapur

    (b)Cokmai singgah, nyanan ajaka mabalihjoged!

    Cok (singkatan dari Cokorda) mari mampir, nanti nonton jogetbersama!

    (Suarjana, 2008:86)

    (2)Basa Andap

    Basa andap adalah tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam suasana

    bersahaja (dalam pergaulan akrab dan sopan) sehingga sering disebut dengan

    istilah basa kasar sopanatau basa Bali lumrah/kapara (Bk).

    Bahasa Bali sebagai bahasa sopan digunakan dalam pergaulan yang

    sifatnya akrab, misalnya sesama wangsa. Di samping itu, sama kedudukannya,

    sama umur, sama pendidikan, sama jabatan, kawan sederajat, bahasa

    kekeluargaan. Bahasa ini lebih sering dan dominan dipakai oleh wangsa jaba.

    Contoh :

    (a)Luh beliang Bapa roko, rokon Bapan suba telah!

    Luh belikan ayah rokok, rokok ayah sudah habis!

    (b)Ditu meli sig warung Mn Dayuh apang maan mudahan!

    Di sana beli di warung Ibu Dayuh agar dapat lebih murah!

    (Suarjana, 2008:87)

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    42/25

    22

    (3)Basa Madia

    Basa madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang

    nilai rasa bahasanya berada di antara Basa Bali Andap dan Basa Bali Alus.

    Artinya bahwa konotasi basa madia tidak kasar juga tidak halus. Oleh karena

    itulah, sering juga disebut dengan bahasa antara (tidak halus dan juga tidak kasar).

    Contoh :

    (a)Tiang ampunrauh duk I ratu masiram

    Saya sudah datang ketika Anda mandi

    (b)Ajak siraraganemeriki?

    Sama siapa anda kemari?

    (Suarjana, 2008:89)

    (4)Basa Alus

    Basa alusadalah tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa bahasa

    yang tinggi atau sangat hormat. Biasanya bahasa ini digunakan dalam situasi

    resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, sarasehan, percakapan mengenai adat,

    agama, dan sebagainya). Pada dasarnya percakapan dengan menggunakan basa

    alus itu akan menunjukkan adanya norma sopan santun, moral yang bernilai

    ramah-tamah yang tinggi (Suarjana, 2008:90).

    a) Basa Alus Sor

    Basa alus sor (Aso) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat

    mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Di samping

    itu, juga untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut drendahkan atau

    bisa juga karena status sosialnya dianggap lebih rendah dari pada orang yang

    diajak berbicara.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    43/25

    23

    Contoh :

    (a)

    Benjang semeng ipunjagatangkil mriki

    Besok pagi ia akan datang kemari

    (b)Ipunkantunnunas, antosang dumun!

    Ia masih makan, tunggu dulu!

    (Suarjana, 2008:92)

    b) Alus Mider

    Basa alus mider(Ami) adalah tingkatan bahasa Bali alusatau hormat yang

    memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk

    golongan bawah juga untuk golongan atas.

    Contoh :

    (a)Titiangnenten medrebejinah,I ratuakeh maduwejinah

    Saya tidak mempunyai uang, Anda banyak mempunyai uang(b)Ipun makta asiki,Ida maktakakalih

    Ia membawa satu, Beliau membawa dua

    (Suarjana, 2008:93)

    c) Basa Alus Singgih

    Basa alus singgih (Asi) adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat

    yang hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan

    orang yang patut dihormati atau dimuliakan, baik kepada lawan bicara maupun

    orang atau objek yang dibicarakan.

    Contoh :

    (a)Dayu Biangakuda sampunmaduwe oka?

    Dayu biang sudah berapa mempunyai anak?

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    44/25

    24

    (b)I Ratu kayun ngrayunanulam bawi?

    Anda mau makan daging babi?

    (Suarjana,2008:94)

    (5)Basa Mider

    Basa mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki

    tingkat-tingkatan rasa bahasa (tidak halus dan tidak kasar) sehingga bahasa ini

    dapat digunakan untuk dan kepada siapa saja. Selain itu, dalam pemkaiannya tidak

    terikat oleh adanya status sosial dalam masyarakat juga tidak terikat oleh situasi

    dan kondisi percakapan di mana pun berlangsung. Oleh karena itulah basa mider

    dapat disebut sebagai bahasa Bali lepas hormat (netral).

