REFERAT anak rscm

32
TINJAUAN PUSTAKA 15 SEPTEMBER 2015 PERAN A.R.T.I PADA EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS Rudy Kurniawan Putra Pembimbing : Dr. Noenoeng Rahajoe, Sp.A(K) Dr. Nastiti Noenoeng Rahajoe, Sp.A(K) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSU Persahabatan Jakarta Dibacakan di: Departemen Ilmu Kesehatan Anak

description

-

Transcript of REFERAT anak rscm

Page 1: REFERAT anak rscm

TINJAUAN PUSTAKA15 SEPTEMBER 2015

PERAN A.R.T.I PADA EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS

Rudy Kurniawan Putra

Pembimbing :Dr. Noenoeng Rahajoe, Sp.A(K)

Dr. Nastiti Noenoeng Rahajoe, Sp.A(K)

Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRSU Persahabatan Jakarta

Dibacakan di:Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJakarta

Page 2: REFERAT anak rscm

Abstract

Definition of Tuberculosis (TB) epidemiology in addition to covering the prevalence,

incidence, mortality due to TB (mortality) but also because of its uniqueness includes

similarly, the prevalence and incidence of the disease arising out of the infected population,

as well as the average person who contracted tuberculosis by a contagious tuberculosis

patients. The incidence and mortality of tuberculosis is a good parameter to describe the

epidemiology of TB, but in connection with the surveillance inadequate in many countries, it

is not possible to show the data insindensi and mortality of TB in fact, so used a few

parameters epidemiological indirectly Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI).

Prevalence of infection may be known annual risk of tuberculosis infections (ARTI) with

conversion method, and is one of the parameters to determine the epidemiology of the disease

burden (burden of tuberculosis)

Keyword : , tuberculosis, epidemiology, ARTI

Page 3: REFERAT anak rscm

PENDAHULUAN

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban Tuberkulosis (TB)

tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010)

dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB

diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.1

Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama

diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu

mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun

2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati

(data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian,

Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%).

Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar

90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut

merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.1

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif.

Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Kasus TB pada tahun 2010

9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011, dan 8,2% pada tahun 2012. Angka-angka ini

merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat

tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan

rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.2

Definisi epidemiologi TB mencakup prevalensi, insidensi, kematian karena TB, prevalensi

dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang terinfeksi ini, serta rata-rata

orang yang tertular penyakit tuberkulosis oleh seorang penderita tuberkulosis menular.

Insidensi dan mortalitas tuberkulosis merupakan parameter yang baik untuk menggambarkan

epidemiologi TB namun sehubungan dengan surveilans yang tidak adekuat berbagai negara,

tidak mungkin untuk menunjukkan data insidensi dan mortalitas TB yang sebenarnya,

sehingga dipergunakan beberapa parameter epidemiologi secara tidak langsung yaitu Annual

Risk of Tuberculosis Infection (ARTI).3

Page 4: REFERAT anak rscm

EPIDEMIOLOGI

Beberapa ilmu, seperti kedokteran, kedokteran sosial, revolusi mikrobiologi, demografi,

sosiologi, ekonomi, statistik, fisika, kimia, biologi molekuler, dan teknologi komputer, telah

mempengaruhi perkembangan teori dan metode epidemiologi. Demikian pula The Black

Death (wabah sampar), pandemi cacar, revolusi industri (dengan penyakit okupasi), pandemi

Influenza Spanyol (The Great Influenza) merupakan beberapa contoh kejadian epidemiologis

yang mempengaruhi filosofi manusia dalam memandang penyakit dan cara mengatasi

masalah kesehatan populasi. Sejarah epidemiologi perlu dipelajari untuk mengetahui konteks

sejarah, konteks sosial, kultural, politik, dan ekonomi yang melatarbelakangi perkembangan

epidemiologi, sehingga konsep, teori, dan metodologi epidemiologi dapat diterapkan dengan

tepat.4

Ilmu epidemiologi sudah dimulai sejak zaman kedokteran Yunani kuno. Cara orang

memandang penyakit, penyebab terjadinya penyakit, dan upaya untuk mengendalikannya,

telah dimulai sejak zaman kedokteran Yunani kuno, lebih dari dua puluh empat abad yang

lalu. Terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit pada manusia

seperti Teori Kosmogenik Empat Elemen, Teori Generasi Spontan, Teori Humor, dan Teori

Miasma.4

Pada Zaman kedokteran Yunani, lahir seorang filsuf dokter, sastrawan, dan orator Yunani

yang bernama Empedocles (490–430 SM) yang tinggal di Agrigentum, sebuah kota di

Sisilia. Para ahli sejarah menemukan sekitar 450 baris puisi karyanya yang ditulis pada daun

papirus. Dari kumpulan puisi itu diketahui bahwa Empedocles memiliki pandangan tentang

berbagai isu yang berhubungan dengan biologi modern, khususnya biologi genetik dan

molekuler tentang terjadinya kehidupan, fisiologi komparatif dan eksperimental, biokimia,

dan ensimologi.5

Di bagian lain puisi Empedocles menunjukkan, dia telah mempraktikkan epidemiologi

terapan. Pada masa itu penduduk sebuah kota dekat dengan Agrigentum, yaitu Selinunta,

tengah dilanda epidemi penyakit dengan gejala panas seperti malaria. Empedocles

mendeteksi, penyebabnya terletak pada genangan dan rawa yang berisi air terkontaminasi.

