Post on 27-Jun-2015
BAB 1
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama : M. Zaki
Umur : 2 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Chusnul
Nama Ibu : Maskatik
No.RM : 10791640
1.2 Identitas Keluarga
1. Ibu
Umur : 25 th
Pendidikan : SD
Pekerjaan : swasta
2. Ayah
Umur : 30 th
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
3. Saudara-saudara
Jumlah : 1 orang (♂)
Umur : 7 th
1.3 Anamnesis
Anamnesis diberikan oleh orang tua pasien (heteroanamnesis).
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak napas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki, 2 tahun, dalam kondisi sakit dan lemah datang dibawa
oleh kedua orang tuanya dengan keluhan batuk dan sesak napas. Batuk tidak
berdahak mulai 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas mulai dari 1 hari
1
sebelum masuk rumah sakit dan berlangsung terus menerus. Napasnya cepat.
Tidak ada demam. Muntah dan mencret pada saat setelah masuk rumah sakit.
Sebelum datang ke rumah sakit, pasien telah diperiksakan ke dokter sebelumnya.
Oleh dokter yang memeriksa, pasien hanya dibilang sesak saja lalu diberikan
resep salbutamol. Dokter juga memberikan interhistin dan cefixim untuk
mengatasi batuknya. Kondisi pasien tidak membaik dengan pemberian obat yang
telah diresepkan dokter sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa disangkal, tetapi orang tua pasien memberitahukan
bahwa pasien pernah sesak waktu bayi, dibawa ke IGD, tetapi kemudian pulang
paksa.
Riwayat alergi, diare, kejang, batuk lama disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
Riwayat masuk keluar rumah sakit :
Bronkopneumonia, dirawat selama 1 bulan pada Februari 2009.
DBD, dirawat selama 9 hari pada April 2010.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu : TBC, asma
Ayah : alergi makanan (gatal-gatal)
Saudara : -
5. Riwayat Kelahiran
Lahir tanggal 23 Desember 2008
Normal, per vaginam, tanpa kesulitan.
Di RS Saiful Anwar, Malang.
BB : 2750 gr ; PB : 49 cm
6. Kelainan Bawaan
Terdapat bintik putih di tepi kornea (ptyrigium).
7. Makanan
Utama masih ASI. Kualitas kurang. Kuantitas kurang.
8. Imunisasi
Lengkap : - campak
- DPT
2
- Hepatitis B
- Polio
- BCG
1.4 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, napas spontan cepat
dengan retraksi dinding dada, atopi
Kesadaran : 456
Vital Sign : Temp : 36,8oC
BP : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 48 x/menit
PB : 78 cm
BB : 10,2 kg
1.5 Diagnosis
Sementara/awal : pneumonia, gizi kurang
Setelah hari ke-3 MRS : - asma serangan sedang, serangan pertama
- gizi kurang
1.6 Terapi
Awal : - iv. antrain 10 amp
- ampicillin 3x250 mg
- chloramphenicol 3x125 mg
- nebul Pz + ventolin /2 jam
Sekarang : - ampicillin 3x500 mg iv.
- dexamethasone 3x1,5 mg iv.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut GINA (Global Initiative for Asthma), asma adalah gangguan inflamasi
kronis saluran napas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil,
dan limfosit T. Inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak
napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengungkapkan bahwa kecurigaan asma
timbul apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara
episodic, cenderung pada malam/dini hari(nocturnal), musiman, setelah aktivitas
fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada penderita atau keluarganya.
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, sekitar 130 juta orang terkena asma. Prevalensinya 8-10 kali
lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Pada
negara maju, prevalensi lebih tinggi pada kelompok pendapatan rendah di area
urban jika dibandingan dengan yang lain.
Di Indonesia, Sidhartani di Semarang tahun 1994 meneliti 632 anak usia dua belas
hingga enam belas tahun dengan menggunakan kuesioner International Study of
Asthma and Allergy in Children (ISAAC) dan pengukuran Peak Flow Meter
menemukan prevalensi asma sebesar 6,2%.
2.3 Etiologi
1. Infeksi saluran pernafasan; terutama disebabkan oleh infeksi virus. Bayi dan
anak dengan persisten wheezing dan asma mempunyai IgE tinggi dan respon
imun eosinofil, saat pertama kali terserang infeksi.
