Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)

93

Transcript of Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)

Page 1: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 2: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan PETANI

Page 3: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 4: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Penerbit IPB PressKampus IPB Taman Kencana,

Kota Bogor - Indonesia

C.--/--.2015

SyahyutiRita Nur Suhaeti

Sri WahyuniAmar Kadar Zakaria

Tjetjep Nurasa

Organisasi Kesejahteraan PETANI

Page 5: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Judul Buku: Organisasi Kesejahteraan Petani

Penulis: Syahyuti Rita Nur Suhaeti Sri Wahyuni Amar Kadar Zakaria Tjetjep Nurasa

Editor: -

Desain Sampul & Penata Isi: Andreas Levi Aladin

Korektor: -

Jumlah Halaman: 000 + 00 halaman romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, Mei 2015

PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIKampus IPB Taman KencanaJl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-979-493-000-0

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2015, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 6: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Kata Pengantar dari Tim Peneliti

Penelitian dan tulisan tentang organisasi petani tentu bukanlah sesuatu yang baru. Banyak penelitian dan seminar mengangkat topik ini dan berbagai rekomendasi juga telah dirumuskan. Namun demikian, dapat dikatakan kemajuan dalam organisasi petani tidak banyak diraih.

Lahirnya Undang-undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan Pembedayaan Petani adalah tonggak penting bagi terwujudnya jati diri petani yang lebih mandiri. Terlebih dengan dikabulkannya judicial review pasal 70 dan 71 oleh Mahkamah Agung di akhir tahun 2014 yang semakin membuka kesempatan lahirnya organisasi petani sejati di Indonesia.

Mengapa judulnya “Organisasi Kesejahteraan Petani”? Ya, karena sebagaimana temuan kami di lapangan, organisasi petani selama ini dibentuk belum sungguh-sungguh untuk kepentingan petani. Belum menjadi sebuah social movement yang meliberasi petani.

Organisasi petani –terutama Kelompok Tani, Gapoktan, dan koperasi– dibentuk baru sebatas untuk melancarakan kegiatan pembangunan. Jika petani menerima pupuk bantuan, ada bukti administrasinya yakni cap dan tanda tangan ketua kelompok tani. Organisasi petani ada demi kepentingan “atas”, bukan keinginan “bawah”. Pembentukannya cenderung topdown dan blueprint approach untuk kerapihan administrasi, sehingga kita mengenal istilah “kontak tani” yang biasanya menjadi ketua kelompok tani. Merekalah pihak yang selalu siap dikontak dan dihubungi oleh Dinas Pertanian dan penyuluh jika ada rencana kegiatan dan jika Bupati akan datang.

Buku sederhana ini merupakan hasil studi tahun 2014 lalu. Objek bahasan di buku ini hanya sebatas organisasi petani. Orang-orang di Indonesia, mulai dari penyuluh sampai menteri menyebutnya “kelembagaan petani”. Sebutan ini jelas salah karena kalau yang dimaksud adalah pengurus dan anggotanya, jelas lah itu “social organization”. Kalau kelembagaan (terjemahan dari social institution) menurut pemikiran terakhir, paradigma new institutionalism (lihat

Page 7: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

vi

buku James Scott 2008: “Institution and Organization: Ideas and Interest.Sage Publication”), mencakup tiga pilar yakni berkenaan dengan regulasi, norma, dan kultural-kognitif. Bayangkan sebuah akuarium, organisasi (organization) adalah ikannya dan kelembagaan (institution) adalah airnya. Hidup atau matinya ikan bergantung bagaimana airnya, apakah airnya sehat, bersih atau jorok.

Semoga buku ini dapat memberikan pengetahuan dan pencerahan kepada berbagai pihak berkenaan dengan organisasi petani ke depan. Saran dan diskusi sangat kami harapkan, dan semoga ini menjadi amal bagi Kami sebagai Tim Peneliti.

Bogor, Desember 2014

Penulis

Page 8: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Daftar Isi

Kata Pengantar ..............................................................................................

Bab 1. Pendahuluan ......................................................................................

Bab 2. Teori Organisasi dan Organisasi Petani ..............................................

Bab 3. Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani ..................

Bab 4. Eksistensi dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini .............................

Bab 5. Rancangan Organisasi Petani Ke Depan .............................................

Bab 6. Penutup .............................................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................

Biodata Penulis .............................................................................................

****

Page 9: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 10: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab I Pendahuluan

Organisasi petani mendapatkan situasi baru setelah pasca-Orde Baru. Terlebih dengan keluarnya UU No 19 tahun 2013, serta revisinya oleh Mahkamah Konsitusi pada

Desember 2014. Namun, semangat dalam kebijakan ini tidak mudah direalisasikan. Perlu upaya keras berbagai pihak sehingga kondisi ideal yang diinginkan dapat

terealisasi.

Latar BelakangPendirian ratusan ribu organisasi petani telah menjadi program pemerintah sejak awal pembangunan pertanian, mulai dari Era Bimas tahun 1970-an sampai sekarang. Organisasi petani terutama yang berupa kelompok tani dan gapoktan menjadi alat utama untuk mendistribusikan bantuan sekaligus sebagai wadah untuk berinteraksi secara vertikal dan horizontal (Badan SDMP 2007; Balitbangtan 2006).

Terdapat dua pandangan utama yang agak bertentangan mengenai fungsi organisasi untuk petani. Bagi pemerintah, organisasi petani semata menjadi strategi untuk melancarkan pembangunan yakni sebagai fungsi komunikasi dan memuluskan administrasi proyek. Sementara, bagi kalangan pemberdayaan, organisasi petani lebih untuk menjalankan fungsi ekonomi dan representatif politik. Organisasi petani dapat menjadi jalan untuk membebaskan petani dari berbagai tekanan, memperkuat alat tawar di pasar dan politik, serta memperkuat posisi sosial petani.

Namun, dalam perjalanannya, berbagai organisasi petani tersebut tidak berkembang sesuai harapan. Secara umum, hanya sedikit petani yang berada dalam organisasi formal (Bourgeois et al. 2003). Walaupun ada, kapasitas keorganisasian petani masih lemah. Kondisi ini relatif serupa di banyak belahan

Page 11: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

2

dunia lain (Grootaert 2001). Terdapat banyak penyebab kegagalan tersebut. Penelitian Bourgeois et al. (2003) menemukan, lemahnya kemampuan aparat pemerintah dalam kegiatan pemberdayaan.

“Most of them, derived from the traditional government induced ‘kelompok tani’ are embodied in a socioeconomic and political environment that strongly

limits their capacity or willingness to emerge as farmer organizations”.

Kondisi ini selalu berulang sejak era Bimas tahun 1970-an sampai sekarang. Organisasi petani masih diharapkan sebagai komponen pokok dalam pembangunan pertanian, namun kondisinya belum memuaskan. Peran organisasi petani sebagai fungsi komunikasi, partisipasi, ekonomi, dan representatif harus dapat diaktifkan sehingga keberadaaannya bisa lebih optimal. Kegiatan pengorganisasian petani yang telah dijalankan lebih dari enam dasawarsa, belum banyak memberikan hasil. Pemahaman kalangan pemerintah atau birokrasi cenderung lemah. Dukungan kebijakan dan peran pemerintah sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Pemerintah belum mampu menciptakan kondisi yang sesuai untuk berkembangnya organisasi petani.

Saat ini pemerintah sudah berada dalam kondisi iklim politik yang lebih terbuka, telah memberi kondisi, dan kesempatan baru terhadap berkembangnya organisasi petani secara lebih demokratis, terutama setelah keluarnya UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3), serta revisinya oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2014.

Pengaturan tentang organisasi petani dalam UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tercantum pada pasal 69, 70, dan 71. Sejak rancangan UU ini disusun, sebenarnya telah muncul banyak ketidaksepahaman mengenai isi dalam pasal tersebut. Oleh karena itu, pada Desember tahun 2014, khusus untuk Pasal 70 dan 71 tersebut telah dibatalkan dan dirubah isinya oleh Mahkamah Konstitusi.

Sumber PenulisanMateri buku ini berasal dari penelitian tahun 2014 di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, berjudul “Kajian Peran Organisasi Petani Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian” (Syahyuti et al. 2014). Buku ini berupaya mempelajari kondisi organisasi petani terbaru yang dihubungkan

Page 12: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Pendahuluan

3

dengan berbagai kesempatan dan dukungan dari berbagai kebijakan terkini, serta bagaimana mengimplementasikan kebijakan ini ke depan.

Penelitian dilakukan terhadap lima kabupaten yang tersebar di tiga provinsi, yaitu Kabupaten Majalengka dan Garut (Jawa Barat), Kabupaten Gresik dan Malang (Jawa Timur), dan Kabupaten Agam (Sumatera Barat). Narasumber penelitian dimulai dari tingkat instansi pusat sampai dengan tingkat provinsi yang berasal dari instansi terkait dengan organisasi petani, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, UMKM, Dinas Pertanian, dan Dinas Koperasi. Penelitian menggali berbagai organisasi petani yang sudah berkembang serta yang belum serta mencakup yang di desa atau lebih luas.

Data yang dikaji berasal dari data sekunder dan primer. Data utama penelitian ini berupa data primer kualitatif, diperoleh secara langsung melalui wawancara terhadap sumber informasi dan pelaku yang terlibat dalam organisasi petani, baik sebagai pengurus maupun anggota. Selain itu, dilakukan juga pengkajian informasi dan persepsi dari berbagai informan kunci di pemerintahan, pihak pemberdaya, serta pemimpin lokal. Sumber informasi untuk seluruh informasi di atas berasal dari berbagai kalangan. Kalangan pemerintah, mencakup pimpinan dan aparat pemerintah kabupaten sampai dengan petugas lapang, terutama kalangan penyuluh pertanian yang paling banyak terlibat di desa sehari-hari. Narasumber utama adalah pengurus organisasi petani, tokoh petani, serta petani individual, dan narasumber lain (swasta, pedagang sarana produksi, pedagang hasil-hasil pertanian, dan aparat desa serta tokoh masyarakat). Pengkajian informasi menggunakan pendekatan traingulasi, yakni menggunakan metode wawancara, baik wawancara individual maupun kelompok, studi dokumen, dan observasi visual.

Analisis informasi menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus kepada permasalahan; bagaimana implementasi kebijakan atau program pengorganisasian petani di lapangan, bagaimana petani memahaminya, dan bagaimana sepesifikasi kebijakan tersebut mempengaruhi individu yang berada dalam kondisi kulturalnya dalam kehidupannya sehari-hari (how it plays out for individuals in specific cultural contexts living complex daily lives). Selain itu, juga dipelajari bagaimana petani mempersepsikan persoalan dirinya dan menjadikan organisasi petani sebagai solusi dan alat untuk pengembangan ekonomi usahanya.

Page 13: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

4

Jenis dan jumlah narasumber penelitian (orang)

Aspek Narasumber Jabar Jatim Sumbar TotalPengetahuan dan persepsi terhdap kebijakan

Untuk aparat pemerintah di Badan Penyuluhan, koperasi, dan ketahanan pangan

6 6 4 16

Organisasi petani 12 13 5 32a.Kelompok tani 3 1 1 5b.Gapoktan 3 7 2 12c.Koperasi 2 1 1 6d.Asosiasi komoditas pertanian 2 3 0 5

e.KTNA 2 2 1 5Politik lokal Tokoh petani, tokoh

pemerintah, dll. 8 4 4 16

Pengorganisasian buruh tani

Tokoh petani, tokoh pemerintah, petugas lapang, dll.

21 22 10 53

Sosaial ekonomi rumah tangga buruh tani

Buruh tani 19 20 8 47

Peran penyuluh pertanian

Penyuluh Pertanian Lapangan 14 7 9 30

TOTAL 80 72 40 195

Pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif, namun dibantu dukungan data kuantitatif. Justifikasi pemilihan pendekatan ini misalnya dapat diperoleh dari makna penelitian etnografi menurut Creswell (2007), yaitu ” … describe how a cultural group works and to explore the beliefs, language, behaviours, and issues such as power, resistance, and dominance”. Analisis kebijakan dipandang sesuai dengan objek ini karena bersifat retrospektif yakni mempelajari konsep dan teori yang diterapkan, dihadapkan dengan aplikasi, dan masalah di lapangan. Dari sisi tingkatan, studi ini merupakan analisis kebijakan pada tingkat mikro yang memperhatikan masalah dan solusi yang dipilih individu, sesuai persepsi mereka dalam konteks teknis-ekonomis yaitu pada ukuran keefektifan dan keefisienan.

Page 14: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Pendahuluan

5

Sistematika BukuBuku ini merupakan format populer dari laporan penelitian yang ditambahkan analisis terhadap perkembangan terakhir, terutama dengan semakin diakuinya kebebasan petani mengorganisasikan dirinya sesuai dengan dikabulkannya revisi UU P3 oleh Mahkamah Konsitutsi. Narasi diawali dengan sedikit tinjauan perihal “kelembagaan dan organisasi” sebagai dasar kerangka pikir dalam studi ini. Pemahaman tentang ini menggunakan Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalism) dalam bidang sosiologi dari Scott (2008).

Berikutnya dipaparkan tinjauan review sikap pemerintah selama ini dalam mengorganisasikan petani, serta ringkasan polemik, dan revisi tentang UU P3. Kemudian diikuti dengan deskripsi temuan lapang, yang dibatasi hanya kepada beberapa organisasi petani yang utama, yaitu kelompok tani, Gapoktan, koperasi, asosiasi, dan organisasi Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).

Pada bagian akhir disampaikan rancangan bagaimana sebaiknya organisasi petani ke depan sehingga mampu menjadikan petani sebagai subjek yang aktif, dan memiliki otonomi pada dirinya sendiri. Organisasi demikian tidak hanya mendukung dan memudahkan tugas pembangunan dari pemerintah, namun dapat menjadi alat perjuangan petani mendapatkan kesejahteraannya.

******

Page 15: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 16: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab IITeori Organisasi dan Organisasi

Petani

Kita biasa menyebut “organisasi” (organization) dengan “lembaga” atau “kelembagaan”. Akibatnya, baru memilih ketua, pengurus, membuat AD/ART, dan memasang papan nama; sudah disebut membangun kelembagaan. Itu baru tahap membuat organisasi,

namun sering diklaim sebagai telah membangun kelembagaan.

Aspek lembaga (institution) dan kelembagaan (instituional) jauh lebih lengkap, luas, dan lebih komprehensif. Lembaga terdiri atas aspek regulasi, ditambah norma, kultural

kognitif, dan ditambah organisasi. Jadi, ...... organisasi hanya satu komponen dalam lembaga.

Rekonseptualisasi “Lembaga” dan “Organisasi”Pengorganisasian petani dalam studi ini ditelaah melalui teori ”lembaga” (institutions) dan ”organisasi” (organization) karena kedua konsep ini dinilai paling dekat dan juga cukup kuat kaitannya untuk menganalisa serta menjelaskan fenomena ini. Organisasi petani lebih tepat dipelajari dalam teori kelembagaan, sebagaimana menurut Scott (2008: viii), “It is my strong conviction that institutional theory provides the most promising and productive lens for viewing organizations in contemporary society”.

Powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan konsep “new institutionalism” dengan menolak model aktor rasional dari ekonomi klasik. Menurut Scott (2008: 36), teori kelembagaan baru adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi organisasi. Richard Scott merumuskan lembaga sebagai “…are comprised of regulative, normative and cultural-cognitive elements that, together with associated activities and resources, provide stability and meaning to social life” (Scott 2008: 48).

Page 17: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

8

Akar teoretisnya berasal dari teori kognitif, kultural, fenomenologi, dan etnometodologi. Terdapat tiga unsur yang disebut dengan pilar (pillar) yang membangun lembaga yakni aspek regulatif, normatif, dan aspek kultural-kognitif. Dalam penelitian ini digunakan rekonseptualisasi sebagaimana matriks berikut.

Dengan demikian, ”lembaga” adalah terjemahan langsung dari ”institution”, sedangkan organisasi adalah terjemahan langsung dari ”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara, ”kelembagaan” adalah terjemahan dari ”institutional” yang bermakna ”berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga”. Sementara itu, ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”) bermakna ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi”.

“Lembaga” dapat dirumuskan sebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, serta sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor. Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan (order) dalam masyarakat, meskipun lembaga tersebut dapat berubah. Demikian pula untuk petani, lembaga memberikan pedoman bagi petani dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari khususnya dalam bidang agribisnis. Berbagai norma yang hidup di masyakat termasuk norma-norma pasar berserta seperangkat regulasi, menjadi pertimbangan petani untuk bertindak sebagaimana dipahaminya (kultural-kognitif).

Page 18: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Teori Organisasi dan Organisasi Petani

9

Rekonseptulasisasi konsep “lembaga” dan “organisasi”

Terminologi in english

Sering diterjemahkan menjadi

Terminologi semestinya

Batasan dan materinya

1. institution Kelembagaan, institusi

Lembaga Berisi norma, nilai, regulasi, pengetahuan, dll. Menjadi pedoman dalam berperilaku aktor (individu dan organisasi)

2. institutional Kelembagaan, institusi

Kelembagaan Hal-hal berkenaan dengan lembaga.

3. organization Organisasi, lembaga Organisasi Adalah social group, aktor sosial, yg sengaja dibentuk, punya anggota, untuk mencapai tujuan tertentu, dimana aturan dinyatakan tegas. Misal: koperasi, kelompok tani, kantor pemerintah.

4. organizational

Keorganisasian, kelembagaan

Keorganisasian Hal-hal berkenaan dengan organisasi. Misal: kepemimpinan, keanggotaan, manajemen, keuangan organisasi, kapasitas organisasi, relasi dgn organisasi lain.

Sumber: Scott (2008) diolah

Lembaga tak hanya berisi batasan-batasan, tetapi juga menyediakan berbagai kriteria sehingga individu dapat memanfaatkan apa yang disukainya. Lembaga memiliki dimensi preskriptif, evaluatif, dan obligatory dari kehidupan sosial (Blom-Hansen 1997) serta memberi kerangka sehingga identitas individu terbentuk (March and Olsen 1984, 1989; Scott 1995). Hal ini sejalan dengan Nee (2005) yang berpendapat bahwa “aktor ekonomi” bukan seperti atom-atom yang lepas dari konteks masyarakat tempatnya hidup, tetapi tidak pula sepenuhnya patuh pada aturan sosial yang hidup.

Page 19: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

10

Selanjutnya, dalam hal konsep ”organisasi”, organisasi merupakan elemen dari lembaga. Acuan utama dalam hal ini adalah ahli ekonomi kelembagaan (North dan Robbins) dan dari pendekatan kelembagaan baru (Scott 1995; 2008). Menurut Scott (2008:36), dalam Teori Kelembagaan Baru digunakan pendekatan kelembagaan dalam mempelajari sosiologi organisasi. Proses kelembagaan memiliki kaitan dengan struktur organisasi dan perilaku. Teori Kelembagaan Baru tidak sebagaimana ”old institutionalism”, menyediakan jalan untuk melihat organisasi pada masyarakat kontemporer.

Peran Ideal Organisasi PetaniSecara teoretis, organisasi petani merupakan komponen penting dalam pembangunan pertanian yang dibentuk untuk berbagai kebutuhan, bahkan untuk menghadapi tantangan abad ke-21 sekalipun. Organisasi petani diharapkan dapat berperan dalam memerangi kemiskinan, memperbaiki dagradasi sumber daya alam, meningkatkan keterlibatan perempuan, kesehatan, pendidikan, dan sosial politik.

“The traditional approaches to organizing farmers and forming cooperatives need to be revised to meet the following development challenges of the twenty-first century ….the increasing sociopolitical unrest among the communities”

(Chamala and Shingi 2007).

Penunia (2011) menyampaikan bahwa petani mengorganisasikan dirinya dalam berbagai kebutuhan mulai dari untuk menghadapi kelaparan dan kemiskinan sampai dalam hal politik dan ekonomi.

“Farmers’ organizations (FOs) are essential institutions for the empowerment, poverty alleviation and advancement of farmers and the rural poor. Politically,

FOs strengthen the political power of farmers, by increasing the likelihood that their needs and opinions are heard by policy makers and the public.