    Contoh dalam tataran bahasa alus:

    (a)Ida pedanda irikanyongkok, kairing antuk parekane.

    Ida Pedanda di sana jongkok, diikuti oleh abdinya.

    Contoh dalam tataran bahasa andap :

    a. KijaBeli ituni, paling icang ngalih?

    Ke mana kakak tadi, bingung saya mencari?

    Contoh dalam tataran bahasa kasar:

    (a)Suba lakar bangka masih nagih melimotor

    Sudah mau mati, juga minta membeli motor

    (Suarjana, 2008:96-97)

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    45/25

    25

    2.2.4 Pendidikan Karakter

    Kata karakter berasal dari kata Yunani, charasseinyang berarti mengukir

    sehingga berbentuk sebuah pola. Hal itu berarti bahwa akhlak mulia tidak secara

    otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan

    proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Oleh

    karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan

    baik (habit) sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil (Megawangi, 2009:23).

    2) Nilai-nilai Dasar Pendidikan Karakter

    Menurut Ratna Megawangi (2009:93), pendidikan karakter adalah sebuah

    usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak

    dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat

    memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

    Nilai-nilai dasar pendidikan karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-

    anak adalah nilai-nilai universal. Adapun nilai-nilai universal yang perlu

    ditanamkan kepada anak-anak adalah sebagai berikut.

    (1) Bertakwa (religious)

    Takwa adalah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan

    perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bertakwa adalah menjalankan

    takwa (Fajri dan Senja, 2007:786). Para guru harus mampu mengarahkan anak

    didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Orang yang

    bertakwa akan sadar bahwa dirinya hanya hamba Tuhan yang harus bertanggung

    jawab dengan apa yang telah dilakukannya di dunia.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    46/25

    26

    (2) Bertanggung jawab (responsible)

    Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya (Fajri dan

    Senja, 2007:794). Para guru harus mampu mengajak para peserta didiknya untuk

    menjadi manusia yang bertanggung jawab. Mampu mempertanggungjawabkan

    apa yang telah dilakukannya dan berani menanggung segala risiko dari apa yang

    telah diperbuatnya. Rasa tanggung jawab ini harus ada dalam diri para peserta

    didik.

    (3) Berdisiplin (dicipline)

    Disiplin adalah usaha menaati tata tertib, baik tata tertib di sekolah,

    instansi, maupun lain-lain (Fajri dan Senja, 2007:258). Para guru harus mampu

    menanamkan disiplin yang tinggi kepada para peserta didiknya. Kedisiplinan

    harus dimulai pada saat masuk sekolah. Budaya tepat waktu harus ditegakkan.

    Siapa yang terlambat datang ke sekolah harus terkena sanksi atau hukuman sesuai

    dengan peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah.

    (4) Jujur (honest)

    Jujur adalah dapat dipercaya, tidak bohong, berkata apa adanya (Fajri dan

    Senja, 2007:406). Kejujuran saat ini merupakan hal yang langka. Para guru harus

    mampu memberikan contoh kepada para peserta didiknya untuk mampu berlaku

    jujur. Ketika jujur diajarkan di sekolah-sekolah, maka para peserta didik tidak

    akan berani berbohong karena telah terbiasa jujur. Kebiasaan jujur ini jelas harus

    menjadi fokus utama dalam pendidikan di sekolah.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    47/25

    27

    (5) Sopan (polite)

    Sopan adalah tertib menurut aturan, santun, dan hormat (Fajri dan Senja,

    2007:769). Karakter sopan ini harus dilatihkan kepada peserta didik dan

    dicontohkan bagaimana cara berlaku sopan kepada orang lain, terutama kepada

    mereka yang telah lebih tua daripadanya. Tentu karakter kesopanan harus

    diperlihatkan dan dijunjung tinggi. Sering kali kita melihat karakter anak sekolah

    yang kurang sopan, baik dalam berbicara maupun bertindak. Hal inilah yang harus

    diubah dalam pendidikan karakter bangsa.

    (6) Peduli (care)

    Peduli adalah menghiraukan, memerhatikan, mengindahkan, dan menurut

    (Fajri dan Senja, 2007:631). Peserta didik harus dilatih untuk peduli kepada

    sesama. Belajar melakukan empati kepada orang lain dengan rasa kepedulian yang

    tinggi.

