ANAK REFERAT-1
Transcript of ANAK REFERAT-1
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS
FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2011
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROTEIN ENERGY MALNUTRITION
(PEM)
Disusun oleh :
Andi Nurul Inayah Saiful
C111 07 107
Pembimbing :
dr. Joic L. Salim
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PEMANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : Andi Nurul Inayah Saiful
NIM : C 111 07 107
Judul Referat : Protein Energy Malnutrition (PEM)
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juli 2011
Pembimbing
(dr. Joic L. Salim)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN............................................................. .....................1
II. EPIDEMIOLOGI.........................................................................................1
III. ETIOLOGI...................................................................................................2
IV. KLASIFIKASI.............................................................................................3
V. DIAGNOSIS................................................................................................4
VI. PENATALAKSANAAN.............................................................................8
VII. PROGNOSIS..............................................................................................10
VIII. DAFTAR PUSTAKA
IX. REFERENSI
PROTEIN ENERGI MALNUTRITION(Andi Nurul Inayah Saiful, Joic L. Salim)
I. PENDAHULUAN
Protein energi malnutrition (PEM) merupakan kekurangan energi
yang mengarah pada defisiensi kronik dari seluruh komponen macronutrient.
Menurut World Health Organization (WHO), malnutrisi merupakan
ketidakseimbangan antara suplai nutrisi dan energi dengan kebutuhan tubuh
untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi tertentu. Istilah PEM berlaku
untuk sekelompok penyakit yang terdiri atas marasmus, kwashiorkor dan
marasmus-kwashiorkor.1,2
Anak dikatakan PEM apabila berat badannya kurang dari 80% indeks
berat badan menurut umur (BB/U) baku World Health Organization-National
Center for Health Statistics (WHO-NCHS), 1983. PEM ringan apabila BB/U
70% sampai 79,9% dan PEM sedang apabila BB/U 60% sampai 69,9%.3
Penyakit PEM merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama
pada anak – anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara – negara
sedang berkembang.3
Menurut data rekam medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, kejadian
PEM pada balita (usia 1 – 5 tahun) pada tahun 2004 sebanyak 1445 anak
balita (19,45%), dengan gizi kurang sebanyak 1235 anak balita (19,35%) dan
gizi buruk sebanyak 210 anak balita (0,1%).3
II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak – anak yang
menderita malnutrisi berjumlah sekitar 181.900.000 (32%) di negara
berkembang. Selain itu, sekitar 149.600.000 anak – anak di bawah 5 tahun
menderita malnutrisi, diukur berdasarkan berat badan untuk umur.1
Dari data penelitian dermatologi, didapatkan bahwa PEM lebih sering
terjadi pada orang berkult hitam dibandingkan dengan orang berkulit putih.1
Menurut suatu penelitian yang dilakukan di salah satu daerah miskin
di Amerika Serikat, 23 – 35% anak – anak dengan umur antara 2 – 6 tahun,
memiliki berat badan di bawah persentil 15. Survei lain menunjukkan 11%
anak – anak di daerah miskin memiliki tinggi badan untuk umur berada di
bawah persentil 5. Di Asia Selatan dan Afrika Timur, setengah dari anak –
anak menderita retardasi mental yang disebabkan oleh PEM.1
Menurut data rekam medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, kejadian
PEM pada balita (usia 1 – 5 tahun) pada tahun 2004 sebanyak 1445 anak
balita (19,45%), dengan gizi kurang sebanyak 1235 anak balita (19,35%) dan
gizi buruk sebanyak 210 anak balita (0,1%). 3
III. ETIOLOGI
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah
asupan makanan yang tidak memadai. Pada anak – anak usia pra sekolah di
negara – negara berkembang, sangat beresiko untuk menderita malnutrisi
karena ketergantungan mereka terhadap orang lain untuk mendapat makanan,
peningkatan kebutuhan energi dan protein, sistem kekebalan tubuh yang
belum matang menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap infeksi, dan
paparan kondisi yang tidak higienis.1
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah
faktor kebersihan yang kurang, faktor ekonomi dan faktor budaya. Selain itu,
ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu,
cara pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta
pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi
termasuk protein pada balita, karena masih banyak yang beranggapan bila
anaknya sudah merasa kenyang berarti kebutuhan gizi mereka telah
terpenuhi.1,3
Di negara – negara berkembang, intak makanan yang tidak adekuat
merupakan penyebab utama terjadinya malnutrisi, malnutrisi energi protein
lebih sering disebabkan oleh penurunan absorbsi makanan atau abnormalitas
metabolisme. Diet yang berlebihan, penanganan alergi makanan yang kurang
memadai serta penyakit kejiwaan seperti anorexia nervosa, dapat menjadi
salah satu penyebab malnutrisi protein energi yang parah.1
IV. KLASIFIKASI
Terdapat tiga macam bentuk dari PEM, yaitu :
