LIMBAH - UNUD

295

Transcript of LIMBAH - UNUD

Page 1: LIMBAH - UNUD
Page 2: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

I. G. N. G. BIDURAI. B. GAGA PARTAMA

TJOK. GDE OKA SUSILA

LIMBAHPAKAN TERNAK ALTERNATIFDAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 3: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 19871. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan

atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah).

Page 4: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

LIMBAHPAKAN TERNAK ALTERNATIFDAN APLIKASI TEKNOLOGI

Udayana University Press

Page 5: LIMBAH - UNUD

�v | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Penulis:I. G. N. G. BiduraI. B. Gaga Partama

Tjok. Gde Oka Susila

Ilustrasi: Repro

Penyunting:D. K. Harya Putra

Diterbitkan oleh:Udayana University Press

Jl. P.B. Sudirman, Denpasar - BaliLantai Dasar Perpustakaan Pascasarjana

Telp. 081 337 491 413

Cetakan Pertama:Juni 2008

xxv + 269 hlm, 14 x 21 cm

ISBN: 978-979-8286-51-3

Hak Cipta pada Penulis.Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

LIMBAHPAKAN TERNAK ALTERNATIFDAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 6: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | v

Prakarta

Terjadinya krisis ekonomi secara berkepanjangan di Indonesia membuat kita sadar bahwa selama ini

kita terlalu banyak berkiblat ke luar negeri, dan mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap komponen bahan pakan impor. Pada saat itu, banyak peternak yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu membeli ransum. Sampai-sampai ada ungkapan bahwa ternak mengkonsumsi “mobil” untuk mempertahankan hidupnya. Hal itu terkait dengan terlalu mahalnya ransum sehingga peternak menjual barang modal, seperti mobil untuk mempertahankan usaha ternaknya. Pelajaran berharga tersebut menjadikan kita harus mencari alternatif bahan makanan yang bersifat inkonvensional yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, harganya murah, bersifat lokal, tetapi mempunyai kandungan nutrisi yang memadai untuk ternak.

Beberapa bahan pakan, seperti pakan limbah dan yang bersifat inkonvensional mempunyai potensi untuk dikembangkan ditinjau dari segi ketersediaannya, walaupun kadang-kadang ditemukan faktor pembatas dalam penggunaannya. Misalnya,

Page 7: LIMBAH - UNUD

v� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

kandungan serat kasar dan karbohidrat bukan pati (“Non Starch Polysacharides” = NSP) dalam pakan akan berpengaruh negatif terhadap kecernaan ransum pada ternak monogastrik. Demikian juga halnya dengan kandungan protein dan keseimbangan asam amino, serta kecernaannya yang menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam ransum. Oleh karena itu, aplikasi teknologi tepat guna sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai guna dari pakan limbah tersebut.

Dalam buku ini, dikupas ihwal klasifikasi pakan limbah, limbah industri pertanian, limbah perkebunan, limbah perikanan dan peternakan, jerami, pakan ternak alternatif, dan hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh ransum berbasis limbah terhadap kuantitas dan kualitas produksi ternak, serta aplikasi teknologi untuk meningkatkan nilai guna dari pakan limbah tersebut, seperti teknologi fisika dan kimia, teknologi fermentasi, silase, dan probiotik. Dengan demikian, buku ajar ini akan sangat berguna dan membantu sekali dalam pemahaman mengenai kuantitas dan kualitas bahan pakan limbah maupun pakan inkonvensionil. Pemanfaatan teknologi serta level pemberian pakan limbah yang tepat pada ternak akan dapat memberikan hasil yang optimal.

Sasaran utama pengguna buku ajar ini adalah mahasiswa peternakan tingkat sarjana maupun pascasarjana di bidang peternakan dan yang terkait dengannya. Selain itu, buku ini juga akan bermanfaat bagi mereka yang berkecimpung atau setidaknya menaruh minat di bidang peternakan, karena dalam buku ini juga diberikan beberapa hasil penelitian dan pemanfaatan berbagai macam limbah, baik dengan maupun tanpa sentuhan teknologi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ketua Lembaga Penelitian Unud, atas kesempatan dan dana yang diberikan kepada penulis untuk meneliti penggunaan bahan pakan alternatif pada ternak, juga kepada Ketua UPT Penerbit Unud, yang telah membantu, memfasilitasi, dan mendorong untuk membuat buku ajar. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas

Page 8: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | v��

Peternakan, Universitas Udayana, atas waktu dan dorongan yang diberikan sehingga penyusunan buku ajar ini dapat terselesaikan. Penerbitan buku ini pun akan sulit terwujud bila tidak ada kesempatan dan bimbingan dari bapak Prof. Ir. Dewa Ketut Harya Putra, M.Sc. Ph.D. Beliau sendiri adalah Ketua UPT Penerbit dan Dewan Penyunting Buku Ajar Unud. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada beliau. Buku ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku I Gst. Ketut Astika, BA (Aji) dan Ni Ketut Sena (Ibu), serta kepada istri tercinta Ir. Elly Susanti dan anaknda I Gusti Bagus Teguh Pramana yang telah menemani dengan penuh kasih sayang selama penyusunan buku ini. Kepada sdr. I Made Suyasa, SE dan Ir. D.P.M.A. Candrawati, MSi yang telah banyak membantu dalam pengetikkan dan pencariaan pustaka, baik melalui internet maupun dalam jurnal di perpustakaan.

Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini berguna untuk menambah pengetahuan dan menjadi rujukan dalam penyusunan ransum ternak dengan memperhitungkan prinsip-prinsip ekonomi, sehingga produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Buku ajar yang sederhana ini tidak akan sempurna bila tidak ada kritik saran dari pembaca. Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk kesempurnaan buku ajar ini sangat kami harapkan.

Denpasar, Januari 2008Hormat kami,

Penyusun

Page 9: LIMBAH - UNUD

v��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 10: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �x

PRAKATA ~ vDAFTAR ISI ~ ixDAFTAR TABEL ~ xvDAFTAR GAMBAR ~ xxiiiI. PENDAHULUAN ~ 1 1.1 Pengertian Limbah ~ 1 1.2 Keterbatasan Nutrisi Pakan Limbah ~ 2 1.3 Jenis Pakan Limbah Untuk Ternak ~ 3 1.4 Pertimbangan Teknis dan Ekonomis ~ 5 1.5 Peranan Teknologi dalam Pengolahan Limbah ~ 7 1.5.1. Teknologi untuk mengatasi senyawa antinutrisi ~ 9 1.5.2. Aplikasi bioteknologi ~ 10 1.5.3. Teknologi pakan lengkap ~ 12 1.5.4. Teknologi pakan pada integrasi ternak dengan usaha pertanian dan perkebunan ~ 13 1.5.5. Teknologi ramah lingkungan ~ 16

Daftar Is�

Page 11: LIMBAH - UNUD

x | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

II. KLASIFIKASI PAKAN LIMBAH ~ 19 2.1 Pakan Limbah Sumber Protein ~ 19 2.2 Pakan Limbah Sumber Energi ~ 21 2.3 Pakan Limbah Sumber Lemak ~ 24 2.4 Pakan Limbah Berserat ~ 27 2.5 Pakan Limbah Sumber Mineral ~ 29 2.6 Pakan Limbah Sumber Vitamin ~ 31 2.7 Pakan Limbah Sumber Enzim ~ 33 2.7.1. Produksi enzim hewani ~ 33 2.7.2. Produksi enzim tanaman ~ 34 2.7.3. Produksi enzim mikroba ~ 35 2.7.4. Isolasi enzim ~ 37 2.8 Pakan Limbah Sumber Hormon ~ 39

III. LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN ~ 43 3.1 Potensi Limbah Kulit Biji ~ 43 3.1.1. Kulit biji kacang kedelai ~ 44 3.1.1.1. Fermentasi kulit kacang kedelai ~ 46 3.1.1.2. Respons ternak terhadap pemberian kulit kacang kedelai ~ 47 3.1.2. Bungkil Kacang Kedelai ~ 51 3.2 Ampas Tahu ~ 52 3.3 Ampas Kecap ~ 55 3.4 Pollard ~ 55 3.5 Sorghum (Sorghum bicolor) ~ 58 3.6 Dedak Padi ~ 61 3.7 Bungkil Kelapa ~ 63 3.8 Limbah Roti ~ 64 3.9 Onggok ~ 67 3.10 Limbah Hotel ~ 69

Page 12: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | x�

IV. LIMBAH PERKEBUNAN ~ 73 4.1 Kulit Cokelat (Theobroma cacao) ~ 73 4.2 Bungkil Inti Kelapa Sawit ~ 77 4.3 Pelepah Sawit ~ 80 4.4 Batang Pisang ~ 82 4.5 Serbuk Gergaji Kayu ~ 83

V. LIMBAH PERIKANAN DAN PETERNAKAN ~ 87 5.1 Limbah Ikan dan Udang ~ 87 5.1.1. Fermentasi Limbah Ikan ~ 88 5.1.2. Aspek Biokimia Silase Limbah Ikan ~ 89 5.1.3. Cara Pembuatan Silase Limbah Ikan ~ 90 5.1.4. Nilai Gizi Silase Limbah Ikan ~ 91 5.1.5. Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Proses Fermentasi limbah Ikan ~ 93 5.1.6. Aspek Dasar Fermentasi Bakteri Asam Laktat ~ 96 5.2 Tepung darah ~ 98 5.3 Kotoran Ayam ~ 98 5.4 Bulu Ayam ~ 103 5.5 Isi Rumen ~ 107 5.6 Limbah Ternak Lain ~ 109

VI. JERAMI ~ 111 6.1 Potensi Jerami ~ 111 6.2 Jenis-Jenis Jerami ~ 112 6.3 Jerami Sebagai Pakan Ternak ~ 113 6.3.1. Jerami padi (Oriza sativa) ~ 114 6.3.2. Jerami bawang putih (Allium sativum) ~ 119 6.3.3. Jerami eceng gondok (Eichornia crassives) ~ 123 6.3.4. Jerami pucuk tebu ~ 126 6.4 Pengolahan Jerami ~ 127

Page 13: LIMBAH - UNUD

x�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

6.4.1. Fermentasi jerami ~ 127 6.4.2. Amoniasi jerami ~ 135 6.4.3. Perlakuan basa ~ 140 6.4.4. Perlakuan fisik ~ 142 6.4.5. Pengolahan kombinasi (Fisika, Kimia, dan Biologis) ~ 144 6.4.6. Metode suplementasi ~ 146 6.4.7. Pemanfaatan jerami pada integrasi usaha tani dengan ternak dalam mendukung peternakan berwawasan lingkungan ~ 147

VII. PAKAN TERNAK ALTERNATIF ~ 153 7.1 Hijauan untuk Pakan ~ 153 7.1.1. Senyawa fitokimia pada hijauan ~ 154 7.1.2. Khasiat fitokimia pada ternak ~ 154 7.2 Duckweed (Lemna minor) ~ 155 7.3 Kayu Apu (Pistia stratiotes) ~ 158 7.4 Daun Asam (Tamarindus indica) ~ 159 7.5 Daun Katuk (Soropus androgynus) ~ 161 7.6 Daun Avokat (Persae Americana Mill) ~ 162 7.7 Daun Lamtoro ~ 163 7.8 Daun Mengkudu (Morinda citrifelia) ~ 164 7.9 Rumput Laut (Gracillaria sp.) ~ 164 7.10 Daun Pepaya (Carica papaya L.) ~ 169

VIII.TEKNOLOGI PENGOLAHAN FISIK DAN KIMIA ~ 175 8.1 Aplikasi Teknologi Pengolahan Limbah ~ 175 8.2 Pengolahan Secara Fisik ~ 177 8.2.1. Teknologi meperluas permukaan pakan ~ 177 8.2.2. Pengolahan kering (Hay) ~ 178 8.2.3. Pengolahan basah ~ 179

Page 14: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | x���

8.3 Pengolahan Kimia ~ 180 8.3.1. Amoniasi ~ 180 8.3.2. Pengolahan basa (NaOH) ~ 181 8.4 Pengolahan Fisika-Kimia ~ 183

IX. TEKNOLOGI FERMENTASI ~ 185 9.1 Pengertian Fermentasi ~ 185 9.2 Tipe Fermentasi ~ 186 9.3 Perubahan Nilai Gizi Akibat Fermentasi ~ 187 9.4 Pengendalian Fermentasi ~ 190 9.5 Aplikasi Fermentasi ~ 191 9.6 Penggunaan Jasa Mikroba dalam Proses Fermentasi ~ 193 9.6.1. Karakteristik mikroba fermentasi ~ 195 9.6.2. Bakteri ~ 197 9.6.3. Fungi (Jamur) ~ 198 9.6.4. Yeast ~ 199 9.6.5. Protozoa dan algae ~ 200 9.7 Metode Fermentasi ~ 200 9.7.1. Fermentasi padat ~ 201 9.7.2. Fermentasi cair ~ 203 9.8 Aplikasi Produk Fermentasi Pada Ternak ~ 204

X. TEKNOLOGI SILASE ~ 209 10.1 Pengertian Silase ~ 209 10.2 Prinsip Silase ~ 210 10.3 Metode Pembuatan Silase ~ 211 10.3.1. Silase jerami ~ 212 10.3.2. Silase pakan limbah berserat ~ 213 10.4 Penilaian Kualitas Silase ~ 214 10.4.1. Silase tipe laktat ~ 214 10.4.2. Silase tipe asetat ~ 215

Page 15: LIMBAH - UNUD

x�v | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

10.4.3. Silase tipe butirat ~ 215 10.5 Aditif dalam Pembuatan Silase ~ 216

XI. PENUTUP ~ 221 11.1 Limbah Pakan Ternak Alternatif ~ 221 11.2 Pertimbangan Teknis dan Ekonomis ~ 223 11.3 Pengolahan Pakan ~ 224 11.4 Aplikasi Produk Bioteknologi ~ 227 11.5 Ransum dan Zat Makanan ~ 231 11.6 Kandungan Nutrisi Pakan ~ 234 11.7 Ransum Berbasis Limbah ~ 235 11.7.1. Ransum limbah pertanian ~ 235 11.7.2. Ransum limbah perkebunan ~ 237 11.7.3. Ransum limbah peternakan ~ 240 11.7.4. Ransum limbah fermentasi ~ 242

XII. DAFTAR PUSTAKA ~ 247

Page 16: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | xv

Daftar Tabel

1 Kandungan protein dari beberapa bahan pakan asal hewan.........................20

2 Pencapaian berat badan akhir, pertambahan berat badan dan prosentase karkas dari itik yang mengkonsumsi ransum dengan penggunaan lemak sapi sebagai pengganti sebagian energi jagung ( 0 – 7 minggu )…………..25

3 Bilangan iodium dari beberapa bahan pakan untuk ternak ..........................26

4 Pengaruh penggunaan zeolit dalam ransum terhadap nilai cerna dan laju aliran ransum pada ayam broiler ...........31

5 Enzim yang terdapat dan dapat diekstrak dari hewan dan tanaman……….33

6 Beberapa jenis mikroba yang menghasilkan enzim yang diproduksi untuk tujuan komersial ..................................36

Page 17: LIMBAH - UNUD

xv� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

7 Komposisi kimia kacang kedelai dan kulit ari kacang kedelai, yang dipeoleh lewat perebusan (cara A) dan perebusan-perendaman (cara B).....44

8 Kandungan zat makanan kacang kedelai sebelum diolah dan setelah diolah menjadi tempe (Rhizopus oligoporus)………………………………47

9 Pengaruh penggunaan tepung kulit kacang kedelai terfermentasi dengan ragi tape terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 7 minggu………….48

10 Respons ayam broiler umur 2 – 6 minggu terhadap pemberian kulit ari kacang kedelai yang difermentasi probiotik starbio.....................................49

11 Pengaruh penambahan enzim cairan rumen pada wheat pollard terhadap persentase polisakarida, oligosakarida, dan energi termatabolis wheat pollard pada broiler................57

12 Perubahan kadar gula, polisakarida, oligosakarida, dan energi metabolis wheat pollard yang diberi enzim rumen.......................................................58

13 Kandungan nutrisi tempe sorghum.....................59

14 Kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, dan kecernaan serat kasar tempe sorghum pada berbagai level penambahan mineral Ramos......60

15 Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi......................61

16 Tingkat penggunaan dedak padi dalam ransum ternak.....62

17 Pengaruh tingkat pemberian dedak padi dalam ransum berbasis rumput gajah terhadap konsumsi ransum,

Page 18: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | xv��

pertambahan berat badan, dan jumlah daging karkas domba..........................................................................63

18 Pengaruh penggantian penggunaan jagung kuning dalam ransum basal dengan campuran limbah roti dan tepung daun duckweed (LRDW) terhadap penampilan ayam buras umur 2 – 8 minggu……………………..65

19 Pengaruh penggantian jagung kuning dengan campuran limbah roti dan tepung jerami bawang putih terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown umur 42 – 50 minggu........................................................................66

20 Perubahan zat gizi onggok sebelum dan sesudah difermentasi dengan kapang Aspergillus niger...........68

21 Komposisi limbah hotel berdasarkan peringkat hotel (bintang 1 – 5) yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak....................................................70

22 Komposisi zat makanan limbah hotel berdasarkan sumbernya....................71

23 Pengaruh pemberian limbah hotel terhadap penampilan babi Bali..............72

24 Pengaruh penggunaan pod kakao yang disuplementasi ragi tape dalam ransum terhadap distribusi lemak tubuh (% berat potong) itik Bali jantan umur 8 minggu ....................77

25 Perubahan kandungan nutrisi serbuk gergaji kayu yang mengalamin deamoniasi dan difermentasi dengan Trichoderma viredeae……………….84

26 Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan starbio

Page 19: LIMBAH - UNUD

xv��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik.........................................................85

27 Pengaruh kultur starter (L. plantarum) terhadap nilai gizi ikan terfermentasi yang disimpan selama 2 bulan ............91

28 Perbedaan mikroorganisme homofermentatif dan heterofermentatif dalam fermentasi tipe laktat ............94

29 Bakteri penghasil asam laktat yang penting dalam proses pembuatan silase..................95

30 Pengaruh penggunaan kotoran ayam ras petelur dalam ransum terhadap produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam Lohmann Brown fase peneluran pertama..................99

31 Kandungan zat makanan pada kotoran ayam ras.........100

32 Perubahan komposisi kimia kotoran ayam petelur yang difermentasi dengan EM4 (%)…………101

33 Kandungan zat makanan isi rumen sapi, kerbau, dan domba.......................108

34 Jenis jerami dengan kandungan nutrisinya............113

35 Utilisasi nitrogen pada sapi Bali penggemukan yang diberi ransum berbasis jerami padi amoniasi urea disuplementasi mineral.........................118

36 Pengaruh penggunaan tepung jerami bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap bobot dan komposisi fisik karkas itik Bali umur delapan minggu..................122

37 Penggunaan tepung daun katuk, bawang putih, dan kombinasinya terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 7 minggu…………...……….123

Page 20: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | x�x

38 Pengaruh tingkat pemberian tepung eceng gondok (Eichornis crassipes) dalam ransum terhadap penampilan ayam buras umur 0 – 12 minggu…….124

39 Kandungan nutrisi eceng gondok (Eichornis crassipes).......125

40 Penggunaan pucuk tebu dalam berbagai bentuk sebagai pakan sapi potong....................127

41 Perbandingan kandungan nutrisi jerami segar dengan jerami terfermentasi.....................129

42 Komposisi zat makanan jerami segar dan jerami fermentasi………………131

43 Perubahan nilai nutrisi jerami padi setelah fermentasi...........132

44 Koefisien cerna ransum pada sapi Bali penggemukan……………………..134

45 Metode pengolahan dengan amonia untuk hijauan (roughage) kualitas rendah..............139

46 Metode Pengolahan dengan NaOH untuk hijauan (roughage) kualitas rendah..............141

47 Pengaruh pemberian wafer pucuk tebu terhadap pertambahan berat badan sapi Bali jantan............144

48 Daya cerna bahan organik jerami barley yang diberi berbagai macam perlakuan............145

49 Pengaruh penggunaan tepung daun duckweed dalam ransum terhadap penampilan itik Bali jantan umur 0 – 8 minggu............................................157

Page 21: LIMBAH - UNUD

xx | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

50 Pengaruh penggunaan tepung daun duckweed dalam ransum terhadap bobot dan komposisi fisik karkas itik Bali jantan umur 0 – 8 minggu..........158

51 Pengaruh pemberian ekstrak daun asam dan ekstrak daun katuk melalui air minum terhadap pertambahan berat badan, lemak abdominal, dan kolesterol total plasma ayam broiler umur 2 – 6 minggu ............................160

52 Komponen karkas dan kadar kolesterol daging babi yang diberi rumput laut.............167

53 Pengaruh penggunaan tepung rumput laut sebagai sumber serat terlarut (agar) dalam ransum terhadap penampilan, karkas, perlemakan, dan kolesterol darah itik Bali jantan umur 2 – 8 minggu...............168

54 Analisis komposisi buah dan daun pepaya (100 g)........170

55 Rata–rata berat badan awal, berat badan akhir, konsumsi pakan harian, pertambahan berat badan harian (PBBH), dan konversi pakan kambing Bligon yang diberi daun pepaya....................172

56 Rataan skor rasa, tekstur, keempukan, dan warna daging kambing Bligon yang diberi daun pepaya.........173

57 Metode pengolahan dengan NaOH untuk hijauan (Roughage) kualitas rendah...................182

58 Koefisien cerna beberapa zat gizi bungkil Kelapa sebelum dan sesudah difermentasi dengan Aspergillus niger…………………………………………194

59 Berbagai mikroba dan produk fermentasi yang dihasilkannya …………..206

Page 22: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | xx�

60 Pengaruh perlakuan terhadap komposisi serat pod kakao dan kecernaan in vitro..................207

61 Beberapa komposisi nutrisi limbah pakan ternak..............233

62 Respons ayam broiler umur 2 – 6 minggu terhadap pemberian kulit ari kacang kedelai yang difermentasi probiotik.................................................236

63 Pengaruh biofermentasi pod kakao terhadap penampilan sapi FH jantan….............238

64 Pengaruh penambahan gergaji kayu, ragi tape, dan kombinasinya dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging umur 2 - 7 minggu…………239

65 Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan starbio terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik..................240

66 Pengaruh penggunaan tepung bulu ayam terfermentasi dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 6 minggu……………………242

67 Pengaruh pemberian ransum terfermentasi dengan ragi terhadap penampilan broiler umur 2 – 6 minggu...............243

Page 23: LIMBAH - UNUD

xx�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 24: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | xx���

Daftar Gambar

1. Pembagian karbohidrat menurut Chot dan Annison (1990)………………27

2 Proses pembuatan tepung kulit ari kacang kedelai mulai dari perendaman kacang kedelai pada proses pembuatan tempe sampai menjadi tepung…............45

3 Pengaruh kulit ari kacang kedelai terhadap distribusi lemak tubuh broiler umur 6 minggu..................50

4 Bagan pembuatan tepung tempe ampas tahu terfermentasi (Mahfudz 2006................52

5 Onggok merupakan ampas hasil pemerasan ubi kayu dalam proses pembuatan tapioka....................67

6 Limbah perkebunan kulit buah kakao (Theobroma cacao).........................74

Page 25: LIMBAH - UNUD

xx�v | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

7 Pod kakao tanpa perlakuan (kiri) dan pod kakao yang telah mengalami fermentasi dengan kapang (kanan) (Erika, 1998).......................................76

8 Proses pembuatan produk fermentasi lumpur sawit (“Ferlawit”)................79

9 Bentuk fisik lumpur sawit setelah dicampur dengan konsentrat.................80

10 Pelepah kelapa sawit yang direcah dapat digunakan sebagai pengganti rumput gajah....................81

11 Batang pisang sebelum diberikan pada ternak terlebih dahulu harus di iris-iris tipis (kanan).....................83

12 Kotoran ayam petelur sangat potensial sebagai pakan alternatif.................103

13 Bulu ayam broiler sebagai sumber protein...................105

14 Sapi yang diberi jerami padi tanpa pengolahan..................117

15 Jerami bawang putih berkhasiat menurunkan lemak dan kolesterol tubuh unggas...........120

16 Jerami pucuk tebu sangat potensial sebagai pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi............................126

17 Alur proses pembuatan jerami padi (Balitnak, Ciawi, Bogor, 2004)……..130

18 Daun pucuk tebu dalam bentuk silase, wafer, dan pellet…………………143

Page 26: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | xxv

19 Konsep dasar pemanfaatan jerami.........................148

20 Model introduksi teknologi pengolahan pakan dalam sistem terpadu antara pertanian dengan usaha peternakan………………………………..150

21 Tanaman Dukweed (Lemna minor) bahan pakan alternatif sumber protein ...........156

22 Tanaman katuk (Sauropus androgynus) berkhasiat sebagai antibakteri dan menurunkan akumulasi lemak tubuh ayam...........................................161

23 Skema pengolahan limbah ........................176

24 Perubahan struktur serat pod kakao segar (kiri) dan dengan amoniasi 1,5% Urea (kanan) (Erika, 1998..........................181

25 Perubahan struktur serat pod kakao setelah perlakuan pengolahan (tanpa, biofermentasi rumen, dan biofermentasi Kapang P. Chrysosporium (Erika, 1998)...................188

26 Bagan alir proses fermentasi dengan penambahan kultur murni………….189

27 Skema proses aktivasi Aspergillus niger......................217

28 Cara pencampuran ransum......................232

29 Bulu ayam broiler yang masih utuh (kiri) dan sesudah direbus serta difermentasi (kanan).....................241

Page 27: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

1.1 Pengertian Limbah

Bila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (l998), pengertian limbah secara harfiah didefinisikan sebagai

sisa proses produksi dan air buangan pabrik. Pengertian sisa di sini harus diartikan sebagai bahan sampingan yang tersisa setelah proses produksi utama selesai. Winarno (l985) mendefinisikan secara khusus limbah pertanian, yaitu bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil sampingan.

Mastika (l991) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan limbah pertanian adalah hasil sampingan yang dihasilkan dari pertanian dan belum termanfaatkan secara maksimal. Dalam bidang pertanian, industri, perkebunan, peternakan, dan perikanan, maka pengertian limbah akan lebih luas lagi termasuk bahan sampingan (“by product”), bahan terbuang, dan bahan tidak terpakai (“waste product”).

Apabila limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara tepat dan optimal, akan dapat diperoleh pakan yang murah dan

I. PENDAHULUAN

Page 28: LIMBAH - UNUD

� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

bermutu, sehingga itu akan dapat meningkatkan pendapatan peternak, mendukung upaya peningkatan populasi dan produktivitas ternak, dan membuka peluang usaha, yang sekaligus dapat mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh produksi limbah yang tidak ditangani dengan baik.

1.2 Keterbatasan Nutrisi Pakan LimbahPakan limbah untuk ternak ruminansia maupun

nonruminansia sebagiaan tidak dapat dicerna dan proporsi yang tidak tercerna tersebut cukup besar (protein, karbohidrat, dan mineral). Pada ternak monogastrik termasuk unggas, serat kasar dapat dikatakan tidak dapat dicerna, sedangkan protein hampir 50 % terbuang sebagai feses. Walaupun ternak ruminansia memiliki rumen untuk membantu mencerna serat kasar, pada kenyataannya kecernaan hijauan hanya mencapai 50-60%.

Keterbatasan nutrisi lainnya pada pakan limbah asal nabati adalah kandungan serat kasarnya yang relatif lebih tinggi daripada bahan pakan asal hewani. Ternak unggas hanya mampu mencerna serat kasar lebih kurang 20 – 30 % dan itu berlangsung di bagian sekum dan kolon. Namun, serat kasar pada ransum ternak unggas ternyata mempunyai fungsi yang sangat penting, khususnya dalam upaya mengatasi kanker saluran pencernaan dan mengurangi kegemukan pada ayam petelur.

Rendahnya availabilitas zat makanan yang terkandung dalam limbah merupakan kendala utama dalam usaha memanfaatkan limbah untuk makanan ternak. Keadaan tersebut di atas merupakan sifat umum daripada limbah.

Umumnya limbah mempunyai sifat “bulky” (“volumeneous = amba”) yang disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar di dalam limbah tersebut. Misalnya, limbah yang bersumber dari proses penggilingan dedak padi mempunyai density yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0,24 – 0,30 g/cm3 (BoGohl, 1975). Limbah yang berasal dari proses ekstraksi minyak, seperti bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai, dan bungkil kacang tanah

Page 29: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

mempunyai density berkisar antara 0,40 – 0,60, sedangkan limbah yang bersumber dari hewan/ikan, seperti tepung daging dan tepung ikan mempunyai angka density yang paling tinggi, yaitu berkisar antara 0,45 – 0,64 g/cm3. Adanya sifat “bulky” tersebut menyebabkan konsumsi pakan akan terbatas khususnya pada ternak unggas. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan proses pelleting.

Bahan pakan limbah nabati umumnya tidak mempunyai kandungan asam amino cukup seimbang, sehingga dalam penyusunan ransum hendaknya menggunakan lebih dari satu bahan pakan asal nabati dengan tujuan untuk saling melengkapi kelebihan dan kekurangan asam amino. Dengan demikian, bahan pakan limbah asal hewani hanya sebagai pelengkap saja, mengingat harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan pakan nabati.

Tinggi rendahnya penggunaan bahan pakan asal tanaman dalam penyusunan ransum erat kaitannya dengan harga dan kandungan nutrisi dari ransum yang dibuat. Kandungan asam amino asal protein nabati umumnya rendah, tidak seimbang, dan juga tidak lengkap. Bungkil kacang kedelai misalnya, sangat baik digunakan dalam penyusunan ransum, tetapi kandungan metioninnya rendah. Demikian juga halnya dengan bungkil kacang tanah; kandungan asam amino lysinnya rendah. Hal yang sama juga terjadi pada bungkil kelapa; asam amino lysin dan metioninnya rendah.

Tidak ada sumber bahan pakan, baik yang murni dihasilkan untuk pakan ternak maupun hasil sampingannya mengandung semua unsur nutrisi. Kekurangan kandungan unsur nutrisi dapat ditingkatkan dengan penambahan berbagai sumber bahan pakan yang lain ke dalam bahan pakan tersebut sehingga terjadi substitusi (saling melengkapi).

1.3 Jenis Pakan Limbah untuk TernakBahan pakan limbah untuk ternak terbagi atas bahan pakan

Page 30: LIMBAH - UNUD

� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

asal nabati atau yang bersumber dari produk pertanian, bahan pakan asal hewani atau bahan pakan asal produk perikanan, dan pakan limbah pelengkap yang umumnya buatan pabrik, yang biasanya digunakan untuk menutupi atau menyempurnakan keseimbangan nutrisi. Pakan limbah nabati mempunyai porsi 90 – 94 % dari total formulasi ransum ternak nonruminansia (Rasyaf, 2005). Hal tersebut disebabkan karena bahan pakan nabati umumnya sebagai sumber energi yang harus selalu terpenuhi dalam penyusunan ransum.

Karena demikian beragamnya jenis limbah yang ada, maka ada baiknya limbah tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa jenis limbah, antara lain sebagai berikut ini :1. Limbah pertanian: yang termasuk limbah pertanian di sini

meliputi jerami padi, jerami jagung, jerami kacang-kacangan, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah, daun singkong, pucuk tebu, dan sebagainya.

2. Limbah industri pertanian atau “agro-industrial-by-product”, seperti dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan bungkil kacang tanah.

3. Limbah peternakan, seperti kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, lemak telo, tulang, dan darah.

4. Limbah perikanan yang meliputi beberapa jenis ikan yang merupakan hasil sampingan pada penangkapan udang dan limbah pada unit pembekuan dan pengolahan/pengalengan ikan seperti bagian kepala, sirip, ekor, dan isi perut.

5. Limbah perkebunan, yaitu meliputi semua hasil ikutan dalam usaha tanaman perkebunan tertentu yang menghasilkan produk utama yang menjadi tujuan pengusaha. Limbah perkebunan yang umumnya digunakan sebagai pakan ternak, antara lain pucuk tebu dan daun tebu, gulma hasil penyiangan, limbah rumput pengolahan antara lain tetes (molasis), ampas kelapa sawit, ampas tebu (bagase), onggok, dan bagian sampah seperti kulit kopi, kulit coklat, serta air buangan sawit.

Page 31: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

6. Limbah tata boga yang meliputi limbah hasil restauran, hotel, rumah tangga, dan pasar. Limbah tersebut berupa sisa dapur, hotel, dan sisa sayuran di pasar yang merupakan limbah pasar yang cukup banyak serta dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak babi dan ruminansia.

1.4 Pertimbangan Teknis dan Ekonomis

Bahan pakan yang akan digunakan harus tersedia dalam waktu yang lama atau ketersediaannya harus kontinyu. Bahan pakan yang sudah tersedia pada suatu saat dan kemudian hilang (tidak tersedia) harus dihindarkan penggunaannya. Masalah ketersediaan ini erat kaitannya dengan produksi.

Padi yang diproduksi secara masal dan nasional menyebabkan ketersediaan dedak padi dan bekatul untuk ternak juga akan berlimpah. Lain halnya dengan bahan pakan yang diproduksi secara terbatas akan menghasilkan bahan pakan yang terbatas pula ketersediaannya. Karena masalah ketersediaan inilah, beberapa bahan pakan inkonvensional tidak dapat digunakan dalam pembuatan ransum oleh pabrik makanan ternak pada umumnya.

Beberapa contoh bahan pakan inkonvensional yang sering digunakan sebagai bahan pakan oleh peternak tradisional adalah tepung daun singkong, tepung ubi kayu, tepung sisa rumah potong, limbah tempe, kulit biji kacang kedelai, kulit cokelat, dan lain-lain. Walaupun dari segi nutrisi bahan pakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak, ketersediaannya yang terbatas dan tidak berkesinambungan menjadikan bahan tersebut tidak layak digunakan sebagai bahan utama penyusun ransum ternak. Contoh spesifik untuk di Indonesia adalah ubi kayu. Ubi kayu produksinya cukup banyak, tetapi karena bahan ini masih banyak digunakan untuk industri dan pangan manusia, serta kandungan nutrisinya yang rendah maka ubi kayu tidak layak digunakan dalam penyusunan ransum ternak.

Page 32: LIMBAH - UNUD

� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Produksi pertanian yang besar tentu akan menghasilkan banyak bahan pakan untuk ternak. Indonesia yang mengutamakan produksi padi akan banyak menghasilkan dedak dan bekatul. Karena itu, dedak padi selalu digunakan dalam penyusunan ransum ternak. Selanjutnya, karena buah kelapa dan kelapa sawit banyak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, maka hasil samping pembuatan minyak goreng itu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti bungkil kelapa dan bungkil sawit. Dapat dikatakan bahwa bahan pakan yang banyak diproduksi akan menjamin ketersediaannya, sehingga terjamin pula kontinyuitas penggunaannya dalam penyusunan ransum ternak.

Bahan pakan untuk ternak tidak boleh bersaing dengan manusia. Apabila manusia lebih banyak membutuhkannya, maka bahan pakan tersebut tidak boleh diberikan pada ternak, misalnya kacang kedelai. Namun demikian, bungkil kacang kedelai dapat diberikan pada ternak.

Pertimbangan lainnya, harga bahan pakan itu sendiri. Walaupun dapat digunakan sebagai bahan pakan, apabila harganya mahal, maka penggunaan bahan atau peran bahan pakan itu sebagai bahan pakan ternak akan tersisihkan. Murah ataupun mahalnya suatu bahan pakan harus dinilai dari manfaat bahan pakan itu sendiri, yang merupakan cermin dari kualitasnya dan hasil yang diperoleh. Tepung ikan misalnya, harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan kandungan proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya serta manfaat yang diperoleh, maka penggunaan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein menjadi murah.

Walaupun harga absolut suatu bahan pakan murah, ketersediaannya banyak dan berkesinambungan, tetapi bila kandungan gizinya rendah atau mengecewakan, maka bahan pakan tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan unggas. Bagi ternak monogastrik, batasannya adalah kandungan serat kasar suatu bahan. Semakin tinggi kandungan serat

Page 33: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

kasarnya, akan semakin berkurang perannya dalam penyusunan ransum nonruminansia (monogastrik dan unggas).

Kelengkapan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang terkandung di dalamnya memegang peran penting untuk menentukan apakah bahan pakan tersebut berperan atau tidak. Bahan pakan limbah yang mudah membentuk racun atau mudah cemar juga tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kelapa misalnya, meskipun masih tetap digunakan karena kandungan minyaknya masih tinggi, ransum yang mengandung bungkil kelapa dalam proporsi tinggi akan mudah tengik. Karena itu, beberapa pabrik makanan ternak mulai meninggalkan penggunaan bungkil kelapa dalam penyusunan ransum.

1.5 Peranan Teknologi dalam Pengolahan Limbah Pengolahan terhadap pakan limbah dilakukan karena

adanya sifat pakan yang kurang menguntungkan, seperti mudah rusak, kecernaan rendah, nilai gizi rendah, adanya zat antinutrisi, dan harga yang relatif mahal. Dengan adanya teknologi dalam pengolahan pakan limbah tersebut, maka sifat-sifat jelek tersebut dapat diminimalkan bahkan juga dapat dilakukan peningkatan terhadap potensi dari bahan pakan yang dimiliki melalui teknis-teknis tertentu. Untuk bahan pakan limbah yang mudah rusak, maka yang diperlukan adalah teknologi pengawetan dan penyimpanan pakan sehingga pakan dapat tahan lama dan dapat dimanfaatkan sepanjang waktu. Selain itu, perlakuan itu juga dapat mengurangi jumlah pakan yang rusak/busuk yang dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

Pakan yang memiliki kecernaan rendah terutama hijauan untuk ternak ruminansia dapat ditingkatkan kecernaanya dengan metode fisik maupun kimiawi. Dengan memotong-motongnya menjadi bagian yang lebih kecil, itu dapat memperbesar luas permukaan dan pakan menjadi lebih homogen. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menambahkan zat yang bersifat basa kuat yang dapat memecah ikatan lignin yang terdapat dalam

Page 34: LIMBAH - UNUD

� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

bahan. Dengan demikian, pakan akan mudah dicerna sehingga feed intake jadi meningkat, yang berarti lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak dan pada akhirnya jadi lebih menguntungkan.

Berbagai macam teknologi pengolahan pakan bisa diterapkan dalam meningkatkan kualitas bahan pakan yang tersedia. Pengelolaan pakan pada umumnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara fisik, kimiawi, dan cara biologis. Metode fisik antara lain adalah perendaman (soaking), penggilingan (grinding), pembuatan pelet (pelleting), pemanasan dalam air (boiling), pemanasan dengan tekanan uap (steaming), penyinaran dengan sinar radiasi, dan lain sebagainya. Metode kimia biasanya menggunakan zat yang bersifat basa kuat, seperti NaOH, KOH, CaOH, NH4OH, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, metode biologis dilakukan dengan menambahkan enzim, prebiotik, probiotik, jamur, dan lain-lain. Di samping itu, juga dilakukan perlakukan pengolahan pakan dengan menggabungkan antara beberapa metode yang ada karena kelemahan dan keterbatasan masing-masing metode yang ada.

Pada saat pakan mahal, maka perlu dilakukan substitusi dengan bahan pakan lain yang harganya lebih murah dan nilai nutrisinya cukup tinggi. Dengan berbagai macam teknologi pakan yang ada tersebut, maka masalah kualitas pakan akan dapat diatasi yang nantinya akan memberikan kontribusi yang besar terhadap efisiensi dalam usaha peternakan sehingga akan lebih profitable.

Pengolahan pakan sebaiknya lebih diarahkan pada pemanfaatan potensi lokal yang tersedia sehingga ketersediaan pakan akan lebih terjamin dalam memenuhi kebutuhan ternak. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak akan memberikan keuntungan ganda karena lebih murah dan sekaligus membantu dalam mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan.

Dengan adanya teknologi pengolahan pakan, limbah yang memiliki kualitas yang relatif rendah dapat dimanfaatkan

Page 35: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �

kembali sebagai pakan ternak yang berpotensi tinggi. Untuk lebih sempurnanya pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak, khususnya limbah pertanian, maka perlu diterapkan sistem integrasi antara ternak dengan tanaman pertanian/perkebunan. Dengan adanya integrasi tersebut, maka keseluruhan potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa adanya materi yang terbuang dari dalam sistem (“zero waste”).

1.5.1. Teknologi untuk Mengatasi Senyawa Antinutrisi

Hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa mikroba rumen ternyata dapat berperan dalam menetralisir efek mimosin pada daun lamtoro terhadap ternak. Lamtoro mengandung senyawa mimosin yang dapat bersifat racun bagi ternak yang mengkonsumsinya. Namun demikian, pengaruh racun tersebut dapat diatasi dengan melakukan penambahan mikroba dalam ransum yang diinokulasi dari rumen domba yang sebelumnya sudah diadaptasikan dengan mengkonsumsi daun lamtoro, sehingga gejala keracunan yang ditimbulkan oleh efek momosin menjadi hilang.

Dedak padi mengandung asam fitat yang cukup tinggi yang dapat mengikat protein dan mineral sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh ternak monogastrik. Namun, pemberian enzim phitase pada ransum tersebut ternyata dapat mengatasi problema yang disebabkan oleh senyawa fitat tersebut, sehingga mineral fosfor dapat dimanfaatkan lebih banyak. Penambahan Aspergillus niger ke dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor dan pada ransum yang mengandung sorgum tinggi ternyata dapat menurunkan kandungan tanninnya.

Senyawa beracun yang terdapat pada minyak biji kapok dapat meracuni ayam petelur, demikian juga halnya dengan biji kapas dan tepung daun gamal ternyata dapat meracuni ayam, serta senyawa teobromin (theobromine) pada kulit cokelat (pod kakao) dapat menurunkan produktivitas ternak. Tepung bulu

Page 36: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ayam segar mempunyai nilai gizi rendah (sulit dicerna), sehingga perlu dilakukan pemasakan dan hidrolisis sebelum digunakan dalam pencampuran ransum.

Pengawetan hijauan makanan ternak (HMT) dengan proses silase (ensilase) ternyata memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pengeringan (kerusakan protein dan vitamin lebih rendah) dan juga tidak tergantung kepada musim. Proses ensiling melibatkan kegiatan bakteri asam laktat (BAL) dari senyawa gula. Asam laktat berfungsi sebagai pengawet (pH menjadi rendah) sehingga dapat mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba pembusuk.

Dalam ilmu makanan ternak, alkaloid merupakan zat antinutrisi selain asam sianida, asam nitrat, asam oksalat, mimosin, dan gossipol (Siregar, 1994). Pada alkaloid, derajat keracunannya tergantung pada macam alkaloid, konsentrasi, dan ketahanan ternak. Pada domba, misalnya terdapat mikroflora yang dapat merusak alkaloid sehingga tidak menimbulkan efek keracunan.

1.5.2. Aplikasi Bioteknologi

Bahan pakan yang diberikan kepada ternak, baik untuk ternak ruminansia maupun nonruminansia atau monogastrik, sebagian tidak dapat dicerna, dan proporsi yang tidak tercerna tersebut cukup besar (protein, karbohidrat, dan mineral). Pada ternak unggas, serat dapat dikatakan tidak dapat dicerna, sedangkan protein hampir 50 % terbuang sebagai feses. Walaupun ternak ruminansia memiliki rumen untuk membantu mencerna serat, pada kenyataannya kecernaan hijauan masih berkisar antara 50 – 60 %.

Bioteknologi merupakan penggunaan ilmu mengenai produk-produk alami dalam meningkatkan nilai tambah. Bioteknologi pada ternak monogastrik adalah penggunaan mikroorganisme tertentu untuk memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, pemanfaatan enzim yang diproduksi oleh

Page 37: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

mikroorganisme, penciptaan bahan-bahan kimia, seperti antibiotik dan pemacu pertumbuhan yang dapat ditambahkan ke dalam pakan monogastrik, baik bahan tersebut dari hasil fermentasi ataupun lainnya.

Intervensi bioteknologi sangat dibutuhkan untuk mengatasi faktor pembatas pada pakan limbah. Onggok yang difermentasi oleh Aspergillus niger menghasilkan produk dengan kecernaan bahan kering dan protein yang lebih tinggi. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan protein kasar sekitar 35 – 40 % dan merupakan bahan pakan sumber protein bagi ternak.

Sebelum digunakan untuk pakan ternak, limbah pakan (pod kakao, kulit kopi, onggok, kulit kedelai, ampas tahu) dihancurkan dan diperas airnya. Limbah yang sudah hancur kemudian dibasahi dengan larutan Aspergillus niger, kemudian ditutup dengan karung goni atau plastic. Maka, akan terbentuk limbah fermentasi. Limbah yang terfermentasi kemudian dikeringkan selama 2 – 3 hari, selanjutnya digiling agar terbentuk tepung (tepung limbah terfermentasi). Tepung limbah terfermentasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pakan penguat untuk ternak ruminansia, babi, dan ayam.

Tepung limbah terfermentasi dapat langsung diberikan kepada ternak atau disimpan dalam wadah yang bersih dan kering. Untuk ternak ruminansia, tepung limbah terfermentasi dapat digunakan sebagai pakan penguat untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. Tepung limbah terfermentasi ini dapat diberikan sebagai pengganti penggunaan dedak padi, yaitu sebanyak 0,70 – 1,0 % dari berat hidup ternak ruminansia.

Penggunaan tepung limbah terfermentasi untuk ternak babi dapat digunakan sebagai pengganti penggunaan dedak padi. Dalam ransum babi, bahan itu dapat digunakan antara 20 – 40 %. Pada ayam petelur, penggunaan tepung pod kakao terfermentasi sampai tingkat 36 % secara nyata dapat meningkatkan produksi telur. Pemberian tepung limbah kopi terfermentasi sebanyak 100

Page 38: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

– 200 g per ekor per hari pada anak kambing yang sedang tumbuh secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan per harinya (Guntoro, 2004). Hasil yang sama juga diperoleh apabila anak kambing diberi antara 100 – 200 g/ekor/hari tepung pod kakao terfermentasi.

1.5.3. Teknologi Pakan Lengkap (Complete Feed)Penerapan teknologi pakan lengkap untuk ransum ternak

monogastrik umumnya dan ternak unggas khususnya sudah umum dilakukan. Akhir-akhir ini penerapan teknologi pakan lengkap untuk ternak ruminansia sudah mulai ditingkatkan.

Penggunaan teknologi pakan lengkap, di samping mengandung nutrisi yang seimbang juga harganya yang lebih murah. Hal ini dimungkinkan karena complete feed dibuat dari bahan baku limbah pertanian dan agroindustri serta disuplementasi dengan bahan pakan yang bernilai nutrisi tinggi. Keunggulan lain dari penggunaan teknologi pakan lengkap ini antara lain :1. hemat dalam penggunaan tenaga kerja (tenaga kerja 1 orang

untuk 100-150 ekor domba), 2. mudah diaplikasikan, 3. waktu penggemukan relatif pendek (3 - 4 bulan), 4. pertambahan bobot badan ternak cukup tinggi, serta 5. praktis serta ekonomis.

Karena keunggulannya tersebut, penggunaan complete feed pada ternak domba setiap tahunnya terus meningkat. Memang diperlukan masa adaptasi untuk mengubah pakan ternak dari yang biasa diberikan ke pemberian complete feed.

Dalam pembuatan ransum complete feed, bahan pakan yang diperlukan antara lain : 1. sumber serat kasar (jerami kedelai, tongkol jagung, pucuk

tebu, dan lain-lain), 2. sumber energi (pollard, dedak padi, bungkil tapioka atau

Page 39: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

gamblong, tetes atau molasses, dan lain-lain), 3. sumber protein (bungkil kopra, bungkil sawit, bungkil miyak

biji kapok atau klenteng, kulit kopi, kulit kakao, dan lain-lain), dan

4. sumber mineral (urea, tepung tulang, mineral mix, garam dapur, dan lain-lain).

Pembuatan pakan lengkap dapat dilakukan melalui pengolahan dengan mesin skala kecil yang dilaksanakan pada tingkat kelompok tani, maupun mesin skala besar. Meskipun demikian, secara umum proses pengolahannya relatif sama.

1.5.4. Teknologi Pakan pada Integrasi Ternak dengan Usaha Pertanian dan Perkebunan

Dalam usaha mewujudkan usaha peternakan yang lebih menguntungkan dan ramah lingkungan, maka perlu dilakukan penggunaan teknologi pengolahan pakan secara selektif. Dengan demikian, akan diperoleh hasil yang lebih efektif terhadap produksi dan efisien serta tidak mengganggu lingkungan. Hal ini harus disesuaikan dengan jenis ternak yang dipelihara dan kapasitas produksi yang dimiliki serta pakan yang tersedia.

Peran teknologi pengolahan pakan dalam upaya memadukan ternak dengan usaha pertanian dan perkebunan sangat berdampak positif terhadap aspek budidaya, dan sosial ekonomi. Budidaya ternak akan semakin efisien karena ketersediaan pakan dapat dilakukan dengan kontinyu dengan biaya yang lebih murah dan dapat meningkatkan nilai tambah sehingga akan lebih menguntungkan bagi usaha peternakan. Secara ekonomis, peternak dapat melakukan efisiensi usaha (meningkatkan pendapatan) dengan menggunakan pakan yang lebih murah dan mudah didapat di lingkungan sekitarnya.

Dari jenis bahan pakan yang tersedia perlu diketahui kualitasnya, apakah perlu dilakukan peningkatan atau tidak. Kalau kualitas pakan yang dimiliki masih rendah dan kurang

Page 40: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

efisisen diberikan pada ternak, maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut. Teknologi pengolahan pakan yang digunakan secara teknis harus mudah diterapkan, secara ekonomis harus menguntungkan, dan aman baik bagi ternak, manusia sebagai konsumen, dan lingkungan sekitarnya.

Dalam penerapan teknologi pakan perlu disadari bahwa tidak ada komposisi nutrisi dan strategi pakan yang paling sempurna yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan yang tersebar pada berbagai lokasi usaha. Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana mengolah potensi bahan pakan yang tersedia menjadi produk yang sehat, menguntungkan, dan ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itu, beberapa faktor yang perlu diterapkan dalam pemberian pakan pada ternak adalah sebagai berikut :1. disesuaikan dengan anatomi dan fisiologi pencernaan ternak

yang bersangkutan, 2. perhatikan kebutuhan pakan (kesehatan, biaya, dan hasil), 3. pemilihan bahan pakan,4. strategi pemberian, 5. perhitungan kecukupan pakan, dan6. pemberian pakan yang sesuai dengan status produksi

ternak.

Sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian dapat melakukan integrasi dengan sub sektor pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan produktivitas masing masing sektor. Artinya, ketiga komponen ini dapat saling menopang untuk saling mengisi dalam meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan produk sampingan usaha.Ternak yang diusahakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian dan perkebunan untuk saling mengisi sehingga masing-masing usaha dapat memberi hasil optimal.

Dengan adanya integrasi tersebut, maka keseluruhan potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa

Page 41: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

adanya materi yang terbuang dari dalam sistem (zero waste). Dengan demikian, usaha peternakan yang dilakukan akan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan adanya dukungan sistem yang saling terkait secara sinergis dan saling menguntungkan. Selain itu, pengembangan potensi limbah ini akan dapat membuka kesempatan kerja baru dan peningkatan pendapatan dengan adanya nilai tambah dari pengolahan limbah yang dilakukan.

Usaha ternak memiliki kendala, yaitu ketergantungan pada penyediaan sumber pakan ternak secara kontinyu (baik hijauan maupun konsentrat), terbatasnya lahan untuk pengembangan usaha, kesulitan pembuangan hasil sampingan usaha (limbah) berupa kotoran ternak, dan permasalahan lingkungan sekitar usaha. Namun, usaha pertanian dan perkebunan menghadapi kendala dalam penyediaan sumber unsur hara untuk lahan, pertumbuhan tanaman yang kurang sehat akibat unsur hara yang berkurang, perawatan untuk pertumbuhan tanaman memerlukan biaya yang besar, dan permasalahan limbah yang semakin lama semakin menumpuk sehingga menjadi sarang hama dan penyakit. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan melakukan integrasi atar sub sektor secara terpadu.

Sistem pertanian terpadu (“integrated farming system”) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan beberapa unit usaha di bidang pertanian yang dikelola secara terpadu dan berorientasi ekologis, sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomis, tingkat efisiensi, dan produktivitas yang tinggi. Konsep pertanian terpadu juga sering disebut sebagai konsep LEISA (“Low External Input Sustainable Agriculture”). Konsep ini diharapkan menjadi arah baru bagi pertanian masa depan, di mana pihak yang terlibat dapat menikmati hasil yang sepadan dan berkelanjutan. Konsep LEISA menyangkut berbagai aspek, yaitu (1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal, (2) maksimalisasi daur ulang (“zero waste”), (3) minimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan), (4) deversifikasi usaha, (5) pencapaian tingkat

Page 42: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

produksi yang stabil dan memadai untuk jangka panjang, dan (6) menciptakan kemandirian.

Berdasarkan konsep LEISA, usaha ternak dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian dan perkebunan dengan cara berikut ini.1. Hasil samping (limbah) pertanian dan perkebunan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Jerami padi, pucuk tebu, tongkol jagung, jerami kacang tanah, jerami kacang kedelai, dan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pakan ternak.

2. Kotoran ternak dan sisa pakan serta hasil panen yang bukan pangan atau pakan dapat didekomposisi menjadi kompos untuk penyediaan unsur hara lahan.

3. Ternak (terutama ruminansia) dapat dilepas di perkebunan (kelapa sawit atau hibrida) untuk memanfaatkan tanaman liar/gulma sebagai pakan dan sekaligus menghemat biaya penyiangan.

Problem sosial yang sering kali terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa panen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh yang baik. Disamping itu, secara ekonomis petani/peternak dapat melakukan efisiensi usaha (meningkatnya pendapatan) dengan menggunakan pakan yang lebih murah dan mudah didapat di lingkungan sekitarnya. Akhirnya, kemandirian petani/peternak dalam berusaha dapat diwujudkan dan ketergantungan pada sarana produksi dari luar dapat ditekan (dikurangi). 1.5.5. Tekologi Limbah Ramah Lingkungan

Pendekatan yang digunakan dalam pengolahan pakan yang mengarah ke ramah lingkungan serta menguntungkan adalah : (1) teknologi yang digunakan menguntungkan dan efisien bagi peternak itu sendiri, sehingga perlu dipikirkan bahan apa yang akan diolah dan teknologi apa yang akan digunakan supaya aman

Page 43: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

bagi ternak maupun peternak; (2) bahan yang akan diolah berasal dari daerah lokal setempat sehingga harga tidak terlalu mahal dan ketersediaan cukup banyak; (3) teknologi yang digunakan tersedia sepanjang tahun dan dapat terus menerus/berlanjut dihasilkan pakan untuk ternak; (4) ramah lingkungan, aman bagi peternak dan lingkungan di mana ternak dan manusia hidup dan (5) secara sosial ekonomi dapat diterima oleh masyarakat.

Teknologi pengolahan pakan memegang peran yang sangat penting, agar pemanfaatan limbah sebagai faktor pencemar dapat dikelola dengan efektif dan efisien dalam meningkatkan produktivitas ternak, sehingga pada akhirnya akan terwujud sebuah sistem peternakan yang menguntungkan dan berwawasan lingkungan. Dalam mendukung terciptanya sistem peternakan yang menguntungkan dan berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan penerapan teknologi pengolahan pakan dalam suatu kesatuan sistem pertanian yang terpadu.

Pengolahan pakan sebaiknya lebih diarahkan pada pemanfaatan potensi lokal yang tersedia sehingga ketersediaan pakan akan lebih terjamin dalam memenuhi kebutuhan ternak. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak akan memberikan keuntungan ganda karena lebih murah dan sekaligus membantu dalam mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan adanya teknologi pengolahan pakan, limbah yang memiliki kualitas yang relatif rendah dapat dimanfaatkan kembali sebagai pakan ternak yang berpotensi tinggi. Untuk lebih sempurnanya pemanfaatan limbah sebagi pakan ternak khususnya limbah pertanian, maka perlu diterapkan sistem integrasi antara ternak dengan tanaman pertanian/perkebunan.

Page 44: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 45: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

II. KLASIFIKASI PAKAN LIMBAH

2.1 Pakan Limbah Sumber Protein

Umumnya pakan limbah sebagai sumber protein ini sangat sulit didapat. Ada saja faktor pembatas

penggunaannya sebagai sumber protein. Misalnya, tepung bulu ayam kandungan protein kasarnya tinggi dan dapat mencapai 75 %. Akan tetapi, karena nilai cerna proteinnya rendah yang disebabkan oleh adanya proses keratinisasi pada bulu ayam tersebut, menyebabkan pakan limbah ini masih jarang digunakan sebagai sumber protein pengganti tepung ikan yang harganya mahal.

Klasifikasi bahan pakan sebagai sumber protein adalah: (1) kandungan protein kasarnya harus di atas 20 %, (2) kandungan serat kasarnya di bawah 18 %, dan (3) nilai cerna bahan tersebut di atas 75 %. Berdasarkan kriteria tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan pakan limbah sumber protein yang umumnya mempunyai kecernaan rendah serta mengandung serat kasar yang tinggi. Namun demikian, produk fermentasi dari pakan limbah tersebut akan dapat mengatasi semua hal tersebut di atas.