    (7) Kerja keras (hard work)

    Kerja keras adalah aktivitas untuk melakukan sesuatu secara sungguh-

    sungguh (Fajri dan Senja, 2007:458). Peserta didik harus dilatih untuk mampu

    bekerja keras. Bukan hanya mampu bekerja keras, tetapi juga mampu bekerja

    cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang yang senang bekerja keras pastilah akan menuai

    kesuksesan dari apa yang telah dikerjakannya.

    (8) Sikap yang baik (good attitude)

    Sikap yang baik adalah cara bertindak yang baik (Fajri dan Senja,

    2007:760). Peserta didik harus memiliki sikap yang baik. Dengan sikap yang baik

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    48/251

    28

    akan terlihat karakter dari peserta didik tersebut. Sikap yang baik kepada orang

    lain harus dicontohkan oleh guru kepada para peserta didiknya. Perilaku orang

    dapat dilihat dari sikap baik yang dimunculkannya.

    (9) Toleransi (tolerate)

    Toleran adalah bersikap tenggang rasa atau bersikap menghargai pendirian

    orang lain (Fajri dan Senja, 2007:824). Peserta didik harus dilatih agar mampu

    bertoleransi dengan baik kepada orang lain. Toleransi harus dipupuk sejak dini,

    apalagi kepada hal-hal yang bernuansa suku, agama, dan ras. Perlu toleransi yang

    tinggi agar mampu memahami kalau kita berbeda, tetapi hakikatnya tetap satu

    juga. Toleransi antarumat beragama adalah salah satu bentuk toleransi yang paling

    jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

    (10) Kreatif (creative)

    Kreatif adalah kemampuan untuk mencipta (Fajri dan Senja, 2007:489).

    Peserta didik harus diajarkan agar mampu kreatif sehingga akan menumbuhkan

    keterbiasaan menciptakan sesuatu yang baru. Guru kreatif akan menghasilkan

    peserta didik yang kreatif pula. Ajarkan peserta didik agar mampu kreatif dalam

    menjalankan aktivitas kesehariannya. Anak kreatif lahir dari proses pendidikan

    yang berkelanjutan.

    (11) Mandiri (independent)

    Mandiri adalah dalam keadaan berdiri sendiri (Fajri dan Senja, 2007:547).

    Anak yang terbiasa mandiri biasanya akan jauh lebih berhasil hidupnya daripada

    anak yang kurang mandiri. Mandiri bukan hanya mampu berdiri di atas kakinya

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    49/251

    29

    sendiri, tetapi juga mampu membawa dirinya untuk tidak bergantung penuh

    kepada orang lain. Kemandirian harus ditanamkan kepada para peserta didik bila

    ingin anak menjadi mandiri.

    (12) Rasa Ingin Tahu (curiosty)

    Ingin tahu adalah kemauan untuk mengetahui sesuatu (Fajri dan Senja,

    2007:379). Setiap anak pasti memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tentu sebagai

    guru dituntut untuk mampu mengarahkan rasa ingin tahu siswa ke arah hal-hal

    yang positif.

    (13) Semangat Kebangsaan (nationality spirit)

    Para peserta didik harus didorong memiliki semangat kebangsaan. Dengan

    begitu akan ada rasa bangga kepada bangsanya sendiri.

    (14) Menghargai (respect)

    Peserta didik harus mampu menghargai hasil karya orang lain yang

    dilihatnya. Dengan begitu ada penghargaan yang diberikan olehnya kepada orang

    lain. Saling menghargai merupakan cerminan budaya bangsa yang harus

    dilestarikan secara turun-temurun. Menghargai pendapat orang lain adalah salah

    satu contoh dari karakter saling menghargai sesama.

    (15) Bersahabat (friendly)

    Ketika peserta didik sudah terbiasa bersahabat, maka akan terasalah

    pentingnya sebuah persahabatan. Bersahabat adalah karakter penting yang harus

    dimiliki oleh para peserta didik. Guru harus memupuk rasa persaudaraan yang

    tinggi. Bila kita saling bersahabat, maka akan semakin dekat dan akrab.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    50/25

    30

    (16) Cinta damai (peace ful)

    Peserta didik harus cinta damai. Cinta mencintai antarsesama anak

    manusia. Kita semua bersaudara dan tidak selayaknya kita saling bertengkar. Kita

    cinta damai, tetapi kita pun cinta kemerdekaan.