1. Marasmus.
Marasmus merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh defisiensi
kalori dan energi. Tidak seperti kwashiorkor, gejala sisa marasmus dapat
dianggap sebagai adaptasi pada anak dalam menghadapi asupan energi yang
tidak mencukupi. Marasmus selalu dihasilkan dari keseimbangan energi
negatif. Ketidakseimbangan dapat dihasilkan dari asupan energi yang
menurun, penurunan jumlah kalori yang dicerna, yang dapat disebabkan oleh
diare, muntah dan luka bakar, peningkatan pemakaian energi, atau kombinasi
dari semua faktor tersebut. Anak – anak beradaptasi terhadap defisiensi energi
dengan cara mengurangi aktivitas fisik, letargi, dan penurunan metabolisme
energi basal, memperlambat pertumbuhan dan pada akhirnya penurunan berat
badan.4
Perubahan patofisiologi yang terkait dengan defisiensi nutrisi dan
energi dapat digambarkan sebagai:4
a. Perubahan komposisi tubuh,
b. Perubahan metabolik
c. Perubahan anatomi.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan suatu keadaan yang diindikasikan berasosiasi
dengan defisiensi protein. Kejadian kwashiorkor lebih jarang dibandingkan
dengan marasmus. Terminologi kwashiorkor berasal dari bahasa Afrika, yang
berarti “First child – second child”. Karena, anak pertama dapat menderita
kwashiorkor di masa pertumbuhannya saat anak kedua mengambil alih
posisinya dalam mendapatkan air susu ibu (ASI).5
3. Marasmus – Kwashiorkor
Merupakan suatu keadaan yang menggambarkan gabungan antara
keduanya.4
V. DIAGNOSIS
Manifestasi klinis PEM berbeda – beda tergantung derajat dan lama
deplesi protein, energi, dan umur penderita, juga tergantung oleh hal lain
seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada
PEM ringan dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang,
seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.3
WHO membagi gizi buruk menjadi moderate dan parah, seperti pada tabel di bawah ini :1
Evidence of
Malnutrition
Moderate Severe (type)
Symmetric edema No Yes (edema protein-energy malnutrition
[PEM])*
Weight for height † Standard deviation (SD) ‡
score -3
SD score <-2 (70-90%) §
SD score <-3 (ie, severe wasting) || (<
70%)
Height for age SD score - 3
SD score <-2 (85-89%)
SD score <-3 (ie, severe stunting) (<
85%)
* This includes kwashiorkor (KW) and kwashiorkor marasmus (presence of edema always
indicates serious PEM). † Standing height should be measured in children taller than 85 cm, and supine length should
be measured in children shorter than 85 cm or in children who are too sick to stand.
