Post on 28-Jan-2018
PEMANFAATAN TANAH
OBJEK REFORMA AGRARIA (TORA)
untuk
Perluasan Lahan Pertanian dan Kesejahteraan
Petani
Oleh: SYAHYUTI
Kementerian Pertanian, Jakarta 13 Desember 2017
Materi:
4. Program TORA
5. Upaya mengoptimalkan TORA
untuk perluasan lahan dan kesejahteraan petani
2. Kebutuhan lahan untuk pembangunan pertanian
3. Kondisi dan ketersediaan lahan di Indonesia
1. Konsep reforma agraria
Satu,
Apa sih reforma agraria ?
Pasal 1 2 UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria:
Agraria adalah “Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya....”.
Tap MPR No. IX tahun 2001 pasal 2:
“Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia”.
4
Ada 2 aspek pembaruan
agraria, yakni:
1. Aspek penguasaan
dan pemilikan (=
landreform)
2. Aspek penggunaan
dan pemanfaatan
(=non landreform)
Reforma agraria =
aspek landreform +
aspek non-landreform
ASPEK LANDREFORM ASPEK NON-LANDREFORM
Objeknya Penataan ulang penguasaan dan
pemilikan tanah dan sumber daya agraria
lain
Perihal penggunaan dan pemanfatan tanah
dan sumber daya agraria lain.
Yang diatur Siapa menguasai tanah, apakah individu,
badan usaha, atau negara. Apakah
berupa hak milik, hak guna usaha, sewa,
bagi hasil, atau pinjam.
Apakah sebidang tanah tertentu lebih cocok
untuk ditanami padi, sawit, atau bikin pabrik.
Faktor-faktor
pembentuknya
Faktor tatanan hukum (negara dan adat),
tekanan demografis, kondisi ekonomi
(misal lapangan kerja non-pertanian),
dan lain-lain.
faktor geografi, topografi, kesuburan tanah,
infrastruktur yang ada, kondisi ekonomi
lokal-global, tekanan demografis,
ketersediaan teknologi, ketersediaan kredit,
keuntungan usaha pertanian, dan lain-lain
Masalah yang
dihadapi
Konflik penguasaan dan pemilikan
secara vertikal dan horizontal,
inkosistensi hukum, ketimpangan
penguasaan dan pemilikan, penguasaan
petani yang sempit, ketidaklengkapan
dan inkosistensi data.
Degradasi tanah, konflik penggunaan dan
pemanfaatan secara vertikal dan horizontal,
tanah sbg komoditas pasar, maraknya jual-
beli tanah. 5
ASPEK LANDREFORM ASPEK NON-LANDREFORM
Aktifitas RA yang
relevan
Penetapan objek tanah landreform,
penetapan petani penerima,
penetapan harga tanah dan cara
pembayaran, pendistribusian tanah
kepada penerima, perbaikan
penguasaan (misal perbaikan
sistem penyakapan), dan penertiban
tanah guntay (absentee)
Berbagai bentuk pengelolaan dan
pengusahaan tanah, penyediaan
infrastruktur pendukung, peningkatan
produktifitas tanah, perbaikan sistem
pajak tanah, pemberian kredit usahatani,
penyuluhan dan penelitian, penyediaan
pasar pertanian, serta pengembangan
organisasi petani. (= Tupoksi Kementan,
dan kementerian teknis lain)
Kelompok studi Land tenure. Yakni hak atas tanah
atau penguasaan tanah, atau tepatnya
tentang status hukum dari
penguasaan tanah (hak milik, gadai,
bagi hasil, sewa menyewa, dan juga
kedudukan buruh tani).
Land tenancy. Lebih kepada pendekatan
ekonomi, yaitu menyangkut tentang
penggarapan tanah dan seterusnya.