Economically, FOs can help farmers gain skills, access inputs, form enterprises, process and market their products more effectively to generate higher incomes”.

Dengan mengorganisasikan diri, petani lebih mudah memperoleh informasi, mencapai economies of scale, menekan biaya, dan juga memfasilitasi kegiatan pengolahan serta pemasaran. Organisasi petani yang disebut dengan “Marketing-oriented Farmer Organizations”, membantu anggotanya dalam pembelian input dan proses pemasaran.

Page 20: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Teori Organisasi dan Organisasi Petani

11

Riset Liverpool-Tasie (2014) yang mempelajari sistem distribusi pupuk berupa “fertilizer voucher program” di Nigeria, mendapatkan keterlibatan kelompok mempengaruhi keberhasilan program distribusi, distribusi terbaik adalah apabila pupuk sampai di level kelompok (group level). Organisasi petani berperan dalam koordinasi yang lebih baik. Ini sejalan dengan penelitian Bratton (1986) di Zimbabwe, yang mendapatkan, “...farmer groups improve access to household assets and agricultural services for their members”. Selain itu, organisasi juga mampu memperkuat posisi perempuan tani.

“In mixed organizations, while women may be well represented as members, there are generally few women in leadership positions – and increasingly

fewer as one moves from local to provincial, to national, or to international tingkats” (Penunia 2011).

Riset Yang dan Liu (2012) dengan metode Simultaneous Equations Model, sejumlah 2445 desa di Cina mendapatkan bahwa “the development of farmer economic organization is an effective way to raise the level of agricultural specialization”. Penyebab positifnya adalah karena partisipasi petani dalam organisasi, karakter petani, dan kondisi lingkungan organisasi, serta kebijakan relevan yang mendukung keberadaaan organisasi petani, dalam hal ini adalah organisasi ekonomi (farmer economic organization). Peran organisasi petani terbukti kuat dalam meningkatkan pendapatan petani. Demikian dalam pemasaran hasil pertanian.

Penelitian Trebbin (2014) menjelaskan, peran penting organisasi petani dalam meningkatkan posisinya pada sistem rantai pasok komoditas pertanian (”...producer companies are a promising tool to strengthen famers’ position in their relationship with supermarket chains”). Organisasi petani sebagai produsen (producer companies) menjadi komponen penting dalam rantai pasok agribisnis.

Organisasi petani juga menjalankan peran penting sebagai mitra dalam penelitian dan penyuluhan (agricultural research and extension system). Melalui organisasi petani (rural producer organizations) maka pelaksana proyek dapat meraih petani-petani miskin di sub Saharan, Africa. Melalui organisasi, petani kecil bisa ditingkatkan komersialisasinya dan performa pemasaran hasilnya (Bernard and Spielman 2009). Satu hal yang menarik bahwa petani kecil cenderung kurang suka berorganisasi

Page 21: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

12

“Based on a combination of nationally-representative household- and cooperative-level survey data, we find that poorer farmers tend not to participate

in these organizations although they may indirectly benefit from them”.

Meskipun para petani kecil masuk dalam organsiasi, namun mereka kurang terlibat dalam pembuatan keputusan. Selain peran ekonomi dan komunikasi ini, organisasi petani merupakan strategi pokok bagi petani untuk mengakses kekuasaan (politik). Menurut pandangan Pertev (1994) misalnya, organisasi merupakan komponen pokok dalam konteks politik yakni “Farmers’ voice cannot be obtained without farmers’ organizations”.

Petani memerlukan:

“…the representative organizations, the farmers’ organizations, structured from grassroots to the international tingkat, as their legitimate voice. This is why farmers’ movement gives a lot of importance to farmers’ organizations, organizations by farmers and for farmers, as an important pillar of today’s

society”.

Organisasi petani merupakan sebuah pilar penting masyarakat modern. Ini sejalan dengan temuan Glover (1987), meskipun keberhasilan kemitraan (contract farming) merupakan relasi personal, namun tidak bisa lepas dari intervensi pemerintah maupun organisasi petani. Mbeche and Dorward (2014) juga menyatakan bahwa organisasi petani sangat penting dalam meningkatkan pelayanan, mereduksi biaya transaski, dan berkontribusi pada pembangunan negara.

Dari uraian ini terlihat bahwa pada hakikatnya organisasi petani dapat ‘memainkan’ lima peran sekaligus. Fungsi utama bagi pihak pemerintah ialah untuk memperlancar komunikasi dan memuluskan administrasi program. Sementara bagi petani, organisasi sangat penting untuk berbagai fungsi ekonomi kolektif, yakni meningkatkan skala usaha. Sementara dari sisi politik, organisasi petani merupakan wadah untuk menjalankan partisipasi pembangunan dan juga sebagai fungsi perwakilan di hadapan kekuasaan.

Page 22: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab IIISikap Pemerintah Terhadap Petani

dan Organisasi Petani

Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang; pembangunan pertanian baru sebatas komoditas. Kita terperangkap produksi, produktivitas, dan .......... swasembada. Petani

barulah faktor produksi demi mencapai swasembada. Petani adalah “sumber daya” maka kita menyebutnya dengan “sumber daya manusia”.

Kebijakan dari Era Bimas sampai dengan Keluarnya UU Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniSesungguhnya sejak era Bimas sampai dengan saat ini tidak banyak perubahan berarti dalam penanganan organsasi petani. Meskipun di akhir tahun 2014 revisi UU Perlindungan dan Pemberdayaan telah direvisi dan memberi nuansa yang lebih demokratis dan terbuka, namun implementasinya belum ada.

Penelitian Bourgeois et al. (2003) mewakili pendekatan kita selama ini dalam organisasi petani. Menurut Bourgeois, kemampuan aparat pemerintah lemah dalam kegiatan pemberdayaan.

“Most of them, derived from the traditional government induced ‘kelompok tani’ are embodied in a socioeconomic and political environment that

strongly limits their capacity or willingness to emerge as farmer organizations” (Bourgeois, et al. 2003: 73).

Kondisi ini selalu berulang sejak era Bimas tahun 1970-an sampai sekarang. Persoalan mendasarnya adalah karena berbagai kebijakan tentang petani masih bersifat umum dan kurang sensitif kepada perbedaan karakteristik petani yang beragam.

Page 23: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

14

Di sisi petani, organisasi formal atau sebelum dikenal organisasi formal, petani telah mengorganisasikan dirinya (self organizing) sedemikian rupa, dengan menyesuaikan pada kondisi dan hambatan alam, infrastruktur maupun sosial politik. Petani mengorganisasikan diri agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidup ekonominya. Petani membangun dan menjalankan berbagai relasi sosial atas berbagai basis relasi yaitu (1) menggunakan basis relasi patron-klien yang berpola tradisional, (2) relasi berbasiskan sentimen kekerabatan, (3) relasi berbasiskan sentimen teritoral, dan (4) pengorganisasian berbasis personal (misalnya subak di Bali, “Ulu-Ulu” di wilayah Jawa Barat, dan “Kapalo Banda” di Sumatera Barat). Meskipun saat ini desa-desa di Indonesia telah lama berada dalam intervensi modernisasi, namun ketiga bentuk basis relasi serta pola pengorganisasian tersebut masih terjaga eksistensinya walaupun terbatas. Hal ini misalnya terlihat dari bentuk pengorganisasian dirinya (petani) yang tidak sepenuhnya menerapkan organisasi formal yang dipandang lebih moden.

Penelitian Collier dalam Trijono (1994) menjelaskan, basis sentimen teritorial mengendor serta hilangnya rasa tanggung jawab sosial lapisan atas. Organisasi petani cenderung memiliki aksesibilitas yang terbuka sehingga petani begitu mudah dikontrol oleh pihak pemerintah. Tjondronegoro (1977) mengemukakan bahwa pengembangan organisasi dari atas desa selalu menggunakan gugus kepamongan sehingga partisipasi dari masyarakat kurang muncul.

Sesuai dengan informasi lapangan, diakui oleh berbagai pihak bahwa selama ini petani “diwajibkan” masuk dalam organisasi. Salah satu bentuknya adalah segala bantuan dan program harus dijalankan melalui organisasi, terutama kelompok tani dan Gapoktan. Sesungguhnya semenjak era Bimas sampai sekarang petani diharuskan berorganisasi secara formal sehingga nama dan jenisnya pun sudah ditetapkan dari atas.

Selama ini pemerintah secara umum melakukan intervensi kekuasaan yang besar terhadap petani, organisasi formal merupakan alat untuk berhubungan dengan petani. Relasi kekuasaan antara pemerintah dan petani berada dalam iklim modernisasi. Melalui kata kunci untung dan efisien (“agriculture regarded as a bussiness”) dalam pendekatan agribisnis, pertanian mesti dijalankan dengan “memperbesar skala” usaha yakni dengan menghimpun petani dalam organisasi. Intervensi pemerintah yang top-down telah menumbuhkan sikap pasif pada petani, termasuk ketika pemerintah mengintroduksikan organisasi baru.

Page 24: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

15

Gapoktan menjadi organisasi yang semestinya mengkoordinasi kelompok-kelompok tani di dalamnya sehingga Gapoktan yang bagus hanya dapat dicapai jika

kelompok-kelompok tani di dalamnya juga bagus.

Persepsi terhadap Petani, Petani Kecil dan Buruh TaniIstilah “petani kecil” pada intinya tidak ditemukan dalam seluruh kebijakan baik pada undang-undang maupun turunannya. Artinya, pemerintah hanya mengenal satu jenis petani tanpa membedakan berdasarkan skala usahanya. Sikap yang agak berbeda mulai tampak pada UU 19 Tahun 2013, yakni luas penguasaan lahan yang dimiliki petani dijadikan basis dalam upaya perlindungan dan pemberdayaan.

Pengertian tentang “petani” di Indonesia cenderung umum dan dangkal. Petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Bagi statistika, batasan jam kerja menjadi indikator tunggalnya. Pengertian seperti ini tidak

Page 25: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

16

memasukkan unsur motivasi misalnya. Saat ini banyak masyarakat di desa yang sedang tidak bertani, tetapi sangat berkeinginan menjadi petani dan seringkali hanya itu keterampilan yang mereka miliki, namun mereka tidak memiliki lahan sehingga tidak bisa bertani. Dalam statistika petani masuk ke bagian “tenaga kerja” yang disebut dengan “tenaga kerja pertanian”. “Tenaga kerja” (employed) dibedakan atas 3 macam, yaitu tenaga kerja penuh (full employed), tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), dan tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed).

Dalam UU No. 12/ 1992 tentang Sistem Budi daya Tanaman, tidak ada batasan tentang “petani”, demikian pula dalam UU No. 7 tahun 1996 Tentang Pangan. Baru pada UU pangan yang baru (UU No 18 tahun 2012) ada batasan untuk petani.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam UU No. 41 tahun 2009, “petani” didefinsikan sebagai “warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengusahakan lahan untuk komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”. Artinya, petani yang diperhatikan tidak di seluruh lahan, tetapi hanya di kawasan tertentu yakni kawasan yang ditetapkan secara khusus sebagai lahan pangan berkelanjutan.

Istilah “Pelaku utama” dalam kegiatan pertanian” yang mencakup petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya terdapat Dalam UU No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Ini dibedakan dengan “pelaku usaha” yakni warga negara Indonesia (perorangan) atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan. Dalam UU ini “petani” didefinsikan sebagai warga negara Indonesia (perorangan) beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian, wanatani, minatani, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang. Selanjutnya, juga ada pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, serta pengolah ikan.

Petani dalam produk legislatif pemerintah adalah warga negara yang mengelola komoditas. Selain itu, dalam UU pemberdayaan dan perlindungan petani, misalnya dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan, petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan

Page 26: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

17

usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Pembagian atas komoditas begitu penting, padahal dalam kenyataannya seorang petani kadang kala menjalankan banyak bidang usaha lain sekaligus. Batasan ini disusun menurut persepsi penguasa karena struktur organisasi Kementerian Pertanian juga disusun atas direktorat jenderal berbasis komoditas.

Batasan ini juga berkaitan erat dengan persepsi petani, secara resmi dimaknai sebagai “sumber daya manusia”. Terdapat wadah bernama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kementerian Pertanian dan petani adalah salah satu objeknya. Sesuai penelusuran konseptual, istilah “sumber daya manusia” merupakan terjemahan langsung dari bahasa Inggris “human resource”, memiliki hubungan yang erat pula dengan “human capital” dan “human labour”. Ketiganya memiliki banyak kesamaan, yakni manusia lebih dipandang dari kaca mata ekonomi yang cenderung sempit serta mengabaikan banyak sisi lain dari manusia yang sesungguhnya dapat diperhatikan. Sesuai dengan Davis (1996), manusia yang dapat disebut sebagai sumber daya manusia hanya mereka yang yang siap, ingin, dan berkontribusi nyata dalam proses produksi. Human labor datang dari konsep dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik, manusia hanyalah satu dari dua faktor produksi lainnya yaitu tanah dan modal.

Pendefinisian “petani” sebenarnya tidak sesederhana kelihatannya. Definisi inilah yang mempengaruhi kebijakan pertanian secara keseluruhan. Siapakah petani? apakah mereka yang punya sawah banyak, tetapi tidak pernah turun menggarap lahan? Mereka yang punya sawah kecil, tetapi sepenuhnya menggantungkan hidup pada hasil sawah? Ataukah mereka yang tidak punya sawah, tetapi setiap hari bekerja menggarap lahan tersebut? Pilihan terhadap opsi ini merupakan sebuah keberpihakan. Pendekatan teknis-finansial selama ini telah meminggirkan aspek humanity dari petani. Target pembangunan yang fokus pada swasembada sesuai pendekatan Revolusi Hijau, telah meminggirkan petani dengan pendekatan “dipaksa, terpaksa, dan biasa”.

Persepsi pemerintah terhadap petani di Indonesia, petani berada dalam format relasi “negara-rakyat”, petani sebagai sumber daya untuk pembangunan, dan basis petani adalah komoditas. Petani juga dipersepsikan lemah, di bawah, dan kurang memiliki pengetahuan. Mereka yang dicatat sebagai petani hanya petani yang secara temporer sedang bertani dan “petani potensial” tidak termasuk didalamnya, yaitu mereka yang ingin bertani yang memiliki

Page 27: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

18

keterampilan bertani, tetapi sedang tidak bertani karena tidak memiliki lahan. Ciri yang paling utama adalah tidak ada istilah “petani kecil” secara khusus. Semua batasan cenderung sempit dan tidak mempertimbangkan banyak sisi lain seorang petani, terutama lemahnya pemahaman sosiologis dan politisnya.

Siapa yang disebut pemerintah dengan istilah “petani”? Atau, “petani” dengan skala usaha berapa yang dilindungi oleh pemerintah sesuai UU P3? Pada Pasal 12 (ayat 2) disebutkan bahwa perlindungan petani diberikan kepada; (a) Petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan Usaha Tani dan menggarap paling luas 2 ha, (b) Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan paling luas 2 ha; dan/atau (c) Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih jauh pada Pasal 58 (ayat) disebutkan bahwa pemberian tanah negara bebas yang telah ditetapkan sebagai kawasan pertanian (sebelumnya disebut “sewa”, lalu telah diubah oleh MK) kepada petani hanya maksimal 2 hektare per petani. Pasal 58 ayat 4, dalam hal memperoleh pinjaman modal dan lain-lain adalah bagi yang memiliki usaha di bawah 2 hektare, baik milik sendiri maupun bukan. Batasan penguasaan 2 hektare juga digunakan untuk kemudahan mengakses lahan pemerintah (Pasal 60). Terlihat dengan jelas bahwa petani yang dilindungi adalah petani dengan penguasaan lahan maksimal 2 hektare. Petani yang telah mengolah lahan pemerintah selama lima tahun dengan lahan seluas 2 hektare akan mendapatkan kemudahan memperoleh lahan pemerintah. Dengan demikian, petani (maksimal lahan 2 ha) tersebutlah yang digolongkan sebagai petani yang harus dilindungi, meskipun tidak disebutkan sebagai “petani kecil”.

Jika boleh dikritisi, sebenarnya batasan 2 ha ini tidaklah berisi petani dengan karakter sosial ekonomi yang seragam. Sebagai contoh, petani sawah dengan lahan 2 ha jelas sangat berbeda karakternya dengan petani kebanyakan saat ini yang hanya di bawah 0,5 ha. Ini yang disebut BPS (Badan Pusat Statistik) dengan istilah “petani gurem”. Dalam dokumen Sensus Pertanian tahun 2013 menyatatakan, “Rumah Tangga Petani Gurem”,

Page 28: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

19

“Rumah tangga (RT) pertanian pengguna lahan dengan penguasaan kurang dari 0,5 ha (mencakup lahan pertanian dan lahan bukan pertanian), RT budi daya ikan, penangkapan ikan, pemungutan hasil hutan, penangkapan satwa

liar, dan jasa pertanian bukan pengguna lahan” (BPS 2013).

Selanjutnya dari seluruh pasal pada Undang-undang juga “terbaca” bahwa pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada para buruh tani. Istilah “buruh tani” tidak dikenal dalam UU ini. Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah buruh tani yang bekerja di perusahaan pertanian dengan lahan lebih luas karena sebagaimana dipaparkan dalam UU tersebut, pemerintah tidak banyak “campur tangan” pada usaha pertanian dengan luas di atas 2 ha. Oleh karena itu, untuk jutaan buruh tani yang bekerja dan hidup di dalamnya, tidaklah menjadi perhatian pemerintah.

Jadi, menurut persepektif pemerintah, buruh tani bukanlah petani. Mereka dimaknai dalam hal sumbangannya pada produksi komoditas. Apakah mereka hidup berkecukupan, sejahtera, bermartabat atau tidak; tidak menjadi perhatian dalam kebijakan pemerintah.

Dari seluruh responden di tingkat instansi yang diwawancarai, sebagian telah pernah membaca UU 19 tahun 2013 sepintas, namun seluruhnya tidak ada yang paham bagaimana petani didefinisikan dalam UU ini, sedangkan pada tingkat daerah, dari ke-5 Pemda, tidak ada satupun yang punya perhatian dan program khusus untuk buruh tani. Satu hal yang perlu dicatat adalah pemahaman aparat dan petani tentang sosok organisasi petani ke depan ini belum banyak dipahami. Selain itu, banyak kesiapan kelembagaan yang belum tersedia. Sebagai contoh, jika berbentuk PT, CV, dan/atau asosiasi, siapa pembina yang akan memperhatikan dan mendukung?

Menurut hasil observasi lapangan di lima kabupaten dan banyak lokasi lain di Indonesia, buruh tani di 5 kabupaten tersebut umumnya telah berumur tua, berpendidikan rendah, dan pengalaman kerja telah puluhan tahun. Kalangan muda cenderung kurang menyukai kerja menjadi buruh karena gajinya kecil, kerja berat, tidak kontinu, dan gengsinya rendah. Di Malang dan Gresik misalnya, sangat jarang tenaga kerja muda mau menjadi buruh tani. Hal ini terjadi karena banyak peluang kerja di sektor industri baik di swasta maupun BUMN yang jauh lebih “baik” daripada menjadi buruh tani. Akibatnya, ketersediaan buruh tani di wilayah ini menjadi langka. Kesempatan ini diisi oleh buruh tani dari kabupaten lain, yang datang secara rombongan dengan bekerja selama 1 - 2 minggu.

Page 29: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

20

Keberadaan buruh tani dari semua lokasi desa yang telah dikunjungi, secara umum jumlahnya tetap. Hal ini bersuaian dengan kebutuhan tenaga kerja “upahan” untuk kegiatan pertanian yang cenderung juga tidak berubah banyak. Sementara, luas lahan yang cenderung menurun dengan pola tanam tidak berubah banyak maka daya serap tenaga kerja berburuh juga tidak berubah.

Pekerjaan yang dilakukan buruh tani mulai dari pengolahan tanah, pemeliharaan, sampai dengan panen. Buruh tani laki-laki banyak pada pekerjaan pengolahan tanah, sedangkan unutk penanaman seluruhnya dikerjakan buruh perempuan. Namun, di Gresik untuk penanaman padi dilakukan dengan tugal karena lahan ladah hujan, buruh yang terlibat mencakup laki-laki dan perempuan. Sementara, untuk pekerjaan pemeliharaan, melibatkan buruh laki-laki maupun perempuan.