2. Alergen; terdapat dua respon yaitu, early asthmatic responses (respon dalam
waktu singkat) yang terjadi lewat terbentuknya mediator IgE dari sel mast dalam
hitungan menit pasca paparan alergen dan berakhir dalam dua puluh hingga tiga
puluh menit. Late asthmatic responses (respon lambat) yang terjadi dalam empat
4
hingga dua belas jam pasca paparan alergen dengan gejala berat yang berakhir
selama satu jam atau lebih. Alergen berupa makanan, kutu, debu, dan lain-lain
3. Irritan ; zat iritan berupa asap rokok, udara dingin, bahan kimia, parfum, bau
cat, polusi udara yang dapat mencetuskan hiperresponsif bronkial (mekanisme
inflamasi).
4. Perubahan cuaca
5. Olahraga ; panas dan kehilangan cairan dapat meningkatkan osmolaritas cairan
pernafasan dan mengakibatkan terbentuknya mediator-mediator. Dingin
mengakibatkan kongesti dan dilatasi pembuluh darah bronkial, selama fase
penghangatan setelah olahraga, pembuluh darah agak melebar.
6. Emosi
7. Reflux gastroesofagus (GER) ; asam mengakibatkan meningkatnya resistensi
jalan nafas
8. Inflamasi saluran nafas atas ; rhinitis alergi, sinusitis, dan lain lain
9. Asma nokturnal ; diakibatkan oleh alergen, sinusitis, refluks gastroesofagus,
inflamasi parenkim, dan lain lain.
2.4 Patogenesis
Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas pada asma merupakan akibat dari berbagai proses patologis.
Pada jalan napas kecil, aliran udara diatur oleh otot polos yang melingkari lumen
jalan napas; bronkokonstriksi dari lapisan otot bronkiolar ini menghambat dan
menghalangi aliran udara. Suatu infiltrate inflamasi selular yang terutama terdiri
dari eosinofil, dapat mengisi jalan napas dan menginduksi kerusakan epitel serta
deskuamasi ke dalam lumen jalan napas. Produksi mucus yang berlebihan dan
edema dari jaringan sekitar juga berperan dalam obstruksi jalan napas.
Inflamasi Jalan Napas, Hiperresponsif, dan Remodeling
Pada penderita asma, terdapat peningkatan jumlah sel mast, eosinofil teraktivasi,
dan helper T lymphocytes teraktivasi. Helper T lymphocytes yang memproduksi
sitokin proalergik¸ proinflamasi (e.g., IL-4, IL-5, IL-13) dan kemokin (e.g.,
RANTES, eotaxin) memediasi proses inflamasi ini. Sel-sel imun lainnya (e.g.,
5
cytotoxic T lymphocytes, NK cells, eosinophils, mast cells, basophils) juga dapat
memproduksi sitokin dan kemokin tersebut. Inflamasi jalan napas sangat
berhubungan dengan hipersensitivitas otot polos jalan napas (airways
hyperresponsiveness) terhadap paparan iritan, seperti udara dingin, udara kering,
bau-bauan, dan partikulat dalam asap.
Inflamasi jalan napas juga berhubungan dengan perubahan jalan napas yang
kurang reversible, seperti penebalan membrane basalis, deposisi kolagen
subepitel, dan hipertrofi hyperplasia kelenjar mucus. Remodeling jalan napas ini
menunjukkan adanya proses perbaikan jaringan yang menyimpang sebagai respon
terhadap cedera jaringan yang persisten.
Perubahan struktur yang terjadi :
- Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
- Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus
- Penebalan membran reticular basal
- Pembuluh darah meningkat
- Matriks ekstraseluler fungsinya meningkat
- Perubahan struktur parenkim
- Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Proses inflamasi pada asma akan menyebabkan reaksi inflamasi akut dan kronis.
Pajanan allergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respons
alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase
lambat.
-Reaksi Fase Awal/Cepat (Early Phase Reaction)
Reaksi fase cepat dihasilkan oleh aktivitas sel-sel yang sensitive terhadap allergen
IgE spesifik, terutama sela mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen
alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan
antara sel dan IgE mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi
mediator-mediator seperti histamine, proteolitik, enzim glikolitik, heparin, serta
mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosine, dan
oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator yang sudah terbentuk
sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran
6
respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mucus, vasodilatasi dan
kebocoran mikrovaskular.
-Reaksi Fase Lambat
Timbul beberapa jam lebih lambat dibandingkan fase awal.meliputi pengerahan
dan aktivitas dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, neutrofil dan makrofag. Juga
terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi dan
pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang
teraktivitas oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2. Selanjutnya
dalam 2-4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta
produksi mediator proinflamasi, seperti IL-2, IL-5 dan GM-CSF untuk
pengerahan dan aktivitas sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga
reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.