Kementerian terkait Kemen LHK, BPN Kementan, Kemen PUPR, Kemen LHK, dll
6
Swasembada pangan vs kesejahteraan petani:
Mencapai swasembada Mencapai kesejahteraan petani
Unit perhatian nasional Rumah tangga petani
Pencapaian Swasembada bisa dicapai
tanpa kesejahteraan petani,
asalkan total pertanaman
nasional cukup
Sejahtera bisa dicapai tanpa
swasembada, bila lahan per rumah
tangga cukup (mis 2 ha/RT)
Yang dibutuhkan Perluasan lahan (terutama
kedelai), lahan yang cukup
secara nasional,
ketersediaan teknologi, dan
dukungan untuk adopsi
teknologi.
Lahan yang cukup per RT, pola bagi
hasil yang adil, bantuan untuk
menekan biaya usahatani, harga jual
komoditas yang menarik
Bentuk dukungan Teknologi tinggi (benih
unggul, pupuk cukup, dst)
Lahan yang cukup per RT, dan teknologi
Pendekatan yg
bisa diaplikasikan
Farmer field school (FFS) Farmer Bussiness School (FBS)7
Kuadran II- Reforma agraria tanpa pembangunan
pertanian (= landreform tanpa aspek
non landreform)
- Lahan cukup per petani, secara
nasional kurang
- Bagi hasil menguntungkan penyakap
Kuadran IV
- Pembangunan pertanian dengan
landreform (lahan minimal 2 ha/RT
petani)
- Dukungan input cukup. Prasarana
baik, dan harga menarik
- Bagi hasil menguntungkan penyakap
Kuadran I
- Pembangunan pertanian lemah,
tanpa landrefrom
- Ketersediaan input dan prasarana
lemah
- Harga kurang menarik
- Bagi hasil merugikan penyakap
Kuadran III
- Pembangunan pertanian tanpa
landreform
- Lahan sec nasional cukup, namun
hanya 0,2 ha/RT
- Dukungan input, prasarana, dan
insentif harga
- Bagi hasil merugikan penyakap
Petani
sejahtera
Petani
tidak
sejahtera
Tidak
swasembada swasembada8
Gejala
“Delandreformisasi”:
Program landreform sudah diwacanakan sejak
1960-an, namun efektif nya rendah
Pada waktu yang bersamaan, berlangsung proses
sebaliknya, berupa ”delandreformisasi”
Delandreformisasi = suatu kondisi yang bergerak ke
arah yang berlawanan dari upaya-upaya
landreformisasi, berlawanan dengan tujuan ideal
reforma agraria. 10
Landreform Delandreformisasi
Proses panataan penguasaan dan pendistribusian lahan
kepada petani sehingga setiap petani memperoleh lahan
yang cukup untuk diusahakan dan mampu
mensejahterakan keluarganya.
Gejala yang berlawanan dengan ide landreform.
Lahan petani yang semula cukup menjadi terus
berkurang karena dijual, karena dibagi-bagi, atau
karena dialihfungsikan.
Landreform memimpikan petani memiliki akses pada
lahan yang mudah, menguasai lahan yang cukup untuk
keluarganya untuk mencapai kesejahteraan, dan
penataan ruang sedemikian sehingga kegiatan pertanian
mendapat dukungan secara skala ekonomi, infrastruktur,
dan kewilyahan.
Petani semakin terpisah dari lahan. Hanya
menguasai lahan yang semakin sempit, sehingga
tidak cukup untuk menafkahi keluarganya.
Bentuknya = pendaftaran tanah, ganti rugi lahan,
pendistibusian, pendaftaran calon penerima tanah, dan
lain-lain.
Bentuknya = penjualan lahan oleh petani,
fragmentasi lahan sehingga menjadi tidak
ekonomis, dan konversi lahan yang sulit
dikendalikan.
Terbatas pada ide, dibicarakan tiap hari Adalah fakta riel. Terjadi setiap hari, makin hari
makin cepat, makin luas, makin menguat.
Diwacanakan, dibuka secara luas, dan bahkan dijadikan
”jualan politik” para kontestan calon legislatif dan
eksekutif.
Tersembunyi, tidak diperhatikan, tidak disadari
oleh siapapun. Saya berani katakan, Saya adalah
orang pertama yang menulis hal ini, dan pertama
yang menggunakan konsep ”delandreformisasi”.
