Trauma Temporal

26
BAB I PENDAHULUAN Trauma tulang temporal adalah kelainan yang sering dikonsultasikan ke spesailis THT (Telinga, Hidung, Tengorok) pada keadaan darurat. Pengetahuan tentang anatomi struktur vital dalam tulang temporal sangat penting untuk mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan tepat. Evaluasi yang tepat dapat memperhitungkan derajat keparahan dan gejala-gejala trauma pada telinga. Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak. Terjadi pengingkatan angka kejadian fraktur tulang unilateral, dan fraktur bilateral dari 9% menjadi 20%. Anak-anak merupakan 8-22% dari pasien dengan fraktur tulang temporal 1 Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang melibatkan trauma tumpul kepala. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah kecelakaan kendaraan yang mengakibatkan trauma kepala, kecelakaan tetap yang paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal. Luka tembakan pada kepala merupakan penyebab yang tidak sering tetapi meningkatkan frekuensi kejadian trauma 1

description

gg

Transcript of Trauma Temporal

Page 1: Trauma Temporal

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma tulang temporal adalah kelainan yang sering dikonsultasikan ke

spesailis THT (Telinga, Hidung, Tengorok) pada keadaan darurat. Pengetahuan

tentang anatomi struktur vital dalam tulang temporal sangat penting untuk

mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan tepat. Evaluasi yang tepat

dapat memperhitungkan derajat keparahan dan gejala-gejala trauma pada telinga.

Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak.

Terjadi pengingkatan angka kejadian fraktur tulang unilateral, dan fraktur bilateral

dari 9% menjadi 20%. Anak-anak merupakan 8-22% dari pasien dengan fraktur

tulang temporal 1

Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang

melibatkan trauma tumpul kepala. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti

sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah

kecelakaan kendaraan yang mengakibatkan trauma kepala, kecelakaan tetap yang

paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal. Luka tembakan pada

kepala merupakan penyebab yang tidak sering tetapi meningkatkan frekuensi

kejadian trauma kepala, dan lebih dari setengah pasien ini menderita trauma

intrakanial. Luka pada arteri karotis lebih sering meningkatkan angka kematian

dibandingkan pada trauma tumpul 1

Fraktur tulang temporal berpotensi mengakibatkan cedera serius pada saraf

wajah, telinga tengah, telinga bagian dalam dan berisiko pada intrakranial.

Namun, fraktur tulang temporal mungkin dapat tidak terdeteksi pada pasien yang

asimtomatik atau tidak melaporkan gejala mereka kepada dokter 3

Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.

Sekitar 4% pasien dengan cedera kepala mengalami fraktur, dan 14-22% dari

pasien tersebut menderita fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah

kecelakaan dengan kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan

11% 1

1

Page 2: Trauma Temporal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Tulang Temporal

Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa,

timpani, styloid, mastoid, dan petrosus. Tulang temporal bersama dengan tulang

oksipital, parietal, sfenoid, dan zigomatikum membentuk dinding lateral dasar

tengkorak atau bagian tengah dan posterior dari fossa kranialis 1

Gambar 1. Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak manusia. (B) Dilihat

dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D) Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak.

Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan organ-organ

intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf

fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran,

membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular , vena

jugularis serta arteri karotis.1

2

Page 3: Trauma Temporal

Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa,

styloid, dan mastoid yang terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan

tulang petrous adalah struktur interior dan tidak terlihat dari pandangan lateral.

Petrosus merupakan bagian dari tulang temporal yang berbentuk piramid,

terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang sphenoid dan oksipital. Hal

ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat dari sisi lateral tulang temporal.

Petrosus merupakan bagian terpenting dari tulang temporal yang melindungi

telinga tengah dan dalam serta bagian-bagian dari saraf facialis2

Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang terdiri dari

basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis

menyatu dengan permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat

digambarkan sebagai bangunan bersiku antara batas posterior dari sayap os

sphenoid dan bagian bawah dari os occipital. Pada bagian ini terdapat orifisium

internal dari canalis caroticus dan membentuk batas postero-lateral dari foramen

lacerum.6

Permukaan anterior terbentuk dari bagian posterior middle fossa dari basis

kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa yang bersatu pada sutura

petrosquamous. Pada bagian ini terdapat cekungan-cekungan yang konsisten

dengan bentuk otak. Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior

basis kranii dan berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat

orificium yang disebut meatus akustikus internus. MAI merupakan kanalis

sepanjang 1 cm yang berjalan kea rah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus

3

Page 4: Trauma Temporal

akustikus dan cabang arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak

beraturan, yang terbentuk dari bagian luar basis kranii6

II.2 Klasifikasi

Fraktur tulang temporal dibagi menjadi 4 berdasarkan orientasi relatif

terhadap sumbu panjang tulang petrosa, yaitu7:

a. Fraktur longitudinal

b. Fraktur tranversal

c. Fraktur oblik

a. Fraktur longitudinal (70-90%)

Fraktur longitudinal tulang temporal paralel terhadap sumbu panjang dari

piramida petrosa dan biasanya terkait dengan trauma tumpul temporoparietal 8,7. Sekitar 10% berhubungan dengan ekimosis yang terlihat di prosesus

mastoid (Battle’s sign). Fraktur ini melintasi telinga tengah dan sangat sering

dikaitkan dengan dislokasi tulang-tulang pendengaran.

Struktur yang paling sering terlibat adalah membran timpani, atap telinga

tengah, dan bagian anterior dari apeks petrosa8 Selain itu, fraktur longitudinal

dapat ke arah anterior menuju tuba eustachius dan fosa kranial tengah, dan

dapat ke arah posterior relatif terhadap labirin, menuju foramen jugularis dan

memperluas ke dalam fosa posterior. 6

Sekitar 15-20% akan melibatkan saraf fasialis dan cedera terjadi di dekat

ganglion genikulatum atau di bagian horizontal. Kelumpuhan fasialis sering

terjadi pada onset yang lambat, berhubungan dengan edema daripada

gangguan langsung dari sarafnya. Keterlibatan vestibular dan defisit

sensorineural tidak sering terjadi dan dikaitkan dengan efek benturan daripada

trauma langsung pada labirin vestibular dan koklea. 6

Perdarahan di telinga tengah yang kemudian keluar menjadi perdarahan

dari kanalis eksternal merupakan tanda dari fraktur longitudinal, yang

berlawanan dengan perdarahan di belakang membran timpani pada fraktur

transversal. Kebocoran cairan serebrospinal dapat terjadi pada fraktur

longitudinal, namun kurang umum dibandingkan pada fraktur transversal.

4

Page 5: Trauma Temporal

Gambar 3. Gambaran fraktur longitudinal

Terdapat dua subtipe berdasarkan utamanya lokasi asal, yaitu posterior

dan anterior7. Subtipe posterior sering berasal dari prosesus mastoid atau

bagian posterior bagian skuamosa tulang temporal dan berakhir di foramen

laserum. Jenis ini biasanya tidak melibatkan fosa glenoid. Sedangkan subtipe

anterior berasal dari bagian depan bagian skuamosa tulang temporal dan

melintasi tegmen timpani sampai apeks petrosa atau melewati sepanjang tuba

eustachius sampai foramen laserum. Jenis ini dapat mengakibatkan kerusakan

arteri meningeal medius dan perkembangan perdarahan epidural, dan jenis ini

biasanya melibatkan fosa glenoid. 6

b. Fraktur transversal (20-30%)

Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang

dari piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau

temporoparietal. Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa

posterior, melalui pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa

kranial tengah. Kapsul otik dan kanalis auditorius internal sering terlibat juga.7

Fraktur ini sering terjadi pada pasien dengan cedera yang parah dan

kematian dari pukulan itu sendiri dapat terjadi cepat. Cedera ini sering diikuti

dengan gangguan pendengaran sensorineural yang parah, dan dapat

5

Page 6: Trauma Temporal

disebabkan karena kerusakan fungsi vestibular. Kerusakan ini berhubungan

dengan cedera benturan langsung terhadap telinga dalam atau berhubungan

dengan fraktur yang melalui kapsul otik. Ini diperkirakan bahwa paralisis

fasialis, karena gangguan saraf fasialis, dapat terjadi pada 50% kasus, tercatat

cepat terjadi dan mungkin permanen jika tidak dioperasi.