    2.2.5 Bermain Peran

    Bermain peran pada dasarnya adalah siswa memainkan peranan di dalam

    mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial

    (Sudjana, 2010:84). Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk

    menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu

    pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai

    bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian, baik terhadap keunggulan

    maupun kelemahan tiap-tiap peran tersebut dan kemudian memberikan

    saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini

    lebih menekankan pada masalah yang diangkat dalam pertunjukan, bukan pada

    kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

    Menurut Crookall dan Oxford bermain peran adalah sebuah bentuk

    simulasi karena di dalam permainan peran (role play), siswa menyajikan dan

    sekaligus mengalami sendiri jenis-jenis karakter yang ada dalam kehidupan

    sehari-hari (Ghazali, 2010:276). Permainan peran dapat dipandang sebagai peran-

    peran yang dimainkan siswa, di mana peran biasanya merupakan situasi sosial

    yang ditulis dalam bentuk naskah.

    Metode bermain peran ini dipelopori oleh George Shaftel. Dalam

    kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    51/25

    31

    dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang

    dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang

    lain (masyarakat) sangatlah penting untuk menyadari peran dan bagaimana peran

    tersebut dilakukan. Kemampuan menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang

    lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang

    lain tersebut perlu dikembangkan. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap

    individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat

    berhubungan dengan orang lain (masyarakat) (Hamzah B. Uno, 2012:25)

    Bermain peran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri

    (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.

    Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran,

    menyadari adanya peran-peran yang berbeda-beda, dan memikirkan perilaku

    dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan

    contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk

    (1) menggali perasaannya, (2) memeroleh inspirasi dan pemahaman yang

    berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan

    keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata

    pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada

    saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu

    situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga,

    bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain (Hamzah B. Uno, 2012:26).

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    52/25

    32

    1) Prosedur Pembelajaran Melalui Bermain Peran

    Keberhasilan pembelajaran melalui bermain peran bergantung pada

    kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping

    itu, bergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap

    situasi yang nyata. Prosedur pembelajaran melalui bermain peran terdiri atas

    sembilan langkah menurut Hamzah B. Uno (2012:26), yaitu sebagai berikut.

    (1)

    Pemanasan

    Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang

    disadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan

    menguasainya. Bagian berikut dari proses pemanasan adalah

    menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh.

    Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik agar dapat

    merasakan masalah itu hadir di hadapan mereka, dan memiliki hasrat

    untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan aktual, langsung

    menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa

    ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternatif

    pemecahan.

    (2)Memilih Pemain (Partisipan)

    Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan

    siapa yang memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat

    memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang

    mengusulkan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    53/25

    33

    langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa

    pasif dan enggan untuk berperan apa pun.

    (3)Menata Panggung

    Dalam hal ini, guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan

    bagaimana peran itu dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan.

    Penataan panggung yang paling sederhana adalah hanya membahas

    skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan

    peran.

    (4)Menyiapkan Pengamat (Observer)

    Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Sebaiknya

    pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang

    dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati

    peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.

    (5)Memainkan Peran

    Permainan peran dilaksanakan secara spontan sesuai dengan peran

    masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-

    benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus

    karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan.

    (6)

    Diskusi dan Evaluasi

    Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan

    evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    54/25

    34

    muncul. Mungkin siswa yang meminta untuk berganti peran. Bahkan

    alur, ceritanya akan sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan evaluasi

    tidak jadi masalah.

    (7)

    Memainkan Peran Ulang

    Seharusnya, pada permainan peran kedua ini berjalan lebih baik.

    Siswa dapat memainkan perannnya lebih sesuai dengan skenario.

    (8)Diskusi dan Evaluasi Kedua

    Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas

    karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang

    melampaui batas kenyataan. Misalnya, seorang siswa memainkan peran

    sebagai pembeli. Siswa membeli barang dengan harga yang tidak

    realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.

    (9)

    Berbagi Pengalaman dan Simpulan

    Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan

    peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat simpulan.

    Melalui permainan peran adalah suatu upaya meningkatkan kemampuan

    siswa untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain serta dapat

    meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dalam hal ini, siswa mampu

    meningkatkan kemampuan berbicara sor singgihbahasa Bali dalam pembelajaran

    bahasa Bali.