11
Landreform Delandreformisasi
Skalanya besar, menarik perhatian, dan
diberitakan media massa.
Skalanya kecil-kecil, terjadi di setiap wilayah desa
dan kota. Tidak ada yang merasa sedih, dan tidak
dianggap sebagai sebuah ketidakadilan karena
dijalankan secara sukarela oleh petani, dan legal
pula.
Diskenariokan dan direncanakan oleh
pemerintah dan kalangan cerdik pandai,
meski ga kesampaian.
Sesungguhnya juga tidak diharapkan bahkan oleh
petani sekalipun, namun tetap terjadi karena
tekanan hidup dan bujukan hidup konsumtif.
Dampak tidak berjalannya landreform =
akses petani padal lahan sulit,
penguasaan lahan makin sempit,
pemerintah terpaksa terus memberi
bantuan dan subsidi karena usahatani
per keluarga sempit dan tidak ekonomis,
kemiskinan, dan ketidakadilan.
Dampak delandreformisasi = terkendalanya
pengembangan agribisnis karena skala usaha
semakin tidak efisien, tenaga kerja usia muda
kurang tertarik di pertanian, pelepasan tanah
menyebabkan kemiskinan dan sulit akses ke
perbankan, petani terpaksa harus melakukan
diversifikasi bidang usaha yang serba tanggung,
serta perubahan sosiokultural yakni rusaknya
relasi dan keutuhan dalam keluarga.12
Dua,
Kebutuhan lahan untuk pertanian
Kebutuhan lahan untuk pertanian:
Komoditas Kebutuhan (juta
ha)
Ket.
Padi 14,98 Tahun 2025
Jagung 6,21
Kedelai 2,27 Tahun 2018 perlu
1,5 juta ha
Tebu 12,28
Sapi 0,21
TOTAL 32,76
ROADMAP CETAK SAWAH BARU Kementan 2016-2019
2. Persyaratan Calon Lokasi Sawah
a. Lahan clear and clean (status jelas & tidak sengketa)
b. Tersedia sumber air dan tenaga kerja (petani)
c. disusun Survei, Investigasi dan Desain (SID)
1. Target 2015-2019: 1,0 Juta Hektar
Lokasi di luar Pulau Jawa
Dikerjakan pola padat karya (melibatkan petani)
Cetak Sawah Baru (ribu hektar)
2016 2017 2018 2019
132
144
362
362
15
Tiga,
Kondisi dan ketersediaan lahan di Indonesia
Luas lahan Indonesia (dalam ha):
Luas Indonesia: 516.757.300 ha
LAUTAN DARATAN Potensi pertanian
325.748.300 191.009.000 95.810.000 lahan kering 70.590.000
lahan basah 5.230.000
rawa 19.990.000
Dimanfaatkan 61.110.000 Lokasi:
Cadangan 34.700.000 7.450.000 APL
6.790.000 HPK
Sumber: BPS (2013) dll 20.460.000 HP
Lahan berdasarkan penguasaan
(%):
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
70%
10%16%
4%
Lahan berdasarkan penggunaan (%):
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
4%4.60%
10.30%
66.20%
7.90%
1.40%5.60%
Luas dan jumlah Bidang Tanah Bersertipikat
Per Jenis Hak:
Luas (m2) Jumlah bidang
tanah (unit)
Hak milik 361.320.562.301 22.838.590
Hak guna usaha 336.896.121.067 10.368
Hak guna
bangunan
26.837.692.789 3.227.570
Hak pakai 3.690.708.486 250.411
Hak pengelolaan 761.398.580 3.504
Hak wakaf 35.418.112 36.345 -
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
50.0
Sumber: Statistik lahan pertanian 2009-2013 (Pusdatin 2014)
Lahan sawah: Lahan baku sawah
existing = 8,1 juta ha Potensi sawah = 8.3 juta
ha (rawa = 2,98 juta ha, non rawa 5,3 juta ha)
Lahan kering: Potensi = 22,4 juta ha Lahan kering semusim =
7,1 juta ha Lahan kering tahunan =
15,3 juta ha
Lahan gambut: Total = 21,5 juta ha Non forest = 9,4 juta ha Forest = 12,1 juta ha
Lahan rawa: Pasang surut = 20,2 juta ha
(yang potensial = 9,5 juta ha) Lebak = 13,3 juta ha (yang
sudah diusahakan 0,7 juta ha)
Padang penggembalaan (existing):
1973 = 8,8 juta ha 2003 = 2,4 juta ha
Potensi lahan gambut:-Total = 21 juta
ha
(sebagian
menyebut =
18,3 juta ha).