Generally, the supine length is considered to be 0.5 cm longer than the standing height;
therefore, 0.5 cm should be deducted from the supine length measured in children taller than
85 cm who are too sick to stand. ‡ Below the median National Center for Health Statistics (NCHS) /WHO reference: The SD
score is defined as the deviation of the value for an individual from the median value of the
reference population divided by the standard deviation of the reference population (ie, SD
score = [observed value – median reference value]/standard deviation of reference
population). § This is the percentage of the median NCHS/WHO reference. § Ini adalah
persentase dari median NCHS / WHO referensi. || This corresponds to marasmus (without edema) in the Wellcome clinical classification and
to grade III malnutrition in the Gomez system.. However, to avoid confusion, the term
severe wasting is preferred
PEM ringan dan sedang sering ditemukan pada anak–anak dari 9
bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih
besar.3
Berikut tanda – tanda PEM ringan dan sedang dilihat dari
pertumbuhan yang terganggu dapat diketahui melalui :3
1. Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti,
2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan
kadang menurun,
3. Ukuran lingkar lengan atas menurun,
4. Maturasi tulang terlambat,
5. Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun,
6. Tebal lipat kulit normal atau mengurang,
7. Anemia ringan, diet yang menyebabkan PEM sering tidak mengandung
cukup zat besi dan vitamin – vitamin lainnya,
8. Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak
sehat,
9. Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada PEM ringan dan
sedang, akan tetapi adakalanya dapat ditemukan.
Pada PEM berat gejala klinisnya khas sesuai dengan defisiensi zat
tersebut. PEM berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan
keduanya, marasmus kwasiokor.3
Secara klinis terdapat dalam 3 tipe PEM berat yaitu :3,6
1. Kwashiorkor, ditandai dengan :
a. Edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,
b. Wajah sembab dan membulat,
c. Mata sayu,
d. Rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan
rontok,
e. Cengeng, rewel dan apatis,
f. Pembesaran hati,
g. Otot mengecil (hipotrofi),
h. Bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy
pavement dermatosis),
i. Penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2. Marasmus ditandai dengan :
a. Sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit,
b. Wajah seperti orang tua (old man face),
c. Cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutan
minimal/tidak ada,
d. Perut cekung,
e. Iga gambang,
f. Infeksi dan diare.
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.
Untuk membedakan tipe PEM, digunakan sistem Wellcome Trust
Working Party, yaitu sebagai berikut :4
1. Kwashiorkor : berat badan > 60% dari normal + edema
2. Marasmus : berat badan < 60% dari normal tanpa edema
3. Marasmic – Kwashiorkor : berat badan > 60% dari norma + edema
KEADAAN GIZI BB
(Harvard)
Edema BB / TB
Gizi
normal
> 80% (-) N
PEM
ringan +
sedang)
Underweight
= Undernourished
60 – 80 % (-)
PEM Kwashiorkor
Marasmus-
60 – 80 % (+)
kwashiorkor
Marasmus
Nutritional Dwarfism
< 60 %
< 60 %
< 60%
(+)
(-)
(-)
N
VI. PENATALAKSANAAN
Langkah pertama pengobatan PEM adalah mengatasi abnormalitas
dari cairan dan elektroit serta mengobati semua infeksi. Abnormalitas
elektrolit yang paling sering terjadi adalah hipokalemia, hipokalsemia,
hipofosfatemia dan hipomagnesenemia.1
Langkah berikutnya adalah penggantian macronutrients yang
sebelumnya ditunda pemberiannya dalam 24 – 48 jam. Pemberian susu
formula merupakan pilihan. Pada awal dietetik, makanan diberikan sedikit –
sedikit tetapi sering. Setelah satu minggu, intake kalori dinaikkan menjadi
175 kkal/kgBB/hari serta pemberian protein sebesar 4 gr/kgBB/hari. Selain
itu, dapat disertai dengan pemberian multivitamin, antara lain :1,2
Magnesium sulfat 0,4 mEq/kgBB/hari, intramuskular, selama 7 hari
Vitamin B kompleks diberikan selama 3 hari, bersama – sama dengan
pemberian vitamin A, phosphorus, zinc, mangan, dan lain – lain.
Tujuan penatalaksanaan ialah pemberian makanan yang adekuat,
mengobati penyakit defisiensi gizi dan non – gizi (infeksi/infestasi) yang
menyertai PEM, serta mengobati komplikasi.7
1. Dietetik
A. Sasaran diit TKTP :
0 – 3 tahun : 150 – 175 kcal/kgBB/hr + protein 3 – 5 g/kgBB/hr.
Lebih 3 tahun : 1,5 kali kebutuhan normal menurut umur.
B. Pemberian makanan :
Secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai sasaran.
Disesuaikan dengan toleransi pencernaan (intoleransi laktosa,
malabsorbsi lemak).