Page 46: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dalam proses pembuatan tepung ikan, sering dilakukan manipulasi melalui penambahan urea yang apabila dianalisis akan memberikan kandungan protein kasar yang tinggi. Hal lain yang ditakutkan adalah bahwa dalam proses pembuatan tepung ikan di kapal yang berlangsung terlalu lama dan menerima panas yang terlalu tinggi, dapat terbentuk racun yang bila dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit muntah hitam (Gizzerosin) yang menyerang dinding gizzard dan dapat menyebabkan kematian yang mendadak pada ternak unggas.

Tepung ikan yang umumnya digunakan di Indonesia adalah yang bersumber dari hasil samping pengolahan ikan, sehingga kualitasnya masih rendah. Namun demikian, kandungan protein kasarnya berkisar antara 50 - 58 % dan merupakan sumber utama asam amino lysin dan metionin serta sebagai sumber mineral fosfor (P) dan kalsium (Ca).

Pada Tabel 1, tersaji kandungan protein dan energi termetabolis beberapa bahan pakan yang bersumber dari hewan yang umumnya digunakan dalam penyusunan ransum.

Tabel 1. Kandungan protein dari beberapa bahan pakan asal hewan

Bahan Pakan Protein (%) ME (Kkal/kg) Keterangan

Sisa rumah potong �0 ���0

Metionin dan sistin sebagai faktor kendala. Kualitas protein beragam

Tepung ikan �0 - �0 ���0 - ���0Sumber protein dan asam amino yg baik, serta sumber mineral Ca dan P

Tepung bulu terhidrolisis �� ���0

Kualitas protein sangat rendah. Miskin akan metionin, lysin, histidin, triptofan

Tepung darah �0 ���0 Rendah isoleusin dan kurang baik digunakan dalam ransum

Sumber : Rasyaf (2002)

Page 47: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Keterbatasan lain dari pakan limbah sumber protein adalah adanya antinutrisi (antitripsin) pada pakan limbah biji-bijian, yang dapat menurunkan kecernaan dalam bahan tersebut terutama dari tanaman legum, sehingga menurunkan kecernaan protein, karbohidrat, serta menghambat penggunaan mineral dan vitamin. Penambahan enzim protease akan memperbaiki kecernaan dan ketersediaan asam amino dari pakan limbah tersebut (Rooke et al., 1996; Beal et al., 1999).

Umumnya ada dua asam amino yang menjadi masalah (kekurangan) pada pakan limbah yang bersumber dari biji-bijian, yaitu asam amino metionin dan lysin. Masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan penambahan dengan asam amino sintetis yang sudah banyak beredar di pasaran, yaitu DL-Metionin yang mangandung metionin sekitar 98 – 99 % dan L- lysine mengandung 60 – 99 % lysin.

Penggunaan asam amino sintetis seperti L-lysine dalam dunia industri peternakan sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, harga asam amino tersebut sangat mahal sehingga perlu dilakukan analisis ekonomisnya sebelum bahan tersebut dipakai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shin et al. (l992) melaporkan bahwa suplementasi L-lysine ke dalam ransum ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lemak, total karbohidrat, dan retensi nitrogen.

Termasuk ke dalam kelompok pakan limbah sumber protein adalah bungkil kacang kedelai, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, tepung bulu ayam, tepung darah, dan tepung limbah ikan.

2.2 Pakan Limbah Sumber EnergiKriteria utama pakan limbah sumber energi ini antara

lain (1) kandungan protein kasarnya di bawah 20 % dan (2) kandungan serat kasarnya lebih rendah dari 18 %. Serat kasar untuk ternak ruminansia digunakan untuk sumber energi karena adanya mikroorganisme dalam rumen. Akan tetapi, untuk

Page 48: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ternak nonruminansia, serat kasar tersebut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Namun, keberadaannya dalam saluran pencernaan ternak nonruminansia penting artinya, khususnya dalam usaha meningkatkan kualitas produksi (Sutardi, l997).

Umumnya pakan limbah yang sering digunakan sebagai sumber energi adalah lemak hewan yang bersumber dari sapi. Kandungan energi termetabolis dari lemak sapi (tallow) sebesar 7700 kkal/kg. Lemak hewan mengandung lemak kasar sebesar 99,40 % dan kandungan vitamin E sebesar 7,9 mg/kg.

Kandungan energi yang tinggi inilah yang menyebabkan lemak hewani banyak digunakan untuk ransum unggas pedaging. Hal ini logis karena pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan kebutuhan akan energi termetabolisnya sangat tinggi, yaitu berkisar antara 300 – 3200 kkal/kg, dan akan sangat sulit dicapai kalau hanya mengandalkan jagung kuning sebagai sumber energi dalam penyusunan ransum.

Penggunaan minyak atau lemak dalam penyusunan ransum untuk ternak nonruminansia mempunyai fungsi antara lain : 1. meningkatkan palatabilitas atau cita rasa ransum,2. mengurangi sifat berdebu ransum, khususnya ransum yang

berbentuk tepung atau mash,3. dapat memenuhi kebutuhan akan energi dalam ransum,

karena lemak atau minyak memberikan dua perempat kali lebih banyak energi daripada karbohidrat dalam berat yang sama,

4. meningkatkan penyerapan vitamin A dan zat warna karoten, untuk meningkatkan warna kuning pada kulit, kaki, dan kuning telur,

5. membantu penyerapan mineral tertentu, khususnya kalsium,

6. sebagai sumber vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K), dan

7. sebagai sumber asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ternak nonruminansia (unggas), yaitu asam linoleat,

Page 49: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

linolenat, dan arakidonat.

Menurut Lloyd et al. (l978), di antara komponen lemak yang paling penting adalah asam lemak. Asam lemak digolongkan menjadi dua, yaitu asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh antara lain asam laurat, miristat, palmitat, dan stearat, sedangkan asam lemak jenuh meliputi asam palmitoleat, oleat, linoleat, dan arakidonat.

Pemecahan lemak ransum menjadi asam lemak, monogliserida, kholin, dan lain-lain hampir semuanya terjadi di dalam duodenum dan jejunum. Di dalam kedua organ ini terdapat garam empedu dan lipase pankreas. Di dalam duodenum, garam empedu mengemulsikan lemak, kemudian dengan gerakan peristaltik terdipresi menjadi butiran yang lebih kecil yang selanjutnya diikuti dengan masuknya lipase (Tillman et al., 1998).

Lipida yang sudah tercerna dan sebagian larut dalam air membentuk misel yang stabil. Misel tersebut terdiri atas asam lemak rantai panjang, monogliserida, dan asam empedu yang terdifusi ke permukaan sel mukosa, selanjutnya diserap (Anggorodi, 1985). Hampir semua lemak disimpan dalam jaringan lemak atau daging dalam bentuk trigliserida. Ternak yang dalam keadaan puasa atau bila glukosa di dalam ransum tidak cukup, trigliserida akan dirombak kembali sebagai energi (Yasin, 1988).

Sifat dari lemak tubuh ternyata sangat dipengaruhi oleh sifat lemak dari sumber bahan pakan yang diberikan. Hal ini sangat penting karena derajat kekerasan lemak tubuh tersebut adalah suatu faktor yang menarik dalam nilai pemasaran dari karkas daging ternak (Anggorodi, 1980). Pada ternak unggas, apabila ransumnya mengandung kadar lemak yang tinggi, maka macam lemak dalam bahan makanan itu akan sangat berpengaruh terhadap sifat lemak yang dibentuk di dalam tubuh unggas.

Lemak cadangan dalam tubuh tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimakan, tetapi berasal pula dari karbohidrat dan

Page 50: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ada kalanya dari protein. Lebih kurang 50 persen dari jaringan lemak terdapat di bawah kulit dan sisanya ada di sekeliling alat-alat tubuh tertentu, utamanya ginjal, dalam membran sekeliling usus, dalam urat daging, dan di tempat lainnya di dalam tubuh. Asam lemak dalam lemak bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum akan disimpan dalam tubuh dengan tidak mengalami perubahan.

Apabila ransum mengandung banyak bungkil kacang kedelai atau bungkil kacang tanah, maka daging akan menjadi begitu lunak sehingga mutunya rendah. Sebaliknya, bungkil kelapa akan menghasilkan daging yang keras.

Pakan limbah yang termasuk golongan sumber energi antara lain : dedak padi, pollard, onggok, limbah roti, limbah hotel, dan lain sebagainya. Hampir semua hijauan dari kelompok non leguminosa merupakan bahan pakan sumber energi. Demikian juga halnya dengan kelompok jerami, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami tebu, jerami eceng gondok, dan lain sebagainya.

2.3 Pakan Limbah Sumber Lemak Lemak sapi (beef tallow) merupakan bahan pakan alternatif

yang dapat dicoba, khususnya karena merupakan sumber energi yang sangat potensial, yaitu dengan energi metabolis 7010 kkal/kg (Scott et al., 1982). Lemak sapi juga merupakan sumber asam lemak esensial. Pemanfaatan lemak sapi sebagai pengganti sebagian energi jagung secara ekonomis menguntungkan, karena harga lemak sapi setiap satuan energi lebih murah jika dibandingkan dengan jagung.

Pemanfaatan lemak sapi pada dasarnya dimaksudkan untuk menggantikan sebagian karbohidrat jagung sebagai sumber energi dengan memanfaatkan fenomena extra caloric effect, yaitu sampai batas-batas tertentu dapat saling menggantikan sebagai sumber energi. Pemanfaatan lemak sebagai sumber energi lebih menguntungkan karena lebih kecil panas yang terbuang dalam proses metabolisme (specific dynamic effect) ( French et al., 1974 ).

Page 51: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Konsekuensi logis pemanfaatan lemak sapi dalam ransum unggas adalah berubahnya kecernaan ransum itu sendiri yang secara langsung berpengaruh pada penyediaan zat makanan bagi penampilan ternak itu sendiri. Unggas mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dalam mencerna lemak, terutama pada periode awal dari pertumbuhannya (Scott et al., 1982 ). Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap berkurangnya pertambahan berat badan, lebih rendahnya berat badan akhir dan prosentase karkas yang dihasilkan.

Pada Tabel 2, tersaji hasil penelitian Udayana (2005) yang menunjukkan bahwa tidak ada masalah dengan penggantian energi jagung dengan energi lemak sapi hingga batas tertentu. Penggantian energi jagung dengan energi lemak sapi hingga 30 % tidak berpengaruh terhadap pencapaian berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik. Pengaruhnya menjadi nyata ketika penggantian itu ditingkatkan menjadi 40 % dan 50 %.

Tabel 2. Pencapaian berat badan akhir, pertambahan berat badan

dan prosentase karkas dari itik yang mengkonsumsi ransum dengan penggunaan lemak sapi sebagai pengganti sebagian energi jagung ( 0 – 7 minggu )

Lemak (%)

Berat Badan Awal (g/ekor)

Berat Badan Akhir (g/ekor)

Pertambahan Berat Badan (g/ekor/� mg)

Karkas (%)

�0,�� a* ���,�� a* ���,�� a* ��,�� a*0 �0,�� a �0��,�� a �0��,�� a �0,�� ac

�0 �0,�0 a �0��,�� a ���,�� a ��,�� ab�0 �0,�� a �0��,�0 a �0��,�� a ��,�� a�0 �0,�� a �00�,�� ab ���,�0 ab ��,�� ab�0 �0,��a ���,�� b ���,�� b ��,0� bc�0 �0,�� a ���,�� b ��0,�� b ��,�� b

Sumber : Udayana (2005)

* Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)

Page 52: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Pada tingkat penggantian 40 % dan 50 %, pencapaian berat badan akhir nyata lebih rendah, masing-masing sebesar 12,18 % dan 13,10 %, jika dibandingkan dengan itik yang mengkonsumsi ransum tanpa lemak sapi. Demikian juga halnya pada pertambahan berat badan; itik yang mengkonsumsi ransum dengan penggunaan lemak sapi sebagai pengganti 40 % dan 50 % energi jagung mempunyai pertambahan berat badan masing-masing 12,36 % dan 14,15 % lebih rendah jika dibandingkan dengan itik yang mengkonsumsi ransum tanpa lemak sapi.

Umumnya ternak yang diberi ransum berkadar lemak tidak jenuh yang tinggi lemak tubuhnya akan lunak. Jadi, semakin tinggi derajat ketidakjenuhan dari lemak, maka semakin tinggi pula bilangan iodiumnya dan semakin lunak pula lemaknya. Pengukuran derajat ketidakjenuhan dari lemak dapat dilihat pada nilai bilangan iodiumnya. Semakin tinggi nilai bilangan iodiumnya, semakin tinggi pula kandungan lemak tidak jenuhnya.

Pada Tabel 3, tersaji nilai bilangan iodium dari beberapa bahan pakan yang umum digunakan dalam penyusunan ransum ternak.

Tabel 3. Bilangan iodium dari beberapa bahan pakan untuk ternak

Lemak Bahan Pakan Bilangan Iodium dari Lemak Bahan Pakan

Bilangan Iodium dari Lemak Tubuh

Minyak Kacang kedelai ��� ���Minyak jagung ��� ���Minyak biji kapas �0� �0�Minyak kacang tanah �0� ��Lemak babi �� ��Lemak mentega �� ��Minyak kelapa � ��

Sumber : Anggorodi (1980)

Penimbunan lemak lunak dalam tubuh dapat diatur dengan mengubah ransum. Apabila setelah beberapa lama bahan

Page 53: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

makanan yang kaya akan lemak tidak jenuh diberikan, kemudian diganti dengan ransum yang akan menghasilkan lemak keras, maka lemak yang ditimbun lama kelamaan akan menjadi keras.

2.4 Pakan Limbah BerseratBeberapa produk limbah pertanian ataupun agro-industri

pertanian mengandung serat kasar yang tinggi. Serat kasar merupakan komponen dinding sel tanaman yang sulit dicerna oleh ternak nonruminansia dan tidak mengandung nilai nutrisi.

Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna secara enzimatis (enzim yang dikeluarkan oleh unggas) sehingga tidak digolongkan sebagai sumber zat makanan (Linder, 1985). Menurut Chot dan Annison (1990), serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat setelah dikurangi bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Untuk lebih jelasnya, pembagian karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pembagian Karbohidrat menurut Chot dan Annison (1990).

Page 54: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dalam ilmu pangan, serat sering dibedakan berdasarkan kelarutannya dalam air, sehingga dikenal serat yang tidak larut dan yang larut dalam air. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah komponen nonstruktural. Serat yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, sayur-mayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian (Harianto, 1996).

Penggunaan serat terlarut dalam ransum, seperti agar dan keragenan yang banyak terdapat pada rumput laut ternyata dapat berfungsi sebagai : 1. penyerap air dan membentuk massa atau gumpalan yang

merangsang gerakan usus; 2. mempercepat laju aliran ransum dan memperkecil timbulnya

pertumbuhan sel ganas kanker; 3. menurunkan kadar kolesterol darah; dan4. mengontrol berat badan (Abu Bakar, 2001) dan menjaga

keseimbangan mikroflora saluran pencernaan, seperti Lactobacilli dan Bifidobacteria (Bao-Ming Shi et al., 2001).

Selain serat kasar adanya polisakarida bukan pati menyebabkan ketersediaan pati rendah. Salah satu dari polisakarida bukan pati yang dapat mengganggu kecernaan lemak, protein, dan bahan kering adalah arabinoxylan (Ward dan Marquardt, 1987) sehingga arabinoxylan sering disebut antinutrisi, karena kerekatan susunan dengan yang lain dalam polisakarida (Chot dan Annison, 1990; Chot, 2001).

Kelompok pakan yang tinggi fraksi seratnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak untuk meningkatkan fermentabilitasnya. Hal ini dimaksudkan untuk memutuskan ikatan lignoselulosa yang sulit dicerna oleh mikroba atau enzim pencernaan. Penambahan enzim arabinoxylanase dalam ransum dapat mendepolimerisasi polisakarida bukan pati yang larut ataupun tak larut ke dalam bentuk polimer yang lebih kecil (Pack dan Bedford, 1997), dan

Page 55: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

mampu meningkatkan ketersediaan energi (Chot, 2001).Basyir (l999) melaporkan bahwa arti penting serat kasar

bagi ternak unggas antara lain sebagai pemelihara struktur dan fungsi normal dari saluran pencernaan. Pengaruh positif serat kasar pada ternak monogastrik dapat dibedakan menjadi tiga. 1. Serat kasar dapat mengurangi populasi sel goblet pada epitel

usus. Berkurangnya sel goblet ini menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkannyapun berkurang. Akibatnya, proses penyerapan zat makanan oleh usus meningkat karena lendir dari sel goblet tersebut dalam saluran pencernaan akan menghambat bagi proses absorpsi nutrisi, serta saluran pencernaan menjadi lebih panjang.

2. Serat kasar dalam jangka lama dengan jumlah yang moderat berpengaruh positif terhadap penyerapan mineral makanan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menggunakan kulit gandum sebagai sumber serat dalam waktu yang lama ternyata dapat meningkatkan retensi mineral sodium dan potasium. Demikian juga halnya, penggunaan kulit kacang kedelai dalam ransum ternyata dapat meningkatkan retensi mineral copper (Co) dan besi (Fe).

3. Serat kasar yang tinggi dalam ransum dan diberikan dalam waktu yang lama dapat mencegah kanibalisme pada ayam.

2.5 Pakan Limbah Sumber Mineral

Pakan limbah sumber mineral yang paling banyak digunakan dalam penyusunan ransum ternak, khususnya untuk ternak yang sedang menyusui, bertelur, dan sedang tumbuh adalah sebagai berikut ini. • Tepung tulang. Bahan ini mengandung mineral kalsium (Ca)

24 % dan fosfor (P) 12 %. Penggunaan tepung tulang mulai jarang ditemukan semenjak sudah banyak ditemukannya sumber mineral sintetis yang diproduksi oleh pabarik pakan maupun farmasi.

• Tepung Kulit Kerang. Bahan ini merupakan sumber mineral

Page 56: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Ca yang sangat baik, dan kandungan kalsiumnya 38 %, sering digunakan sebagai grit untuk membantu pencernaan di bagian gizzard.

• Kapur. Yang sering digunakan adalah kalsium karbonat, sering juga dikenal dengan nama heavy. Kandungan kalsium (Ca) pada kapur hampir sama dengan kulit kerang, yaitu 38 %.

• Garam dapur. Garam yang paling umum digunakan dalam penyusunan ransum unggas adalah garam dapur, yang mengandung Iodium 30 – 100 ppm. Garam dapur (NaCl) merupakan sumber mineral Na dan Cl. Penggunaannya dibatasi sampai 0,25 %. Bila berlebihan, sering terjadi pengeluaran kotoran yang basah dan dalam jumlah banyak, sehingga litter menjadi basah. Hal ini akan dapat mengganggu kenyamanan ayam.

• Zeolit. Zeolit merupakan batuan vulkanik yang sebagian besar merupakan mineral aluminosilikat terhidrat dengan struktur tiga dimensi dan mempunyai kemampuan sebagai penukar kation, serta struktur kristal yang membangun mineral tersebut mempunyai banyak rongga kecil yang dapat menyimpan air dan kation (Mumpton dan Fishman, 1977). Sifat zeolit tersebut diduga dapat berfungsi sebagai “carrier” zat makanan atau dapat menahan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan ternak nonruminansia sehingga peluang untuk penyerapan zat makanan dapat lebih banyak (Soejono dan Santoso, 1990).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit dalam ransum ternyata dapat meningkatkan penggunaan bahan organik, kalsium, dan nitrogen ransum (Evans, 1989), serta dapat meningkatkan pertambahan berat dan efisiensi penggunaan ransum (Nakaue et al. , l98l). Adanya kemampuan zeolit dalam meningkatkan nilai cerna ransum telah dibuktikan oleh Bidura (l997) yang mendapatkan bahwa penggunaan 2 – 6 % zeolit dalam

Page 57: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

ransum secara nyata dapat meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) pada broiler umur 0 – 6 minggu. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian tersebut tersaji pada Tabel 4. Di samping itu, penggunaan zeolit dalam ransom ternyata dapat menghambat laju aliran digesta dalam saluran pencernaan ayam sehingga peluang untuk penyerapan zat makanan menjadi lebih lama.

Tabel 4. Pengaruh penggunaan zeolit dalam ransum terhadap nilai cerna dan laju aliran ransum pada ayam broiler

VariabelTingkat Zeolit dalam Ransum

0 % � % � % � %Koefisien cerna bahan kering (%) ��,�� ��,�� ��,�� ��,��Koefisien cerna bahan organik (%) ��,�� ��,�� ��,�� ��,0�Rate of Passage (menit) ���,� ���,�0 ���,�0 ��0,�0

Sumber : Bidura (l997)

Hasil penelitian yang dilakukan Harmiati (2004) melaporkan bahwa penggunaan 2 % zeolit dalam ransum nyata meningkatkan berat telur, tebal kulit telur, berat jenis telur, dan nilai warna kuning telur ayam petelur Lohmann Brown.

2.6 Pakan Limbah Sumber VitaminHampir semua vitamin terdapat dalam bahan pakan

dari sumber nabati maupun hewani. Umumnya pakan limbah berlemak banyak mengandung vitamin A, D, E, dan K, sedangkan pakan limbah yang bersumber dari biji-bijian dan hijauan banyak mengandung vitamin yang larut dalam air.

Vitamin digolongkan menjadi dua, yaitu (1) vitamin yang larut dalam lemak dan (2) vitamin yang larut dalam air. Yang pertama dapat diekstrak dari bahan pakan dengan larutan lemak dan yang kedua dengan air. Vitamin yang larut dalam lemak termasuk vitamin A, D, E, dan K serta mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Vitamin yang larut dalam air terdiri atas

Page 58: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

: asam askorbat (vitamin C) dan B-kompleks (tiamin, riboflavin, asam nikotin, asam folik, biotin, asam pantotenat, piridoxin, dan vitamin B12). Zat tersebut mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen dan dapat pula mengandung nitrogen, sulfur, atau kobalt.

Kekurangan vitamin menyebabkan gangguan pertumbuhan, menurunnya reproduksi dan produksi. Tidak jarang kekurangan vitamin menyebabkan kematian pada ternak dewasa dan menurunnya mortalitas. Gejala defisiensi yang sering dijumpai pada ternak, khususnya ternak unggas yang menderita kekurangan vitamin, adalah sebagai berikut ini. 1. Anorexia, yaitu hilangnya nafsu makan ayam yang diakibatkan

oleh kekurangan vitamin A. Apabila gejala ini berlanjut, dapat terjadi kematian.

2. Ataxia, yaitu hilangnya keseimbangan ayam. Juga sering dijumpai hilangnya warna kuning pada sisik kaki dan paruh. Berjalan beberapa langkah, terus duduk memakai lutut (hock). Gejala ini timbul akibat kekurangan vitamin A dan D.

3. Xeroptalmia, yaitu terjadinya pelepuhan di bagian atas saluran pencernaan (glandula mukosa). Ditemukan adanya pustula putih kecil pada saluran pernafasan, mulut, esofagus, faring, dan tembolok. Apabila butir-butir tersebut pecah, dapat terjadi infeksi bakteri pada ayam. Gejala ini timbul karena kekurangan vitamin A.

4. Enchephalomalacia adalah suatu keadaan di mana ayam mengalami ataxia yang disebabkan karena terjadinya pendarahan dan oedema dalam molekul dan lapisan granular dari otak, sebagai akibat ayam mengalami kekurangan vitamin E.

5. Exudative diathesis, yaitu sejenis oedema yang disebabkan karena sangat meningkatnya permeabilitas kapiler. Gejala ini timbul akibat defisiensi vitamin E dan berhubungan erat dengan mineral selenium (Se).

Page 59: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

2.7 Pakan Limbah Sumber Enzim 2.7.1. Produksi Enzim Hewani

Enzim komersial dari produk hewan biasanya diperoleh dalam bentuk ekstrak kasar. Cara produksinya tergantung kepada jenis sumber. Berbagai enzim disintesis dalam bentuk proenzim, sehingga harus diubah menjadi bentuk aktifnya dengan menambahkan tripsin atau cairan duodenum (yang mengandung tripsin). Cairan enzim yang diperoleh dipekatkan. Apabila terdapat banyak pekatan lendir, cairan tersebut selanjutnya dapat diekstrak dengan metode ekstraksi protein biasa melalui pengendapan protein oleh aseton atau ammonium sulfat yang selanjutnya diikuti dengan pengeringan.

Berbagai pakan limbah lainnya seperti limbah pengolahan ikan dan putih telur banyak dimanfaatkan sebagai sumber enzim protease dan lisozim. Katalase yang berguna untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dalam susu banyak diperoleh dari hati ayam. Beberapa jenis enzim yang dapat diekstrak dari hewan dan tanaman tersaji pada Tabel 5.Tabel 5. Enzim yang terdapat dan dapat diekstrak dari hewan dan tanaman

EnzimSumber

Hewan TanamanAlfa-Amilase, Tripsin, dan Khimotripsin

Kelenjar Pankreas Kecambah Barley

Beta-Amilase - Barley, ubi jalar, kac. kedelai, gandum

R – Enzim Lipoksigenase - Kacang-kacangan, kentang

Endo Beta-glukonase - Kecambah barleyPapain - PepayaBromelin - NenasPepsin LambungRenin Abomasum anak sapi

Esterase Kelenjar pankreasGlukosa oksidase dan katalase

Hati

Page 60: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Protease pankreas umumnya digunakan sebagai campuran preparat komersial pengempuk daging. Komponen protease yang bekerja secara nyata adalah tripsin, khimotripsin, kolagenase, elastase, dan pepsin. Tripsin memotong sisi karboksil lisin dan arginin, sedangkan khimotripsin bekerja pada sisi karboksil triptofan, fenilalanin, leusin, dan metionin. Elastase bekerja pada sisi karboksilalanin, dan kolagenase bekerja pada sisi amino glisin. Substrat kolagen sendiri kaya akan glisin dan prolin.

2.7.2. Produksi Enzim Tanaman

Berbeda dengan enzim dari hewan yang umumnya diperoleh sebagai produk samping, tanaman tertentu secara khusus dipelihara untuk menghasilkan enzim. Contoh yang paling nyata adalah pohon pepaya untuk memproduksi papain. Papain dari pepaya dan enzim amilolitik dari kecambah barley merupakan contoh enzim asal tanaman yang dimanfaatkan dalam skala besar, khususnya dalam industri roti.

Enzim amilolitik dari malt atau kecambah barley bekerja dalam bentuk sel asli (bentuk kecambah) dan tidak diekstrak seperti halnya dengan papain. Papain terdapat dalam getah pohon, terutama getah buah papaya muda. Getah ini biasanya dipanen dari pohon yang masih muda pada musim panas di pagi hari, sebab waktu panen sangat mempengaruhi jumlah getah yang dihasilkan.

Papain dalam getah sangat sensitif terhadap adanya logam Oleh karena itu, sebaiknya digunakan batang kayu atau kaca untuk menoreh buah dan bukan pisau logam. Getah tersebut dikumpulkan dalam wadah non logam seperti mangkok plastik atau dapat diambil langsung apabila getah dalam buah tidak menetes dan sudah berkoagulasi di permukaan buah.

Pemanenan dapat dilakukan berulang-ulang pada buah papaya yang masih muda. Mula-mula getah papaya yang baru diambil akan berbentuk cair, selanjutnya mengental, dan terakhir

Page 61: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

menggumpal. Secara sederhana, papain dapat dijual sebagai getah (lateks) yang sudah dikeringkan. Dari 1 kg getah papaya segar, akan diperoleh 200 g lateks (papain) kering. Pengeringan dapat dilakukan di bawah sinar matahari atau oven bersuhu rendah. Senyawa bisulfit dapat ditambahkan untuk mempertahankan stabilitas enzim selama pengeringan dan penyimpanan. Pengeringan secara vakum lebih populer karena enzim yang dihasilkan lebih awet.

Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat protein. Hasil hidrolisis enzimatik protein adalah suatu hidrolisat yang mengandung peptida dengan berat molekul rendah dan asam amino bebas. Produk hidroklisat umumnya mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air, kapasitas emulsinya baik, kemampuan mengembangnya besar, serta mudah diserap oleh tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi enzim papain pada ransum ayam petelur dapat meningkatkan konsumsi pakan (Sasongko, 1993).

Dalam produksi papain (crude papain) secara tradisional, getah hasil penyadapan buah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Papain yang diperoleh dengan cara ini mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih rendah daripada papain yang dikeringkan dengan pengering semprot (spray drier) (Muhidin, 2003). Daun pepaya yang layu sampai kering masih mengandung enzim, walaupun aktivitas proteolitiknya rendah.

2.7.3. Produksi Enzim Mikroba

Produksi enzim dari mikroba menunjukkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan produksi enzim dari sumber nonmikroba. Produksi enzim mikroba dapat ditingkatkan pada skala besar dalam ruang yang relatif terbatas. Teknik budidaya mikroba jauh lebih canggih bila dibandingkan dengan produksi enzim dari hewan atau tanaman. Selain itu,

Page 62: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

pengembangbiakannya memerlukan waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 2 – 10 hari dalam “batch”

Spesies Aspergillus menunjukkan peranan yang sejajar dengan Bacillus dalam memproduksi enzim. Golongan ini tersebar luas dan sangat beragam, serta hanya beberapa spesies yang bersifat patogenik seperti Aspergillus plavus, A. fumigatus, dan A. parasiticus. Golongan A. flavus membahayakan karena organisme ini menghasilkan zat racun aflatoksin yang sangat toksik. Di antara golongan Aspergillus, maka Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae yang paling banyak digunakan dalam meningkatkan nilai nutrisi pakan (Maggy, 1989). Kapang Aspergillus oryzae dan A. niger merupakan kapang penghasil amylase, glukoamilase, protease, dan pektinase.

Di antara sekian banyak mikroba penghasil enzim, kapang dari jenis Aspergillus niger, A. oryzae, Saccharomyces, dan bakteri Bacillus subtillis termasuk ke dalam golongan yang dipandang aman bagi kesehatan manusia maupun ternak. Beberapa jenis mikroba penghasil enzim tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Beberapa jenis mikroba yang menghasilkan enzim yang diproduksi untuk tujuan komersial

Mikroba Golongan Enzim Komersial

Mucor miehei, Mucor pusillus Bakteri RenetEndothia parasitica Bakteri RenetTrichoderma viride dan T. reesei Kapang SelulaseMicrococcus lysodeikticus Bakteri KatalaseBacillus licheniformis Bakteri Amilase, Protease

Rhizopus sp. KapangAmilase, Glukoamilase, Pektinase, Lipase, dan Protease

Streptomyces sp. Bakteri Glukosa isomeraseStreptococcus sp. Bakteri StreptokinaseClostridium histoliticum Bakteri Kolagenase

Sumber : Maggy (1989)

Page 63: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Species Bacillus sangat cocok untuk produksi enzim. Mikroba jenis Bacillus merupakan golongan saprofit yang tidak menghasilkan toksin. Golongan ini mudah ditumbuhkan dan tidak memerlukan substrat mahal. Beberapa Bacillus mampu menghasilkan antibiotika polipeptida, misalnya B. licheniformis yang memproduksi Bacitracin.

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, utamanya substrat, suhu, keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor. Dewasa ini, enzim adalah senyawa umum yang digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.

2.7.4. Isolasi EnzimEnzim sebenarnya dengan mudah dapat diisolasi dari

sumbernya. Contohnya enzim papain yang dapat diisolasi dari tanaman papaya. Metode sederhana untuk mendapatkan enzim papain dari tanaman papaya, dapat diuraikan sebagai berikut ini (Tarwiyah, 2001). 1. Penyadapan: (i) Penyadapan dilakukan terhadap buah muda

dengan diameter 6 – 7 cm. Kulit buah ditoreh sedalam 0,5cm dari atas ke bawah. Torehan tersebut dibuat sebanyak 4 buah untuk setiap buah papaya; (ii) Dari torehan, akan menetes getah buah. Tetesan getah ditampung dengan mangkok. Mangkok tersebut diletakkan pada penyangga dan penyangga tersebut diikatkan 10 cm di bawah getah

Page 64: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

terendah; (iii) Bagian dalam mangkok dapat dilapisi dengan kain blacu yang terbuat dari katun. Pelapisan ini berguna untuk mencegah terperciknya getah keluar mangkok dan memudahkan pada waktu melepaskan getah dari mangkok. Getah dapat dilepaskan dengan menarik kain blacu; (iv) Penorehan dapat dilakukan setiap 2 atau 3 hari. Paling sedikit penorehan dilakukan sekali seminggu. Perlu diusahakan agar penorehan baru berjarak 2 cm dari penorehan sebelumnya (v) Biasanya tetesan getah akan terhenti setelah 1 jam penorehan. Setelah tidak ada getah yang menetes, getah dikeluarkan dari mangkok. Getah menempel kuat pada mangkok. Oleh karena itu, perlu dikerok-kerok untuk melepaskannya dari mangkok. Apabila mangkok dilapisi kain blacu, getah lebih mudah dilepaskan dari mangkok, yaitu dengan menarik kain pelapis mangkok.

2. Reduksi molekul Pro-papain menjadi Papain : Molekul papain pada getah papain merupakan pro-papain yang mempunyai ikatan disulfida. Bila ikatan disulfida ini direduksi (diputus), maka dihasilkan molekul papain yang aktif (dapat mengkatalisis pemutusan ikatan peptida). Senyawa pereduksi yang digunakan adalah senyawa sulfit dalam bentuk Natrium bisulfit. Caranya secara berturutan adalah sebagai berikut ini. (1) Natrium bisulfit dan NaCl dilarutkan di dalam air. Setiap 1 liter air memerlukan 14 gram Natrium Bisulfit dan 3 gram NaCl. Campuran ini diaduk sehingga diperoleh larutan yang homogen. Larutan ini disebut larutan pengaktif; (2) Larutan pengaktif dicampur dengan getah papaya. Tiap 1 kg getah papaya dicampur dengan 1 liter larutan pengaktif. Campuran diaduk sampai rata sehingga berupa bubur; (3) Bubur tersebut disaring dengan kain saring untuk membuang kotoran yang mungkin ada.

3. Pengeringan getah: Getah papaya perlu dikeringkan sesegera mungkin. Apabila langit berawan, sebaikya getah

Page 65: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

dikeringkan dengan alat pengering pada suhu 55 – 60 0C. Getah yang tidak segera dikeringkan atau tidak tersedia panas yang mencukupi selama pengeringan akan berwarna sawo matang dan berbau busuk. Getah yang sudah mongering disebut dengan konsentrat papain. Kadar air konsentrat ini sebaiknya maksimum 9 %.

4. Hasil: Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 0,25 – 0,35 kg getah kering per tahun. Pohon sehat dapat disadap selama 3 tahun, mulai umur 1 – 3 tahun. Semakin tua tanaman, semakin turun produksi getahnya. Dalam setiap hektar kebun papaya, dapat dihasilkan getah kering sebesar 67 – 135 kg per tahun.

5. Penggilingan: Konsentrat papain yang telah cukup kering kemudian digiling sampai halus. Jika jumlahnya tidak banyak, penggilingan dapat dilakukan dengan menggunakan blender.

6. Pengemasan: tepung konsentrat papain harus disimpan pada wadah tertutup, dan wadah yang dapat digunakan adalah botol kaca berwarna gelap, botol plastik yang tidak bening, kantung plastik berlapis aluminium, dan kantung kertas yang dimasukkan ke dalam plastik polietilin.

Enzim lainnya adalah Bromelin biasanya diperoleh dari limbah kulit, batang, daun, atau bagian lain yang merupakan buangan tanaman nenas. Tanaman Ficus carica menghasilkan fisin yang terdapat pada bagian getahnya (lateksnya). Tanaman kacang tanah (Arachis hipogea) juga memproduksi protease arachin pada bijinya. Waluh atau labu (Cucurbita pepo) memproduksi protease pada bagian bunganya, dan buah semangka (Curcumis melon) dilaporkan juga mengandung protease.

2.8 Pakan Limbah Sumber HormonPakan limbah sumber hormon yang paling mudah didapat

adalah melalui pengambilan kelenjar hipofisa ternak (sapi,

Page 66: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

kerbau, kambing, dan domba) dari kepala ternak tersebut. Ketersediaan kelenjar hipofisa sapi cukup banyak, khususnya di daerah perkotaan. Kelenjar hipofisa merupakan kelenjar sistem endokrin yang terletak di bawah dasar otak dan terlindung dalam sebuah bentukan dari tulang di bawah hipotalamus yang disebut dengan sella turcica (Djojosoebagio, 1990). Kelenjar hipofisa ini merupakan organ yang relatif kecil ukurannya jika dibandingkan dengan ukuran tubuh; misalnya pada sapi ukuran 1.988 + 0,49 mg (Oka, 1992). Hormon yang dihasilkan mempunyai pengaruh pada sejumlah proses vital dalam tubuh manusia maupun hewan. Pengaruh yang luas dari kelenjar hipofisa di dalam tubuh disebabkan oleh kerja hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa tersebut.

Umumnya, kepala ternak besar (sapi, kerbau, kambing, dan domba) setelah diambil bagian otak, kulit, lidah, dan kuping, maka yang tertinggal adalah bagian tulang. Kelenjar hopofisa yang tersembunyi di bagian dasar otak, biasanya tidak ikut terambil. Oleh karena itu, akan sangat ekonomis sekali bila diambil untuk diekstrak atau diambil hormonnya. Hormon yang terkandung di dalamnya dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan dan menurunkan akumulasi lemak dalam tubuh ternak.

Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa sudah banyak diketahui sebagai salah satu hormon yang berperan dalam metabolisme zat makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Menurut Partodihardjo (1987), hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa ada sembilan macam, yaitu: ACTH (Adrenocorticotrope hormone), TSH (Thyroid stimulating hormone), FSH (Follicle stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone), STH (Somatrotropin hormone), MSH, Prolaktin, Vasopresin, dan Oksitosin.

Hormon merupakan substansi organik yang disekresikan oleh kelenjar endokrin langsung ke dalam sirkulasi darah, yang kemudian diteruskan ke organ sasarannya. Dalam jumlah yang relatif sangat sedikit, hormon tersebut sudah mampu memberikan

Page 67: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

perubahan fisiologis yang cukup besar pada organ sasarannya. Hormon sangat berperan dalam mengatur fungsi fisiologis organ tubuh sehingga sering dicobakan sebagai zat perangsang pertumbuhan pada ternak seperti hormon testosteron, tiroksin, dan kortison (Wirtha, 2002).

Page 68: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 69: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

III. LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN

3.1 Potensi Limbah Kulit Biji

Kulit dari beberapa jenis biji-bijian ataupun leguminosa merupakan limbah pertanian yang mempunyai potensi

cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pakan ternak. Selain potensinya sebagai sumber energi, kulit biji-bijian juga mempunyai keunggulan dalam menurunkan kadar kolesterol dan komponen lemak tubuh pada ternak (Piliang, 1997).

Lundin et al. (l993) melaporkan bahwa marmot yang diberi ransum dengan kandungan serat kasar tinggi (12 %) yang bersumber dari kulit kacang kedelai dan dedak gandum ternyata meningkatkan densitas volume epitel dan vilus di daerah jejunum, ileum serta di bagian proksimal dan distal usus halusnya. Dilaporkan juga oleh Rhein et al. (l992) bahwa pemberian 8 % kulit kacang kedelai atau kulit kacang tanah yang diberi tambahan ragi tape sebanyak 0,75 % ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan babi lepas sapih.

Piliang et al. (l996) menyatakan bahwa suplementasi kulit

Page 70: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

kacang kedelai ke dalam ransum primata (Macaca fascicularis) dapat menurunkan kadar kolesterol, kadar trigliserida, dan kadar LDL darah. Dilaporkan juga oleh Bakhit et al. (l994) bahwa konsumsi kulit kacang kedelai mampu menurunkan kadar lemak darah. Yalcin et al. (l990) melaporkan bahwa penggunaan kulit kacang hazel dengan kisaran 2 - 6 % tidak berpengaruh pada produksi telur dan FCR, tetapi meningkatkan warna kuning telur.

3.1.1. Kulit Biji Kacang KedelaiLebih dari 90 % tempe diproduksi oleh perusahaan rumah

tangga yang jumlahnya di Indonesia mencapai sekitar 10 ribu buah dan jumlah kacang kedelai yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut adalah sekitar 5000 ton/hari (Subekti, 1982). Kulit biji/ari yang dihasilkan adalah 15 – 20 % dari biji kacang kedelai.

Rata-rata konsumsi tempe per orang per hari di pulau Jawa berkisar antara 30–120 gram per hari. Hal tersebut disebabkan karena tempe berfungsi sebagai sumber protein pengganti daging dengan harga relatif murah (Winarno, 1979). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata kandungan nutrisi dari kulit ari kacang kedelai yang diperoleh lewat perebusan dan perebusan menunjukkan adanya perbedaan. Uraian lebih rinci tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia kacang kedelai dan kulit ari kacang kedelai, yang dipeoleh lewat perebusan (cara A) dan perebusan-perendaman (cara B)

Zat Makanan Kacang Kedelai Kulit Biji Kacang Kedelai/Ampas Tempe

Cara A Cara B Cara A Cara BBahan Kering (%) �0.0 ��,�0 ��,�0 �0,�0Protein kasar (%) ��,�0 ��,�0 ��,�0 ��,00Energi (MJ/kg) ��,�0 ��,�0 ��.00 ��,�0Serat Kasar (%) ��,�0 ��,�0 ��,00 �0,�0Ca (%) 0,�0 0,�0 0,�0 0,�0Fosfor (%) 0,�0 0,�0 0,�0 0,�0Abu (%) �,�0 �,�0 �,�0 �,�0

Sumber : Bakrie et al. (1990)

Page 71: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Ampas tempe atau kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan terdiri atas “tista” atau kulit ari (87,70 – 92,90 %), pecahan cutiledon (6,1 – 10,50 %) dan tunas atau hipokotil (1,0 – 1,80 %). Koefisien cerna bahan keringnya secara in vitro tinggi, yaitu berkisar antara 73,20 – 81,60 % (Bakrie et al., 1990).

Pada Gambar 2, tersaji proses pembuatan tepung kulit ari kacang kedelai. Pojok kiri atas, menunjukkan biji kacang kedelai yang telah mengalami perendaman selama 12 jam pada proses pembuatan tempe. Selanjutnya, kulit ari kacang kedelai akan terpisah dengan bijinya setelah melalui proses pengadukan (kanan atas), kemudian diletakkan di atas lembaran seng dan dijemur/dikeringkan dengan bantuan sinar matahari (kiri bawah). Setelah kering, selanjutnya bahan itu digiling dengan penggiling tepung dan tepung kulit ari kacang kedelai siap dipakai bahan pakan unggas sebagai sumber energi (kanan bawah).

Gambar 2. Proses pembuatan tepung kulit ari kacang kedelai mulai dari perendaman kacang kedelai pada proses pembuatan tempe sampai menjadi tepung

Page 72: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

3.1.1.1. Fermentasi Kulit Kacang KedelaiDalam proses fermentasi kulit ari kacang kedelai, mikroba

akan bekerja sebagai fermenter (peragi) bahan organik. Hasil peragian bahan organik tersebut adalah berupa pelepasan asam-asam amino dan sakarida dalam bentuk senyawa organik terlarut yang mudah diserap (Higa dan Parr, 1994).

Melalui proses peragian mikroorganisme, dapat dihasilkan asam organik, vitamin, dan antibiotik. Piao et al. (l999) melaporkan bahwa suplementasi ragi (yeast) dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan pemanfaatan zat-zat makanan, serta kecernaan nitrogen dan fosfor.

Proses fermentasi menyebabkan enzim peroksidase ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba mampu melunakkan dan memecah dinding serat serta melepaskan pita serat mikrofibrilnya (Totter, 1990). Disamping itu, reaksi degradasi lignin oleh kapang adalah biokatalis ligninase yang mampu mengkatalis oksidasi cincin aromatik lignin untuk membentuk radikal kation yang selanjutnya senyawa ini akan melepaskan ikatan inti pada cincin aromatik, sehingga dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan ternak.

Kapang mempunyai kemampuan kuat untuk merombak lignin secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler berupa lignin peroksidase dan mangan peroksidase (Vallie et al., 1992). Enzim lignolitik dapat memutuskan ikatan lignoselulosa. Kapang juga mampu mendegradasi senyawa organik pencemar lingkungan (Bumpus dan Aust, 1987), sehingga memberikan harapan untuk digunakan dalam proses delignifikasi pakan dan proses pengolahan limbah yang mengandung derivat lignin dan senyawa racun.

Tempe sebagai sumber protein ternyata nilai nutrisinya lebih baik jika dibandingkan dengan kacang kedelai asalnya. Nilai nutrisi kacang kedelai yang dibandingkan dengan tempe tersaji pada Tabel 8.

Page 73: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 8. Kandungan zat makanan kacang kedelai sebelum diolah dan setelah diolah menjadi tempe (Rhizopus oligoporus)

Zat Makanan Kacang Kedelai Tempe

Air (%) �,00 �,00

Protein kasar (%) ��,�0 ��,��

Lemak kasar (%) �0,�0 ��,�0

Asam lemak bebas (%) 0,�0 ��,00

Persentase protein terlarut dalam air �,�0 ��,00

Persentase zat padat terlarut ��,00 ��,00

Vitamin B� (IU) 0,00� 0,00�

Niasin (%) 0,000� 0,00�0

Sumber : Kasmidjo (1990)

Peningkatan nilai nutrisi bungkil kacang kedelai dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan memanfaatkan jasa ragi (Rhizopus oligoporus), yang dikenal dengan istilah tempe. Tempe yang digunakan sebagai pakan ternak adalah tempe yang kadaluwarsa atau tempe yang bentuknya rusak. 3.1.1.2. Respons Ternak terhadap Pemberian Kulit Kacang Kedelai

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidura dan Sudiastra (2002) pada ayam broiler menunjukkan bahwa penggunaan 15 % kulit kacang kedelai dalam ransum nyata menurunkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam. Namun, yang menarik dari penelitian tersebut adalah bahwa adanya proses fermentasi pada kulit kacang kedelai tersebut ternyata secara signifikan dapat meningkatkan nilai guna dari kulit kacang kedelai tersebut.

Pada Tabel 9, disajikan data tentang penggunaan ragi tape

Page 74: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dalam ransum yang menggunakan kulit kacang kedelai, yang ternyata mampu meningkatkan nilai guna dari kulit kacang kedelai tersebut.

Tabel 9. Pengaruh penggunaan tepung kulit kacang kedelai terfermentasi dengan ragi tape terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 7 minggu

VariabelPerlakuan

A B C

Kons. ransum (g) ���0,�a ��00,�c ����,�b

Konsumsi Lysin (g) ��,��c ��,��a �0,0�b

Berat Badan akhir (g) ����,�a ����,�c ����,�c

Pertambahan Berat Badan (g) ����,�a ����,�b ��00,0a

Feed Conversion Ratio (FCR) �,��a �,��b �,��c

Sumber : Bidura dan Sudiastra (2002)

Keterangan : Ransum tanpa penggunaan kulit kacang kedelai sebagai kontrol (A), ransum dengan 15 % kulit kacang kedelai (B), dan 15 % kulit kac. kedelai terfermentasi dengan 0,20 % ragi (C).

Adanya proses fermentasi pada kulit ari kacang kedelai sebelum diberikan menyebabkan terjadinya penurunan pada konsumsi zat-zat makanan dibandingkan tanpa fermentasi (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi menyebabkan nilai cerna zat makanan khususnya energi meningkat. Peningkatan energi dan protein termetabolis akibat proses fermentasi dilaporkan juga oleh Pangestu (l997); kandungan serat kasar dan karbohidrat dalam bahan pakan terfermentasi menurun secara nyata, dan sebaliknya kandungan protein dan energi termetabolis meningkat masing-masing 16,00 % dan 48,40 %.

Page 75: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 10. Respons ayam broiler umur 2 – 6 minggu terhadap pemberian kulit ari kacang kedelai yang difermentasi probiotik Starbio

VariabelPerlakuan

A B C

Konsumsi ransum (g/ekor/� mg) ����,00b ����,00a ����,00b

Berat badan akhir (g/ekor) ����,��a ����,��b ����,0�a

Pertamb. berat badan (g/ekor/� mg) ����,��a ����,��b ����,��a

Feed conversion ratio (FCR) �,��b �,��a �,��b

KCBK ( % ) ��,��a ��,��b ��,��a

KCBO ( % ) ��,��ab ��,00b ��,��a

Keterangan : Sumber (Purwati, 2005)A = Ransum tanpa penggunaan kulit ari kacang kedelai sebagai

kontrol.B = Ransum dengan penggunaan 15% kulit ari kacang kedelai.C = Ransum dengan 15% kulit ari kacang kedelai yang

difermentasi dengan 0,20 % probiotikKCBK = Koefisien Cerna Bahan Kering dan KCBO (Koefisien

Cerna Bahan Organik)

Hasil penelitian Purwati (2005) tersebut menunjukkan bahwa proses fermentasi pada kulit ari kacang kedelai ternyata dapat meningkatkan nilai guna dari kulit ari kacang kedelai tersebut. Peningkatan pertambahan berat badan tersebut disebabkan karena adanya mikroba pencerna serat pada Starbio yang digunakan sebagai inokulan dalam proses fermentasi tersebut.

Penggunaan inokulan probiotik dalam proses fermentasi ternyata dapat meningkatkan sekresi mucin. Mucin merupakan zat yang sangat penting artinya bagi habitat dan sumber zat makanan bagi mikrobia yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ayam (Savage, 1991). Dilaporkan juga oleh Madrigal et al. (l993)

Page 76: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

bahwa konsumsi ransum menurun dan efisiensi penggunaan ransum meningkat dengan adanya suplementasi ragi (50, 100, dan 200 g/ton ransum) pada ayam broiler.

Mengkonsumsi pakan terfermentasi ternyata dapat menurunkan jumlah lemak dalam tubuh, yang disebabkan karena dalam proses fermentasi tersebut terjadi penurunan kadar lemak ransum sebesar 52,3 % (Hamid et al., 1999), sehingga lemak yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh juga menurun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwati (2005) membuktikan bahwa penggunaan Starbio dalam proses fermentasi kulit kacang kedelai ternyata mampu menekan akumulasi lemak tubuh broiler. Hasil senada dilaporkan juga oleh Ketaren et al. (l999), bahwa pemberian produk fermentasi ternyata dapat menekan perlemakan dalam tubuh ayam pedaging. Penurunan lemak tersebut juga disebabkan karena adanya senyawa-senyawa produk fermentasi yang dapat menghambat sintesis lipida dalam hati.

Pengaruh pemberian kulit ari kacang kedelai dengan dan tanpa proses fermentasi dalam ransum terhadap distribusi lemak tubuh broiler umur 6 minggu diperlihatkan pada Gambar 3.

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

A B CPerlakuan

Dist

ribus

i Lem

ak T

ubuh

(%)

Lem ak E m pedalLem ak M es enteriumLem ak B antalanLem ak A bdom en

Gambar 3. Pengaruh pemberian kulit ari kacang kedelai terhadap distribusi lemak tubuh broiler umur 6 minggu

Page 77: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

3.1.2. Bungkil Kacang KedelaiPenggunaan kacang kedelai mentah dalam pembuatan

ransum masih sangat jarang. Hal ini disebabkan karena kacang kedelai masih digunakan dalam pembuatan tahu dan tempe, serta masih mengandung zat penghambat pertumbuhan yang sering dikenal dengan istilah antitripsin. Antitripsin baru dapat dihilangkan dengan proses pemanasan.

Bungkil kacang kedelai merupakan hasil samping pembuatan minyak kedelai; merupakan sumber protein dan sering digunakan dalam penyusunan ransum untuk mendampingi tepung ikan. Kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 42 – 50 %, dan energi termetabolisnya berkisar antara 2825 – 2890 kkal/kg. Faktor pembatas penggunaannya sebagai sumber protein dalam ransum adalah asam aminonya yang tidak seimbang dan defisien akan methionin. Namun, itu dapat diatasi, mengingat sudah ada asam amino sintetis (metionin sintetis). Kandungan seratnya tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 6 %.

Penggunaan bungkil kacang kedelai dalam ransum unggas adalah :

• untuk ayam ras petelur dan pedaging : 0- 30 %,• itik petelur : 0 – 40 %, dan• entog atau sejenisnya : 0 – 45 %.

Khomsan (1999) menyatakan bahwa dalam kedelai terkandung zat yang disebut beta-sitosterol yang mempunyai efek hipokolesterolemik (menurunkan kadar kolesterol). Di samping itu, penggunaan ragi dalam proses fermentasi kacang kedelai menjadi tempe juga akan menekan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan karena proses peragian tersebut dapat meningkatkan niasin dari 9 mg dalam kacang kedelai menjadi 60 mg dalam tempe per 100 g bahan. Niasin dapat menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol jahat (LDL) serta menaikkan kadar kolesterol baik (HDL). Dalam tempe ditemukan juga isoflavon yang merupakan enzim paling penting dalam tempe. Isoflavon dapat

Page 78: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

membersihkan berbagai radikal (zat beracun) yang berada dalam darah dan mengikis endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah koroner yang mengalami proses pengapuran.

3.2 Ampas TahuAmpas tahu merupakan limbah pembuatan tahu dan masih

mengandung protein dengan asam amino lysin dan metionin serta kalsium yang cukup tinggi. Akan tetapi, kandungan serat kasar dan air pada ampas tahu tinggi, sehingga menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Oleh karena itu, untuk memberdayagunakan ampas tahu, perlu diberikan perlakuan dan salah satunya adalah dengan fermentasi (Mahfudz, 2006).

Mahfudz (2006) melaporkan bahwa ampas tahu, sebelum dipakai sebagai bahan penyusun ransum, terlebih dahulu difermentasi dengan ragi yang mengandung kapang Rhyzopus oligosporus dan R. oryzae. Ada tiga tahap pembuatan ampas tahu terfermentasi, yaitu (1) persiapan ampas tahu, meliputi pencucian, pengepresan, dan pengukusan; (2) inokulasi dengan kapang, pencetakan, dan inkubasi selama 40 jam, dan (3) pembuatan tepung yang dimulai dengan mengiris tipis ampas tahu tersebut (“germbus”), menjemur, dan menggiling. Uraiannya secara lebih rinci tersaji pada Gambar 4 :

Ampas Tahu

Pemeraman selama 24 jam (suhu kamar)

Pencucian dengan air mengalir sampai air jernih

Pengepresan untuk mengurangi kadar air

Page 79: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Pengukusan selama 60 menit

Pendinginan sampai suhu kamar (dengan diangin-anginkan)

Inokulasi dengan 1 % ragi tempe (mengandung kapang R. oligosporus dan R. oryzae)

Pencetakan

Inkubasi 40 Jam

Tempe ampas tahu dipotong tipis agar mudah kering

Dijemur matahari

Digiling dan diayak

Tepung tempe ampas tahu

Gambar 4. Bagan pembuatan tepung tempe ampas tahu terfermentasi (Mahfudz 2006)

Mahfudz et al. (l997) menyatakan bahwa tempe ampas tahu memiliki kandungan protein kasar 21,66 %, Serat kasar 20,26 %,

Page 80: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Lemak kasar 2,73 %, abu 3,68 %, dan kadar air 11,18 %, Ca 1,09 %; P 0,88% dan energi termatabolisnya 2.830 kkal/kg bahan. Duldjaman (2005) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung protein kasar 23,62 %, BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 41,98 %, serat kasar 22,65 %, dan lemak kasar 7,78 %.

Penggunaan ampas tahu terfermentasi pada level 10 % tidak berpengaruh nyata terhadap berat karkas dan persentase karkas. Akan tetapi, pada level 15 % dan 20 % secara nyata meningkat. Peningkatan pemberian ampas tahu secara nyata meningkatkan bobot karkas dan luas otot mata rusuk (cm2). Hampir semua komponen karkas domba (otot, lemak, jaringan ikat, dan tulang) meningkat dengan semakin meningkatnya pemberian ampas tahu (100 – 300 g/ekor/hari (Duldjaman, 2005). Penggunaan ampas tahu terfermentasi dengan ragi oncom pada level 10%, 15%, dan 20 % dalam ransum ayam pedaging nyata meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum.

Mahfudz et al. (l996) menyatakan bahwa meningkatnya nafsu makan dengan adanya penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum disebabkan karena proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan asam glutamat yang dapat meningkatkan nafsu makan ayam. Proses fermentasi akan memecah protein dan karbohidrat menjadi asam amino, N, dan karbon terlarut, yang diperlukan untuk sintesis protein (Rahayu et al., l989). Meningkatnya kecernaan protein juga mempermudah metabolisme protein, sehingga secara langsung juga meningkatkan sintesis protein daging (Suparno, 1982)

Proses fermentasi dengan menggunakan ragi yang mengandung kapang Rhizopus oligosporus dan R. oryzae akan menyederhanakan partikel bahan pakan, sehingga akan meningkatkan nilai gizinya. Fermentasi ampas tahu dengan ragi akan mengubah protein menjadi asam amino dan secara tidak langsung akan menurunkan kadar serat kasarnya.

Proses fermentasi yang tidak sempurna tampaknya

Page 81: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

menyebabkan berkembangnya bakteri lain yang bersifat patogen yang menimbulkan gangguan kesehatan dan kematian ternak penelitian.

3.3 Ampas KecapAmpas kecap merupakan buangan dari proses pembuatan

kecap. Untuk dapat digunakan sebagai campuran dalam ransum unggas, terlebih dahulu bahan tersebut harus dikeringkan dan dijadikan tepung. Kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu 24,90 % dan lemak kasar 24,30 %.