Eksaserbasi Asma Berat
Obstruksi jalan napas selama eksaserbasi asma dapat menjadi ekstensif, sehingga
menyebabkan insufisiensi respiratoris yang mengancam nyawa. Seringkali,
eksaserbasi asma memberat pada malam hari (i.e., antara tengah malam hingga
jam 8 pagi), ketika inflamasi jalan napas dan hiperresponsif pada puncaknya.
Komplikasi yang dapat terjadi selama eksaserbasi berat termasuk atelektasis dan
pneumomediastinum atau pneumothorax.
Yang harus diperhatikan, farmakoterapi lini pertama, ß-agonists, dapat
meningkatkan aliran darah pulmonary melalui area paru yang obstruksi dan tidak
teroksigenasi, menimbulkan ventilation-perfusion mismatching, dan menginduksi
terjadinya hipoksemia. Hipoksia kemudian mengakibatkan bronkokonstriksi yang
lebih memperparah kondisi.
2.5 Gejala Klinis
Gejala Asma diantaranya adalah batuk, sesak dengan bunyi mengi, sukar bernapas
dan rasa berat di dada, lendir atau dahak berlebihan, sukar keluar dan sering batuk
kecil atau berdehem. Batuk biasanya berpanjangan di waktu malam hari atau
cuaca sejuk, pernafasan berbunyi (wheezing), sesak napas, merasakan dada
sempit. Asma pada anak tidak harus sesak atau mengi. Batuk malam hari yang
7
lama dan berulang pada anak harus dicurigai adanya asma pada anak. Ciri lainnya
adalah batuk saat aktifitas (berlari, menangis atau tertawa).
Gejala asma yang khas biasanya berupa batuk episodik dan wheezing disertai rasa
tertekan di dada dan kesulitan bernafas, terutama pada malam hari. Batuk
biasanya kering namun dapat produktif dengan sputum yang kental dan lengket.
Adakalanya batuk merupakan gejala satu-satunya. Gambaran klinik ini akibat dari
penyempitan saluran pernafasan yang mengakibatkan obstruksi aliran udara.
Penyempitan saluran nafas terjadi akibat proses peradangan, melalui 3 hal :
• Kontraksi otot polos bronkus yang eksesif
• Penebalan dinding saluran bronchus
• Sekresi berlebihan di dalam lumen
Pedoman Nasional Asma Anak (Indonesia) mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala wheezing/mengi dan/atau batuk dengan karakteristik
sebagai berikut:
1. Timbul secara episodik dan/atau kronik
2. Cenderung pada malam/dini hari (nokturnal)
3. Musiman
4. Faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik
5. Reversibel (bisa sembuh seperti sedia kala) baik secara spontan maupun dengan
pengobatan
6. Adanya riwayat asma atau atopi (kecenderungan mengidap alergi) lain pada
pasien/keluarganya
7. Sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.
Manifestasi alergi lain yang dapat menyertai pada penderita asma:
1. Sering pilek, sinusitis, bersin, mimisan. tonsilitis (amandel), sesak, suara serak.
2. Pembesaran kelenjar di leher dan kepala belakang bawah.
3. Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas terbentur.
4. Kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Sering menggosok mata, hidung atau telinga, kotoran telinga berlebihan.
5. Nyeri otot & tulang berulang malam hari.
6. Sering kencing, atau bed wetting (ngompol)
8
7. Gangguan saluran cerna : Gastroesofageal refluk, sering muntah, nyeri perut,
sariawan, lidah sering putih atau kotor, nyeri gusi atau gigi, mulut berbau, air liur
berlebihan, dan bibir kering.
8. Sering buang air besar (> 2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi), kotoran
bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin.
9. Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat atau dingin. Sering berkeringat
(berlebihan).
10. Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata, mata sering berkedip,
11. Gangguan hormonal : tumbuh rambut berlebihan di kaki dan tangan,
keputihan.