Tidak ada program khusus yang dijalankan pemerintah untuk para buruh tani dalam konteks sebagai tenaga kerja pertanian. Meskipun seluruh responden menerima bantuan Raskin, tetapi dasar penetapannya bukan karena status sebagai buruh tani, melainkan tergolong sebagai rumah tangga miskin. Pemerintah daerah sama sekali belum memiliki program khusus. Dari wawancara dengan para pejabat dan staf di tingkat kabupaten, belum ada pemikiran terhadap keberadaaan buruh tani. Dalam hal keterlibatan pada program pemerintah, dapat dikatakan bahwa kalangan buruh tani merupakan golongan yang tidak dilibatkan. Hal ini disebabkan umumnya buruh tani tidak menjadi anggota kelompok tani, kecuali bagi mereka yang mengelola lahan baik menyewa maupun menyakap.

Buruh tani bekerja secara pribadi, perjanjian kerja dengan pemilik juga dilakukan secara personal. Tidak ditemukan kelompok kerja buruh yang solid, bahkan pada buruh migran pendatang (kasus di Malang, Gresik, dan Agam) sekalipun. Satu temuan menarik di Agam, para petani yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai “buruh tani”, karena proporsi pendapatannya lebih besar dari berburuh dibandingkan dengan menyakap, membentuk satu kelompok tani sendiri yang isinya agak ekslusif.

Relasi antar buruh tani secara horizontal cenderung lemah, meskipun di antara mereka saling mengenal. Beberapa bentuk relasi yang terjalin secara horizontal yaitu (1) berbagi informasi pekerjaan, (2) berbagi informasi tentang berapa banyak upah yang diterima, (3) mengajak buruh lain bekerja jika dibutuhkan

Page 30: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

21

beberapa buruh sekaligus, dan (4) saling berkomunikasi untuk “menyekapati” tentang kenaikan upah. Buruh tani di Gresik, besarnya upah didasarkan dari Upah Minimum Regional (UMR). Tingkat upah di wilayah ini jauh lebih tinggi karena pengaruh industri, yakni sekitar 50 - 60 ribu rupiah per “HOK” sampai sore.

Relasi yang sesungguhnya lebih kuat adalah relasi vertical yaitu antara buruh dan pemilik tanah langganannya. Relasi ini lebih kuat dan dijaga dengan baik karena saling membutuhkan (pola relasi “patron klien”, namun tidak sempurna). Pemilik tanah merasa perlu menjaga relasi ini karena ada jaminan akan memperoleh buruh saat membutuhkan dengan kualitas kerja yang sudah diketahui baik. Demikian pula sebaliknya, para buruh tani juga merasa perlu menjaga dan memperkuat relasi ini karena ada jaminan pekerjaan pada orang yang sudah diketahui sikap dan perlakuannya. Sentimen primordial tidak selalu menjadi basis pada relasi ini.

Memahami Arah Kebijakan Setelah Revisi UU P3 oleh Mahkamah Konstitusi Kelahiran UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3) merupakan tonggak penting dalam pengorganisasian petani. Dalam UU ini dicantumkan garis kebijakan yang jelas dan tegas. Pada pasal 71 UU No. 19 tahun 2013 tertulis “Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)”. Organisasi dimaksud -dalam UU ini disebut dengan “lembaga” atau kadang-kadang “kelembagaan”- terdapat empat bentuk yaitu Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Asosiasi Komoditas Pertanian, dan Dewan Komoditas Pertanian Nasional.

Selain yang disebut dengan jelas tersebut, untuk bentuk organisasi yang lebih bebas dikelompokkan ke dalam istilah “Kelembagaan Ekonomi Petani” yang dimaknai sebagai “lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum” (Pasal 1). Dalam konteks ini, bisa berupa koperasi, baik koperasi primer maupun sekunder, serta badan usaha lainnya. Sangat memungkinkan jika petani ingin membentuk Perseroan Terbatas (PT) ataupun commanditaire vennootschap (CV) atau sering disebut dengan Persekutuan Komanditer.

Page 31: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

22

Untuk penjabaran lebih jauh, khusus untuk kelompok tani dan Gapoktan telah dikeluarkan kebijakan terbaru yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/Ot.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani Dan Gabungan Kelompoktani. Disebutkan bahwa tujuan lahirnya Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Poktan serta Gapoktan ini adalah (1) meningkatkan jumlah poktan dan gapoktan, (2) meningkatkan kemampuan poktan dan gapoktan dalam menjalankan fungsinya, dan (3) mendorong poktan dan gapoktan meningkatkan kapasitasnya menjadi kelembagaan ekonomi petani.

Jadi, dalam hal berorganisasi, UU No. 19 tahun 2013 hanya mengakui lima jenis organisasi, yaitu kelompok tani, Gapoktan, asosiasi komoditas, dewan komoditas, dan kelembagaan ekonomi petani berupa BUMP. “Kelompok Tani” adalah “kumpulan Petani/peternak/pekebun yang terbentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya; kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota”. Sementara, “Gabungan Kelompok Tani” adalah “kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha”.

Selanjutnya, pada tingkat lebih tinggi “Asosiasi Komoditas Pertanian” adalah “kumpulan dari Petani, Kelompok Tani, dan/atau Gabungan Kelompok Tani untuk memperjuangkan kepentingan Petani”. Artinya, asosiasi ini menjalankan satu komoditas yang sama, namun cakupan wilayahnya lebih luas, bisa beberapa desa, satu kabupaten, bahkan provinsi. Untuk tingkat nasional, asosiasi ini haruslah menjadi “Dewan Komoditas Pertanian Nasional” yang dimaknai sebagai “suatu lembaga yang beranggotakan Asosiasi Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan kepentingan Petani”.

Sementara, untuk bentuk organisasi yang lebih bebas dikelompokkan ke dalam istilah “Kelembagaan Ekonomi Petani” yang dimaknai sebagai “lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum”. Dalam konteks ini bisa berupa koperasi baik koperasi primer maupun sekunder, serta badan usaha lainnya. Sangat memungkinkan pula jika petani ingin membentuk Perseroan Terbatas (PT) ataupun CV. Organisasi usaha yang tidak berbadan hukum pun juga mesti menjadi perhatian pemerintah, sesuai dengan pemaknaan pada pasal 1 UU No 19 tahun 2013 ini.

Page 32: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

23

Jadi, kelompok tani dan Gapoktan adalah “organisasi sementara”. Pada akhirnya, kelompok tani dan Gapotan mestilah menjadi “kelembagaan ekonomi petani” yakni BUMP. Selanjutnya, dalam Permentan (Peraturan Kementerian Pertanian) ini disebutkan bahwa terdapat tiga fungsi kelompok tani yaitu sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, dan sebagai unit produksi. Sementara, fungsi Gapoktan lebih banyak yaitu sebagai sebagai unit usaha penyedia sarana dan prasarana produksi, unit usaha tani atau produksi, usaha pengolahan, pemasaran, serta keuangan mikro (simpan pinjam).

Dari seluruh responden di tingkat instansi yang diwawancarai dalam studi ini, sebagian telah pernah membaca UU 19 tahun 2013 sepintas, tetapi seluruhnya tidak ada yang paham bagaimana petani didefinisikan dalam UU ini. Satu hal yang perlu dicatat adalah pemahaman aparat dan petani tentang sosok organisasi petani ke depan ini belum banyak dipahami. Selain itu, banyak kesiapan kelembagaan yang belum tersedia. Sebagai contoh, jika berbentuk PT atau CV dan asosiasi, siapa pembina yang akan memperhatikan dan mendukung?

Tidak lama setelah keluarnya UU P3, timbul beberapa kritik dari kalangan masyarakat, yang diwakili NGO. Pada pasal 69 sesungguhnya sudah disebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mendorong dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Petani dan Kelembagaan Ekonomi Petani”. Pembentukan kelembagaan (mestinya “organisasi”) tersebut dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal Petani.

Persoalan lahir dari pasal 70 ayat 1 dan pasal 71 ayat 1. Namun, kebijakan yang cenderung mengikat petani dalam UU ini telah dilonggarkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 5 November 2014 dengan mengabulkan tuntutan dari beberapa NGO petani nasional. Dalam amar putusan pemohon No. 87/PUU-XI/2013, kebebasan berorganisasi dijamin pada tuntutan pasal-pasal selanjutnya. Aturan mengenai organisasi tani menjadi tak mengikat hanya milik pemerintah. Petani pun tidak berkewajiban ikut organisasi milik pemerintah sehingga bisa saja ikut organisasi yang telah ada, atau membentuk sendiri. Sesuai Pasal 70 ayat 1 yang baru, tidak hanya kelompok tani dan Gapoktan saja yang diakui oleh negara, teteapi juga organisasi atau kelompok tani yang dibentuk dan didirikan oleh petani. Kemudian pasal 71 tentang “kewajiban” juga dianggap bertentangan. Artinya, petani tidak wajib ikut kelompok tani dan Gapoktan.

Page 33: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

24

Permohonan diajukan oleh beberapa NGO di antaranya Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), WALHI, Sekretariat Bina Desa, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Serikat Petani Indonesia (SPI), FIELDS, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya. Pasal 70 ayat 1 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk kelembagaan petani yang dibentuk oleh para petani”. Dengan demikian, tidak hanya Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) saja yang diakui oleh negara, namun juga organisasi atau kelompok tani yang dibentuk dan didirikan oleh petani juga harus diakui. Selain itu, pasal 71 tentang kata “berkewajiban” juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Perubahan dimaksud disampaikan pada tabel berikut.

Perubahan isi UU No 19 tahun 2013 oleh Mahkamah Konstitusi

PasalUU No 19 tahun 2013 Revisi oleh MK

Pasal 70 ayat 1

“Kelembagaan petani sebagai dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) terdiri atas: (a) Kelompok Tani, (b) Gabungan Kelompok Tani, (c) Asosiasi Komoditas Pertanian, dan (d) Dewan Komoditas Pertanian Nasional”

(Dibatalkan)

Pasal 71 ayat 1

“Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)”.

“Petani bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 1”

Undang-undang pasal 69 ayat (2) dan pasal 71 ayat (2) menjadi konsisten karena perubahan ini. Bagian lain dari UU ini yaitu Pasal 69 ayat (2): “Pembentukan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal Petani”, dan juga Pasal 71 ayat (2): “Pembentukan Kelompok Tani memperhatikan lembaga-lembaga adat Petani yang sudah ada dan memperhatikan keterlibatan Petani perempuan”.

Page 34: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

25

Menurut Mahkamah Konstitusi (putusan MK) Pasal 70 ayat 1 menyebabkan diskriminasi sehingga bertentangan dengan pasal 28I ayat 2 UUD 1945. Alasannya adalah pertama, praktek korporatisme negara yaitu negara memfasilitasi ternbentuknya dan menentukan bentuk lembaga petani (sentralisme). Ini dilakukan rezim Orde Baru, yaitu pemberlakuan organisasi petani dalam wadah tunggal yang dikooptasi oleh negara, petani hanya diberikan kesempatan berorganisasi dalam wadah yang sudah ditentukan.

Kedua, Pasal 70 lama ini mengabaikan bentuk organisasi lain dalam pasal 69 ayat 2 yaitu Serikat Petani, kelembagaan Subak (Bali), kelompok perempuan tani dan sebagainya. Pasal 69 ayat 2 juga sudah menyebutkan bahwa pembentukan organisasi petani (dalam UU ini disebut dengan “kelembagaan”) harus dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan petani lokal. Artinya, memungkinkan terbentuknya organisasi petani yang beragam sesuai dengan sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat.

Ketiga, pembentukan organisasi petani secara sepihak oleh pemerintah berpotensi mengakibatkan petani bergabung dengan organisasi lain tidak diperhatikan dan tidak diberdayakan. Artinya, akan menimbulkan diskriminasi bagi petani sehingga bertentangan pula dengan Pasal 28I UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 70 ayat (1) ini dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

Selanjutnya, khusus untuk pasal 71 ayat 1, kata “berkewajiban” dianggap bertentangan dengan Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, yaitu, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Pertimbangan MK, berorganisasi adalah sebuah yang memberikan keleluasaan kepada pemegang hak, mempergunakan haknya atau tidak, bukan satu kewajiban.

Sesuai dengan putusan MK tersebut, disampaikan bahwa pemerintah tidak perlu mengintervensi dan menentukan bentuk organisasi petani, dan semestinya melindungi keanekaragaman bentuk-bentuk yang ada. Pemerintah juga seharusnya memberikan kebebasan petani atas kesadarannya untuk menentukan jenis organisasi dan keikutsertaannya. Pemerintah hanya perlu mengakui dan melindunginya. Penetapan bentuk dan nama organisasi petani secara sepihak dan di luar inisiatif petani, bertentangan dengan kemerdekaan atau kebebasan untuk berserikat (putusan MK hal 34).

Page 35: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

26

Kesimpulan MK, pasal 70 ayat (1) dan pasal 71 UU 19 tahun 2013 adalah sebagai berikut: (1) Telah menimbulkan pelanggaran hak asasi petani, (2) menyebabkan ketidakpastian hukum, (3) tidak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan (4) merugikan hak-hak konstitusional para pemohon.

Implikasi Revisi UU P3 oleh MK terhadap Pengorganisasian Petani Terdapat beberapa implikasi yang cukup besar atas dikabulkannya judici al review UU P3 oleh MK, dalam konteks manajemen dan sistem administratif pelaksanaan program pembangunan. Implikasi tersebut di antaranya: Pertama, nama dan bentuk organisasi petani ke depan bisa lebih bervariasi. Selain Kelompok Tani dan Gapoktan yang sudah dikenal luas, petani juga bebas membentuk organisasi lain dengan nama lain, dan basisnya pun bisa berupa komoditas ataupun wilayah. Artinya, memungkinkan petani untuk membuat organisasi seperti kelompok berbasis komoditas, misalnya dengan nama “kelompok tani bawang”, “kelompok tani jeruk”, “kelompok peternak itik lokal”, dan lain-lain. Bahkan basis keanggotaannya pun bisa lintas desa atau lebih luas lagi.

Kedua, karena nama organisasi petani dapat berbeda-beda, banyak pedoman kegiatan yang harus direvisi termasuk aturan tentang pemberian bantuan sosial (Bansos). Peraturan utama yang harus direvisi adalah Permentan No.82 tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok tani dan Gabungan Kelompok tani. Aturan ini baru memuat tentang kelompok tani dan Gapoktan bahkan asosiasi dan Badan Usaha Milik Petani pun belum diatur di dalamnya sehingga dibutuhkan Permentan baru.

Ketiga, inti dari kebijakan ini adalah seluruh organsiasi formal yang anggotanya petani haruslah menjadi perhatian pemerintah khususnya Kementerian Pertanian. Organisasi formal yang cakupannya paling luas adalah “organisasi kemasyarakatan”. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan bahwa “Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.”

Page 36: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Sikap Pemerintah Terhadap Petani dan Organisasi Petani

27

Dalam konteks ini, Permendagri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial, sesungguhnya sudah sejalan karena basis pemberian bantuan sosial adalah Ormas. Pada Pasal 6 disebutkan bahwa “Hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan”.

Khusus untuk lingkup Kementan, salah satu turunan dari peraturan ini misalnya adalah Pedoman Pelaksanaan Pengajuan Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2012, Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Aturan ini menyebutkan bahwa kelompok sasaran yang dapat menerima hibah Bansos adalah kelompok yang telah ada dan menjalankan usaha agribisnis dan/atau ketahanan pangan. Kriteria umum calon penerima dana bantuan sosial ialah yang “....tergabung dalam suatu kelompok usaha, harus memiliki nama kelompok, nama ketua kelompok, dan alamat yang jelas”.

Implikasi berikutnya, Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) misalnya tidak harus diberikan kepada Gapoktan saja. Selama ini PUAP ekslusif hanya untuk Gapoktan yang jumlahnya satu unit per desa. Pada halaman-22 Pedoman Pelaksanaan PUAP terbaca bahwa “PUAP memfasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: (a) penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan; .....dst”.

Keempat, pemerintah tidak hanya memperhatikan organisasi petani sebagai produsen, namun juga pelaku agribisnis lain. Oleh karena itu, berbagai asosiasi yang saat ini telah ada perlu memperoleh pembinaan, misalnya asosiasi komoditas ataupun bentuk asosiasi lain yang berbasiskan wilayah dan kepentingan tertentu, misalnya berbasiskan pertanian organik.

Kelima, pedoman kerja penyuluhan juga akan berubah karena belum memasukkan organisasi lain di luar kelompok tani dan Gapoktan. Perubahan dibutuhkan setidaknya terhadap Permentan Nomor: 25/Permentan/Ot.140/5/ 2009 Tentang Pedoman Penyusunan Program Penyuluhan Pertanian, dan Permentan Nomor 91/Permentan/Ot.140/9/2013 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian. Tupoksi penyuluh pertanian tentu saja kemudian harus diperluas untuk berbagai bentuk organisasi petani yang lain.

*****

Page 37: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 38: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab IVEksistensi dan Karakter Organisasi

Petani Saat Ini

….. untuk sekadar ada, organisasi petani sudah bisa sampai tahap tertentu, namun belum dapat mengubah tingkat kesejahteraan petani secara umum, apalagi petani

kecil…..

Kondisi, Permasalahan, dan Potensi Pengorganisasian PetaniSebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemerintah menjadikan organisasi formal sebagai pendekatan. Organisasi formal menjadi syarat pelibatan petani dalam program dan kegiatan penyuluhan. Kondisi ini lebih tegas seperti terdapat di Kabupaten Gresik dan Malang (Jawa Timur), organisasi petani dan organisasi pemerintahan desa dibuat “berhimpit”. Banyak Kepala Dusun menjabat langsung sebagai ketua kelompok tani.

Secara umum, selama ini pemerintah melakukan intervensi kekuasaan yang besar terhadap petani. Sementara, organisasi formal merupakan alat pemerintah untuk berhubungan dengan petani. Relasi kekuasaan antara pemerintah dan petani berada dalam iklim modernisasi. Menurut pendekatan agribisnis (“agriculture regarded as a bussiness”), melalui kata kunci untung dan efisien maka pertanian harus dijalankan dengan “memperbesar skala” usaha dengan menghimpun petani dalam organisasi.

Intervensi pemerintah yang top-down telah menumbuhkan sikap pasif pada petani termasuk ketika pemerintah mengintroduksikan organisasi baru. Namun, kondisi terakhir menunjukkan bahwa kebebasan petani berorganisasi telah mulai lahir. Telihat dengan terbentuknya berbagai organisasi petani

Page 39: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

30

yang agak “di luar skenario” pemerintah dan tidak ditargetkan, yaitu asosiasi. Telah berdiri Asosiasi Pengusaha Lele Majalengka (Aplema) di Kabupaten Majalengka yang merupakan inisiatif petani lele tersebut, demikian pula dengan asosiasi petani cabe dan domba di Kabupaten Gresik. Asosiasi petani tembakau di Garut bahkan mampu menjembatani permasalahan bisnis yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Ide pembentukan asosiasi datang dari mereka sendiri (petani), dan juga berkembang dengan kekuatan sendiri.

Karakter kelompok tani di Jawa Timur cukup berbeda dengan lokasi lain. Semua petani, dalam hal ini petani padi, diharuskan masuk dalam kelompok tani. Satu dusun umumnya terdiri atas satu kelompok tani, sebagian ada yang dua, dan tidak ada anggota kelompok tani lintas dusun. Oleh karena itu, banyak nama kelompok tani persis sama dengan nama dusun. Alasannya adalah untuk memudahkan penyusunan RDKK dan pendistribusian pupuk bersubsidi.

Dapat dikatakan bahwa dalam hal relasi negara dengan petani, kelompok tani, dan Gapoktan dijadikan sebagai alat atau wadah untuk memudahkan kontrol oleh negara. Dalam konteks ini, pendistribusian pupuk di Gresik dan Malang (Jawa Timur) umumnya relatif lebih tertata. Kekuasaan (power) pemerintahan desa dijadikan jalan untuk memuluskan kegiatan.

