Post on 26-Jul-2015
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
memberikan gambaran superfisial dari respons fisik terhadap cedera. Trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang
bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang. Trauma lebih
kompleks dari sekadar cedera. Fraktur jari tangan pada seorang pemain piano atau seorang
ahli bedah, dampaknya sangat berat dan dapat menghentikan kariernya; sementara cedera
yang sama pada orang berprofesi lain merupakan gangguan yang ringan.
Risalah tertua tentang trauma terdapat pada “Edwin Smith Papyrus” yang ditulis antara
3000 sampai 1600 SM, sedangkan kata “trauma” pertama kali dipakai pada zaman
Hippocrates. Penanggulangan trauma berkembang pada zaman kerajaan Mesir dan mencapai
puncaknya pada 3500 SM. Teknik operasi rekonstruksi hidung sangat berkembang dan masih
dipakai sampai sekarang. Pada masa awal ilmu kedokteran Cina (2600 SM) telah mulai
dikembangkan teknik debridemen yang juga masih dipakai pada masa kini.
Perkembangan penanggulangan trauma dalam ilmu bedah modern dimulai oleh
Ambroise Pare (1545) yang melarang memasukkan obat-obatan ke dalam luka dan
membiarkan penyembuhan secara alami; halini diungkapkannya dalam kata-katanya :” I
dressed him, and God healed him”. John Hunter membedakan antara primary healing dan
secondary healing. Ilmu ini berkembang sejalan dengan terjadinya berbagai peperangan,
mulai dari zaman Napoleon sampai ke Perang Teluk dan Perang Afganistan. Pada yang
terakhir ini, konsep ATLS ( Advance Trauma Life Support) dalam pertempuran mulai
diterapkan dan pengetahuan tentang patofisiologi trauma sampai ke tingkat seluler sudah
lebih dipahami sehingga kematian akibat trauma dapat ditekan. Semua yang dipelajari dalam
peperangan banyak dimanfaatkan dalam penanggulangan trauma dalam kehidupan sipil.
Untuk menilai kualitas penanggulangan trauma dikembangkan sistem skoring seperti
revised trauma score yang berkembang dari trauma score untuk menilai keadaan fisiologis,
sedangkan abbreviated injury scale (AIS) berkembang menjadi Injury Severity Score (ISS)
yang menilai secara anatomis. Kombinasi RTS, ISS, umur pasien, dan tipe cedera menjadi
metode TRISS. Dengan metode ini dapat dihitung kemungkinan ketahanan hidup (probability
of suvival, Ps) secara retrospektif. Triase (triage) juga berkembang baik pada fase pra-RS
maupun pada fase RS. Triase dapat dimanfaatkan pada satu pasien untuk mencari masalah
yang dihadapi pasien tersebut, tetapi dapat juga pada banyak pasien (korban massal) untuk
mengelompokkan pasien sesuai dengan beratnya cedera. Dalam kedua keadaan ini dipakai
prinsip ATLS, yaitu A, B, C, dan D untuk menilai apa yang jadi masalah dan apa yang harus
ditanggulangi lebih dahulu.
Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur di bawah 35 tahun.
Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok
umur 15-25 tahun, merupakan penyebab kematian utama.
Sejak lama trauma merupakan suatu masalah medis yang terabaikan (neglected disease)
oleh para dokter, masyarakat, maupun pemerintah di seluruh dunia. Pasien trauma ditangani
oleh tiap-tiap spesialisasi sesuai dengan cederanya, tidak secara komprehensif-sistematik.
Diperlukan sikap holistik dari berbagai spesialisasi untuk bekerja sama sebagai suatu sistem
penanggulangan trauma. Perubahan mulai terjadi setelah para veteran perang Vietnam
kembali ke Amerika Serikat dengan dikembangkannya penanggulangan trauma yang lebih
baik pada fase pra-RS (Ambulans Gawat Darurat, AGD) maupun pada fase RS berupa unit
gawat darurat atau trauma center. Seorang ahli bedah ortopedi Amerika Serikat yang bersama
keluarganya mengalami kecelakaan dengan pesawat pribadinya telah memulai kursus
“Advanced Trauma Life Support” (ATLS) di bagian Bedah Universitas Nebraska setelah
merasa kecewa dengan penanggulangan trauma yang diterimanya. Kursus ini kemudian
menyebar ke seluruh dunia dan mulai diterapkan oleh Komisi Trauma Ikatan Ahli Bedah
Indonesia pada tahun 1995. Konsep ATLS mempengaruhi pola pikir untuk berbagai kursus
lain, seperti Prehospital Life Support (PHTLS) dan Basic Trauma Life Support (BTLS).
Konsep A (airway), B (breathing), C (circulation), D (disability), dan E (exposure) sudah
menjadi bahasa universal dalam penanggulangan penderita trauma dan pasien gawat darurat
lainnya, baik pada fase pra-RS maupun pada fase RS.
Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern
penggunaan kendaraan automotif dan senjata api semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat
trauma sering ditelantarkan sehingga trauma merupakan penyebab kematian utama pada
kelompok usia muda dan produktif di seluruh dunia. Angka kematian ini dapat diturunkan
melalui upaya pencegahan trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini
mungkin pada korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan trauma bukan hanya masalah
di rumah sakit, tetapi mencakup penanggulangan menyeluruh yang dimulai di tempat
kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit dan di rumah sakit.
Trauma dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme kelainan imunologi,dan gangguan faal berbagai organ. Penderita trauma berat
mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi membran sel, gangguan
integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan dapat pula terjadi koagulasi intravaskular
menyeluruh (Disseminated Intravascular Coagulation = DIC).
Penyebab
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk dan
luka tembak pada suatu rongga dapat dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Untuk
mengetahui bagian tubuh yang terkena, organ apa yang cedera, dan bagaimana derajat
kerusakannya, perlu diketahui biomekanik trauma.
Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan
(deselarisasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas,
maupun zat kimia. Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
muskuloskeletal, dan kerusakan organ.
Trauma Tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh,
tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Trauma
tumpul dapat berupa benturan benda tumpul, perlambatan (deselarisasi), dan kompresi.
Benturan benda tumpul pada toraks dapat menimbulkan cedera berupa patah tulang iga; patah
tulang iga majemuk menyebabkan terjadinya flail chest yang tampak dalam gerakan nafas
dinding dada yang paradoksal yaitu bagian dinding dada yang terlepas melesak ke dalam
ketika inspirasi dan menonjol keluar sewaktu ekspirasi. Biasanya terjadi juga hematotoraks
dan pneumotoraks akibat kerusakan pleura dan jaringan paru. Benturan benda tumpul pada
abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau organ padat
berupa perdarahan.
Cedera perlambatan sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan
badan masih melaju dan kemudian tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang
relatif tidak terpancang bergerak terus dan menyebabkan terjadinya robekan pada hilus organ
tersebut. Organ yang mungkin robek itu adalah aorta, jantung, pangkal bronkus utama, kaki
ginjal, dan tampuk limpa.
Cedera kompresi terjadi bila orang tertimbun runtuhan atau longsoran yang
menimbulkan tekanan secara tiba-tiba pada rongga dada.
Cedera ledak adalah luka atau kerusakan jaringan akibat ledakan granat, bom, atau
ledakan dalam air. Kerusakan jaringan dapat disebabkan oleh pecahan logam atau energi
yang ditimbulkan oleh ledakan.
Kecelakaan Lalu lintas
Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan meneliti riwayat
trauma dengan cermat. Pengemudi yang tidak memakai sabuk pengaman dapat mengalami