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    55/25

    35

    2.3 Landasan Teori

    2.3.1 Teori Behavioristik

    J.B Skinner adalah ahli pembelajaran behavioristik yang menyatakan

    belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar jika

    ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dalam kutipan bukunya

    dinyatakan bahwa teknik pendidikan yang menekana pada penghafalan bahan

    lisan bersandar berat pada dorongan atau motivasi. Sebagai contoh, beberapa baris

    puisi yang diberikan kepada anak dan dia diperintahkan untuk belajar. Guru

    kemudian meminta anak untuk membaca puisi. Penghargaan atau pujian akan

    diberikan jika ia melakukannya dengan benar, sebaliknya guru akan

    menghukumnya jika ia salah mengucapkannya. Hal itu dilakukan dalam rangka

    menghasilkan tanggapan yang kemudian dapat diperkuat.

    Educational techniques which emphasize the memorization of verbal material

    lean heavily upon prompting. How the grade-school child aquires verbal behavior

    is often of little concern to the teacher. For example, a few lines of poem are given

    to the child is usually left to learn them. In some little-understood fashion

    which the child is usually left discover for himself, he must convert texture. The

    teacher then asks the child to recite te poem, rewards him if does so correctly, and

    punishes him if he is unable to recite it or recites it correctly. In order to generate

    responses which may then be reinforced, the teacher may resort of promts. A

    partially learned poem is thus evoked and reinforced. (Skinner, 1957:255)

    Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan (input) yang

    berupa stimulus dan keluaran (output) yang berupa respons. Penguatan

    (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja

    yang memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive

    reinforcement), maka respons akan semakin kuat. Demikian juga penguatan

    dikurangi (negative reinforcement)maka respons juga akan lemah. Efek prosedur

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    56/25

    36

    dalam memberikan respons dari kondisi pengendalian tertentu biasanya dilakukan

    dengan cara lain. Selain menggunakan berbagai macam penguatan, suatu

    ketergantungan diatur dengan respons verbal dan penguat umum. Setiap perstiwa

    yang bersifat mendahului suatu ganjaran berbeda, dapat digunakan sebagai

    penguat untuk membawa perilaku bawah kontrol seseorang pada semua kondisi

    yang kurang tepat dan rangsangan yang buruk (Skinner, 1957:54).

    Menurut Iskandarwassid (2011:4) pembelajaran dimaknai sebagai proses

    menuju ke arah yang lebih baik. Variasi belajar dapat diamati melalui prises

    tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada enam jenis tingkah laku, yaitu (1)

    suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus (S)

    respons (R), S adalah situasi yang memberikan stimulus, sedangkan R adalah

    respons dari stimulus. (2) untaian dan rangkaian, suatu kegiatan belajar yang

    terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respons yang dihubung-hubungkan,

    (3) perbedaan yang beragam, proses belajar terjadi atas serangkaian respons yang

    khusus, (4) penggolongan, jenis belajar yang terjadi diatas atas penggolongan

    suatu benda, keadaan, atau perbuatan yang sesuai dengan situasi, (5)

    menggunakan urutan, suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak tidak sesuai

    dengan landasan komponennya, (6) memecahkan masalah, kemampuan berpikir,

    menganalisis, dan memecahkan masalah.

    2.3.2 Keterampilan Berbicara

    Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari

    pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah kalimat, betapa pun

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    57/25

    37

    kecilnya, memiliki struktur dasar yang saling bertemali sehingga mampu

    menyajikan sebuah makna. Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara

    merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk

    mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih

    jauh lagi Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah

    kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui

    kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari

    masyarakat yang berbeda. Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai

    pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta

    (massage). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan senderdan massage

    merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima dan

    merupakan reaksi dari penerima pesan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2011:240).

    Untuk lebih jelasnya tampak dalam bagan 2.1 berikut ini.

    Gambar 2.1 Konteks Komunikasi

    Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:241), keterampilan berbicara

    pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi

    artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan

    PENERIMA

    PENGIRIM

    BALIKAN

    WARTA

  • 5/21/2018 Unud 932 937593258 Gabungan Tesis (Ayu Suwandewi)

    58/251

    38

    kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan

    persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam

    yang luas bunyi artikulas