Faktor pembatas penggunaannya adalah bahwa bahan tersebut sulit didapat dan kalaupun ada dijual dalam keadaan bundar dan keras sehingga perlu dilakukan pemecahan lagi. Faktor lain yang menjadi pembatas adalah bahan tersebut sering ditumbuhi oleh jamur Aspergillus flavus, yaitu jamur yang menghasilkan racun yang sangat berbahaya bagi ayam. Bila racun tersebut bekerja, proses pencernaan ayam tidak akan sempurna lagi dan itu berdampak negatif terhadap daya serap unsur nutrisi ke dalam tubuh ayam (Rasyaf, 2002)

3.4 PollardGandum (Triticum aestinum) adalah termasuk jenis tanaman

rumput-rumputan (gramineae) yang ditanam untuk produksi biji. Di negara-negara penghasil gandum (Kanada, USA, Eropa, dan Australia), biji gandum dimanfaatkan sebagian besar untuk makanan manusia dan sebagian kecil merupakan sumber energi untuk pakan ternak.

Menurut Mc.Donald et al. (1978), biji gandum terdiri atas 85 % endosperma, 13 % dedak dengan kulit biji, serta 2 % germ (embrio dan lembaga). Banyaknya tepung yang dihasilkan bervariasi. Sebagai contoh, di Inggris tepung yang dihasilkan ± 72 % dan sisa yang 28 % terdiri atas : wheat germ (embrio) yang mengandung protein 22 – 32 %, bran (straight run bran) campuran dedak dengan kandungan serat kasar 8,5 – 12 %, dan protein kasar

Page 82: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

12,5 – 16 %.Pollard merupakan limbah dari pengolahan gandum.

Kandungan nutrisinya cukup baik, yaitu mengandung energi termetabolis 1140 kkal/kg, protein 11,80 %, serat kasar 11,20 %, dan lemak kasar 3,0 % (Wawan, 2003). Menurut Scott et al. (l982), pollard mengandung energi termetabolis 1300 kkal/kg, protein kasar 15 %, lemak kasar 4,0 %, dan serat kasar 10 %. Lebih jauh, NRC (l984) melaporkan bahwa pollard mengandung energi termetabolis 1300 kkal/kg; protein 15,70 %; lemak kasar 3,0 %; dan serat kasar 11 %.

Wheat pollard merupakan bahan pakan alternatif sebagai pengganti jagung. Kelemahan utama wheat pollard sebagai bahan pakan ternak adalah tingginya kandungan polisakarida non-pati, yaitu arabinoxilan. Selain itu, penggunaan yang tinggi dalam ransum ternak monogastrik, khususnya ternak unggas dapat berperan sebagai antinutrisi, yaitu dapat menghalang-halangi penyerapan asam amino dan mineral dalam saluran pencernaan (Vranjes dan Wenk, l995). Selain itu, pemberian wheat pollard yang tinggi pada unggas akan dapat menekan pertumbuhan. Karena itu, sampai saat ini pemakaian wheat pollard pada unggas belum optimal dan penggunaan pada ransum tidak boleh melebihi 15 %.

Tingginya kandungan polisakarida non-pati pada wheat pollard dapat diatasi dengan menambahkan enzim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim yang bersumber dari cairan rumen pada tingkat 620 – 1240 U/kg wheat pollard ternyata dapat meurunkan kandungan polisakarida dan sebaliknya dapat meningkatkan oligosakarida serta kandungan energi metabolis wheat pollard. Uraian lebih jelasnya tersaji pada Tabel 11.

Page 83: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 11. Pengaruh penambahan enzim cairan rumen pada wheat pollard terhadap persentase polisakarida, oligosakarida, dan energi termatabolis wheat pollard pada broiler

Perlakuan Polisakarida(%)

Oligosakarida (%)

Energi Termetabolis (MJ/kg)

Kontrol ��,�� ��,�� �,���

��0 U/kg Enzim Rumen ��,�� ��,�� �,���

���0 U/kg Enzim Rumen ��,�� ��,�� �,���

Bahan sampingan wheat (wheat by products) merupakan hasil sisa dari produk gandum yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian karena manfaat utama yang berupa tepung gandum telah diperuntukkan untuk manusia. Bahan sampingan yang potensial untuk dimanfaatkan baik untuk ternak maupun untuk manusia adalah dedak gandum. Dedak gandum yang merupakan 13 % bagian biji ini sangat baik untuk sumber protein pada pakan ternak dan pakan suplemen manusia karena kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi (8,5 – 12 %). Serat kasar, yang sebagian besar adalah selulosa dan lignin hampir semuanya tidak tercerna oleh ternak monogastrik termasuk manusia (Ensminger et al., 1990).

Pollard yang beredar di pasaran umumnya ada dua macam, yaitu pollard halus dan pollard kasar. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pollard tersebut masing-masing 15,34 % dan 26,42 %. Tingginya kandungan serat kasar pada pollard menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pollard di atas 15 % pada ayam menyebabkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum menurun.

Page 84: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 12. Perubahan kadar gula, polisakarida, oligosakarida, dan energi termetabolis wheat pollard yang diberi enzim rumen

PerlakuanGula Total (mg/g) Prosentase (%) Energi

Termetabolis(MJ/kg)

Sebelum dialisis

Setelah dialisis

Polisakarida

Oligosakarida

Tanpa Enzim ���,�� ��,�� ��,�� ��,�� �,��� ± 0,��

Enzim ��0 U/kg ���,�� ��,�� ��,�� ��,�� �,��� ± 0,��

Enzim �.��0 U/kg ���,�� ��,�� ��,�� ��,�� �,��� ± 0,��

Sumbe : Pantaya (2005)

Pada Tabel 12, terlihat prosentase penurunan polisakarida antara wheat pollard tanpa enzim dan wheat pollard dengan penambahan enzim 620 dan 1.240 U/kg masing-masing sebesar 4 % dan 3,9 %. Wheat pollard tanpa enzim mengandung polisakarida yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diberi enzim. Rataan energi termetabolis memperlihatkan bahwa penambahan enzim akan meningkatkan energi termetabolisme wheat pollard.

3.5 Sorghum (Sorghum bicilor)

Menurut Badan Pusat Statistik Jakarta (l998), sorghum banyak tumbuh di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur, dan belum banyak dimanfaatkan secara maksimal. Tanaman sorghum tumbuhnya relatif cepat, tahan terhadap kekeringan, dan dapat dipanen pada umur 120 hari. Produksi rata-rata biji sorghum hasil panen di daerah Jawa Tengah adalah sebanyak 6089 ton dari luas panen seluas 3344 ha/tahun.

Kendala utama sorghum adalah tingginya kandungan taninnya yang dapat menghambat kerja enzim tripsin, lipase, amilase, dan protease sehingga berpengaruh terhadap kecernaan zat pakan. Kadar tannin di atas 0,50 % dalam ransum dapat menekan daya cerna protein. Kadar tanninnya antara 0,50 – 2,00 % dapat menekan pertumbuhan dan produksi telur, sedangkan

Page 85: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

pada kadar tanin 3 – 4 % dalam ransum dapat mengakibatkan kematian pada unggas.

Pada Tabel 13 tersaji perubahan nilai nutrisi sorghum sebagai akibat peningkatan penambahan mineral Ramos dalam proses fermentasi kapang tersebut. Terjadi penurunan kadar tannin yang cukup signifikan pada biji sorghum dan peningkatan kandungan energi termetabolis pada tempe sorghum dengan semakin meningkatnya penambahan mineral Ramos dalam proses fermentasi sorghum dengan menggunakan kapang Rhizopus sp.

Tabel 13. Kandungan nutrisi tempe sorghum

Perlakuan BK (%)

PK (%)

SK (%)

EE (%)

BETN (%)

Tanin (%)

ME Kal/g

To ��,�� �,�� �,�� �,�� ��,�� 0,�� �0�0T� ��,�� ��,�� �,�� �,�� ��,�� 0,�� ����T� �0,�� ��,�� �,�� �,0� �0,�� 0,�� �0��T� ��,�� ��,�� �,�� �,�� ��,00 0,�� ����

Keterangan: Sumber (Utama et al., 2006)

To = Sorghum + kapang Rhizopus sp. 0,40 % BK + 0 % mineral Ramos, diperam 2 hari.

T1 = Sorghum + kapang Rhizopuz sp. 0,40 % BK + 40 % mineral Ramos, diperam 2 hari

T2 = Sorghum + kapang Rhizopus sp. 0,40 % BK + 50 % mineral Ramos, diperam 2 hari

T3 = Sorghum + kapang Rhizopus sp. 0,40 % BK + 60 % mineral Ramos, diperam 2 hari

Perbedaan kadar protein kasar dalam tempe sorghum tersebut disebabkan karena proses biokonversi kapang dalam memanfaatkan mineral Ramos yang ada pada tempe sorghum sehingga protein dan asam amino dapat meningkat. Sumber NPN (urea) yang ditambahkan ke dalam media fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ion NH4 dan CO2, selanjutnya NH4 yang terbentuk digunakan oleh kapang untuk proses biokonversi

Page 86: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

menjadi protein kapang. Sintesis protein di dalam sel membentuk mineral Mg 2+ sebagai ko-faktor dalam proses metabolismenya.

Pengolahan biji sorghum dilakukan dengan fermentasi menggunakan mikroorganisme berupa kapang Rhizopus sp. yang ditambahkan mineral dan urea. Mineral dalam proses tersebut digunakan sebagai sumber nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ragi tempe untuk sintesis protein mikroba. Penambahan mineral Ramos dalam proses fermentasi biji sorghum dapat meningkatkan koefisien cerna protein kasar biji sorghum (Tabel 14).

Tabel 14. Kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, dan kecernaan serat kasar tempe sorghum pada masing-masing perlakuan

PenambahanMineralRamos

Koefisien Cerna (%)

Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar

0 % �0,�� ��,�0 ��,���0 % ��,�� ��,�� ��,�0�0 % ��,�� ��,�� ��,���0 % ��,�� ��,0� ��,��

Keterangan : Sumber (Utama et al., 2006)

Metode fermentasi biji sorghum dengan suplementasi mineral Ramos sangat sederhana. Mula-mula biji sorghum digiling kasar, kemudian dicampur dengan larutan mineral Ramos (campuran mineral Ramos terdiriatas (NH2)2SO4, Urea, NaH2PO4, MgSO4 7H2O, KCl, FeSO4, dan CaCl2), selanjutnya dikukus selama 60 menit. Setelah dikukus, didinginkan di atas plastik dan diinokulasikan dengan ragi tempe sebanyak 0,40 % bahan kering, selanjutnya dibungkus dengan plastik yang sebelumnya telah dilubangi untuk sirkulasi oksigen dan diperam selama 2 hari.

Pada proses fermentasi, sering dijumpai terjadi peningkatan kandungan serat kasar. Hal ini disebabkan karena adanya miselium pada tempe (kapang) yang terhitung sebagai serat kasar dalam analisis, serta sebagai akibat kehilangan sejumlah padatan lainnya

Page 87: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

(Hartanto, 1990). NPN dalam proses fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ion NH4 dan CO2.

3.6 Dedak PadiDedak padi merupakan pakan limbah yang paling banyak

digunakan dalam penyusunan ransum. Dedak padi merupakan limbah dari proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0 %. Serat kasar yang tinggi tersebut merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum ternak nonruminansia. Namun, kandungan proteinnya yang berkisar antara 12 – 13,5 % dan energi termetabolis berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg, menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan ransum ternak nonruminansia.

Kelemahan lain dari dedak padi adalah kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral. Pada Tabel 15 tersaji data komposisi kimia dari dedak padi kasar, dedak halus yang bersumber dari pabrik dan kampung, serta bekatul yang mempunyai nilai nutrisi yang paling bagus di antara dedak padi lainnya.

Tabel 15. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi

Komponen (%) Dedak Kasar Dedak Halus BekatulPabrik Kampung

Air �0,�0 �0,�0 ��,�0 ��,��Protein kasar �,�0 ��,�0 �0,�0 �0,�0Lemak kasar �,�0 �,�0 �,�0 �,�0Ether extract ��,�0 - - -Serat kasar ��,�0 �,00 ��,�0 �,�0Nitrogen - �0,�0 ��,�0 ��,�0Abu ��,�0 �,�0 �.�0 �,��

Dari Tabel 15 tersebut, ternyata kandungan nutrien dedak padi yang bersumber dari pabrik masih lebih baik jika dibandingkan dengan dedak padi kampung. Umumnya, dedak

Page 88: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

padi yang beredar di pasaran hampir semuanya bersumber dari pabrik. Oleh karena itu, ketelitian dalam pemilihan dedak padi sangat penting artinya, karena perbedaan kandungan nutrien cukup signifikan.

Kandungan protein dedak padi umumnya disebut oryzem, dan protein ini memiliki nilai gizi yang tinggi karena banyak mengandung asam amino esensial. Dedak padi mengandung minyak sekitar 10 – 30 %, dan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 75 – 80 %. Kandungan karbohidrat pada dedak padi dapat mencapai 40 – 49 % dan sebagian besar dalam bentuk pati.

Dedak padi merupakan selaput antara beras dengan sekam padi dengan berat lebih kurang 8,50 % dari berat padi. Dedak dihasilkan dari penggilingan padi menjadi beras (Sulistya, 1987). Dedak dapat dihasilkan dari penyosohan beras pecah kulit menjadi beras, termasuk di dalamnya lapisan kutikula dan sebagian kecil lembaga.

Penggunaan dedak padi dalam ransum ada batasnya, yaitu 0 – 15 % untuk ayam petelur fase starter; 0 – 20 % untuk ayam petelur fase grower; dan 0 – 20 % untuk ayam petelur fase layer. Untuk ayam broiler, penggunaannya berkisar antara 5 – 20 %, dan tidak lebih dari 20 % karena akan dapat menurunkan produktivitas ayam. Pada Tabel 16, tersaji batas penggunaan dedak padi dalam penyusunan ransum ternak.

Tabel 16. Tingkat penggunaan dedak padi dalam ransum unggas dan babi

Jenis HewanLevel Penggunaan

Starter Grower Finiser/LayerAyam ras petelur 0 – �� 0 – �0 0 – �0Broiler � – �0 � – �0 � – �0Kalkun � – � �0 – �0 �0 – ��Itik � – �0 � – �� � – ��Entog � – �0 �0 – �� �0 – �0Babi � – �0 �0 – �0 �0 – �0

Page 89: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Hasil penelitian Rianto et al. (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dedak padi dalam ransum berbasis rumput gajah, semakin meningkat pertambahan berat badan harian (g/ekor/hari) domba. Selain itu, juga terjadi peningkatan yang signifikan pada berat daging dan lemak karkas. Lebih rinci hasil penelitian tersebut tersaji pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh tingkat pemberian dedak padi dalam ransum berbasis rumput gajah terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan jumlah daging karkas domba

VariabelLevel Pemberian Dedak Padi (g/ekor/hari) dalam ransum Berbasis Rumput Gajah

0 �00 �00Konsumsi ransum (g BK/ekor/hari) ���,�� ���,�� ���,��Pertambahan berat badan (g/ekor/hari) -��,�� ��,�� ��,��Berat potong (kg/ekor) ��,�0 ��,00 ��,��Bobot daging karkas (g/ekor) ��0� ���� ����Bobot tulang karkas (g/ekor) ���� ���� ����Bobot lemak karkas (g/ekor) ��� �0�� ��0�

Keterangan : Sumber (Rianto et al., 2006); BK (bahan kering)

3.7 Bungkil KelapaBungkil kelapa merupakan limbah dari proses pembuatan

minyak kelapa. Kalau proses pembuatan minyak kelapa cukup baik, maka kandungan lemak bungkil kelapanya akan rendah (dapat disimpan lama). Namun, bila proses pembuatan minyak tidak sempurna, bungkil kelapa masih banyak mengandung lemak. Hal inilah yang menjadi kendala penggunaannya dalam penyusunan ransum unggas karena bahan tersebut mudah tengik. Namun, kendala tersebut dapat diatasi dengan penambahan zat anti jamur dan antioksidan.

Kandungan protein kasarnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 20 – 26 % tergantung pada proses pembuatannya.

Page 90: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Demikian juga, kandungan energi termetabolisnya rendah 1640 kkal/kg dan tergantung pada proses pembuatannya. Namun, yang dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas khususnya berkisar antara 53 – 81 %. Akan tetapi, karena proses pembuatan bungkil kelapa tersebut melalui proses pemanasan, asam amino lysin mudah rusak, sehingga dapat dikatakan bahwa bungkil kelapa kandungan asam amino lysinnya masih perlu disuplementasi dengan asam amino lysin sintetis di samping metionin.

Penggunaan bungkil kelapa dalam penyusunan ransum unggas adalah :

• untuk ayam ras petelur : 0 – 25 %,• ayam ras pedaging : 0- 15 %,• ayam buras : 0 – 35 %,• itik : 10 -35 %,• entog/itik manila : 10 – 20 %, dan• angsa : 10 – 30 %.

Teknologi fermentasi dapat meningkatkan kualitas dari bahan pakan khususnya yang memiliki serat kasar dan antinutrisi yang tinggi. Fermentasi dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan melalui penyederhanaan zat yang terkandung dalam bahan pakan oleh enzim yang diproduksi oleh fermentor (mikroba).

3.8 Limbah RotiJumlah pabrik roti yang ada di pulau Bali mencapai 32 buah,

yang sangat berpotensi sebagai penyedia limbah roti (Anon., 1999). Roti merupakan bahan makanan yang secara umum terbuat dari tepung terigu, gula, susu, telur, garam, dan air (Samuel, l972). Limbah roti adalah sisa pembuatan roti serta roti yang sudah kedaluwarsa yang dikembalikan oleh pedagang ke perusahaan pembuat roti.

Kandungan nutrisi limbah roti yang ada di Bali sangat bagus dipakai sebagai sumber energi dalam penyusunan ransum. Limbah roti mengandung 87,62 % bahan kering, 71,46 % bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN); 10,73 % protein kasar; 0,33 %

Page 91: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

serat kasar; 3,14 % kalsium; 0,05 % fosfor; dan kandungan energi brutonya sebesar 4154 kkal/kg (Mahayani, 1994). Menurut Scott et al. (l982), komposisi zat makanan pada roti adalah: 10 % protein kasar; 10 % lemak kasar; 1,0 % serat kasar; 0,05 % kalsium; 0,15 % fosfor; dan energi metabolis sebesar 3740 kkal/kg bahan.

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Sudiastra dan Suasta (l997) mendapatkan bahwa limbah roti mengandung: 88,81 % bahan kering, 14,35 % protein kasar, 16,12 % lemak kasar, 0,91 % serat kasar, 0,07 % Ca, 0,22 % P, dan energi metabolis 3294,21 kkal/kg. Komposisi asam aminonya adalah sebagai berikut 0,14 % arginin, 0,05 % alanin, 0,09 % glisin, 0,11 % histidin, 0,13 % isoleusin, 0,12 % leusin, 0,05 % lysin, 0,18 % metionin, 0,14 % fenilalanin, 0,03 % tyrosin, dan 0,05 % valin.

Penggantian penggunaan jagung kuning dalam ransum basal ayam buras dengan campuran limbah roti dan tepung daun duckweed (LRDW) pada tingkat 50 – 100 % dapat meningkatkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum. Hal ini logis karena kandungan protein dan asam amino essensial pembatas pada LRDW lebih tinggi daripada jagung kuning. Tingginya kandungan protein dan asam amino lysin pada LRDW tidak terlepas dari keberadaan duckweed. Pengaruh penggunaan LRDW sebagai pengganti penggunaan jagung kuning dalam ransum ayam buras tersaji pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh penggantian penggunaan jagung kuning dalam ransum basal dengan campuran limbah roti dan tepung daun duckweed (LRDW) terhadap penampilan ayam buras umur 2 – 8 minggu

Variabel Perlakuan�) SEMA B C

Berat badan akhir (g) ���,�0b�) ���,00a ���,��b ��,���Pertambahan berat badan (g) �00,��c ���,��a ���,�0b �,���Konsumsi ransum (g) �0�,0c ����,��a �0��,0b ��,���Konsumsi protein (g) ���,��a ���,0�b �0�,��c �,���Konsumsi lysin (g) �,00b ��,��a ��,��a 0,���Feed Conversion Ratio (FCR) �,0�b �,��c �,��a 0,0��

Keterangan : Sumber (Bidura et al., 2002)

Page 92: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

• Ransum basal yang menggunakan 50 % jagung kuning sebagai kontrol (A), penggantian 50 % jagung kuning dalam ransum basal dengan LRDW (B), penggantian 100 % jagung kuning dalam ransum basal dengan LRDW (C).

Bahan dasar dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, ragi roti, susu, telur, garam dan gula (Buckle et al., 1987). Menurut Scott et al. (l982), roti mengandung protein kasar 10 %; lemak 10 %; serat kasar 1 %; Kalsium 0,05 %; dan Fosfor tersedia 0,15 % dengan komposisi asam amino arginin 0,52 %; sistin 0,17 %; sistein 0,6 %; histidin 0,2 %; isoleusin 0,36 %; leusin 0,6 %; lysin 0,30 %; metionin 0,14 %; penilalanin 0,4 %; treonin 0,28 %; triptofan 0,12 %; tirosin 0,30 %; dan valin 0,40 % serta mengandung energi metabolis 3740 kkal/kg.

Tabel 19. Pengaruh Penggantian Jagung Kuning dengan Campuran Limbah Roti dan Tepung Jerami Bawang Putih terhadap Produksi Telur Ayam Lohmann Brown Umur 42 – 50 Minggu

VariabelPerlakuan

A B C DKonsumsi ransum (g) ��0�,��c ����,��b ����,��ab ��00,00aBerat Telur total (g) ����,��c ����,��b ����,��b ����,��aFeed Conversion Ratio (FCR) �,��a �,��a �,��a �,��aJumlah telur total (butir) �0,��a �0,��a ��,��b ��,�0bRataan Berat telur (g) ��,��d ��,��c ��,��b ��,��aHen day production (%) ��,��a ��,��a �0,��b �0,��b

Sumber : Suasta dan Bidura (2001)

• Ayam diberi ransum yang menggunakan 50 % jagung kuning sebagai kontrol (A); Penggantian 30 % jagung kuning dengan campuran limbah roti dan tepung jerami bawang putih (B); penggantian 60 % jagung kuning dengan campuran limbah roti dan tepung jerami bawang putih (C); dan penggantian 100 % jagung kuning dengan campuran limbah roti dan tepung jerami bawang putih (D).

Page 93: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Suasta dan Bidura (2001) mengkombinasikan penggunaan limbah roti dan tepung jerami bawang putih sebagai pengganti jagung kuning dalam ransum ayam petelur. Data hasil penelitian tersebut disajikan dalan Tabel 19. Dari hasil penelitian tersebut, penggantian 60 – 100 % jagung kuning dengan campuran limbah roti dan tepung jerami bawang putih menurunkan produksi telur dan sebaliknya meningkatkan rataan berat telur.

3.9 OnggokPenggunaan ubi kayu dalam ransum unggas dan dalam

keadaan mentah kurang memuaskan karena mengandung racun, yaitu asam sianida (HCN). Namun, penjemuran, perebusan, atau pemanasan bahan tersebut dapat menurunkan atau menghilangkan racun tersebut.

Kelebihan utama ubi kayu adalah kandungan energi termetabolisnya yang cukup tinggi, yaitu 2970 kkal/kg. Namun, kandungan protein kasarnya rendah, berkisar antara 0,18 – 2,50 %, serat kasarnya 0,77 – 0,97 %, dan lemak kasarnya 0,94 – 0,95 %. Kandungan protein kasar ubi kayu sangat beragam tergantung pada varietas tanamannya.

Gambar 5. Onggok merupakan ampas hasil pemerasan ubi kayu dalam proses pembuatan tapioka.

Page 94: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Onggok (Gambar 5) adalah limbah padat atau ampas yang merupakan hasil pemerasan ubi kayu dalam proses pengolahan pati (tapioka). Onggok umumnya masih mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 45–69 % dengan kandungan serat kasarnya berkisar antara 8 – 11 %.

Ubi kayu (Manihot carthagenesi) kandungan protein kasarnya dapat mencapai 15,4 %. Pemanasan ubi kayu di dalam oven dapat mengurangi HCN bebas dan menghancurkan enzim linamarin, yaitu enzim yang dibutuhkan untuk hidrolisis glukosida dalam bentuk HCN bebas.

Lebih rinci perubahan kandungan nutrisi pada onggok sebelum dan sesudah difermentasi dengan A. niger tersaji pada Tabel 20. Dari hasil fermentasi tersebut, peningkatan yang paling tinggi nampaknya terjadi pada kandungan protein kasar, yaitu dari 0,44 % menjadi 23,96 %.

Tabel 20. Perubahan zat gizi onggok sebelum dan sesudah difermentasi dengan kapang Aspergillus niger

Zat Gizi (%) Onggok Onggok fermentasi

Protein kasar 0,�� ��,��Serat kasar �0,�� ��,��Abu �,�0 �,�0Kalsium 0,0� 0,��Fosfor 0,0� 0,��Treonin - 0,��Alanin - 0,��Glisin - 0,��Valin - 0,��Metionin - 0,�0Isoleusin - 0,��Leusin - 0,��Fenilalanin - 0,��Lisin - 0,��Arginin - 0,��

Sumber : Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (2004)

Page 95: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Hasil penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (2004) melaporkan bahwa penggunaan onggok terfermentasi dalam ransum ternak ternyata meningkatkan produktivitas ternak. Proses fermentasi dengan menggunakan kapang Aspergillus niger ternyata dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan protein kasar onggok. Dengan penambahan campuran mineral tertentu ke dalam onggok, dapat ditingkatkan kandungan protein onggok, karena ativitas kapang yang mampu mengubah nitrogen anorganik menjadi protein.

Batas penggunaan onggok terfermentasi dalam ransum adalah sebagai berikut: • pada ayam buras : 10 %, • ayam broiler : 7,50 % ,• ayam/itik petelur : 10 %, dan• sapi perah : 25 %.

Tingginya kandungan karbohidrat pada onggok menyebabkan onggok cocok digunakan sebagai sumber karbon dalam fermentasi padat maupun cair. Namun demikian, penggunaan onggok sebagai bahan pakan alternatif jarang dilakukan karena kandungan protein kasarnya yang rendah, yaitu 0,44 %.

3.10 Limbah HotelLimbah hotel adalah hasil sampingan dari jasa perhotelan.

Limbah hotel tersusun dari bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (64 %), seperti nasi, roti, mie, daging, telor, ikan, kulit buah-buahan, sayur, dan bahan yang tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak (36 %), seperti kantung plastik dan kertas.

Page 96: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 21. Komposisi limbah hotel berdasarkan peringkat hotel (bintang 1 – 5) yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak

Peringkat HotelKomposisi Bahan Pakan

A B C D

Bintang � ��,�0 ��,00 �,�0 ��,00

Bintang � ��,00 ��,00 �,�0 ��,�0

Bintang � �0,00 �0,00 �,�0 �,�0

Bintang � ��,�0 ��,�0 �,00 �,�0

Bintang � ��,�0 ��,00 �,�0 �0,�0

Sumber : Rika et al. (l995)

Keterangan : A = Nasi, mie, roti, dan kaldu B = Daging, tulang, ikan, dan telorC = Buah-buahan dan kulit buah-buahanD = sayur-sayuran

Komposisi bahan penyusun limbah hotel yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sangat bervariasi. Hal ini sangat tergantung dari menu hidangan yang dikonsumsi oleh wisatawan yang menginap di hotel tersebut. Pada Tabel 21, tersaji komposisi bahan pakan pada limbah hotel yang diperoleh dari lima peringkat hotel (Bintang 1 – 5).

Bagian limbah hotel yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ternyata mengandung 25,5 – 27,79 % bahan kering; 15,35 – 23,92 % protein kasar; 1,70 – 3,30 % serat kasar; 18,41 – 23,92 % lemak kasar; 4,31 – 9,06 % mineral kalsium; 4,29 – 6,53 % fosfor; dan kandungan energi tercernanya (DE) sebesar 4375 kkal/kg bahan (Tabel 22).

Page 97: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 22. Komposisi zat makanan limbah hotel berdasarkan sumbernya

Limbah Hotel BK (%) DE (kkal/kg)

Komposisi Zat Makanan (% BK)

PK SK EE Ca P

Bintang � ��,�� �0�� ��,�� �,�0 ��,�� �,�� �,��

Bintang � ��,�0 ���� ��,�� �,�0 ��,�� �,0� �,0�

Bintang � ��,�0 ���� �0,�� �,�0 ��,0� �.�� �,��

Bintang � ��,�� ���� ��,�� �,�� ��,�0 �,�� �,��

Bintang � ��,�� ���� ��,�� �,�� ��,�� �,�� �,��

Sumber : Rika et al. (1995)

Komposisi zat makanan pada limbah hotel yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sangat bervariasi tergantung pada komposisi bahan penyusun limbah hotel tersebut. Limbah hotel yang banyak mengandung nasi, mie, roti, dan kaldu (A), banyak mengandung energi, sedangkan limbah hotel yang banyak mengandung daging, tulang, ikan, dan telor (B), banyak mengandung protein.

Apabila dilihat dari kandungan protein kasarnya, maka limbah hotel Bintang 2 yang paling tinggi dan disusul dengan limbah hotel Bintang 3. Namun, bila dilihat dari kandungan energinya, maka limbah hotel Bintang 3 mempunyai kandungan energi yang paling tinggi, disusul oleh hotel Bintang 2.

Hasil penelitian Suwena (l998) menunjukkan bahwa penggunaan limbah hotel sampai tingkat 100 % dalam ransum babi tidak berpengaruh terhadap performans babi. Namun demikian, ada kecenderungan bahwa performans babi meningkat dengan meningkatnya penggunaan limbah hotel dalam ransum. Efisiensi penggunaan ransum yang paling baik terjadi pada babi yang diberi 100 % limbah hotel, sedangkan pertambahan berat badan yang paling tinggi diperoleh pada babi yang diberi 50 % limbah hotel. Data yang lebih rinci tersaji pada Tabel 23.

Page 98: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 23. Pengaruh Pemberian limbah hotel terhadap penampilan babi Bali

VariabelLevel Limbah Hotel Dalam Ransum

0 % �� % �0 % �00 %

Berat badan akhir (kg) �0,�� ��,�� ��,�� ��,��

Pertambahan berat badan (kg.ekor/hari) 0,�0 0,�� 0,�� 0,��

Konsumsi ransum (kg BK/ekor/hari) 0,�� 0,�� 0,�� 0,��

Feed Conversion Ratio (FCR) �,�� �,�� �,�� �,��

Sumber Suwena (1998)

Limbah hotel mempunyai kelemahan, di antaranya mudah busuk, ketersediaannya sangat fluktuatif, mengandung mikroorganisme patogen, kadar lemaknya tinggi sehingga mudah tengik, dan apabila dikonsumsi berlebihan akan meningkatkan kadar lemak dan kolesterol pada karkas.

Page 99: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

IV. LIMBAH PERKEBUNAN

4.1 Kulit Cokelat (Theobroma cacao)

Tanaman kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan, yang saat ini penanamannya

berkembang dengan pesat, khususnya di pulau Jawa dan Bali. Tujuan utama produksi kakao adalah untuk mendapatkan bijinya (bean) yang menjadi salah satu devisa andalan Indonesia (Gambar 6). Dalam proses tersebut pengeluaran biji tersebut, dihasilkan limbah yang jumlahnya jauh lebih banyak. Buah kakao terdiri atas 73 % cangkang buah atau pod dan 27 % isi buah yang terdiri atas biji beserta musilase (Wong et al., l986).

Wong et al. (l986) menyatakan bahwa kulit cokelat atau cangkang kakao mengandung theobromine (3,7-dimethyl-xanthine). Konsentrasi yang tertinggi terdapat pada isi biji (nib), pada kulit biji sekitar 1,8 - 2,1 %, dan pada cangkang kakao sekitar 0,17 - 0,20 %. Lebih lanjut, dilaporkan juga oleh Sutardi (l99l) bahwa konsumsi theobromine dalam jumlah banyak oleh unggas dapat mengganggu pertumbuhan, produksi telur, terjadi lisis pada usus halus, dan apabila terlalu banyak dapat menimbulkan kematian.

Page 100: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Gambar 6. Limbah perkebunan kulit buah kakao (Theobroma cacao)

Umumnya, buah kakao (Theobroma cacao) setelah dipanen, buah dikupas di kebun dan isinya (27 %) diangkut ke pabrik untuk diolah, sedangkan bagian cangkangnya/pod (73 %) biasanya disebarkan di sekitar tanaman. Penyebaran di sekitar tanaman dapat mengundang infeksi jamur Phytopthora palmivora pada buah, yang dikenal dengan nama “black pod disease”.

Menurut Sutardi (l99l), berdasarkan hasil analisis proksimat bahan kering cangkang kakao terdiri atas : 12,6 % abu; 8,9 % protein kasar; 0,90 % lemak kasar; 34,50 % serat kasar; dan energi metabolisnya 1746 kka/kg bahan kering. Smith (l984) menyatakan bahwa fraksi karbohidrat (BETN) pada cangkang kakao sangat mudah dicerna, tetapi kecernaan serat kasarnya rendah. Hal ini disebabkan karena kadar NDF (Neutral Detergent Fibre) pada cangkang kakao tinggi, yaitu 66,30 %, ADFnya (Acid Detergent Fibre) 65,10 %, dan lignin 28,0 %, serta kadar silikanya rendah

Page 101: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

yaitu 0,17 %.Biofermentasi pod kakao dengan kapang Phanerochaete

chrysosporium ternyata dapat melunakkan dan memecah dinding serat pod kakao dan juga mampu melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya, sehingga struktur serat menjadi rapuh dan lebih terbuka. Kapang tersebut bekerja secara bertahap dalam memecah komponen dinding sel. Melalui benang fibril hifanya, kapang Phanerochaete chrysosporium mengeluarkan enzim peroksidase ekstraseluler. Enzim peroksidase ekstraseluler tersebut bekerja secara aktif pada aktivitas lignolisis sehingga ikatan lignoselulosa putus, dan fraksi lignin terurai menjadi CO2 dan selulosa dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Fermentasi cangkang coklat dengan inokulan EM-4 dapat meningkatkan kandungan fosfornya (Arsyad et al., 2001); demikian juga halnya dengan kandungan protein dan koefisien cernanya (Bidura et al., 2002).

Proses biofermentasi pada pod kakao akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan lignin, sehingga ransum mudah dicerna. Pada saat berada di dalam saluran pencernaan ayam, mikroba fermenter ini akan mampu bekerja sebagai probiotik. Probiotik dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan kecernaan zat makanan (Jin et al., 1997), dapat meningkatkan retensi protein, mineral Ca, Co, P, dan Mn (Nahashon et al., 1994).

Perubahan struktur jaringan serat pod kakao sebagai akibat difermentasi oleh kapang secara visual dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM) tersaji pada Gambar 7. Pada gambar tampak penampang dinding serat pod kakao sebelum difermentasi (kiri) dan sesudah difermentasi oleh kapang (kanan). Biofermentasi pod kakao dengan kapang Phanerochaete chrysosporium ternyata dapat melunakkan dan memecah dinding serat pod kakao.

Page 102: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

(a) (b)

Gambar 7. Pod kakao tanpa perlakuan (a) dan pod kakao yang telah mengalami fermentasi dengan kapang (b) (Erika, 1998).

Kapang mampu melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya, sehingga struktur serat menjadi rapuh dan lebih terbuka (Gambar 7b). Kapang tersebut bekerja secara bertahap dalam memecah komponen dinding sel. Melalui benang fibril hifanya, kapang Phanerochaete chrysosporium mengeluarkan enzim peroksidase ekstraseluler. Enzim peroksidase ekstraseluler tersebut bekerja secara aktif pada aktivitas lignolisis sehingga ikatan lignoselulosa putus, dan fraksi lignin terurai menjadi CO2 dan selulosa dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen.

Hasil penelitian Mariani dan Suryani (2004) menunjukkan bahwa penggunaan 15 – 30 % pod kakao dalam ransum nyata menurunkan berat potong itik Bali jantan, akan tetapi dengan adanya suplementasi 0,50 % ragi tape (perlakuan C dan D), berat potong yang dihasilkan sama dengan kontrol (tanpa pod kakao) dan nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa ragi tape (perlakuan B dan C). Hasil yang lebih rinci tersaji pada Tabel 24.

Page 103: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 24. Pengaruh penggunaan pod kakao yang disuplementasi ragi tape dalam ransum terhadap distribusi lemak tubuh (% berat potong) itik Bali jantan umur 8 minggu

Variabel Perlakuan�)

A B C D E

Berat Potong (g) ����,��bc�) ���0,00b ����,��d ����,��a ����,��c

Pad-fat (%) 0,��a�) 0,��a 0,��b 0,��b 0,��b

Mesenteric-fat (%) 0,��a 0,��a 0,��a 0,��a 0,��aLemak empedal (%) 0,��a 0,��a 0,��a 0,��a 0,��aLemak abdomen (%) 0,��a 0,��a 0,��ab 0,��ab 0,�0bLemak subkutan + kulit (%) ��,��a ��,��a ��,��ab ��,��b ��,0�bKolesterol daging (mg/�00g) �0,��a ��.0�a ��,��b ��,��a ��,��b

Keterangan : Sumber (Mariani dan Suryani, 2004)1. Ransum tanpa pod kakao dan ragi sebagai kontrol (A),

ransum dengan 15 % pod kakao (B), ransum dengan 30 % pod kakao (C), ransum dengan 15 % pod kakao + 0,50 % ragi tape (D), dan ransum dengan 30 % pod kakao + 0,50 % ragi tape (E).

2. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

4.2 Bungkil Inti Kelapa SawitBungkil inti kelapa sawit merupakan hasil ikutan proses

pemisahan minyak inti sawit. Produksi bungkil inti sawit sebagai pakan ternak dapat diduga jumlahnya, yaitu 2,20 % dari total tandan buah sawit.

Kandungan nutrisi bungkil inti kelapa swait adalah 85 – 91 % bahan kering, 12,5 – 21,30 % protein kasar, 12,50 – 21,30 % lemak kasar, 11,90 – 20,80 % serat kasar, 0,20 – 0,40 % Ca, 0,30 – 0,70 % P, 41,0 – 55,30 % BETN, dan kandungan energi termetabolisnya berkisar antara 1600 – 2900 kkal/kg bahan (Aritonang, 1985). Menurut Hartadi et al. (l986), kandungan nutrien bungkil inti

Page 104: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

kelapa sawit adalah 14,0 % air; 12,90 % protein kasar; 9,40 % lemak kasar; 16,90 % serat kasar; 0,21 % Ca; 0,53 % P; dan 41,20 % BETN.

Bungkil inti kelapa sawit mengandung cukup asam amino metionin dan sistin, tetapi kekurangan lysin. Struktur serat kasar pada bungkil inti kelapa sawit tersusun sedemikian rupa, sehingga menjaring protein di dalamnya dan struktur ini tahan terhadap pencernaan enzim dan bakteri saluran pencernaan ternak monogastrik. Penggunaan bungkil inti kelapa sawit dalam ransum babi dapat sampai 30 %, karena belum berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan ransum tanpa mengandung bungkil inti kelapa sawit. Hasil penelitian Putri (1994) melaporkan bahwa penggunaan 22 % bungkil inti kelapa sawit dalam ransum babi ternyata tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum, tetapi secara nyata dapat menyebabkan menipisnya tebal lemak punggung dan menurunkan kadar kolesterol pada daging loin babi perlakuan.

Lumpur sawit, yaitu hasil sampingan proses pengolahan minyak sawit (“crude palm oil”), cocok digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak monogastrik maupun ternak ruminansia sebagai sumber energi. Hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2004) melaporkan bahwa lumpur sawit mengandung bahan kering 84 – 93 %; protein kasar 9 – 14 %; lemak kasar 10 – 13 %; BETN 39 – 46 %; dan energi termetabolisnya 2900 – 3100 kkal/kg bahan.

Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor (2004) telah menerapkan bioteknologi fermentasi pada lumpur sawit dengan menggunakan kapang Aspergillus niger. Produk fermentasi tersebut diberi nama “Ferlawit” merupakan singkatan dari “Fermentasi lumpur sawit”. Produk fermentasi tersebut ternyata dapat meningkatkan kandungan protein dan asam amino pada lumpur sawit. Lebih rinci, tahapan proses produksi “Ferlawit” tersaji pada Gambar 8.

Mula-mula lumpur sawit ditambahi larutan mineral secukupnya, selanjutnya dikukus dengan drum. Setelah dingin,

Page 105: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

kemudian ditambahkan inokulan Aspergillus niger yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein pada lumpur sawit. Tahapan berikutnya adalah inkubasi selama lima hari atau satu minggu, setelah itu di keringkan dengan sinar matahari. Tahap terakhir adalah proses pembuatan tepung “Ferlawit”. Pada proses ini diperlukan tenaga tambahan apabila tidak ada mesin penggiling. Namun demikian, sebaiknya proses penghancuran “Ferlawit” tersebut dilakukan pada saat sebelum dikeringkan.

Gambar 8. Proses pembuatan produk fermentasi lumpur sawit (“Ferlawit”)

Page 106: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Lumpur sawit yang sudah terolah dapat diberikan sebagai suplemen tunggal atau komponen konsentrat sebanyak 15 – 30 %. Hasil percobaan pada kambing dan domba ternyata pemberiannya mampu memberikan pertambahan bobot badan masing-masing 70 g dan 80 g per ekor per hari. Untuk ebih jelasnya lihat Gambar 9.

Gambar 9. Bentuk fisik lumpur sawit (kiri) dapat diberikan langsung pada kambing (kanan)

Pada Gambar 9, tersaji bentuk fisik dari “Ferlawit” yang ukurannya masih menyerupai gumpalan tanah liat saja. Untuk ternak ruminansia, hal tersebut tidak menjadi masalah, namun untuk ternak nonruminansia khususnya unggas, ukuran “Ferlawit” tersebut hendaknya seperti tepung, sehingga lebih mudah dicampurkan dengan bahan pakan lainnya.

4.3 Pelapah SawitHasil kajian pemanfaatan pohon kelapa sawit sebagai pakan

ternak, yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2004) di Sumatera Utara, menunjukkan bahwa sebelum dihasilkan buah sawit, ternyata pelepah daun kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak ruminansia (sapi dan kambing). Umumnya pelepah kelapa sawit secara rutin dipangkas untuk mendapatkan buah tandan yang banyak.

Page 107: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Sebelum diberikan pada ternak kambing atau sapi, terlebih dahulu pelepah tandan tersebut dikupas, selanjutnya dicacah dan dapat diberikan langsung pada ternak dalam keadaan segar atau dicampur dengan konsentrat. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 10.

Kandungan nutrien pelepah kelapa sawit adalah sebagai berikut: bahan kering 80 – 85 %; protein kasar 7 – 11 %; selulosa 30 – 34 %; hemiselulosa 34 – 36 %; dan lignin 16 – 18 %. Pemberian pada ternak dapat dicampurkan langsung dengan konsentrat atau

Page 108: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

diberikan segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pelepah kelapa sawit yang sudah dicacah dapat mengganti penggunaan rumput sampai level 80 % tanpa berpengaruh buruk pada penampilan kambing.

4.4 Batang Pisang (Musa paradisica)Tanaman pisang (Musa paradisica) merupakan tanaman

tropis dan subtropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Selain buahnya, ternyata batangnya sudah banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan babi, kuda, dan ternak ruminansia lainnya. Batang pisang merupakan batang semu karena dibentuk oleh pelepah daun yang memanjang dan saling menutupi.

Batang pisang sebagai pakan ternak mengandung 92,50 % air; 0,35 % protein kasar, 4,60 % karbohidrat, dan kaya akan mineral, antara lain mengandung fosfor 135 mg, kalsium 122 mg, kalium 213 mg; dan zat besi 0,70 mg. Kandungan mineral utama yang terkandung pada batang pisang dan diharapkan akan paling banyak perannya adalah mineral Zn yang berkisar antara 37 – 163 ppm. Mineral Zn akan mempengaruhi kualitas karkas melalui peningkatan metabolisme protein.

Umumnya, batang pisang yang digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak babi adalah batang pisang yang sudah diambil buahnya. Sebelum diberikan pada babi, terlebih batang pisang tersebut diiris tipis-tipis dan dihancurkan. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 11.

Page 109: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Hasil penelitian Wibawa (l997) melaporkan bahwa penggunaan 4 % batang pisang dalam ransum babi dapat direkomendasikan karena belum berpengaruh terhadap penampilan babi. Akan tetapi, pemberian pada level 8 % dan 12 % dalam ransum nyata menurunkan berat potong, berat karkas, dan persentase karkas babi. Sebaliknya, pemberiannya secara nyata menurunkan persentase lemak karkas babi.

4.5 Serbuk Gergaji KayuKetersediaan serbuk gergaji kayu cukup banyak, khususnya

pada sentra kerajinan tangan. Serbuk gergaji kayu merupakan limbah dari hasil penggergajian kayu dan umumnya banyak digunakan sebagai bahan pembakar batu bata. Namun, akan lebih ekonomis kalau serbuk gergaji kayu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan limbah berserat.

Menurut Pangestu (l997), kandungan protein kasar serbuk gergaji kayu sebesar 5,36 %, lemak kasarnya 1,19 %, karbohidrat 92,24 %, NDF 85,53 %, ADF 67,76 %, selulosa 44,49 %, dan kandungan energi brutonya 3,692 kkal/g bahan.

Page 110: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Meningkatkan nilai nutrisi serbuk gergaji kayu dapat dilakukan dengan diamoniasi (4 % ammonia) selama 21 hari, selanjutnya difermentasi dengan Trichoderma viredeae (0,10 % bahan kering serbuk gergaji kayu). Pada Tabel 25 tersaji perubahan nutrisi serbuk gergaji kayu setelah diamoniasi dan difermentasi dengan Trichoderma viredeae. Melalui proses diamoniasi dan fermentasi, ternyata kandungan protein kasar serbuk gergaji kayu meningkat secara signifikan, sebaliknya kandungan serat kasarnya menurun.

Tabel 25. Perubahan kandungan nutrisi serbuk gergaji kayu yang mengalami deamoniasi dan fermentasi dengan Trichoderma viredeae

NutrienLama Fermentasi (hari)

0 �� �� ��

Protein kasar (%) �,�� �,�� �,�� �,��

Karbohidrat (%) ��,�� ��,�� ��,�0 ��,�0

NDF (%) ��,�� ��,�� ��,�� ��,�0

Selulosa (%) ��,�� ��,�� ��,�� ��,�0

Energi (GE kkal/g) �,��� �,��0 �,��� �,0�0

Sumber : Pangestu (l997)

Bidura et al. (l996) melaporkan bahwa serbuk gergaji kayu dapat digunakan sebagai sumber serat kasar untuk menurunkan kandungan lemak dan kolesterol dalam tubuh ayam. Kandungan serat kasar serbuk gergaji kayu tinggi, yaitu 82 % dan protein kasarnya rendah sebesar 2,10 %. Hasil penelitian Belawa dan Sukmawati (2006) melaporkan bahwa penggantian 50 % penggunaan dedak padi dalam ransum dengan serbuk gergaji kayu yang disuplementasi 0,20 % Starbio (perlakuan C) secara nyata menurunkan pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan ransum, dan kadar asam urat darah itik. Data yang lebih rinci tersaji pada Tabel 26.

Page 111: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Tabel 26. Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan Starbio terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik

Variabel Perlakuan�) SEM

A B CKonsumsi ransum

(g/ekor/�� minggu)

�����,��a �����,��b ����0,��c �0,��

Pertambahan berat badan

(g/ekor/�� minggu)

����,�a ����,��b �0��,�c �0,��

Efisiensi penggunaan ransum

0,0�0a 0,0��ab 0,0��b 0,00�

Asam urat darah (mg/�00 ml)

�,�0a �,�0b �,�0c 0,0��

Keterangan : Belawa dan Sukmawati (2006)1. Ransum kontrol tanpa sekam padi atau gergaji kayu

(A), penggantian 50 % dedak dengan sekam padi yang disuplementasi dengan 0,2 % Starbio (B), penggantian 50 % dedak dengan gergaji kayu yang disuplementasi dengan 0,2 % Starbio (C).

Konsumsi ransum pada penggantian 50 % dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan Starbio secara nyata meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan konsumsi ransum ini disebabkan karena fraksi serat kasar sangat sulit dicerna sehingga dengan cepat dikeluarkan dari saluran pencernaan itik (Lubis, 1992). Dilaporkan oleh Bidura et al. (l996) bahwa pemberian ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan itik meningkat.

Page 112: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 113: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

V. LIMBAH PERIKANAN DAN PETERNAKAN

5.1 Limbah Ikan dan Udang

Dalam industri pengolahan ikan, hanya 40 % daging yang dapat dimakan dan 60 % sebagai limbah

(kepala, tulang, kulit, dan jeroan). Pembusukan ikan/limbah ikan disebabkan oleh aktivitas bakteri pembusuk, aktivitas enzim endogenus, dan reaksi kimia (oksidasi). Pembusukan kebanyakan disebabkan oleh aktivitas bakteri Bacillus, Micrococcus, dan Coryneform. Jumlah ikan yang hilang sebagai akibat pembusukan oleh aktivitas mikroba diperkirakan lebih dari 10 % dari total jumlah ikan yang ditangkap di dunia.

Ikan atau limbah ikan sangat kaya akan protein dan lipida, tetapi memiliki gula bebas (ribosa, glukosa, dan fruktosa) yang sangat rendah yang tersedia untuk fermentasi oleh bakteri. Sumber energi untuk pertumbuhan bakteri pada ikan adalah asam-asam amino bebas yang konsentrasinya meningkat sebagai hasil dari proteolisis pada ikan pascapanen. Bakteri pembusuk memanfaatkan asam-asam amino sebagai sumber energi, sedangkan bakteri asam laktat mempunyai kemampuan

Page 114: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

yang terbatas untuk mendekomposisi asam amino, apabila tidak tersedia cukup glukosa.

Limbah industri udang adalah berupa kulit pembungkus dan kepala udang itu sendiri, yang selanjutnya dikeringkan dan digiling halus. Pengeringan limbah udang dapat dilakukan dengan uap panas, udara panas, atau sinar matahari. Bagian tubuh udang yang menjadi limbah sangat menentukan kualitas dari limbah udang tersebut. Kandungan proteinnya berkisar antara 35 – 45 %. Penggunaannya pada ayam petelur sebaiknya di bawah 7 %, sedangkan pada unggas pedaging berkisar antara 8 – 14 %

5.1.1. Fermentasi Limbah Ikan

Di Indonesia, ikan lemuru (Sardinella longiceps) dari selat Bali secara periodik mengalami surplus produksi. Pada tahun 1976, sekitar 8000 ton ikan mengalami pembusukan (Aryanta, 1993). Untuk menghambat pembusukan dan memperpanjang masa simpan ikan, perlu dilakukan upaya pengawetan. Salah satu metode pengawetan dan penyimpanan limbah ikan adalah dengan metode fermentasi dengan kultur bakteri asam laktat. Silase ikan terfermentasi adalah produk ikan/limbah ikan yang berbentuk cair yang difermentasi secara anaerob oleh bakteri asam laktat dan umumnya digunakan sebagai pakan ternak untuk unggas dan babi. Karbohidrat yang mudah difermentasi (glukosa dan sukrosa) oleh bakteri asam laktat harus ditambahkan ke dalam adonan silase ikan, agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan karena ikan hanya mengandung gula bebas dalam jumlah sedikit.

Dalam pembuatan silase limbah ikan, didapatkan hasil yang baik bila ditambahkan 20 kg tepung oat ke dalam 100 kg adonan silase ikan/limbah ikan. Di samping molases (10 %), starter bakteri asam laktat sebaiknya ditambahkan ke dalam adonan silase untuk menjamin terjadinya proses fermentasi yang baik. Penambahan

Page 115: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

malt dalam proporsi yang kecil perlu dilakukan, karena enzim amilolitik yang terdapat di dalam malt akan mengubah pati pada tepung serealia menjadi glukosa, sehingga dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat.

Secara alamiah, bakteri asam laktat terdapat pada ikan dengan populasi yang rendah (101 – 104/g). Karena itu, silase ikan terfermentasi juga dapat diproduksi tanpa penambahan kultur starter bakteri asam laktat. Genus bakteri asam laktat yang sering diisolasi dari silase ikan terfermentasi secara alami adalah Lactobacillus dan Pediococcus.

5.1.2. Aspek Biokimia Silase Limbah Ikan

Pada dasarnya, perubahan biokimia yang terjadi selama fermentasi dan penyimpanan silase limbah ikan disebabkan oleh adanya degradasi gula, protein, lemak, dan produk-produk sekunder menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Degradasi tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba dan aktivitas enzim endogenus yang berasal dari ikan.

Selama fermentasi silase ikan, bakteri asam laktat memfermentasi karbohidrat yang ditambahkan menjadi asam laktat sehingga menurunkan pH dan mengawetkan produk. Apabila fermentasi berlangsung baik, maka silase ikan akan memiliki pH sekitar 4,5 setelah 2 – 4 hari. Pada pH ini atau lebih rendah lagi, bakteri patogen khususnya golongan C. butolinum tipe E tidak dapat tumbuh dan tidak mampu memproduksi senyawa toksin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Raa et al. (l983) menunjukkan bahwa penambahan 10 % molasses dalam pembuatan silase ikan dengan menggunakan Lactobacillus plantarum sebagai inokulan menyebabkan pH antara 4,0 – 4,5 tercapai setelah tiga hari fermentasi pada suhu 28 0C. Dilaporkan juga bahwa selama 6 bulan penyimpanan pada suhu 30 0C, konsentrasi asam amino bebas dalam silase meningkat. Selama penyimpanan silase ikan

Page 116: LIMBAH - UNUD

�0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

terfermentasi, protein didegradasi menjadi asam amino dan peptida oleh aktivitas enzim di dalam usus terutama pepsin. Pepsin endogenus masih aktif pada pH 4,4. Akan tetapi, selama penyimpanan, aktivitas enzim pepsin tersebut menurun dengan cepat. Dilaporkan oleh Raa dan Gildberg (1982), bahwa pada pH 4,4–5,0 proteolisis juga terjadi selama penyimpanan yang disebabkan oleh aktivitas enzim cathepsin, yaitu enzim yang ada dalam daging ikan.

5.1.3. Cara Pembuatan Silase Limbah Ikan

Limbah ikan atau ikan yang tidak layak dikonsumsi lagi sangat baik digunakan untuk bahan pakan ternak sumber protein hewani. Namun, kendala utama yang dihadapi adalah cepatnya bahan pakan tersebut membusuk. Karena itu, teknologi penyimpanan atau pengolahan yang paling sesuai adalah dengan bioteknologi fermentasi (silase ikan). Secara berturutan berikut ini dijelaskan metode sederhana dalam pembiatan silase ikan.• Limbah ikan lemuru (kepala, jeroan, dan tulang) dihancurkan,

kemudian ditambahi 15 % molasses dan 30 % air.• Tambahkan starter L. plantarum (107 sel/g) dan diaduk rata.• Campuran silase kemudian dimasukkan ke dalam ember

plastik masing-masing sebanyak 5 kg, dan ditutup rapat untuk kemudian diperam atau diinkubasi selama 72 jam pada suhu kamar.

• Produk dapat digunakan atau disimpan selama 5 bulan tanpa berpengaruh terhadap nilai gizinya.

Selama penyimpanan silase ikan terfermentasi, akan terjadi peningkatan amonia, amina, asam amino, dan peptida yang disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik (autolitik), sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan pH (Sinell, 1980). Dilaporkan juga bahwa terjadi proses lipolisis atau degradasi lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol oleh aktivitas

Page 117: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

enzim lipase, baik yang berasal dari ikan itu sendiri maupun yang dihasilkan oleh mikroba.

5.1.4. Nilai Gizi Silase Limbah Ikan

Melalui proses fermentasi, ternyata nilai gizi ikan meningkat dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Nilai biologis protein silase ikan terfermentasi sama dengan nilai biologis protein susu skim. Silase ikan terfermentasi ternyata lebih baik daripada silase ikan secara kimia (silase yang diawetkan dengan asam). Akan tetapi, silase ikan terfermentasi dengan inokulan ternyata memiliki kadar gas amonia yang lebih tinggi daripada silase secara asam.

Pada Tabel 27, disajikan data tentang penggunaan kultur starter L. plantarum dalam proses fermentasi ikan yang disimpan selama dua bulan. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa melalui proses fermentasi ternyata kandungan protein, lemak kasar, total asam, derajat keasaman, total mikroba, dan total bakteri asam laktat mengalami peningkatan (Aryanta et al., 1993)

Tabel 27. Pengaruh kultur starter (L. plantarum) terhadap nilai gizi ikan terfermentasi yang disimpan selama 2 bulan

Variabel Tanpa Starter Dengan Starter

Protein kasar (%) ��,��a ��,��b

Lemak kasar (%) �,��a �,�0b

Total asam (%) �,��a �,��b

Derajat keasaman (pH) �,�0a �,��b

Total mikroba (log koloni/g) �,�0a �,��b

Total BAL (log koloni/g) �,��a �,��b

Sumber : Aryanta et al. (1993)

Page 118: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dilaporkan juga bahwa sebanyak 12 % nitrogen hilang sebagai amonia selama 4 minggu penyimpanan silase ikan terfermentasi pada suhu 28 0C. Meskipun demikian, nilai gizi silase ikan terfermentasi tetap baik karena amonia yang terbentuk berasal dari asam amino nonesensial (Raa dan Gildberg, 1982).