Page 40: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

31

Nama Gapoktan disamakan dengan nama desa, dan seringkali ketua kelompok tani adalah Kepala Dusun setempat

Di tingkat lapang, tokoh petani menjadi motor penting atas berkembangnya organisasi petani. Mereka inilah yang biasanya melakukan terobosan untuk meningkatkan taraf kehidupan anggota komunitasnya. Keberhasilan Koperasi Mekar Mulya di Kabupaten Majalengka, sangat bergantung kepada peran ketuanya yang juga seorang guru SMP. Selain berhasil mengembangkan koperasi susu, pemeliharaan sapi perah sebanyak 240 ekor juga telah

Page 41: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

32

memberikan tambahan pendapatan, serta pengolahan pupuk organik dari kotoran sapi (produksi 14 - 15 ton/bulan). Keuntungan koperasi sudah cukup memadai untuk SHU anggota dan menggaji pengurus.

Penyuluh dalam mengembangkan organisasi di luar kelompok tani dan Gapoktan, bekerja sebatas menyampaikan pesan dari pemerintah sesuai dengan tupoksi mereka. Sementara itu, pemerintah daerah belum memperlihatkan komitmen yang menggembirakan. Pembangunan-pertanian baru sebatas komoditas, produksi, dan produktivitas; belum ke pembangunan petani.

Page 42: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

33

Kara

kter

itik

umum

org

anisa

si pe

tani

sam

pel b

erda

sark

an je

nisn

ya

Kel

ompo

k ta

niG

apok

tan

Kop

eras

iA

sosi

asi

KT

NA

Jum

lah

sam

pel

5 un

it12

uni

t6

unit

5 un

it5

unit

Area

ker

ja

Ting

kat d

usun

dan

ne

ighb

orho

od

Des

a K

omun

itas,

berb

asisk

an

wila

yah

desa

, at

au k

omod

itas

Lint

as d

esa,

ba

hkan

lint

as

kabu

pate

n

Des

a sa

mpa

i kab

upat

en

Kom

odita

s at

au b

idan

g ut

ama

Padi

, jag

ung,

cab

e,

kam

bing

, dom

baPa

di, j

agun

g, c

abe,

ka

mbi

ng, d

omba

Susu

, teb

u,

simpa

n pi

njam

Lele

, jag

ung,

ca

be,

tem

baka

u,

kam

bing

dan

do

mba

Non

-kom

odita

s

Fung

si ya

ng

dija

lank

an

sela

ma

ini

Men

yalu

rkan

ben

ih d

an

pupu

k ba

ntua

n, w

adah

pe

nyul

uhan

, dll.

Um

umny

a m

enja

lank

an

prog

ram

pem

erin

tah

(PU

AP, L

DPM

, dll.

)

Kop

eras

i ko

mod

itas,

men

yalu

rkan

pu

puk

bers

ubsid

i (K

UD

)

Mas

ih

baru

, tah

ap

kons

olid

asi

Mem

bant

u R

DK

K d

an

kela

ncar

an p

asok

an

inpu

t, ad

voka

si pe

tani

, pe

renc

anaa

n da

n m

onito

ring

pem

bang

unan

Inisi

asi

pem

bent

ukan

Um

umny

a da

ri lu

ar,

untu

k ad

min

istra

si pr

ogra

m

Um

umny

a da

ri lu

ar,

untu

k ad

min

istra

si pr

ogra

m

Ada

orga

niza

tiona

l le

arni

ng

Unt

uk

kom

unik

asi,

dan

mem

beri

pend

ampi

ngan

ke

pet

ani

Dar

i pem

erin

tah

(sej

ak

1980

-an)

, mul

ai tu

mbu

h ke

sada

ran

inte

rnal

Page 43: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

34

Kel

ompo

k ta

niG

apok

tan

Kop

eras

iA

sosi

asi

KT

NA

Kar

akte

r ke

pem

impi

nan

Lem

ah, u

mum

nya

men

olak

men

jadi

pe

ngur

us

Lem

ah, s

ebag

ian

m

enol

ak ja

di

peng

urus

, seb

agia

n m

ulai

sena

ng

Cuk

up k

uat,

ada

yang

gur

u,

pens

iuna

n, d

ll.

Para

ped

agan

g pe

ngum

pul

Toko

h pe

tani

yan

g vo

kal,

cuku

p pi

ntar

, dan

“b

erm

odal

Kea

nggo

taan

Be

rbas

iskan

laha

n da

n te

mpa

t tin

ggal

(Jat

im)

Sem

ua K

T d

i de

sa, a

da y

g lin

tas

desa

(Gap

okta

n Pa

nam

puan

g Pr

ima

– Ag

am)

Peta

ni y

ang

berm

inat

Belu

m te

rtat

a,

belu

m a

da

pola

Sem

ua K

TN

A di

des

a (1

-2

oran

g)

Piha

k pe

mbi

naPP

L da

n di

nas s

esua

i ko

mod

itas

PPL

dan

dina

s pe

rtan

ian

Din

as k

oper

asi

untu

k m

anaj

emen

, te

knis

sesu

ai

kom

odita

s

Tida

k ad

a,

di d

inas

ko

mod

itas

baru

seba

tas

penc

atat

an

Rela

tif ti

dak

ada,

seba

gian

BP

4K d

an b

upat

i

Kara

kter

itik

umum

org

anisa

si pe

tani

sam

pel b

erda

sark

an je

nisn

ya (L

anju

tan)

Page 44: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

35

Pengorganisasian Petani dalam Pengaruh Politik LokalOtonomi daerah yang telah berjalan secara administratif sejak tahun 2000, memberi suasana yang cukup menentukan terhadap terbentuk dan berkembangnya organisasi petani. Eksistensi petani dalam percaturan politik local, sampai saat ini belum mengandalkan organisasi formal, namun lebih kepada tokoh. Tokoh petani terutama dari kalangan KTNA, sudah cukup diakui oleh pimpinan daerah terutama di Kabupaten Agam dan Gresik.

Untuk fungsi politik, KTNA mulai mendapatkan posisi politik yang diperhitungkan di daerah. KTNA diberi fasilitas ruangan kantor dan sedikit biaya operasional, serta juga cukup dekat dengan Bupati di Kabupaten Garut, Gresik, dan Agam. Tokoh ketua KTNA di Gresik dan Agam sangat dekat dengan Bupati.

Keberadaan tokoh petani sudah mulai diperhitungkan dalam konstelasi politik lokal. Para pengurus KTNA tidak hanya sering diundang pada rapat di Dinas Pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluhan, namun ke tingkat Sekda dan Bupati. Bahkan di Gresik, ketua KTNA kabupaten baru saja terpilih menjadi seorang anggota legislatif untuk periode 2014-2019. Demikian pula di Jawa Barat, sudah cukup banyak KTNA yang masuk sebagai anggota legislatif dan sebagian juga aktif di partai politik. Ketua asosiasi Aplema di Majalengka adalah juga pengurus cabang partai politik di wilayahnya. Artinya, telah mulai tumbuh fenomena kesadaran politik petani, meskipun masih pragmatis dan belum memiliki pola dan struktur perjuangan yang jelas.

Peran Penyuluhan di Belakang Eksistensi Organisasi PetaniKeberadaan organisasi petani baik dari sisi jumlah maupun level keorganisasiannya menunjukkan satu pola tertentu, meskipun bervariasi antar daerah. Hal ini tentu saja tidak lepas dari sikap dan pola kerja pembinaan yang sama. Organisasi petani yang selalu diperhatikan adalah kelompok tani dan Gapoktan. Sementara, khusus untuk koperasi tani, hanya dibantu dalam hal administrasi oleh Dinas Koperasi, namun Dinas Pertanian dan pihak

Page 45: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

36

penyuluhan “kurang merasa memiliki”. Bagaimanapun, tenaga penyuluhan pertanian merupakan komponen pokok dalam pembangunan pertanian termasuk dalam kemajuan organisasi petani.

Kelompok Tani dan Gapoktan paling tersebar keberadaanya. Peningkatan jumlah Gapoktan terdorong karena program PUAP. Sebenarnya dana PUAP sudah bisa untuk menjadi dana awal koperasi. Tahun ini dilakukan penataan data kelompok tani dan Gapoktan karena banyak organisasi petani yang dibuat tanpa prosedur yang benar.

Keberhasilan penumbuhan dan pembinaan organisasi petani harus mempertimbangkan kemampuan tenaga lapang terutama penyuluh pertanian. Keberadaan dan kinerja tenaga penyuluh cukup menentukan keberhasilan organisasi petani. Kabupaten Gresik misalnya, mempunyai potensi wilayah yang cukup besar baik di bidang usaha pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan maupun kehutanan yang secara administrasi tersebar di 18 kecamatan 117 desa. Namun, potensi ini tidak diimbangi dengan keberadaan tenaga penyuluh yang saat ini hanya berjumlah 67 orang Penyuluh PNS, 45 orang Penyuluh THL – TBPP, total 117 orang penyuluh.

Penumbuhan dan pembinaan organisasi petani di lapangan mengandalkan kepada penyuluh pertanian. Menurut persepsi PPL, mereka hanya ditugasi menumbuhkan dan mengembangkan kelompok tani dan Gapoktan, namun tidak untuk koperasi, asosiasi, dan juga KTNA. Hasil yang dicapai sangat variatif, namun berada pada kategori rendah. Hal ini disebabkan mereka merasa ini bukanlah tugas utamanya sehingga tidak ada target untuk menjadikan seluruh kelompok tani mencapai kelas utama. Tentu ini sungguh ironis. PPL “terperangkap” hanya pada target produksi komoditas, tidak pada manusia (petani) yang sesungguhnya merupakan tugas utama mereka.

Secara umum, pembinaan yang berjalan untuk seluruh organisasi petani bersifat parsial, terbatas, dan masih untuk kebutuhan administratif. Pihak pertanian (yakni Dinas Pertanian dan Badan Penyuluhan) bahkan merasa tidak “memiliki” koperasi sehingga data koperasi pertanian tidak dimilikinya. Sementara, asosiasi sama sekali belum disentuh. KTNA sesungguhnya organisasi petani lama, namun pembinaannya sangat terbatas.

Dengan demikian, pada umumnya keberadaan penyuluhan di ketiga provinsi belum lah berada dalam kondisi yang ideal. Pihak penyuluhan banyak mengeluh dengan kondisi ini. Perhatian Pemda baik provinsi maupun

Page 46: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

37

kabupaten belum menomorsatukan penyuluhan. Contoh sederhana, pendirian Badan Koordinasi Penyuluhan di level provinsi baru 2 - 3 tahun belakangan ini, sedangkan keberadaan kantor penyuluhan provinsi juga kurang memadai. Sarana, prasarana, serta dukungan staf dirasakan tidak mencukupi. Namun demikian, dukungan Pemda Jabar kepada penyuluhan ditunjukkan dengan mengangkat para PPL THL yang anggarannya disediakan provinsi, sedangkan di Sumbar ada gerakan optimalisasi penyuluan (GOP).

Karakteristik kinerja dan target PPL dalam pembinaan organisasi petani

Uraian Jabar Jatim Sumbar

Jumlah petani yang sudah masuk kelompok tani (%)

48,4 54,6 55,5

Jumlah kelompok tani yang dibina (unit) 11−16 10−14 10−16Jumlah berdasarkan kelas:Kelas pemula (%) 37,2 43,4 56,2Kelas lanjut (%) 37,2 38,6 31,2Kelas madya (%) 18,6 18,0 12,6Kelas utama (%) 7,0 0,0 0,0Total 100,0 100,0 100,0Target semua petani masuk kelompok tani (%) 100,0 100,0 100,0Target semua kelompok menjadi kelas utama (%) 0,0 0,0 0,0Jumlah petani yang sudah masuk koperasi (%) Tidak

tahuTidak tahu

Tidak tahu

Target semua petani masuk koperasi (%) 0,0 0,0 0,0Pembinaan organisasi petani (%):Kelompok tani 100,0 100,0 100,0Gapoktan 100,0 100,0 100,0Koperasi 12,5 27,2 18,7Asosiasi petani 0,0 0,0 0,0KTNA 0,0 0,0 0,0

Dilihat dari proporsinya, jumlah petani laki-laki dan petani perempuan berimbang. Jumlah rumahtangga petani paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dan yang paling rendah terdapat di Provinsi Sumatera Barat. Kisaran jumlah kelompok tani yang dibina oleh satu orang PPL di semua lokasi kajian antara 10−16 unit. Sekitar 50 persen dari jumlah petani di semua

Page 47: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

38

lokasi kajian, sudah masuk menjadi anggota kelompok tani. Namun, tidak ada satu pun PPL yang mengetahui jumlah petani yang sudah menjadi anggota koperasi. Hal ini wajar karena pengkotakan kementerian membuat petugas di dalamnya menjadi seperti memakai kacamata kuda, tidak mengetahui apa yang dilakukan kementerian lain dan muncul ego-sektoral serta melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini juga tercermin dari jawaban PPL di semua lokasi kajian yang tidak menargetkan petani masuk koperasi, walaupun semua PPL menargetkan seluruh petani menjadi anggota kelompok tani.

Kelas kelompok tani diasumsikan menunjukkan kapasitas kelompok tani dalam menjalankan usaha mencapai tujuannya. Kelas pemula dan lanjut merupakan kelas kelompok-tani paling banyak dari semua lokasi kajian, sedangkan kelas madya dimiliki oleh kurang dari 20 persen kelompok tani. Provinsi kajian yang memiliki kelas utama hanya Provinsi Jawa Barat, walaupun persentasenya masih kurang dari 10 persen. Tidak ada satu pun PPL yang menargetkan kelompok tani menjadi kelas utama.

Pada kenyataannya kelas kelompok ini kecil keterkaitannya dengan prestasi kelompok tani, terbukti dengan adanya kelompok tani di Provinsi Sumatera Barat yang sudah sangat aktif secara ekonomi dan berprestasi (menjadi juara kelompok tani nasional), tetapi kelas kelompoknya masih kelas pemula. Hal ini mungkin saja terjadi karena terjadi kekeliruan dalam menetapkan indikator penilaian kelas kelompok yang menggunakan kriteria administrasi dan keuangan. Selain itu, mungkin juga penilaiannya sudah lama sekali dilakukan sehingga tidak mencerminkan perubahan kondisi kelompok tani saat ini.

Semua PPL terlibat dalam pembinaan kelompok tani dan Gapoktan. Namun, hanya sedikit sekali PPL yang terlibat dalam pembinaan koperasi, hanya pada kisaran 12−28 persen. Dari seluruh lokasi kajian, lokasi di Provinsi Jawa Timur adalah yang paling baik dalam integrasi penyuluhan pertanian dan koperasi, walaupun masih kurang dari satu pertiga jumlah PPL yang terlibat dalam melakukan penyuluhan pertanian dan perkoperasian.

Peran PPL dalam membina asosiasi petani tidak terlihat sama sekali. Dengan begitu, asosiasi petani tidak pernah mendapatkan pembinaan atau penyuluhan dari PPL. Hal ini dapat dipahami, mengingat para anggota atau sebagian anggota asosiasi petani biasanya merupakan petani yang sudah relatif memiliki koneksi atau hubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan

Page 48: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

39

tidak lagi menjadi sasaran pembinaan oleh PPL. Kemungkinan lain yaitu dari uraian tugas dan fungsi pokoknya, PPL tidak diwajibkan untuk membina asosiasi petani.

Pemahaman yang menyamakan antara individual organization (kelompok tani) dan secondary level organization (Gapoktan) menyebabkan Gapoktan memiliki anggota.

Semestinya petani adalah “anggota kelompok tani”, bukan “anggota Gapoktan”.

Kinerja dan output kerja penyuluh di lapangan berkaitan erat dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapinya. Karakter tenaga PPL sebagai responden dalam studi ini ditampilkan pada tabel berikut. Rata-rata PPL laki-laki di ketiga provinsi lokasi kajian jumlahnya lebih banyak daripada PPL perempuan, di Provinsi Jawa Barat, proporsi PPl laki-laki lebih besar dibandingkan dengan kedua provinsi lainnya. Tingkat pendidikan PPL sudah cukup baik karena sekitar 50 persen sudah menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu (S1), kecuali di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Provinsi Jawa Barat juga memiliki proporsi paling tinggi untuk PPL dengan tingkat pendidikan SLTA. Dari aspek bidang keahlian, semua provinsi mengalami kekurangan PPL dengan bidang keahlian tertentu, misalnya Provinsi Jawa Barat kekurangan PPL dengan bidang keahlian perikanan dan pascapanen, serta Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Barat kekurangan PPL bidang keahliannya sosial ekonomi.

Page 49: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

40

Karakteristik responden Penyuluh Pertanian Lapangan

KarakteristikProvinsi

Jabar Jatim SumbarRata-rata umur (tahun) 46,8 46,2 42,7

Jenis kelamin:

- Laki-laki (%)

- Perempuan (%)

61,6

38,4

54,6

45,4

55,5

44,5TOTAL (%) 100,0 100,0 100,0Pendidikan terakhir:

SLTA (%)

Diploma (%)

Sarjana (%)

S2 (%)

S3 (%)

Lainnya (%)

30,7

23,0

46,3

0

0

0

27,2

18,3

54,5

0

0

0

22,2

22,2

55,6

0

0

0TOTAL (%) 100,0 100,0 100,0Bidang keahlian:

Budi daya tanaman (%)

Peternakan (%)

Perikanan (%)

Sosial ekonomi (%)

Pascapanen (%)

Lainnya: (%)

62,0

7,6

0

15,2

0

15,2

58,4

9,2

16,2

0

16,2

0

66,7

11,1

11,1

0

11,1

0TOTAL (%) 100,0 100,0 100,0Rata-rata lama bertugas sebagai PPL (tahun) 21,4 23,6 18,6

Untuk pengorganisasian petani dalam melakukan pembinaan terhadap petani khususnya, para PPL menyatakan menggunakan pedoman tertentu. Pedoman ini umumnya berupa leaflet, brosur atau booklet yang di produksi dinas terkait setempat. Biasanya, dinas teknis yang membuat pedoman ini pun berorientasi

Page 50: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Eksistensi Dan Karakter Organisasi Petani Saat Ini

41

pada pedoman nasional yang dihasilkan oleh Kementerian Pertanian, dalam hal ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Para PPL tidak mengalami kesulitan dalam memahami pedoman yang ada.

Keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah belum ideal. Dari 38 (tiga puluh delapan) daerah tingkat II di Jawa Timur, baru terdapat dua kabupaten yaitu Kabupaten Blitar dan Gresik yang sudah memiliki kantor penyuluhan sendiri. Jumlah personil penyuluh sangat tidak memadai dan sudah diusulkan pengangkatan pegawai baru, namun jatah penyuluh yang diperoleh dipakai oleh dinas lain. Dengan demikian, dari jumlah penyuluh yang tersedia dibandingkan dengan luas dan beratnya pekerjaan, Kabupaten Gresik dalam kondisi “darurat penyuluh”.

Di Kabupaten Gresik, dilakukan pertemuan setiap bulan satu kali yang dihadiri oleh seluruh SKPD dan dipimpin langsung oleh Bupati. Pertemuan tersebut dinamakan “Temu Bisnis Sambung Rasa”, ada juga yang menamakan “Tilik Deso” dan “Temu Mitra”. Pertemuan ini diprakarsai oleh Bapeluh sejak tahun 2011, diadakan di eks kawedanan yang terdiri atas 3−4 kecamatan, dihadiri oleh 600–1000 bahkan pernah mencapai 2000 orang. Acara pertemuan dilakukan secara bergilir, sebanyak 10 kali dalam satu tahun.

Pertemuan ini dilaporkan sangat efektif, sebagai salah satu strategi pembangunan karena seluruh SKPD hadir sehingga langsung mendengar permasalahan yang dihadapi petani dan masyarakat secara umum. Semua permasalahan yang dilaporkan masyarakat dicatat, direkam, dan disiarkan televisi, serta segera ditindaklanjuti atau diselesaikan sebelum pertemuan selanjutnya.