-Yang bisa
untuk
pertanian = 6
juta ha)
-Dalam hutan =
12 juta ha, di
luar hutan = 9,4
juta ha
Indonesia sesungguhnya tidak “kaya”
lahan:
23
Empat,
Program TORA
1. Membangun sistem pendaftaran tanah
publikasi positif
2. Reforma Agraria melalui redistribusi
tanah dan bantuan pemberdayaan
masyarakat
3. Pencadangan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum
4. Pencapaian proporsi kompetensi SDM
ideal bidang pertanahan untuk
mencapai kebutuhan minimum juru
ukur pertanahan
25
AGENDA 5 :Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia
“…. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan program “Indonesia Kerja” dan “
Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land
reform dan program kepemilikan tanah seluas
9 Juta Hektar; program rumah kampung deret
atau rumah susun murah yang disubsidi serta
jaminan sosial untuk seluruh rakyat di Tahun
2019…”
NAWA CITA
(9 AGENDA PRIORITAS)ARAH KEBIJAKAN BIDANG PERTANAHAN
(RPJMN 2015-2019)
NAWACITA TERKAIT REFORMA AGRARIA
Kesepakatan 3 menteri tentang RA:
18 Desember 2015:
Mentan menemui Menteri LHK membahas kebutuhan lahan 2 juta ha
Menteri LHK: “ ...Oke. Tapi, sambil menghitung juga bagaimana pengelolaan risikonya. Terkait mitigasi perubahan iklimnya, kalau misalnya 350 ribu ha lahan untuk investasi sapi, berapa CH4 yang dihasilkan? ...”
Untuk investasi komoditas jagung, sapi, dan tebu.
Jagung dengan Perhutani di Jatim dan Jateng, tebu di Lampung dan Sultra , Sapi di Sultra, Kaltim, dan Kalteng
Akan dibentuk tim teknis yang beranggotakan Kementan, KLHK, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (“Tim Percepatan Pengadaan Lahan Pertanian”)
20 Desember 2015:
Tiga menteri sepakat membentuk “Tim Percepatan Pencadangan Lahan Investasi Industri Gula dan Sapi”
Pengadaan lahan seluas 2 juta hektare (ha): Tebu =1 juta ha
Jagung = 600.000 ha
Pembibitan sapi = 350.000 ha
Target akhir tahun 2015: rencana kerja tersusun
Akan menyisir HGU yang tidak sesuai peruntukan
13 Juli 2016:
Tiga menteri (Pertanian, LHK, dan BPN) dipanggil
Presiden
Kata Menteri LHK:
“Membahas masalah pertanian, ketersediaan lahan untuk
kesejahteraan masyarakat di samping untuk mengurangi
impor gula, jagung dan sapi”
24 Januari 2017:
Tim Percepatan Pencadangan Lahan untuk Investasi Pertanian (PPLIP).
Sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No P81- 2016 tentang Kerja Sama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan, pasal 5 ayat (2): “...pengembangan tanaman pangan dan ternak di wilayah tertentu
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan di Areal Kerja Perum Perhutani dapat dilakukan dengan skema kerja sama antara KPH atau Perum Perhutani dengan mitra kerja sama“.
Pasal 6 ayat (1): mitra kerja sama meliputi BUMN, BUMD, BUMS, atau koperasi.