Silase limbah ikan dapat digunakan sebagai sumber protein hewani, baik untuk ternak monogastrik maupun ternak ruminansia. Komposisi kimia silase limbah ikan adalah 40 – 45 % protein kasar; 10,10 % lemak kasar; 12,18 % kalsium; dan 5,42 % fosfor (Suprijadi, 1998).

Proses pemuatan silase limbah ikan (ikan limbah yang diperoleh dari TPI (tempat pemotongan ikan) atau limbah ikan yang bersumber dari pabrik pengalengan ikan) adalah sebagai berikut ini. 1. Proses dengan kimia. Pertama-tama ikan dipotong-potong

halus, kemudian ditambahkan larutan asam formiat 90 % dan asam propionat 95 % (perbandingan 1 : 1) sebanyak 3 % dari berat limbah ikan yang akan dibuat silase. Selanjutnya semuanya itu dicampur dalam ember plastik secara merata dan disimpan selama 3 – 5 hari pada suhu ruang sampai pH menjadi 2 – 3,5.

2. Proses biologis. Cacahan limbah ikan ditambahi 12,50 % starter bakteri Lactobacillus plantarum (cara pembuatannya adalah sebagai berikut : daun kubis direjang halus, kemudian ditambah larutan garam 2,5 % sebanyak 4 liter untuk setiap 1 kg kubis dan didiamkan beberapa hari) dan sumber karbohidrat mudah larut sebanyak 15 – 20 % (tetes) yang sudah dilarutkan dalam 4 liter air panas. Seluruh campuran di atas dimasukkan ke dalam ember plastik atau drum tertutup dan difermentasi anaerob selama 1 minggu sehingga pH mencapai 4 – 4,5 dan silase limbah ikan siap digunakan (segar maupun kering).

Page 119: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Silase limbah ikan yang baik berbau asam, tidak berbau amonia, tidak berjamur, tekstur lunak, dan pH berkisar antara 4 – 4,5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 5 kg silase limbah ikan setara dengan 1 kg tepung ikan. Tingkat penggunaannya dalam ransum ternak adalah sebagai berikut :• ayam buras/broiler : 8 – 10 %,• ayam petelur : 10 %,• itik : 10 – 12 %, • sapi berat badan 350 kg : 3 kg/hari, dan• babi : 10 – 25 %.

5.1.5. Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Proses Fermentasi Limbah Ikan

Proses ensilase melibatkan kegiatan bakteri asam laktat (BAL) dari senyawa gula. Asam laktat yang berfungsi sebagai pengawet (pH rendah) dapat mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba pembusuk. Umumnya bakteri asam laktat yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah dari strain Lactobacillus sp.

Pada prinsipnya ada dua aspek dalam proses fermentasi yaitu meningkatkan kandungan bahan pakan dengan zat tertentu dan pengawetan bahan pakan dengan pembuatan silase. Dalam proses tersebut, ada dua tipe bakteri asam laktat, yaitu (1) Heterofermentatif, yaitu menghasilkan satu molekul asam laktat dan gas dari satu molekul gula, misalnya Lactobacillus brevis dan (2) Homofermentatif, yaitu menghasilkan 2 molekul asam laktat dari satu molekul gula, misalnya L. casei, Streptococcus cremonis, L. plantarum, dan Pediococcus cereviseae (Tabel 28).

Page 120: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 28. Perbedaan mikroorganisme homofermentatif dan heterofermentatif dalam fermentasi tipe laktat

HOMOFERMENTATIF HETEROFERMENTATIF

A. Hasil FermentasinyaGlukosa � as. Laktat Glukosa as. Laktat + etanol + CO�

Fruktosa � as. Laktat � Fruk.as.Laktat+asetat + CO� + � manitol

Xylosa as. Laktat + asetat � Fruk.as. Laktat+astat + CO� + � manitol

Arabinosa as. Laktat + asetat

B. Mikroorganisme

Strain Coccus Strain Coccus

Streptococcus faecalis Leucomostoc mesenteroides

Streptococcus faecium Leucomostoc olextranicum

Pediococcus acidilactis Leucomostoc cremoris

Strain Lactobacillus Strain Lactobacillus

L. plantarum L. brevis

L. curvatus L. fermentum

L. carymoformis sub. Sp. L. viridexceus

Sumber : James et al. (l977)

Kedua bakteri homofermentatif dan heterofermentatif tersebut akan bekerja secara berurutan. Pertama-tama yang aktif adalah bakteri asam laktat heterofermentatif sehingga menghasilkan asam laktat dan gas. Gas yang terbentuk akan mendesak oksigen/udara sehingga ketersediaan oksigen berkurang. Dalam keadaan demikian, bakteri asam laktat tipe Homofermentatif mulai aktif sehingga pH menurun dengan cepat. Pada Tabel 29, tersaji genus dan spesies bakteri asam laktat yang umumnya digunakan dalam proses fermentasi limbah ikan.Tabel 29. Bakteri penghasil asam laktat yang penting dalam proses pembuatan silase

Page 121: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Genus Spesies Glukosa Fermentasi

Lactobacillus

L. achidophilus

L. casei, L. corniformis

L. plantarumHomofermentatif

L. brevis,

L. bhucherni, L. fermentum Heterofermentatif

Pediococcus

P. brevis

P. cereviseae, P. pentosaceus HomofermentatifEnterococcus E. faecalis, E. faecium Homofermentatif

Lactococcus L. lactis Homofermentatif

Streptococcus S. bivis Homofermentatif

Leuconostoc L. mesenteroides Heterofermentatif

Sumber : James et al. (l977)

Bakteri asam laktat, selain mampu mencegah pembusukan bahan pakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba pembusuk, juga mampu menambah citarasa produk dan dapat mencegah ketengikan, serta reaksi-reaksi kimia lainnya yang menyebabkan penurunan kualitas produk fermentasi (James et al., 1977).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu air, pH, zat penghambat, suhu, dan zat makanan bagi mikroorganisme itu sendiri dalam proses biofermentasi pakan. Pengolahan fermentasi ini sering dilakukan pada industri alkohol, asam sitrat, aseton, antibiotik, vitamin, dan PST (protein sel tunggal).

BAL tersebut sangat bagus digunakan dalam pembuatan silase limbah ikan. Cacahan ikan yang sudah siap, selanjutnya ditambahi 12,5 % starter bakteri L. plantarum dan tambahkan juga sumber karbohidrat sebanyak 15 - 20 % yang sudah dilarutkan dengan 4 liter air panas.

Page 122: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

5.1.6. Aspek Dasar Fermentasi Bakteri Asam Laktat

Secara morfologi, bakteri asam laktat terdiri atas dua familia, yaitu Lactobacillaceae yang berbentuk batang dan Streptococcuseae yang berbentuk bulat. Selain berdasarkan jalur metabolismenya, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif mengkonversi glukosa menjadi asam laktat lebih dari 85 % dari total asam, melalui jalur glikolisa EMP (Embden Meyerhoff Parnas), sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif sebanyak 50 % dari total asam, melalui jalur phosphoketolase. Selain itu, bakteri asam laktat heterofermentatif juga menghasilkan produk akhir berupa alkohol, asam asetat, dan gas CO2 (Stamer, 1979; Holzapfel dan Wood, 1995).

Menurut Kozaki (l996), bakteri asam laktat berperan pada proses fermentasi tradisional di Asia Tenggara. Beberapa spesies dari strain bakteri asam laktat dinyatakan mempunyai peranan yang menguntungkan terhadap kesehatan saluran pencernaan manusia. Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut menghasilkan metabolit antimikroba dan komponen sel yang spesifik sebagai spesies bakteri intestin indogenus, misalnya kemampuannya untuk mengkolonisasi intestin (Ray, 1996).

Menurut Ham et al. (2002), conjugated linoleic acid (CLA) merupakan bentuk umum untuk posisi dan isomer geomatrik dari asam linoleat (“linoleic acid atau LA”), cis-9, cis-12 octadecadienoic acid dalam dua ikatan rangkap konjugasi. Penggunaan conjugated linoleic acid (CLA) dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.

Ostrowska et al. (l999) melaporkan bahwa suplementasi CLA dalam ransum ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan menurunkan deposisi lemak dalam tubuh, serta dapat menurunkan ketebalan lemak punggung babi. Hal senada dilaporkan juga oleh Dunshea et al. (2002), bahwa pada dosis penggunaan CLA yang lebih tinggi (10 g/kg ransum) terjadi

Page 123: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

penurunan tebal lemak punggung sebanyak 25 % dan penurunan deposisi lemak dalam tubuh sebanyak 31 % jika dibandingkan dengan kontrol. Dilaporkan juga bahwa penggunaan CLA dalam ransum, selain dapat memperbaiki pertumbuhan juga dapat memperbaiki komposisi karkas dan kualitas daging. Penggunaan CLA lebih efektif pada babi betina daripada babi jantan. CLA selain dapat diproduksi oleh bakteri Lactobacillus fermentum, juga dapat bersumber dari lemak hewani (tallow), tepung daging, dan tepung tulang.

Selain bakteri Lactobacillus fermentum, ternyata Lactobacillus salivarius juga berperan sebagai sumber probiotik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bae et al. (2002) menunjukkan bahwa, dari beberapa macam strain Lactobacillus yang ada dalam saluran pencernaan ayam, ternyata Lactobacillus salivarius Subsp. Salivarius sangat efektif sebagai sumber probiotik karena resisten terhadap antibiotik, mampu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh, dan sangat cocok penggunaannya dalam dunia industri.

Umumnya pada media yang mengandung gula, bakteri asam laktat akan memproduksi asam laktat dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan turunnya pH, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba lainnya. Di samping menghasilkan asam, beberapa bakteri asam laktat mampu memproduksi antibiotik yang dapat berfungsi sebagai bahan pengawet.

Penambahan gula yang dapat difermentasi seperti glukosa, fruktosa, dan ribosa mengakibatkan pertumbuhan bakteri asam laktat meningkat, walaupun kondisi lingkungannya kaya akan asam-asam amino. Hal ini disebabkan karena glukosa mampu menekan produksi enzim deaminase pada bakteri pembusuk. Dalam kondisi anaerobik, bakteri pembusuk akan memfermentasi glukosa yang akan menghasilkan asam (pH rendah). Menurunnya pH menyebabkan meningkatnya aktivitas bakteri asam laktat yang sangat toleran terhadap suasana asam.

Pada pembuatan silase ikan, perlu dicegah perkembangan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif, karena produksi

Page 124: LIMBAH - UNUD

�� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

gas secara intensif akan mengakibatkan peningkatan volume yang berlebihan di dalam wadah silase. Salah satu cara untuk menekan perkembangan bakteri penghasil gas adalah dengan menambahkan 5 % natrium khlorida (Staton dan Yeoh, 1977), atau dengan menambahkan asam organic, atau merebus ikan sebelum melakukan inokulasi kultur starter yang sesuai.

5.2 Tepung darahLimbah pemotongan hewan yang jarang mendapat

perhatian adalah darah. Tepung darah sangat tinggi kandungan proteinnya, yaitu 80 %. Namun, daya serap unggas terhadap protein darah tersebut sangat rendah, sehingga penggunaannya dalam ransum dibatasi maksimum 2 %. Selain kaya akan protein, tepung darah juga kaya akan asam amino lysin, arginin, metionin, sistin, dan leusin. Akan tetapi, kandungan asam amino isoleusin dan argininnya rendah serta nilai biologis dari protein tepung darah rendah. Ini berarti bahwa walaupun kandungan protein tepung darah tinggi, yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh atau yang dapat dicerna rendah.

Darah yang akan dijadikan tepung darah dapat diambil dari RPA (rumah potong ayam) setempat dengan cara yang higienis, kemudian direbus dalam wajan tertutup dengan tekanan yang tinggi. Selanjutnya, bahan ditiriskan, diiris tipis, dan dikeringkan. Setelah kering, irisan darah selanjutnya digiling untuk dijadikan tepung.

5.3 Kotoran AyamKegiatan peternakan ayam menyebabkan terjadinya

peningkatan produksi kotoran ayam yang disebabkan oleh tingginya jumlah populasi ayam. Di lain pihak, keuntungan yang diperoleh peternak kurang memadai sebagai akibat mahalnya harga bahan pakan konvensional.

Kedua permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan cara menggunakan kotoran ayam tersebut sebagai bahan pakan.

Page 125: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ��

Kotoran ayam masih mempunyai nilai gizi yang berasal dari bahan pakan yang tidak dicerna, mikroorganisme, pakan yang terbuang, dan bahan organik sisa lainnya. Namun, kotoran yang tidak diproses dapat mengganggu kesehatan ternak (Laconi, 1992). Untuk itu, kotoran perlu proses untuk meningkatkan nilai gizinya dan untuk menghilangkan sesuatu yang berpengaruh negatif seperti mikroorgnisme patogen, residu obat, logam berat, dan lain-lain.

Kotoran ayam sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari berbagai unsur yang membahayakan, selanjutnya dikeringkan, dan digiling halus. Faktor pembatas penggunaannya adalah nilai cerna proteinnya yang rendah dan kandungan serat kasarnya yang tinggi (14,9 – 18,60 %).

Bau kotoran ayam sebagai bahan pakan dalam penyusunan ransum unggas menyebabkan konsumsi akan menurun. Oleh karena itu, sebelum diberikan terlebih dahulu dikeringkan dan didiamkan beberapa hari. Tujuan pengeringan, disamping untuk menghilangkan bau juga untuk menghilangkan bakteri salmonela. Ransum yang menggunakan kotoran ayam sebaiknya disajikan dalam bentuk crumble atau pellet.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muller (l980) menunjukkan bahwa penggunaan kotoran ayam ras petelur pada tingkat 12,5 % dalam ransum ternyata dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum (Tabel 30).

Tabel 30. Pengaruh penggunaan kotoran ayam ras petelur dalam ransum terhadap produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam Lohmann Brown fase peneluran pertama

Variabel Kotoran Ayam Dalam Ransum0 % ��,� % ��,0 %

Hen-day Production (%) ��,�0 ��,�0 ��,00Konsumsi Ransum (gr/ekor/hari) ��,�0 ��,�0 �0�,�0Feed Conversion Ratio (ransum/berat telur) �,�� �,�� �,00

Sumber : Muller (l980)

Page 126: LIMBAH - UNUD

�00 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Apabila dalam proses pengolahan kotoran ayam baik, dan di dalam penyusunan ransum dikombinasikan dengan bahan lain yang cukup baik kandungan nutrisinya, maka penggunaan kotoran ayam dalam ransum unggas dapat mencapai 30 % dari total ransum.

Hasil penelitian yang dilakukan Santoso et al. (2004) melaporkan bahwa peningkatan energi dan BETN kotoran ayam disebabkan karena pembentukan gula yang berasal dari pemecahan serat kasar. Selain itu, penurunan kadar protein dalam kotoran mungkin juga menyediakan sejumlah substrat untuk mensintesis karbohidrat. Ini merupakan hasil yang mengejutkan, sebab biasanya proses fermentasi menurunkan kadar energi bahan pakan (Hanafiah, 1995; Susanawati, 1998).

Tabel 31 menyajikan kandungan nutrisi dari kotoran ayam yang berasal dari lantai “cage” dan kotoran ayam yang berasal dari lantai “litter”.

Tabel 31. Kandungan zat makanan pada kotoran ayam rasNutrisi Tinja Ayam

Cage LitterProtein kasar % ��,�0 ��,�0Lemak kasar % �,�0 �,�0Serat Kasar % ��,�0 ��,�0Ca % �,�0 �,�0P total % �,�0 �,�0Metionin % 0,�� 0,��Lysin % 0,�� 0,��Triptofan % 0,�� -Treonin % 0,�� 0,��Isoleusin % 0,�� 0,��Histidin % 0,�� 0,�0Valin % 0,�� 0,��Leusin % 0,�0 0,�0Arginin % 0,�� 0,��

Fenilalanin % 0,�� 0,��

Sumber : Rasyaf (2002)

Page 127: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

Pada Tabel 32 tersaji hasil penelitian Santoso et al. (2004), di mana kotoran ayam petelur difermentasi dengan 0 ml (P0); 1,2 ml (P1); 2,4 ml (P2); 3,6 ml (P3); 4,8 ml (P4); atau 6 ml (P5) EM4 per 100 gram kotoran. Tepung kotoran disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 2 jam pada suhu 105 °C dengan tekanan 1 atmosfer. Mikroorganisme efektif diaktifkan dengan memasukkannya ke dalam larutan gula (1,2 g; 2,4 g; 3,6 g; 4,8 g; atau 6 g per 100 aguadest untuk masing P1, P2, P3, P4, atau P5) dan diinkubasi selama 72 jam pada kondisi anaerob. Tepung kotoran kemudian ditambahi larutan yang berisi mikroorganisme efektif yang telah diaktifkan sampai kadar airnya mencapai 60 %. Kotoran kemudian difermentasikan selama 4 hari pada kondisi anaerob pada suhu ruang. Kotoran yang telah difermentasi kemudian dikeringkan pada suhu 55 °C selama 2 hari, digiling, dan disimpan pada kantong plastik tertutup sebelum digunakan.

Tabel 32. Perubahan komposisi kimia kotoran ayam petelur yang difermentasi dengan EM4

1 (%)

Perlakuan� Protein Serat Lemak Air Abu BETN Energi(kkal/kg)

P0 ��,�a ��,�a 0,�a �,�a ��,�a ��,�a ���0,�a

P� ��,�b �0,�b 0,�a �,0 ��,0ab ��,�b ����,�ab

P� ��,�c ��,�c 0,�b �,�a ��,�ab ��,�c ����,�bc

P� ��,�d ��,�c 0,�ab �,�a ��,�ab �0,�c ����,�bc

P� ��,�c �,�d 0,�b �,�a ��,�b ��,�c ����,�c

P� �0,�f �,�d 0,�b �,�a �0,�b ��,�c ����,�c

Keterangan : Santoso et al. (2004)• P0 = 0 ml EM4, P1 = 1,2 ml EM4, P2 = 2,4 ml EM4, P3 = 3,6 ml EM4,

P4 = 4,8 ml EM4, P5 = 6 ml EM4 100 gram kotoran ayam.

Komponen nitrogen dalam kotoran ayam terutama dalam bentuk asam urat dan amoniak (Santoso et al., 1999). Untuk meningkatkan nilai senyawa nitrogen dalam kotoran, maka

Page 128: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

senyawa tersebut harus diubah menjadi asam amino atau protein mikroba.

Penurunan kadar protein menunjukkan bahwa EM4 (yang terutama mengandung Lactobacillus sp.) kurang efektif untuk mensintesis protein mikroba dari senyawa nitrogen dalam kotoran. Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat pelepasan nitrogen selama fermentasi. Telah diketahui bahwa fermentasi oleh bakteri asam laktat menurunkan kadar protein bahan pakan (Ohshima et al.,1997). Untuk memperbaiki kadar protein kotoran, EM4 sebaiknya dikombinasikan dengan mikroorganisme efektif lainnya. Handayani (1997) menemukan bahwa fermentasi kotoran ayam pedaging dengan ragi tape meningkatkan kadar protein kotoran.

EM4 sangat efektif untuk memecah serat kasar dalam kotoran ayam. EM4 diduga menghasilkan sejumlah besar enzim yang mampu memecah serat kasar terutama selulase. Keuntungan penggunaan Lactobacillus untuk memecah serat kasar adalah bahwa bakteri tidak menghasilkan serat kasar dalam aktivitasnya, sehingga mereka lebih efektif dalam menurunkan kadar serat kasar bahan pakan jika dibandingkan dengan ragi atau kapang (Hanifah, 1995; Pasaribu et al., 1998).

Kadar lemak yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh meningkatnya sintesis asam lemak. Penurunan serat kasar dan protein diduga meningkatkan ketersediaan substrat untuk merangsang sintesis asam lemak. Peningkatan sintesis asam lemak merupakan faktor utama peningkatan kadar lemak suatu bahan (Scorve et al.,1993).

Pada Gambar 12, tersaji sistem pemeliharaan ayam dengan lantai “cage” sehingga kotoran ayam yang terkumpul di bawahnya lebih mudah digunakan sebagai pakan ayam. Berbeda halnya dengan kotoran ayam yang berasal dari lantai “litter”; kotoran ayam bercampur dengan bahan penyusun “litter’ itu sendiri yang umumnya bersumber dari sekam padi.

Page 129: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

Gambar 12. Kandang ayam berlantai “cage”; kotoran ayam petelur yang tertampung sangat potensial sebagai pakan alternatif

Teknologi pengolahan limbah merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan pakan dan bermanfaat pula dalam mengurangi pencemaran lingkungan.

Peningkatan mutu pakan dengan menggunakan kotoran ayam dapat dilakukan dengan metode “wastelage”, yaitu proses pembuatan silase dengan memfermentasikan limbah pertanian (“by-product”) yang ditambahi limbah ternak. Sutrisno et al. (2006) menyatakan bahwa cara pengeringan ternyata menurunkan daya hidup mikroba kotoran ayam (pengeringan dengan oven lebih baik daripada matahari).

5.4 Bulu Ayam

Bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Tepung bulu komersial diolah dengan proses hidrolisis dengan pemanasan dan tekanan uap dan merupakan sumber

Page 130: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

protein yang baik dengan kuantitas protein dan energi relatif tinggi. Bulu ayam tersedia cukup banyak, yang bersumber dari rumah potong ayam. Namun, penggunaannya secara penuh belum begitu banyak.

Tepung bulu ayam mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, berkesinambungan, dan sebagai bahan pakan ternak harganya relatif murah, tetapi penggunaannya sebagai bahan pakan penyusun pakan ternak belum banyak dimanfaatkan. Padahal, kandungan protein bulu ayam sangat tinggi, yaitu 85,60 % (Ochetim, 1993). Hal tersebut disebabkan karena rendahnya kecernaan protein pada bulu ayam yang disebabkan oleh adanya proses keratinisasi dan daya cernanya rendah (Han dan Parson, 1991). Kandungan keratinnya sebanyak 8,8% dari kandungan proteinnya (Scott et al., 1982) dan kandungan asam amino lysin, metionin, histidin, dan triptofannya rendah (William et al., 1982).

Komposisi zat makanan pada bulu ayam menurut Ochetim (l993) adalah 85,60 % protein kasar, dengan komposisi asam amino glisin 4,20 %; leusin 5,43 %; sistin 6,40 %; histidin 0,53 %; lisin 2,26 %; arginin 4,40 %; isoleusin 3,00 %; metionin 0,32 %; fenilalanin 3,18 %; prolin 6,81 %; serin 5,72 %; treonin 2,47 %; tirosin 1,79 %; valin 4,13 %; asam aspartat 3,42 %; dan asam glutamat 6,90 %.

Menurut Fenita (2002) yang dikutip oleh Chaniago (2002), tepung bulu ayam mengandung 64,10 % protein kasar; 1,31 % lemak kasar; 1,09 % serat kasar; 0,21 % Ca; 0,20 % P. Kandungan asam aminonya secara berturutan adalah 4,73 % arginin; 2,03 % isoleusin; 5,47 % leusin; 1,46 % lysin; 0,37 % metionin; 3,30 % penilalanin; 3,63 % treonin; 4,27 % valin; dan 2,21 % sistein. Kelemahan utama tepung bulu ayam sebagai pakan (Gambar 13), yaitu rendahnya kandungan metionin sehingga perlu adanya suplementasi metionin sintetis. Kelemahan lain tepung bulu ayam adalah ketidakseimbangan asam aminonya (Moran et al., 1966 dalam Ochetim, 1993). Menurut Sutradi (1979), ketidakseimbangan beberapa asam amino akan mengubah pola konsentrasi asam amino dalam tubuh. Apabila konsentrasi

Page 131: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

asam amino berubah, maka selera makan menurun Akibatnya, konsumsi pakan menurun.

Gambar 13. Bulu ayam broiler sebagai sumber protein

Nuraini et al. (2002) melaporkan bahwa tepung bulu ayam mengandung bahan kering 92,34 %, protein kasar 80,42 %, lemak kasar 7,79 %, serat kasar 0,88 %, dan abu 2,63 %. Agar kandungan zat-zat makanan pada tepung bulu ayam menyamai tepung ikan, maka harus ditambahkan dengan 25 % minyak kelapa (75 : 25). Dilaporkan juga bahwa penggunaan tepung bulu ayam (75 % tepung bulu ayam + 25 % minyak kelapa) pada level 2,5 %, 5 %, dan 7,5 % sebagai pengganti penggunaan tepung ikan dalam ransum secara nyata dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan ransum, persentase karkas, dan persentase lemak abdominal ayam. Akan tetapi, penambahan enzim papain dalam ransum (0,03 – 0,06 %) ternyata dapat memberikan hasil yang sama dengan kontrol. Ada kecendrungan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan ransum dan penurunan jumlah lemak abdominal bila dibandingkan dengan kontrol

Page 132: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Lin et al. (2001) melaporkan bahwa mikroorganisme Streptomyces fradiae ternyata dapat menghidrolisis bulu ayam sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa keratinisasi pada bulu ayam dapat diatasi dengan teknologi fermentasi. Menurut Koh et al. (l963), enzim keratinolitik ternyata dapat diproduksi oleh strain Aspergillus. Dilaporkan juga oleh Shih dan Lee (l993) dalam Lin et al. (2001) bahwa tepung bulu ayam terfermentasi dengan Bacillus licheniformis ternyata dapat meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam sehingga dapat digunakan dalam ransum sebagai pengganti bungkil kedelai.

Tingginya kandungan asam amino sistin pada bulu ayam dapat menutupi kekurangan asam amino metionin. Menurut Sugahara dan Kubo (l992), ransum yang mengandung asam amino arginin dan asam amino yang mengandung sulfur tinggi ternyata dapat menurunkan retensi energi sebagai lemak, sehingga karkas yang dihasilkan akan mengandung lemak rendah. Wessel (l992) melaporkan bahwa pengukusan bulu ayam yang terlalu lama ternyata dapat menurunkan kandungan asam amino metionin, histidin, lisin, dan triptofan.

Nuraini at al. (2002) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan penggunaan tepung bulu ayam adalah penggunaan enzim dalam pakan yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan tersebut. Penggunaan enzim papain sebagai enzim proteolitik diketahui mampu memutuskan rantai peptida kompleks menjadi asam-asam amino yang lebih sederhana pada kondisi yang sesuai dengan fisiologi ayam.

Penggunaan enzim papain diharapkan dapat meningkatkan daya cerna protein pakan dan mengoptimalkan kerja sistem pencernaan serta absorpsi zat makanan dalam saluran pencernaan ayam. Dilaporkan bahwa penambahan 0,03 % dan 0,06 % enzim papain dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan konsumsi ransum, persentase karkas, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum ayam. Persentase lemak abdominal

Page 133: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

ayam meningkat secara tidak nyata dengan semakin meningkat kandungan enzim papain dalam ransum.

Papain sebagai enzim protease akan dapat mengkatalisis molekul protein menjadi fragmen yang lebih kecil, di mana peptidase menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam-asam amino sehingga dalam tubuh ayam akan lebih mudah dicerna. 5.5 Isi Rumen

Salah satu limbah yang dihasilkan dari rumah potong hewan (RPH) adalah isi rumen. Sebagai hasil buangan, volume isi rumen mencapai 10 – 12 % dari berat hidup ternak. Pada prinsipnya, isi rumen adalah bahan pakan yang tercerna dan tidak tercerna yang belum sempat diserap oleh usus serta masih tercampur dengan getah lambung, enzim-enzim pencernaan, dan mikroba rumen.

Cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992).

Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase ( Trinci et al., 1994). Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan silase jerami padi. Lebih lanjut, cairan rumen pada onggok sebagai bahan baku penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (volatile fatty acids) (Hardiyanto, 2001).

Hasil penelitian Nitis (l987) menunjukkan bahwa penggunaan campuran isi rumen dengan tepung limbah ikan

Page 134: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dengan perbandingan 37 % : 63 % sebagai sumber protein konsentrat pada ransum ayam petelur pada level 15 – 35 % ternyata menurunkan produksi telur. Hal ini duduga karena tingginya kandungan serat kasar dan zat makanan yang tidak tercerna. Kandungan zat makanan pada isi rumen dari ternak sapi, kerbau, dan domba tersaji pada Tabel 33.

Tabel 33. Kandungan zat makanan dari isi rumen sapi, kerbau, dan domba

Zat Makanan (%) Isi Rumen

Sapi Kerbau Domba

Air �,�0 – ��,�� �,�� �,��Protein kasar �,�� – �,�� �,�� ��,�� – ��,��Serat kasar ��,�0 – ��,�� ��,�0 ��,�� – ��,��Lemak kasar �,�� – �,�� �,�� �,��- �,��BETN ��,�� – ��,�0 ��,�0 �0,�� – ��,��Kalsium 0,�0 – �,�� 0,�� 0,��Fosfor 0,�� – 0,�� 0,�� 0,�0 – �,0�Energi (GE kkal/kg) ���� - ���0 - ���� – ���0

Sumber : Nitis (l987)

Isi rumen kaya akan zat makanan berupa asam-asam amino, vitamin B-kompleks, serta mineral yang sangat bermanfaat bagi ternak. Selain itu, isi rumen mengandung serat kasar yang tinggi, lignin, silika, dan energi termetabolisnya rendah. Kadang-kadang ditemukan juga senyawa antinutrisi. Oleh karena itu, pemakaian isi rumen sebagai pakan ternak sangat terbatas.

Salah satu bakteri yang terkandung dalam cairan rumen adalah bakteri selulolitik. Isolasi bakteri selulolitik dari cairan rumen dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Purnomohadi, 2006).• Untuk mendapatkan bakteri selulolitik, dilakukan pemurnian

bahan dari cairan rumen dari ternak yang baru disembelih.• Bakteri yang dominan terpilih dari proses ini adalah enam

macam isolat dari genus bakteri selulolitik yang bersifat

Page 135: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

fakultatif (anaerob), yaitu Cellulomonas, Cytophaga, Bacillus, Lactobacillus, Acidothermus, dan Cellvibrio.

• Keenam genus bakteri tersebut kemudian dikembangkan untuk digunakan sebagai inokulum.

• Cara pembuatan inokulum adalah stok bakteri pada media miring ditambahi aquadest steril 5 ml, divorteks selama 1 menit untuk membuat suspensi bakteri dari media miring tabung untuk selanjutnya dituang pada 45 ml media cair Czapek Modification.

• Inkubasi dengan suhu kamar pada sacker selama 2 hari.• Suspensi bakteri 50 ml pada media cair Czapek Modification

dimasukkan ke dalam 450 ml cairan carboxil metil cellulose (CMC) yang telah ditambah malt ekstrak.

• Inkubasi dengan suhu kamar selama 2 hari.• Suspensi siap diinokulasikan pada bahan pakan (jerami

padi)

5.6 Limbah Ternak LainnyaBahan lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai

pakan ternak adalah limbah rumah pemotongan ternak berupa campuran tulang dan sisa daging yang masih melekat (meat and bone meal). Untuk produk luar negeri, kandungan protein kasar bahan pakan ini dapat mencapai 55 – 60 %. Bahan pakan ini sangat bagus untuk sumber mineral kalsium dan fosfor. Penggunaannya dalam ransum unggas umumnya berkisar antara 2,5 – 10 %.

Dalam suatu usaha breeding penetasan yang kapasitas setiap minggunya dapat mencapai 10.000 butir telur, akan banyak sekali limbah penetasan yang dihasilkan. Limbah penetasan ini dapat berupa telur yang tidak ada tunasnya (setelah tiga hari seleksi), telur dengan tunas tetapi gagal menetas, dan kulit telur itu sendiri. Umumnya limbah penetasan telur ini dijadikan tepung dan sangat bagus sebagai bahan pakan sumber mineral kalsium dan fosfor.

Page 136: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 137: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

VI. JERAMI

6.1 Potensi JeramiIndonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di

dunia. Posisi Indonesia terletak pada garis khatulistiwa sebagai kumpulan dari ribuan pulau-pulau kecil (archipelago). Keadaan alam seperti ini menghasilkan iklim yang sangat mendukung bagi kelangsungan hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Kondisi tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang sangat subur. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan pertanian sebagai komoditas usaha dan profesi. Kebutuhan akan pangan dalam negeri dapat dipenuhi sebagian oleh sektor pertanian. Produktivitas pertanian tanaman pangan di Indonesia setiap tahunnya.

Terkait dengan itu, setiap panen raya pertanian tanaman pangan di Indonesia ini selalu membawa hasil sampingan atau limbah pertanian yang cukup besar pula. Setiap tahunnya dihasilkan limbah pertanian yang sangat berlimpah hingga

Page 138: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

mencapai jutaan ton. Limbah pertanian ini terdiri atas jerami padi, daun jagung, batang jagung, daun kedelai, daun kacang tanah, dan ubi kayu. Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar dengan jumlah sekitar 20 juta ton per tahun. Sebagian besar jerami padi tidak dimanfaatkan, karena selalu dibakar setelah proses pemanenan. Di lain pihak, sektor peternakan membutuhkan makanan ternak (pakan) yang harus tersedia sepanjang waktu.

6.2 Jenis-Jenis JeramiJerami sudah tak asing lagi bagi petani peternak di

Indonesia. Hal ini karena ketersediaannya cukup melimpah sepanjang tahun, terutama pada saat panen raya padi tiba. Jerami tersebut dimanfaatkan sebagai campuran atau makanan ternak jika persediaan hijauan segar sudah tak mencukupi kebutuhan untuk konsumsi ternak.

Kendala keterbatasan jerami sebagai pakan adalah minimnya kandungan nutrisi dari limbah pertanian tersebut. Berdasarkan realita yang ada, jerami umumnya mengandung energi netto yang rendah per satuan berat. Kadar seratnya tinggi, yaitu dalam keadaan kering mengandung serat kasar lebih dari 10 % sehingga nilai hayati jerami padi sangat rendah. Daya cernanya sekitar 40 %, jumlah konsumsinya di bawah 2 % bobot badan ternak, dan kadar proteinnya 3 – 5 %. Namun, untuk hidup ternak ruminansia dibutuhkan bahan hijauan pakan dengan nilai kecernaan minimal 50 – 55 % dan kandungan protein kasar sekitar 8 % (Djajanegara, 1983).

Jenis jerami dan kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya tersaji pada Tabel 34. Apabila dilihat dari kandungan protein kasarnya, maka jerami kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang otok sangat bagus digunakan sebagai sumber protein untuk ternak ruminansia.Tabel 34. Jenis jerami dengan kandungan nutrisinya

Page 139: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Nama BahanNutrien

BK (%) PK (%) LK (%) SK (%) TDN (%)

Jerami Padi Jerami Kacang KedelaiJerami Kacang TanahJerami Kacang HijauJerami Kacang PanjangJerami Kacang OtokJerami Kulit KedelaiJerami Jagung Segar

��,����0,�����,0����,�����,�����,�����,�����,���

�,�����,0����,�����,����,���

��,0���,����,��0

�,����,����,����,����,����,����,0���,�0�

��,����0,�����,�����,�����,�����,0�0��,�����,�00

��,�����,�����,�0���,�����,��0��,�����,����0,���

Sumber : Analisis Proksimat Lab. Lolit Sapi Potong Grati Pasuruan. Rendahnya tingkat kecernaan jerami padi, karena ikatan

yang terjadi pada jerami padi (selulosa dan hemiselulosa) ini sulit dipecah oleh mikroba rumen. Karena itu, jerami yang dikonsumsi ini pun sulit dicerna dan banyak yang tidak dimanfaatkan oleh pencernaan ruminansia. Dengan melihat komposisi zat nutrisi jerami yang tergolong marginal itu, maka untuk mencapai hasil optimal dalam penggemukan ternak ruminansia, perlu juga ditambahkan makanan penguat (konsentrat).

6.3 Jerami Sebagai Pakan TernakSelama ini di Bali ternak terutama jenis ruminansia

dipelihara hanya dengan diberi pakan berupa rumput dan hijauan segar saja. Namun, dengan semakin terbatasnya lahan, persoalan pakan ternak menjadi sebuah kendala dalam pemenuhannya.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Bali tahun 2004, luas areal sawah (luas tanam) tahun 2004 adalah seluas 153.121 ha. Luas panen tanaman padi selama satu tahun dari bulan Januari sampai Desember tahun 2004 adalah sebesar 144.146 ha. Tiap hektar tanaman padi dapat menghasilkan 3,86 ton bahan kering jerami padi atau setara dengan 9,65 ton jerami segar. Dengan demikian, dalam satu tahunnya Bali menghasilkan kira-kira 1.340.999,25 ton jerami segar/tahun. Kalau dikonversikan

Page 140: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dengan kebutuhan ternak terutama sapi dengan konsumsi berat kering sebanyak 10 kg/ekor/hari atau 25 kg segar/ekor/hari, maka hal ini akan dapat memenuhi kebutuhan sekitar 152.438,27 ekor ternak sapi.

Keadaan tersebut baru menggambarkan ketersediaan salah satu jenis jerami saja, yaitu jerami padi. Bagaimana halnya dengan jenis jerami yang lainnya yang jumlahnya juga cukup besar. Kalau potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, maka akan dapat diperoleh kontribusi yang besar terhadap pengembangan ternak ke depannya. Dengan memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak, akan dapat ditingkatkan daya tampung ternak, serta ditingkatkan efisiensi usaha, karena tidak diperlukan investasi berupa lahan untuk penanaman hijauan pakan ternak.

6.3.1. Jerami Padi (Oriza sativa)Jerami padi (Oriza sativa) adalah salah satu contoh limbah

pertanian yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan hijauan untuk ternak ruminansia. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling banyak, yaitu sekitar 43 % dari seluruh produksi limbah pertanian (Soejono, 1996), sehingga mempunyai potensi yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan akan hijauan pakan di Indonesia terutama sebagai sumber energi.

Jerami padi adalah limbah dari pemanenan tanaman padi yang berupa daun atau batang tanaman padi setelah dipanen atau diambil gabahnya. Yang dimaksud dengan jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang setelah diambil bulir-bulir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikuranggi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit kurang lebih 10 - 20 cm di atas tanah.

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak masih sangat terbatas, yaitu sekitar 35 %. Produksi jerami padi secara nasional di tahun 1991 adalah sebanyak 39.069.772 ton bahan kering. Apabila jerami padi tersebut dimanfaatkan dengan baik dan tepat, maka akan dapat memenuhi kebutuhan pakan bagi ternak

Page 141: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

ruminansia sebanyak 13 – 14 juta unit ternak (UT). Menurut Komar (l984), pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di Indonesia baru berkisar antara 31 - 39 %, sedangkan yang dibakar atau yang dikembalikan ke tanah sebagai pupuk sebesar 36 – 62 %, dan sekitar 7 - 16 % digunakan untuk keperluan industri.

Jumlah produksi jerami padi di Bali mencapai 4,66 ton bahan kering per hektar (BPS Propinsi Bali, 2000). Jerami padi yang dihasilkan selama ini sebagian besar dibakar dan sebagian kecil dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk kompos. Pada musim kemarau di daerah tertentu di Bali, jerami padi dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Dari data limbah pertanian di Jawa dan Bali, diperoleh limbah pertanian rata-rata 28,7 ton/tahun, dan sebanyak 67,20 % berupa jerami padi (Anon., 2002). Walaupun jumlahnya berlimpah, pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak masih sangat terbatas, karena nilai gizinya rendah.

Anon. (2005) menyatakan bahwa kandungan protein kasar jerami padi adalah sebesar 4,5 %, lemak kasar 1,3 %, bahan ekstrak tanpa nitrogen 42 %, abu 16,50 %, dan bahan keringnya 80 %. Selain itu, kecernaan jerami padi juga rendah, yaitu berkisar antara 30 – 40 % yang disebabkan karena dinding sel jerami padi sudah mengalami lignifikasi bertaraf lanjut. Di samping itu, juga sudah terjadi ikatan kompleks antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin menjadi lignoselulosa dan lignohemiselulosa yang sangat sulit dicerna oleh mikroba rumen. Dilaporkan juga bahwa kandungan selulosa jerami padi adalah sebesar 33 % dan hemiselulosanya 26 % yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia sebagai sumber energi, tetapi dengan adanya ikatan tersebut menjadi sulit dicerna oleh mikroba rumen.

Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, penerapan bioteknologi pada pakan serat bermutu rendah, seperti jerami misalnya, belum begitu populer. Menurut Rachim (2003), produksi jerami padi di Bali sangat tinggi, yaitu berkisar antara 320 – 400 ribu ton jerami padi per musim panen.

Page 142: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dapat dibayangkan berapa ribu ton ketersediaan jerami padi di Bali khususnya per tahun apabila dalam setahunnya ada tiga kali musim panen. Pada Gambar 14, tersaji cara petani peternak menyimpan jerami untuk pakan ternak tanpa sentuhan bioteknologi.

Gambar 14. Sistem penyimpanan jerami tanpa menerapkan teknologi

Jerami umumnya dibakar atau disimpan begitu saja di bawah pohon tanpa perlakuan apa pun juga. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, jerami yang merupakan pakan serat bermutu rendah akan meningkat nilai gunanya bagi peningkatan produksi ternak.

Sebagai bahan pakan, jerami padi memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: tingginya kadar komponen serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan silika. Di samping itu, kandungan protein kasarnya hanya berkisar antara 3 – 5 % dari bahan kering, kandungan mineral kalsium dan fosfornya masing-masing 0,41 % dan 0,29 %, padahal pemberian yang aman untuk ternak ruminansia sekitar 1,0 % Ca dan 0,75 % P dari bahan kering ransum (Sutrisno, 1988).

Selain itu, jerami padi memiliki sifat voluminous dan memakan tempat (“bulky”), tingkat konsumsi (voluntary feed intake) rendah, dan nilai nutrisinya juga rendah, karena kadar

Page 143: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

lignin dan silikanya tinggi dalam dinding sel sehingga sulit dicerna oleh mikroba rumen, serta kandungan nitrogen dan energi termetabolismenya rendah (Van Soest, 1985).

Jakson (1978) menyatakan bahwa serat kasar pada jerami padi mengandung silika dalam gugus organik sebanyak 12 - 16 % dari bahan kering. Silika merupakan kristal yang terdapat dalam dinding sel dan mengisi ruang antarsel. Kristal silika ini tidak larut dalam cairan rumen, sehingga menjadi hambatan bagi mikroba rumen dan enzim yang dihasilkan untuk mencerna jerami padi (Sutrisno, 1988). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa faktor lain yang menghambat daya cerna jerami padi adalah adanya kandungan lignin yang cukup tinggi yang tidak dapat dihancurkan oleh mikroba rumen.

Sapi yang diberi 100 % jerami padi tanpa pemberian pakan lain atau yang diberi jerami tanpa sentuhan teknologi (Gambar 14) akan mengalami terhambatnya pertumbuhan, karena kandungan nutrisi yang ada pada jerami padi tanpa penolahan tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk hidup pokok maupun untuk produksi. Pemberian dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian, sehingga sentuhan teknologi pada jerami sebelum diberikan pada ternak sangat diperlukan.

Gambar 14. Sapi yang diberi jerami padi tanpa pengolahan

Adanya kristalisasi dari selulosa dan hemiselulosa dapat

Page 144: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

menghambat kerja enzim yang mencerna dinding sel jerami padi. Kecernaan yang rendah ini merupakan akibat struktur jaringan penyangga tanaman yang sudah tua, sehingga sudah mengalami proses lignifikasi yang sudah lanjut dan akibatnya lignoselulosa dan lignohemiselulosa sulit untuk dicerna (Djajanegara, 1983).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susila dan Partama (2005) melaporkan bahwa sapi yang diberi pakan 23 % jerami padi amoniasi urea dan 77 % konsentrat (sapi perlakuan A) ternyata nitrogen teretensi yang dihasilkan adalah 37,45 g/ekor/ hari (Tabel 35), sedangkan nitrogen teretensi pada sapi perlakuan B (sapi yang diberi 23 % jerami padi amoniasi urea dan 77 % konsentrat + 0,05 % ammonium sulfat) 3,44 % lebih tinggi daripada sapi perlakuan A. Lebih lanjut, sapi perlakuan C (sapi yang diberi pakan 23 % jerami padi amoniasi urea dan 77 % konsentrat + 0,03 % mineral pignox) adalah 16,79 % lebih tinggi daripada nitrogen teretensi pada sapi yang mendapat perlakuan A. Pada sapi perlakuan A, nilai biologis (BV) yang dihasilkan adalah 66,08 %. Sedangkan nilai biologis yang dihasilkan pada sapi perlakuan B dan C masing–masing mengalami peningkatan sebesar 7,43% dan 8,20% jika dibandingkan dengan sapi perlakuan A.

Tabel 35. Utilisasi nitrogen pada sapi Bali penggemukan yang diberi ransum berbasis jerami padi amoniasi urea disuplementasi mineral

PeubahPerlakuan

SEMA B C

Konsumsi N (g) ��,�� ��,�� ��,�� �,��N feses (g) ��,�� ��,�� �0,�0c 0,��N urin (g) ��,�� ��,�� ��,�� 0,��N tercerna (g) �0,�� ��,0� ��,0� �,��N teretensi (g) ��,�� ��,�� ��,�� �,��(NNU) (%) ��,00 ��,00 ��,00 �,��Nilai Biologis (BV) (%) ��,0� ��,�� ��,�� �,��Sumber : Susila dan Partama (2005)

Page 145: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Dari segi kuantitas, jerami padi yang dapat dimakan oleh ternak sapi, kurang dari 2 % bobot badan. Hal ini disebabkan oleh laju pergerakannya di dalam saluran pencernaan sangat lambat (Sutardi, 1980). Kecepatan degradasi sangat berpengaruh terhadap mekanisme konsumsi dan jumlah konsumsi. Bila laju degradasi cepat, maka jumlah konsumsi menjadi meningkat dan sebaliknya, bila laju degradasi lambat maka konsumsi akan sedikit (Komar, 1984).

6.3.2. Jerami Bawang Putih (Allium sativum)Bawang merupakan tanaman umbi-umbian, termasuk

genus Allium atau Liliaceae, yang terbagi atas kelas: bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), perai (leeks) dan selada (chives) (Sudibia, l997). Tanaman itu banyak digunakan sebagai bahan makanan yang penting untuk penambah rasa dan juga banyak digunakan sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit karena mengandung suatu zat kimia yang sangat luar biasa khasiatnya yaitu : allyl sulfida aktif yang disebut dengan propenecysteine sulphoxide.

Senyawa fitokimia pada bawang putih tidak termasuk zat gizi dan fitokimia yang terdapat pada bawang putih adalah allyl sulfide yang mempunyai khasiat antara lain : sebagai antikanker, merangsang sistem imun, mengatur tekanan darah, dan menurunkan kolesterol tubuh (Karyadi, l997).

Seperti terlihat pada Gambar 15, jerami atau daun bawang putih ternyata dapat digunakan sebagai pakan ternak unggas. Akan tetapi, sebelum digunakan terlebih dahulu daun bawang putih tersebut harus dijadikan tepung sehingga akan mudah tercampur dengan bahan pakan lainnya.

Page 146: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Gambar 15. Jerami bawang putih berkhasiat menurunkan lemak dan kolesterol tubuh unggas

Bawang putih juga mempunyai kemampuan mencegah pembentukan bahan karsinogen kuat, yang lebih baik jika dibandingkan dengan bawang perai atau bawang merah (Anon., l997). Lebih jauh, dilaporkan bahwa bawang putih juga mengandung S-allyl cysteine yang dapat menekan pembentukan bahan karsinogen lainnya, serta dapat mengurangi kemampuan N-nitrosomorfolin mengubah DNA.

Tumbuhan bawang putih mempunyai mekanisme khusus dalam pembentukan senyawa bersulfur, dan bau khas dari sulfur ini baru timbul setelah bawang terluka jaringannya, misalnya karena dikupas, dipotong, atau tergores (Wijaya, l997). Dilaporkan juga bahwa pada bawang utuh hanya terdapat prekursor dari senyawa bersulfur yang kurang aktif. Dengan penanganan yang tepat, enzim seperti alliinase pada bawang putih akan memicu

Page 147: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

perubahan komponen prekursor menjadi berbagai senyawa sulfur. Senyawa inilah yang kemudian dilaporkan berkhasiat sebagai antikolesterol, antitrombotik, antihiperlipidemia, antidiabetes, dan antikanker.

Selain senyawa bersulfur, bawang putih juga mengandung senyawa lain yang diduga juga berkhasiat, seperti selenium dan flavonoid. Hasil analisis laboratorium dari jerami bawang putih lokal menunjukkan bahwa jerami bawang putih mengandung bahan kering 85,65 %, protein kasar 7,03 %, serat kasar 46,92 %, dan energi bruto 3662 kalori/g bahan (Bidura dan Suwidjayana, l997).

Senyawa allicin termasuk disulfida oksid tak jenuh. Rantai samping dari allyl tak jenuh ini mudah direduksi menjadi rantai propyl jenuh dan proses reduksi ini mengakibatkan penurunan NAD dan NADP dalam tubuh. Selain itu, allicin juga dianggap mampu berikatan dengan gugus -SH yang merupakan bagian fungsional dari Co-A dalam proses pembentukan kolesterol tubuh. Bidura dan Suwidjayana (l997) melaporkan bahwa penggunaan tepung jerami bawang putih dalam ransum pada tingkat 7 %, ternyata dapat meningkatkan warna kuning telur dan menurunkan kadar kolesterol telur ayam.

Hasil penelitian Mahardika dan Bidura (2003) menunjukkan bahwa penggunaan 3 % dan 6 % tepung jerami bawang putih dalam ransum ternyata dapat meningkatkan berat potong, berat karkas, persentase karkas dan persentase daging karkas, serta menurunkan persentase lemak subkutan termasuk kulit karkas itik. Uraian lebih rinci hasil penelitian tersebut tersaji pada Tabel 36.

Page 148: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 36. Pengaruh penggunaan tepung jerami bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap bobot dan komposisi fisik karkas itik Bali umur delapan minggu

Variabel

Level Jerami Bawang Putih dalam Ransum

0 % � % � %Berat potong (g) ���0,l�d* ���0,��b* ���0,00a*Berat karkas (g) ���,��c ���,�0b ��0,��aPersentase karkas (%) ��,0�c ��,�lb ��,��aKomposisi fisik karkas (%)• Daging• Tulang• Lemak subkutan termasuk kulit

�0,�0a��,��a��,��a

�0,��a��,��a��,��a

��,��b��,��a��,��b

Konsumsi ransum (g/ekor/� minggu) ����,�0a ����,��b ����,00bKonsumsi serat kasar (g/ekor/� minggu) ���,�ld ��l,��c ���,�0b

Sumber : Mahardika dan Bidura (2003)

* Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0,05)

Jin dan Konar (l98l) menyatakan bahwa bawang putih mempunyai efek menurunkan kadar gula darah dan juga mempunyai efek menurunkan tekanan darah kelinci (Malik dan Siddique, l98l). Augusti (l977) menyatakan bahwa pengaruh bawang putih terhadap lipida darah mungkin disebabkan oleh senyawa yang mengandung sulfur yang terdapat di dalamnya seperti allicin yang kadarnya memang tinggi pada bawang putih.

Bidura (2006) mengkombinasikan penggunaan tepung daun katuk dengan tepung jerami bawang putih pada ayam broiler tersaji pada Tabel 37. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa penggunaan tepung daun katuk, bawang putih, dan kombinasinya dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum ayam broiler umur 2 – 7 minggu. Penggunaan tepung daun bawang putih lebih efektif dalam meningkatkan pertambahan berat badan

Page 149: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

ayam broiler umur 2 – 7 minggu jika dibandingkan dengan daun katuk atau kombinasi keduanya.

Tabel 37. Penggunaan tepung daun katuk, bawang putih, dan kombinasinya dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 7 minggu

Variabel

Penggunaan Tepung Daun Katuk dan Bawang Putih

Kontrol � % katuk

� % bawang

putih

�,� % katuk + �,� % bawang

putihBerat badan awal (g) ���,00a ���,��a ���,��a ���,��a

Berat badan akhir (g) ����,��c ����,��b ����,�0a ����,��b

Pertb. berat badan (g/� mg) ����,��c ����,��b ����,��a ����,��b

Konsumsi protein (g) �0�,0�a ���,��b ���,��b ���,��b

Feed Conversion Ratio (FCR) �,��a �,��a �,��b �,��b

Sumber : Bidura (2006)

6.3.3. Jerami Eceng Gondok (Eichornia crassipes)Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tanaman

pengganggu (gulma) perairan yang sangat sulit diberantas. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat sehingga cukup potensial digunakan sebagai bahan pakan ternak. Upaya tersebut merupakan salah satu alternatif penanganan limbah perairan dan untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat menunjang usaha peternakan.

Di Rawa Pening, Jawa Tengah misalnya, produksi eceng gondok mencapai 255 ton/tahun/ha. Pertumbuhan eceng gondok di Rawa Pening berkisar antara 10 - 23 % setiap minggunya, sehingga pengendalian perlu dilakukan setiap minggu supaya populasinya menurun (Soedarmadji, 1991).

Umumnya pemberian eceng gondok pada itik dapat dalam keadaan segar maupun dalam bentuk tepung. Akan tetapi,

Page 150: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

penggunaannya dalam ransum ayam, terlebih dahulu harus diolah menjadi tepung eceng gondok. Sebaiknya eceng gondok yang digunakan sebagai pakan ternak dipotong lebih kurang 5 cm dari atas akarnya, sebab dalam proses penyimpanan, bagian akar sangat sulit kering dan cepat mengalami pembusukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung eceng gondok dalam ransum pada tingkat 20 – 30 % ternyata menurunkan konsumsi ransum dan pertambahan berat badan ayam buras umur 0 – 12 minggu. Tabel 38 menyajikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riana dan Bidura (2002). Dari tabel tersebut, ternyata penggunaan eceng gondok pada tingkat 10 – 30 % dalam ransum menurunkan konsumsi ransum dan pertambahan berat badan ayam.

Tabel 38. Pengaruh tingkat pemberian tepung eceng Gondok (Eichornis crassipes) dalam ransum terhadap penampilan ayam buras umur 0 – 12 minggu

VariabelTepung Eceng Gondok (%)

0 �0 �0 �0Konsumsi ransum (g/ekor) ��00a ����a ����b ���cBerat badan akhir (g/ekor) ���a ��0a ���b ���cPertmb. brt. Badan (g/ekor/�� minggu) ���a ���a ���b �00cFeed Conversion Ratio (FCR) �,��a �,��a �,0�a �,��a

Sumber : Riana dan Bidura (2002)

Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan pakan ternak unggas dihadapkan pada kendala antara lain rendahnya kualitas nutrisi enceng gondok, yang dapat dilihat dari kandungan protein kasar yang rendah dan kandungan serat kasarnya yang tinggi. Soewardi dan Utomo (1975) mengemukakan bahwa kandungan protein eceng gondok adalah 11,95% sedangkan serat kasarnya sebesar 37,10 %. Adapun komposisi zat makanan eceng gondok tersaji pada Tabel 39. Kelemahan sebagai pakan unggas adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi (21,30%) dan kandungan

Page 151: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

asam amino metioninnya rendah (Radjiman et al., l999).Kualitas nutrisi eceng gondok dapat ditingkatkan melalui

pengolahan secara fisik, kimiawi, biologi, serta kombinasi ketiganya. Usaha untuk meningkatkan kualitas nutrisi eceng gondok dengan teknologi yang sederhana, efektif, murah, dan mudah diterapkan oleh masyarakat peternak, adalah dengan teknologi amoniasi dengan menggunakan urea. Hasil penelitian membuktikan bahwa amoniasi dengan menggunakan urea dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan kecernaan bahan pakan, dan sebaliknya menurunkan derajat ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa.

Tabel 39. Kandungan nutrisi Eceng Gondok (Eichornia crassipes)Unsur Jumlah�)

Energi termetabolis Kkal/kg) �0��,���)

Protein kasar (%) ��,00�)

Lemak kasar (%) �,00�)

Serat kasar (%) ��,�0�)

Kalsium (%) �,���)

Fosfor (%) 0,���)

Arginin (%) 0,��Histidin (%) 0,��Isoleusin (%) 0,��Leusin (%) 0,��Lysin (%) 0,��Metionin (%) 0,�0Fenilalanin (%) 0,��Treonin (%) 0,��Valin (%) 0,0�

Keterangan :1. Dihitung menurut standar Gopal dan Sharma (l981) dan

Radjiman et al. (l999)2. Menurut Radjiman et al. (l999)3. Menurut Kamal dan Murdhika (l983)

Page 152: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

6.3.4. Jerami Pucuk TebuProduksi pucuk tebu khususnya pada sentra-sentra

produksi tebu di pulau Jawa cukup banyak, yaitu 11 – 16 ton/hektar. Namun demikian, penggunaannya sebagai pakan alternatif masih kurang. Oleh karena itu, penerapan teknologi pengolahan sangat diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari pucuk tebu (Gambar 16).

Gambar 16. Jerami pucuk tebu sangat potensial sebagai pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi

Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor telah memanfaatkan jerami pucuk tebu dengan berbagai macam pengolahan untuk pakan dasar ternak sapi. Dari hasil penelitian tersebut ternyata pucuk tebu yang disajikan dalam bentuk pellet memberikan hasil yang paling bagus jika dibandingkan dengan bentuk segar maupun silase.