Pada fraktur tranversal, sering kali terjadi perdarahan di telinga tengah,

namun karena membrane timpani intak, terjadi hematotimpanum yang dapat

dilihat tanpa ada perdarahan yang keluar. Otorea cairan serebrospinal umum

terjadi dan paling sering dideteksi dengan aliran cairan jernih dari tuba

eustachius ke dalam nasofaring. 7

Gambar 4. Gambaran fraktur transversal (Swartz dan Curtin, 2003)

Terdapat dua subtipe berdasarkan lokasi terhadap penonjolan arkuata

(tanda sepanjang permukaan superior petrosa yang secara kasar sama dengan

posisi apeks kurva kanalis semisirkularis superior), yaitu medial dan lateral.7

Subtipe medial melintasi fundus (aspek lateral) dari kanalis auditori internal.

Pada jenis ini, gangguan pendengaran sensorineural terjadi sekunder karena

transeksi saraf koklear dan seringkali terjadi lengkap dan permanen.

Sedangkan subtipe lateral melintasi lebih ke labirin tulang daripada kanalis

auditori internal. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran

6

Page 7: Trauma Temporal

sensorineural dan berkaitan dengan fistula perilimfatik dan hubungan telinga

tengah dan telinga dalam akibat fraktur. 7

Gambar 5. Fraktur Tranversal, suptipe lateral

A. Gambar CT aksial, telinga kanan. Fraktur (panah) dimulai pada posterior permukaan

petrosa di sekitar akuaduktus vestibular dan merusak bagian anterior tegmen timpani

serta bagian skuamosa petrosa.

B. Gambat CT aksial, telinga kanan, lebih rendah, juga memperlihatkan gangguan fraktur

promontorium (panah). Perhatikan hematotimpanum difus.

Gambar 6. Fraktur Tranversal, suptipe medial (Swartz dan Curtin, 2003)

A. Fraktur linier (panah) mulai dari permukaan petrosa posterior di sekitar akuaduktus

vestibular dan meluas melalui fundus kanalis auditor internal terhadap genu pertama

kanal saraf fasialis

B. Pneumovestibular (panah)

7

Page 8: Trauma Temporal

Tabel 1. Perbedaan Fraktur Longitudinal dan Fraktur Transversal

Tipe Longitudinal Transversal

Lokasi Melalui garis sutura

petroskuamosa dan berlanjut

ke arah anterior menuju

kapsul otik

Melalui superior CAE,

telinga tengah, aksis panjang

dari pyramid petrosa

Melibatkan kapsul otik atau

kanalis auditori internal

Frekuensi 70-80% 20-30%

Gangguan

pendengaran

Konduktif Sensorineural (biasanya

parah)

Paralisis n. fasialis 15-20%

Cedera pada ganglion

genikulatum atau pada

bagian horizontal saraf

50%

Derajat trauma Rendah hingga tinggi

Trauma tumpul lateral

Biasanya tinggi

Trauma oksipital atau frontal

Komplikasi - Kerusakan osikular

(umum)

- CHL

- Vertigo (jarang)

- Perdarahan di kanalis

auditori eksternal

- Kebocoran cairan

- Ruptur kapsul otik dan

kanalis auditori internal

- SNHL

- Vertigo (umum)

- Kebocoran cairan

serebrospinal (umum)

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik ini meluas dari bagian skuamosa tulang temporal terhadap

piramida petrosa dengan sering keterlibatan sendi temporomandibular. Fraktur

8

Page 9: Trauma Temporal

oblik ini sering mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif akibat

dislokasi incudostapedial. Hematotimpanum dan otorea juga sering terjadi

pada fraktur oblik. Keterlibatan saraf fasialis kurang umum daripada pada

fraktur transversal.6,7

Akhir-akhir ini, juga terdapat peningkatan tren untuk menggolongkan

fraktur tulang temporal menjadi perenggangan kapsul otik (otic capsule

sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik (otic capsule disrupting/OCD), yang