Persetujuan harus dari Menteri LHK
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) = di Sampit
PTPN X, XI, dan PT Wahyu Daya Mandiri = di Jawa Timur
24 Feb 2017:
Tim Percepatan Pencadangan Lahan untuk Investasi Pertanian (PPLIP)
Memberi waktu kepada 11 perusahaan untuk mengajukan permohonan izin pemanfaatan lahan Perhutani guna kegiatan investasi pertanian kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) hingga April 2017.
Perusahaan melengkapi persyaratan seperti kepastian lahan, proposal, peta, nota kesepahaman, jaminan 20% (bank garansi), dan kelayakan usaha.
Sesuai Permen LHK Nomor P.81/2016 tentang Kerjasama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan.
Tebu 9 perusahaan, sapi 2 perusahaan, jJagung 0 perusahaan, karena tidak ada lahan yang sesuai.
Perhutani menyiapkan lahan seluas 67.000 ha (Jawa Barat-Banten 22.001 ha, Jawa Tengah 19.492 ha, dan Jawa Timur = 21.207 ha.)
Dalam UU 19 tahun 2013:
Tidak ada istilah “landreform”
Pasal 55-65: “konsolidasi dan jaminan luasan lahanpertanian”
Pemerintah menyediakan kemudahan dengan pemberianpaling luas 2 ha tanah negara bebas yang telahditetapkan sebagai kawasan pertanian kepada petani, yang telah digarap paling sedikit 5 tahun berturut-turut.
Pasal 59: hak penggarapan hanya diberikan dalambentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan. (tidak termasuk hak pemilikan).
5 November 2014:
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan judicial review atas UU 19-2013 :
‘Hak sewa’ (Ps 59) bertentangan dengan UUD 1945 (Ps 27 dan 28D ayat 1), merupakan praktik feodal Hindia Belanda.
Sehingga, Pasal 59: “Kemudahan bagi Petani untuk memperoleh lahan Pertanian diberikan dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan” tidak memiliki hukum mengikat ( = dibatalkan).
34
REFORMA AGRARIA9 Juta Ha
REDISTRIBUSI TANAH4,5 Juta Ha
LEGALISASI ASET4,5 Juta Ha
Tanah
Transmigrasi
yang Belum
Bersertipikat
(0,6 Juta
Ha)
Sertipikasi
Tanah
(PRONA,
Lintas
Sektor)
(3,9 Juta
Ha)
HGU Habis
dan Tanah
Terlantar
(0,4 Juta
Ha)
Pelepasan
Kawasan
Hutan
(4,1 Juta
Ha)
@2 ha per RT =
4,5 juta RT
petani
Legalisasi aset:
Target sertifikasi = 3,9 juta ha
Realisasi 2010-2014 = 5.006.894 bidang
Sampai Agustus 2017 = 2.888,993 sertifikat, 245.097 bidang
Target sertifikasi 2017 = 5 juta sertifikat (sampai Oktober 2017 baru 2 juta, yang sudah dikukur 4 juta).
Target 2018 = 7 juta sertifikat
Target 2019 = 9 juta sertifikat
Redistribusi lahan:
Pernah disebutkan seluas 21,7 juta ha.