Sapi potong yang diberi pakan dasar pucuk tebu dalam bentuk pellet dan disuplementasi konsentrat 1 % berat badan mempu menghasilkan pertambahan berat badan per harinya sebesar 0,80 kg (Tabel 40). Pertambahan berat badan harian tersebut

Page 153: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

hampir 100 % lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian pucuk tebu segar maupun silase pucuk tebu. Hal ini menunjukkan bahwa proses memperluas permukaan bahan pakan dengan cara menjadikan bahan pakan asal ke dalam bentuk tepung, akan mempermudah enzim pencernaan maupun enzim mikroba rumen untuk mendegradasi pakan tersebut. Pucuk tebu sebelum dijadikan pellet, terlebih dahulu harus dijadikan tepung.

Tabel 40. Penggunaan pucuk tebu dalam berbagai bentuk sebagai pakan sapi potong

Bahan BentukPenambahan

Konsentrat (% Berat Badan)

Pertambahan Berat Badan sapi (Kg/ekor/hari)

Pucuk Tebu

Segar � % 0,�0 – 0,�0Silase � % 0,�0 – 0,�0Wafer � % 0,�0 – 0,�0Pellet � % 0,�0

Sumber : Balitnak, Ciawi, Bogor (2004)

6.4 Pengolahan Jerami6.4.1. Fermentasi Jerami

Secara umum, teknologi yang lazim digunakan dalam pengolahan jerami khususnya jerami padi adalah teknologi fermentasi dan amoniasi. Proses fermentasi menitikberatkan proses perombakan struktur keras menjadi struktur yang lebih lunak secara fisik, kimia, dan biologi sehingga bahan struktur yang kompleks akan berubah menjadi lebih sederhana dan akan mudah dicerna oleh ternak. Sebaliknya, proses amoniasi adalah perombakan struktur kasar menjadi lunak dengan penambahan urea dan terjadi proses urease sehingga nitrogen pada pakan akan meningkat.

Pemanfaatan jerami padi yang difermentasi akan dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain :1. mengurangi biaya pakan, khususnya dalam penyediaan

Page 154: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia, 2. meningkatkan daya dukung lahan pertanian, karena beternak

ruminansia tidak harus menyediakan lahan sebagai tempat tanaman hijauan makanan ternak;

3. dapat memberikan nilai tambah bagi petani padi, apabila suatu saat nanti petani telah melihat peluang tersebut, yang artinya jerami bukan lagi sebagai limbah yang mengganggu proses produksi, melainkan sebagai produk yang menguntungkan; dan

4. memberikan peluang baru kepada biro-biro jasa lainnya apabila dikelola secara profesional, antara lain akan muncul suatu bisnis atau usaha baru dalam pelayanan jasa seperti prosesing dan pengangkutan jerami padi sebagai pakan ternak sehingga sektor pertanian akan memberikan peluang untuk menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Agro Inovasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak), ternyata untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi, perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Dalam proses tersebut, diperlukan penggunaan probiotik (Probion). Probion itu sendiri merupakan campuran dari berbagai mikroorganisme yang dapat membantu pemecahan komponen serat dalam jerami padi.

Penggunaan Probion, berguna sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dapat dilakukan pada tempat terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Proses pembuatan dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap fermentasi dan tahap pengeringan serta penyimpanan.

Pada tahap pertama, jerami padi yang baru dipanen dari sawah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan dan diharapkan masih mempunyai kandungan air sekitar 60 persen. Caranya, jerami padi segar yang akan dibuat menjadi jerami

Page 155: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

padi fermentasi di timbun dengan ketebalan lebih kurang 20 cm. Selanjutnya, jerami itu ditaburi 2,5 kg probiotik serta 2,5 kg urea untuk setiap ton jerami padi segar. Tumpukan jerami tersebut dapat dilakukan hingga ketinggian sekitar 3 m. Setelah pencampuran dilakukan secara merata, campuran itu didiamkan selama 21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan baik.

Tahap kedua adalah proses pengeringan dan penyimpanan jerami pada fermentasi. Tumpukan jerami tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari dan dianginkan, sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung. Setelah proses pengeringan tersebut, maka jerami padi fermentasi itu dapat diberikan kepada ternak ruminansia, seperti sapi, kambing, dan domba sebagai pakan pengganti rumput segar. Dengan cara demikian, pemanfaatan hijauan pakan ternak dalam bentuk jerami padi akan dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga peternak.

Melalui proses fermentasi maka kualitas nutrisi, palatabilitas, dan digestibilitas jerami dapat ditingkatkan. Perbandingan antara kandungan nutrisi jerami segar dengan jerami yang terfermentasi tersaji pada Tabel 41.

Tabel 41. Perbandingan kandungan nutrisi jerami segar dengan jerami terfermentasi

Kandungan Nutrisi (%) Jerami Segar Jerami Fermentasi

Air

Abu

Protein

Lemak

Serat Kasar

��,��

��,�0

�,�

�,�

��,�

�0,��

��,��

�,0�

�,��

��,�

Page 156: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Inokulan yang bagus digunakan dalam proses fermentasi jerami padi adalah Trichoderma sp. Aktivasi dan reproduksi Trichoderma sp dapat dilakukan dengan menggunakan air biasa yang bersih atau sudah dimasak dengan perbandingan (v/v) 1 bagian Trichoderma sp dan 200 bagian air. Selanjutnya, ditambahkan 10 % gula, 10 % urea, dan 10 % NPK, diaduk merata kemudian diinkubasi selama 24 – 48 jam.

Pada tahap pertama, jerami padi yang baru dipanen dari sawah langsung dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan, dan diharapkan masih mempunyai kandungan air sekitar 60 %. Bahan yang digunakan dalam proses fermentasi adalah urea dan inokulum (T. verideae). Jerami padi yang segar yang akan dibuat menjadi jerami padi fermentasi ditimbun dengan ketebalan kurang lebih 20 cm, selanjutnya di taburi dengan urea dan larutan inokulum (Gambar 17).

Gambar 17. Alur Proses Pembuatan Jerami Padi (Balitnak, Ciawi, Bogor, 2004)

Laju pencernaan karbohidrat merupakan salah satu faktor penentu produksi protein mikroba rumen. Selain sebagai sumber kerangka karbon, karbohidrat juga merupakan sumber energi bagi mikroba itu sendiri (Tillman et al., 1998). Peningkatan kecernaan bahan kering dan protein kasar ransum dengan adanya

Page 157: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

biofermentasi jerami padi dengan kapang Starbio ternyata dapat melunakkan dan memecah dinding serat jerami padi dan juga mampu melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya, sehingga struktur serat menjadi rapuh dan lebih terbuka.

Proses biofermentasi diharapkan akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa, dan penurunan kadar lignin. Kapang yang bersifat lignolitik juga mampu mendegradasi lignin melalui pembentukan sekumpulan miselia kemudian berkembang biak secara aseksual melalui spora (Dhawale dan Katrina, 1993).

Kapang mempunyai kemampuan kuat untuk merombak lignin secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler berupa lignin peroksidase dan mangan peroksidase (Vallie et al., 1992). Sistem kerja enzim peroksidase ekstraseluler adalah dengan memisahkan serat dengan cara melunakkan dan memecah dinding-dinding serat dan terkadang juga dengan melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya (Totter, 1990). Reaksi degradasi lignin oleh kapang adalah biokatalis ligninase yang mengkatalis oksidasi cincin aromatik lignin untuk membentuk radikal kation yang selanjutnya senyawa ini akan melepaskan ikatan-ikatan inti pada cincin aromatik.

Melalui proses fermentasi, kandungan protein kasar jerami padi meningkat secara nyata, yaitu dari 4,30 % menjadi 9,03 %. Sebaliknya, kandungan lemak kasar dan serat kasarnya menurun secara signifikan (Tabel 42)

Tabel 42. Komposisi zat makanan jerami segar dan jerami fermentasi

Zat Makanan Jerami Segar Jerami FermentasiAir ��,�� �0,��Abu ��,�0 ��,��Protein �,�0 �,0�Lemak �,�0 �,��Serat kasar ��,�0 ��,�0

Page 158: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Fahey dan Berger ( 1988 ) menyatakan bahwa karbohidrat non struktural seperti pati akan dipecah menjadi maltosa yang segera difermentasi oleh mikroba Saccharolitic. Spesies yang memecah pati pada pakan adalah Bacteroides amylophyllus, Streptococcus boviis, Succinimonas amylolytica, dan Succinivibrio dextriosolvens. Dengan ransum yang kaya pati, maka produk akhirnya adalah berupa asam lemak terbang dengan proporsi asam propionat yang relatif lebih besar. Namun, pada ransum yang kaya akan serat kasar, maka porsi produk akhirnya yang lebih besar adalah asam asetat (Arora, 1989).

Mineral pada jerami padi khususnya masih terikat dengan fitat maupun senyawa kompleks lainnya sehingga sangat sulit tersedia bagi mikroba rumen maupun untuk ternak inang. Ketersediaan mineral yang tinggi sebagai akibat kedua proses tersebut menyebabkan aktivitas mikroba rumen meningkat, yang berdampak pada peningkatan degradasi pakan berserat. Hal senada dilaporkan oleh Lieberman dan Brunning (l990) bahwa mineral ternyata dapat memacu aktivitas DNA dan RNA polymerase. Kondisi ini akan dapat menciptakan keseimbangan neurohormonal, sehingga aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen maupun ternak inang meningkat sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitnak Ciawi di Bogor (2004) melaporkan bahwa melalui proses fermentasi, ternyata kandungan nutrisi jerami padi meningkat secara signifikan (Tabel 43). Daya cerna jerami padi fermentasi meningkat dari 28 – 30 % menjadi 50 – 55 %.

Tabel 43. Perubahan nilai nutrisi jerami padi setelah fermentasiParameter Jerami Padi (%) Jerami Padi Fermentasi

(%)Protein kasar �,�0 �,00Neutral Detergent Fibre (NDF) �0 ��Daya cerna �� – �0 �0 – ��

Sumber : Balitnak, Ciawi, Bogor (2004)

Page 159: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Penggunaan Trichoderma virideae mampu meningkatkan kecernaan bahan kering ransum, tetapi belum mampu meningkatkan kecernaan protein kasar. Hal ini disebabkan karena Trichoderma virideae yang digunakan sebagai inokulan adalah mikroorganisme dari golongan jamur yang mampu memproduksi berbagai jenis enzim yang terlibat dalam penguraian senyawa kompleks (polimer) karbohidrat yang dikandung oleh bahan pakan ternak yang berasal dari jerami padi. Enzim yang dapat diproduksi adalah : endo-ß-glucanase dan exo-ß-glucanase dalam jumlah yang relatif besar dan ß-glucosidase dalam jumlah relatif kecil. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan komponen utama dalam sistem enzim selulolitik yang mampu menghidrolisis kristal selulosa (in vitro) secara sempurna (Reese et al., 1950).

Hasil penelitian Yuda (2005) menunjukkan bahwa proses amoniasi urea serta biofermentasi dengan inokulan Starbio dan T. virideae ternyata dapat meningkatkan koefisien cerna bahan kering dan protein kasar ransum. Tinggi rendahnya nilai koefisien cerna suatu ransum dapat menentukan kualitas dari ransum tersebut, karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara kandungan zat makanan dalam ransum yang dikonsumsi dengan zat makanan yang keluar bersama feses. Dilaporkan juga bahwa terjadi peningkatan komposisi tubuh sapi (deposisi protein, lemak, dan energi) yang diberi jerami teramoniasi. Peningkatan ini disebabkan karena jerami padi yang teramoniasi dengan urea kandungan proteinnya meningkat. Retensi energi pada tubuh sapi Bali yang diberi ransum jerami padi amoniasi urea (B), jerami padi fermentasi dengan Starbio (C), dan jerami padi fermentasi dengan Trichoderma viridae (D) meningkat jika dibandingkan dengan yang diberi jerami padi tanpa perlakuan sebagai kontrol (A). Data lebih rinci tersaji pada Tabel 44.

Peningkatan deposisi protein dalam tubuh sapi tersebut adalah karena proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein dan kecernaan protein jerami padi. Dilaporkan oleh Badurdeen et al. (1994) bahwa penambahan urea atau amonium

Page 160: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dalam proses fermentasi jerami dapat meningkatkan kandungan protein jerami.

Mikroba selulolitik pada Starbio bekerja secara bertahap dalam memecah komponen dinding sel. Melalui benang fibril hifanya, kapang selulolitik mengeluarkan enzim peroksidase ekstraseluler. Enzim peroksidase ekstraseluler tersebut bekerja secara aktif pada aktivitas lignolisis sehingga ikatan lignoselulosa putus, dan fraksi lignin terurai menjadi CO2 dan selulosa dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen.

Tabel 44. Koefisien cerna ransum pada sapi Bali penggemukan yang diberi ransum berbasis jerami padi dengan amoniasi dan fermentasi

Variabel

Perlakuan

A B C DKonsumsi bahan kering (kg/ekor/hari)

�,0�a �,0�b �,��c �,��d

KCBK (%) ��,�0d ��,�0a ��,�0b ��,�0c

Koefisien cerna protein Kasar (%)

��,00d ��,00a �0,00b ��,00c

Retensi nitrogen (g/ek/hr) ��,��d ��,��a ��,��b ��,��c

Pertambahan berat badan (g/ekor/hari)

�0�,��c ���,��a ���,��b ���, ��b

Deposisi lemak tubuh (g/ekor/hari)

���,���c ���,0��a ���,���ab ���,���bc

Deposisi protein tubuh (g/ekor/hari)

��,�0�c ��,���a ��,���ab ��,���bc

Retensi energi tubuh (Kkal/ekor/hari)

�,��0c �,0��a �,���ab �,���bc

Sumber : Yuda (2005)

Keterangan :• Sapi yang diberi jerami padi tanpa amoniasi dan fermentasi

dengan Complete feed 1,5% dari bobot sapi sebagai kontrol (A), sapi yang diberi jerami amoniasi urea denga Complete Feed

Page 161: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

1,5% dari bobot sapi (B), jerami fermentasi Starbio dengan Complete Feed 1,5% dari bobot sapi (C), dan Jerami fermetasi Trichoderma viridae dengan Complete feed 1,5% dari bobot sapi (D)

6.4.2. Amoniasi JeramiSesungguhnya, perbaikan nilai gizi bisa dilakukan melalui

pengolahan limbah pertanian secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Salah satu di antaranya adalah untuk meningkatkan mutu jerami padi dengan melakukan inovasi teknologi berupa amoniasi jerami. Prinsipnya adalah memberikan perlakuan khusus kepada jerami dengan metode pengolahan dengan menggunakan amoniak (NH3).

Fungsi amoniak adalah untuk menghancurkan ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penghambat utama daya cerna jerami. Di samping itu, juga berperan memuaikan serat selulosa, memudahkan penetrasi enzim selulosa dan meningkatkan kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen. Harapannya, dengan adanya jerami amoniasi, petani peternak dapat meningkatkan pemanfaatan jerami hasil limbah pertanian sebagai pakan ternak untuk menunjang tingkat produktivitas ternak. Sumber amoniak potensial yang bisa dipergunakan adalah NH3 dalam bentuk gas dan cair, NH3OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Dari ketiga sumber amoniak tersebut, urea mudah diperoleh dan relatif murah harganya.

Teknik amoniasi jerami padi tergolong sebagai teknik perlakuan kimiawi. Tujuannya agar konstituen dari jerami yang berkualitas rendah dapat dicerna enzim pencernaan, sehingga dapat meningkatkan daya cerna (digestibility) dan jumlah jerami yang dimakan (intake). Teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan proteinnya.

Sejumlah negara di dunia, seperti Tunisia, Mesir, dan

Page 162: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Algeria telah melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu (Chenost, 1997). Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami. Urea yang akan dicampurkan tersebut dapat dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan diamoniasi (cara kering). Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (an-aerob) dan proses amoniasi jerami ini memerlukan penyimpanan selama satu bulan. Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami.

Ternak akan lebih mudah mengkonsumsi jerami hasil amoniasi jika dibandingkan dengan jerami yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan lignin, selulosa, dan silika, yang merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami bagi ternak. Lignin merupakan senyawa kompleks yang tidak dapat dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian fibrosa dari akar, batang, dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput kering mengandung lignin yang sangat banyak.

Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati. Senyawa itu sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Kapas hampir merupakan selulosa murni. Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali pada hewan ruminansia (sapi, domba, dan kambing) yang mempunyai mikroorganisme selulotik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat mencerna selulosa dan memungkinkan hasil akhir dari pencernaan bermanfaat bagi hewan (Anggorodi, 1984).

Teknik amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami padi agar dapat bermanfaat bagi ternak. Teknik amoniasi ini dapat menambah kadar protein kasar (crude protein) dalam jerami. Kadar protein kasar tersebut diperoleh dari amoniak dalam urea yang berperan dalam memuaikan serat selulosa. Pemuaian

Page 163: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

ini memudahkan penetrasi enzim selulase dan meningkatkan kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen dalam urea. Jerami padi yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar jika dibandingkan jerami yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan aflatoksin dalam jerami. Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme jika jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang benar secara hati-hati.

Untuk menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak). Jika telah diperoleh bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi lebih kurang 50 cm. Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu. Selanjutnya, jerami yang telah diikat harus ditaburi urea sebagai sumber amoniak.

Penaburan urea ke dalam ikatan jerami harus dilakukan secara merata di setiap lapisan. Hal tersebut harus dilakukan agar proses amoniasi jerami padi berjalan dengan baik. Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekitar 4 – 6 % dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4 - 6 kg. Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami (Schiere dan Ibrahim, 1989)

Page 164: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (anaerob).

Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan ventilasi yang memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan terkena air hujan, maka akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut. Penyimpanan dengan jangka waktu lama membutuhkan jerami amoniasi dengan kadar air sebanyak 20%. Penyimpanan dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga. Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh. Jerami amoniasi yang akan diberikan pada ternak dapat dicampur dengan molases (produk sampingan dari ekstraksi gula yang berasal dari tumbuhan) untuk meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi kandungan kandungan nitrogen non-protein pada urea.

Pada prinsipnya, metode perlakuan kimia amoniasi adalah sebagai berikut : (1) tingkat urea yang umum dipakai adalah 6 kg/100 kg bahan kering jerami atau berasal dari sekitar 400 kg jerami segar yang kemudian dikeringkan, (2) urea dicampur dengan 100 liter air sebelum disemprotkan pada jerami, dan (3) didiamkan dalam wadah yang tertutup selama 7 sampai dengan 21 hari sebelum siap diberikan kepada ternak.

Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih. Setelah itu, jerami yang telah terbungkus harus disimpan di tempat yang teduh dan terhindar dari air hujan. Supaya penggunaan gas amoniak oleh jerami optimal, maka di atas plastik pembungkus sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah.

Page 165: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Pada Tabel 45, tersaji beberapa macam metode pengolahan dengan amonia pada jerami atau hijauan kualitas rendah lainnya. Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati.

Tabel 45. Metode pengolahan dengan amonia untuk hijauan (roughage) kualitas rendah

Bentuk Amonia Prosedur Kondisi Optimum

Larutan dan Gas

Disusun dalam bentuk gunung, ditutup plastik dan dihembus/disuntik dengan amonia.

�–�,� % NH� berdasarkan berat kering. Kadar air ��–�0 %, dan lama pengeraman � – � minggu tergantung suhu.

Dibungkus plastik satu persatu dan diberi ammonia

�–�,� % NH� berdasarkan berat kering. Kadar air ��–�0 %, dan lama pemeraman � – � minggu tergantung suhu.

Gas Anhydrous

Dimasukkan dalam kotak atau ruangan terisolasi tanpa pemanasan

�–�,� % NH� berdasarkan berat kering. Kadar air ��–�0 %, dan lama pemeraman � – � minggu tergantung suhu.

Bahan dipotong, urea ditambahkan sebelum pellet

�–�,� % NH� berdasarkan berat kering. Kadar air ��–�0 %, dan lama pemeraman � – � minggu tergantung suhu.

Page 166: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Urea

Dimasukkan dlm silo atau keranjang bamboo

� % lar. Urea dicampur dengan bahan (� : �) selama � - � minggu

Bahan dipotong, urea ditambahkan sebelum pellet

� – � % lar. Urea pada suhu ��� 0C dan kadar air �� – �0 %

Urine Urine sebagai pengganti larutan urea dalam lubang

Jumlah berbanding bahan (� : �) tergantung jumlah N dalam urine

Ammonium karbonat/Hidrogen karbonat

Disusun dalam silo atau keranjang bamboo

Suhu �0 – ��0 0C

� % lararutan Amonium karbonat dengan bahan berbanding (� : �)

Proses penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan atau 30 hari. Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih. Jerami amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh karena itu, jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka terlebih dahulu agar bau amoniak dapat berkurang.

6.4.3. Perlakuan BasaPerlakuan basa dipandang sebagai perlakuan yang paling

efektif untuk meningkatkan kualitas jerami. Kerugiannya adalah adanya residu mineral natrium yang terlalu banyak akan dapat mengganggu keseimbangan mineral lainnya di dalam tubuh.

Sistem pengolahan jerami dengan menggunakan NaOH yang sudah umum digunakan adalah sebagai berikut ini.

Page 167: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

1. Metode pencelupan, yaitu NaOH disirkulasikan dengan cara hasil pencucian jerami yang sudah diberi NaOH digunakan lagi untuk pencelupan berikutnya. NaOH ditambahkan ke dalam jerami yang akan dibuat silase dengan kadar air 30 – 60 % atau dapat digunakan dengan konsentrasi NaOH yang lebih encer dalam waktu yang lebih lama dan

2. Metode penyemprotan, yaitu larutan NaOH pekat (20 – 30 %) disemprotkan ke dalam bahan. Pengepresan atau pemeletan setelah penambahan NaOH akan menaikkan suhu sehingga timbul reaksi antara bahan dengan NaOH. Konsentrasi NaOH yang digunakan berkisar antara 4 – 6 % dari total bahan kering jerami yang digunakan. Uraian lebih rinci tersaji pada Tabel 46.

Tabel 46. Metode pengolahan dengan NaOH untuk hijauan (Roughage) kualitas rendah

Tingkat Kadar Air Prosedur Kondisi Optimum

Perlakuan Basah

Direndam dengan larutan NaOH, kemudian dicuci

�,�– �,� % lar. NaOH direndam �� jam dan dicuci sampai netral

Dicelupkan dengan larutan NaOH, tanpa dicuci lalu disimpan

�,� % lar. NaOH, perendaman �/� - � jam waktu pematangan

Disemprot dengan larutan NaOH dalam ruangan

�,� kg lar. NaOH dan 0,� kg Ca(OH)� untuk tiap �00 kg jerami. Larutan disirkulasikan �-� jam dan disimpan selama �0 – �� jam.

Perlakuan setengah Basah

Dibuat silase dengan NaOH dalam silo

Kadar air �0 – �0 %, NaOH � – � % berat kering, kedap udara selama lebih dari � minggu

Page 168: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Perlakuan Kering

Bahan terurai disemprot dengan larutan NaOH dan diaduk rata

Lar. NaOH � % sebanyak �00 l untuk �00 kg bahan disimpan selama �� jam

Perlakuan diberikan ketika bahan dikumpulkan dan disemprot dengan NaOH

0,� – �,0 kg dari lar. NaOH �0 % untuk setiap bale berat �0 kg dan disimpan � minggu

Bahan direcah/dipotong dan disemprot dengan NaOH dalam mixer

��� kg lar. NaOH �� % untuk setiap � ton jerami

Bahan direcah, dicampur dengan NaOH dan dipanaskan �0-�00 0C.

��0-��0 liter lar. NaOH �� % untuk setiap ton bahan dan dibiarkan selama � hari.

Bahan dipotong atau digiling, dicampur dengan NaOH dan dipress atau dipellet.

Kondisi bervariasi. Lar. NaOH ��–�� % ditambahkan sehingga terdapat �-� % NaOH dalam bahan kering, dipress pada suhu �0-�0 oC.

Keuntungan metode perlakuan dengan kapur adalah relatif lebih murah jika dibandingkan dengan urea. Akan tetapi, kerugiannya meliputi kemungkinan sisa mineral kalsium yang masih tinggi dalam bahan/jerami, bila tidak dibilas dahulu dengan air, dan kendala lainnya yaitu membutuhkan banyak air.

Jerami yang mendapat perlakuan basa ini apabila diberikan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, maka harus ditambahi 2,5 % urea; 0,6 % kalium fosfat; 3 % mineral, dan 3 % molases dari berat jerami. Untuk keperluan produksi, maka perlu ditambahkan lagi suplemen yang lebih bergizi misalnya daun leguminosa pohon seperti lamtoro atau kaliandra segar.

6.4.4. Pengolahan FisikDari penelitian yang terbatas, jerami bagian atas relatif

lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan jerami bagian bawahnya. Pada prinsipnya, perlakuan secara fisik adalah untuk

Page 169: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

mengurangi ukuran panjang jerami dengan memotongnya; makin pendek makin mudah ternak untuk mengunyahnya. Namun, keleluasaan ternak untuk memilih bagian yang disukainya menjadi terbatas. Perlakuan fisik umumnya menyangkut penggunaan panas dan uap dengan ataupun tanpa tekanan.

Pucuk tebu sangat potensial untuk pakan ternak, karena tanaman tebu dipanen pada musim kamarau di mana pada saat itu produksi rumput rendah kuantitas dan kualitasnya. Produksi pucuk tebu mencapai 4 ton/hektar. Penggunaannya pada ternak dapat dalam bentuk segar, silase, wafer, maupun pellet.

Jerami pucuk tebu dapat disajikan dalam berbagai macam bentuk, antara lain, bentuk wafer dan pellet (Gambar 18). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi meningkat apabila jerami pucuk tebu diolah dalam bentuk wafer dan pellet jika dibandingkan dengan yang segar. Proses penghancuran atau pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan luas permukaan bahan, sehingga lebih mudah didegradasi oleh enzim pencernaan maupun mikroba dalam rumen.

Gambar 18. Daun pucuk tebu dalam bentuk silase, wafer, dan pellet

Soemarmi et al. (1989) melaporkan bahwa pemberian wafer pucuk tebu pada sapi Bali jantan ternyata memberikan

Page 170: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum yang paling baik bila dibandingkan dengan pemberian pucuk tebu segar, rumput gadjah segar, ataupun wafer rumput gajah. Lebih rinci hasil penelitian tersebut tersaji pada Tabel 47.

Tabel 47. Pengaruh pemberian wafer pucuk tebu terhadap pertambahan berat badan sapi Bali jantan

Variabel

Perlakuan

Pucuk Tebu segar

Wafer Pucuk Tebu

Rumput Gajah Segar

Wafer Rumput

Gajah

Pertambhn. berat badan (kg/ekor/hari) 0,�0 0,�� 0,�� 0,��

Konversi ransum 0,�� 0,�� 0,�� 0,��Sumber : Soemarmi et al. (1989)

6.4.5. Pengolahan Kombinasi (Fisika, Kimia, dan Biologis)Prinsip pengolahan kombinasi ini adalah penggabungan

tiga metode pengolahan, yaitu pemotongan atau penghancuran bahan (fisik), penambahan zat kimia seperti urea (kimia), dan penambahan mikroba (biologis). Pengolahan biologis ini dilakukan dengan menginkubasikan mikroorganisme yang secara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat kepada ternak yang memakan bahan yang telah diinkubasi dengan mikroorganisme tersebut.

Pada Tabel 48, tersaji daya cerna bahan organik jerami barley yang diberi berbagai macam perlakuan. Tampaknya, daya cerna bahan organik tertinggi diperoleh pada perlakuan perendaman dan fermentasi.

Page 171: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Tabel 48. Daya cerna bahan organik jerami barley yang diberi berbagai macam perlakuan

Perlakuan Daya cerna Bahan Organik (%)

Jerami tanpa perlakuan ��,�Jerami + urea saat pemberian pakan ��,0Jerami dengan perlakuan urine ��,�Jerami + urine + bungkil kedelai (urease) ��,�Jerami perlakuan urea (NH�) ��,�Jerami + urea (NH�) + bungkil kedelai ��,0Amonia anhydrous, ditumpuk ��,�Ammonia anhydrous ditumpuk dan udara dikeluarkan sebelum amonia ��,�

Amonia anhydrous dioven ��,�Larutan amonia ditumpuk ��,0NaOH… perlakuan kering (NaOH � %) ��,�NaOH… perlakuan kering, giling, pelet (� % NaOH) ��,�Metode Bechman (pencelupan/direndam) ��,�Perlakuan Basah ��,�

Pada sistem pengolahan biologis, semuanya sangat ditentukan oleh jasa mikroorganisme. Keberhasilan pengolahan ini sangat tergantung dari jenis mikroba yang digunakan sebagai inokulan dalam pengolahan. Umumnya, pengolahan dengan menggunakan jasa mikroba lebih dikenal dengan istilah white rot fungi. Permasalahan utama di sini adalah penggunaan mikroba yang cocok dalam mencerna lignin tanpa banyak berpengaruh pada hemiselulosa dan selulosa, karena selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna dalam rumen.

Pengolahan kombinasi pada saat ini yang terkenal adalah teknik fermentasi (suhu, air, substrat, dan waktu), sehingga mikroba dapat bekerja. Perlakuan pendahuluan seperti pengukusan, alkali, dan asam kadang-kadang harus dikerjakan untuk hasil yang optimal.

Pengawetan hijauan makanan ternak (HMT) dengan ensilase

Page 172: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ternyata memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pengeringan (kerusakan protein dan vitamin lebih rendah) dan juga tidak tergantung kepada musim. Proses ensiling melibatkan kegiatan bakteri asam laktat (BAL) dari senyawa gula. Asam laktat yang berfungsi sebagai pengawet (pH rendah) dapat mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba pembusuk.

6.4.6. Metode SuplementasiRansum yang berbahan dasar jerami saja dengan atau

tanpa perlakuan tidak cukup untuk memenuhi hidup pokok ternak. Oleh sebab itu, perlu ditambahkan suplemen ke dalam ransumnya. Tambahan tersebut harus mengandung zat pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Jumlah suplemen dalam ransum biasanya sekitar 25%. Respon penambahan suplemen dapat dilihat dari peningkatan jumlah jerami yang dikonsumsi dan pada akhirnya dapat dilihat dari perbaikan produksi ternak misalnya pertambahan bobot badannya. Bagi ransum dengan bahan dasar jerami, dikenal tiga bentuk cara penambahan sebagai berikut ini. 1. Suplementasi nitrogen non– protein (NPN). Seperti telah

diketahui, sekitar 30 % kebutuhan nitrogen ransum dapat berasal dari NPN, seperti urea atau biuret yang diperkaya dengan mineral lain dan tetes. Sisanya harus berasal dari bahan nabati atau hewani.

2. Suplementasi konsentrat. Konsentrat mengandung kadar protein nabati dan hewani yang cukup tinggi. Oleh karena itu, harganya juga relatif mahal sehingga umumnya hanya diberikan pada ternak sapi perah.

3. Suplementasi hijauan. Hijauan segar dalam jumlah terbatas dapat berfungsi sebagai pakan penambah yang memberikan sumber vitamin dan mineral tertentu. Hijauan ini termasuk “rumput alam” yang terdiri atas berbagai jenis rumput dan leguminosa. Daun leguminosa pohon seperti lamtoro, turi, dan gliricidia merupakan contoh pakan yang kaya akan protein.

Page 173: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

6.4.7. Pemanfaatan Jerami pada Integrasi Usahatani dengan Ternak Dalam Mendukung Peternakan Berwawasan Lingkungan

Para petani secara tradisional telah mengetahui dan memanfaatkan jerami padi untuk pakan sapi, dan juga pemanfaatan kotoran dari kandang (kotoran sapi dan sisa pakan) untuk kompos. Akan tetapi, semuanya ini dilakukan tanpa ada upaya peningkatan kualitas sebagai pakan atau kualitas sebagai pupuk dan aplikasinya yang tidak ada patokan bakunya.

Jerami padi mempunyai potensi besar sebagai pakan ternak ruminansia, terutama sebagai sumber serat. Ketersediaan jerami padi cukup luas di berbagai daerah di Indonesia, dengan jumlah yang melimpah. Akan tetapi, kualitas gizinya rendah, yang ditandai dengan rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan silika dan lignin, sehingga mengakibatkan rendahnya kecernaan jerami padi. Berbagai perlakuan untuk meningkatkan mutu jerami padi telah dilakukan.

Pada umumnya, peternak di daerah Asia Tenggara lebih suka perlakuan jerami padi dengan urea, karena dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan kecernaan, serta mudah dilakukan. Berbagai penelitian tentang pemanfaatan jerami padi dengan suplementasi sisa hasil industri pertanian, maupun dengan hijauan leguminosa segar telah dilakukan untuk pakan ternak ruminansia kecil. Untuk menggantikan rumput segar, jerami padi dapat digunakan sampai sekitar 10 %. Akan tetapi, bila digunakan bersamaan dengan konsentrat, maka jerami padi dapat menggantikan rumput sampai sekitar 30 % untuk kambing dan domba.

Kegiatan pembangunan peternakan perlu memperhatikan daya dukung dan kualitas lingkungan. Usaha peternakan ternak ruminansia dengan skala besar dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum dilakukan

Page 174: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dengan baik. Akan tetapi ,kalau dikelola dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di sekitarnya.

Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimalisasi limbah ternak. Limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat, cair, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Salah satu upaya untuk menanggulangi limbah adalah dengan mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, dan budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Integrasi antara usahatani dengan ternak tersaji pada Gambar 19.

Gambar 19. Konsep dasar pemanfaatan jerami

Page 175: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Bagan alir tersebut menunjukkan bahwa semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan seperti daging, susu, feses, urine, sisa pakan, pupuk organik, ikan, dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat dimanfaatkan dengan baik untuk masing-masing cabang usahatani serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun cair dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Limbah padat diproses menjadi pupuk organik yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahaan atau di lahan kering, sehingga lahan di samping memberikan hasil utama, juga menghasilkan jerami yang dapat diproses sebagai pakan sapi.

Dalam proses ini, ternak tidak akan kekurangan pakan karena ketersediaan jerami terjamin sepanjang tahun dan jerami dapat diberikan secara terus menerus. Peningkatan kualitas jerami dilakukan dengan penerapan teknologi pakan. Kolam ikan di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian, tidak ada limbah yang terbuang langsung ke lingkungan.

Untuk menciptakan sistem terpadu ini, maka diperlukan suatu teknologi yang tepat guna terutama teknologi pengolahan pakan yang efektif untuk dapat mengubah limbah pertanian menjadi sumber daya (feed) dan efisiensi pemanfaatannya terhadap ternak. Di samping itu, juga untuk mengubah limbah peternakan menjadi sumberdaya (kompos) dan pemanfaatannya untuk sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, maupun untuk budidaya perikanan.

Limbah yang dibuang ditampung terlebih dahulu dan diolah kembali sehingga memiliki nilai ekonomis. Pengolahan kembali menghasilkan nilai tambah dan dapat menghemat biaya pengendalian pencemaran. Peralatan yang lebih baik akan menciptakan proses yang lebih baik, sehingga zat pencemar yang terbuang lebih sedikit. Begitu pula penggunaan zat kimia yang dapat disubstitusi dengan bahan lain yang lebih kecil risikonya. Penggunaan teknologi yang tepat dapat mensubstitusi bahan

Page 176: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

baku untuk mengurangi bahan pencemaran.Pada proses produksi, masih perlu dipertimbangkan bahan

buangan, reaksi kimia, fisika, dan biologi yang terjadi dalam proses. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya teknologi pengolahan limbah yang mengandung prinsip murah dan efisien, tersedia secara terus menerus, pengoperasiaannya sederhana, dan biaya pemeliharaannya rendah. Dalam hal ini, introduksi teknologi pengolahan pakan sangat diperlukan agar limbah sebagai hasil sampingan yang dapat mencemari lingkungan di sekitarnya dapat diolah dan dimanfaatkan kembali secara maksimal sebagai pakan alternatif bagi ternak.

Model mengenai introduksi teknologi pengolahan pakan dalam sistem terpadu antara pertanian dan usaha peternakan tersaji pada Gambar 20.

Gambar 20. Model introduksi teknologi pengolahan pakan dalam sistem terpadu antara pertanian dengan usaha peternakan

Page 177: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Dari Gambar 20 tersebut, terjadi hubungan yang sinergis dan menguntungkan antara pertanian dan usaha peternakan. Usaha peternakan yang menghasilkan limbah, baik berupa feses, urin, sisa pakan, dan sebagainya didaur ulang kembali menjadi pupuk organik. Dengan adanya daur ulang tersebut, diharapkan dalam sistem tersebut tidak akan ada energi yang terbuang, dan limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir dengan melakukan pengolahan sehingga dapat dimanfaatkan kembali untuk sistem yang ada di dalamnya.

Page 178: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 179: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

7.1 Hijauan untuk Pakan

Akhir-akhir ini penggunaan hijauan dalam ransum unggas sudah jarang digunakan, walaupun beberapa

industri pakan masih menggunakan daun turi dan sejenisnya dalam ransum komersialnya. Penggunaan hijauan ini dalam penyusunan ransum unggas maksimal 4 %, sedangkan untuk ternak ruminansia dapat diberikan 100 %. Terbatasnya jumlah pemberian untuk ternak nonruminansia disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar pada hijauan.

Pakan hijauan dalam penyusunan ransum unggas sangat penting sekali artinya. Di samping sebagai sumber protein, vitamin, zat warna, dan mineral, hijauan juga mengandung senyawa fitokimia. Senyawa fitokimia merupakan bahan organik sekunder yang dihasilkan melalui reaksi sekunder dari bahan organik primer, seperti karbohidrat, protein, dan lemak (Santoso, l993). Umumnya yang sering digunakan adalah Leucaena glauca L., Pennisetum purpureum, Desmodium intortum, daun pisang terolah, Bambusa vulgaris, Leuchaena mexicana, dan Euphorbia lancifolia.

VII. PAKAN TERNAK ALTERNATIF

Page 180: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

7.1.1. Senyawa Fitokimia pada HijauanFitokimia (phytochemical) berasal dari kata phyto yang berarti

tumbuhan dan chemical berarti zat kimia. Jadi phytochemical berarti zat kimia yang berasal dari sumber nabati yang mempunyai fungsi faali luar biasa (Karyadi, l997). Dilaporkan juga bahwa senyawa fitokimia tidak termasuk ke dalam zat gizi, karena bukan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Menurut struktur kimiawi dan karakteristik fungsionalnya, yang termasuk senyawa fitokimia adalah: karotenoid, fitosterol, saponin, glukosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, dan asam fitat (Harbone, l987).

Kombinasi senyawa fitokimia di dalam tubuh ternyata dapat menghasilkan berbagai enzim yang berfungsi untuk menangkal racun, merangsang sistem kekebalan, mencegah penggumpalan keping-keping darah (trombosit), menghambat sintesis kolesterol, meningkatkan metabolisme hormon, pengenceran dan pengikatan zat karsinogen dalam usus, efek antibakteri, efek antivirus, antioksidan, mengatur gula darah, dan antikanker (Karyadi, l997).

Kandungan bahan alami dari tumbuhan berkhasiat adalah bahan organik sekunder yang dihasilkan melalui reaksi sekunder dari bahan organik primer, seperti karbohidrat, protein, dan lemak (Santoso, l993). Dilaporkan juga bahwa bahan organik sekunder dikenal juga sebagai metabolik sekunder yang menurut garis besarnya dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) fenolik, (2) alkaloid, dan (3) terpenoid, serta pigmen dan porfirin termasuk di dalamnya. Menurut Sumarno (l992), metabolit sekunder dibedakan menjadi golongan antibiotik, alkaloid, glikosid, steroid, dan terpenoid.

7.1.2. Khasiat Fitokimia pada TernakHasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa

senyawa fitokimia sulfida pada daun bawang putih, pada tingkat penggunaan 6 % dalam ransum itik, secara nyata dapat

Page 181: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, dan menurunkan kolesterol daging, serta perlemakan tubuh itik (Bidura dan Suwidjayana, l998).

Menurut Harbone (l987), metabolit sekunder berperan sebagai obat, racun, narkotik, dan stimulan bagi hewan yang mengkonsumsinya serta sebagai pengawet produk hewani. Namun, bagi tumbuhan sendiri, bahan organik sekunder misalnya steroid dan terpenoid merupakan senyawa pengatur tumbuh, pigmen pembantu pada proses fotosintesis, dan sebagai pemberi bau wangi yang khas. Alkaloid dan tanin berfungsi sebagai penolak predator tumbuhan dan flavonoid sebagai pengatur tumbuh, zat warna, dan pertahanan terhadap penyakit.

Tanin dapat dijumpai di beberapa bagian tumbuhan terutama dalam daun, periderm, buah muda, dan jaringan pada kulit biji yang terserang patogen. Diduga tanin berfungsi untuk melindungi tumbuhan terhadap dehidrasi, proses pembusukan, serta perusakan hewan. Secara mikroskopis, senyawa itu biasanya tampak sebagai massa granula atau benda-benda berwarna kuning, merah, atau coklat (Sumarno, l992).

7.2. Duckweed (Lemna minor) Dukweed (Lemna minor) merupakan tanaman kecil yang

dapat tumbuh dengan cepat di atas air ataupun pada permukaan tanah basah, di hampir semua wilayah Indonesia. Tanaman ini sangat toleran terhadap stress akan zat-zat makanan dan sangat tahan terhadap serangan penyakit (Leng et al., 1995).

Pada Gambar 21, tersaji bentuk fisik tanaman dukweed (Lemna minor) yang pertumbuhan begitu cepat, sehingga dalam beberapa minggu saja sudah menutupi semua permukaan air sawah.

Page 182: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Gambar 21. Tanaman Dukweed (Lemna minor) bahan pakan alternatif sumber protein

Journey et al. (l991) melaporkan bahwa pada kondisi yang sesuai, duckweed mampu tumbuh jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan tanaman tinggi lainnya dan mampu berproduksi 80 ton bahan kering/ha/tahun. Dilaporkan juga bahwa kandungan zat makanannya sangat tinggi khususnya protein, asam amino lysin, dan karotennya. Menurut Hillman dan Culley (l978), kandungan asam amino pada duckweed jauh melebihi kandungan asam amino pada protein nabati lainnya, dan komposisi asam aminonya menyerupai asam amino pada protein hewani.

Men et al. (2001) melaporkan bahwa duckweed mengandung 4,70 % bahan kering, 38,60 % protein kasar, 9,80 % lemak kasar, 8,70 % serat kasar, 19,00 % abu; 0,71 % Ca, 0,62 % P total, 4,92 % K, 0,14 % Na; 0,27 % Fe, 1723 mg/kg Mg, 75 mg/kg Zn, 20 mg/kg Cu, 2,40 % lysin, 3,00 % leusin, 1,50 % treonin, 1,20 % metionin, dan energi metabolis 9,80 ME Mj/kg, serta kandungan karoten sebanyak 1025 mg/kg.

Menurut Becerra (l994), tanaman duckweed mengandung protein 26,30 % dan serat kasar 11,00 %. Menurut Islam et al.

Page 183: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

(l997), duckweed mengandung 20,27 % protein, 12,07 % serat kasar, 2,00 % ekstrak eter, 31,20 % abu, 24,76 % NFE, 1,40 % lysin, 0,32 % metionin, 2,58 % Ca, dan 0,17 % P serta energi termetabolisnya 1302 kkal/kg.

Pada Tabel 49 dan 50, disajikan hasil penelitian Bidura dan Puger (2003) yang menunjukkan bahwa penggunaan 3 – 6 % tepung daun duckweed dalam ransum nyata meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada itik Bali jantan.

Tabel 49. Pengaruh penggunaan tepung daun duckweed dalam ransum terhadap penampilan itik Bali jantan umur 0 – 8 minggu

Variabel

Tepung daun Duckweed

0 % � % � %

Berat badan akhir (g) ����,�0 ��0�,�� ����,��

Pertambahan berat badan (g) ����,�0 ����,�� ����,��

Konsumsi ransum (g) ��0�,�� ����,�� ����,��

Konsumsi lysin (g) ��,�� ��,�� ��,��

Feed Conversion Ratio (FCR) �,�� �,�� �,��

Sumber : Bidura dan Puger (2003)

Menurut Mbagwu dan Adeniji (l988) dalam Islam et al. (l997), kandungan protein pada duckweed cukup tinggi yaitu 35 % dan serat kasarnya berkisar antara 5 – 15 % tergantung dari spesiesnya.

Mean et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian duckweed dalam ransum nyata meningkatkan warna kulit dan warna lemak tubuh menjadi oranye ke kuning-kuningan. Hal tersebut disebabkan karena adanya karoten yang sangat tinggi pada duckweed. Karoten dicerna dan disimpan dalam tubuh tanpa menimbulkan efek negatif bagi itik. Warna karkas menjadi lebih kuning dan warna yang demikian itu sangat disukai oleh konsumen.

Page 184: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dilaporkan oleh Syamsuhaidi (l997) bahwa penggunaan duckweed dalam ransum ayam broiler ternyata tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol plasma dan daging ayam.

Tabel 50. Pengaruh penggunaan tepung daun duckweed dalam ransum terhadap bobot dan komposisi fisik karkas itik Bali jantan umur 0 – 8 minggu

VariabelLevel Daun Duckweed

0 % � % � %Berat karkas (g) �0�,��b ���,��a ���,��a

Persentase karkas (%) ��,��b �0,�0a �0,��a

Komposisi fisik karkas (g/�00 g berat karkas)

• Daging ��,�0b ��,��a ��,��a

• Tulang ��,��a ��,��a ��,��a

• Lemak subkutan + kulit ��,��a ��,��b ��,��b

Lemak abdomen (g/�00 g Brt. Badan) 0,��a 0,��b 0,��b

Sumber : Bidura dan Puger (2003)

Men et al. (2001) menyatakan bahwa apabila tanaman duckweed dipelihara dan dipanen sendiri, maka penghematan pengeluaran biaya produksi untuk protein dapat mencapai 48 %. Pemberian duckweed segar secara ad libitum pada itik ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot karkas, berat daging dada, dan paha atas, serta organ dalam. Dilaporkan juga bahwa duckweed ternyata dapat menggantikan penggunaan bungkil kacang kedelai dan vitamin-mineral-mix dalam ransum basal (beras pecah) untuk itik fase pertumbuhan.

7.3. Kayu Apu (Pistia stratiotes)Tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan salah satu

dari tumbuhan air yang tersebar luas di semua benua kecil Eropa dan Amerika. Kayu apu berperan sebagai penghasil hijauan yang mampu mengikat energi matahari sebagai bahan mahluk lainnya, membantu peredaran udara dalam air melalui proses fotosintesis,

Page 185: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

membantu pengendapat bahan-bahan yang terbawa oleh air, dan juga dapat menyerap kelebihan zat hara yang dapat menyebabkan pencemaran air.

Tanaman kayu apu termasuk dalam family Lemnaceae sub family Araceae, tidak mempunyai batang, bentuk daun lebar memanjang dengan jumlah 3 – 7 helai. Kayu apu berkembang biak dengan stolon dan berproduksi dengan biji (Gerlack, 1997). Kayu apu merupakan tanaman air yang kandungan proteinnya tinggi, yaitu 37,60 %, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak sebagai bahan pakan sumber protein. Hasil analisis kandungan zat makanan pada tepung daun kayu apu yang bersumber dari sawah adalah sebagai berikut : protein kasar 14,00 %; serat kasar 19,71 %; lemak kasar 1,54 %; abu 19,70 %; dan kandungan energi termetabolinya 1444,47 kkal/kg bahan (Sumaryono, 2003).

Dilaporkan oleh Syamsuhaidi (1997) bahwa kayu apu yang tumbuh di sawah mempunyai kandungan nutrisi cukup bagus, yaitu mengandung 25,76 % protein kasar, 11,08 % serat kasar, 3,17 % lemak kasar, 0,94 % kalsium, 0,33 % fosfor tersedia, 0,94 % lysin, 0,35 % metionin, dan kandungan energi termatabolisnya sebesar 1973,83 kkal/kg bahan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumaryono (2003) menunjukkan bahwa tepung daun apu dapat digunakan dalam ransum ayam kampung sampai level 10 % karena tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum. Pada level 20 % dan 30 %, penggunaan kayu apu dalam ransum menurunkan penampilan ayam kampung. Penggunaan kayu apu dalam ransum ayam sangat baik digunakan apabila bertujuan untuk menekan perlemakan tubuh ayam.

7.4 Daun Asam (Tamarindus indica L) Asam dan nama ilmiahnya Tamarindus indica L. merupakan

anggota Tamarindus, suku Fabaceae, bangsa Rosales, divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledoneae (Tjitrosoepomo, l99l).

Page 186: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Dilaporkan oleh Kriswiyanti et al. (l997) bahwa di Bali khususnya, daun asem digunakan sebagai bumbu masak dengan bau khas asam. Hasil analisis menunjukkan bahwa golongan senyawa kimia yang terdapat pada daun asam adalah alkaloid, sterol, quinon, flavonoid, saponin, dan tanin.

Tabel 51, tersaji pemberian ekstrak daun asam (perlakuan B) dan ekstrak daun katuk (perlakuan C) melalui air minum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan serta menurunkan persentase lemak abdominal dan kadar kolesterol plasma darah ayam broiler jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu ayam yang diberi air minum tanpa ekstrak daun asam maupun daun katuk (perlakuan A).

Metode yang digunakan oleh Bidura dan Candraasih (2004) dalam pembuatan ekstrak daun katuk dan daun asam adalah sebagai berikut : daun asem yang dipergunakan adalah daun asem (Tamarindus indica L.) dan daun katuk (Sauropus androgynus) lokal setempat yang sudah tua (warna hijau sampai kuning). Kedua daun tersebut kemudian dihancurkan di dalam air minum biasa untuk mendapatkan ekstraknya dengan perbandingan 300 g daun dalam satu liter air minum. Selanjutnya bahan tersebut diberikan langsung pada ayam.

Tabel 51. Pengaruh pemberian ekstrak daun asam dan ekstrak daun katuk melalui air minum terhadap pertambahan berat badan, lemak abdominal, dan kolesterol total plasma ayam broiler umur 2 – 6 minggu

Variabel

Perlakuan

A B C

Konsumsi ransum (g/ekor/� minggu) ����,0 ���0,� ����,�Konsumsi lysin (g/ekor) �0,�� ��,�� ��,��Berat badan akhir (g/ekor) ����,�� ����,00 ����,��Pertamb. bert. badan(g/ekor/� minggu) ����,�� ����,�� ����,��Abdominal-fat (% berat badan) �,�� �,�� �,��Kolesterol plasma (mg/dl) ���,00 ���,�� ���,��

Sumber : Bidura dan Candraasih (2004)

Page 187: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun asam melalui air minum dapat meningkatkan pertambahan berat badan ayam jika dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya, pemberian tersebut secara signifikan menurunkan jumlah lemak abdomen dan kadar kolesterol darah ayam (Bidura et al., 2004).

7.5. Daun katuk (Sauropus androgynus)Tanaman katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman

obat-obatan yang mempunyai zat gizi tinggi, mengandung zat antibakteri, serta tidak berbahaya bagi kesehatan (Gambar 22). Menurut Anon. (l995) dalam Santoso (2000), daun katuk mengandung vitamin A dalam bentuk karoten sebanyak 10020 ug, dan vitamin C 1164 mg, serta mineral 334,5 mg, protein kasar 6,4 %, dan energi 59 kalori dalam 100 g daun katuk. Lebih lanjut Sartini (l996) yang dikutip oleh Santoso (2000) melaporkan bahwa daun katuk mengandung kadar air 10,8 %, bahan kering 89,18 %, protein kasar 15,02 %, lemak kasar 20,08 %, serat kasar 31,19 %, dan abu 12,71 %.

Gambar 22. Tanaman katuk (Sauropus androgynus) berkhasiat sebagai antibakteri dan menurunkan akumulasi lemak tubuh ayam

Page 188: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Pemberian tepung daun katuk tua sebesar 3 % dalam ransum ternyata dapat menurunkan akumulasi lemak dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum tanpa menurunkan berat badan ayam. Demikian juga halnya, pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 4,5 g/liter air minum ternyata dapat menurunkan akumulasi lemak dalam tubuh, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, serta menurunkan jumlah Salmonella sp., dan E. coli pada daging ayam (Santoso, 2000).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidura et al. (2004), dilaporkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk melalui air minum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan serta menurunkan lemak abdomen dan kadar kolesterol plasma darah ayam broiler umur 2 – 6 minggu.

Untuk tujuan menekan jumlah Salmonela sp dan E. coli dalam feses ayam, dapat dilakukan dengan pemberian ekstrak daun katuk (proses etanol) pada dosis 1,8 g/kg ransum. Lebih lanjut, untuk menurunkan kadar ammonia dan produksi nitrogen feses, dapat dilakukan dengan pemberian ekstrak daun katuk pada level 9g/kg ransum (proses EDK-air panas) atau 0,9 g/kg ransum EDK-metanol (Santoso, 2005).

Pemberian ekstrak daun katuk melalui ransum secara nyata dapat meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan seperti Lactobacillus sp. dalam feses ayam. Pemberian ekstrak daun katuk melalui ransum ternyata dapat berfungsi sebagai antibakteri dan menekan bau kandang, sehingga penampilan ternak yang diberi daun katuk dapat meningkat (Santoso, 2000).

7.6. Daun Avokad (Persae americana Mill)Tanaman advokad (Persae americana Mill) merupakan family

dari Lantaceae dan Genus Persae. Daun avokad dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber hijauan dalam ramsum ternak monogastrik. Hijauan ini banyak mengandung lemak terutama lemak tak jenuh, lesitin, fitosterol, vitamin A, B, D, dan E yang berperan dalam menurunkan kolesterol.

Page 189: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun avokad adalah saponin, alkaloida, flavonoida, tanin, dan niasin. Niasin merupakan salah satu koenzim yang sangat berguna dalam proses percernaan zat makanan.

Wahyuningsih (2001) melaporkan bahwa daun advokad mengandung: 10,50% protein kasar, 4,38 % lemak kasar, 26,33 % serat kasar, 1,55 % Ca, 0,76 % P, dan energi termetabolisnya 2694 kkal/kg bahan serta kandungan taninnya tinggi, yaitu sebesar 6,32 %. Menurut Cheeke dan Shull (l985), tanin dalam bahan makanan mempunyai aktivitas biologis yang dapat mengurangi kualitas nutrisi, yaitu dapat menurunkan bioavailabilitas protein dan karbohidrat. Lebih lanjut, dilaporkan juga oleh Wahyuningsih (2001) bahwa penggunaan tepung daun advokad dalam ransum pada level 2,91 % dapat direkomendasikan, karena memberikan efisiensi penggunaan ransum yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol. Namun, penggunaan pada level 5 – 8,26 % ternyata menurunkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum ayam broiler.

7.7. Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)Tepung daun lamtoro dapat digunakan sebagai sumber

protein nabati yang cukup baik. Kandungan xantofilnya cukup tinggi, yaitu 660 ppm sedangkan jagung kuning sendiri mengandung xantofil sebesar 20 ppm. Ini berarti bahwa penggunaan tepung daun lamtoro dalam ransum sangat tepat apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan warna kuning pada kaki, kulit, dan kuning telur ayam. Sebelum digunakan dalam penyusunan ransum, tepung daun lamtoro harus dikeringkan untuk menghilangkan senyawa mimosin, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kerontokan bulu unggas.

Penggunaan daun lamtoro sebagai campuran hijauan makanan ternak ruminansia sudah umum dilakukan. Akan tetapi, pemberiannya tidak boleh berlebihan. Hal ini disebabkan karena sering dijumpai terjadinya kerontokan bulu pada ternak kambing

Page 190: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

yang diberikan daun lamtoro segar secara berlebihan.

7.8. Daun Mengkudu (Morinda citrifolia)Mengkudu atau Noni (Morinda citrifolia) merupakan

tumbuhan asli Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat, yaitu pada umur 1,5 – 2 tahun sudah dapat menghasilkan buah pertama. Tanaman itu terus berproduksi sepanjang tahun tanpa mengenal musim.

Dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2005) bahwa tepung buah mengkudu mengandung: 87,10 % BK; 9,02 % protein kasar; 2,65 % lemak kasar; 24,99 % serat kasar; 4383,46 kkal/kg GE; dan energi termetabolis sebesar 3117,28 kkal/kg bahan (berdasarkan perhitungan menurut NRC, 1994 yaitu 0,725 x GE).

Penggunaan tepung buah mengkudu sampai level 10 % belum berpengaruh terhadap bobot potong dan bobot karkas broiler. Namun, direkomendasikan penggunaannya sampai level 5 % karena di atas 5 % (7,5 – 10 %) ada kecendrungan terjadi penurunan berat karkas.

Bangun dan Sarwono (2002) menyatakan bahwa zat antibakteri yang terkandung dalam buah mengkudu antara lain Antrakuinon, acubin, dan alizarin. Zat-zat ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah pencernaan, seperti radang saluran pencernaan. Selain mengandung zat aktif tersebut, buah mengkudu juga mengandung zat nutrisi dan energi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, xeronin, dan prekursor xeronin (proxeronin). Proxeronin akan diubah menjadi xeronin di dalam usus oleh enzim proxeronase dan zat lain. Selanjutnya, xeronin akan diserap oleh sel tubuh guna mengaktifkan protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk sel yang tidak aktif. Dilaporkan juga bahwa mengkudu berkhasiat sebagai antibakteri (Leach et al., 1988).