12. Sering sakit kepala, migrain.
2.6 Klasifikasi
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004
9
2.7 Diagnosis
Alur diagnosis
Batuk dan/mengi
10
11
Box 134-3. Differential Diagnosis of Childhood Asthma
UPPER RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Allergic rhinitis* Chronic rhinitis* Sinusitis* Adenoidal or tonsillar hypertrophyNasal foreign body
MIDDLE RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Laryngotracheobronchomalacia* Laryngotracheobronchitis (e.g., pertussis)* Laryngeal web, cyst or stenosisVocal cord dysfunction* Vocal cord paralysisTracheoesophageal fistulaVascular ring, sling, or external mass compressing on the airway (e.g., tumor)Foreign body aspiration* Chronic bronchitis from environmental tobacco smoke exposure* Toxic inhalations
LOWER RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Bronchopulmonary dysplasia or chronic lung disease of preterm infantsViral bronchiolitis* Gastroesophageal reflux* Causes of bronchiectasis:Cystic fibrosisImmune deficiencyAllergic bronchopulmonary mycoses (e.g., aspergillosis)Chronic aspirationImmotile cilia syndrome, primary ciliary dyskinesiaBronchiolitis obliteransInterstitial lung diseasesHypersensitivity pneumonitisPulmonary eosinophilia, Churg-Strauss vasculitisPulmonary hemosiderosisTuberculosisPneumoniaPulmonary edema (e.g., congestive heart failure)Medications associated with chronic coughAcetylcholinesterase inhibitorsß-Adrenergic antagonists
*More common asthma masqueraders.
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis, fungsi
paru, laboratorium
Ringan Sedang Berat (tanpa ancaman
henti napas)
Berat (ada ancaman
henti napas)
Sesak timbul-padasaat
(breathless)
BerjalanBayi:
menangiskeras
BerbicaraBayi :
- Tangis pendek dan
lemah- Kesulitan
makan/minum
IstirahatBayi :
Tidak maumakan/minum
Bicara Kalimat Penggal kalimat
Kata-kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk
Dudukbertopang
lengan
Kesadaran Mungkinirritable
Biasanya irritable
Biasanyairitable
Bingung danmengantuk
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas
Mengi (wheezing)
Sedang, seringhanya pada
akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi,} inspirasi�
Sangat nyaring,terdengar
tanpastetoskop
Sulit/tidak terdengar
Sesak nafas Minimal Sedang Berat
Obat Bantu nafas
Biasanya tidak Biasanya ya Ya
Retraksi Dangkal,retraksi
interkostal
Sedang, ditambah retraksi
suprasternal
Dalam, ditambah
nafas cupinghidung
Dangkal / hilang, gerakan paradoktorako-
abdominalLaju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
12
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPulsus
paradoksusTidak ada
< 10 mmHgAda
10-20 mmHgAda
> 20 mmHgTidak ada, tanda kelelahan otot nafas
PEFR atau FEV1 (%
nilai dugaan/%
nilaiterbaik)
- pra bronkodilator
- pascabronkodilator
> 60%
40-60%
> 80%
60-80%
< 40%
< 60%Respon < 2
jamSaO2 % > 95% 91-95% ≤ 90%
PaO2 Normalbiasanya tidak
perlu diperiksa
> 60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia laju nafas normal< 2 bulan < 60 / menit2 – 12 bulan < 50 / menit1 – 5 tahun < 40 / menit6 – 8 tahun < 30 / menit
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia laju nadi normal2 – 12 bulan < 160 / menit1 – 2 tahun < 120 / menit3 – 8 tahun < 110 / menit
Sumber : GINA 2009
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru, terdiri dari
- Pengukuran sederhana ; peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak
ekspirasi (APE), pulse oxymetry, spirometri
- Pengukuran kompleks ; muscle strength testing, volume paru absolut, kapasitas
difusi uji fungsi paru yang biasa dilakukan adalah volume paru, fungsi jalan nafas,
13
pertukaran gas. Pemeriksaan analisis gas darah merupakan baku emas untuk
menilai parameter pertukaran gas, tetapi pulse oxymetry masih merupakan
pemeriksaan yang berguna dan efisien. Pada uji fungsi jalan nafas, hal yang paling
penting adalah manuver ekspirasi paksa secara maksimal yang dapar dilakukan
pada anak di atas 6 tahun adalah forced expiratory volume in 1 second (FEV1)
dan vital capacity (VC) dengan menggunakan spirometer serta pengukuran peak
expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter.
Pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam sangat
penting untuk mendiagnosis asma, menilai derajar beratnya asma, dan menjadi
acuan dalam strategi pedoman pengelolaan asma.
Pada pedoman nasional asma anak (PNAA) 2004, untuk mendukung diagnosis
asma anak dipakai batasan :
- variabilitas PEF atau FEV1 ≥15%
- kenaikan PEF atau FEV1 ≥15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
- penurunan PEF atau FEV1 ≥20% setelah provokasi bronkus
penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama ≥2 minggu.
2. Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas
Pada pasien yang mempunyai gejala asma tetapi fungsi parunya tampak normal,
penilaian respon saluran nafas terhadap metakolin, histamin, atau olahraga dapat
membantu menegakkan diagnosis asma.
3. Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif
Dapat dilakukan dengan cara memeriksa sputum, dan dengan pengukuran kadar
NO ekshalasi. Tetapi, pemeriksaan ini tidak spesifik.
4. Penilaian status alergi
Dengan uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik dapat membantu menentukan
faktor risiko atau pencetus asma. Tes alergi untuk kelompok usia <5 tahun dapat
digunakan untuk :
Menentukan apakah anak atopi
Mengarahkan manipulasi lingkungan
Memprediksi prognosis anak dengan mengi
14
2.9 Penatalaksanaan
Asma terkontrol dapat dicapai pada sebagian besar anak dibawah usia 5 tahun
dengan strategi intervensi sebagai berikut :
Kerjasama antara keluarga pasien dan tim medis
Menghindari faktor risiko
Adanya rencana untuk menilai, menangani dengan terapi farmakologis
yang sesuai, dan memantau kontrol asma.
Mendidik keluarga pasien untuk mengenali serangan asma dan terapi
awalnya, mengenali episode berat, dan mengidentifikasi ketika dibutuhkan
penanganan segera di rumah sakit.
Terapi yang tidak perlu dilakukan/diberikan untuk asma :
1. Sedatif
2. Mukolitik ; karena dapat memperberat batuk
3. Terapi fisik pada dada/fisioterapi ; karena dapat meningkatkan ketidak
nyamanan pada pasien
4. Antibiotik ; antibiotik diberikan pada pasien pneumonia atau infeksi bakteri,
bukan asma
5. Adrenalin ; tidak berguna pada pasien asma
15
Box 134-5. Goals of Childhood Asthma Management
Maintain normal activity
Regular school or daycare attendance
Full participation in physical exercise, athletics, and other recreational activities
Prevent sleep disturbance
Prevent chronic asthma symptoms
Keep asthma exacerbations from becoming severe
Maintain normal lung function
Experience little to no adverse effects of treatment
Asthma Medication by Category
Quick-relief medications (“relievers”) Short-acting inhaled ß-agonists: Albuterol (Ventolin, Proventil) Levalbuterol (Xopenex) Terbutaline (Brethaire) Pirbuterol (Maxair) Metaproterenol (Alupent)Inhaled anticholinergics: Ipratropium (Atrovent) AtropineShort-course systemic glucocorticoids: Prednisone (Deltasone) Methylprednisolone (Medrol) Methylprednisolone Sodium Succinate (Solu-Medrol)
Long-term-control medications (“controllers”)
Nonsteroidal anti-inflammatory agents: Cromolyn (Intal) Nedocromil (Tilade)Inhaled glucocorticoids: Beclomethasone (Vanceril, Beclovent, Qvar)
16
Box 134-7. Control of Factors Contributing to Asthma Severity
ELIMINATE OR REDUCE PROBLEMATIC ENVIRONMENTAL EXPOSURES Environmental tobacco smoke elimination or reductionIn home and automobilesAllergen exposure elimination or reduction in sensitized asthmaticsAnimal dandersPets (cats, dogs, rodents, birds)Pests (mice, rats)Dust mitesCockroachesMoldsOther airway irritantsWood- or coal-burning smokeStrong chemical odors and perfumes (e.g., household cleaners)Dusts
TREAT CO-MORBID CONDITIONS RhinitisSinusitisGastroesophageal reflux
GET ANNUAL INFLUENZA VACCINATION (UNLESS EGG-ALLERGIC
Flunisolide (Aerobid) Budesonide (Pulmicort) Fluticasone (Flovent) Triamcinolone (Azmacort) Mometasone (Asmanex)Sustained-release theophylline (Slobid, Theodur, Uniphyl)Long-acting inhaled ß-agonists: Salmeterol (Serevent) Formoterol (Foradil)Leukotriene modifiers: Montelukast (Singulair) Zafirlukast (Accolate) Zileuton (Zyflo)Oral glucocorticoids (prednisone, methylprednisolone)
Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
17
Pencegahan asma :
18
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak
yang mempunyai resiko untuk terjadinya asma di kemudian hari. Yang dimaksud
dengan resiko adalah bayi atau anak dengan atopi, baik pada salah satu ataupun
kedua otangtuanya. Langkah pertama adalah mengenali adanya faktor resiko
untuk terjadinya asma di kemudian hari, yaitu dengan mengenali orangtua dengan
atopik. Pencegahan primer dapat dilakukan pada saat prenatal dan pascanatal.