Secara administrasi Kabupaten Gresik tersebar di 18 kecamatan dan 117 desa, memiliki potensi wilayah yang cukup besar baik di bidang usaha pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan maupun kehutanan. Namun, potensi ini tidak diimbangi tenaga penyuluh, saat ini hanya berjumlah 67 orang Penyuluh PNS, 45 orang Penyuluh THL–TBPP, dengan jumlah total sebanyak 117 orang penyuluh.

Disamping memberdayakan kelembagaan ekonomi, Pemda Kabupaten Malang juga menargetkan peningkatan kelas kelompok tani. Saat ini terdapat 900 kelompok pemula, 500 lanjut, dan madya sebanyak 47 unit. Target tersebut sekaligus sebagai tolok ukur kinerja PPL. Jika tidak ada peningkatan, PPL dianggap tidak bekerja sesuai pedoman. Kecuali, pada kasus tertentu

Page 51: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

42

seperti petani di wilayah dekat kota yang sudah mampu mandiri dalam permodalan dan mengakses teknologi, mereka tidak suka berkelompok karena dianggap membuang tenaga dan waktu.

Jumlah PPL di Kabupaten Malang saat ini 257 orang dari 390 desa/kelurahan, terdiri atas THL sebanyak 123 orang, sisanya yaitu PPL PNS yang mayoritas hampir pensiun. Target ‘satu desa satu PPL’ dirasakan masih memprihatinkan, terlebih jika kondisi wilayah sulit dijangkau, sedangkan jumlah petaninya cukup banyak. Namun, diakui adanya KTNA di setiap kecamatan dapat membantu dan saat ini banyak juga petani yang pintar sehingga memungkinkan seorang PPL mampu bertugas di 2 desa. Sebagai bahan koreksi bisa mengacu pada era BIMAS yakni satu WKPP meliputi 1.000 Ha lahan sawah, sementara sekarang luas satu desa hanya beberapa hektare dan bahkan lebih sempit lagi jika sudah dipecah.

Page 52: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab VRancangan Organisasi Petani Ke

Depan

Sekian lama organisasi petani baru sebatas menjadi alat pihak atas. Untuk memuluskan dan mengontrol petani., sudah saatnya organisasi petani menjadi ALAT

PERJUANGAN bagi petani untuk tujuan yang lebih hakiki.

Menciptakan Organisasi Petani yang Mampu “Memanusiakan” dan Mensejahterakan Pada kasus organisasi yang dikategorikan berhasil, antara pemerintah dan petani-berhasil ditumbuhkan sikap kepemilikan bersama (sense of shared ownership). Dalam kondisi ini, organisasi disadari oleh petani sebagai “milik bersama”. Hal ini berlaku untuk organisasi-organisasi bentukan pemerintah yaitu kelompok tani dan Gapoktan untuk Kementerian Pertanian serta koperasi untuk Kementerian Koperasi dan UKM.

Pemilihan organisasi petani didasarkan atas dasar bahwa organisasi petani dibangun untuk memenuhi 2 kebutuhan yaitu fungsi administrasi pembangunan misalnya untuk kepentingan penyaluran bantuan, serta fungsi komunikasi secara horizontal dan vertikal. Sesungguhnya juga diharapkan muncul fungsi kolektivitas ekonomi, namun kurang berhasil. Selain itu, terdapat dua fungsi lain yaitu fungsi partisipasi petani dalam pembangunan, serta fungsi perwakilan atau representatif politis petani.

Kelompok tani dan Gapoktan masih sebatas untuk fungsi administrasi dan komunikasi, meskipun sesungguhnya diharapkan juga untuk fungsi ekonomi, namun kurang berhasil. Sementara, koperasi untuk dinas Koperasi lebih kepada fungsi administrasi dan komunikasi, sedangkan bagi pihak pertanian lebih sebagai fungsi ekonomi.

Page 53: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

44

Khusus untuk asosiasi, kebetulan baru untuk “asosiasi komoditas”, pihak pemerintah belum memiliki sikap dan pemahaman yang jelas. Petani membentuk asoiasi lebih utama untuk pemenuhan fungsi ekonomi, yakni memudahkan berkomunikasi antar sesama pelaku, misalnya pada asosiasi petani cabe di Gresik. Pengurus dan anggota asosiasi belum memiliki pandangan bahwa asosiasi akan juga menjadi jalan untuk partisipasi politik, meskipun secara teoretis berpeluang.

Sesuai dengan pendekatan paham kelembagaan baru (New Institutionalism) oleh Scott (2008) dan juga Nee (2003, 2005), perilaku petani dipersepsikan sebagai sebuah tindakan yang sadar dan rasional sejalan dengan konteks kelembagaan yang melingkupi mereka. Pendekatan blue print dengan mengembangkan organisasi yang seragam terbukti kurang sesuai bagi petani. Akibatnya, petani kembali menata ulang manajemen dan struktur dalam organisasinya, meskipun dari luar tidak kelihatan. Mereka seolah menjalankan organisasi dengan etika formal (dari pihak luar), yang terbaca dari berbagai dokumen-dokumen tertulis, namun sesungguhnya manajemen yang dijalankan adalah prosedur non formal. Peranan faktual masing-masing pengurus tidak sesuai lagi dengan panduan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, termasuk pula dalam hal tata cara eksekusi kegiatan dan monitoring.

Apa yang dimaksud dengan format pengorganisasian di sini adalah mencakup di luar organisasi dan di dalam organisasi (formal). Paham kelembagaan baru menjadikan organisasi sebagai aktor yang pokok dalam masyarakat. Dalam konteks dunia pertanian, meskipun petani sesungguhnya bisa saja menjalankan seluruh usahanya tanpa menggunakan organisasi formal, namun keberadaan organisasi formal sampai saat ini masih dipandang sebagai keniscayaan dalam tatanan dunia modern. Begitu banyak peluang yang dapat diperoleh petani jika menjalankan usahanya dalam organisasi formal. Jika hanya mengandalkan relasi-relasi pasar, pilihan ini bisa efektif untuk sementara, namun untuk pengembangan lebih-jauh, hal tersebut tidak memadai. Apalagi di Indonesia, petani kecil semakin banyak dan meluas salah satunya disebabkan proses delandreformisasi; kebutuhan untuk berorganisasi merupakan hal yang sangat masuk akal.

Dengan perubahan kebijakan yang cukup mendasar juga dihadapkan kepada berbagai temuan lapang, serta peluang yang tersedia maka rancangan organisasi petani ke depan lebih kurang. Bentuk rancangan organisasi petani

Page 54: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

45

ke depan didasarkan bahwa organisasi petani dibangun untuk memenuhi lima kebutuhan yaitu fungsi administrasi pembangunan, misalnya untuk kepentingan penyaluran bantuan, fungsi komunikasi secara horizontal dan vertikal, fungsi ekonomi, sebagai wadah partisipasi, serta fungsi perwakilan atau representatif politis petani. Setiap fungsi memiliki arah-relasi yang berbeda. Fungsi administratif memiliki bentuk relasi dari atas ke bawah, fungsi komunikasi juga atas ke bawah, namun juga horizontal, sedangkan fungsi ekonomi memiliki tipe relasi horizontal. Khusus untuk fungsi partisipasi pembangunan dan representasi politik, memiliki bentuk relasi yang sebaliknya yakni dari bawah ke atas.

Sampai saat ini kelompok tani dan Gapoktan masih sebatas sebagai fungsi administrasi dan komunikasi, meskipun sesungguhnya diharapkan juga untuk fungsi ekonomi, namun kurang berhasil. Sementara, koperasi bagi dinas Koperasi sebagai fungsi administrasi dan komunikasi, sedangkan bagi pihak pertanian sebagai fungsi ekonomi. Khusus untuk asosiasi, baru sebatas “asosiasi komoditas”, dan secara umum pihak pemerintah belum memiliki sikap dan pemahaman yang jelas. Petani membentuk asosiasi sebagai pemenuhan fungsi ekonomi yakni memudahkan berkomunikasi antar sesama pelaku, misalnya pada asosiasi petani cabe di Gresik. Pengurus dan anggota asosiasi belum memiliki pandangan bahwa asosiasi akan juga menjadi jalan untuk partisipasi politik, meskipun secara teoretis berpeluang. Ke depan, organisasi petani semestinya bisa lebih berperan terutama untuk kontestasi politik di tingkat kabupaten yakni dengan mengoptimalkan peran KTNA, HKTI, berbagai asosiasi, dan menempatkan wakil-wakil petani di badan legislatif atau bahkan dengan mendirikan “Partai Petani” sekalipun.

Page 55: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

46

Pera

n ya

ng D

ijala

nkan

Org

anisa

si Pe

tani

Sela

ma

Ini d

an R

anca

ngan

Ke D

epan

Fung

si A

dmin

istr

atif

Fung

si

Kom

unik

asi

Fung

si E

kono

mi

Fung

si P

arti

sipa

si

Pem

bang

unan

Fung

si R

epre

sent

asi P

olit

ik

Pera

n se

lam

a in

i:K

elom

pok

tani

K

uat

Kua

t Le

mah

Le

mah

Le

mah

.

Gap

okta

nK

uat

Kua

t Le

mah

Le

mah

Le

mah

K

oper

asi

pert

ania

nK

uat

Kua

t Le

mah

Le

mah

Le

mah

Asos

iasi

Lem

ah,

kare

na ti

dak

men

jadi

pen

yalu

r ban

tuan

Lem

ah,

hany

a in

tern

al u

ntuk

se

sam

a pe

tani

Kua

t, na

mun

ju

mla

h as

osia

si m

asih

sang

at se

diki

t

Lem

ahLe

mah

, te

lah

eksis

nam

un

terb

atas

, misa

lnya

aso

siasi

peta

ni te

mba

kau

di G

arut

Org

ansia

si K

TN

ALe

mah

, kar

ena

tidak

m

enja

di p

enya

lur b

antu

anLe

mah

, han

ya

inte

rnal

unt

uk

sesa

ma

angg

ota

Lem

ah, b

ukan

un

tuk

kepe

ntin

gan

ekon

omi

Lem

ahLe

mah

, nam

un m

ulai

ber

jala

n

Pera

n ke

dep

an:

Kel

ompo

k ta

ni

Lem

ah, k

aren

a Ba

nsos

ak

an m

enur

un ju

mla

hnya

Le

mah

, kar

ena

sara

na k

omun

ikas

i be

ruba

h

Lem

ah, k

aren

a ca

kupa

nnya

kec

ilK

uat,

asal

kan

bisa

le

bih

man

diri

Lem

ah, k

aren

a ca

kupa

nnya

se

mpi

t

Gap

okta

nLe

mah

, kar

ena

Bans

os

akan

men

urun

jum

lahn

ya

Lem

ah, k

aren

a sa

rana

kom

unik

asi

beru

bah.

Seda

ng, k

aren

a ca

kupa

n cu

kup

luas

Kua

t, as

alka

n bi

sa

lebi

h m

andi

riSe

dang

, kar

ena

caku

pann

ya

satu

des

a

Kop

eras

i pe

rtan

ian

Lem

ah, k

aren

a Ba

nsos

ak

an m

enur

un ju

mla

hnya

Le

mah

K

uat

Kua

t. As

alka

n bi

sa

lebi

h m

andi

riLe

mah

. Kar

ena

lebi

h un

tuk

pera

n ek

onom

i.As

osia

si Ti

dak

ada

Kua

t, un

tuk

sesa

ma

angg

ota

Kua

t. K

uat

Kua

t, da

pat m

enyu

arak

an

kepe

ntin

gan

angg

ota

Org

ansia

si K

TN

ATi

dak

ada

Kua

t, un

tuk

sesa

ma

angg

ota

Lem

ah, a

rena

lebi

h un

tuk

pera

n po

litik

.K

uat

Kua

t, da

pat m

enyu

arak

an

kepe

ntin

gan

angg

ota

Page 56: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

47

Format Keorganisasian Petani Ke Depan Berdasarkan Tingkatannya Organisasi petani mencakup organisasi dalam bentuk individual (individual organization) yaitu bagaimana rancangan keorganisasian pada kelompok tani misalnya, juga mencakup bagaimana rancangan antar organisasi petani, serta mencakup satu area tertentu secara horizontal dan vertikal. Secara umum, terdapat 3 tingkat organisasi petani yang perlu dibangun yakni tingkat organisasi individual (individual organization), organisasi koordinasi (inter-group organization), dan organisasi pendukung (supporting group). Meskipun tidak kongruen, ini agak berhimpit juga dengan pemilahan berdasarkan tingkat dusun, desa, dan kabupaten.

Satu, pilihan untuk organisasi individual adalah kelompok tani, kelompok wanita tani, kelompok tani berdasarkan komoditas, dan koperasi primer. Keberadaan organisasi ini tetap dibutuhkan ke depan.

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan Berdasarkan Tingkat Wilayah

Tingkat wilayah

Jenis organisasi Organisasi saat ini Pilihan organisasi ke

depanDusun Organisasi

individualKelompok tani Kelompok tani, KWT,

koperasi primerDesa Organisasi

koordinator (inter-group organization)

Gapoktan dan koperasi Koperasi dan Posluhdes sebagai simpul relasi

Kabupaten Organization interrelation, dan supporting organization

Dinas Pertanian, Badan Penyuluhan, KTNA (namun tidak menjadi koordinator seluruh organisasi petani sekabupaten)

KTNA, Dinas Pertanian, Bapeluh, asosiasi Gapoktan, asosiasi PPL swadaya, asosiasi komoditas, NGO, dll.

Dua, organisasi koordinator (inter-group organization). Organisasi koordinator adalah sebuah organisasi yang posisinya berada di atas individual organization, berperan sebagai koordinator, menyatukan kegiatan dan sumber daya, melayani kebutuhan organisasi, dan mewakili segala kebutuhan organisasi ke luar. Pilihan organisasi koordinator adalah Gapoktan atau koperasi sekunder, namun Gapoktan tidak akan bisa memiliki badan hukum.

Page 57: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

48

Dalam format sebagai inter-group associations, Gapoktan merupakan tahap lanjut dalam kegiatan pengorganisasian (a late development in the projects). Gapoktan dikembangkan setelah kelompok tani berdiri dan berjalan dengan kuat. Oleh karena itu, semestinya tidak ada Gapoktan yang dinilai bagus, padahal seluruh KT di dalamnya pada kondisi rendah. Hal ini ditemukan pada Gapoktan di Kabupaten Agam merupakan juara nasional, padahal delapan unit KT di dalamnya seluruhnya hanya kelas pemula.

Organisasi koordinator harus mampu menjalankan banyak peran (managing multiple services) karena posisinya melayani banyak kebutuhan internal dan eksternal. Untuk membagi-bagi tugas, perlu dibentuk kelompok-kelompok (task groups) atau sebuah service committees dengan tugas yang berbeda.

Tiga, untuk organisasi pendukung, selama ini hanya dinas dan Badan penyuluhan. Ke depan, sangat berpotensi untuk mengoptimalkan peran organisasi petani di tingkat kabupaten, yaitu KTNA, berbagai asosiasi (asosiasi individual petani misalnya asosiasi petani organik, asosiasi Gapoktan sekabupaten, dan asosiasi komoditas, dll). Bentuk asosiasi lebih variatif dan tergolong sebagai farmers interest groups. Agar lebih efektif, elemen “supporting group” atau “group promoters” ini semestinya berkoordinasi. Dibutuhkan sebuah representatives of groups untuk petani yang didalamnya mencakup stakeholders pemerintah daerah, organisasi petani, nonpemerintah, ataupun tokoh-tokoh lokal. Untuk koperasi, dimungkinkan juga membentuk koperasi sekunder tingkat kabupaten atau asosiasi koperasi sekabupaten (agriculture cooperative society). Saat ini pola yang dimaksud belum ditemukan di lapang.

Untuk mengefektifkan koordinasi di tingkat desa, bisa mendayagunakan Pos Penyuluhan Desa. Semua pihak dari atas yang akan melakukan penyuluhan baik bidang pertanian, kehutanan, bahkan Keluarga Berencana dapat menggunakan Posluhdes ini.

Maksud dari aspek keorganisasian (organizational) dalam konteks ini adalah berkenaan dengan segala hal tentang organisasi petani seperti bangun-strukturnya, keanggotaan, kepemimpinan, manajemen, dan lain-lain. Selama ini keorganisasian yang diinisiasikan kepada petani (kelompok tani dan Gapoktan) adalah bangun struktur organisasi formal yang ditandai oleh manajemen formal, kepemimpinan terbagi, keanggotaan yang ketat, dan stuktur yang terdiri atas berbagai bagian-bagian kecil. Namun, sebagaimana

Page 58: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

49

temuan dari lapang, semua kesepakatan ini tidak diikuti dengan taat. Manajemen yang berjalan cenderung non formal dan kepengurusan mengarah kepada gejala “individualisasi” karena pengurus aktifnya hanya sedikit.

Format keorganisasian yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: ukuran organisasi (size of the organization) yang sedang (tidak sebesar di Jatim yang sampai lebih dari 100 orang), keanggotaan yang lebih tegas, struktur organisasi yang berkembang sesuai kebutuhan, kepemimpinan dan manajemen modern, serta basis pembentukan. Organisasi petani bisa disusun atas kesamaan komoditas yang diusahakan (commodity based organization) atau atas kesamaan tempat tinggal dan tempat usaha (community based organization).

Penentuan pilihan harus mempertimbangkan apa saja relasi yang dicakupnya, apakah relasi horizontal atau juga mencakup relasi vertikal? Pilihan lain adalah menyusun organisasi individual berbasiskan komoditas untuk memperkuat relasi horizontal, sedangkan untuk memperkuat relasi vertikal mengandalkan organisasi koordinator.

Lingkungan Kelembagaan Untuk Pengembangan Organisasi PetaniSesuai dengan Scott (2008) ada tiga elemen lingkungan kelembagaan. Organisasi petani hanyalah satu element dari banyak kondisi lain. Semua harus ditata karena organisasi petani akan berjalan bila kondisi lingkungan kelembagaannya mendukung. Namun, dalam bagian ini, elemen yang dibahas berkenaan dengan perihal regulatif yang merupakan peran negara yang lebih besar. Bagian ini merupakan yang paling mungkin untuk dikontrol dibandingkan elemen lain.

Dibutuhkan perubahan lingkungan kelembagaan sehingga organisasi-organisasi petani dapat tumbuh dan berperan secara efektif. Kondisi yang dibutuhkan terutama pada perubahan kebijakan. Satu perubahan yang perlu dilakukan ialah memperbaiki penggunaan konsep. Dalam Permentan 82 tahun 2013, ditemukan kekeliruan dalam penerapan konsep lembaga, organisasi, dan advokasi. Dalam Permentan ini tidak disebutkan mengenai arti “lembaga”, “kelembagaan”, maupun “organisasi”, padahal objek ini merupakan hal yang sangat mendasar dan disebutkan berulang-ulang dalam bagian batang tubuhnya.

Page 59: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

50

Gapoktan dipersepsikan sebagai sebuah “kelompok tani yang besar”, bukan sebuah interrelation organization yang bangun-keorganisasiannya berbeda. Sebagaimana struktur dalam Permentan ini( melekat erat tentang pedoman pengisian RDKK), kelompok tani dan Gapoktan dikembangkan sangat bernuansa untuk memuluskan pendistribusian benih dan pupuk bersubsidi (sebagai fungsi administrasi dan komunikasi).

Partisipasi petani-anggota rendah karena terkesan bahwa organisasi petani adalah agenda pemerintah. Hasil kegiatan McKone (1990) di berbagai negara, menemukan stereotipe cara kerja orang-orang pemerintah. Mereka umumnya terlalu menyederhanakan (oversimplified) dalam ‘melihat’ komunitas di pedesaan. Petani diwajibkan untuk berorganisasi jika ingin memperoleh bantuan.

“…unless they are organized into cooperatives or associations or groups, they will not get government subsidies or access to credit and technical services. As a result, several FOs were established overnight on paper” (Chamala dan Shingi, 2007).

Ke depan, perlu pendekatan baru untuk mengorganisasikan petani dan membangkitkan kebutuhan bekerjasama (forming cooperatives need). Penyuluh harus mempunyai kemampuan dalam hal mengorganisasikan komunitas (community-organizing) dan keterampilan menajemen kelompok (group management skills).