7.9. Rumput Laut (Gracillaria sp) Rumput laut (Gracillaria sp) sudah banyak dibudidayakan

di Bali dan merupakan bahan pakan berkualitas protein tinggi

Page 191: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

karena kandungan asam amino esensialnya yang tinggi. Rumput laut atau nama daerahnya “bulung sangu” mengandung asam amino lisin 2,71 %, metionin 0,73 %, dan triptofan 1,04 % dari bahan keringnya (Pond dan Manner, 1974). Dilaporkan juga bahwa rumput laut mengandung energi termetabolis sebesar 1614 kkal/kg, protein kasar 13,80 %, serat kasar 5,61 %, kalsium 1,96 %, dan fosfor 0,36 %. Kelebihan lain yang dimiliki rumput laut adalah tingginya kandungan serat terlarut (agar), yaitu 42 % yang sangat penting artinya dalam mencegah kegemukan dan risiko terkena penyakit jantung koroner (karena kolesterol tinggi).

Rumput laut sebenarnya merupakan istilah yang kurang tepat, kalau yang dimaksud itu adalah seaweed (dalam bahasa Inggris). Padahal rumput laut sebenarnya adalah alga laut benthik dan sama sekali tidak tepat kalau digolongkan graminae. Sekarang, rumput laut dikaji dalam satu kelompok ilmu tersendiri yakni Algology atau Phycology, yaitu ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan alga.

Hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Pond dan Maner (1974) dikutip oleh Sutji (1985) menunjukkan bahwa rumput laut mengandung ME 1614 kkal/kg, protein kasar 13,86 %, serat kasar 5,61 %, ester ekstrak 0,28 %, bahan ekstrak bebas N 38,52 %, kalsium 1,96 % dan fosfor 0,36 %.

Dihubungkan dengan sifat hipokolesterolemik, ada tiga komponen yang dikandung oleh rumput laut.1. Algin, sering juga disebut asam alginik, yaitu suatu senyawa

yang berbentuk getah selaput (membran mucilage). Algin dalam bentuk garam disebut alginat. Garam alginat ini ada yang larut dalam air dan ada yang tidak larut dalam air. Alginat yang larut dalam air, misalnya sodium alginat dan potasium alginat, sedangkan yang tidak larut dalam air, yaitu kalsium alginat.

2. Agar-agar, merupakan ester dari galaktan linier, yang tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Agar-agar termasuk dalam komponen karbohidrat.

Page 192: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

3. Karagenan, ada dua bentuk yaitu kappa karagenan dan iota karagenan. Karagenan dihasilkan oleh rumput laut dari kelompok Rhodophyceae. Komponen tersebut mampu mengikat lemak dan mineral dalam saluran pencernaan sehingga mengurangi penyerapan (Stanogias et al., 1994).

Kelley dan Tsai (1978) yang melakukan penelitian pada tikus dengan menambahkan agar-agar 5 % dalam ransumnya melaporkan bahwa kandungan kolesterol dalam serum tikus menurun. Serum tikus kontrol mengandung kolesterol 110 mg/dl, sedangkan yang diberi perlakuan agar-agar mrnurun menjadi 108 mg/dl. Dijelaskan bahwa karbohidrat komplek seperti pektin dan agar-agar menghambat penyerapan kolesterol karena kemampuannya mengikat kolesterol dalam saluran pencernaan.

Bagiada (1986) meneliti pengaruh substitusi ransum tradisional dengan rumput laut 7 % terhadap kadar kolesterol serum dan daging babi Bali. Dilaporkan bahwa kelompok babi yang mendapat substitusi rumput laut, rataan kadar kolesterol serumnya adalah 96,15 mg/100 ml, sedangkan yang kontrol 103 mg/100 ml. Kadar kolesterol dalam daging pada kelompok kontrol 60,90 mg %, sedangkan kelompok babi yang diberi rumput laut 56,08 mg %. Rendahnya kadar kolesterol serum dan daging pada kelompok yang diberi substitusi rumput laut diduga karena rumput laut yang kandungan asam amino triptopan dan serat kasar cukup tinggi itu mampu mengaktifkan bakteri pada usus bagian bawah yang dapat mengubah kolesterol menjadi koprostanol. Selanjutnya, koprostanol dikeluarkan bersama feses. Dengan demikian, kolesterol yang kembali ke darah lewat sistem enterohepatik akan berkurang dan hiperkolesterolemi dapat dikurangi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budaarsa (1997) menunjukkan bahwa pemberian rumput laut pada babi ternyata dapat menurunkan komponen lemak tubuh pada babi. Babi yang mendapat ransum tanpa rumput laut komponen lemaknya

Page 193: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

adalah 39,48 % dari bobot karkas (Tabel 52), sedangkan pada babi yang diberi ransum 5 % dan 10 % rumput laut masing-masing 38,14 % dan 37,38 %. Penurunan komponen lemak disebabkan oleh adanya penghambatan penyerapan lemak oleh komponen serat yang terkandung dalam rumput laut. Getah empedu yang berperan penting dalam proses penyerapan lemak bisa menbentuk ikatan dengan algin dari rumput laut sehingga kelarutan lemak menurun.

Tabel 52. Komponen karkas dan kadar kolesterol daging babi yang diberi rumput laut

VariabelLevel Rumput laut dalam Ransum

0 % � % �0 %

Bobot karkas(kg) ��,�0a ��,0�a ��,0a

Daging (kg) ��,0�a ��,� a ��,�0a

Tulang (kg) �.�0a �,��a �,�0a

Lemak (kg) �0,��a �0,��a ��,��a

Kolesterol daging mg/�00g �0�,00a* ���,�0b* ���,�0c*

Keterangan: Sumber (Budaarsa, 1997)* Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama, berbeda

nyata (P<0,05)

Serat terlarut yang terdapat dalam rumput laut menurunkan kecernaan ransum terutama lemak dan kolesterol. Adanya serat akan menghasilkan asam lemak mudah menguap (asam asetat, propionat, dan butirat) dalam sekum, kemudian asam lemak tersebut terutama propionat setelah diserap akan menekan kerja enzim HMG-KoA reduktase, salah satu enzim utama dalam biosintesis kolesterol.

Hasil penelitian Bidura dan Ramia (2004) menunjukkan bahwa pemberian rumput laut sebagai sumber serat terlarut dalam ransum itik pada tingkat 6 % ternyata menurunkan pertambahan berat badan itik, tetapi secara meyakinkan dapat mengurangi

Page 194: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

penimbunan lemak tubuh. Kandungan agar (serat terlarut) dalam rumput laut yang

tinggi, yaitu 42 % ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini dilaporkan oleh Supadmo dan Sutardi (l997); peningkatan kandungan agar dalam ransum ternyata tidak mempengaruhi berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam, tetapi kadar kolesterol dalam ekskreta meningkat. Dilaporkan juga bahwa penggunaan serat akan menunjukkan responnya, khususnya pada ternak unggas yang sedang tumbuh (starter – grower), karena serat sangat penting artinya dalam saluran pencernaan unggas. Dari Tabel 53, terlihat bahwa penggunaan tepung rumput laut dalam ransum itik nampaknya paling ideal pada tingkat 3 %.

Tabel 53. Pengaruh penggunaan tepung rumput laut sebagai sumber serat terlarut (agar) dalam ransum terhadap penampilan, karkas, perlemakan, dan kolesterol darah itik Bali jantan umur 2 – 8 minggu

Variabel

Level Agar dalam Ransum

0 % � % � %

Pertambahan berat badan (g) ����,��a* ����,��a* �0��,�0b*

Konsumsi ransum (g) ����,��a ����,�a ����,��b

Konsumsi lysin (g) ��,��b ��,��a ��,��a

Feed Conversion Ratio (FCR) �,��b �,0�c �,�0a

Berat Karkas (g) ���,��a ���,�0a �0�,��b

Persentase karkas (%) �0,��a �0,��a ��,��a

Kolesterol total (mg/dl darah) ���,��a ���,��a ���,00b

Pad-fat (g/�00 g berat badan) 0,�0a 0,��b 0,��b

Abdominal-fat (g/�00g Berat badan) 0,��a 0,��b 0,��b

Lemak subkutan+kulit (g/�00g Berat badan) ��,�0a ��,��b ��,��b

Sumber : Bidura dan Ramia (2004)* Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama, berbeda

nyata (P<0,05)

Page 195: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Tingginya kandungan serat terlarut pada rumput laut ternyata dapat berfungsi sebagai : (1) penyerap air dan membentuk massa atau gumpalan yang merangsang gerakan usus; (2) mempercepat laju aliran ransum dan memperkecil timbulnya pertumbuhan sel ganas kanker; (3) menurunkan kadar kolesterol darah; dan (4) mengontrol berat badan (Abu Bakar, 2001) serta menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan, seperti Lactobacilli dan Bifidobacteria (Bao-Ming Shi et al., 2001).

7.10 Daun Pepaya (Carica papaya L)

Pada zaman pendudukan Jepang, ketika obat sukar didapat, penderita penyakit malaria selalu diobati dengan minuman perasan daun pepaya. Rasa pahit dari daun pepaya disebabkan karena kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun. Hal ini ditegaskan juga dari hasil pemeriksaan skrining fitokimia dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Kandungan kimiawi daun tanaman pepaya (Carica papaya L) menunjukkan bahwa tanaman tersebut mengandung senyawa-senyawa yang mengarah pada zat pahit yaitu alkaloid (Hartanto, 1994).

Buah pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh hampir seluruh penduduk dunia. Buah mengandung gizi cukup tinggi karena mengandung banyak provitamin A dan vitamin C, juga mineral kalsium. Daun pepaya berkhasiat sebagai peluntur empedu, sedangkan seduhannya berdaya kerja sebagai pencahar dan mencegah kejang lambung, serta dapat juga digunakan untuk mengatasi demam dan malaria. Daun pepaya juga dapat digunakan sebagai penghilang rasa sakit (analgetik) dan penambah nafsu makan (Wijayakusuma,1995).

Kandungan kimia pada masing-masing bagian pepaya menurut Wijayakusuma (1995) adalah sebagai berikut ini.1. Pada bagian daun, terdapat enzim papain, alkaloid carpain,

pseudocarparina, glikosid, saponin, sukrosa, dan dektrosa.

Page 196: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

2. Pada bagian buah, terdapat beta carotene, pectin, d-galaktosa, I-arabinosa, papain, fitokinase.

3. Pada bagian biji, terdapat papain, kemo karpain, lisosom, lipase, glutamin, siklo transferase.

4. Pada bagian akar, terdapat alkaloid, saponin, dan flavonoid (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, ternyata kandungan nutrisi pada buah masak, buah mentah, dan daun pepaya berbeda-beda. Data lebih rinci tersaji pada Tabel 54.

Tabel 54. Analisis komposisi buah dan daun pepaya (100 g)*

Unsur Buah masak Buah Mentah Daun

Energi (kal)Air (g)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Vitamin A (IU)Vitamin B (IU)Vitamin C (IU)Kalsium (mg)Besi (mg)Fosfor(mg)

����,�0,�

-��,����0,0������,���

����,��,�0,��,��0

0,0����00,���

����,��,0�,0

��,�����00,����0���0,���

* Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, (1979) dikutip dari Kalie (2003).

Kandungan gizi daun papaya adalah sebagai berikut : 87,37 % bahan kering; 16,77 % protein kasar; 8,55 % lemak kasar; 16,28 % serat kasar; 4,57 % Ca; 0,38 % P; 33,37 % bahan ekstrak tiada nitrogen; dan energi brutonya sebesar 4102 kkal/kg bahan

Page 197: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

(Widiyaningrum, 2000). Metode pembuatan ekstrak daun papaya adalah 400 gram

daun pepaya umur sedang (tidak muda, tidak tua) dipotong 1 – 2 cm dan dimasak dalam 2 liter air. Perebusan dihentikan apabila volume air sampai mencapai 1 liter dan siap diberikan pada ayam. Pemberian melalui air minum adalah 5, 10, 15, dan 25 ml dalam 1 liter air minum yang diberikan (Sudjatinah et al., 2005).

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pepaya pada level 0,5 – 2,5 % dalam air minum ternyata tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahahn berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum. Namun, ada kecendrungan terjadi peningkatan pertambahan berat badan pada pemberian 2,5 % ekstrak daun pepaya melalui air minum masing dari 534,09 g menjadi 586,46 gram.

Dalam industri produksi papain (crude papain) secara tradisional, getah hasil penyadapan buah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Namun, papain ini mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih rendah daripada papain yang dikeringkan dengan pengering semprot atau “spray drier” (Muhidin, 2003). Daun pepaya yang sudah layu sampai kering masih mengandung enzim walaupun aktivitas protiolitiknya rendah.

Alkaloid yang terdapat pada pepaya ternyata dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan membunuh amuba. Alkaloid secara fisiologis merupakan senyawa penting yang terjadi dalam tumbuhan dan mengandung nitrogen. Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, rasa pahit, dan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kloroform, eter, dan pelarut organik lain yang relatif non polar dan tidak bercampur dengan air.

Peran alkaloid bagi tumbuhan antara lain sebagai zat yang melindungi tumbuhan dari gangguan serangga dan hewan, produk akhir reaksi detoksifikasi hasil metabolisme, faktor pengatur pertumbuhan, dan persediaan unsur N yang mungkin diperlukan bagi tumbuhan (Mursyidi, 1982). Pada Tabel 55, tersaji hasil penelitian Sriyani (2004) pada kambing yang diberi

Page 198: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

daun pepaya pada level yang berbeda.

Tabel 55. Rata–rata berat badan awal, berat badan akhir, konsumsi pakan harian, pertambahan berat badan harian (PBBH) dan konversi pakan kambing Bligon yang diberi daun pepaya

VariabelTingkat Pemberian Daun Pepaya

0 % �� % �0 %

Berat badan awal (kg) ��,�� ± 0,�� ��,�� ± �,0� ��,�� ± 0,��

Berat badan akhir (kg) ��,�0 ± 0,�� ��,�� ± 0,�� ��,�� ± 0,��

Pertambahan berat badan harian (g) �,�� ± �,�� �,�� ± �,�� ��,�� ± �,��

Konsumsi bahan kering (g/kg/BB0,��) �0,�� ± �,0� ��,�� ± �,� ��,�� ± �,��

Konsumsi PK (g/kg BB0,��) �,�� ± 0,�� �,�� ± 0,�� �,�� ± 0,��

Konsumsi TDN (g/kg BB0,��) ��,�� ± 0,�� ��,�� ± �,�� ��,�� ± 0,��

Konversi pakan ��,�� ��,�0 ��,��

Sumber : Sriyani (2004)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa konsumen dan rumah potong hewan mengeluh bahwa daging kambing yang diberi pakan daun pepaya mempunyai cita rasa pahit. Hal ini diduga disebabkan oleh cita rasa pahit pada daun pepaya karena kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) belum bisa didetoksifikasi oleh organ hati sehingga rasa pahit menyebar sampai ke jaringan. Alkaloid merupakan zat padat, rasanya pahit, dan sukar larut dalam air (Mursyidi, 1982).

Hasil analisis non parametrik pada penelitian Sriyani (2004)

Page 199: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pada warna daging yang telah direbus. Warna daging kambing yang diberi 50 % pakan daun pepaya menghasilkan warna daging yang lebih tinggi (dari coklat sampai agak coklat) daripada warna daging kambing yang diberi 25 % daun pepaya) maupun kontrol (tanpa daun pepaya).

Pemberian daun pepaya pada kambing pada level 25 – 50 % dalam ransum yang diberikan, ternyata menyebabkan daging yang dihasilkan masih terasa pahit. Data lebih jelasnya tersaji pada Tabel 56.

Tabel 56. Rataan skor rasa, tekstur, keempukan, dan warna daging kambing Bligon yang diberi daun pepaya

VariabelTingkat Daun Pepaya Dalam Ransum

0 % �� % �0 %

Rasa

Tekstur

Keempukan

Warna

�,�0

�,��

�,��

�,�0

�,��

�,��

�,��

�,��

�,��

�,��

�,��

�,�0

Sumber : Sriyani (2004)

Tie Tze (2002) menyatakan bahwa enzim proteolitik papain mempunyai kemampuan memecah protein dan mengubah porsinya ke dalam arginin, karena arginin dalam bentuk aslinya terbukti mampu mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh kelenjar pituitaria pada manusia.

Page 200: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 201: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

8.1 Aplikasi Teknologi Pengolahan Limbah

Berbagai macam teknologi pengolahan pakan bisa diterapkan dalam meningkatkan kualitas bahan pakan

yang tersedia. Pengolahan pakan pada umumnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu fisik, kimia, dan biologis. Metode fisik antara lain: perendaman (soaking), penggilingan (grinding), pellet (pelleting), pemanasan dalam air (boiling), pemanasan dengan tekanan uap (steaming), penyinaran dengan sinar radiasi, dan lain sebagainya. Pengeringan pakan harus memperhatikan suhu serta lama pengeringan untuk menghindari terjadinya ikatan antara protein dan karbohidrat, yang lebih dikenal dengan istilah maillard browning yang menyebabkan solubilitas dan kecernaan pakan menurun.

Beberapa macam pengolahan yang dapat diaplikasikan pada bahan pakan limbah tersaji pada Gambar 23. Penggunaan teknologi pengolahan tersebut, tentu saja sangat dipengaruhi oleh jenis, bentuk fisik, dan kandungan nutrisi pakan limbah.

VIII. TEKNOLOGI PENGOLAHAN FISIK DAN KIMIA

Page 202: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Gambar 23. Skema pengolahan limbah sebelum diberikan kepada ternak

Metode kimia umumnya menggunakan zat yang bersifat basa kuat, seperti NaOH, KOH, CaOH, NH4OH, dan sebagainya. Lebih lanjut, metode biologis dilakukan dengan menambahkan enzim, probiotik, jamur, dan lain sebagainya. Di samping itu, dilakukan perlakuan pengolahan pakan dengan menggabungkan beberapa metode yang ada karena adanya kelemahan dan keterbatasan masing-masing metode.

Perlakuan fisik dapat berupa pemotongan, penggilingan, radiasi, atau pemanasan. Namun, perlakuan kimia dapat menggunakan asam encer, urea (amoniasi), NaOH, KOH, dan air kapur. Perlakuan fisika-kimia, contohnya memperkecil ukuran partikel, dan perlakuan kimia (pelleting, steaming).

Page 203: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

8.2 Pengolahan Secara Fisik8.2.1. Teknologi Memperluas Permukaan Pakan

Umumnya penggilingan biji-bijian seperti jagung, sorghum, gaplek, dan lain-lainnya bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah untuk pencampuran dalam penyusunan ransum, serta memperbesar luas permukaan pakan sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan. Beberapa macam alat yang umumnya digunakan untuk memperkecil ukuran partikel atau untuk memperluas permukaan partikel per satuan berat partikel antara lain sebagai berikut ini. 1. Hummer mill, yaitu mesin penggilingan yang dilengkapi

dengan saringan yang berdiameter berkisar antara 3 – 6 mm.

2. Disk mill, yaitu alat yang umumnya digunakan untuk ransum ayam petelur secara manual. Kecepatan penggilingan sangat tergantung dari jenis biji-bijian yang digunakan, kadar air, ukuran saringan, dan laju alir.

3. Roller mill, yaitu mesin pemecah pakan yang terdiri atas dua silinder dengan permukaan kasar yang berputar dan tanpa memerlukan penyaringan.

4. Roasting, mesin ini sudah dilengkapi dengan pemanas langsung dengan menggunakan api. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya cerna dan mematikan senyawa racun (suhu berkisar antara 140 – 180 0C)

5. Metode Ekstruksi, biasanya pada kacang kedelai, di mana biji-bijian dipaksakan masuk dalam uliran baja sehingga akibat gesekan yang terjadi dapat timbul panas yang dipakai untuk memanaskan dan mengeringkan bahan. Extruder sering diberi uap panas sehingga dikenal dengan wet extruder.

Proses memperluas permukaan (bentuk tepung) pada kulit ari kacang kedelai sebelum difermentasi juga sangat membantu meningkatkan nilai cerna dari kulit ari kacang kedelai tersebut. Penghalusan ukuran melalui penggilingan atau penumbukan

Page 204: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

tersebut menyebabkan molekul selulosa dapat lebih mudah menerima penetrasi enzim ekstraseluler dari mikroba untuk terurai menjadi monomer glukosa yang dapat diangkut melalui membran sel, dan digunakan sebagai sumber energi oleh mikroba (Suharsono, 1989). Proses memperbesar porositas molekul, seperti pembengkakan molekul selulosa dengan perendaman juga dapat meningkatkan kemudahan degradasi selulosa, sehingga tercapai fermentasi yang efisien.

8.2.2. Pengolahan Kering (Hay)Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak berupa rumput-

rumputan dan hijauan leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air berkisar antara 20 – 30 %. Pembuatan hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi.

Tujuan khusus pembuatan hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Ada dua metode pembuatan hay yang dapat diterapkan.1. Metode Hamparan. Ini merupakan metode sederhana,

dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan dibolik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air berkisar antara 20 – 30 % (tanda secara fisik adalah hijauan berwarna kecoklat-coklatan).

2. Metode Pod. Ini dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air lebih kurang 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air

Page 205: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

Pengeringan hijauan makanan ternak harus memperhatikan suhu serta lama pengeringan. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya ikatan antara protein dan karbohidrat, yang lebih dikenal dengan istilah maillard browning yang menyebabkan solubilitas dan kecernaan pakan menurun.

8.2.3. Pengolahan Basah Sistem pengolahan basah ini umumnya diterapkan pada

bahan pakan biji-bijian. Bijian segar yang baru dipanen ditambahi air sehingga kadar air mencapai 25 – 30 %, selanjutnya disimpan dalam wadah yang anaerob selama 3 minggu sebelum diberikan pada ternak. Dengan cara ini, ternyata dapat ditingkatkan nilai gizi bahan pakan dan sebagai cara penyimpanan yang praktis.

Pemasakan selama 3 – 5 menit dapat juga dilakukan sebelum digiling dengan roller (steam rolling) atau dibuat flake (keping). Pembuatan flake diperlukan dengan pengukusan untuk meningkatkan kadar air dan selanjutnya digencet menjadi kepingan. Pengukusan dengan tekanan (pressure coacking) dapat juga diterapkan, misalnya pada biji jagung dengan tekanan 3 kg/cm2 atau suhu 143 0C, atau untuk biji-bijian legum yang mengandung senyawa racun, seperti antitripsin dan lectin.

Pada pabrik makanan ternak, pengolahan basah sering digunakan untuk pakan broiler yang dibuat pellet atau crumble. Proses pembuatan pellet berlangsung dengan cara penambahan uap dengan temperatur 60 – 94 0C, kemudian dipress di dalam mesin sehingga sebagian pati akan mengalami gelatinisasi (16 – 25 %).

Page 206: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

8.3 Pengolahan Kimia8.3.1. Amoniasi

Perlakuan secara kimia untuk hijauan kualitas rendah bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan hijauan tersebut. Pengolahan kimia dengan amoniasi ini sangat disukai oleh petani peternak, karena sangat praktis dan ketersediaan bahannya mudah didapat. Amonia yang digunakan dapat dalam berbagai bentuk seperti gas amonia (anhydrous ammonia), larutan amonia, urea, dan urine.

Pengolahan dengan amonia cair dilakukan dengan cara : (a) bahan jerami yang akan diolah harus tertutup rapat dengan plastik dan (b) selanjutnya gas cair bertekanan dimasukkan ke tengah-tengah. Pada tekanan atmosfer, amonia akan berubah menjadi gas dan menembus jerami. Untuk daerah tropis, perlakuan ini memerlukan waktu dua minggu.

Penggunaan amonia lebih bermanfaat pada bahan pakan (hijauan) dengan kandungan air tinggi (15 – 20 %) dan pengolahan dengan ammonia tersebut dapat mencegah serangan jamur. Untuk mempercepat pengolahan, dapat digunakan suhu tinggi sampai 45 0C. Karena amonia bertekanan membutuhkan peralatan yang memadai, maka larutan amonia yang digunakan hendaknya pada konsentrasi 25 – 35 %. Pada skala kecil, pemakaian urea lebih mudah karena urea di pedesaan mudah didapat sebagai pupuk. Urea terlebih dahulu harus berubah menjadi amonia agar lebih efektif. Dekomposisi urea menjadi CO2 dan NH3 dapat terjadi dengan pemanasan sampai 133 0C.

Pada Gambar 24, tersaji perubahan struktur dinding sel (serat) pod kakao sebagai akibat pengolahan. Sebelum pengolahan, struktur serat kasar pada pod kakao tampak kokoh dan akan sangat sulit dihidrolilis oleh enzim pencernaan maupun oleh mikroba rumen (Gambar 24a). Namun, dengan adanya proses amoniasi, dinding serat pada pod kakao menjadi longgar sehingga akan lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan maupun enzim mikroba dalam rumen (Gambar 24b).

Page 207: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Gambar 24. Perubahan struktur serat pod kakao segar (a) dan dengan amoniasi 1,5% Urea (b) (Erika, 1998)

8.3.2. Perlakuan NaOHSistem pengolahan dengan menggunakan larutan NaOH

yang sudah umum digunakan adalah dengan metode pencelupan, yaitu bahan pakan (umumnya jerami) langsung dicelupkan ke dalam larutan NaOH yang sudah dipersiapkan. Hasil pencucian jerami yang sudah diberi NaOH dapat dipergunakan lagi untuk pencelupan berikutnya.

Pemakaian NaOH dalam bentuk kering dapat juga dilakukan setelah jerami terlebih dahulu digiling dan larutan NaOH pekat (20 – 30 %) disemprotkan ke dalam bahan. Pengepresan atau pemeletan setelah penambahan NaOH akan menaikkan suhu sehingga timbul reaksi antara bahan dengan NaOH. Konsentrasi NaOH yang digunakan berkisar antara 4 – 6 % dari total bahan kering jerami yang digunakan. Pada kenyataannya di lapangan, larutan NaOH dapat langsung disemprotkan pada jerami dan selanjutnya diaduk rata. Pada industri peternakan berskala besar, senyawa kimia yang sering digunakan selain NaOH adalah Ca(OH)2 atau gamping (CaO), KOH yang hampir sama dengan NaOH, dan bahan lain seperti (SO2)3, ClO2, dan Na2CO3. Metode pembuatannya adalah

Page 208: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

sebagai berikut ini. 1. Pengolahan dengan Ca(OH)2: gunakan 40 – 90 g Ca(OH)2

untuk 1 kg bahan kering bahan pakan hijauan atau jerami. Kadar air bahan pakan diusahakan berkisar antara 40 – 50 % dan disimpan selama 2 minggu.

2. Pengolahan dengan KOH, yaitu sebanyak 40 – 90 g Ca(OH)2 untuk 1 kg bahan kering bahan/jerami. Kadar air berkisar antara 40 – 50 % dan disimpan selama lebih kurang 2 minggu.

3. Pengolahan dengan Na2CO3 kristal: bahan tersebut disemprotkan atau larutan pekat sebagai pencelup, yaitu sebanyak 2,5 – 5 % Na2CO3 dalam bahan kering dan disimpan selama 1 – 7 hari.

Pada Tabel 57 tersaji prosedur penggunaan NaOH dan kadar air yang diperlukan dalam pengolahan hijauan makanan ternak berkualitas rendah, serta kondisi optimum yang diperlukan untuk mendapatkan hasil pengolahan yang maksimal.

Tabel 57. Metode pengolahan dengan NaOH untuk hijauan (Roughage) kualitas rendah

Tingkat Kadar Air Prosedur Kondisi Optimum

Perlakuan Basah

Direndam dengan NaOH, kemudian dicuci

�,� – �,� % lar. NaOH direndam �� jam dan dicuci sampai netral

Dicelupkan dg lar. NaOH, tanpa dicuci lalu disimpan

�,� % lar. NaOH, perendaman �/� - � jam waktu pematangan

Disemprot dg lar. NaOH dalam ruangan

�,� kg lar. NaOH dan 0,� kg Ca(OH)� untuk tiap �00 kg jerami. Larutan disirkulasikan �-� jam dan disimpan selama �0 – �� jam.

Page 209: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Perlakuan setengah Basah

Dibuat silase dg NaOH dalam silo atau disusun

Kada air �0 – �0 %, NaOH � – � % berat kering, kedap udara selama lebih dari � minggu

Perlakuan Kering

Bahan terurai disemprot dg lar. NaOH dan diaduk rata

Lar. NaOH � % sebanyak �00 l untuk �00 kg bahan disimpan selama �� jam

Perlakuan diberikan ketika bahan dikumpulkan dan dibuat bale, disemprot dg NaOH

0,� – �,0 kg dari lar. NaOH �0 % untuk setiap bale berat �0 kg dan disimpan � minggu

Bahan direcah/dipotong dan disemprot dg NaOH dalam mixer

��� kg lar. NaOH �� % untuk setiap � ton jerami

Bhn.direcah,dicampur dengan NaOH dan dipanaskn �0-�00 oC.

��0-��0 liter lar. NaOH �� % untuk setiap ton bahan dan dibiarkan selama � hari.

Bahan dipotong atau digiling, dicampur dg NaOH dan dipress atau dipelet.

Kondisi bervariasi. Lar. NaO �� – �� % ditambahkan sehingga terdapat �-� % NaOH dalam bahan kering, dipress pada suhu �0-�0 oC.

8.4 Perubahan Fisiko-Kimia Akibat PengolahanPerubahan fisikokimia yang terjadi terhadap bahan pakan

akibat pengolahan dapat dikelompokkan menjadi empat bagian sebagai berikut ini. 1. Sebagian besar bahan pakan harus digiling terlebih

dahulu sebelum diberikan kepada ternak atau dicampur dengan komponen bahan lainnya. Karena itu, pemecahan bahan pakan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan

Page 210: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

meningkatkan luas permukaan bahan. 2. Panas yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya

gelatinisasi pati. Pada suhu 67 – 77 oC untuk sorghum, gelatinisasi menyebabkan peningkatan kecernaan pati pada ternak ruminansia, tetapi pengaruhnya itu tidak nyata pada ternak monogastrik. Pemanasan terlalu tinggi dapat merusak kecernaan asam amino lysin, tetapi dapat menghilangkan racun (antitripsin)

3. Penambahan air. Sorghum yang ditambahi air dan diperam selama dua minggu dapat meningkatkan kecernaan protein serta dapat melarutkan senyawa tanin.

4. Penambahan bahan kimia. Penambahan alkali (basa) dapat menyebabkan partikel pati membengkak dan pecahnya kulit biji (seed coat) dan dapat meningkatkan daya cerna pakan berserat tinggi. Penambahan amonia hanya efektif apabila cukup waktu untuk kontak terhadap jamur. Penambahan asam organik untuk pengawet terhadap jamur ternyata dapat mempengaruhi kecernaan pakan, tetapi dapat menurunkan jumlah vitamin E dalam bahan pakan yang diawetkan.

5. Proses fermentasi menyebabkan nilai cerna zat makanan, khususnya energi meningkat. Akibat proses fermentasi, kandungan serat kasar dan karbohidrat dalam bahan pakan terfermentasi menurun secara nyata dan sebaliknya, kandungan protein dan energi termetabolis meningkat masing-masing 16,00 % dan 48,40 %.

Page 211: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

9.1 Pengertian Fermentasi

Istilah fermentasi berasal dari kata kerja Latin, fervere, artinya mendidih, yaitu pemaparan peristiwa hasil kerja ragi

dalam sari buah atau sari biji-bijian. Peristiwa tersebut sebenarnya ditimbulkan oleh gelembung-gelembung gas karbondioksida yang dihasilkan dari katabolisme karbohidrat secara anaerobik. Namun, pengertian fermentasi ini sekarang sudah diperluas dan bahkan kadang-kadang sudah berbeda sama sekali baik ditinjau dari segi biokimia maupun dari segi mikrobiologi industri. Dari sudut biokimia, fermentasi berhubungan dengan pembebasan energi pada katabolisme senyawa organik.

Biofermentasi merupakan proses perubahan kimia pada substrat sebagai hasil kerja enzim dari mikroorganisme dengan menghasilkan produk tertentu. Proses ini berjalan tergantung pada jenis substrat, mikroorganisme dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme.

IX. TEKNOLOGI FERMENTASI

Page 212: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

9.2 Tipe FermentasiBerdasarkan produk hasil fermentasinya, ada tiga tipe

fermentasi yang sering dijumpai dalam proses pengolahan atau pengawetan pakan limbah.1. Tipe fermentasi asam laktat adalah tipe fermentasi yang

sangat penting dalam penyimpanan bahan pakan. Gula dalam bahan pakan dapat dikonversikan menjadi asam laktat dan produk-produk akhir lainnya, serta dalam jumlah tertentu dapat menciptakan lingkungan untuk mengendalikan organisme yang lain. Fermentasi asam laktat sangat efisien karena mikroba dalam proses ini pertumbuhannya cepat. Dalam hal ini, gula dikonversikan menjadi asam, selanjutnya asam dioksidasi untuk menghasilkan CO2 + H2O. Sebagai contoh, beberapa jenis jamur digunakan untuk memproduksi asam sitrat dari larutan gula.

2. Tipe fermentasi asam butirat kurang bermanfaat dalam proses pengawetan pakan bila dibandingkan dengan fermentasi laktat. Organime dalam fermentasi asam butirat ini bersifat anaerob dan menghasilkan cita rasa serta bau yang tidak dikehendaki oleh bahan pakan.

3. Tipe fermentasi yang memproduksi gas dalam jumlah besar. Fermentasi ini bermanfaat dalam pengawetan pangan, walaupun produksi gas memberikan kerugian. Dari segi energi, hal ini kurang efisien untuk menghasilkan gas (C02 + H2), karena kurang atau tidak memiliki daya pengawet jika dibandingkan dengan tipe fermentasi asam laktat pada kadar yang sama. Miroorganisme pembusuk masih mampu tumbuh dalam suasana fermentasi tipe ini. Dalam proses fermentasi ini molekul gula diubah menjadi bentuk asam, alkohol, dan gas CO2.

Ada dua cara serangan mikroba dalam proses fermentasi. (1) Oksidasi sempurna di mana karbohidrat + O2 CO2 + H2O. Kebanyakan oksidasi sempurna ini dilakukan oleh bakteri, jamur,

Page 213: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

dan ragi. (2) Oksidasi sebagian dan produk intermedietnya digunakan oleh industri. Beberapa contoh untuk itu antara lain :

9.3 Perubahan Nilai Gizi pakan Akibat FermentasiSubstrat yang mengalami biofermentasi biasanya memiliki

nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini dikarenakan adanya sifat katabolik dan anabolik mikroorganisme sehingga mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi senyawa yang sederhana dan mudah tercerna. Proses fermentasi akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel dan pemutusan ikatan lignoselulosa. Pakan yang mengalami

Page 214: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

fermentasi akan meningkat kecernaan nutriennya.Kapang Phanerochaete chrysosporium dari klas Basidiomycetes

adalah kapang pendegradasi lignin, membentuk sekumpulan meselia dan berkembang biak secara ansexual melalui spora (Dhawale dan Katrina, 1993). Menurut Vallie et al. (l992), kapang ini mempunyai kemampuan kuat merombak lignin dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler, berupa lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP).

Pada Gambar 25, terlihat perubahan struktur serat pod kakao sebelum perlakuan (kontrol) dan setelah perlakuan masing-masing dengan biofermentasi cairan rumen dan biofermentasi kapang P. chrysosporium. Struktur serat pod kakao tanpa pengolahan masih mempunyai struktur yang kokoh dan padat, sedangkan struktur serat setelah biofermentasi rumen dan kapang (Phanerochaete chrysosporium) tampak lebih renggang dan mudah didegradasi.

Gambar 25. Perubahan struktur serat pod kakao setelah perlakuan pengolahan (tanpa, biofermentasi rumen, dan biofermentasi Kapang P. Chrysosporium (Erika, 1998)

Dalam proses fermentasi dengan menggunakan kultur murni, proses sterilisasi harus benar-benar dijaga untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pada Gambar 26, tersaji bagan alir proses fermentasi dengan menggunakan kultur murni pada substrat padat pakan limbah (dedak padi, kulit kacang kedelai, pod kakao, dan lain-lain).

Page 215: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Gambar 26. Bagan alir proses fermentasi dengan penambahan kultur murni

Trichoderma sp adalah mikroorganisme dari golongan jamur yang mampu memproduksi berbagai jenis enzim yang terlibat dalam penguraian senyawa kompleks (polimer) karbohidrat yang dikandung oleh bahan pakan ternak yang berasal dari jerami padi. Enzim yang dapat diproduksi, yaitu endo-ß-glucanase dan exo-ß-glucanase dalam jumlah yang relatif besar dan ß-glucosidase

Page 216: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dalam jumlah relatif kecil. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan komponen utama dalam sistem enzim selulolitik yang mampu menghidrolisis kristal selulose (in vitro) secara sempurna. Strain Trichoderma sp yang dinilai paling baik untuk menghasilkan enzim selulase adalah Trichoderma reesei QM-9414.

Enzim tersebut merupakan katalisator biologis dalam proses metabolisme untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses tersebut. Secara umum, enzim yang digunakan pada pakan adalah produk fermentasi dari mikroorganisme, baik fungi maupun bakteri. Enzim yang diproduksi oleh bakteri termasuk ß-gluconase dan endoprotease dari Bacillus subtilis, pullunase dari Bacillus acidophilus, sedangkan yang berasal dari fungi adalah pektinase dari Aspergillus niger, sellulase dari Trichoderma ressei atau T. virideae.

9.4. Pengendalian FermentasiBahan pakan yang terkena kontaminasi oleh mikroba

akan menjadi busuk bila tidak terjaga. Jenis kegiatan yang akan berkembang tergantung pada kondisi lingkungan yang ada. Adapaun faktor pengendali tersebut adalah sebagai berikut ini. 1. Derajat keasaman (pH). Ada dua jenis fermentasi yang

penting dalam bahan pakan, yaitu fermentasi oksidatif dan fermentasi alkoholis, di mana pertumbuhan organisme dikendalikan oleh derajat keasaman (pH) medium.

2. Sumber energi. Kebutuhan utama dari mikroba yang digunakan dalam frmentasi adalah energi. Adanya karbohidrat yang mudah larut dan cepat tersedia akan mempengaruhi populasi mikroba dan juga jenis mikroba.

3. Ketersediaan oksigen. Derajat anaerob merupakan faktor utama dalam pengendalian fermentasi. Dalam produksi alkohol, penyediaan oksigen harus terbatas sekali. Jamur memerlukan kondisi aerob dan perkembangannya dikendalikan oleh ada tidaknya oksigen. Populasi bakteri yang akan mendominasi suatu substrat dapat dimanipulasi

Page 217: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

dengan kebutuhan oksigennya dan ketersediaannya.4. Suhu. Masing-masing mikroba memerlukan suhu tertentu

untuk pertumbuhannya yang optimum.• Suhu 32 0F: pada suhu ini, aktivitas mikroba rendah

terjadi penghambatan perkembangan mikroba.• Suhu 40 0F : pada suhu ini sedikit terjadi pertumbuhan

mikroba dan terjadi pengembangan perubahan cita rasa yang lebih cepat.

• Suhu 70 0F : terjadi pertumbuhan Streptococcus lactis yang dominan.

• Suhu 100 0F : pada suhu ini terjadi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang dominan.

• Suhu 150 0F: pada suhu ini kebanyakan mikroba mati, tetapi Lactobacillus thermophillus masih tumbuh.

• Suhu 160 0F : pada suhu ini, umumnya yang masih bertahan hidup adalah Bacillus colidolactis.

Fermentasi yang paling umum adalah terjadinya suasana oksidasi gula secara parsial. Khamir adalah perombak yang paling efisien dari aldehid menjadi alkohol. Banyak species bakteri, khamir, dan jamur yang mampu menghasilkan alkohol. Khamir dari strain Saccharomyces ellipsoides merupakan organisme yang penting dalam industri alkohol.

9.5. Aplikasi Fermentasi Aplikasi fermentasi dalam skala industri besar maupun

kecil ternyata sangat besar artinya dalam menciptakan produk pakan yang berkualitas. Dalam skala rumah tangga, fermentasi tersebut sudah diterapkan sejak dahulu, seperti dalam pembuatan tempe, oncom, tape, maupun produk pangan lainnya.

Aplikasi proses fermentasi pada skala industri/komersial dapat dikelompokkan menjadi empat macam, sebagai berikut ini:1. Proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba, misalnya

Page 218: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

produksi sel tunggal (PST).2. Proses fermentasi untuk memproduksi enzim;

contohnya produksi enzim protease, amilase, pektinase, amiloglukosidase, laktase, glukose oksidase, dan glukose isomerase.

3. Proses fermentasi untuk memproduksi metabolit primer maupun metabolit sekunder. Metabolit primer, contohnya etanol, asam sitrat, aseton-butanol, asam glutamat, lisin, vitamin, dan nukleotida, sedangkan metabolit sekunder adalah steroid, antibiotik, dan asam kojak.

4. Proses fermentasi untuk memodifikasi senyawa kimia tertentu menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomis atau dikenal pula sebagai proses transformasi. Contohnya, konversi anhidrotetrasiklin menjadi tetrasiklin dan naftalen menjadi asam salisilat.

Dalam sekala industri, dalam aplikasinya terdapat enam komponen utama proses, yaitu (1) formulasi medium untuk digunakan sebagai proses perkembangbiakan mikroorganisme sejak persiapan inokulum/ starter sampai tahap fermentasi untuk produksi; (2) sterilisasi media, fermentor, dan peralatan serta sarana yang lain, (3) produksi starter yang aktif dan murni untuk inokulasi tangki fermentasi skala produksi, (4) pemeliharaan pertumbuhan mikroorganisme pada aktivitas yang optimum untuk pembentukan produk, (5) pengunduhan dan pemurnian produk, dan (6) pembuangan limbah sisa hasil fermentasi.

Manfaat fermentasi bagi kehidupan manusia sangat penting artinya, baik dalam proses fermentasi bahan pangan maupun bahan pakan untuk ternak. Tanpa disadari, ternyata manusia telah memperkaryakan jasad renik tersebut, seperti dalam proses pembuatan keju, yoghurt, roti, tempe, kecap, dan oncom. Produksi ragi roti secara komersial mempergunakan teknologi fermentasi aerobik dalam tangki. Selanjutnya dikembangkan produksi asam sitrat oleh Aspergillus niger.

Page 219: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Pengetahuan dan penelitian tentang kebutuhan akan nutrien tertentu, formulasi media, pH, suhu, kemungkinan adanya senyawa penghambatan, penambahan senyawa pemacu, dan faktor-faktor lain bagi perkembangbiakkan mikroba sangat penting artinya dalam meningkatkan mutu produk enzim maupun kuantitasnya.

9.6. Penggunaan Jasa Mikroba dalam Proses FermentasiDalam proses fermentasi, penggunaan jasa mikroba

sebagai inokulan fermentasi penting sekali artinya. Ada beberapa pertimbangan dalam penggunaan jasa mikroba, antara lain :1. kultur mikroba harus dalam keadaan aktif dan sehat, sehingga

fase log dalam proses fermentasi seminimal mungkin; 2. harus tersedia dalam jumlah yang memadai untuk tercapainya

proporsi inokulum dan media fermentasi yang optimal; 3. harus terbebas dari kontaminasi; dan4. kemampuan membentuk produk tetap stabil.

Penggunaan inokulan Rhyzopus sp. dalam proses pembuatan tempe ternyata mampu meningkatkan kandungan protein kasar, energi termetabolis, asam amino, dan kecernaan kacang kedelai (Agustina, 1999) dan apabila diberikan pada ternak ternyata dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan dalam saluran pencernaan ternak. Selama proses fermentasi oleh Rhyzopus sp., akan terbentuk senyawa biologis aktif, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan ganda, karoten, vitamin E, dan antioksida (6,7,4-trihidroksi inositol).

Permasalahan utama di sini adalah penggunaan mikroba yang cocok dalam mencerna lignin tetapi tanpa banyak berpengaruh pada hemiselulosa dan selulosa. Hal ini disebabkan karena selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna dalam rumen. Perlakuan pendahuluan seperti pengukusan, alkali, dan asam kadang-kadang harus dikerjakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penambahan Aspergillus niger ke dalam ransum ternyata

Page 220: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dapat meningkatkan kecernaan fosfor dan pada sorghum ternyata dapat menurunkan kandungan taninnya.

Pada proses fermentasi padat yang memanfaatkan media atau substrat selulosa, seringkali dilakukan perlakuan fisik dan kimiawi untuk mengurangi daerah berkristal tersebut di atas. Dengan perlakuan ini, molekul substrat selulosa dapat lebih mudah menerima penetrasi enzim ekstraseluler agar terurai menjadi monomer glukosa yang dapat diangkut melalui membran sel, dan digunakan sebagai sumber energi oleh mikroba (Suharsono, 1989).

Struktur kristal sangat dipengaruhi oleh tingkat polimerisasi molekul, bersama-sama dengan lignin yang biasanya secara alamiah ada bersama-sama dengan selulosa, menentukan kerapuhan keseluruhan senyawa selulosa terhadap degradasi enzimatik. Pada Tabel 58, tersaji peranan Aspergillus niger dalam proses fermentasi bungkil kelapa dalam meningkatkan nilai cerna energi dan protein dari bungkil kelapa.

Tabel 58. Koefisien cerna beberapa zat gizi bungkil kelapa sebelum dan sesudah difermentasi dengan Aspergillus niger

Zat Gizi Bungkil Kelapa

Fermentasi dengan

A.. niger

Peningkatan

(%)

Bahan kering (%) �0,00 + �,�0 ��,�0 + �,�0 �,�0

Energi (kkal/kg) ���� + ��� ���� + ��� ��,�0

Protein kasar (%) ��,�0 + ��,� ��,�0 + �,�0 ��,00

Fosfor (%) ��,0 + �0,0� ��,�0 + �0,0� ��,00

Penghalusan ukuran melalui penggilingan atau penumbukan mutlak diperlukan sebelum dilakukan proses yang lebih rumit. Proses yang memperbesar porositas molekul, seperti pembengkakan molekul selulosa dengan perendaman di dalam

Page 221: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

asam fosfat dapat meningkatkan kemudahan degradasi selulosa, sehingga tercapai fermentasi yang efisien.

Kapang dari klas Basidiomycetes mempunyai kemampuan kuat untuk merombak lignin secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler berupa lignin peroksidase dan mangan peroksidase (Vallie et al., 1992). Enzim lignolitik dapat memutuskan ikatan lignoselulosa. Jenis kapang ini juga mampu mendegradasi senyawa organik pencemar lingkungan (Bumpus dan Aust, 1987), sehingga memberikan harapan untuk digunakan dalam proses delignifikasi pakan dan proses pengolahan limbah yang mengandung derivat lignin dan senyawa toksik atau beracun.

Sistem kerja enzim peroksidase ekstraseluler tidak memisahkan serat dengan cara melarutkan lignin yang ada dalam lamella tengah, tetapi dengan cara melunakkan dan memecah dinding-dinding serat dan terkadang juga dengan melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya (Totter, 1990). Dilaporkan juga bahwa reaksi degradasi lignin oleh kapang P. chrysosporium adalah biokatalis ligninase yang mengkatalis oksidasi cincin aromatik lignin untuk membentuk radikal kation yang selanjutnya senyawa ini akan melepaskan ikatan inti pada cincin aromatik.

9.6.1. Karakteristik Mikroba FermentasiMikroba yang digunakan dalam proses fermentasi adalah

mikroba yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim dalam jumlah besar. Bakteri, khamir, dan cendawan merupakan mikroba sel tunggal, mempunyai kapasitas fungsional pertumbuhan, reproduksi, pencernaan, dan memperbaiki isi dalam sel, di mana bagi bentuk kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringan-jaringan. Oleh karena itu, mikroba sel tunggal merupakan wujud kehidupan yang lengkap seperti misalnya khamir yaitu mikroba yang memiliki produktivitas enzim dan kapasitas fermentatif yang tinggi bila dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya.

Page 222: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Mikroorganisme secara kimia sangat mirip dengan sel mamalia dan dapat menunjukkan banyak persamaan reaksi biokimia seperti siklus karbon, oksigen, nitrogen, dan unsur-unsur yang dibutuhkan.

Ada tiga karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikroba bila akan digunakan dalam proses fermentasi dan pengasaman.1. Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu

substrat dan lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar.

2. Mikroba tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dalam kondisi seperti tersebut di atas serta mampu menghasilkan enzim-enzim esensial dengan mudah dan dalam jumlah besar agar berbagai bahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.

3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum secara komperatif harus sederhana.

Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi membutuhkan tersedianya karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat gizi lainnya yang ada didalam bahan pakan aslinya. Mikroba pertama-tama menyerang karbohidrat, kemudian protein, dan berikutnya lemak. Bahkan, ada tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat, yaitu yang pertama diserang adalah gula, kemudian alkohol, baru kemudian asam. Karena kebutuhan yang pertama bagi aktivitas mikroba adalah energi, maka tampak bahwa bentuk yang paling dapat disediakan sesuai dengan tingkat kesukaan adalah rantai karbon CH2, CH, CHOH, dan COOH. Beberapa ikatan seperti misalnya radikal CN tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba.

Penggunaan mikroorganisme dalam bioteknologi fermentasi bertujuan terutama untuk produksi komoditi sebagai massa sel atau metabolit baik primer maupun sekunder atau pemberi jasa dalam pengolahan limbah. Dari segi kepentingan teknologi

Page 223: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

fermentasi, mikroorganisme digolongkan atas dasar karakteristik biofisika sebagai berikut ini.1. Bakteri.2. Fungi, termasuk yeast dan Actinomycetes.3. Protozoa termasuk algae.4. Virus termasuk faga.

9.6.2. BakteriBakteri merupakan mikroba uniseluler yang selalu

dilindungi oleh dinding sel. Banyak spesies pada permukaan luar dinding selnya ditutupi oleh kapsul atau lapisan lendir seperti lem perekat. Itu termasuk sel prokariotik yang relatif kecil dan sederhana. Bentuk khas bakteri ada tiga, yaitu bulat (coccus) dengan diameter berkisar antara 0,5 – 4,0 mikrometer, batang (bacillus) dengan panjang antara 0,5–20 mikrometer, dan spiral (spirilla) berukuran panjang > 10 mikrometer dan lebar 0,5 mikrometer (Tarigan, 1989).

Kelebihan utama bakteri adalah kemampuannya membentuk endospora di bawah kondisi kritis. Endospora adalah bentuk dorman yang mampu bertahan terhadap panas, radiasi, dan racun kimia. Apabila endospora ini dikembalikan pada lingkungan yang menyenangkan, maka sel akan tumbuh dan berfungsi normal seperti biasa.

Dinding sel bakteri terdiri atas peptidoglycan, yaitu suatu jaringan rantai polisakarida yang terikat dengan suatu oligopeptida. Bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglycan serupa, tetapi lebih tipis dan diselimuti lapisan luar berupa polisakarida dan lipoprotein. Di samping itu, bakteri juga memiliki “kapsula” yang menyerupai gel, dan ada juga yang memiliki flagella dan villi (Darma, 1992).

Flagella bakteri dapat menyebar ke seluruh permukaan sel, tipe demikian disebut “peritrichous”, atau hanya di bagian polar (baik pada satu polar maupun di kedua polar). Adanya flagella memungkinkan bakteri bergerak. Villi lebih pendek, tipis, dan

Page 224: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

lurus daripada flagella.Pada ternak ruminansia, bakteri dalam rumen berperan

penting dalam pencernaan serat kasar, karena banyak di antaranya yang memproduksi enzim selulase, amilase, dan polisakaridase lainnya, sehingga membantu ternak inang dalam mencerna serat. Bakteri rumen cenderung bersifat anaerob atau facultative aerob. Bakteri asam laktat berperan dalam pembuatan silase, karena kelompok bakteri inilah yang menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH bahan sehingga bahan pakan dapat diawetkan.

Purnomohadi (2006) melaporkan bahwa penggunaan bakteri selulolitik yang diisolasi dari cairan rumen sapi dalam proses fermentasi jerami padi ternyata secara nyata dapat meningkatkan mutu jerami padi terlihat dari perubahan nutrisinya. Bahan kering jerami padi menurun dari 91,29 % menjadi 81,53 % dan kadar serat kasar dari 37,10 % menjadi 31,17 %. Sebaliknya, kadar protein kasarnya meningkat dari 4,1 % menjadi 9,01 %.

9.6.3. Fungi (Jamur)Fungi tersebar luas di alam dan dapat hidup pada lingkungan

dengan kelembaban yang relatif rendah jika dibandingkan dengan yang disenangi oleh bakteri. Metabolismenya terutama secara aerobik dan struktur vegetatifnya disebut miselium. Miselium menyerupai sistem tube bercabang banyak; di dalamnya terdapat massa sitoplasma yang bergerak mengandung banyak inti (Tarigan, 1989). Miselium dapat terdiri atas satu sel atau lebih dengan tipe yang mirip. Sel yang panjang berbentuk seperti filamen atau pita tipis pada miselium disebut hifa. Hifa bercabang banyak dan dapat mempunyai dinding penyekat atau tidak. Lebarnya antara 4 – 20 mikrometer.

Fungi yang mempunyai kemampuan degradasi dan sintesis yang luas telah dieksploatasi secara industri sebagai sumber berbagai senyawa seperti asam organik (asam sitrat, asam glukonat, giberilat), antibiotika (penicillin, griseovulfin), dan enzim (selulase, protease, dan amylase).

Page 225: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Strain Aspergillus niger pada keadaan normal membentuk asam oksalat. Bila dilakukan pembatasan nutrien dan unsur tertentu seperti tembaga, besi atau mangan, maka hasil utama yang akan terbentuk adalah asam sitrat.

Fungi dapat berupa sel tunggal seperti misalnya khamir atau berwujud koloni filamentous yang multiseluler, misalnya kapang dan jamur yang memiliki badan buah (mushroom, supa). Bentuk yang multiseluler tidak memiliki daun, batang, dan akar. Fungi tidak bersifat saprofitik atau porasitik. Fungi mempunyai hifa yang tumbuh ke dalam medium dan menyerap nutrien yang keseluruhannya disebut miselium vegetatif, sedangkan yang mencuat kepermukaan disebut miselium reproduktif.

Fungi (jamur) berperanan penting dalam proses bioteknologi pakan ternak maupun pakan manusia (tempe dan oncom). Fungi mampu menghasilkan enzim lignoselulase, amilase, protease, dan polimerase lainnya. Enzim-enzim tersebut dapat diinklusikan ke dalam pakan ternak untuk meningkatkan kecernaannya. Protein sel tunggal (PST) jamur yang diproduksi dengan sistem kultur cair lebih mudah dipanen bila dibandingkan dengan bakteri atau khamir (Darma, 1992).

Miselium jamur yang menyebar memungkinkan fermentasi substrat padat digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal jamur. Rumen pada ternak ruminansia banyak mengandung jamur. Rhizoid jamur rumen ini melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman/pakan, sehingga struktur jaringan menjadi rapuh dan hancur. Oleh karena itu, permukaan menjadi luas, dan permukaan yang luas ini menguntungkan bakteri rumen selulolitik dalam mencerna selulosa. 9.6.4.. Yeast

Yeast adalah fungi sel tunggal yang penting. Ukurannya relatif kecil dan panjangnya sekitar 8 mikron dengan diameter 5 mikron. Pembiakan yeast berlangsung dengan cara aseksual dan cara seksual. Pembuahan secara aseksual berlangsung

Page 226: LIMBAH - UNUD

�00 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

melalui pembentukan tunas dan melalui pembelahan sel. Tunas sebagai sel anak tumbuh menempel di samping sel inang, setelah dewasa melepaskan diri, tetapi mungkin tidak segera, sehingga membentuk rumpun yang terdiri atas beberapa generasi.

Pembelahan dengan cara aseksual, yaitu sel membagi diri menjadi dua bagian yang sama, sedangkan pembelahan secara seksual berlangsung melalui penggabungan dua sel haploid (yang masing-masing mempunyai kromoson tunggal) dengan melebur dinding yang menempel untuk membentuk ascospora. Yeast digunakan dalam industri alkohol dan minuman beralkohol seperti anggur dan bir. Yeast sendiri diproduksi untuk ragi roti dan suplemen protein pada pakan ternak.

9.6.5.. Protozoa dan AlgaeProtozoa dan Algae termasuk eukariot yang mempunyai

struktur yang telah terorganisasi dan terdiferensiasi. Morfologinya bervariasi dan terdapat baik uniselululer maupun multiseluler. Atas dasar kemampuan fotosintesis, keduanya berbeda.

Algae adalah organisme fotosintetik sehingga menyerupai tumbuhan primitif, sedangkan protozoa adalah organisme nonfotosintetik sehingga menyerupai binatang sederhana. Algae mengandung klorofil dan banyak pigmen lain yang terasosiasi dengan klorofil seperti karotenoid, xantofil, dan fitosianin yang menyebabkan algae berwarna warni. Protozoa merupakan kelompok mikroorganisme yang bersifat nonfotosintetik, motil, dan bersel tunggal. Protozoa mungkin berkembang dari algae uniseluler yang kehilangan pigmennya (Darma, 1992).