HGU dan tanah terlantar (0,4 juta ha), sedangkan tanah terlantar total 7,2 juta ha, potensi untuk pertanian 2,1 juta ha. Tahun 2012 = 13.000 bidang siap diredistribusi
Berasal dari bekas HGU, tanah terlantar, tanah negara, pelepasan kawasan hutan, hutan produksi untuk konversi
Untuk: buruh tani, petani gurem, masyarakat adat, nelayan, pemuda, dan perempuan
Pelepasan kawasan hutan (4,1 juta ha): berasal dari alokasi 20% perusahaan perkebunan dari pelepasan kawasan hutan, dan seluas 2,1 juta Ha dari HPK di kawasan hutan yang tidak produktif
Realisasi redistribusi:
1961-2013 = 2.337.096
bidang
2014 = 138.181 bidang
Tanah terlantar
teridentifikasi:
2010-2014 = 2.050.088
ha
Perhutanan sosial: Izin pemanfaatan hutan 35 tahun, bisa
diperpanjang
Direncanakan untuk 12,7 juta ha
Sampai 2019 ditargetkan 4,3 juta ha
Terdapat 25.683 desa berada dalam kawasan hutan
Terdiri dari: hutan desa 491.963 ha, hutan kemasyarakatan 244.404 ha, hutana tanaman rakyat 232.050 ha, kemitraan kehutanan 71.608 ha, hutan adat 8.746 ha, dan izin di areal Perhutani 4.675 ha
Periode Nov 2014 – Agustus 2017 telah dilakukan perhutanan sosial seluas 604.373 ha, untuk 239.341 KK
Peruntukan = koperasi, kelompok tani, Gapoktan
I Nov 2017:
Presiden menyerahkan SK perhutanan sosial di Kab Bekasi untuk 2.144 ha, di Jatim 2.827 ha.
4 Nov 2017:
Pemberian SK perhutanan sosial di Kab Boyolali seluas 1.890 ha, untuk 1.687 KK
IDENTIFIKASI OBYEK REFORMA AGRARIAHGU Habis dan Tanah Terlantar
(0,4 Juta Ha)
Pelepasan Kawasan Hutan
(4,1 Juta Ha)
Tanah Transmigrasi yg Belum
Bersertipikat (0,6 Juta Ha)
Legalisasi Aset(3,9 Juta Ha)
Potensi Ditetapkan TanahTerlantar (442.092 Ha)
Potensi HGU yang disampaikan daerah dari
Aceh, Kab Semarang, Kaltim, Sumbar, Pemalang, Banjar Negara, sumedang, garut, Solok, Kalsel, Jambi
(± 100.000 Ha)
Peta indikatif 4.385.395 ha
Catatan: harus ada pelepasan dari kawasan
hutan
Realisasi Legalisasi aset
2015 836.921 bdg (± 188.307
ha)Target Legalisasi aset 2016 1.050.073 bdg (± 236.266 ha)
± 227.293 Ha1. Sudah jadi kampung
belum ada sertipikat2. Sudah pelepasan
kawasan hutan tapi blm sertipikat HPL
3. Sudah jadi kampung, belum ada pelepasan
Penetapan (41.285 Ha)HGU Habis ( 1.163,94 Ha)Plasma untuk masyarakat
sekitar (12.317,79 Ha)Pelepasan Sebagian HGU
(4.000 Ha)
Transmigrasi 201511.044 bidang (± 22.088 ha)
Target 2016: 14.526 bdg(± 29.052 ha)
Redistribusi Tanah 201590.829 bdg (63.985 ha)
Target 2016: 175.000 bdg(± 123.280 ha)
Target 2017-2019303.907 bdg± 212.735 ha
Target 2017-201915.446.339 bdg± 3.475.426 ha
Target 2017-2019823.290 bdg± 548.860 ha
Asumsi:Transmigrasi: 1 KK memperoleh tanah seluas 2ha terdiri:
1ha (tanah usaha 1), 0,75 (tanah usaha 2) dan0,25 ha (rumah pekarangan) total 2 ha
Legalisasi aset : 0,225 ha/bdg (sesuai permohonan masuk KKP)Redistribusi Tanah Skema 3 : 0,7 ha/bdg (rata-rata realisasi 2015)Redistribusi Tanah Skema 4: 2 ha
Target 2017-2019± 2.050.000 bdg
4,1 juta ha
- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000
ACEH
RIAU
SUMBAR
SUMSEL
BENGKULU
KALBAR
KALTIM
SULUT
SULTENG
SULSEL
MALUKU
PAPUA
POTENSI TORA DARI KAWASAN HUTAN
Kelompok kerja:
Pokja I: pelepasan kawasan hutan dan perhutanan sosial, diketuai KLHK
Pokja II: redistribusi dan legalisasi TORA, diketuai Kementrian ATR/BPN,
Pokja III: pemberdayaan ekonomi masyarakat, diketuai oleh Kementrian Desa PDTT.