Seluruh perubahan ini diharapkan akan dapat menghindarkan fenomena tumpang tindih organisasi petani. Ke depan juga diharapkan bahwa organisasi petani tidak lagi menjadi alat untuk memperoleh proyek. Dengan demikian, bagi pemerintah daerah, jumlah organisasi petani yang ada di wilayahnya tidak lagi sebagai alat untuk memperoleh kegiatan.

Untuk menciptakan organisasi petani yang kuat, dibutuhkan hal-hal berikut: Pertama, dari sisi teknis, dibutuhkan penyatuan berbagai organisasi-organisasi yang kecil menjadi cukup besar hingga mencapai skala ekonomis secara manajemen dan ekonomis. Sebagai contoh, untuk organisasi yang bergerak dalam urusan permodalan (simpan pinjam), setidaknya saat ini ada Lembaga Keuangan Miko Agribisnis (LKMA) PUAP di Gapoktan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) juga di Gapoktan, Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) di kelompok tani, koperasi berbagai komoditas, dan Koperasi Unit Desa (KUD). Masing-masing beroperasi dalam skala terbatas sehingga tidak mampu menghidupi diri sendiri. Agar sustainable semuanya,

Page 60: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

51

sebaiknya disatukan karena sesuai dengan UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, harus segera memiliki badan hukum. Jika disatukan dalam satu koperasi, akumulasi aset dapat mencapai 1−1,5 milyar rupiah sehingga potensi pendapatan setahun bisa di atas 100 juta rupiah dan dapat memberikan honor yang cukup untuk pengurus dan manajernya.

Kedua, dari sisi struktural, masing-masing intansi pemerintah harus menghilangkan sifat egosektoralnya. Jumlah kelompok tani dan koperasi yang selama ini menjadi basis pengajuan anggaran program, semestinya telah dihilangkan.

Ketiga, dari sisi psikologis, sikap organisasi petani adalah milik petani, memberi kesempatan kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang (learning organization). Berbagai kebijakan terbaru (terutama UU LKM, UU P3, UU Pangan) telah memberikan kesempatan petani untuk “memiliki dirinya sendiri”, bukan lagi “milik” pemerintah.

Keempat, dari sisi legislasi, dibutuhkan pelurusan konsep, konsistensi, dan penjelasan lebih detail terutama berkenaan dengan perbedaan antara “lembaga” dan organisasi”. Jangan hanya mendirikan organisasi, tapi harus membangun kelembagaan. Kelembagaan mencakup aspek regulatif, aspek regulatif, dan aspek kultural kognitif, ditambah aspek keorganisasian. Organisasi petani tidak bisa berkembang jika lingkungan kelembagaannya tidak kondusif.

Untuk menjadi aktor dalam dunia modern, relasi antar organisasi tidak terhindarkan. “It is proven vital to sustain relationship between organizations particularly between consumers and suppliers” (Redza et al. 2014). Basis dari keberhasilan organisasi adalah modal sosial di dalamnya. Dengan modal sosial yang kuat, dalam hal ini mencakup kombinasi dari roles, rules, norms, and values pengelolaan irigasi tetap bisa mampu berjalan bahkan terbukti mampu tetap memperoleh hasil produksi yang tinggi, meskipun sedang musim kemarau. Tindakan kolektif yang dituju dengan organisasi petani dimungkinkan karena ada basis modal sosial yang kuat (Uphoff dan Wijayaratna 2000).

Lebih jauh, dengan perubahan kebijakan penyuluhan pertanian di Indonesia yang lebih terbuka, sesuai dengan UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan bentuk dan peran organisasi petani juga harus menyesuaikan. Yang et al. (2014) mempelajari peran organisai petani dalam agricultural innovation system (AIS) dari tiga kasus di Cina menyimpulkan bahwa organisasi petani memainkan peran

Page 61: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

52

penting dalam hal menciptakan pengetahuan yang lebih kontekstual dan sesuai (contextual and integrated knowledge) untuk inovasi, melekat pada relasi yang mengintermediasi inovasi, dan memposisikan diri sebagai perwakilan (representative position) yang legitimatif untuk petani.

Segala perubahan ini menuntut syarat kondisi politik yang kondusif. Kondisi politik yang dibutuhkan yaitu “Attention should focus on means of legitimising rights and building capacity to, demand accountability” (Mbeche and, Dorward 2014). Hal yang dibutuhkan adalah “...reconfiguring of structures and coordinating stakeholder capacity in understanding the changes, is necessary for successful reform”. Pemerintah perlu melegitimasi hak-hak petani kecil (smallholder farmers’ rights) dan memperkuat kapasitas mereka.

Relasi antar-aktor lintas wilayah dan tingkat perlu dibenahi (Stock et al. 2014) maka otonomi petani dengan organisasinya perlu diberikan makna baru. Pada hakikatnya otonomi petani merupakan kekuatan utama pada diri petani. Penelitian Stock dan Forney (2014) di Selandia Baru dan Swiss mendapatkan bahwa “autonomy is a social tool used by farmers. ....Autonomy indicates a freedom of lifestyle versus constraints on personal freedom. .....Autonomy as both value and tool that help us understand farmers within a wider set of economic, environmental and interpersonal relations”. Hal ini juga sejalan dengan temuan Bebbington et al. (2006) tentang bagaimana memperkuat relasi politik dan ekonomi petani melalui pemanfaatan modal sosial.

Organisasi Untuk Menjalankan Berbagai Fungsi AgribisnisSecara umum, terdapat 10 fungsi yang harus dijalankan dalam kegiatan agribsinis. Tabel berikut menunjukkan kondisi eksisting yang ditemui di lapangan serta rancangan pelaku ke depan. Selama ini tipe relasi yang menjalankan fungsi-fungsi agribisnis mengandalkan pada kemampuan sendiri. Relasi kolektif (melalui KT dan Gapoktan) baru sebatas pemenuhan pupuk dan benih karena khusus untuk petani pangan sulit mendapatkan pupuk nonsubsidi di kios.

Page 62: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

53

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan Berdasarkan Fungsi-Fungsi Sistem Agribisnis

Fungsi agribisnis

Kondisi eksisting Ke depan

Pelaku Tipe relasi *) Pelaku Tipe

relasi *)

Penyediaan benih

Sebagian kecil melalui kelompok tani (BLBU), umumnya beli di kios

1, 2, dan 3

Benih petani (kelompok penangkar) dan mekanisme pasar (kios)

3 dan 1

Penyediaan pupuk dan obat-obatan

Untuk pangan melalui KT (pupuk bersubsidi)

3 dan 1 Pupuk bersubsidi melalui KT, pupk non subsidi melalui kios, dan pupuk petani (KT)

3 dan 1

Penyediaan modal

Umumnya dari modal sendiri

1 Koperasi (dengan penyatuan usaha permodalan masyarakat di tingkat desa)

3 dan 1

Penyediaan alsintan

Menyewa traktor dan tresher

2 dan 1 Menyewa traktor dan tresher

2 dan 1

Penyediaan air irigasi

P3A dan secara mandiri

1 dan 3 Mengandalkan P3A dan organisasi komunitas lain

3

Penyediaan tenaga kerja

Umumnya dipenuhi dari tetangga desa

1 dan 2 Dari TK keluarga sendiri dan tetangga

1 dan 2

Pengolahan hasil panen

Umumnya sendiri 1 Sendiri 1

Pemasaran hasil panen

Dijual secara langsung 2 KT dan koperasi 3

Penyediaan informasi pasar

Mencari informasi sendiri

1 dan 2 Mencari informasi sendiri, dan Posluhdes

1 dan 2

Penyediaan informasi teknologi

Penyuluh, dari petani lain, dna mencari sendiri

2 dan 1 Penyuluh (Posluhdes), dari petani lain, dan mencari sendiri

2 dan 1

Keterangan: *) 1=mandiri, 2=relasi individual, 3=relasi kolektif

Ke depan, relasi-relasi berbasiskan aksi kolektif melalui organisasi formal lebih didorong. Namun demikian, beberapa fungsi agribisnis tidak harus selalu dijalankan secara kolektif. Pemenuhan sumber teknologi dalam konteks

Page 63: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

54

pengetahuan misalnya, mengharapkan petani yang lebih proaktif, yakni dengan mencari sumber pengetahuan sendiri melalui berbagai media serta dapat pula melalui Posluhdes.

Dalam hal akses ke pasar yakni pemasaran hasil produksi, baru produksi susu di Majalengka dan tebu di Malang yang telah menggunakan koperasi. Selebihnya, petani menjual secara individual (relasi individual) dengan bertransaksi dengan pedagang pengumpul. Secara teori, memasuki pasar sebagai sebuah organisasi merupakan satu jalan untuk meningkatkan daya tawar. Jumlah satuan barang yang cukup juga akan dapat menekan biaya transaksi karena dapat mengurangi ongkos transportasi dan biaya manajemen. Ke depan, KT dan koperasi bisa lebih diandalkan untuk aktivitas ini.

Untuk menciptakan organisasi petani yang kuat, dibutuhkan hal-hal berikut, yaitu: Pertama, dari sisi teknis, dibutuhkan penyatuan berbagai organisasi-organisasi yang kecil menjadi ckup besar hingga mencapai skala ekonomis secara manajemen dan ekonomis. Sebagai contoh, untuk organisasi yang bergerak dalam urusan permodalan (simpan pinjam), setidaknya saat ini ada LKMA-PUAP di Gapoktan, LDPM di Gapoktan, LPM di KT, koperasi komoditas, dan KUD. Masing-masing beroperasi dalam skala terbatas sehingga tidak mampu menghidupi diri sendiri. Agar sustainable, semuanya sebaiknya disatukan karena sesuai dengan UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, harus segera memiliki badan hukum. Jika disatukan dalam satu koperasi, akumulasi asset bisa mencapai 1−1,5 milyar rupiah sehingga potensi pendapatan setahun bisa di atas 100 juta rupiah dan dapat memberikan honor yang cukup untuk pengurus dan manajernya.

Dua, dari sisi struktural, masing-masing intansi pemerintah mesti menghilangkan sifat ego sektoralnya. Jumlah KT dan koperasi yang selama ini menjadi basis pengajuan anggaran program, mestinya sudah dihilangkan.

Tiga, dari sisi psikologis, sikap organisasi petani adalah milik petani, memberi kesempatan kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang (learning organization). Berbagai kebijakan terbaru (terutama UU LKM, UU P3, UU Pangan) telah memberikan kesempatan petani untuk “memiliki dirinya sendiri”, bukan lagi “milik” pemerintah.

Empat, dari sisi legislasi, dibutuhkan pelurusan konsep, konsistensi, penjelasan lebih detail, terutama berkenaan dengan perbedaan antara “lembaga” dan organisasi”. Jangan hanya mendirikan organisasi, tapi harus membangun

Page 64: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

55

kelembagaan. Kelembagaan mencakup aspek regulatif, aspek regulatif, aspek kultural kognitif, ditambah aspek keorganisasian. Organisasi petani tidak bisa berkembang jika lingkungan kelembagaannya tidak kondusif.

Pengelompokan petani hendaknya berdasarkan domisili agar mudah dilakukan komunikasi dan tidak terjadi duplikasi anggota. Namun, sesuai dengan tuntutan lingkungan global ke depan dan juga semangat kerangka kebijakan yang telah ada (misalnya UU perlindungan dan pemberdayaan petani, UU koperasi, UU LKM, dan UU Pemerintahan Desa), organisasi petani mestilah berbentuk formal. Pilihannya adalah koperasi atau BUMP lainnya berupa Perseroan Terbatas (PT), CV, atau juga berupa asosiasi. Organisasi formal akan menjadikan organisasi petani dapat memasuki dunia secara komersial. Bersamaan dengan spirit, bantuan sosial sudah akan dikurangi bahkan mungkin akan dihentikan suatu saat.

Satu hal yang perlu dicatat yaitu pemahaman aparat dan petani tentang sosok organisasi petani ke depan ini belum banyak dipahami. Selain itu, banyak kesiapan kelembagaan yang belum tersedia. Sebagai contoh, jika berbentuk PT, CV, atau asosiasi siapa pembina yang akan memperhatikan dan mendukung?

Sementara, di Kabupaten Gresik, walaupun Jawa Timur terhitung maju dalam hal koperasi, namun masih mayoritas petani belum tahu koperasi itu (bagaimana dan seperti apa) bahkan mayoritas Gapoktan lebih memilih sebagai Gapoktan saja sehingga tidak akan menambah beban tanggungjawab, waktu, dan tenaga. Selain itu, petugas instansi di luar Dinas Koperasi juga masih banyak yang belum mengetahui dengan benar bahwa sebuah organisasi dinamakan koperasi jika sudah berbadan hukum dan mempunyai nomor dari notaris.

Koperasi wanita (Kopwan) yang sudah sangat berhasil dalam usahanya dengan peningkatan dana yang signifikan, namun tetap masih memerlukan tambahan dana untuk mencukupi keperluan dana produktif seluruh anggotanya. Khusus untuk asosiasi, yang diteliti umumnya belum mengetahui bahwa akan menjadi atau disebut asosiasi jika sudah mendapat legalitas dari notaris. Mereka adalah sekelompok orang yang memiliki minat yang sama dalam berbisnis, lalu bergabung dan memilih ketua, sekretaris, dan bendahara. Meskipun ada pembagian tugas, tetapi prakteknya dikerjakan bersama-sama atau siapa pun yang kebetulan dapat mengerjakan. Pendanaan juga ditanggung bersama

Page 65: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

56

karena umumnya anggota asosiasi sudah memiliki kemampuan ekonomi dan pendidikan yang cukup. Ke depan, keberadaan asosiasi sangat penting, namun mereka belum tahu apa dan bagaimana potensi yang mereka miliki. Pemerintah daerah terutama kalangan penyuluhan juga belum memahami dan membinanya.

Tahun 2015 adalah Saat untuk Menyatukan Organisasi-Organisasi Permodalan di Pedesaan Tahun 2015 merupakan saat yang sangat menentukan terhadap organisasi pengelola permodalan di pedesaan. Sesuai dengan Pasal 4 dan 5 UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), pendirian LKM harus berbadan hukum, dan mendapat izin usaha. Bentuk badan hukum dimaksud adalah berupa Koperasi atau Perseroan Terbatas. Dengan demikian, bentuk formalitas LKMA-PUAP (saat ini ada + 47 ribu unit) harus sudah dilakukan, selambatnya 8 Januari 2015 yakni dua tahun setelah diundangkannya UU LKM tersebut.

Implikasi teknisnya, jika masing-masing organisasi pengelola permodalan menjadi koperasi, berarti dibutuhkan 5−8 unit koperasi. Akibatnya, biaya pendidiran koperasi mahal dan pendapatan jasa (keuntungan) kecil sehingga tidak cukup menggaji manajer, staf, dan lain-lain. Organisasi yang kecil-kecil tidak mencapai skala ekonomi dan juga tidak sustain. Pengurus tidak mendapat insentif yang cukup, honor manajer misalnya hanya 300 ribu rupiah per bulan.

Namun, jika seluruh organisasi pengelola permodalan tersebut disatukan, akan mencapai skala ekonomi dan lebih sustain. Dengan potensi pendapatan 100 juta rupiah setahun, akan mampu menggaji manajer dan staf minimal 3 juta rupiah perorang per bulan. Dengan begitu, pengelolaan akan lebih profesional.

Page 66: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

57

Gambaran Penyatuan Pengelolaan Organisasi Pengelola Permodalan Di Desa

Organisasi pengelola permodalan

Jumlah modal (Rp )

Potensi pendapatan (+ 10 %/tahun)

Potensi pendapatan

Jika disatukan1. LKMA-PUAP 100 juta 10 juta

+ Rp 100 juta

2. LDPM 225 juta 22,5 juta3. LPM 50 juta 5 juta4. Koperasi wanita 15 juta 1,55. KUD 300 juta 30 juta6. Koperasi pengrajin 200 juta 20 jutaTingkat keberlanjutan

Rendah, keuntungan rendah, masing-masing tidak sustain

Tinggi, mencapai skala ekonomi, dan lebih berlanjut

Dengan organisasi permodalan yang mencapai skala ekonomi, petani memiliki jaminan untuk memenuhi kebutuhan permodalan usahanya.

Kita Butuh Organisasi Petani yang Kuat di Tingkat Kabupaten/KotaSampai saat ini, organisasi petani baru dirancang sampai tingkat desa, yakni Gapoktan. Dengan perubahan konstelasi politik yang lebih memberi otoritas pada tingkat lokal kabupaten/kota, sesungguhnya organisasi petani pun mesti menjadi aktor lokal yang representatif di tingkat ini.

Page 67: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

58

Local government memiliki banyak makna, salah satu paham berkenaan hal ini ialah memiliki otonomi (lokal) dalam arti self government atau mempunyai kewenangan untuk mengatur (rules making) dan mengurus (rules application) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi publik (Hoessein 2002), masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing).

Otonomi daerah berhubungan dengan pemerintahan daerah otonom (self-local government). Pemerintahan daerah otonom adalah badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri, berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi serta kedaulatan nasional.

Pihak yang mengisi penyelenggaraan urusan rumah tangga pada daerah otonom adalah masyarakat daerah otonom tersebut karena pada hakikatnya yang diberi otonomi adalah masyarakat yang di tinggal di daerah tersebut, bukan daerah ataupun pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam daerah otonom masyarakat sendiri yang menentukan cara mengatur dan mengurus kepentingannya. Dengan demikian, masyarakat memilih kepala daerah dan wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan, membuat program, dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Contoh daerah otonom (local self-government) adalah kabupaten dan kota. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten, dan Kota berdasarkan asas desentralisasi. Kabupaten dan Kota menjadi daerah otonom penuh karena menggunakan asas desentralisasi. Selain itu, di bawah undang-undang ini juga, kabupaten dan kota menjadi daerah otonom sebagai daerah/wilayah administrasi (local state government).

Secara administratif yang telah berjalan sejak tahun 2000, pemberlakuan undang-undang RI tentang otonomi daerah memberikan suasana yang cukup menentukan terbentuk dan berkembangnya organisasi petani. Eksistensi petani dalam ‘percaturan’ politik lokal sampai saat ini belum mengandalkan organisasi formal, namun lebih pada tokoh. Tokoh petani dari kalangan KTNA sudah cukup diakui oleh pimpinan daerah terutama di Kabupaten Agam dan Gresik.

Page 68: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

59

Dalam hal keberpihakan Pemda terhadap petani dan sektor pertanian, sebagai contoh dapat dibandingkan kasus di lokasi kajian, di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Gresik, di masing-masing kabupaten tercermin pada “kemajuan sektor pertanian”.

Usaha meningkatkan pertanian di Kabupaten Gresik tidak hanya dilakukan di wilayah perdesaan, tetapi juga di perkotaan (bekerja sama dengan Kelompok PKK). Kegiatan tersebut dinamakan “Urban Farming” (UF) yang bertujuan untuk menyediakan bahan pangan untuk masyarakat kota, meningkatkan kualitas lingkungan, dan estetika perkotaan. Urgensi UF adalah fakta saat ini 60 persen wilayah Pulau Jawa adalah kota dan 40 persen sisanya merupakan perdesaan. Komposisi ini dua kali lipat dibandingkan 20 tahun lalu, wilayah perkotaan hanya 30 persen dan selebihnya perdesaan. Melalui UF, pengelolaan lahan pekarangan yang berprinsip 3 R (reuse, reduce, dan recycle) diyakini akan menjadikan kota lebih bersih dari sampah, bertambah segar dengan oksigen yang dihasilkan tanaman, kota menjadi cantik, dan masyarakat kota bertambah sehat dengan sayuran juga buah segar tanpa pestisida, serta dapat membantu keuangan keluarga karena keperluan sayur-mayur dapat dicukupi sendiri, bahkan dapat menambah penghasilan keluarga.