9.7. Metode FermentasiPada proses fermentasi yang menggunakan substrat

selulosa, terdapat beberapa hal yang mungkin menjadi faktor pembatas. Selulosa merupakan polimer yang berukuran relatif besar dengan berat molekul 106 dalton. Sejumlah molekul selulosa berkelompok menjadi fibril. Molekul tersebut dipersatukan oleh

Page 227: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

ikatan hidrogen menjadi struktur kristal yang lebih menyulitkan dalam proses degradasi/penguraian. Selain daerah berkristal yang sangat teratur, juga terdapat daerah yang tersusun secara tidak teratur, dan daerah ini disebut daerah amorph. Struktur kristal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat polimerisasi molekul, bersama-sama dengan lignin yang biasanya secara alamiah ada bersama-sama dengan selulosa, menentukan kerapuhan keseluruhan senyawa selulosa terhadap degradasi enzimatik.

Saat ini yang terkenal adalah teknik fermentasi (suhu, air, substrat, dan waktu) sehingga mikroba dapat bekerja. Perlakuan pendahuluan seperti pengukusan, alkali/asam kadang-kadang harus dikerjakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penambahan Aspergillus niger ke dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor dan pada sorghum ternyata dapat menurunkan kandungan taninnya.

Dalam pertumbuhan atau fermentasi mikroba untuk menghasilkan produk metabolitnya, dikenal dua jenis metode, yaitu fermentasi permukaan atau fermentasi padat dan fermentasi terendam atau fermentasi cair (Suhartono, 1989).

9.7.1. Fermentasi PadatDalam sistem fermentasi padat, substrat fermentasi

dicampur dengan cairan, yaitu air atau air dengan kandungan mineral tertentu yang dapat mencapai 50 %, sehingga diperoleh substrat semi padat. Umumnya yang banyak digunakan sebagai substrat adalah dedak gandum. Namun, akhir-akhir ini untuk substrat padat sudah banyak digunakan limbah padat pertanian lainnya seperti : ampas tapioka, dedak padi, ampas kedelai, ampas jagung, jerami padi, jerami gandhum atau campuran limbah tersebut.

Fermentasi padat berbeda dengan fermentasi cair dalam banyak hal. Substrat pada sistem fermentasi cair terlarut dalam media fermentasi, sehingga dapat dicapai oleh mikroba secara merata. Pada sistem fermentasi padat, tidak semua substrat

Page 228: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dapat dicapai oleh mikroba. Mikroba tumbuh hanya pada daerah tertentu saja dan umumnya di permukaan, sehingga bagian substrat yang di tengah atau di bawah tidak ditumbuhi mikroba. Sistem fermentasi padat ini sudah banyak diterapkan pada pembuatan oncom, tauco, tempe, dan sebagainya. Dalam memproduksi berbagai metabolit sekunder seperti : alkohol, asam organik, enzim, dan protein sel tunggal (PST), maka metode yang digunakan adalah metode fermentasi padat.

Pada proses pembuatan tempe, oncom, tape, dan berbagai fermentasi padat jenis makanan tradisionil lainnya, biji kacang-kacangan yang digunakan atau serealia terlebih dahulu disterilkan dengan pemanas sebelum diinokulasi dengan ragi atau starter masing-masing. Ragi yang digunakan umumnya merupakan campuran spora kapang (fermentasi pada umumnya menggunakan kapang) yang dicampur dengan pati dan nutrien lain (sebagai pengaktif) dalam bentuk kering.

Metode fermentasi ini dapat dilakukan secara sederhana dalam wadah panci, di atas napan, daun pisang, dan sebagainya. Prinsip yang sama dilakukan pada fermentasi padat yang lebih modern dalam menghasilkan enzim dengan teknologi yang lebih modern.

Produksi enzim ekstraseluler memerlukan cukup banyak substrat. Produksi selulase oleh Trichoderma reesei, misalnya, melibatkan sampai 6 % nitrogen yang dikonsumsi. Substrat ini tidak dilarutkan melainkan dibasahkan dengan kandungan air yang bervariasi antara 30 – 80 % dan umumnya kadar air yang digunakan 60 %.

Mikoroba penghasil selulase secara ekstraseluler tersebar pada kapang dan bakteri (Aunstrup, 1979). Selulase dihasilkan oleh beberapa jenis kapang dan bakteri sebagai respon terhadap adanya selulosa pada lingkungan tempat hidupnya. Kemampuan memproduksi selulase menjadikan mikroba mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula sederhana yang hasilnya dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya.

Page 229: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

Pada beberapa mikroba, produksi selulase terjadi dengan berkaitan langsung dengan fungsi regulasi pertumbuhan sel, germinasi spora, dan kemampuan penetrasi miselium mikroba ke dalam media pertumbuhan. Kapang yang baik digunakan untuk memproduksi selulase adalah Trichoderma reesei, T. viride, T. koningii, A. niger, A. terreus, P. iriensis, P. verruculossum, dan Fusarium solani. Aktivitas selulase sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti pH, suhu, dan adanya berbagai senyawa penghambat.

9.7.2. Fermentasi CairTeknik fermentasi terendam atau fermentasi cair berawal

dari proses fermentasi untuk menghasilkan antibiotika yang sudah dimulai sejak Perang Dunia II. Dalam memproduksi enzim, teknik ini telah digunakan secara luas. Teknik fermentasi cair membutuhkan penguasaan alat fermentor yang lebih canggih, tetapi dengan potensi produksi yang tinggi pula. Oksigen, pH, dan nutrien serta faktor lingkungan lainnya dapat tersebar secara lebih merata dalam bejana fermentasi, karena adanya mekanisme pengadukan.

Keuntungan yang diperoleh dengan fermentasi terendam atau cair ini adalah dapat dilangsungkannya proses secara berkesinambungan, penghematan dalam hal tenaga kerja dan energi, kemudahan menentukan waktu akhir proses fermentasi, pencegahan kontaminasi, dan pengeluaran metabolit yang diketahui bersifat represif terhadap biosintesis enzim yang diinginkan.

Fermentasi cair juga memanfaatkan substrat bahan-bahan pertanian seperti serialia, biji-bijian, pati, molasses, dan sebagainya, tetapi pada konsentrasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan fermentasi padat. Mikroba yang ditumbuhkan dimasukkan dalam bentuk inokulan dan umumnya dalam jumlah 10 % sudah dianggap cukup baik untuk pertumbuhan.

Secara lebih rinci, dikenal metode fermentasi cair sistem kelompok (batch) dan sistem sinambung (continue) serta modifikasi

Page 230: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

di antara keduanya. Pada sistem “Batch”, inokulan ditumbuhkan di dalam fermentor yang sebelumnya telah diisi dengan semua keperluan nutrien. Nutrien tersebut akan dihabiskan dengan berlangsungnya proses fermentasi sampai dihasilkan aktivitas enzim secara maksimum. Selanjutnya, aktivitas dan produksi enzim serta pertumbuhan mikroba akan menurun dengan berkurangnya nutrien atau dihasilkannya metabolit yang bersifat penghambat atau toksik bagi pertumbuhan dan produksi enzim.

Metode pemberian nutrien secara sinambung dimulai pada fermentasi continue atau sinambung. Di sini medium segar yang steril diberikan secara sinambung bersamaan dengan penarikan atau pengambilan sejumlah medium fermentasi (pada volume yang sama). Beberapa enzim telah dilaporkan menunjukkan produktivitas lebih tinggi, apabila digunakan sistem sinambung, misalnya Glukosa isomerase dari Galur Bacillus coagulans yang secara genetik bersifat stabil dan tidak mudah berubah selama fermentasi berlangsung.

9.8 Aplikasi Produk Fermentasi Pada Ternak Ransum yang mengalami biofermentasi memiliki nilai gizi

yang lebih tinggi daripada bahan asalnya (Winarno, 1980). Hal ini karena sifat katabolik mikroorganisme yang mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi komponen sederhana sehingga mudah tercerna. Proses biofermentasi pada kulit biji-bijian akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan lignin. Menurut Pangestu (1997), kandungan serat kasar dan karbohidrat dalam bahan pakan difermentasi menurun secara nyata, dan sebaliknya kandungan protein dan energi meningkat. Dilaporkan juga oleh Widiyanto et al. (l994) bahwa pada saat difermentasi oleh Trichoderma virideae, kandungan serat kasar ransum dapat didegradasi sehingga dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cangkang coklat yang difermentasi dengan inokulan EM-4, ternyata kandungan

Page 231: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

fosfornya dapat ditingkatkan (Arsyad et al., 2001); demikian juga halnya, kandungan protein dan koefisien cernanya dapat ditingkatkan (Bidura et al., 2002).

Perombakan lignin oleh kapang melibatkan kerja enzim ligninolitik yang akan menguraikan lignin menjadi karbondioksida (CO2). Enzim tersebut adalah lignin peroksidase, mangan peroksidase, likase, dan oksidase (Houghton et al., 1987). Penambahan molasses atau tetes pada proses biofermentasi dapat mempercepat mekanisme kerja tersebut. Kunci reaksi degradasi lignin oleh kapang adalah biokatalis enzim lignase yang mengkatalis oksidasi cincin aromatiknya dan membentuk radikal kation. Laju degradasi lignin meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan oksigen. Hidrogen peroksida (H2O2) berfungsi sebagai oksidan ekstraseluler dan perangsang aktivitas lignolisis (Kennedy et al., 1987).

Sistem kerja enzim peroksidase ekstraseluler adalah dengan melunakkan dan memecahkan dinding-dinding serat dengan melepaskan pita serat mikrofibrilnya (Totter, 1990). Dilaporkan juga bahwa kunci reaksi degradasi lignin oleh kapang Phanerochaete chrysosporium adalah biokatalis ligninase yang mengkatalis oksidasi cincin aromatik lignin untuk membentuk radikal kation dan selanjutnya, senyawa ini akan melepaskan ikatan inti pada cincin aromatik.

Penggunaan produk pakan terfermentasi ternyata dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas karkas. Tanaka et al. (l992) menyatakan bahwa penggunaan bahan pakan produk fermentasi dapat menekan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA reduktase yang berfungsi menekan sintesis kolesterol atau lipida di dalam hati. Hasil yang sama dilaporkan oleh Santoso et al. (2001); pemberian produk fermentasi pada ayam broiler secara nyata menurunkan kandungan trigliserida dan kolesterol dalam hati.

Penggunaan Lactobacillus acidophilus, L. casei, Bifidobacterium bifidum, Torulopsis, dan Aspergillus oryzae sebagai inokulan dalam fermentasi ransum dapat meningkatkan pertumbuhan

Page 232: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

dan menurunkan kolesterol serum ayam (Mohan et al., l996), serta dapat meningkatkan kualitas karkas (Owing et al., l990). Penggunaan produk fermentasi dalam ransum ternyata dapat menurunkan jumlah lemak tubuh ayam broiler (Ketaren et al., 1999).

Pada Tabel 59, tersaji beberapa produk fermentasi dan jenis mikroba penghasilnya yang sering digunakan dalam industri makanan maupun industri pakan ternak.

Tabel 59. Berbagai mikroba dan produk fermentasi yang dihasilkannya

Mikroba Jenis Jenis Produk

Saccharomyces cereviseae Khamir Ragi, roti, anggur, bir, sake, etanol

Streptococcus termophillus Bakteri Yoghurt

Lactobacillus bulgaricus Bateri Yoghurt

Rhizopus oligosporus Kapang Tempe

Aspergillus niger Kapang Asam sitrat, Glukoamilase

Eremothecium ashbyi Khamir Riboflavin

Propionibacterium Bakteri Vitamin B-��

Aspergillus oryzae Kapang Amilase

Trichoderma reesai Kapang Selulase

Bacillus sp. Bakteri Protease

Penicillium chrysogenum Kapang Penisilin

Streptomyces Bakteri Streptomisin, tetrasiklin

Rhizopus nigricans kapang Transformasi steroid

Echerichia coli Bakteri Insulin (teknologi DNA rekombinasi)

Menurut Bradley et al. (l994), suplementasi 0,02 % Saccharomyces cereviseae dalam ransum secara nyata menurunkan jumlah sel goblet. Berkurangnya jumlah sel goblet ini menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkannya pun berkurang, sehingga penyerapan zat makanan oleh usus meningkat. Menurut Basyir (l999), lendir yang dihasilkan oleh sel goblet tersebut di

Page 233: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

dalam saluran pencernaan dapat menghambat proses penyerapan nutrisi.

Hasil penelitian Erika (l998) menunjukkan bahwa pod kakao yang sudah mengalami amoniasi dengan 1,5% urea dan difermentasi dengan kapang Phanerochaete chrysosporium, menghasilkan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien bahan organik (KCBO) secara in vitro yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun perlakuan lainnya, seperti amoniasi, silase, dan biofermentasi isi rumen (Tabel 60).

Tabel 60. Pengaruh perlakuan terhadap komposisi serat pod kakao dan kecernaan in vitro

Fraksi Serat

(% BK)

Perlakuan

Kontrol Amoniasi Silase Isi Rumen Kapang

Serat deterjen netral �0,��a* ��,��a* ��,�0b* ��,0�c* ��,0�c*

Serat deterjen asam ��,��a ��,��c ��,��c �0,0�b ��,��ab

Hemiselulosa �,�0b ��,��a ��,��a �,0�b �,��b

Selulosa ��,��ab ��,��b ��,��a ��,0�a �0,��b

Lignin ��,��a ��,��b ��,��b ��,��b ��,��b

KCBK (%) in vitro �0,��b ��,��a ��,�0ab ��,��ab ��,�0a

KCBO (%) in vitro �0,��c ��,��a ��,��bc ��,00bc ��,��ab

Sumber : Erika (l998)* Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama

menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Piao et al. (l999) melaporkan bahwa suplementasi ragi (yeast) ke dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan, pemanfaatan zat-zat makanan, serta meningkatkan kecernaan nitrogen dan fosfor. Penggunaan ragi sebagai inokulan dalam proses fermentasi juga dapat berfungsi sebagai sumber probiotik, yaitu mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, meningkatkan absorpsi zat makanan, dan menekan bakteri yang merugikan.

Page 234: LIMBAH - UNUD

�0� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 235: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | �0�

10.1 Pengertian Silase

Silase merupakan pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Ensilase adalah prosesnya dan

tempatnya disebut dengan Silo. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam pakan yang tidak dikehendaki, serta mendorong berkembangnya bakteri penghasil asam laktat.

Pada saat pakan dimasukkan ke dalam silo terjadi dua fase, yaitu fase respirasi dan proses proteolitik, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam tanaman tersebut. Respirasi menguraikan gula tanaman menjadi CO2, air, dan panas. Suasana aerob yang berlebihan akan meningkatkan suhu yang dapat meningkatkan kecepatan penguraian protein menjadi Non Protein Nitrogen (NPN) yang terlarut. Apabila suhu di dalam silo berkisar antara 42 – 44 0C, maka akan timbul reaksi millard yang menyebabkan silase menjadi berwarna coklat.

Bakteri penghasil asam laktat yang homofermentatif menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula dan gula lainnya

X. TEKNOLOGI SILASE

Page 236: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

yang mempunyai 6 atom karbon. Namun bakteri heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, asam asetat, dan CO2.

10.2 Prinsip SilasePada awal proses silase, enzim yang bekerja dalam proses

pernafasan pada tanaman mengoksidasi karbohidrat yang terlarut dengan menghasilkan panas dan menggunakan gula yang seyogianya siap pakai untuk berlangsungnya proses fermentasi.

Protease tanaman menghidrolisis protein menjadi nitrogen yang bukan protein (NPN), asam amino, peptida, dan amonia. Mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti Enterobacteriaseae, ragi, dan jamur bersaing menggunakan karbohidrat yang terlarut dengan bakteri penghasil asam laktat, dan hasil akhir metabolismenya bukan bahan yang bersifat pengawet.

Clostridia menyebabkan terjadinya proses fermentasi kedua, yaitu perombakan asam laktat menjadi asam butirat dan merombak asam amino menjadi amina dan amonia. Ragi dan jamur, khususnya ragi yang berasimilasi dengan asam laktat juga berkaitan dengan kerusakan yang bersifat aerob terutama pada saat pengeluaran silase dari tempatnya (silo).

Dalam proses fermentasi pembuatan silase hijauan makanan ternak, maka ada tiga fase yang akan terjadi. Ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut ini.1. Fase I merupakan masa fermentasi aktif berlangsung selama 1

– 4 minggu (kadar air di atas 65 %). Apabila kadar air berkisar antara 40 – 50 % maka proses fermentasi berlangsung lambat, dan apabila kadar air antara 55 – 60 %, masa fermentasi aktif akan berlangsung selama 1 – 5 minggu.

2. Fase II merupakan fase stabil; setelah masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase memasuki fase stabil. Apabila silo tertutup rapat, maka aktivitas mikroorganisme sangat rendah sehingga penguraian hemiselulosa lambat. Fase ini sangat dipengaruhi oleh ada

Page 237: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

tidaknya oksigen di dalam silo.3. Fase III; merupakan fase pengeluaran silase. Pada saat

pengeluaran silase, oksigen akan masuk yang menyebabkan terjadi kehilangan bahan kering dan nutrien, karena aktivitas mikroorganisme aerob akan mengkonsumsi gula, hasil akhir fermentasi, dan nutrien terlarut lainnya. Ragi dan jamur merupakan mirkoorganisme yang berperan dalam kerusakan silase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada jamur yang dapat memproduksi aflatoksin dan atau komponen toksik lainnya. Kehilangan bahan kering dalam proses pembuatan silase berkisar antara 1,5 – 3,0 %/hari untuk setiap 8 – 12 0C kenaikan suhu silase di atas suhu kamar.

10.3. Metode Pembuatan SilasePada tahap awal dalam proses pembuatan silase, bahan

pakan, suasananya masih aerobik. Pada suasana aerob ini, sel-sel tanaman yang dimasukkan ke dalam silo masih melakukan respirasi sampai kadar oksigen di dalam silo habis. Pada saat, ini jamur dan ragi masih dapat tumbuh dan berkembang.

Tahap selanjutnya adalah tahap anaerobik, yang mana bakteri anaerob mulai berkembang pesat, khususnya bakteri pembentuk asam, sedangkan jamur dan ragi mati. Pada tahap ini, terjadi perombakan karbohidrat dan gula menjadi asam laktat, asetat, dan ethanol, sedangkan protein menjadi NH3, asam amino, dan amida. Dengan menurunnya pH, bakteri akan mati dan proses silase berhenti (sekitar 2 – 3 minggu).

Cara dan langkah kerja dalam pembuatan silase hijauan pakan ternak (HMT) termasuk jerami adalah sebagai berikut ini. • Hijauan pakan ternak (jerami) yang akan dibuat silase

hendaknya dipilih pada fase pertumbuhan menjelang berbunga.

• Hijauan makanan ternak tersebut kemudian dicacah menurut ukuran ternak yang akan diberikan silase (umumnya dengan ukuran panjang 2 – 5 cm),

Page 238: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

• Hijauan hasil pencacahan tersebut kemudian dilayukan selama 6 – 10 jam.

• Selanjutnya, sediakan bahan pengawet yang mudah tersedia di daerah masing-masing, seperti dedak sebanyak 2 % dari berat total hijauan atau tetes sebanyak 3 % dari total hijauan. Namun, sebelum digunakan, terlebih dahulu tetes tersebut diencerkan dengan air (1 : 3).

• Campuran bahan pengawet dengan hijauan kemudian dimasukkan ke dalam silo atau kantung plastik sedikit demi sedikit sampai padat dan usahakan udara di dalam silo/plastik seminimal mungkin. Selanjutnya ditutup rapat-rapat.

• Dilakukan pemeraman selama lebih kurang 21 hari. Pemberian pada ternak dapat dilakukan setelah lama penyimpanan 8 minggu.

10.3.1. Silase Jerami Penyimpanan hijauan dalam bentuk silase, misalnya silase

jerami, dapat diterapkan hingga ke tingkat petani kecil. Silase jerami ialah jerami yang sudah difermentasikan sehingga lebih mudah dicerna oleh binatang yang memakannya.

Mula-mula jerami yang sudah dijemur kering sebanyak 1.000 kg diperam dalam lubang berukuran 2 x 3 x 1 m3. Sebelum dimasukkan ke dalam lubang, terlebih dahulu jerami itu dipotong-potong pendek dengan ukuran yang seragam, agar memudahkan penanganannya. Lubang yang sudah siap perlu dilapisi lembaran plastik yang cukup tebal, agar nantinya dapat membungkus seluruh kumpulan jerami yang ditaruh di atasnya. Jerami disusun dengan letak yang searah di dasar lubang yang sudah ada lembaran plastiknya itu. Hal Ini dimaksudkan untuk memudahkan kita kalau membongkar jerami hasil pemeraman nanti.

Sesudah tersusun setebal lebih kurang 10 cm, jerami tersebut selanjutnya disiram dengan larutan urea (6 kg dalam 45 l air).

Page 239: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Penyiraman dilakukan sedikit demi sedikit, sampai semua jerami basah. Setiap menambahkan jerami lagi setebal kurang lebih 10 cm kepada tumpukan dalam lubang, perlu disiramkan lagi larutan urea sampai basah. Begitu seterusnya, sampai jerami 1 ton semua sudah masuk ke dalam lubang. Plastik pembungkusnya kemudian ditutupkan di atas tumpukan jerami sampai rapat, lalu semuanya ditimbuni tanah.

Dengan mengalami fermentasi itu, serat kasar dari jerami yang semula tidak dapat dicerna, kini lebih mudah dicerna. Proses silase dengan menambahkan unsur N dari urea itu juga meningkatkan kadar protein dalam jerami yang kini sudah lembek itu. Urea yang dibubuhkan tidak boleh terlalu banyak melebihi takaran karena penguraian urea yang berlebihan dapat menurunkan mutu daging sapi yang diberi pakan silase jerami itu.

10.3.2. Silase Pakan Limbah Berserat Proses lignifikasi struktur jaringan penyangga pakan limbah

berserat menyebabkan kecernaan serat kasarnya di dalam rumen rendah. Berbagai teknik perlakuan (fisik, kimia, dan biologis) dilaporkan dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan serat (Doyle et al., 1986). Di samping itu, perlu disadari bahwa limbah tanaman pangan berserat yang akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak harus segera mungkin diawetkan guna menghindari kehilangan nilai nutrisinya.

Penambahan enzim dalam silase biji-bijian dapat meningkatkan kecernaan, efektivitas energi termetabolis, efisiensi penggunaan pakan, dan ketersediaan asam amino. Bahan lain yang dapat ditambahkan dalam pembuatan silase adalah asam formiat dan asam sulfat.

Tidak semua bahan pakan dapat dibikin silase. Bahan pakan yang akan dibuat silase hendaknya memenuhi kriteria berikut ini. 1. Kadar gula terlarutnya cukup tinggi. Hijauan makanan

Page 240: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ternak tropis umumnya rendah kadar gulanya, sehingga perlu penambahan gula seperti molases di atas 2 %.

2. Oksigen dikeluarkan secepat mungkin dengan cara pemampatan.

3. Selain gula, juga perlu penambahan asam, dedak, atau dedak gandum.

4. Kadar air yang baik pada proses ensilase adalah berkisar antara 20 – 30 %. Ini dapat diperoleh dengan pelayuan atau penambahan aditif yang kering. Dapat juga dilakukan penambahan enzim selulase, tanin, dan glukonase.

10.4. Penilaian Kualitas SilasePenilaian terhadap kualitas silase (pakan limbah atau non

limbah) yang dibuat silase sangat tergantung kepada tipe silase yang diperoleh. Umumnya dalam pembuatan silase pakan limbah, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sangat tergantung kepada proses pembuatan dan inokulan yang digunakan.

Dalam proses pembuatan silase, ada tiga tipe silase yang akan diperoleh. Ketiga tipe silase tersebut adalah sebagai berikut:1. silase tipe laktat,2. silase tipe asetat, dan3. silase tipe butirat.

10.4.1. Silase Tipe LaktatDalam pembuatan silase tipe laktat, bakteri yang paling

dominan dijumpai adalah bakteri asam laktat. Komposisi kimia silase laktat adalah sebagai berikut :

. Total N ………………………………………………………………… �� g/kg

. N dari NH�…………………………………………………………….. �� g/kg

. N dari propionat ……………………………………………………….. ��� g/kg

. Asam asetat…………………………………………………………….. �� g/kg

. Asam propionat ……………………………………………………….. � g/kg

Page 241: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

. Asam butirat …………………………………………………………… � g/kg

. Asam laktat…………………………………………………………….. �0� g/kg

. Ethanol…………………………………………………………………. �� g/kg

. Mannitol……………………………………………………………….. � g/kg

. Pada umumnya pH…………………………………………………….. �,�

. Bahan kering…………………………………………………………… �� %

10.4.2. Silase Tipe AsetatSilase tipe ini terjadi karena keadaan yang kurang baik, yaitu

karena bakteri pembentuk asam asetat lebih banyak daripada bakteri pembentuk asam laktat. Umumnya, terjadi pada daerah tropis, sedangkan di daerah subtropis jarang. Komposisi kimia silase asetat adalah sebagai berikut :

. Total N ………………………………………………………………… �� g/kg

. N dari NH�……………………………………………………………... ��� g/kg

. N dari propionat ………………………………………………………. ��0 g/kg

. Asam asetat…………………………………………………………….. :�� g/kg

. Asam propionat ………………………………………………………... � g/kg

. Asam butirat …………………………………………………………… � g/kg

. Asam laktat…………………………………………………………….. �� g/kg

. Ethanol…………………………………………………………………. � g/kg

. Mannitol………………………………………………………………... � g/kg

. Pada umumnya pH ……………………………………………………. �,�

. Bahan kering …………………………………………………………... ��,�0 %

10.4.3. Silase Tipe ButiratUmumnya silase tipe butirat terbentuk apabila pH yang

stabil tidak dapat dicapai dalam pembuatan silase. Akibatnya, Clostridia saccharolytic yang terdapat dalam bentuk spora dalam tanaman akan berproliferasi dan akan memfermentasi asam laktat atau sisa-sisa karbohidrat yang larut dalam air menjadi asam butirat dan pH meningkat. Komposisi kimia silase butirat adalah sebagai berikut :

Page 242: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

. Total N ………………………………………………………………… �� g/kg

. N dari NH�…………………………………………………………….. ��� g/kg

. N dari propionat ……………………………………………………….. ��� g/kg

. Asam asetat…………………………………………………………….. :�� g/kg

. Asam propionat ……………………………………………………….. 0 g/kg

. Asam butirat …………………………………………………………… �� g/kg

. Asam laktat…………………………………………………………….. � g/kg

. Pada umumnya pH …………………………………………………… �,�

. Bahan kering …………………………………………………………... ��,00 %

Clostridia proteolitik yang kurang toleran terhadap asam akan tumbuh aktif dan akan memecah protein sehingga NH3 meningkat. Pada kenyataannya di lapangan, proses pembuatan silase bahan pakan untuk ternak khususnya untuk hijauan pakan ternak, sering mengalami kegagalan. Untuk menilai keberhasilan kualitas silase yang dibuat, maka ada empat kategori untuk itu.1. Baik sekali : silase bersih dengan bau asam, tidak mengandung

asam butirat, tidak berjamur dan berlendir, tidak terjadi proteolisis, N-amoniak < 10 % dari N-total, dan pH berkisar antara 3,5 – 4,2.

2. Baik: silase sedikit berbau dengan rasa asam, terdapat sedikit asam butirat, N-amonia antara 10 – 15 % dari N-total, dan pH berkisar antara 4,2 – 4,5.

3. Sedang: silase sedikit berjamur, sedikit terjadi proteolisis, sedikit asam butirat, N-amonia antara 15 – 20 % dari N-total, dan pH berkisar antara 4,5 – 4,8.

4. Buruk: silase nampak berjamur dan berlendir, banyak asam butirat, banyak terjadi proteolisis, N-amonia > 20 % dari N-total, dan pH > 4,8.

10.5. Aditif dalam Pembuatan Silase Dalam pembuatan silase, hal yang perlu diperhatikan

adalah adanya penambahan karbohidrat yang mudah larut, seperti dedak jagung, dedak gandum, dan onggok. Silase yang

Page 243: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

menggunakan inokulan (starter bakteri) umumnya mempunyai pH, etanol, dan amonia lebih rendah serta asam laktat lebih tinggi daripada silase yang tidak menggunakan inokulan.

Aspergillus niger sebelum digunakan sebagai inokulan fermentasi, terlebih dahulu perlu dilakukan proses aktivasi dengan air masak atau air bersih sebanyak 10 liter dan ditambahi 100 g gula pasir dan 50 g pupuk NPK. Selanjutnya larutan tersebut ditambahi 50 g kultur Aspergillus niger (kultur padat atau cair) dan diaduk merata serta diaerasi selama 12 – 24 jam. Aspergillus niger aktif tersebut siap digunakan untuk inokulan fermentasi pada bahan pakan limbah yang rendah kandungan proteinnya. Proses aktivasi inokulan fermentasi tersaji pada Gambar 27.

Gambar 27. Skema proses aktivasi Aspergillus niger

Page 244: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Penambahan inokulan (starter) bertujuan untuk dapat meningkatkan aktivitas fermentasi, tercapainya pH rendah, ratio asam laktat dengan asam asetat yang tinggi, dan kadar NH3 yang rendah. Urea dan amonia cair dapat ditambahkan pada silase yang mempunyai protein kasar rendah, yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein kasar serta meningkatkan stabilitas aerob silase.

Beberapa macam aditif dapat ditambahkan dalam pembuatan silase dengan maksud mempercepat terjadinya proses pengawetan bahan pakan yang dijadikan silase atau dengan maksud menambah kandungan zat makanan pada silase yang akan dibuat. Untuk meningkatkan kadar protein silase yang dibuat dari jerami jagung, sorghum, atau rumput, biasanya digunakan urea sebagai aditif. Urea dapat dicampurkan ke dalam silo sebelum maupun sesaat sebelum diberikan ternak sebanyak 0,50 % dari bahan.

Bahan-bahan aditif yang dapat digunakan untuk mempercepat proses silase (pengawetan) adalah sebagai berikut ini.1. Molasses (tetes). Banyaknya molasses yang ditambahkan

ke dalam bahan pakan yang dibuat silase adalah 4 % untuk bahan pakan dari leguminosa dan 2 % untuk bahan pakan nonleguminosa (rumput-rumputan). Apabila tidak ada molasses, dapat dipergunakan gula pasir atau gula aren.

2. Biji-bijian atau makanan kering yang lain. Biji-bijian yang kandungan karbohidratnya tinggi (jagung) yang sudah digiling dapat ditambahkan pada silase yang terbuat dari leguminosa atau rumput. Penambahan biji-bijian akan menyebabkan kualitas silase lebih baik, rasanya lebih enak, dan kadar zat tepungnya menjadi lebih banyak. Jumlahnya yang ditambahkan dalam silase adalah 7 % dari bahan silase yang dibuat untuk leguminosa dan 3,5 % untuk rumput-rumputan atau 5 – 6 % untuk campuran antara leguminosa dengan rumput.

Page 245: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

3. Asam mineral. Asam yang dipakai adalah asam fosfat, asam sulfat, dan asam klorida, dan yang paling baik adalah asam fosfat karena tidak menyebabkan karat pada alat yang digunakan, dan sisanya dapat dipakai pupuk. Jumlahnya yang dapat ditambahkan adalah 0,80 % untuk legominosa dan 0,45 % untuk rumput.

4. Dedak padi dapat ditambahkan ke dalam silase yang dibuat sebanyak 3 % dari berat silase. Selain dedak padi, maka tongkol jagung juga dapat digunakan sebanyak 8 – 10 % dari berat bahan silase.

5. Natrium sulfit. Pemakaian natrium bisulfit dapat menyebabkan bau silase menjadi lebih baik dan pada waktu yang sama dapat menghalangi hilangnya karoten. Jumlah yang ditambahkan adalah 0,40 % dari berat bahan silase.

Page 246: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Page 247: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

11.1 Limbah Pakan Ternak Alternatif

Penyediaan makanan ternak merupakan persyaratan mutlak bagi pengembangan usaha peternakan. Makanan

ternak harus tersedia sepanjang musim untuk menjaga agar arus pendanaan (cash flow) dalam usaha peternakan tetap stabil. Oleh karena itu, limbah agroindustri pertanian, perkebunan, serta peternakan dan perikanan harus dapat dimanfaatkan menjadi makanan ternak. Pemanfaatan limbah untuk pakan ternak sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan pakan bagi ternak sepanjang waktu. Atas dasar pertimbangan itu, diperlukan penggunaan teknologi dalam mengolah pakan limbah tersebut menjadi pakan ternak berkualitas, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ternak.

Pemanfaatan limbah agro industri pertanian, perkebunan, serta peternakan dan perikanan sebagai pakan bukan hal baru bagi petani peternak. Akan tetapi, bila limbah tersebut dimanfaatkan sebagai pakan tambahan untuk ternak, maka tidak akan tercukupi kebutuhan untuk hidup pokok ternak, baik untuk

XI. PENUTUP

Page 248: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ternak ruminansia maupun ternak nonruminansia. Jenis ternak ruminansia mempunyai keunikan dan keistimewaan dalam mengkonsumsi hijauan pakan dalam jumlah besar, sebagai sumber energi utama jika dibandingkan dengan ternak nonruminansia.

Seiring dengan makin menyempitnya lahan untuk menanam hijauan, maka pemanfaatan limbah untuk pakan akan terus meningkat. Nilai pakan limbah sangat tergantung pada jenis limbah, kandungan nutrisi limbah, dan ada tidaknya senyawa antinutrisi pada limbah tersebut. Faktor pembatas pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak umumnya kandungan nutrisinya rendah dan kurang disukai oleh ternak. Atas dasar pertimbangan itu, perlu ditemukan upaya meningkatkan pendayagunaan limbah untuk pakan ternak secara berkelanjutan.

Onggok yang difermentasi oleh Aspergillus niger menghasilkan produk dengan kecernaan bahan kering dan protein yang lebih tinggi. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan protein kasar berkisar antara 35 – 40 %. Karena itu, ubi kayu yang semula sebagai sumber energi berubah menjadi sumber protein bagi unggas.

Berdasarkan sumbernya, maka limbah untuk pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi enam sebagai berikut ini.1. Limbah pertanian, antara lain jerami padi, jerami jagung,

jerami kacang-kacangan, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah, daun singkong, pucuk tebu, dan sebagainya.

2. limbah industri pertanian atau “agro-industrial-by-product”, seperti dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan bungkil kacang tanah.

3. Limbah peternakan, seperti kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, lemak telo, tulang, dan darah.

4. Limbah perikanan yang meliputi beberapa jenis ikan yang merupakan hasil sampingan pada penangkapan udang dan limbah pada unit pembekuan dan pengolahan/pengalengan ikan seperti bagian kepala, sirip, ekor, dan isi perut ikan.

5. Limbah perkebunan, yaitu meliputi semua hasil ikutan dalam

Page 249: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

usaha tanaman perkebunan tertentu yang menghasilkan produk utama yang menjadi tujuan pengusaha, antara lain tetes (molasis), ampas kelapa sawit, ampas tebu (bagase), onggok, dan bagian sampah seperti kulit kopi, kulit coklat, serta air buangan sawit.

6. Limbah tata boga yang meliputi limbah hasil restauran, hotel, rumah tangga, dan pasar. Limbah ini berupa sisa dapur, hotel, dan sisa sayuran di pasar yang merupakan limbah pasar yang cukup banyak serta dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak babi dan ruminansia.

11.2 Pertimbangan Teknis dan EkonomisSebelum digunakan sebagai pakan ternak, sebaiknya perlu

dilakukan analisis teknis dan ekonomis terhadap pakan limbah tersebut. Pakan limbah yang akan digunakan harus tersedia dalam waktu yang cukup lama atau ketersediaannya harus kontinyu. Bahan pakan yang sudah tersedia pada suatu saat, kemudian hilang (tidak tersedia) harus dihindarkan penggunaannya. Padi yang diproduksi secara masal dan nasional menyebabkan ketersediaan dedak padi dan bekatul untuk ternak juga akan berlimpah. Lain halnya dengan bahan pakan yang diproduksi secara terbatas akan menghasilkan bahan pakan yang terbatas pula ketersediaannya.

Produksi pertanian yang besar tentu akan menghasilkan banyak bahan pakan untuk ternak. Indonesia yang mengutamakan produksi padi akan banyak menghasilkan dedak dan bekatul. Karena itu, dedak padi selalu digunakan dalam penyusunan ransum ternak. Selanjutnya, buah kelapa dan kelapa sawit banyak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, maka hasil samping pembuatan minyak goreng itu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti bungkil kelapa dan bungkil sawit.

Pertimbangan lainnya, yaitu bahan pakan untuk ternak tidak boleh bersaing dengan manusia. Apabila manusia lebih banyak membutuhkannya, maka bahan pakan tersebut tidak

Page 250: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

boleh diberikan pada ternak, misalnya kacang kedelai. Namun demikian, bungkil kacang kedelai dapat diberikan pada ternak.

Pertimbangan selanjutnya, yaitu harga bahan pakan itu sendiri. Walaupun dapat digunakan sebagai bahan pakan, apabila harganya mahal, maka penggunaan bahan atau peran bahan pakan itu sebagai bahan pakan ternak akan tersisihkan. Murah ataupun mahalnya suatu bahan pakan harus dinilai dari manfaat bahan pakan itu sendiri, yang merupakan cermin dari kualitasnya dan hasil yang diperoleh. Tepung ikan misalnya, harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan kandungan proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya serta manfaat yang diperoleh, maka penggunaan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein menjadi murah.

Kelengkapan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang terkandung di dalam pakan limbah memegang peranan penting untuk menentukan apakah bahan pakan tersebut berperan atau tidak. Bahan pakan limbah yang mudah membentuk racun atau mudah cemar juga tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kelapa misalnya, meskipun masih tetap digunakan, karena kandungan minyaknya masih tinggi, maka ransum yang mengandung bungkil kelapa dalam proporsi tinggi akan mudah tengik. Karena itu, beberapa pabrik makanan ternak mulai meninggalkan penggunaan bungkil kelapa dalam penyusunan ransum.

11.3 Pengolahan PakanPengolahan pakan limbah sebagai pakan ternak pada

prinsipnya ditujukan untuk memecah selulosa, hemiselulosa, dan lignin, sehingga dapat dihasilkan pakan yang lebih mudah dicerna serta meningkatkan kandungan nutrisinya. Pemanfaatan limbah (jerami) yang difermentasi akan dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain : 1. mengurangi biaya pakan, khususnya dalam penyediaan

hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia,

Page 251: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

2. meningkatkan daya dukung lahan pertanian, karena pemeliharaan ternak ruminansia tidak harus menyediakan lahan sebagai tempat tanaman hijauan makanan ternak,

3. dapat memberikan nilai tambah bagi petani, apabila suatu saat nanti petani telah dapat melihat peluang tersebut, yang artinya jerami tidak lagi sebagai limbah yang mengganggu proses produksi, melainkan sebagai produk yang menguntungkan, dan

4. memberikan peluang baru biro jasa lainnya apabila dikelola secara professional, antara lain akan muncul suatu bisnis atau usaha baru dalam pelayanan jasa seperti prosesing dan pengangkutan jerami sebagai pakan ternak, sehingga sektor pertanian akan memberikan peluang untuk menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

Berbagai macam teknologi pengolahan pakan bisa diterapkan dalam meningkatkan kualitas bahan pakan yang tersedia. Pengolahan pakan pada umumnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu fisik, kimia, dan cara biologis. Metode fisik antara lain perendaman (soaking), penggilingan (grinding), pellet (pelleting), pemanasan dalam air (boiling), pemanasan dengan tekanan uap (steaming), penyinaran dengan sinar radiasi, dan lain sebagainya. Pengeringan pakan harus memperhatikan suhu serta lama pengeringan. Dalam upaya menghindari terjadinya ikatan antara protein dan karbohidrat, yang lebih dikenal dengan istilah maillard browning yang menyebabkan solubilitas dan kecernaan pakan menurun.

Proses memperluas permukaan (bentuk tepung) pada kulit ari kacang kedelai sebelum difermentasi juga sangat membantu meningkatkan nilai cerna dari kulit ari kacang kedelai tersebut. Penghalusan ukuran melalui penggilingan atau penumbukan tersebut menyebabkan molekul selulosa dapat lebih mudah menerima penetrasi enzim ekstraseluler dari mikroba untuk menguraikannya menjadi monomer glukosa yang dapat diangkut

Page 252: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

melalui membran sel, dan digunakan sebagai sumber energi oleh mikroba (Suharsono, 1989).

Proses yang memperbesar porositas molekul, seperti pembengkakan molekul selulosa dengan perendaman juga dapat meningkatkan kemudahan degradasi selulosa, sehingga tercapai fermentasi yang efisien. Metode kimia umumnya menggunakan zat yang bersifat basa kuat, seperti NaOH, KOH, CaOH, NH4OH, dan sebagainya. Dilain pihak, metode biologis dilakukan dengan menambahkan enzim, probiotik, jamur, dan lain sebagainya. Di samping itu, dilakukan perlakuan pengolahan pakan dengan menggabungkan antara beberapa metode yang ada karena adanya kelemahan dan keterbatasan masing-masing metode.

Aplikasi bioteknologi pada ternak monogastrik adalah melalui pemanfaatan mikroorganisme tertentu untuk memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, pemanfaatan enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme, penciptaan bahan kimia seperti zat gizi, antibiotik, dan pemacu pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam pakan monogastrik, baik bahan tersebut dari hasil fermentasi ataupun lainnya. Misalnya, cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992).

Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama karena adanya selulase dan xilanase ( Trinci et al., 1994). Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan silase jerami padi. Lebih lanjut, cairan rumen pada onggok sebagai bahan baku penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (volatile fatty acids)

Page 253: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

(Hardiyanto, 2001). Hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa mikroba

rumen ternyata dapat berperan dalam menetralisir efek mimosin terhadap ternak. Lamtoro mengandung mimosin yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya. Akan tetapi, dengan penambahan mikroba yang diinokulasi dari rumen domba yang sudah diadaptasikan dengan daun lamtoro, ternyata gejala keracunan yang ditimbulkan oleh efek momosin tersebut menjadi hilang.

Pemberian enzim phitase pada ransum unggas nyata dapat mengatasi problema yang disebabkan oleh senyawa fitat, yaitu senyawa yang dapat mengikat fosfor. Dengan adanya phytase, ternyata fosfor dapat dimanfaatkan lebih banyak. Penambahan Aspergillus niger ke dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, dan pada sorghum ternyata dapat menurunkan kandungan tanninnya.

11.4 Aplikasi Produk BioteknologiDi Negara yang sudah maju, usaha peningkatan

kualitas ternak terus dilakukan. Beberapa penelitian terakhir memperlihatkan bahwa suplemen enzim dalam pakan ternak untuk hewan monogastrik, berpotensi meningkatkan nilai nutrisi pakan limbah (Graham et al., 1988; Annison, 1992; Wenk et al., 1993). Dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, proses pencernaan terjadi secara enzimatis. Oleh karena itu, beberapa peneliti telah mencoba menambahkan enzim dalam pakan untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Menurut Sterling et al. (1998), pemberian enzim dapat menurunkan kekenyalan (viskositas) isi usus hingga 20 % dibandingkan dengan makanan standarnya (biji-bijian tanpa enzim). Dengan demikian, proses pencernaan makanan di usus menjadi lebih mudah. Penambahan enzim protease ke dalam pakan dapat berperan dalam pemecahan protein menjadi asam amino. Asam amino selanjutnya diserap ke dalam tubuh dan selanjutnya diubah menjadi protein tubuh

Page 254: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

(Wahju, 1992).Penambahan enzim dapat menguraikan komponen

dinding sel tanaman yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, xylanosa, dan pektin. Enzim akan mengurangi kandungan serat detergen netral (NDF) dan “acid detergent fibre” (ADF) sehingga akan meningkatkan kecernaan pakan. Juga akan meningkatkan pelepasan bagian karbohidrat yang terlarut yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri penghasil asam laktat untuk menurunkan pH.

Guna mendapatkan enzim protease yang berpotensi dalam meningkatkan nilai nutrisi pakan, maka enzim tersebut harus memiliki aktivitas biologis saat mencapai saluran pencernaan (Spring et al., 1995). Saluran pencernaan ternak unggas mempunyai pH asam (4 - 5). Oleh karena itu, seleksi mikroorganisme yang akan digunakan harus diisolasi dari mikroorganisme yang hidup di dalam saluran pencernaan ternak unggas dengan menggunakan medium yang bersifat asam.

Isolat mikroorganisme yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai probiotik. Menurut Fuller (1992), probiotik adalah suatu feed supplement mikroorganisme hidup yang secara menguntungkan mempengaruhi inang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme. Penggunaan probiotik tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi yang ramah lingkungan. Sejumlah mikroorganisme ditemukan dalam pencernaan ternak unggas (ayam), di antaranya Escherichia coli, Clostridia, Enterococci, Lactobacilli, dan khamir. Mikroorganisme tersebut merupakan mikroflora normal yang terdapat dalam alat pencernaan ayam. Menurut Couch (1978), penambahan kultur Lactobacillus dalam pakan ayam dapat meningkatkan berat ayam broiler sampai 46 gram, menurunkan tingkat kematian sampai 0,4 %, dan meningkatkan konversi pakan sampai 0,81 unit. Di samping itu, penambahan kultur L. acidophilus dalam pakan dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium dan Staphylococcus aureus, karena kedua bakteri tersebut merupakan

Page 255: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

bakteri patogen. Substrat yang mengalami biofermentasi biasanya memiliki

nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini dikarenakan sifat katabolik dan anabolik mikroorganisme sehingga mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi senyawa yang sederhana dan mudah tercerna. Proses fermentasi diharapkan akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa, dan penurunan kadar lignin. Pakan serat yang mengalami fermentasi dengan kapang akan meningkat kecernaan nutriennya (Puls dan Poutanen, 1989). Lignin umumnya sangat sulit dirombak terutama pada pemecahan cincin aromatiknya. Akan tetapi, sebagian lignin ada yang labil terhadap perlakuan alkali, di antaranya dengan amoniasi urea. Komponen lignin yang labil dengan perlakuan alkali adalah gugus ester seperti residu feruli atau p-coumaril (Scalbert et al., 1985).

Senyawa pemacu pertumbuhan yang diperoleh dari limbah pemotongan ternak adalah ekstrak hipofisa. Ekstrak hipofisa sebagai sumber hormon diperoleh melalui pengambilan kelenjar hipofisa ternak (sapi, kerbau, kambing, dan domba) dari kepala ternak tersebut. Kelenjar hipofisa ini terletak di bawah dasar otak dan terlindung dalam sebuah bentukan dari tulang di bawah hipotalamus yang disebut dengan sella turcica (Djojosoebagio, 1990). Kelenjar hipofisa ini merupakan organ yang relatif kecil ukurannya jika dibandingkan ukuran tubuh; misalnya, pada sapi ukurannya 1.988 + 0,49 mg (Oka, 1992). Hormon yang dihasilkan berpengaruh pada sejumlah proses vital dalam tubuh manusia maupun hewan. Pengaruh yang luas dari kelenjar hipofisa di dalam tubuh disebabkan oleh kerja hormon yang dihasilkannya.

Hasil penelitian Bidura dan Candrawati (2004) melaporkan bahwa penyuntikan ekstrak hipofisa sapi secara intramuskuler ternyata dapat memacu pertumbuhan, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, serta menekan akumulasi lemak tubuh ayam. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Bidura dan Suranjaya (2002); menggunakan ekstrak hipofisa ayam melalui

Page 256: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

mulut ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada itik Bali jantan

Penyuntikan insuline like growth factor-1 (IGF-1) pada ayam broiler umur lima minggu ternyata tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, efisiensi penggunaan energi, dan komposisi karkas. Akan tetapi, penyuntikan IGF-1 dan IGF-2 secara bersamaan dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan daging karkas sedangkan jumlah lemak abdomen menurun (Spencer et al., 1997). Dilaporkan juga bahwa pemberian insuline like growth factor-2 (IGF-2) dapat menurunkan jumlah lemak abdomen sebesar 27 % jika dibandingkan dengan kontrol serta tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum.

Hasil penelitian Maksudi (2000) mendapatkan bahwa konversi lemak ransum menurun dari 24 % (kontrol) menjadi 8 % dengan pemberian 1,0 ppm β-agonist via oral pada ayam broiler. Dilaporkan juga bahwa penimbunan lemak tubuh menurun dari 23,9 % (kontrol) menjadi 7,9 %, yang disebabkan karena adanya kemampuan dari hormon β-agonist dalam meningkatkan lipolisis.

Bahan pakan limbah yang mudah membentuk racun atau mudah cemar tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kelapa misalnya, meskipun masih tetap digunakan, karena kandungan minyaknya masih tinggi, maka ransum yang mengandung bungkil kelapa dalam proporsi tinggi akan mudah tengik. Karena itu, beberapa pabrik makanan ternak mulai meninggalkan penggunaan bungkil kelapa dalam penyusunan ransum. Kelengkapan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang terkandung dalam pakan limbah memegang peran penting untuk menentukan apakah bahan pakan tersebut dapat dipakai atau tidak. Semua bahan pakan limbah dapat dihancurkan dan dijadikan tepung yang untuk selanjutnya dapat dibentuk sesuai yang diinginkan, seperti bentuk “crumble”, “pellet”, ataupun bentuk tepung.

Page 257: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

11.5 Ransum dan Zat MakananRansum atau ration adalah sejumlah bahan pakan atau

campuran beberapa bahan pakan yang dijatahkan untuk ternak dalam sehari yang disusun sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan ternak yang bersangkutan berdasarkan fase pertumbuhan, umur, berat badan, dan status fisiologis dari ternak bersangkutan. Ransum biasanya berupa campuran beberapa jenis bahan pakan.

Ransum umumnya mempunyai kepadatan (density) 0,58 g/cm3. Apabila energi ransum dikurangi sampai di bawah tingkat keperluan pemeliharaan dan berfungsinya organ tubuh yang penting, bobot badan ayam akan menurun dan akhirnya mati. Dalam keadaan kekurangan energi, simpanan energi tubuh yang digunakan untuk mempertahankan hidup berturut-turut: (1) simpanan glikogen tubuh, (2) simpanan lemak tubuh, dan (3) jaringan protein tubuh.

Menurut Parakkasi (l983), yang dimaksud dengan ransum adalah makanan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam di mana pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama 24 jam tersebut. Ada dua macam istilah tentang ransum, yaitu “ransum sempurna” dan “ransum-sempurna-ekonomis”. Ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan pakan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat makanan kepada ternak dalam perbandingan, jumlah, dan bentuk sedemikian rupa sehingga berbagai fungsi fisiologis dalam tubuh dapat berjalan normal.

Ransum seimbang adalah porsi makanan sehari-hari dari ternak yang disusun sedemikian rupa agar mengandung bagian zat makanan yang cocok untuk kesehatan, pertumbuhan, reproduksi, dan produksi. Kandungan energi dalam ransum mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Apabila ayam yang sedang tumbuh atau bertelur diberi ransum dengan zat makanan yang seimbang, maka ayam tersebut akan mengkonsumsi energi dalam jumlah yang tetap per harinya.

Page 258: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Pakan penguat konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Pakan itu mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Bahan pakan yang sudah berbentuk tepung tersebut selanjutnya dicampur sedemikian rupa, yaitu mulai dari yang persentase bahan terbesar sampai dengan persentase bahan terkecil, seperti tersaji pada Gambar 28.

Gambar 28. Cara pencampuran ransum

Khusus untuk penggunaan bahan pakan yang bersifat aditif (penggunaannya di bawah 0,5 % dari total ransum), sebelum dicampurkan dalam ransum, terlebih dahulu bahan tersebut dicampurkan dengan bahan pakan lain seperti dedak padi. Setelah semua bahan disebarkan sesuai dengan urutan (lihat Gambar 28), selanjutnya lingkaran tersebut dibagi empat.

Page 259: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Masing-masing bagian dicampur rata dan setelah rata betul kemudian keempat bagian tersebut digabung menjadi satu dan kembali diaduk sehomogen mungkin. Akhirnya ransum sudah siap diberikan pada ternak.

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat. (1) Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga per unit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu. (2) Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap kilogram pakan penguat harus mengandung minimal 2500 kkal energi, 17 % protein, dan serat kasar 12 %.

Zat makanan adalah penyusun atau sekelompok penyusun bahan makanan dan umumnya mempunyai komposisi kimia yang serupa ataupun sama seperti yang diperlukan untuk hidup. Protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin adalah zat-zat makanan yang telah umum diketahui. Komposisi zat makanan dari beberapa macam bahan pakan tersaji pada Tabel 61.

Tabel 61. Beberapa komposisi nutrisi limbah pakan ternak Bahan Pakan DM Persentase dari Bahan Kering (DM)

% CP SK EE BETN TDN/Energi

Daun jagung ��,0 �,� �,� �0,� -

Onggok ��,� �,� 0,� ��,� ��

Bungkil kelapa ��,� ��,� ��,� ��,� ��

Ampas tahu ��,� ��,� �0,� ��,0 ��

Jerami padi ��,� �,� �,� - ��,�

Batang pisang �,� �,� �,� ��,� -

Sumber : Siregar (2005)

Page 260: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Konsentrat adalah campuran pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18 % dan biasanya kaya akan protein atau energi. Konsentrat protein adalah campuran dari beberapa macam bahan pakan dengan kandungan protein di atas 20 %. Apabila kandungan proteinnya di bawah 20 %, maka disebut dengan konsentrat energi.

Tidak ada sumber bahan pakan, baik itu murni dihasilkan untuk pakan ternak maupun hasil sampingannya mengandung semua unsur nutrisi. Kekurangan kandungan unsur nutrisi dapat ditutupi/diatasi dengan penambahan berbagai sumber bahan pakan yang lain ke dalam bahan pakan tersebut sehingga terjadi substitusi (saling melengkapi).

11.6 Kandungan Nutrisi PakanSetiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja

kita berikan kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya.

Unsur nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan, yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.

Pengetahuan tentang komposisi kimia atau nutrien dari berbagai bahan pakan yang akan digunakan dalam penyusunan ransum juga mesti harus diketahui oleh para penyusunan ransum. Komposisi kimia dari beberapa macam pakan yang sering digunakan dalam penyusunan ransum unggas juga sudah tersaji dalam bentuk tabel yang mudah digunakan. Oleh karena

Page 261: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

itu, untuk dapat menyusun ransum, dibutuhkan tabel kebutuhan akan zat makanan dari ternak beserta tabel komposisi bahan pakan yang akan disusun menjadi sebuah ransum.

Pakan pemacu merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkat populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.

Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Penambahannya dapat memperbaiki formula ransum menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa.

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25 x 46 %). Dalam proporsi tertentu, bahan itu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.

11.7 Ransum Berbasis Limbah11.7.1. Ransum Limbah Pertanian

Alternatif untuk mengatasi masalah pakan dalam suatu usaha peternakan adalah dengan memanfaatkan bahan pakan berbasis limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ayam yang diberi ransum tanpa penggunaan kulit ari kacang kedelai sebagai kontrol menunjukkan penampilan yang sama dengan ayam yang diberi 15 % kulit ari kacang kedelai yang terfermentasi, dan penampilan ayam yang paling rendah terlihat pada ayam yang diberi ransum dengan 15 % kulit ari kacang kedelai. Dari hasil penelitian tersebut, diamati bahwa tingginya kandungan serat kasar pada kulit ari kacang kedelai dapat diatasi dengan proses fermentasi sebelum diberikan pada ayam. Melalui proses fermentasi, ternyata nilai cerna ransum meningkat 3,15 % lebih tinggi daripada tanpa terfermentasi (Bidura dan Sudiastra, 2002). Uraian lebih rinci, hasil penelitian tersebut tersaji pada Tabel 62.

Page 262: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 62. Respons ayam broiler umur 2 – 6 minggu terhadap pemberian kulit ari kacang kedelai yang difermentasi probiotik

VariabelPerlakuan

A B C

Konsumsi ransum (g/ekor/� mg) ����,00 ����,00 ����,00

Kons. serat kasar (g/ekor/� mg) ���,0� ���,�� ���,0�

Berat badan akhir (g/ekor) ����,�� ����,�� ����,0�

Pertamb. berat badan (g/ekor/� mg) ����,�� ����,�� ����,��

Feed Conversion Ratio (FCR) �,�� �,�� �,��

Koefisien cerna bahan kering ( % ) ��,�� ��,�� ��,��

Koefisien cerna bahan organik (%) ��,�� ��,00 ��,��

Sumber : Bidura dan Sudiastra (2002)

Adanya proses fermentasi pada kulit kacang kedelai tersebut ternyata dapat meningkatkan nilai guna dari kulit kacang kedelai tersebut. Hal ini terlihat dari pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum yang nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa fermentasi.

Upaya untuk meningkatkan nilai guna dari pakan limbah dapat dilakukan dengan penambahan enzim ke dalam ransum yang menggunakan pakan limbah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi 0,20 % enzim kompleks ke dalam ransum yang mengandung 15 % kulit ari kacang kedelai dapat memberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan kontrol dan pertambahan berat badan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa enzim kompleks (Tirta, 2005).

Page 263: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

11.7.2. Ransum Limbah PerkebunanPenggunaan limbah perkebunan sebagai bahan pakan

alternatif mulai dilirik oleh para peternak. Hal ini disebabkankarena sulitnya mendapatkan bahan pakan khususnya pada musim kemarau panjang di mana pakan hijauan sulit didapat. Hasil penelitian mengenai penggunaan limbah perkebunan sebagai bahan pakan ternak monogastrik termasuk unggas dan ternak ruminansia menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Akan tetapi, penggunaannya dalam penyusunan ransum tentu saja ada batasanya, yang disebabkan oleh adanya senyawa antinutrisi pada limbah tersebut.