Pada masa prenatal, orang tua dihindari terhadap lingkungan yang bersifat sebagai
faktor resiko. Penghindaran yang dianjurkan adalah terhadap lingkungan,
terutama indoor pollutants. Yang dimaksud dengan indoor pollutants adalah asap
rokok, debu rumah yang mungkin mengandung banyak tungau debu rumah, dan
lain lain. Pemberian probiotik untuk menurunkan kejadian asma saat ini masih
dibicarakan. Diperkirakan caranya adalah melalui supresi Th2 yang berperan
terhadap inflamasi dan produksi immunoglobulin A (IgA). Selain pemberian
probiotik pada bayi, yang telah banyak dilakukan adalah pemberian susu
hipoalergenik (susu dengan protein hidrolisat).
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang
anak yang sudah tersensitisasi. Secara klinis hal ini telah dibuktikan dengan
menggunakan obat antihistamin. Pada early treatment of the atopic child (ETAC),
pemberian cetirizine selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi yang
orangtuanya atopi, dapat mecegah terjadinya asma sebanyak 50% bila anak
tersebut hanya alergi terhadap debu rumah dan serbuk sari. Hanya saja, obat ini
secara keseluruhan tetap tidak dapat menurunkan kejadian asma.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya serangan pada seorang anak yang
sudah menderita asma. Pencegahan terhadap factor pencetus merupakan salah satu
langkah pencegahan tersier. Faktor lain yang dapat menyebabkan serangan asma
adalah gagalnya terapi jangka panjang. Yang dimaksud terapi jangka panjang
adalah pemberian obat pengendali (controller) berupa kortikosteroid, baik yang
diberikan tersendiri ataupun kombinasi dengan β-agonis kerja panjang atau
antileukotrien.
19
Prognosis :
1. Wheezing yang ditemukan pada bayi yang disertai infeksi saluran pernapasan
atas (URTIs), 60% tidak menunjukkan gejala pada usia enam tahun, namun anak-
anak yang menderita asma (gejala dapat berulang pada usia enam tahun).
2. Beberapa temuan menunjukkan bahwa prognosis buruk bila asma terjadi pada
usia kurang dari tiga tahun, kecuali bila hanya disebabkan oleh virus.
3. Individu yang mengalami asma selama masa kanak-kanak memiliki FEV1 yang
rendah, hipersensitivitas saluran nafas dan sering terjadi bronkospastik oleh
karena infeksi dan menghasilkan wheezing.
4. Anak-anak dengan asma ringan yang tidak menunjukkan gejala antara serangan
mungkin di kemudian hari akan bebas dari asma.
5. Saat remaja, kebanyakan asma tidak bergejala atau ringan, tetapi akan menetap
selanjutnya.
6. Asma memiliki kecenderungan berulang pada masa pubertas, dengan
kemungkinan terjadi lebih dini pada anak perempuan. Walau bagaimanapun,
dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki tingkat hyperresponsif
bronkial (BHR) yang lebih tinggi.
BAB 3
PENUTUP
20
3.1 Kesimpulan
Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pasien ini mendukung ke
arah diagnosis asma. Data-data dari anamnesis yang menunjang antara lain
: keluhan batuk dan sesak napas, napasnya cepat, kondisi tidak membaik
dengan pemberian obat oleh dokter sebelumnya, pernah mengalami sesak
ketika bayi, dan riwayat kedua orang tua menderita asma dan alergi.
Pemeriksaan fisik yang mendukung adalah adanya atopi dan retraksi
dinding dada.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih mengarahkan ke
asma (pemeriksaan fungsi paru, pemeriksaan hiperreaktivitas saluran
nafas, pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif, dan
penilaian status alergi) untuk memastikan diagnosis.
Jika tidak ada infeksi, seharusnya pemberian antibiotik tidak diperlukan.
Sangat penting untuk menghindari faktor pencetus, agar tidak terjadi
serangan asma ulangan.
DAFTAR PUSTAKA
21
Behrman, et.al. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. Philadelphia: WB
Saunders
GINA. 2009. Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. (online)
www.ginasthma.org
Nastiti, dkk. 2008. ASMA. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta:
IDAI
Supriyatno, H. Bambang. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada
Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.
22