menunjukkan korelasi lebih baik terhadap sekuel klinis (Ho dan Makishima,

2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%) daripada OCD, dan OCD

berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis (30-50%), SNHL, dan

kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggi daripada OCS). 7

II.3 Diagnosis

II.3.1 Anamnesis

Tabel 2. Keluhan Utama Fraktur Tulang Temporal

Gejala Diagnosis Banding Onset Prioritas Terapi

Gangguan

pendengaran

Konduktif atau

sensorineural

Awal Tidak mendesak

Pusing Perifer atau sentral Bervariasi Tidak mendesak

Kelemahan

fasialis

Sentral atau perifer Penting untuk

diputuskan

Intervensi awal

Hipestesi

fasialis

Defisit saraf kranialis

V intratemporal atau

cedera fasialis

Biasanya onset

lambat jika

intrakranial

Rekoveri spontan

sebagai terapi

general

Diplopia Defisit saraf kranialis

VI atau cedera mata

Biasanya lambat Rekoveri spontan

sebagai terapi

general

1. Gangguan pendengaran

9

Page 10: Trauma Temporal

- Lebih dari 40% kasus mengalami gangguan pendengaran

- Fraktur transversal SNHL yang parah

- Fraktur longitudinal CHL dan gangguan pendengaran campuran

- Keterlibatan labirin atau koklea SNHL disertai vertigo

2. Pusing

- Sering merupakan gejala lambat

3. Kelemahan fasialis

- Sering terjadi

- Penting dalam memutuskan onset gejala

- Cepat saraf terputus memerlukan pembedahan

- Lambat saraf mengalami oedema atau inflamasi

- Parese atau paralisis onset lambat sering terjadi dan dapat tertunda selama

beberapa hari atau minggu

- Area cedera saraf fasialis:

- Fraktur longitudinal area perigenikulatum

- Fraktur transversal segmen labirin

- Cedera tusuk ekstratemporal, bagian stilomastoid, segmen vertikal

saraf

4. Otorea dan rinorea

- Kebocoran cairan serebrospinal dari kerusakan tulang temporal

5. Hipestesi fasialis dan diplopia

- Fraktur meliputi Meckel’s cave dan permukaan superior tulang temporal

atau Dorello’s canal di bawah ligament petrosfenoidalis

- Prognosis biasanya baik

10

Page 11: Trauma Temporal

II.3.2 Pemeriksaan Fisik

Tiga temuan yang sering:

- Hemotimpanum

- Ekimosis postaurikular (Battle’s sign)

- Ekimosis periorbital (Racoon eyes)

- Kelemahan saraf fasialis memerlukan evaluasi yang hati-hati

- Kebocoran plasma: otorea dan rinorea

II.3.3. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi: CT Scan tulang temporal, MRI

2. Tes pendengaran: audiogram

3. Tes saraf fasialis

4. Tes vestibular,7

II.4 Penatalaksanaan

Tabel 3. Penatalaksanaan

Tanda-Gejala Tidak ada Non bedah Bedah

Gangguan

pendengaran

Bisa diputuskan

jika sekunder dari

hematotimpanum

Amplifikasi,

konvensional atau

alat bantu dengar

Timpanoplasti

dengan atau tanpa

rekonstruksi

telinga tengah

Pusing Diharapkan

resolusi spontan,

jika tidak ada lesi

vestibular bilateral

atau sentral

Farmakologi

supresi vestibular

untuk stadium

akut

Ablasi labirin atau

seksi saraf

vestibular pada

kasus lama

Paralisis fasialis Diharapkan

rekoveri sempurna

pada kasus onset

tertunda

Perawatan suportif

mata

- Terapi fisik jika

diduga paralisis

long-term

Dekompresi atau

memperbaiki saraf

fasialis

Diperhatikan

kebutuhan

11

Page 12: Trauma Temporal

- Rehabilitasi

struktural

dengan teknik

biofeedback

yang membantu

meningkatkan

fungsi dan

menghindari

sinkinesis

perawatan mata

(gold weight atau

tarsorrhaphy)

Otorea atau

rinorea (cairan

serebrospinal)

Resolusi spontan

pada > 90% kasus

Elevasi HOB,

drainase lumbal

Digunakan hanya

setelah 2 minggu

dan gagal dengan

perawatan

konservatif

Indikasi;

- Kebocoran

persisten

- Meningitis

rekuren

- Pneumosefalus

persisten

Prinsip Penatalaksanaan:

Menstabilkan keadaan neurologis dan keadaan yang mengancam jiwa,

observasi, pemberian antibiotika. Operasi diindikasikan pada keadaan perforasi

membran timpani yang menetap, gangguan pendengaran konduktif, parese fasialis

dan kebocoran LCS yang menetap. 5

1. Gangguan pendengaran

Lebih dari separuh pasien dengan fraktur temporal mengalami gangguan

pendengaran dengan beberapa tingkat. Jenis dan tingkat defisitnya terkait

12

Page 13: Trauma Temporal

dengan kekuatan cedera dan lokasi fraktur. Evaluasi audiometri awal sering

akan menunjukkan CHL sekunder untuk hemotympanum. Oleh karena itu

disarankan bahwa audiogram harus diulang sekitar 1-2 bulan setelah cedera

untuk memungkinkan hemotympanum dan efusi telinga tengah untuk selesai.