Fraksi serat kasar yang tidak dapat dicerna tersebut akan secepatnya keluar dari saluran pencernaan dan sebagai akibatnya peluang untuk penyerapan zat-zat makanan berkurang. Dilaporkan oleh Lloyd et al. (l978) bahwa peningkatan serat kasar ransum akan mengurangi efisiensi penggunaan energi metabolis yang disebabkan oleh terjadinya pengalihan sebagian energi netto untuk aktivitas tambahan energi muskuler dan aktivitas tambahan gizard untuk mendorong sisa makanan sepanjang usus. Hal inilah yang mungkin menyebabkan pertambahan berat badan ayam menurun, sebagai akibat dari sedikitnya energi yang tersedia untuk disimpan berupa lemak.

Hasil penelitian Erika (l998) melaporkan bahwa pemberian pod kakao yang sudah mengalami amoniasi dengan 1,50 % urea dan difermentasi dengan kapang Phanerochaete chrysosporium menghasilkan penampilan sapi FH yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberi pod kakao tanpa perlakuan. Hasil yang lebih rinci tersaji pada Tabel 63.

Page 264: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 63. Pengaruh biofermentasi pod kakao terhadap penampilan sapi FH jantan

Variabel Ransum Perlakuan�)

A B C D EPertambahan berat badan (kg/hari) 0,��b* �,��a* 0,��b* 0,��b* �,��a*

Air tubuh (%) ��,��a ��,�0a ��,��a ��,0�a ��,�0a

Protein tubuh (%) ��,��a ��,�0a ��,�0a ��,��a ��,�0a

Lemak tubuh (%) ��,��a ��,00a ��,��a ��,0�a ��,00a

Deposisi protein (g/h) ���,��b ���,��a ���,��b ���,��b ���,��a

Deposisi lemak (g/h) �0�,0�b ��0,��a ���,��b �00,��b ���,��aRetensi N/N tercerna (BV %) ��,0�a ��,��a ��,��a ��,�0a ��,��a

Keterangan : Sumber : Erika (1998)1. Sapi yang diberi konsentrat + pod kakao tanpa pengolahan

sebagai kontrol (A), konsentrat + pod kakao amoniasi (B), konsentrat + silase pod kakao (C), konsentrat + biofermentasi pod kakao dengan isi rumen (D), dan konsentrat + biofermentasi pod kakao dengan P. chrysosporus (E).

* Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Penambahan 8 % serbuk gergaji kayu sebagai sumber serat kasar dalam ransum meningkatkan kandungan serat kasar ransum dan juga meningkatnya konsumsi serat kasar. Peningkatan konsumsi ransum tersebut adalah sebagai akibat makin cepatnya laju aliran ransum dalam saluran pencernaan ayam. Akibatnya, saluran pencernaan ayam menjadi kosong dan ayam akan mengkonsumsi lebih banyak dan pada giliran selanjutnya peningkatan konsumsi tersebut akan diikuti oleh peningkatan konsumsi zat makanan lainnya termasuk air (Tabel 64).

Page 265: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Tabel 64. Pengaruh penambahan gergaji kayu, ragi tape, dan kombinasinya dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging umur 2 - 7 minggu

VariabelPerlakuan�)

A B C D

Konsumsi ransum (g) ����,�0b�) ����,��a ����,00b ����,�0a

Konsumsi serat kasar (g) ���,��c �0�,��a ���,�0b ���,��a

Berat badan akhir (g) ��0�,�0b ����,�0d ��0�,��a ����,�0c

Pertambahan berat badan (g) ����,��b ���0,��d ���0,��a ����,��c

Feed Conversion ratio �,0�d �,��a �,��c �,��b

Keterangan :1. Ransum basal tanpa penambahan gergaji kayu atau ragi tape

sebagai kontrol (A), ransum basal dengan penambahan 8 % gergaji kayu (B), dengan penambahan 0,5 % ragi tape (C) dan ransum dengan penambahan 8 % gergaji kayu + 0,5 % ragi tape (D).

2. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pertambahan berat badan itik selama penelitian pada perlakuan B dan C secara nyata menurun jika dibandingkan dengan perlakuan A (Tabel 65). Hal ini disebabkan karena adanya sekam padi atau serbuk gergaji kayu dalam ransum akan meningkatkan kandungan serat kasar dalam ransum. Ransum yang kandungan serat kasarnya tinggi mempunyai nilai cerna ransum yang rendah (Jorgensen et al., 1996). Akibatnya, itik akan mengalami kekurangan zat makanan sehingga pertambahan berat badannya menurun. Adanya probiotik Starbio dalam pakan ternyata belum mampu menghidrolisis serat kasar secara sempurna, sehingga zat makanan yang diserap oleh tubuh itik tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan.

Page 266: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 65. Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau gergaji kayu yang disuplementasi dengan Starbio terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik

Variabel Perlakuan�) SEM�)

A B CKonsumsi ransum

(g/ekor/�� minggu)�����,��a�) �����,��b ����0,��c �0,��

Pertambahan berat badan

(g/ekor/�� minggu)����,�a ����,��b �0��,�c �0,��

Efisiensi penggunaan ransum 0,0�0a 0,0��ab 0,0��b 0,00�

Asam urat darah (mg/�00 ml) �,�0a �,�0b �,�0c 0,0��

Keterangan :1. Ransum kontrol tanpa sekam padi atau gergaji kayu

(A), penggantian 50 % dedak dengan sekam padi yang disuplementasi dengan 0,20 % Starbio (B), penggantian 50 % dedak dengan gergaji kayu yang disuplementasi dengan 0,20 % Starbio (C).

2. SEM = Standard error of the treatment means3. Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama,

menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

11.7.3. Ransum Limbah PeternakanPenggunaan 5 % tepung bulu ayam dalam ransum ternyata

menurunkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam (Bidura dan Suasta, 2003). Akan tetapi, bila bulu ayam difermentasi ternyata memberikan hasil (pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum) yang sama dengan kontrol dan secara nyata memberikan penampilan yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang diberi tepung bulu ayam tanpa fermentasi. Dilaporkan juga bahwa melalui proses fermentasi

Page 267: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

tepung bulu ayam, pemberiannya ternyata dapat menurunkan akumulai lemak tubuh ayam (Tabel 66).

Sebelum digunakan dalam penyusunan ransum, terlebih dahulu tepung bulu ayam tersebut direbus dalam air panas selama lebih kurang 30 menit dan selanjutnya direcah dan dikeringkan. Setelah kering, tepung bulu ayam tersebut kemudian dijadikan tepung dengan mesin penggiling. Pada Gambar 29, tersaji bentuk fisik bulu ayam utuh dan bulu ayam yang sudah direbus dan difermentasi.

Gambar 29. Bulu ayam broiler yang masih utuh (a) dan sesudah direbus serta difermentasi (b)

Penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum ternyata sangat efektif untuk menekan penimbunan lemak tubuh. Dengan sedikit sentuhan teknologi, yaitu teknologi fermentasi ternyata dapat diperoleh hasil yang sama dengan kontrol. Hasil penelitian Bidura dan Suasta (2003) yang memanfaatkan 5 % tepung bulu ayam dalam ransum tersaji pada Tabel 66.

Page 268: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Tabel 66. Pengaruh penggunaan tepung bulu ayam terfermentasi dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 6 minggu

Variabel

Level Tepung Bulu Ayam dalam Ransum

0 % � % � % terfermentasiPertambahan berat badan (g) ����,��a ����,�0b ����,��aKonsumsi ransum (g) ����,00b ����,��a �0��,��bFeed Conversion Ratio (FCR) �,��b �,�0a �,�0bPad-fat (g/�00 g berat potong) �,�0a �,��b �,��bAbdominal-fat (g/�00 g brt potong) �,��a �,��b �,��b

Sumber : Bidura dan Suasta (2003)* Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama, berbeda

nyata (P<0,05)

11.7.4. Ransum Limbah TerfermentasiTepung limbah pakan fermentasi merupakan pakan limbah

yang sebelum digunakan dalam pencampuran ransum, terlebih dahulu difermentasi dengan memanfaatkan jasa mikroba tertentu. Selanjutnya, produk limbah fermentasi tersebut dikeringkan dan digiling halus.

Prinsip pembuatannya sangat sederhana, yaitu (i) pakan limbah, seperti pod kakao, kulit kopi, onggok, kulit kedelai, dan ampas tahu tersebut terlebih dahulu dihancurkan dan diperas airnya, (ii) limbah yang sudah hancur kemudian dibasahi dengan larutan Aspergillus niger, kemudian ditutup dengan karung goni atau plastik, maka akan terbentuk limbah fermentasi, dan (iii) limbah yang terfermentasi kemudian dikeringkan selama 2 – 3 hari, selanjutnya digiling agar terbentuk tepung (tepung limbah terfermentasi).

Tepung limbah terfermentasi dapat langsung diberikan kepada ternak atau disimpan dalam wadah yang bersih dan kering. Untuk ternak ruminansia, tepung limbah terfermentasi dapat digunakan sebagai pakan penguat, untuk mempercepat pertumbuhan, dan meningkatkan produksi susu. Tepung limbah

Page 269: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

terfermentasi ini dapat diberikan sebagai pengganti penggunaan dedak padi, yaitu sebanyak 0,70 – 1,0 % dari berat hidup ternak ruminansia.

Penggunaan tepung limbah terfermentasi untuk ternak babi dapat digunakan sebagai pengganti penggunaan dedak padi. Dalam ransum babi, dapat digunakan antara 20 – 40 %. Hasil penelitian pada ayam petelur menunjukkan bahwa penggunaan tepung pod kakao terfermentasi sampai tingkat 36% dapat meningkatkan produksi telur secara nyata. Pemberian tepung limbah kopi terfermentasi sebanyak 100 – 200 g per ekor per hari pada anak kambing yang sedang tumbuh secara nyata meningkatkan pertambahan berat badan per harinya (Guntoro, 2004). Hasil yang sama juga diperoleh apabila diberikan antara 100 – 200 g/ekor/hari tepung pod kakao terfermentasi.

Hasil yang sama dilaporkan juga oleh beberapa peneliti yang menggunakan produk fermentasi maupun ragi. Santoso et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian produk fermentasi pada ayam broiler secara nyata dapat menurunkan kandungan trigliserida dan kolesterol dalam hati. Bidura dan Sudiastra (2003) melaporkan bahwa pemberian ransum basal terfermentasi dengan ragi tape pada tingkat 50 % dan 100 % dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada broiler umur 2 – 6 minggu dan sebaliknya, terjadi penurunan persentase lemak abdomen (Tabel 68).

Tabel 68. Pengaruh pemberian ransum terfermentasi dengan ragi terhadap penampilan broiler umur 2 – 6 minggu

Variabel Perlakuan�)

A B CBerat badan akhir (g) ����,�� ��0�,00 ��0�,00Pertambahan berat badan (g) ����,00 ��0�,�� ��0�,��Konsumsi ransum (g) �0��,�� �00�,�0 ����,��Feed Conversion Ratio (FCR) �,�� �,�� �,��Lemak abdomen (g/�00 g berat badan) �,�� �,�0 �,��

Sumber : Bidura dan Sudiastra (2003)

Page 270: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

1. Ransum basal tanpa terfermentasi sebagai kontrol (A), 50 % ransum basal + 50 % ransum terfermentasi (B), dan 100 % ransum terfermentasi dengan ragi tape (C).

Penggunaan ransum terfermentasi ternyata dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi ternak. Seperti dilaporkanTanaka et al. (l992), penggunaan bahan pakan produk fermentasi dapat menekan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA reduktase yang berfungsi untuk menekan sintesis kolesterol dalam hati. Menurut Hamid et al. (1999), penurunan jumlah lemak dalam tubuh sebagai akibat mengkonsumsi ransum terfermentasi disebabkan karena dalam proses fermentasi tersebut terjadi penurunan kadar lemak ransum sebesar 52,3 %, sehingga lemak yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh juga menurun. Hasil penelitian Ketaren et al. (l999) menunjukkan bahwa pemberian produk fermentasi dapat menekan perlemakan dalam tubuh ayam pedaging.

Madrigal et al. (l993) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan ransum meningkat dengan adanya suplementasi ragi (50, 100, dan 200 g/ton ransum) pada ayam broiler. Terjadinya penurunan konsumsi ransum pada ayam yang diberi ransum terfermentasi disebabkan karena adanya asam nukleat sebagai akibat adanya proses fermentasi, yang dapat mengurangi nafsu makan pada ayam (Supriyati et al., 1998).

Santoso et al. (2001) melaporkan bahwa fermentasi dengan menggunakan kultur Lactobacillus acidophilus, L. casei, Bifidobacterium bifidum, Torulopsis, dan Aspergilus oryzae sebagai inokulan dalam fermentasi ransum dapat meningkatkan kecernaan ransum yang disebabkan karena adanya proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan ayam (Mohan et al., l996). Hasil peragian bahan organik adalah berupa pelepasan asam amino dan sakarida dalam bentuk senyawa organik terlarut yang mudah diserap (Higa dan Parr, l994). Widiyanto et al. (l994) menyatakan bahwa pada saat difermentasi oleh T. virideae, maka

Page 271: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

ikatan serat kasar pakan menjadi renggang, sehingga sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh mikroba dalam sekum ternak unggas.

Dari uraian buku ini, nampaknya limbah pertanian (jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah, daun singkong, pucuk tebu, dan sebagainya), limbah industri pertanian atau “agro-industrial-by-product” (dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, ampas tahu, dan bungkil kedelai), limbah peternakan (kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, dan sebagainya), limbah perikanan, limbah perkebunan (molases, ampas kelapa sawit, ampas tebu, onggok, dan bagian sampah seperti kulit kopi, kulit coklat, serta air buangan sawit), dan limbah tata boga (limbah hasil restauran, hotel, rumah tangga, dan pasar); perlu penanganan khusus untuk menghindari munculnya dampak pencemaran lingkungan yang sudah barang tentu akan berdampak buruk pada usaha produksi ternak. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah itu sebagai pakan ternak akan sangat bermanfaat dan akan dapat memberikan keuntungan ganda dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak yang efisien dan ramah lingkungan.

Keterbatasan nutrisi dan adanya senyawa antinutrisi pada bahan pakan limbah tersebut, dapat diatasi dengan teknologi pengolahan pakan. Pemanfaatan bioteknologi untuk mengatasi masalah limbah tersebut ternyata dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain : (1) mengurangi biaya pakan, (2) meningkatkan daya dukung lahan pertanian, karena pemeliharaan ternak tidak harus menyediakan lahan sebagai tempat tanaman hijauan makanan ternak, (3) dapat memberikan nilai tambah bagi petani, apabila suatu saat nanti petani telah dapat melihat peluang tersebut, yang artinya limbah tidak lagi sebagai limbah yang mengganggu proses produksi, melainkan sebagai produk yang menguntungkan, (4) memberikan peluang baru biro jasa lainnya apabila dikelola secara professional, antara lain akan muncul suatu bisnis atau usaha baru dalam pelayanan jasa seperti prosesing dan pengangkutan limbah sebagai pakan

Page 272: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

ternak, sehingga sektor pertanian akan memberikan peluang untuk menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, dan (5) dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan.

Page 273: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Afwan. 1992. Pengaruh Sari Bawang Putih Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Kelinci Dibandingkan Dengan Metformin Hidroksida. Laporan Penelitian, Jurusan Farmasi, FMIPA USU, Medan

Al-Batshan, H. A. and E. O. S. Hussein. l999. Performance and Carcass Composition of Broiler under Heat Stress : 1. The Effects of Dietary Energy and Protein. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 12 (6) : 914 – 922

Andajani, R. l997. Peran Probiotik dalam Meningkatkan Produksi Unggas. Poultry Indonesia nomor 26/April l997 Hal : 19-20

Anderson, H. l994. Effect of Carbohydrates on The Exretion of Biles Acids, Cholesterol and Fat From The Small Bowel. Am. J. Clin. Nutr. 59 : 785

Anggorodi, R. l979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta

Anggorodi, R. l985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press., Jakarta.

Annison, G. 1992. Commercial Enzyme Supplementation of

DAFTAR PUSTAKA

Page 274: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Wheat-based diets Raises Ileal Glycanase Activities and Improves Apparent Metabolisable Energy, Starch and Pentosan Digestible in Broiler Chickens. Anim. Feed Sci. Technol. 38:105-212

Anonymous. 1988. Wonder Zeolit, Feed Additive, Penangkal Nitrogen dan Amonia. Katalog Wonder Indonesia Pharmaceutical. Jakarta Selatan.

Anonymous. 1990. Potensi Zeolit Dalam Agroindustri. Makalah seminar Zeo Agroindustri 90. Kerjsama PPSKI - HKTI - UNPA, Bandung.

Anonymous. 1997. Bawang Putih Lebih Baik. Harian Umum Kompas, Minggu 20 Juli 1997, Hal. 15, PT. Gramedia, Jakarta.

Anonymous. 2002. Amoniasi, Jerami Pakan Bermutu. http://A/Harian Umum Suara Merdeka, 30 September 2002

Anonymus. 2004. Pelatihan Integrated Farming Sistem. Lembah Hijau Multifarm.Solo. Indonesia.

Anonymous. 2005. The Use of Fibrous Residues in South East Asia. http://www.edu/unu press/food/unu 06/cap 5.htm.

Anwar, K. P., Y. Nugraha dan M. Kurnia. 1985. Prospek Pemakaian Zeolit Bayah Sebagai Penukar Kation. Laporan Teknik Pengembangan no. 62. Pusat Pengembangan Teknologi Mineral, Dirjen. Pertambangan Umum, Dep. Pertambangan dan Energi, Bandung.

Arcana, I. N. 1992. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap Profil Darah Kelinci. Laporan Penelitian Fakultas Kedokteran, Univ. Udayana, Denpasar

Augusti, K.T. l977. Hypocolesterolemic Effect of Garlic (Allium sativum). 211-214. Linn. Indian. J. Axp. Biol. l5 : 489-490

Badan Pusat Statistik, 1998. Bulletin Ringkas BPS. Agustus 1998. BPS Jakarta-Indonesia (1) : 24 – 25)

Bakrie, B., T. Panggabean, T. Sitompul, M. Winogroho, dan N. G. Yates. 1990. Analisa Kualitas Ampas Tempe Sebagai Makanan ternak Ruminansia. Ilmu dan Peternakan 4 (3) : 319

Page 275: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

– 321Ballard, F. J., R. J. Johnson, P.C. Owens, G. L. Francis, F. M. Upton,

J. P. McMurtry and J. C. Wallace. 1990. Chicken Insuline Like Growth Factor-1 : Amino Acid Squence, Radio Immunoassay, and Plasma Levels Between Strains and During Growth. Gen. Comp. Endocrinology 79 : 459 – 468.

Barrow, P. A. l992. Probiotics for Chickens. In. Probiotics The Scientific Basis (By : R. Fuller). First Ed. Chapman and Hall, London. Hal : 225 - 250.

Belawa, T. G. Y. 2005. pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan probiotik terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan Vol 8 (2) : 35 – 40

Belawa, T. G. Y. dan N. M. S. Sukmawati. 2006. Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan probiotik terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 9 (2) : 40 - 44

Bhattacharyya, B. N. 2000. Effect of Sex and Age on Mineral and Thyroid Hormone Profiles in Goats. In. Animal Production for a Consuming World, Vol. C. (Ed. G.M. Stone). A Supplement of the Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 : 283 – 284

Bidura, I. G. N. G. 1993. Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum Terhadap Pertambahan Berat Badan Ayam Umur 0 - 6 minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. 1998. Pengaruh Aras Protein Ransum terhadap Nitrogen dan Energi Termetabolis pada itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud 1 (1) : 12-19

Bidura, I. G. N. G. 1998. Pengaruh Aras Serat Kasar Ransum terhadap Produksi Telur Ayam Lohmann Brown. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud 1 (2) : 23-27

Bidura, I. G. N. G. 1999. Penggunaan Tepung Jerami Bawang

Page 276: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap Penampilan itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud 2 (2) : 48 – 53

Bidura, I. G. N .G. 2002. Pengaruh Penggunaan Pod Kakao dalam Ransum yang Disuplementasi Ragi Tape Terhadap Penampilan Itik Bali Umur 2 – 8 Minggu. Laporan Penelitian Dosen Muda, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. 2005. Bioteknologi Pakan dan Aplikasinya. Buku Ajar. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. 2006. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (Saurupus androgynus) dan Daun Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum terhadap Penampilan Ayam Broiler. Majalah Ilmiah Peternakan Vol 9 (3) : 76 – 84

Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. UPT Penerbit Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan A. W. Puger. 2003. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Duckweed dalam Ransum terhadap Penampilan Itik Bali Jantan Umur 0 – 8 Minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan D. P. M. A. Candrawati. 2004. Pengaruh Pemberian Ekstrak Hipofisa Sapi secara Itramuskuler terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 2 – 6 Minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G dan I. W. Wirawan. 2007. Pemanfaatan Pollard yang Disuplementasi dengan Kultur Campuran sebagai Upaya Tingkatkan Penampilan dan Turunkan Kolesterol Tubuh Itik. Laporan Penelitian, fak. Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G., D. P. M. A. Candrawati, dan N. L. G. Sumardani. 2007. Pengaruh Penggunaan daun Katuk (Saurupus androgynus) dan Daun Bawang Putih (Allium sativum) dalam

Page 277: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Ransum terhadap Penampilan Ayam Broiler. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud (10) 1 : 17 – 21

Bidura, I. G. N. G., I.D. G. A. Udayana, I M. Suasta dan T. G. B. Yadnya. l996. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Unud., Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I. G. Mahardika. 2000. Penggunaan Tepung Jerami Bawang Putih (Allium Sativum) dalam Ransum Terhadap Bobot potong dan Komposisi Fisik Karkas Itik. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud 3 (3) : 67 – 71.

Bidura, I. G. N. G. dan I. G. P. B. Suastina. 2002. Pengaruh Suplementasi Ragi Tape dalam Ransum terhadap Efisiensi Penggunaan Ransum. Majalah Ilmiah Peternakan 5 (1) : 06 – 11.

Bidura, I G. N. G dan I. G. Suranjaya. 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak Hipofisa Ayam Broiler terhadap penampilan Itik Bali Jantan umur 0 – 8 minggu. Laporan Penelitian Dosen Muda. Ditbinlitabmas, Dikti, Fakultas Peternakan, Unud, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I. M. Suasta. 2003. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Terfermentasi dalam Ransum terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 2 – 6 Minggu. Laporan Penelitian, Fakultas peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I. K. Ramia. 2004. Pengaruh Pemberian Rumput Laut sebagai Sumber Serat terlarut dalam Ransum terhadap Penampilan dan Akumulasi Lemak Tubuh Itik Bali. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I. K. Ramia. 2004. Pengaruh penggunaan agar dalam ransum terhadap penampilan, karkas, perlemakan, dan kolesterol darah itik Bali jantan umur 2 – 8 minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas

Page 278: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Udayana, Denpasar.Bidura, I. G. N. G., dan I. N. Suwidjayana. l997. Pemanfaatan

Tepung Daun Bawang Putih (Allium sativum) dan Serbuk Gergaji Kayu dalam Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Laporan Penelitian. Fapet. Unud.-Ditbinlitabmas, Dikti., Jakarta.

Bidura, I. G. N. G. dan I. N. Suwidjayana. 1998. Khasiat Tepung Jerami Bawang Putih (Allium sativum) Menurunkan Kandungan Lemak dan Kolesterol Karkas Itik. Laporan Penelitian BBI, Dirjen Dikti, Fapet. Unud., Denpasar

Bidura, I G. N. G. dan I. N. Suwidjayana. 2000. Pemanfaatan Pod Kakao yang Disuplementasi Probiotik dalam Ransum terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Laporan Penelitian Dosen Muda. Ditbinlitabmas, Dikti, Fakultas Peternakan, Unud, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I. W. Sudiastra. 2002. Suplementasi Ragi Tape dalam Ransum yang Mengandung Kulit Kacang Kedelai terhadap Penampilan dan Distribusi Lemak Tubuh Broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Unud., Denpasar.

Bidura, I. G. N .G. dan I. W. Sudiastra. 2002. Pengaruh Penggunaan Pod Kakao dalam Ransum yang Disuplementasi Ragi Tape Terhadap Penampilan Itik Bali Umur 2 – 8 Minggu. Laporan Penelitian Dosen Muda, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G dan I. W. Sudiastra. 2003. Pengaruh Pemberian Ransum Terfermentasi dengan Ragi terhadap Penampilan Broiler Umur 2 – 6 Minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I. G. N. G. dan I.W. Wirawan. 2007. Pemanfaatan Pollard yang Difermentasi dengan Kultur Campuran sebagai Upaya Tingkatkan Penampilan dan Turunkan Kolesterol Tubuh Itik. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Bidura, I. G. N. G., I. M. Suasta, dan F, Hildha. 2004. Pengaruh

Page 279: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Suplementasi Enzim Kompleks dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Penampilan Ayam Jantan Tipe Petelur. Laporan Penelitian Program SP-4 Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Bidura, I. G. N. G., I. W. Sudiastra, I. K. Purna, I. K. Ramia, dan I. D. G. Alit Udayana. 1993. Suplementasi Zeolit dalam Ransum Komersial Terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Efisiensi Penggunaan Ransum Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar.

Budaarsa, I. K. 2004 Pengaruh rumput laut jenis Gracilaria sp dalam ransum terhadap komponen karkas dan kolesterol daging babi. Majalah Ilmiah Peternakan Vol (8) 1 :.12 – 18

Bumpuss, J. A. and S. D. Aust. 1987. Biodegradation of Environmental Pollutans by The White Rot Fungus Phanerochaete chrysosporium : Involvement of The Lignin Degrading System. Biossyas 6 : 166 – 170

Buyukhatipoglu, S. and W. Holtz. 1984. Sperm Output in Rainbow Trout (Salmo gairdneri) Effect of Age, Timing and Frequency of Stripping and Presence of Females. Aquaculture 37 : 63 – 71

Candrawati, D. P. M. A. 1999. Pendugaan Kebutuhan Energi dan protein Ayam Kampung Umur 0 – 8 Minggu. Tesis Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Candrawati, D. P. M. A. dan I. G. Mahardika. 1999. Pendugaan Kebutuhan Energi dan protein Ayam Kampung Umur 0 – 8 Minggu. Penelitian dalam Rangka Program Magister, Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Candrawati, D. P. M. A., N. M. Witariadi, I. G. N. G. Bidura, dan M. Dewantari. 2006. Pengaruh Suplementasi Enzim Phylazim dalam Ransum yang Menggunakan 30 % Dedak Padi terhadap Penampilan Broiler. Majalah Ilmiah Peternakan (9) 3 : 73 - 77

Card, L. E. and M. C. Nesheim. l972. Poultry Production. 10th Ed.

Page 280: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Lea and Febiger, Philadelphia.Chen, C., A. M. Pearson, T. H. Coleman, J. J. Pestka and S. D. Aust.

1984. Tissue deposition and clearance of aflatoxin from broiler chikens fed a contaminated diet. Food Chem. Toxic. 22 : 447 - 451.

Chiang, S. H. and W. M. Hsieh. l995. Effect of Direct Feed Microorganisms on Broiler Growth Performance and Litter Ammonia Level. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 8 : 159 – 162

Choct, M. 1997. Feed enzymes; current and future aplication. In 11th annual Asia Pacific Lecture Tour. 73-82.

Coombs, J. 1995. Dictionary of Biotechnology. Elsevier, New York.

Couch, J.R. 1978. Poultry Reseachers Outline Benefits of Bacteria, Fungistatic Compouns, Other Feed Additivies. Feedstuffs 50,6

Dean, W. F. 1978. Nutrient Requirement of Duck. Proc. Cornell Nutrition Conf. pp. 132 – 140

Desiliyarni, T. 1999. Analisis Keragaman Genetik Bakteri Termofilik dari Kawah Candradimuka, Pegunungan Dieng dengan Teknik PCR-RFLP gen 16s-rRNA. Tesis Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Djajanegara, A. 1983. Tinjauan Ulang Mengenai Evaluasi Suplement pada Jerami Padi. Prosiding Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Ed. A.T. Karoceri. LIPI, p. 192-197.

Djojosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Vol. 1. Depdikbud, Dikti. PAU Ilmu Hayati, IPB, Bogor.

Doyle, P. T., C. Davendra and G. R. Pearce. 1986. Rice straw as a Feed for Ruminants. International Development Program of Australian Universities and Colleges Ltd., Cambera, p.54-89.

Duldjaman, M. 2005. Kualitas Karkas Domba yang diberi Pakan Rumput Kering dan Ditambah Ampas Tahu. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Vol. 30 No. 2 : 81 -87

Effendi, H. J. 1981. Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi

Page 281: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

dengan Pathofisilogis. Penerbit Alumni, Bandung.Evans, M. 1989. Zeolites-Do They Have a Role In Poultry Production

?. In Recent Advances In Animal Nutrition (Ed. Farel, D.J.). University of England Armidale, NSW 2351 Australia.

Fahn, A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Soediareta, A. Edisi Ke Tiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ferket, P. R., and T. Middelton. 1999. Antinutritive in Feedstuffs. Poultry International, March, 1999. 38 (3) : 46 – 55

Francis, C., D.M. Janky, A.S. Arafa and R.H. Harms. l978. Interrelationship of Lactobacillus and Zinc Bacitracin in The Diets of Turkey. Poultry Sci. 57 : 1687-1689

Fuller, R. l989. History and Development of Probiotics, in : Probiotics the Scientific Basis. Ed. Fuller, R. First Ed. Chapmann and Hall, London, Hal : 1 – 10

Fuller, R. 1992. Probiotics the Scientific Basis. Chapman and Hall. London.

Golblatt, L. A. 1969. Aflatoxin : Scientific Background, Control and Implications. Academic Press. New York.

Graham, H., W. Loewgren, D. Petterson, and P. Aman. 1988. Effect of Enzyme Supplementation on Digestion of Barley Pollard-Based Pig Diet. Nutr. Rep. Int. 38: 1073-1139

Guntoro, S. 2004. Pemanfaatan Limbah dalam Integrasi Perkebunan dan ternak. Balai pengkajian Teknologi Pertanian bali, Denpasar.

Hadioetomo, R. S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Penerbit PT Gramedia Jakarta.

Hagino, A., E. Inomata, K. Katoh, S. Oda, Y. Sasaki, and Y. Obara. 2000. Effects of Dietary Starch and Protein Supplement on GH, IGF-1 and Insulin Secretion in Sheep. In. Animal Production for a Consuming World, Vol. C. (Ed. G.M. Stone). A Supplement of the Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 : 265

Ha, J. S. S., S. W. Lee, W. Kim, I. K. Han, K. Ushida and K. J. Kang. 2001. Degradation of Rice Straw by Rumen Fungi and

Page 282: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Cellulolytic Bacteria through Mono, Co or Sequential Culture. School of Agric. Biotech. Seoul National Univ. Korea.

Han, Y. and D. H. Baker. 1994. Digestible Lysine Requirement of Male and Female Broiler Chicks During the Period Three to Six Weeks Posthatching. Poult. Sci. 73 : 1739 – 1745

Hanafi, N. D. 2001. Enzim sebagai Alternatif baru dalam Peningkatan Kualitas Pakan untuk Ternak. Program pascasarjana, IPB, Bogor.

Handriani, H. 1992. Pemakaian Zeolit dalam Ransum Ayam Petelur Tipe Medium Fase Produksi II terhadap Bobot Telur dan Kualitas Telur. Skripsi Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi Kedua, Diterjemahkan Oleh K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB, Bandung.

Hardjamulia, A. dan S. Atmawinata. 1980. Teknik Hipofisasi Beberapa Jenis Ikan Air Tawar. Prociding Lokakarya Nasional, Balitkanwar, Bogor.

Harianto. l996. Manfaat Serat Makanan. Sadar Pangan dan Gizi Vol. 5 (2) : 4-5

Harmiati, A.A.I. 2004. Pengaruh Suplementasi Zeolit dalam Ransum Berprotein Rendah rterhadap Kualitas telur Ayam Lohmann Brown. Majalah Ilmiah peternakan Vol 7 Vol 1 : 34 - 42

Hartanto, R. 1990 Pengaruh Jenis kapang dan Lama fermentasi terhadap Mutu dan daya simpan tempe Limbah Jamur Merang. Skripsi fak. Teknologi pertanian, IPB, Bogor.

Hatieganu, V., I. Puia, O. Popa and G. Baltan . 1974. Use of Natural Zeolites In Animal Feeding Synthetis. Poultry Abstr. Vol. 8:110 .

Hidayatullah, Gunawan, Koeswardono, Mudikdjo, dan Erlisa, 2005. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8.

Page 283: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

No.1 : 124-136Hickling, D., W. Guenter, and M. E. Jackson. 1990. The Effect

of Dietary Methionine and Lysine on Broiler Chickens Performance and Breast Meat Yield. Can. J. Anim. Sci. 70 : 673 – 678

Hillman, W.S. and D.D. Culley. 1978. The Use of Duckweed. In : American Scientist 66 : 442 – 450

Islam, K.M.S., M. Shahjalal, A.M.M. Tareque, and M.A.R. Howlider. 1997. Complete Replecement of Dietary Fish Meal by Duckweed and Soybean Meal on The Performance of Broiler. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 10 (6) : 629 – 634.

Jain, R. G., and D. B. Konar. l98l. Blood Sugar Lowering Activity of Garlic (Allium sativum). Medikon l977, VI : 3-l5

Jhori, T. S., and P.N. Sharma. 1979. Studies on Utilization of Dried Duckweed (Lemna minor) in Chicks. Indian Journal Poult. Sci. 14 : 14 – 18

Jin, L.Z., Y.W. Ho, N. Abdullah and S. Jalaludin. l997. Probiotics in Poultry : Modes of Action. Worlds Poultry Sci. J. 53 (4) : 351-368

Journey, W.K., P. Skillicorn, and W. Spira. 1991. Duckweed Aquaculture-A New Aquatic Farming System for Developing Countries. The World Bank. 76 pp. Washington, DC.

Jufri, S.M. 1987. Pengaruh ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa) Takaran 250 mg/kg Berat Badan Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Normal Kelinci. Laporan Penelitian, Jurusan Farmasi FMIPA, UNHAS, Ujung Pandang

Kamal, M. Dan M. Murdhika. 1983. Kemungkinan Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Sumber konsentrat protein daun (Leaf Protein Concentrate) untuk Pengganti kedelai dalam Ransum Ayam. Laporan penelitian, fakultas Peternakan, Universitas gadjah Mada, Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Perum Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Karyadi, E. l997. Khasiat Fitokimia Bagi Kesehatan. Harian

Page 284: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Kompas, Minggu, 20 Juli l997. Hal : l5, Kol : 1-7, PT. Gramedia, Jakarta.

Kataren, P. P., A. P. Sinurat, D. Zainuddin, T. Purwadarta, dan I. P. Kompiang. 1999. Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging. Journal Ilmu ternak dan Veteriner 4 (2) : 107 – 112

Kencana, H., H. Tahyan dan P.R. Maman. 1990. Pemanfaatan Zeolit Sebagai Feed Additive dalam Meningkatkan Produksi Ternak Kelinci Melalui Uji Biologis. Makalah, Seminar zeo Agroindustri 90. Kerjasama PPSKI - HKTI - UNPAD, Bandung.

Khomsan, A. 1999. Kiat Sehat Menurunkan Kolesterol. Harian Swara No. 29 Hal. 7, Jakarta

Koh, W., A. Santto and R. Messing. 1963. Keratinolytic Enzymes from Aspergillus flavus and A. niger. Bacteriol. Proc. 38 : 18 – 24.

Kriswiyanti, E., N.M. Puspawati, N.N. Darsini, N.W. Bogoriani, dan I.G.M.O. Nurjaya. 1997. Identifikasi, Struktur Anatomi dan Studi Pendahuluan Golongan Senyawa Kimia Daun Pelengkap Bumbu Lawar dan Betutu. Laporan, FMIPA, UNUD, Denpasar

Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing The Quality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. Poultry Sci. 53 : 574 – 576

Leng, R.A., J.H. Stambolie and R. Bell. 1995. Duckweed a Potential High Protein Feed Resource for Domestic Animals and Fish. In: Livestock Research For Rural Development Vol. 7 No. 1.

Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Ed. II. Penterjemah A. Parakkasi. Penerbit UI., Jakarta.

Lin, X., Soo-Won Lee, H.D. Bae, J.A. Shelford, and K.J. Cheng. 2001. Comparison of Two Feather-Degrading Bacillus licheniformis Strains. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (12) : 1769 – 1744

Lloyd, L.E., B.E. McDonald and E.W. Crampton. l978. The Carbohidrates and Their Metabolism. In : Fundamental of

Page 285: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Nutrition. 2 nd Ed. W.H. Freman and Co., San Francisco.Lon-Wo, E., and C. Rodriquez. 1986 A Note of Utilization of Zeolite

or Lime on Hay Litters for Broiler. Cuban Journal Agric. Sci. 25 : 259 - 262.

Mahardika, I. G. 1990. Penggunaan Lemak Sapi atau Minyak Kelapa Sebagai Sumber Energi Pengganti Jagung Untuk Ayam Broiler. Thesis Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mahayani, N. N. S. l994. Pengaruh Penambahan Limbah Roti pada Ransum terhadap Kualitas Daging paha Kambing Peternakan Etawah. Skripsi Sarjana Peternakan, Fak. Pertanian, Univ. Marwadewa, Denpasar.

Mahfudz, L. D. 2006. Efektifitas Oncom Ampas Tahu sebagai Bahan Pakan Ayam. Jurnal Produksi Ternak Vol. 8 (2) : 108 – 114

Mahfudz, L. D., K. Hayashi, M. Hamada, A. Ohtsuka, and Y. Tomita. 1996. The Effective Use of Shochu Ditellery By-Product as Growth Promoting Factor for Broiler Chicken. Japanese Poult. Sci. 33 (1) : 1 – 7

Mahfudz, L. D., K. Hayashi, K. Nakashima, A. Ohtsuka, and Y. Tomita. 1997. A Growth Promoting Factor for Primary Chicks Muscle Cell Culture From Shochu Distillery By-Product. Biosecience, Biotechnology and Biochemistry, December 58 : 715 – 720

Mahfudz, L. D. 2006. Ampas Tahu Fermentasi sebagai Bahan Pakan Ayam Pedaging. Caraka Tani, Jurnal Ilmu-Ilmu pertanian Vol 21 (1) : 39 – 45.

Maksudi. 2000. Quantitative Oxidation on Nutrients In Broiler Treated with β-agonist L-644,969. Bulletin of Animal Sci. 24 (3) : 94 – 102

Malik, Z. A. and S. Siddique. l98l. Hypotensive effect of Freeze Dried Garlic (Allium sativum). SAP. In : Dog. JPMA. 31 : 12-13

Mariani, N. P. dan N. N. Suryani. 2004. Pengaruh penggunaan pod

Page 286: LIMBAH - UNUD

��0 | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

kakao yang disuplementasi ragi tape dalam ransum terhadap jumlah pad-fat dan kadar kolesterol daging itik Bali. Majalah Ilmiah peternakan Vol 7 (2) : 87 – 93

Mastika, I. M. 2001. Ilmu Gizi Ternak Unggas. Buku Ajar. UPT Penerbit, Universitas Udayana, Denpasar

Mastika, I. M. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Pidato Pengukuhan GuruBesar Tetap dalam Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. Jhon Wiley and Sons, New York.

Men, B. X., B. Ogle, and J. E. Linberg. 2001. Use of Duckweed as a Protein Supplement for Growing Ducks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (12) : 1741 – 1746

Menge, H., L.H. Littlefield, L.T. Frobish and B.T. Weinland. 1974. Effect of Cellulose and Cholesterol on Blood and Yolk Lipids and Reproductive Effiency of The Hen. J. Nutr. 104 : 1554 – 1566

Mohan, B., R. Kadirvel, M. Bhaskaran and A. Natarajan. l995. Effect of Probiotic Suplementation on Serum and Yolk Kolesterol and Egg Shell Thicness In Layers. British Poultry Sci. 36 : 799 – 803

Mumpton, F. A. and P. H. Fishman. 1977. The Aplication of Natural Zeolite In Animal Science and Aquaculture. J. Anim. Sci. 45 : 1198 - 1203.

North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. The Avi Publishing Inc. Westport, Connecticut.

Nuraini, E., Koentjoko, dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam dan Papain dalam Pakan terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Biosain Vol. 2 (1) : 14 – 19.

Nuryani, A. 1998. Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Bio

Page 287: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

H+ dalam Ransum terhadap Bobot dan Presentase Karkas, giblet, serta Lemak Abdominal Broiler. Fak. Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Ochetim, S. 1993. The Effects of Partial Replacement of Soybean Meal with Boiled Fether Meal on The Performance of Broiler Chickens. AJAS. 6 (4) : 597 – 600

Oka, A. A. 1992. Studi Anatomi Perbandingan Letak Kelenjar Hipofisa Ternak Sapi, Kerbau dan Domba Serta Pengaruh Ekstraknya Terhadap Spermiasi dan Mani Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Thesis, Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Owing, W. J., D. L. Reynolds, R. J. Hasiak and P. R. Ferket. l990. Influence of Dietary Suplementation with Streptococcus faecium M-74 on Broiler Body Weight, Feed Conversion, Carcass Characteristics and Intestinal Microbial Colonization. Poultry Sci. 69 : 1257 – 1264

Pantaya, D. 2005. Penambahan Enzim CairanRumen untuk Terhadap kandungan Energi Metabolis Wheat Pollard. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 8 (1) : 12 – 18

Pantaya, D. 2005. Penambahan Enzim dari Cairan Rumen untuk Peningkatan kandungan Energi metabolis Wheat Pollard. Majalah Ilmiah Peternakan 8 (1) : 14 – 19

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa, Bandung.

Park, H. Y., I. K. Han and K. N. Heo. l994. Effects of Suplemention of Single Cell Protein and Yeast Culture on Growth Performance in Broiler Chicks. Kor. J. Anim. Nutr. Feed 18 (5) : 346-351

Partama, I. B. G., I. G. N. G., Bidura dan N. N. Candraasih. 2005. Pengaruh penggunaan campuran limbah roti dan tepung daun duckweed sebagai pengganti penggunaan jagung kuning dalam ransum basal terhadap penampilan ayam buras. Majalah Ilmiah Peternakan Vol 8 (2) : 53 - 61

Phung, L. T., A. Sasaki, H. G. Lee, R. A. Vega, N. Matsunaga, S. Hidaka, H. Kuwayama, and H. Hidari. 2001. Effect of the Administration of Growth Hormone-Releasing Peptide-2

Page 288: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

(GHRP-2) Orally by Gavage and in Feed on Growth Hormone Release in Swine. Domest. Anim. Endocrinol. 20 : 9 – 19

Phung, L. T., H. Inoue, V. Nou, H. G. Lee, R. A. Vega, N. Matsunaga, S. Hidaka, H. Kuwayama and H. Hidari. 2000. The Effects on Growth Hormone-Releasing Peptide-2 (GHRP-2) on The Release of Growth Hormone and Growth Performance in Swine. Domestic Animal Endocrinol. 18 : 279 – 291.

Piao, X.S ., I. K. Han, J. H. Kim, W. T. Cho, Y. H. Kim and C. Liang. l999. Effects of Kemzyme, Phytase and Yeast Suplementation on The Growth Performance and Pollution Reduction of Broiler Chicks. AJAS 12 (1) : 36-41

Piliang, W. G. 1997. Strategi Penyediaan Pakan Ternak Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan Energi Alternatif. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi, Fapet IPB, Bogor

Plummer, D.T. l977. An Introduction to Practical Biochemestry. McGraw-Hill Book Co., Ltd. New Delhi.

Pluske, J. R. 1997. Defining the future role of enzymes within the Asia Pacific region. . In 11th annual Asia Pacific Lecture Tour. 45-64.

Prawirodigdo, S. dan D. Andayani. 2004. Kondisi Kesehatan Kelinci Rex yang Diberi pakan Hasil fermentasi sampah sayuran dan sampah Buah-Buahan Menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Vol. 30 No. 2 : 75 – 80.

Prawirodigdo, S., D. M. Yuwono, dan Muryanto. 1992. Potensi Limbah Pasar Sebagai Pakan Ternak Kelinci. Laporan Penelitian, Stasiun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Klepu. Hal : 18 – 20.

Purnomohadi, M. 2006. Peranan Bakteri Selulolitik Cairan Rumen pada Fermentasi Jerami Padi terhadap Mutu Pakan. Protein. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan dan Perikanan Vol 13 (2) : 108 – 112

Radjiman, D. A., T. Sutardi, dan L. E. Aboenawan. 1999. Efek Substitusi Rumput Gadjah dengan Eceng Gondok dalam

Page 289: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Ransum Domba terhadap Kinerja proses Nutrisi dan Pertumbuhan. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rahayu, K., Kuswanto, dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rasyaf, M. l994. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke 8 PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2002. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke 9, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Riana, I W. Dan I. G. N. G. Bidura. 2002. Pengaruh Tingkat Penggunaan Eceng Gondok (Eichornis crassipes) sebagai Sumber Serat dalam ransum terhadap Penampilan Ayam Buras Umur 0 – 12 Minggu. Laporan penelitian, Fakultas peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Rianto, E., E. Lindasari, dan E. Purbowati. 2006. Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda. Animal Production. Jurnal Produksi Ternak Vo.8 (1) : 28-33

Said, C. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa sawit. Trubus Agriwidya, Ungaran.

Santoso. 1993. Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Santoso, U. 2000. Mengenal Daun Katuk Sebagai Feed Additive pada Broiler. Poultry Indonesia, Juni/Nomor 242 : 59 – 60

Santoso, U. 2000. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Keji Beling (Strobilanthes crispus BL.) terhadap Performans dan Akumulasi Lemak pada Broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2) : 10 – 14

Santoso, U., D. Kurniawati, dan J. Setianto. Perubahan Komposisi Nutrisi Kotoran Ayam Petelur yang Difermentasi dengan Mikroorganisme Efektif. Majalah Ilmiah peternakan Vol. 7 (3) : 145 – 151

Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani, and B.S. Youn. 1993. Effects of

Page 290: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Early Feed Restriction on Growth Performance and Body Composition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6 : 401 409

Schute, J.B., and J. de Jong . 1996. Effect of a dietary protease enzyme preparation (vegpro) supplementation on broiler chick performance. In Lyons, T.P. and K.A. Jacques. Biotechnology in the feed Industry. Proc. Alltech’s Twelfth Annual Symposium. 233-240.

Scott, M. L., M. C. Neisheim and R. J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Publishing by : M.L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.

Seaton, K. W., O. P. Thomas, R. M. Gous and E. H. Bossard. l978. The Effect of Diet on Liver Glycogen and Body Composition in The Chick. Poult. Sci. 57 : 692-697

Shin, H. Y., I. K. Han, and Y. J. Choi. 1992. Studies on Potassium-Lysine Interrelationship in Broiler Chiks. I. Effect of Potassium-Lysine Interrelationships on Growth Performance and Nutrient Utilizability. AJAS 5 (1) : 139 – 144

Sibbald, I. R., and M. S. Wolynetz. l986. Effects of Dietary Lysine and Feed Intake on Energy Utilization and Tissue Synthesis by Broiler Chicks. Poult. Sci. 65 : 98 – 105

Sillence, M. N., Q. Liu, G. Chen, and G. H. Zhou. 2000. Effects of Combined Somatotropin and Clenbuterol Treatment on Growth and Body Composition in Pigs. In. Animal Production for a Consuming World, Vol. C. (Ed. G.M. Stone). A

Siregar, S. B. 2005. Penggemukkan Sapi. Penebar Swadaya. Cetakan XI, Jakarta

Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soejono, M. dan K. A. Santoso. 1990. Pemanfaatan Zeolit di Bidang Peternakan (Revew). Makalah Seminar Zeo-Agroindustri 90.

Page 291: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Kerjasama PPSKI - HKTI - UNPAD, Bandung.Spencer, G. S. G., E. Decuypere and J. Buyse. 1997. Growth and

Carcass Composition in Broiler Type Chickens Following Passive Immunization of Insuline-Like Growth Factor-2 (IGF-2) Between 2 and 4 Weeks of Age. Comp. Biochem. Physiol. 116 C : 239 243

Spencer, G. S. G., E. Decuypere, J. Buyse, S. C. Hodgkinson, J. J. Bass, and M. Zeman. 1995. Passive Immunization of Insuline-Like Growth Factor (IGF)-1 and of IGF-1 and IGF-2 in Chicken. Comp. Biochem. Phsiol. 110C : 29 – 33.

Sterling, K. G., J. M. Harter-Dennis, M. J. Estienne, and K.V. McElwain. 1998. Effect of Enzyme Addition in Pelleted vs. Mash Barley Based Diets for Broilers. Abstract American Society of Animal Science Northeast Section. 76: 81

Suasta, I. M. 2004. Pengaruh Penggunaan Tepung bulu ayam terfermentasi dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler umur 2 – 6 minggu. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 7 (3) : 238 – 145

Suasta, I. M. Dan I G. N. G. Bidura. 2001. Pengaruh Penggantian Jagung Kuning dengan Campuran Limbah Roti dan Tepung Jerami Bawang Putih terhadap Produksi Telur Ayam Lohmann Brown Umur 42 – 50 Minggu. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Subekti. 1982. Meningkatkan Citra Tempe sebagai makanan hari Depan. Harian Sinar harapan 25 Maret 1982, Jakarta.

Sudiastra, I W. dan I M. Suasta. l997. Pemanfaatan Limbah Roti untuk Makanan Ternak Babi. Laporan Penelitian Dosen Muda, Ditbinlitabmas, Dirjen Dikti., Fapet. Unud., Denpasar.

Sudibia, I M. l997. Kandungan Zat Kimia Pada Bawang Merah (Allium cepa) dan bawang Putih (Allium sativum). Majalah Ilmiah UNUD. No. l5l/September : 15-16

Suharsono, 1991. Probiotik Alternatif Pengganti Antibiotik dalam Bidang Peternakan. Fak. Peternakan UNPAD. Bandung.

Page 292: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

Suhendra, P. l992. Menurunkan Kolesterol Telur Melalui Ransum. Poultry Indonesia Nomor 151/September l992 Hal : 15 – 17

Sukada, I. K., I. G. N. G. Bidura, dan D. A. Warmadewi. 2007. Pengaruh Penggunaan Pollard, Kulit Kacang Kedelai, dan Pod Kakao Terfermentasi dengan Ragi Tape terhadap Karkas dan Kadar Kolesterol Daging Itik Bali Jantan. Majalah Ilmiah peternakan (10) 2 : 53 – 59

Suryanto, E., N. L. P. Sriyani, dan M. I. Harris. 2006. Pengaruh Penggunaan daun papaya sebagai bahan Pakan dan Lama Penghentiannya terhadap Perormans dan Kualitas daging Kambing Bligon. Caraka tani, Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 21 (1) : 25 – 30.

Susila, T. G. O. Dan I. B. G. Partama. 2005. Penggunaan Nitrogen pada sapi bali Penggemukkan yang Diberi Ransum Berbasis jerami Padi dengan Amoniasi Urea dan Suplementasi Mineral. Majalah Ilmiah Peternakan Vol 8 (1) : 24 – 30.

Sutrisno, C. I., B. W. H. F. Prasetyono, dan E. Ali. 2006. Pemanfaatan Kotoran Ayam untuk Meningkatkan Kualitas Pucuk tebu sebagai pakan Ruminansia. Caraka Tani, Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 21 (1) : 33 – 38

Suwanto, A.1993. Teknik Percobaan dalam Genetika Molekuler. Jur. Biologi. FMIPA IPB. Bogor

Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan Duckweed (Family Lemnaceae) sebagai Pakan Serat Sumber Protein dalam Ransum Ayam Pedaging. Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Syandri, H. 1992. Dosis Optimal Ekstrak Hipofisa Sapi untuk Menghasilkan Mani dan daya Tetas Telur Ikan Mas. Tesis Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Tanaka, K., B. S. Youn, U. Santoso, S. Ohtani, and M. Sakaida. 1992. Effects of Fermented Feed Products From Chub Mackerel Extract on Growth and Carcass Composition, Hepatic Lipogenesis and on Contents of Various Lipid Fraction in The Liver and The Thigh Muscle of Broiler. Anim. Sci. Technol. 63 : 32 – 37

Page 293: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Tarwiyah, Kemal. 2001. Konsentrat Papain. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil, Sumatera Barat, Hasbullah. Dewan Ilmu Pengetahuan, Tekonologi dan Industri Sumatera Barat.

Tie Tze. 2002. Terapi Pepaya. PT. Prestasi Pustaka raya, Jakarta Sudjatinah, C. H., Wibowo, dan P. Widiyaningrum. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak daun Pepaya terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler. J. Indon. Trop. Agric. 30 (4) : 224 -229

Tjotrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Spermatophyta. Gadjahmada University Press, Yogyakarta

Tortuero, F. and E. Fernandez. l995. Effects of Inclusion of Microbial Cultures in Barley Based Diets Feed to Laying Hens. Anima

Trotter, D. C. 1990. Biotechnology in The Pulp Paper Industry. A Review Part 1. J. Tappi. 198 – 202

Udayana, I. D. G. A. 2005. Pengaruh penggunaan lemak sapi sebagai pengganti sebagian energi jagung terhadap berat badan akhir dan prosentase karkas pada itik bali. Majalah Ilmiah peternakan Vol 8 (1) : 12 – 19

Utama, C. S., I. Estiningdriati, V. D. Yunianto, dan W. Murningsih. 2006. Pengaruh Penambahan Aras Mineral pada fermentasi Sorghum dengan Ragi Tempe terhadap Kecernaan Zat Pakan pada Ayam Petelur. Protein, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan dan Perikanan Vol 13 (2) : 103 – 109

Vallie, K., J. Barry, Brock, K. Dinesh, and J. H. Michael. 1992. Degradation of 2.4 toluen by the Lignin-Degrading Fungi Phanerochaete chrysosporium. J. Appl. And Env. Microbiol. 8 : 221 - 228

Van-der-Heiden, D. 1994. The Hormonal Regulation of Energy Metabolism. In. Energy Metabolism of Farm Animals (J.F. Aquilera, Ed.) Proc. Of the 13th Symposium Mojocar, Spain 18 – 24 Sept 1994. EAAP Publication No. 76, 1994. P. 11 – 15.

Via, S. and R. Lande. 1985. Genotype-environment interaction and the evolution of phenotypic plasticity. Evolution 391:505-

Page 294: LIMBAH - UNUD

��� | LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI

522.Vranjes, V. And C. Wenk. 1995. The Influences of Extruded vs

Untreated Barley in The Feed with and without dietary Enzyme Supplement on Broiler Performance. Anim. Feed Sci. And tech. 54 : 21 – 32.

Wahju, 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wawan, M. I. W. 2003. Membuat Pakan Ayam ras Pedaging. Cetakan Pertama, Penerbit PT. AgroMedia Pustaka,Jakarta.

Wenk, C., R. Koelliker, and R. Messikommer. 1993. Whole Maize Plants in Diets for Growing Pig: Effects of Three Different Enzymes on the Feet Utilization. Pages 165-169 in : Prosiding of The First Symposium of Enzymes in Animal Nutrition. Kartause Ittingen, Switzerland.

Wibowo, S. 1990. Budidaya Bawang. Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Cetakan III. Penebar Swadaya, Anggota IKAPI, Jakarta.

Widiyaningrum, P. 2000. Pengaruh Padat Penebaran dan Jenis pakan terhadap Produktivitas Tiga Species Jangkrik Lokal yang Dibudidayakan

Wihandoyo. 1985. Memanfaatkan Ubi Jalar Buangan sebagai Sumber Energi dalam Pakan Ayam Pedaging. Lembaga Penelitian UGM, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Wijaya, C. H. l997. Mengoptimalkan Khasiat Bawang. Harian Kompas, Minggu, 25 Mei l997, Ha : l5, Kol : 6-9. PT. Gramedia, Jakarta.

William, C. M., C. G. Lee, J. D. Garlich, and J. C. H. Shih. 1991. Evaluation of a Bacterial Feather Fermentation Product, Feather Lysate, as a Feed Protein. Poult. Sci. 70 : 85 - 93).

Winarno, F. G. 1985. Penggunaan limbah Tanaman Pangan dalam Monografi Pertanian. Limbah Hasil Pertanian. Ed.: Winarno, F. G. et al. 1985. Kantor MenteriMuda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta.

Winarno, F. G. 1979. Fermented Vegetable Protein and Related

Page 295: LIMBAH - UNUD

LIMBAH PAKAN TERNAK ALTERNATIF DAN APLIKASI TEKNOLOGI | ���

Foods of South-East Asia with Special reference to Indonesia. J.Anim. Oil. Chem. 56 : 363 – 366

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia, Jakarta.Wirtha, I. W. 2002. Pengaruh Hormon Kortison terhadap

Pertambahan Bobot Badan, Bobot Karkas, Bobot Lemak Abdominal, Konsumsi Ransum, dan Konversi Ransum pada Ayam Pedaging. Majalah Ilmiah Peternakan 5 (3) : 95 – 98

Wessels, J. P. N. 1992. A Study of The Protein Quality of Different Feather Meals. Poult. Sci. 51 : 537 – 541

Whitty, J. P. and L. F. Bjeldanes. 1987. The effect of dietary cabbage on xenobiotic metabolizing enzymes and the binding of aflatoxin B1 to hepatic DNA in rats. Food Chem. Toxic. 25: 581-587.