Diskusi pada Pokja II:
KPA telah mengidentifikasi
sebanyak 621.656 ha
lahan, tersebar di 343
lokasi, pada 18 provinsi
dan 97 kabupaten/kota
Diskusi :
Agrarian Reform in the 21st Century?
de Janvry et al. (2001), The UN World Institute for
Development Economics Research (WIDER)
“Access to Land, Rural Poverty and Public
Action:
Betapa pentingnya akses atas tanah, kebijakan
land reform dan aksi‐aksi kolektif untuk
memerangi kemiskinan di pedesaan.
Pentingnya peran pasar dalam RA (market
assisted land reform).
Buku “Land Policies for Growth and Poverty
Reduction: World Bank Policy Research
Report”. buku pegangan The World Bank’s
Thematic Group on Land Policy and
Administration (The Land Thematic Group):
Pendekatan pasar ini memperoleh tantangan
dari IFAD (International
Fund for Agricultural Development), dalam buku
“IFAD Poverty Report 2001: The Challenge of
Ending Rural Poverty:
Pentingnya usaha pertanian skala kecil, dan
redistribusi tanah secara massal untuk mengurangi
kemiskinan di pedesaan secara drastis.
Artikel Griffin, Khan and Ickowitz, (2002) “Poverty
and Distribution of Land”. Journal of Agrarian
Change No. 2(3):
pentingnya land reform sebagai strategi
memerangi urban bias policies.
Bernstein (2002) “Land Reform: Taking A Long(er)
View”. Journal of Agrarian Change 2(4):
mengkritik pendekatan pasar maupun
neo‐populis
Ben Cousins (2007): "Land and agrarian reform in the 21st century: changing realities, changing arguments? “
Proponents of land reform are often concerned not only with issues of land and agriculture in relation to issues of national economic growth and development, poverty reduction and food security, but also in relation to questions of social justice and redressing historical legacies of dispossession and/or exploitation (the ‘land question’).
The economic bases of pro-poor land reform’ need reformulating in the rapidly conditions of the contemporary world.
Reforma agraria dan
HAM:
Hak atas tanah bukan hak universal dalam HAM, namun berhubungan dengan:
Hak untuk mempunyai milik
Hak atas rasa aman dan tenteram
Ahak bebasa atas ancaman ketakutan
Hak tidak dirampas miliknya secara sewenang-wenang
Hak hidup
Hak mempertahankan hidup dan menigkatkan taraf hidup
Hak berperan serta dalam pengambilan keputusan
Catatan penutup:
1. Realisasi TORA belum berjalan mulus. Apakah mencapai target sampai dengan tahun 2019 ?
2. Program TORA (legalisasi dan redistribusi) baru sebatas aspek LANDREFORM, sedangkan aspek NON LANDREFORM belum terlihat. Optimalisasi lahan TORA = membutuhkan penanganan aspek landreform + aspek non landreform
3. Untuk perluasan lahan pertanian: dimana lokasi lahan TORA, bagaimana topografis dan kesuburan nya, bagaimana prasarana ke lahan, dukungan irigasi, dll?
4. Untuk kesejahteraan petani: siapa KK yang memperoleh, berapa pembagian lahan per RT, kemampuan petani mengoptimalkan (bagaimana permodalan petani, prasarana, benih, dll), dukungan teknologi, pasar, dll?
5. Di luar TORA, masih tersimpan ribuan konflik agraria
yang juga membutuhkan perhatian. Sebagian bisa
diselesaikan dari Program TORA.
6. Agar berhasil, reforma agraria yang genuine perlu
dilakukan secara partisipatif sejak perencanaan,
pelaksanaan, hingga monev dan dampak. Bagaimana
keterlibatan petani, organisasi petani, dan kementerian
teknis?
7. Dalam Prolegnas 2015-1029: RUU Pertanahan dan
RUU Kehutanan harus bersinergi
49
http://webblogsyahyuti.blogspot.co.id/