Dalam pengelolaan jangka pendek CHL, Ho dan Makishima (2010) paling

suka menunggu untuk menentukan apakah gangguan akan menghilang secara

spontan. Namun, jika sebelumnya intervensi neurootologic direncanakan

(misal: dekompresi saraf fasialis, perbaikan kebocoran cairan serebrospinal),

ossiculoplasty cocok digunakan secara bersamaan untuk eksplorasi. Untuk

pasien yang mengalami CHL persisten setelah penyembuhan akut. 5

Pasien yang mengalami SNHL ringan sampai sedang, biasanya diobati

dengan amplifikasi alat bantu dengar standar. Untuk SNHL unilateral yang

parah, alat bantu dengar bone anchored telah menunjukkan dengan hasil yang

baik. Implantasi koklea juga telah terbukti memiliki manfaat dalam mengobati

pasien dengan SNHL bilateral yang parah setelah fraktur tulang temporal.

2. Cedera saraf fasialis

Cedera saraf fasialis terjadi hampir 15-20% pada fraktur longitudinal dan

50% pada fraktur transversal. Menurut konsensus umum, pembedahan tidak

diperlukan pada pasien 1) didokumentasikan fungsi saraf fasialis yang normal

setelah cedera terlepas dari perkembangannya, 2) kelumpuhan tidak lengkap

selama tidak ada perkembangan untuk menyelesaikan kelumpuhan, dan 3)

kurang dari 95% degenerasi oleh ENoG (Electroneurography). 7

Setelah memutuskan pada eksplorasi saraf fasialis, lokasi tersangka

cedera saraf dan status pendengaran adalah dua faktor kunci dalam

menentukan pendekatan yang tepat. Cedera pada saraf fasialis pada atau di

distal ganglion geniculate dapat didekati melalui prosedur transmastoid. Untuk

pasien yang pendengaran tidak berguna, dapat dilakukan pendekatan

transmastoid-translabirintin. Untuk pasien dengan pendengaran utuh,

pendekatan transmastoid-supralabrinitin atau pendekatan fossa kranial tengah

dianggap

13

Page 14: Trauma Temporal

3. Otorea

Otorea pada fraktur tulang temporal biasanya terjadi dalam beberapa

menit atau juga dapat lambat jika mengalir melalui nasofaring. Manajemen

dimulai dengan pengukuran konservatif meliputi elevasi kepala, istirahat di

tempat tidur ddengan elevasi kepala, pencahar, menghindari bersin atau

mengedan, dan pada pasien tertentu dilakukan penempatan lumbar drain.

Resolusi spontan dengan menajemen konservatif terjadi pada 95-100% pasien8

Penggunaan antibiotik profilaksis masih kontroversial, meskipun dengan

masih terjadi kebocoran lebih dari 7 hari telah berkorelasi dengan insiden

meningitis yang lebih tinggi. Perbaikan dengan bedah direkomendasikan

untuk kasus-kasus yang bertahan 7-10 hari setelah cedera. Karena perbaikan

bedah dengan cara pendekatan mastoidektomi sendiri dapat tidak memadai

jika ada cacat tegmen ganda, pendekatan fosa tengah sendiri atau dalam

kombinasi dengan pendekatan transmastoid harus dipertimbangkan dalam

banyak kasus 6,7

4. Cedera vaskular

Cedera carotis terjadi 1-4% pada trauma tulang temporal. Untuk

mengetahui fraktur kanal karotis, dilakukan CT tulang temporal dan CT

maksilofasial

5. Vertigo

Biasanya self-limiting dan membaik dalam 6-12 bulan dari adaptasi

sentral. Pasien dengan rasa penuh di telinga, tinitus, kehilangan pendengaran

yang fluktuatif dan vertigo sama dengan pasien dengan Meniere’s disease.

Episode vertigo utamanya berhubungan dengan BPPV (Benign Positional

Paroxysmal Vertigo). Ini disebabkan oleh trauma otokonia yang tidak pada

tempatnya dari vestibuler ke dalam ampula kanalis semisirkularis posterior.