Kegiatan UF di kelompok Sirih Merah cukup sukses. Jumlah warga di kompleks ini 50 KK, 60 persen merupakan pensiunan. Mereka memulai menjalankan kegiatan UF sejak September 2013, pernah memenangkan lomba lingkungan hidup juara II (tahun 2009) dan juara I tahun 2011 (menerima hadiah uang sebesar 3 juta rupiah). Selanjutnya, kelompok ini dijadikan lokasi percontohan UF dengan tambahan dana 47 juta rupiah untuk pembuatan kolam lele juga diberi benih sayuran. Kegiatan dilakukan di lahan tidur yang telah mendapatkan izin dari pemilik (dalam jangka waktu tidak ditentukan). Program UF memberikan bantuan benih lombok dan terong, sedangkan Proyek P2KP membuat kebun 30.000 bibit, kolam, dan buah-buahan untuk keperluan anggota.

Bidang penyuluhan pertanian juga sudah menjadi titik perhatian Pemda di semua lokasi kajian. Usaha Pemda untuk mengembangkan dan memanfaatkan penyuluhan dimulai membentuk dan menyediakan institusi/kantor penyuluhan sampai dengan mengadakan berbagai program ekonomi khsusus untuk petani. Pada hakikatnya setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada di daerah, sudah melakukan kegiatannya sesuai Tupoksi dan tidak ada Dinas

Page 69: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

60

yang secara khusus hanya memperhatikan petani. Badan Koordinasi Penyuluh Pertanian bahkan tidak khusus hanya melakukan pembinaan kepada petani karena mereka lebih memperhatikan pada penyampaian teknologi. Demikian pula, untuk organisasi tidak ada pihak khusus yang memperhatikannya. Organisasi petani menyebar di berbagai pihak dan program. Penyuluh pertanian tidak memperhatikan organisasi petani secara khusus. Organisasi seharusnya tidak dikembangkan dalam konteks demi organisasi. Tetapi sebagai pelengkap atau wadah dalam menjalankan program pembangunan. Dari pihak petani, diangkat pula penyuluh swadaya yang berperan sebagai narasumber teknologi di desa. Tabel berikut menyajikan berbagai indikator kualitatif politik lokal petani di lokasi kajian.

Page 70: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

61

Kond

isi P

oliti

k Lo

kal P

etan

i Di L

ima

Loka

si Ka

jian

Indi

kato

rM

ajal

engk

aG

arut

Gre

sik

Mal

ang

Aga

mPe

rhat

ian

Pem

da,

pro-

gram

pe

mba

-ng

unan

pe

rtan

ian

inisi

atif

Pem

da

Ada,

Bup

ati c

ukup

pe

rhat

ian

terh

adap

se

ktor

per

tani

an,

nam

un b

eber

apa

prog

ram

tida

k te

pat

sasa

ran

dan

kura

ng

foku

s.

Toko

h pe

tani

ada

ya

ng d

ekat

den

gan

Bupa

ti (y

ang

satu

pa

rtai

)

Men

erap

kan

pola

ta

nam

“th

ree i

n on

e”

(jagu

ng, k

edel

ai, c

abe,

sin

gkon

g, ja

gung

, kol

, da

n ca

be)

Men

ggal

akka

n K

opw

an,

term

asuk

unt

uk

usah

atan

i dan

“ur

ban

farm

ing”

Mem

berd

aya-

kan

loka

si ek

s Pro

gram

FE

ATI m

enja

di

orga

nisa

si ek

onom

i

Pem

da P

rovi

nsi

dan

Kab

upat

en

cuku

p m

embe

rikan

pe

rhat

ian

terh

adap

se

ktor

per

tani

an

deng

an c

ara

pem

bina

an se

cara

la

ngsu

ng d

an

holis

tik (s

ampa

i pe

mas

aran

da

n ke

perlu

an

perm

odal

an

difa

silita

si)

Duk

unga

n pa

da

kegi

atan

pe

nyul

uhan

Suda

h di

bent

uk

insit

usi y

ang

men

guru

si pe

nyul

uhan

Dise

diak

an ru

anga

n kh

usus

di B

P4K

Men

yele

ngga

raka

n “T

emu

Mitr

a” “

Tilik

D

eso”

, “Te

mu

Bisn

is”

Sam

bung

Ras

a

Sos

ialis

asi d

i se

luru

h W

KPP

, m

engg

alak

kan

peta

ni p

engg

arap

(1

0% p

etan

i) ag

ar

men

jadi

ang

gota

Po

ktan

Ada

prog

ram

kh

usus

“p

embe

rday

aan

peta

ni”

Page 71: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

62

Indi

kato

rM

ajal

engk

aG

arut

Gre

sik

Mal

ang

Aga

mD

ukun

gan

kepa

da

KT

NA

Tida

k se

cara

khu

sus

ada

duku

ngan

, kec

uali

jika

KT

NA

ters

ebut

de

kat a

tau

satu

par

tai

deng

an B

upat

i

Dise

diak

an ru

anga

n kh

usus

di B

P4K

Duk

unga

n kh

usus

ke

pada

KT

NA,

dim

ana

toko

h ke

tua

KT

NA

deka

t den

gan

Bape

luh

dan

Bupa

ti, b

ersa

ma-

sam

a m

enja

lank

an

kegi

atan

bul

anan

kel

iling

be

rtem

u pe

tani

Ket

ua K

TN

A ad

alah

man

tan

ketu

a D

PRD

pe

riode

yan

g la

lu

Dib

erik

an ru

anga

n di

Bap

peda

, ada

an

ggar

an k

husu

s un

tuk

oper

asio

nal

KT

NA.

Duk

unga

n ke

pada

as

osia

si pe

tani

Han

ya m

emfa

silita

si pe

mbe

ntuk

an

Aple

ma,

tida

k di

ikut

i de

ngan

pem

bina

an

dan

fasil

itasi

kerja

sa

ma

lanj

utan

(p

roye

k2 P

emda

tida

k m

embe

ri ke

sem

pata

n ke

pada

Apl

ema

untu

k be

rpar

tisip

asi)

Belu

m a

da

duku

ngan

kh

usus

. As

osia

si pe

tani

te

mba

kau

bany

ak d

iban

tu

peng

usah

a ro

kok

Asos

iasi

Pete

rnak

Puy

uh

Indo

nesia

di

kuku

h-ka

n pa

da 1

3 N

ovem

ber

2013

, ke

mud

ian

men

jadi

ko

pera

si

Belu

m a

da k

ejel

asan

sika

p Pe

mda

terh

adap

keb

erad

aan

asos

iasi

Men

guku

hkan

As

osia

si Pi

sang

Mas

K

irana

di t

iga

desa

.

Men

guku

h-ka

n C

V

Usa

ha S

usu,

pak

an

tern

ak d

an k

erip

ik

di K

ecam

atan

D

awu

Belu

m a

da p

ihak

ya

ng m

eras

a be

rtan

ggun

g ja

wab

terh

adap

ke

bera

daan

aso

siasi

Kond

isi P

oliti

k Lo

kal P

etan

i Di L

ima

Loka

si Ka

jian

(Lan

juta

n)

Page 72: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

63

Indi

kato

rM

ajal

engk

aG

arut

Gre

sik

Mal

ang

Aga

mD

ukun

gan

khus

us

kepa

da

pers

oala

n pe

tani

Bupa

ti re

spon

te

rhad

ap p

erso

alan

se

hari-

hari

peta

ni, d

an

peta

ni d

apat

ber

tem

u la

ngsu

ng b

upat

i di

kant

orny

a

Men

inda

k-la

njut

i UU

te

ntan

g pe

nyul

uh-

an, d

enga

n m

enge

luar

kan

pera

tura

n da

erah

ya

ng le

bih

mem

perh

atik

an

peny

uluh

- an

pert

ania

n

Bers

ama

SKPD

men

cari

solu

si m

asal

ah y

ang

men

gem

uka

pada

pe

rtem

uan

bula

nan,

dan

dib

ahas

pa

da p

erte

mua

n be

rikut

nya

Bek

erja

sam

a de

ngan

BR

I m

engu

cur-

kan

dana

KK

P se

besa

r R

p 2

M u

ntuk

47

oran

g pe

tani

yan

g be

rhas

il, d

enga

n tu

ngga

kan

0 pe

rsen

Bupa

ti “t

akut

” ke

pada

pet

ani,

setia

p m

asuk

an

dan

pers

oala

n pe

tani

lang

sung

di

resp

onny

a.

Keb

erha

silan

to

koh

tani

di

legi

slatif

Ada

yan

g ja

di

angg

ota

DPR

D Ja

bar

perio

de 2

014-

2019

Wal

aupu

n K

etua

Ap

lem

a m

eran

gkap

Pe

ngur

us P

DIP

te

tapi

tida

k ad

a pe

ngar

uhny

a un

tuk

kebe

rhas

ilan

Aple

ma

dan

sekt

or p

erta

nian

um

umny

a

Belu

m a

da

yang

dud

uk d

i le

gisla

tif

Ket

ua K

TN

A m

enja

di a

nggo

ta

DPR

P pe

riode

210

4-20

19K

etua

KT

NA

man

tan

ketu

a D

PRD

Ket

ua K

TN

A m

enja

di k

etua

K

TN

A pr

ovin

si da

n pe

ngur

us

KT

NA

pusa

t

Kond

isi P

oliti

k Lo

kal P

etan

i Di L

ima

Loka

si Ka

jian

(Lan

juta

n)

Page 73: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

64

Dalam rangka mempersiapkan Gapoktan menjadi koperasi, Dinas Koperasi melakukan pembinaan tentang pengetahuan tentang akutansi dan manajemen yang dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan khusus dari Dinas Koperasi. Saat ini Kabupaten Gresik memperoleh tenaga penyuluh lapang 4 orang. Mereka adalah tenaga honorer yang dibiayai pusat sejak tahun 2012. Mereka ditugaskan menangani 2 wilayah perorang, tetapi kini hanya membantu tugas di kantor dinas. Kesempatan untuk mengevaluasi sekaligus sosialisasi program baru termasuk UU 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian yakni pada saat menghadiri RAT. Oleh karena itu, dinas berupaya selalu menghadiri RAT.

Tidak seperti wilayah lain di Indonesia, koperasi sangat populer di Kabupaten Gresik. Namun, belum ada koperasi yang khusus berusaha di bidang pertanian. Telah banyak dibentuk koperasi wanita yang umumnya untuk usaha simpan pinjam, jumlah seluruhnya saat ini 356 unit. Tujuan peminjaman salah satunya ada yang dipakai untuk membeli saprotan, seperti pupuk untuk usaha-tani sayuran. Namun, tujuan ini tidak mudah ditelusuri karena pengurus koperasi tidak melaporkan pemanfaatan dana yang dipinjam. Bagi koperasi, yang terpenting pinjaman kembali tepat waktu sesuai aturan yang berlaku. Secara umum, perkembangan Kopwan sangat maju, dari dua kali dana bantuan masing-masing 25 juta rupiah, saat ini minimal sudah mencapai Rp140 juta dan maksimal Rp286 juta. Diakui, Kopwan sangat bagus dalam mengelola dana. Saat ini baru ada paguyuban Kopwan di tingkat kecamatan, direncanakan ada satu di setiap kabupaten.

Untuk organisasi yang kuat, setiap individual organizaion di tingkat dusun dan komunitas perlu memiliki “pelindung” di tingkat kabupaten. Dengan banyaknya asosiasi, akan memperkuat posisi organisasi petani di hadapan otoritas politik riel saat ini yaitu di tingkat pemerintahan kabupaten (eksekutif dan legislatif). Hal ini sangat memungkinkan dengan perubahan UU No.19 tahun 2013 oleh KY seperti disebutkan di atas. Sesuai dengan matrik di bawah, organisasi sentral di tingkat desa adalah Gapoktan, sebagai organisasi pengkoordinasi seluruh organisasi-organisasi di bawahnya di seluruh desa.

Page 74: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

65

Contoh Formasi Organisasi-Organisasi Petani Di Tingkat Kabupaten, Desa Dan Dusun

Tingkat kabupaten

Asosiasi2 komoditas

Asosiasi2 organisasi

Asosiasi2 kepentingan

Asosiasi2 beradasar minat

-Asosiasi penyuluh swadaya

-Asosiasi KTNA

Tingkat desa Gapoktan

Tingkat dusun/

komunitas

-Kelompok tani komoditas

-Kelompok tani berdasarkan wilayah

-Kelompok P3A

-Koperasi

-Organisasi pengelola permodalan

-UPJA

-Kelompok Taruna Tani

-Kelompok petani organik, dll

-Organisasi P4S

-KTNA

Eksistensi Tokoh Petani dalam Sistem Politik LokalSetiap komunitas memiliki pemimpin, panutan, pionir atau tokoh masyarakat dengan sebutan beragam yang biasanya melakukan terobosan untuk meningkatkan taraf kehidupan diri, keluarga, dan anggota komunitas lainnya. Kasus di Kabupaten Majalengka menarik untuk dibahas pada penelitian ini. Ketua koperasi adalah seorang guru SMP yang sangat berperan dalam mengembangkan Koperasi Tani Mekar Mulya, di Kabupaten Majalengka, tadinya berasal dari Gapoktan yang bergerak dalam pemeliharaan sapi perah. Selain berhasil mengembangkan koperasi susu, pemeliharaan sapi perah sebanyak 240 ekor, dan telah memberikan tambahan pendapatan dari kotoran sapi yang dibuat pupuk organik (dengan produksi 14−15 ton/bulan). Anggota yang membeli diberi harga lebih murah. Sisa hasil usaha juga terus meningkat dan pengurus serta pegawai koperasi sudah digaji sesuai kemampuan koperasi.

Keberadaan tokoh petani sudah mulai diperhitungkan dalam konstelasi politik lokal. Para pengurus KTNA tidak hanya sering diundang rapat di Dinas Pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluhan bahkan ke tingkat Sekda dan Bupati. Ketua KTNA kabupaten di Gresik bahkan baru saja terpilih menjadi

Page 75: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

66

seorang anggota legislatif untuk periode 2014−2019. Demikian pula di Jawa Barat, sudah cukup banyak KTNA yang masuk sebagai anggota legislatif, dan sebagian juga aktif di partai politik. Ketua asosiasi Aplema juga merupakan pengurus cabang partai politik di wilayahnya. Dengan demikian, telah mulai tumbuh fenomena kesadaran politik petani, meskipun masih pragmatis dan belum memiliki pola dan struktur perjuangan yang jelas. Eksistensi petani dalam percaturan politik lokal sampai saat ini belum mengandalkan organisasi formal, namun lebih pada tokoh. Tokoh petani, terutama dari kalangan KTNA, sudah cukup diakui oleh pimpinan daerah, terutama di Kabupaten Agam dan Gresik.

Wawancara dengan Tokoh KTNA Jabar yang terpilih menjadi anggota DPR

Sejauh apakah organisasi petani dalam bidang politik? Dapatkah petani memiliki partai politik sendiri? Kondisi sosial politik saat ini sesungguhnya memberi peluang yang cukup. Artinya, struktur masyarakat kita memungkinkan petani membentuk partai politik sendiri. Petani telah memiliki calon-calon pemimpin yakni mereka yang berpengetahuan cukup dan cakap berorganisasi, cukup cerdas dan tangkas berbicara/berdebat, serta juga cukup banyak yang

Page 76: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Rancangan Organisasi Petani Ke Depan

67

bermoral suci. Sementara, secara teknis organisasi-organisasi petani nasional juga sudah cukup secara kuantitas dan beragam. Jaringan komunikasi dan jaringan kerja juga sudah mulai terbangun.

Untuk menjadi aktor dalam dunia modern, relasi antar organisasi tidak terhindarkan. “It is proven vital to sustain relationship between organizations particularly between consumers and suppliers” (Redza et al. 2014). Basis dari keberhasilan organisasi adalah modal sosial di dalamnya. Dengan modal sosial yang kuat, dalam hal ini mencakup kombinasi dari roles, rules, norms, and values pengelolaan irigasi tetap bisa mampu berjalan bahkan terbukti mampu tetap memperoleh hasil produksi yang tinggi, meskipun sedang musim kemarau. Tindakan kolektif yang dituju dengan organisasi petani dimungkinkan karena ada basis modal sosial yang kuat (hasil riset Uphoff dan Wijayaratna 2000 di Srilangka).

Lebih jauh, dengan perubahan kebijakan penyuluhan pertanian di Indonesia yang lebih terbuka sesuai dengan UU No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bentuk dan peran organisasi petani juga harus menyesuaikan. Riset Yang et al. (2014) yang mempelajari peran organisasi petani dalam agricultural innovation system (AIS) dari 3 kasus di Cina menyimpulkan bahwa organisasi petani memainkan peran penting dalam hal menciptakan pengetahuan yang lebih konstektual dan sesuai (contextual and integrated knowledge) untuk inovasi, melekat pada relasi yang mengintermediasi inovasi, dan memposisikan diri sebagai perwakilan (representative position) yang legitimatif untuk petani.

Segala perubahan ini menuntut syarat kondisi politik yang kondusif. Kondisi politik yang dibutuhkan adalah “Attention should focus on means of legitimising rights and building capacity to, demand accountability” (Mbeche and, Dorward, 2014). Yang dibutuhkan adalah “...reconfiguring of structures and coordinating stakeholder capacity in understanding the changes, is necessary for successful reform”. Pemerintah perlu melegitimasi hak-hak petani kecil (smallholder farmers’ rights) dan memperkuat kapasitas mereka.

Relasi antar-aktor lintas wilayah dan tingkat juga perlu dibenahi (Stock et al. 2014). Dengan begitu, otonomi petani melalui organisasinya perlu diberikan makna baru. Pada hakikatnya otonomi petani merupakan kekuatan utama pada diri petani. Riset Stock dan Forney (2014) di Selandia Baru dan swiss mendapatkan,

Page 77: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

68

“autonomy is a social tool used by farmers. ....Autonomy indicates a freedom of lifestyle versus constraints on personal freedom. .....Autonomy as both value

and tool that help us understand farmers within a wider set of economic, environmental and interpersonal relations”.

Hal ini sejalan dengan temuan Bebbington et al. (2006), tentang bagaimana memperkuat relasi politik dan ekonomi petani melalui pemanfaatan modal sosial.

*******

Page 78: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Bab VI Penutup

….…. masih butuh perjuangan keras membentuk organisasi yang kuat, mandiri, dan berperan terhadap perbaikan kesejahteraan petani, khususnya petani kecil ………..

Penggalian data dan informasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun UU No.19 Tahun 2013 memungkinkan untuk membentuk berbagai jenis organisasi petani, namun dari 5 lokasi penelitian, semua Dinas Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhannya masih membatasi diri hanya pada kelompok tani dan Gapoktan. Pedoman pendirian dan pembinaan organisasi petani untuk jenis asosiasi komoditas, dewan komoditas nasional, koperasi pertanian, maupun BUMP lainnya juga belum ada yang menyusun.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran organisasi petani, meskipun kesempatan telah agak terbuka, namun berbagai fungsi yang sudah dipenuhi baru mencakup komunikasi dan administrasi. Dengan demikian, untuk relasi atas-ke bawah, memenuhi kebutuhan pelaksana program. Fungsi ekonomi organisasi masih terbatas, kecuali untuk beberapa koperasi, sedangkan fungsi advokasi politik baru sebatas peran tokoh-tokoh personal KTNA.

Ke depan, untuk mengembangkan organisasi petani secara keseluruhan, perlu dilakukan hal-hal berikut: Satu, untuk penguatan posisi politik petani, terutama di tingkat kabupaten/kota, dibutuhkan organisasi representatif yang lain, selain KTNA berupa berbagai jenis dan bentuk asosiasi. Organisasi yang formatnya cenderung terbuka adalah asosiasi. Oleh karena itu, sangat berpeluang misalnya untuk membentuk berbagai asosiasi ke depan seperti asosiasi Gapoktan, asosiasi penyuluh swadaya, asosiasi koperasi wanita, asosiasi petani komoditas, dan lain-lain. Kemungkinan peluang ini dikarenakan dari hasil observasi ditemukan bahwa petani mulai memiliki kesadaran untuk memasuki dunia politik, setidaknya dengan memasuki dewan legislatif.

Page 79: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

70

Dua, pengembangan organisasi petani ke depan menghadapi banyak tantangan-tantangan baru yang selama ini belum dipahami. Ada banyak revisi dan penyesuaian peraturan yang harus segera dilakukan pasca revisi UU P3 oleh Mahkamah Konstitusi. Tahap selanjutnya, dibutuhkan berbagai sosialisasi dan diskusi untuk penajaman kebijakan sehingga sesuai dengan arah perubahan ini.