Pola makanan dalam bentuk mudah diterima sesuai umur dan berat
badan (dengan ekstra kalori + protein hewani atau nabati).
a. Tahap-tahap pemberian makanan :
Minggu I (tahap stabilisasi) : ½ TKTP atau 80%
kebutuhan normal.
Minggu II (tahap transisi) : 150% kebutuhan
normal.
Minggu III (tahap rehabilitasi) : 150 – 200%
kebutuhan normal.
b. Keadaan khusus :
Makanan per sonde.
IVFD untuk dehidrasi berat.
Nutrisi parenteral
2. Suplementasi vitamin :
A. Vitamin A :
200.000 SI vitamin A (oily solution) per oral, atau 100.000 SI
vitamin A (water miscible solution) untuk anak > 1 tahun pada hari
Rutin : 1500 SI per oral setiap hari.
Bila ada Xerophthalmia : 100.000 SI per oral (oily solution)
waktu pulang.
Khusus anak 6 – 12 bulan : 100.000 SI per oral.
Khusus anak 0 – 6 bulan : 50.000 SI per oral.
B. Vitamin B kompleks :
2 x 1 tablet tiap hari. (Untuk kebutuhan metabolisme yang
meningkat maupun adanya defisiensi B kompleks penyerta).
3. Suplementasi mineral :
A. Potassium (K) :
o Untuk mengembalikan TBP (Total Body Potassium) yang hilang.
o Segera pada hari pertama per oral atau per infus.
o Dosis KCl : dengan diare 2 – 4 mEq/kg BB/hari, tanpa diare 1 – 2
mEq/KgBB/hari (N= 1,5 mEq/kgBB/hari, 1 mEq = 75 mg).
o Pemberian 2 – 3 minggu (kontrol pemeriksaan elektrolit darah dan
EKG).
B. Magnesium (Mg) :
o Bersama dengan Potassium selama 2 – 3 minggu per oral.
o Dosis MgCl2 : 2 – 3 mEq/kgBB/hari (N=200-300 mg/hari, 1 mEq =
50 mg).
C. Sodium (Na) :
o Tidak dilakukan suplementasi langsung dengan NaCl (N = 2
mEq/kgBB/hari, 1 mEq = 60 mg)
o Makanan cair per oral atau infus tidak boleh mengandung Na lebih
dari 70 mEq/liter larutan.
D. Ferrum (Fe) :
o Untuk anemia defisiensi besi :
o Dosis : 3 mg Fe elemental/kgBB/hari per oral.
o Diberikan 1 – 2 minggu setelah diare teratasi dan masukan protein
sudah memadai.
E. Calsium (Ca) :
o Hanya bila ada gejala klinik defisiensi.
o Dosis : 3 g/hari per infus (kecuali bila cairan mengandung Nabic)
atau per oral (Ca gluconas 10%).
VII. PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ini baik, jika diatasi secepat mungkin. Namun,
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi antara lain, adanya
infeksi berat, gagal tumbuh serta abnormalitas elektrolit yang berat dapat
memperburuk prognosis, bahkan dapat menyebabkan kematian.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Scheinfeld. N.S. Protein-energy malnutrition [online]. 2010, Augustus 24
[cited on 2011, June 24]. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
2. Morley J. E. Protein energy undernutrition [online]. 2007 June [cited on
2011, June 24]. Available from : http://www.merckmanual.com/
3. Adila. R. Kurang energi protein [online]. 2008 [cited on 2011, June 24].
Available from : http://ma-rizma.blogspot.com/
4. Rabinowtz, S.S. Marasmus [online]. 2009, May 20 [cited on 2011, June 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/
5. Thomas, D.R. Undernutrition [online]. 2007, Augustus [cited on 2011, June
2011]. Available from : http://merckmanual.com/
6. Barness L.A. and Curran J.S. Nutrisi. Dalam : Nelson W.E, et all. Nelson,
ilmu kesehatan anak. Volume 1. Edisi 15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2000. P. 211-3.
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Standar pelayanan medis kesehatan anak.
Makassar : SMF Anak RS.Dr. Wahidin Sudirohusodo. 2009. P.73-8