Penatalaksanaan BBPV meliputi rehabilitasi standar dan maneuver reposisi.

6. Komplikasi lainnya

14

Page 15: Trauma Temporal

Beberapa dari komplikasi lambat yang jarang meliputi meningokel,

ensefalokel, meningitis, dan kolesteatoma. Penatalaksanaan yang sering

adalah pembedahan untuk mencegah perkembangan komplikasi intrakranial

lebih lanjut.

7. Tinitus

Cedera menyebabkan kerusakan sistem vestibule-koklearis juga labirin

perifer – disebut konkusio labirin – atau pada struktur sentral. Peranan dari

masing-masing pola kerusakan keseluruhan mungkin tergantung pada

mobilitas kepala saat terjadinya cedera – konkusio labirin mengikuti pukulan

terhadap kepala yang terfiksasi dan kerusakan sentral menjadi lebih umum

terjadi ketika mobilitas kepala secara lebih keras mengalami akselerasi (atau

deselerasi). Memukul kepala yang tetap immobile menyebabkan gelombang

tekanan melalui dasar tengkorak dan gerakan yang berlebihan dari lempeng

kaki stapes karena inersia tulang pendengaran. Perubahan koklea yang

disebabkan oleh mekanisme ini merupakan kerusakan organ korti, mirip

dengan yang disebabkan oleh noise damage. 7

Percepatan atau perlambatan dari kepala menyebabkan otak untuk

bergerak relatif terhadap tengkorak, karena inersianya, sering dengan gerakan

berputar. Dampak terhadap penyimpangan di dasar tengkorak ini

menyebabkan memar pada lobus frontal dan temporal; putaran batang otak

menyebabkan kerusakan; dan ner,vus VIII mungkin mengalami regangan atau

robek. 7

BAB III

KESIMPULAN

Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera

tengkorak. Sebagian besar patah tulang unilateral, dan fraktur bilateral dilaporkan

15

Page 16: Trauma Temporal

dari 9% menjadi 20%. Anak-anak mencapai 8-22% pasien dengan fraktur tulang

temporal.

Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.

Sekitar 4% dari pasien dengan cedera kepala, dan 14-22% dari pasien dengan

fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah kecelakaan dengan

kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan 11%.

Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa,

timpani, styloid, mastoid, dan petrosus. Pars petrosus merupakan bagian dari

tulang temporal yang berbentuk piramid, terletak di dasar tulang tengkorak dan

diantara tulang sphenoid dan oksipital. Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian

dari pars petrosa yang terdiri dari basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian

dari organ pendengaran.

Fraktur tulang temporal diklasifikasikan menjadi fraktur longitudinal dan

fraktur transversal dan fraktur oblique.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis selain dari gejala klinis

dapat dilakukan pemerikssan penunjang dengan pemeriksaan radiologi antara lain

foto polos, CT-Scan, MRI, Nuclear imaging, angigrafi.

Komplikasi fraktur tulang temporal antara lain penurunan pendengaran,

kelumpuhan saraf wajah dan kebocoran cairan serebrospinal, fraktur kanalis

karotis, vertigo.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballantyne, John dan Groves, John. 1979. Scott-Brown’s Diseases of The

Ear, Nose and Throat, Fourth edition, Volume 2 The Ear. Butterworths.

16

Page 17: Trauma Temporal

2. Ginat, Daniel dan Wang, Henry. 2008. Imaging Sciences Interesting

Cases: Case 81. University of Rocheser Medical Center, Dept. of Imaging

Center.

3. Ho, Ki-Hong Kevin dan Makishima, Tomoko. 2010. Temporal Bone

Fracture. Grand Rounds Presentation, University of Texas Medical

Branch, Dept. of Otolaryngology.

4. Kinney, Sam E. 1998. Chapter 160: Trauma to the Middle Ear and

Temporal Bone. http://famona.tripod.com/ent/cummings/cumm160.pdf

5. Kolegium Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala dan Leher, 2008. Buku

Acuan Modul Telinga Trauma. Edisi I.

6. Ling, Francis T. K. 2001. Middle Ear and Temporal Bone Trauma.

http://drfling.hyperphp.com

7. Swartz, Joe D. dan Curtin, Hugh D. 2003. Chapter 23: Temporal Bone:

Trauma. Mosby.

17