Tiga, pada tataran teknis, untuk menghadapi peluang dan tantangan baru ini, penyuluh pertanian harus lebih mampu menjalankan fungsi pengembangan komunitas (community-organizing role). Petugas penyuluhan harus belajar prinsip-prinsip community-organizing and group management skills yang berkenaan dengan conflict resolution, negotiation, dan teknik-teknik persuasive communication.

Empat, sebagaimana banyak produk kebijakan yang telah dikeluarkan akhir-akhir ini yang semakin sejalan dengan prinsip partisipatif dan demokratis sehingga dibutuhkan penyesuaian dari sistem manajemen pembangunan yang menuntut untuk lebih fleksibel. Pemahaman dan keberpihakan stakeholders lain untuk menciptakan kondisi yang kondusif juga merupakan keniscayaan.

Namun demikian, di atas persoalan ini semua, perlu digarisbawahi tentang aspek waktu. Dalam pengalaman Trebbin (2014) “....it takes an average three to five years to build a producer company that can successfully operate its marketing business while, at the same time, managing its internal and production related issues”. Dibutuhkan waktu yang cukup untuk merancang, membentuk, dan menggerakkan organisasi petani. Keberadaan organisasi petani tidak lepas dari lingkungan kelembagaan yang ada. Dengan begitu, lingkungan kelembagaannya pun menjadi objek rekayasa guna tercipta organisasi petani yang powerfull.

Page 80: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Penutup

71

******

Page 81: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 82: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Daftar Pustaka

Badan Litbang Pertanian. 2006. Buku Panduan Umum Primatani. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Badan SDM Deptan. 2007. Program P4K. Pusbangluh, Deptan. (http://www.deptan.go.id/pusbangluh/program/P4K/firstp4k.html).

Badan SDM Deptan. 2007. Program P4K. Pusbangluh, Deptan. (http://www.deptan.go.id/pusbangluh/program/P4K/firstp4k.html).

Badan Sumber Daya Pertanian. 2011. Rencana Strategis Tahun 2010-2014 Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sdm Pertanian, Edisi Revisi. Jakarta.

Bebbington A, Leni D, Erwin F, Guggenheim S. 2006. Local Capacity, Village Governance, and the Political Economy of Rural Development in Indonesia. World Development. VoL34. Issue 11, November 2006. Pages 1958−1976.

Bernard T, Spielman DJ. 2009. Reaching The Rural Poor Through Rural Producer Organizations? A Study Of Agricultural Marketing Cooperatives In Ethiopia. Food Policy. Vol34. Issue 1, February 2009. Pages 60-69.

Bourgeois R, Jesus F, Roesch M, Soeprapto N, Renggana A, Gouyon A. 2003. Indonesia: Empowering Rural Producers Organization. Rural Development and Natural Resources East Asia and Pacific Region (EASRD).

Bratton M. 1986. Farmer organizations and food production in Zimbabwe. World Development. Vol14. Issue 3, March 1986. Pages 367−84

Leeuwis C. 2006. Paradigma baru Penyuluhan: Komunikasi untuk INOVASI. Communication for Rural Innovation: Rethinking Agricultural Extension. Blackwell Publishing. Wageningen University.

Page 83: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

74

Chamala S, Shingi PM. 2007. Chapter 21−Establishing and strengthening farmer organizations. FAO. http://www.fao.org/docrep/W5830E/w5830e0n.htm.

Creswell JW. 2007. Qualitative inquiry and research design: Choosing among five traditions (2nd Ed). Thousand Oaks, CA: Sage.

Glover DJ. 1987. Increasing The Benefits To Smallholders From Contract Farming: Problems For Farmers’ Organizations And Policy Makers. World Development. Vol 15. Issue 4, April 1987. Pages 441−448.

Grootaert C. 2001. Does Social Capital Help the Poor?: A Synthesis of Findings from the Local Level Institutions Studies in Bolivia, Burkina Faso and Indonesia. The World Bank: Social Development Family Environmentally and Socially Sustainable Development Network. Local Level Institutions Working Paper No.10, June 2001.

Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Puap) Kementerian Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pengajuan Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2012 Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Desember 2011. Jakarta.

Liverpool T, Lenis SO. 2014. Farmer Groups And Input Access: When Membership Is Not Enough. Food Policy. VoL 46. June 2014. Pages 37−49.

Mbeche RM, Peter D. 2014. Privatisation, Empowerment And Accountability: What Are The Policy Implications For Establishing Effective Farmer Organisations? Land Use Policy. Vol 36. January 2014. Pages 285-295.

McKone CE. 1990. FAO People’s Participation Programme - the First 10 Years: Lessons Learnt and Future Directions. Human Resources Institutions and Agrarian Reform Division, Food and Agriculture Organization of the United Nations, 1990.

Penunia EA. 2011. The Role of Farmers’ Organizations in Empowering and Promoting the Leadership of Rural Women. Asian Farmers Association for Sustainable Rural Development (AFA) Philippines. UN Women In cooperation with FAO, IFAD, and WFP. Expert Group Meeting Accra, Ghana. 20−23 September 2011.

Page 84: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Daftar Pustaka

75

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/Ot.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 91/Permentan/Ot.140/9/2013 Tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 25/Permentan/Ot.140/5/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian.

Pertev R. 1994. The Role of Farmers and Farmers’ Organizations. Mediterranean Committee of the International Federation of Agricultural Producers (IFAP), Paris (France) (h ttp://om.cih eam.org/article.ph p?ID PD F=9 4400041)

Redza A, Shahrina MN, Shamsuri S, Hasnida W. 2014. Inter-organization Communication Management between Organizations in a Subsidized Fertilizer Market in Malaysia. UMK Procedia. Vol 1. 2014. Pages 33−41.

Scott RW. 2008. Institutions and Organizations: Ideas an Interest. Sage Publication, Los Angeles, London, New Delhi, Singapore: 266 hal. Third Edition.

Sen A. 1962. An Aspect of Indian Agriculture. Majalah Economic Weekly, Vol. 14.

Stock PV, Forney J. 2014. Farmer Autonomy And The Farming Self. Journal of Rural Studies. Vol 36. October 2014. Pages 160−171.

Stock PV, Forney J, Steven B, Wittman H. 2014. Neoliberal Natures On The Farm: Farmer Autonomy And Cooperation In Comparative Perspective. Journal Of Rural Studies. Volume 36. October 2014. Pages 411−422.

Syahyuti. 2012. 35 tahun Berkarya untuk Petani: Sinopsis Penelitian PSE-KP periode 1976 – 2010. IAARD Press.

Syahyuti. 2012. Kelemahan Konsep dan Pendekatan dalam Pengembangan Organisasi Petani: Analisis Kritis terhadap Permentan No.273 tahun 2007. Majalah Analisis Kebijakan Pertanian Vol.10 No.2 tahun 2012.

Page 85: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

76

Syahyuti. 2013. Pemahaman Terhadap Petani Kecil Sebagai Landasan Kebijakan Pembangunan Pertanian. Majalah Forum Agro Ekonomi Vol.31 No.1 Juli 2013.

Syahyuti, Wahyuni S, Suhaeti RN, Zakaria AK, Nurasa C. 2014. Kajian Peran Organisasi Petani Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian. Laporan Penelitian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

Tjondronegoro SMP. 1984. Social Organization and Planned Development in Rural Java: A Study of the Organizational Phenomenon in Kecamatan Cibadak, West Java and Kecamatan Kendal. Central Java, Singapore: Oxford University Press.

Trijono L. 1994. Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur (pp. 23-31). Majalah Prisma No.3, Maret 1994.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131.

United Nation Public Administration Network. 1961. A Handbook of Public Administration. http://www.unpan.org/Portals/0/60yrhistory/documents/ANNEXES/ANNEX%20VI.pdf

United States Department of Agriculture. 1998. A Time to Act: A Report of the USDA National Commission on Small Farms. USDA Miscellaneous Publication 1545.

Uphoff N. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With Cases. Kumarian Press, Cornell University, USA.

World Bank. 2008. World Development Report: Agriculture for Development.

Page 86: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Daftar Pustaka

77

Yang H, Klerkx L, Leeuwis C. 2014. Functions And Limitations Of Farmer Cooperatives As Innovation Intermediaries: Findings From China. Agricultural Systems, Vol.127, May 2014, Pages 115-125.

*****

Page 87: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Page 88: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Biodata Penulis

DR Syahyuti; lahir di Padang Pariaman tahun 1967, di Desa Sungai Asam, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Sejak tahun 1992, bekerja sebagai peneliti bidang sosiologi pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), di Bogor.

Pendidikan sarjana bidang Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian tahun 1991 dan pendidikan master di bidang Sosiologi Pedesaan juga diselesaikan di IPB tahun 2002. Selanjutnya, gelar doktor bidang Sosiologi diperoleh dari Universitas Indonesia pada tahun

2012. Jika dirunut dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, berawal di SDN Sungai Asam, lanjut SMPN Sicincin, dan menyelesaikan SMA di SMAN Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar.

Alhamdullillah, saat ini telah dikaruniai istri (Indri Wulandari, SP) dan tiga cowok keren: Muhammad Dzikry Aulya Syah, Muhammad Isra Abyan Syah, dan Muhammad Iyaz Lazuardy Syah. Beliau dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected]

Selain telah mempublikasikan puluhan artikel di beberapa majalah ilmiah, telah menyusun dan menerbitkan sebuah leaflet berjudul “Peta Pemikiran Lembaga (institution) dan Organisasi (organization) menurut Perspektif Sosiologi, serta beberapa buku sebagai berikut:

Bedah Konsep Kelembagaan: Strategi Pengembangan dan Penerapannya 1. dalam Penelitian Pertanian. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, 2003;

Tiga Puluh Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan 2. Pertanian. Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. 2006;

Page 89: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

80

Memodernkan Pertani Indonesia: Kajian konsep dan Praktek 3. Pembangunan Pertanian. Jakarta: CVBina Rena Pariwara. 2007;

Islamic Miracle of Working Hard: 101 Motivasi Islami Bekerja Keras. 4. Jakarta: Penerbit Manna dan Salwa, 20011; lalu, edisi kedua menjadi: Tangan-tangan yang Dicium Rasul: Nasihat Islami tentang Bekerja Keras. Depok, Pustaka Hira, 2011;

G5. ampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi. IPB Press, 2011;

Mau Ini Apa Itu: Komparasi Konsep, Teori dan Pendekatan dalam 6. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (125 versus 125). Penerbit Naga Media Publishing, Jakarta, 2014; dan

Empat Puluh Inovasi Kelembagaan Adopsi Inovasi Badan Litbang 7. Pertanian: Catatan perjalanan 40 Tahun Badan Litbang Pertanian. AARD Press, 2014.

Selain itu, beliau mengelola 25 lebih blog dengan pengunjung puluhan ribu setiap tahun. Semua blog dimaksud disatukan di web adress ini: http://webblogsyahyuti.blogspot.com/

Ir. Rita Nur Suhaeti, MSi; lahir di Bandung tanggal 23 Juni 1959. Mendapatkan gelar sarjana Pertanian pada tahun 1983 dari Institut Pertanian Bogor, dan gelar Master of Sains (Jurusan Sosiologi Pedesaan) diperoleh tahun 1997 dari Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan jenjang S3 di IPB Bogor Jurusan Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Bergabung di PSEKP sejak 1984 (saat itu masih bernama PAE) dan menjadi abdi negara sejak 1985.

Beberapa pelatihan yang pernah diikuti sebagai berikut: Program on Computer Application and

Development, AIT – Bangkok, Thailand tahun 1998; Workshop Agricultural Planning for Asia and Pacific, ESCAP Bogor, Indonesia tahun 1998; Kursus Gender n PRA, UGM, Indonesia, 2000; Management and Development

Page 90: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Biodata Penulis

81

Training (SWOT), Indonesia tahun 2000; CGIAR Women Leadership, Managementt and Development Course, IRRI, Los Banos, Filipina tahun 2000; Management and Development Training (LFA), Indonesia tahun 2001; Pelatihan Pengarusutamaan Gender di Indonesia tahun 2001; Scientific Writing, IRRI, Los Banos, Filipina tahun 2003; dan ALA III Fellowship, Adelaide, Australia tahun 2008.

Publikasi karya ilmiah dan hasil penelitian baik sebagai penulis tunggal maupun co-author yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah, semi ilmiah, prosiding sebagai berikut: (1) Marketing Constraints on Smallholder Coconut in North Sulawesi Indonesia, Jurnal, 1990; (2) Rice Market Integration in Indonesia: Cointegration Analysis, Jurnal, 1998; (3) Perspektif Perkembangan Agribisnis jeruk di Sumatera Selatan, Prosiding, 1994; (4) Assessment of Losses Related to Irrigated Lowland Conversion, Jurnal, 1997; (5) Pattern of Investment and Recurrent Expenditure in Indonesian Irrigation System, Jurnal, 1987; (6) Prospek dan Perkembangan Produksi Padi Sawah di Jawa Barat, Prosiding, 1995; (7) Studi Evaluasi Keragaan dan Perkembangan P3A di Jawa: Kasus Desa Manganti, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen, Laporan Teknis, 1991; (8) Studi evaluasi keragaan dan perkembangan P3A di Jawa: Kasus Desa Ambulu, Kecamatan Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo, Laporan Teknis, 1991; (9) Analisis Keefektifan Media Penyampaian Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian lingkup BPTP/LPTP, Laporan Teknis, 1998; (10) Prospek pengembangan lahan pasang surut di Indonesia, Buku, 1989; (11) Agricultural Research Management in Indonesia, Proceeding, 1998; dan (12) Prospek dan Kendala Pengembangan KUBA, Warta Litbang, 2000; (13) Engendering Agricultural Development to Empower Marginalized Woman Farmers: A Prerequisite for Reasonable Changes in Indonesia, 2007, Proceeding, RDA-Suwon, South Korea; (14) Market-based Gender Issues in West Kalimantan under The BIMP-EAGA, 2007, ASEAN Secretarat: The Third Report on The Advancement of Women in ASEAN; (15) Impacts of Prenatal and Environmental Factors on Child Growth Evidence from Indonesia, IFPRI, 2009; dan (16) Seed and Information Exchange through Social Networks: The Case of Rice Farmers of Indonesia and Lao PDR, 2012, Sociology Mind, 2, 169-176, IRRI. Tahun 1999 - 2003 menjadi National Coordinator pada program yang didanai oleh World Bank yaitu Social-economic and Gender Analysis (SAGA), sebuah program yang berupaya meningkatkan kapasitas analisis sosial ekonomi dan analisis gender di kalangan pengkaji BPTP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian seluruh Indonesia.

Page 91: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

82

Menikah dengan Dr. Ir. Akmadi Abbas, M.Eng.Sc, dan telah dikaruniai empat orang putra-putri yaitu: Andhika Anjaresta, Viona Phrynandya Therestriany, Revaz Mahandhika Jagatlaga, dan Dyadra Mariana Elvareta serta dua orang cucu yaitu Amanda Rinandra Allysha Akmadi dan Ananda Satria Nayottama Akmadi.

Ir . Sriwahyuni MS; lahir pada 1955 di Pare-Kediri-Jawa Timur, menyelesaikan sarjana peternakan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Usadaya pada 1981 lalu mengabdi di almamaternya di Bagian penyuluhan .

Hijrah ke Bogor, sejak 1983 bergabung dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Bogor sebagai peneliti di bagian ruminansia kecil yang bekerjasama dengan Small Ruminant Collaborative Research Support Program (SRCRSP) dan mendapat

kesempatan menyelesaikan program master di Jurusan Sosiologi Pedesaan pada 1989 dengan puluhan publikasi yang separoh dipresentasikan dalam forum internasional dengan salah satunya mendapat award dalam Asian Australian Animal Production seminar di Bangkok 1992 dan menghasilkan Buku “ Gender dan Usahaternak Kambing Domba, 2013).

Selama di Puslitbangnak, melaksanakan kerja sama penelitian dengan berbagai lembaga internasional: (1) Agricultural Resource Management Project (ARMP) women’s role in farming system- Java and Bali (1993), Studi identifikasi kebutuhan Gender dalam Usaha ternak dan pengembangan Kelembagaan petani Ternak di pedesaan (1996) dan Women Empowerment Model In Small Ruminant Raising (1998). (2) Integrated development of women’s role in Bah Bolon - South Sumatra (AIDAB ,1993) yang menghasilkan dua buah buku Peranan Wanita Tani di Provinsi Sumatra Utara di tahun yang sama. (3) Ecological deterioration, gender and class linkage (IRRI, 1995). (4) The Socio Gender Analysis, for Long Term Survey, JICA project-Type Technical Cooperation Improvement of Dairy Farming Technology in Indonesia (JICA, 1996) . (5) Women’s Role in Swamps Area Integrated Swamp Development Project (ISDP, 1997-200). (6) Impact Study Eastern Island Small Holder

Page 92: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Biodata Penulis

83

Farming System and Livestoct Development Project (ANZDEC, 1999). (7)Local strategies and policies to enhance women participation and coordination in Fire management (FM) and sustainable natural resources Management ( Unieropa, 2006 dan 2007).

Sejak Tahun 2000 hingga sekarang sebagai peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Bogor memperdalam pengetahuan di aspek kelembagaan dengan puluhan publikasi diantaranya berhasil dipresentasikan dalam Internasional Society of Southest Asian l Agriculture Sciences (ISSASS) di Tokyo University of Agriculture, Jepang (2014) dan memperoleh special research award bidang “Agricultural Extension and Human Resources Development” pada International Conference on Natural Resources Management for Food Security and Rural Livelihoods, di National Agriculture Science Center , New Delhi- India (2015).

Tugas sebagai peneliti dilakukan disamping tugas utama sebagai ibu rumahtangga dengan empat orang anak yang sudah memberikan 3 cucu.

Ir. Amar Kadar Zakaria; lahir di Cimahi tanggal 21 Juli 1952, mendapatkan gelar sarjana pertanian jurusan Sosek Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran tahun 1981. Mulai 1 Mei 1979 bekerja sebagai peneliti di LP3 (lembaga Pusat Penelitian pertanian tanaman Pangan), dan lalu masuk ke PSEKP semenjak tahun 1996. Jenjang fungsional Peneliti diawali sebagai Aisten Peneliti Muda bidang Ekonomi Pertanian, tahun 1987 s/d 1991; Ajun Peneliti Muda (1991-1994); Ajun Peneliti Madya (1995-1998); Peneliti Muda (1998-2002), dan Peneliti Madya sejak tahun 2007.

Pelatihan yang pernah diikuti diantaranya: Training Socio Economics Problem Identification and Technology Evaluation. India tahun 1984; Training for Trainors Farming System Sosio-economic Research, IRRI Philippina tahun 1986; Pelatihan Metodologi Penelitian Agro Ekonomi dan Aplikasi Komputer, PAE Bogor tahun 1986; Pelatihan RRA, Balittan Bogor tahun 1991; dan Lokakarya Penulisan Karya Tulis Ilmiah, Bogor tahun 1995.

Page 93: Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)

Organisasi Kesejahteraan Petani

84

Telah dikaruniai empat orang putra-puri yakni : Arief Rachman Zakaria, S Hum; Dwi Adirifa Zakaria, S.P; Ira Utami Dewi, S.H; dan Ria Purnamasari.

Tjetjep Nursana, SE; lahir di Jakarta tahun 1959. Mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Universitas Jayabaya Jurusan Ekonomi Perusahaan tahun 1985. Mulai tahun 1989 bekerja sebagai peneliti pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Perikanan, yakni di Balai Penelitian Perikanan Laut Muara Baru, Jakarta. Lalu, setelah 10 tahun kemudian, yakni mulai tahun 1998, pindah ke Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Mengawali karier peneliti sebagai Ajun Peneliti Muda (1996), lalu meningkat menjadi Peneliti Muda (2005) dan Peneliti Madya (2009).

Saat ini berkeluarga dengan isteri Nurhida, dan telah dikarunia dua orang putra: Alief Samudera Akbar an Ardy Rizki Hidayatullah.

**********