Page 5: REFERAT anak rscm

Empedocles mengatasi masalah itu dengan membuka kanal (terusan) dan mengosongkan

genangan air ke laut. Dengan membuka dua sungai besar dan menghubungkannya dengan

laut, mengeringkan rawa, Empedocles berhasil menurunkan epidemi yang menjangkiti

penduduk Selinunta. Empedocles berhasil membuat Selinunta sebuah kota sehat dengan

sistem irigasi yang dibiayainya. Karya sanitasi ini bisa dipandang sebagai Projek Kesehatan

Masyarakat pertama di muka bumi.5

Empedocles juga dikabarkan telah melakukan penyembuhan sampar di kota Athena dengan

menggunakan api. Dia melakukan cara serupa, yaitu metode disinfeksi menggunakan asap,

untuk mengatasi sampar di kota kelahirannya. Secara keseluruhan pandangan dan karya

Empedocles merupakan prekursor kedokteran modern dan epidemiologi, mendahului

Hippocrates yang lebih dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern.5

Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles adalah seorang filsuf dan ilmuwan Yunani, berasal

dari Stagira. Anak seorang dokter, Aristoteles merupakan murid Plato. Tetapi berbeda dengan

gurunya dalam penggunaan metode untuk mencari pengetahuan, Aristoteles berkeyakinan,

seorang dapat dan harus mempercayai panca-indera di dalam menginvestigasi pengetahuan

dan realitas.5

Pada masa epidemiologi modern, kita mengenal Teori Kuman (The Germ Theory, Pathogenic

Theory of Medicine ) adalah teori yang menyatakan bahwa beberapa penyakit tertentu

disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Abad ke 19 merupakan masa

kejayaan Teori Kuman di mana aneka penyakit yang mendominasi rakyat berabad-abad

lamanya diterangkan dan diperagakan oleh para ilmuwan sebagai akibat dari mikroba.

Epidemiologi berkembang seiring dengan berkembangnya mikrobiologi dan parasitologi.

Jacob Henle (1809-1885), Louis Pasteur (1822–1895), Robert Koch (1843–1910), dan Ilya

Mechnikov (1845–1916) merupakan beberapa di antara figur sentral di masa kuman

(Gerstman, 1998). Teknologi yang memungkinkan timbulnya Teori Kuman dan mikroskop

dan biakan (kultur) kuman.5

Robert Koch (1843-1910). Robert Koch adalah serorang ahli bakteriologi Jerman. Dia

belajar di Göttingen di bawah bimbingan Jacob Henle . Sebagai praktisi di pedalaman di

Wollstein, Posen (kini Wolsztyn, Polandia), Koch mengabdikan sebagian besar waktunya

Page 6: REFERAT anak rscm

untuk melakukan studi mikroskopis tentang bakteri. Koch tidak hanya menciptakan metode

pewarnaan dengan pewarna anilin tetapi juga teknik kultur bakteri, suatu teknik standar

mikrobiologi yang masih digunakan sampai sekarang. Koch menemukan bakteri dan

mikroorganisme penyebab berbagai penyakit infeksi, meliputi antraks (1876), infeksi luka

(1878), tuberkulosis (1882), konjunktivitis (1883), kolera (1884), dan beberapa lainnya.5

Robert Koch adalah professor pada Universitas Berlin dari 1885 sampai 1891, menjabat

Kepala Institut Penyakit Infeksi yang didirikannya, dari 1891 sampai 1904. Dalam rangka

investigasi bakeriologis untuk pemerintah Inggris dan Jerman, dia melakukan perjalanan ke

Afrika Selatan, India, Mesir, dan negara lain, melakukan aneka studi yang penting tentang

penyakit sulit tidur, malaria, sampar (bubonic plague), dan penyakit lainnya. Untuk karyanya

menemukan tes tuberkulin Koch menerima Hadiah Nobel di bidang Fisiologi dan Kedokteran

pada 1905.6

EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani EPI = pada, DEMOS = berarti masyarakat dan

LOGOS berarti ilmu atau teori. Epidemiologi didefinisikan sebagai “Ilmu tentang distribusi

dan determinan-determinan dari keadaan atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan

didalam populasi tertentu, serta penerapan dari ilmu ini guna mengendalikan masalah-

masalah kesehatan. Definisi epidemiologi TB selain mencakup prevalensi, insidensi,

kematian karena TB dan rata-rata orang yang tertular penyakit tuberkulosis oleh seorang

penderita tuberkulosis menular.3

Frekuensi, distribusi dan determinan yang ada menurut umur, jenis kelamin, suku bangsa dan

letak daerahnya memberi kita pengetahuan tentang keadaan penyakit tuberkulosis di wilayah

tertentu. Selanjutnya dengan mengetahui besarnya prevalensi, distribusi dan determinan dari

tuberkulosis di masyarakat tersebut maka dapat diperkirakan besarnya permasalahan

tuberkulosis yang ada di masyarakat tersebut. Dengan demikian kita dapat menentukan

prioritas dan strategi yang harus dilaksanakan pada program pemberantasan penyakit TB.3

Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai dengan perjalanan

Page 7: REFERAT anak rscm

penyakit meliputi, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Pencegahan tingkat pertama atau pencegahan primer merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit. Upaya pencegahan primer yaitu pencegahan umum (mengadakan pencegahan pada

masyarakat umum contohnya pendidikan kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan)

dan pencegahan khusus (ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko terkena

penyakit). Pencegahan tingkat kedua atau pencegahan sekunder merupakan upaya manusia

untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit,

menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.7

Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat ketiga atau pencegahan

tersier dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya

pencegahan tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi organ yang cacat,

membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.7

Menurut Leavell & Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for The Doctor in his

Community” membagi usaha pencegahan penyakit yang dapat dilakukan pada masa sebelum

sakit dan pada masa sakit. Usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut:

A.    Masa sebelum sakit (pre patogenesis phase)

1.      Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion).

Merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol

faktor-faktor risiko (risk factors) dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha

peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan). Usaha peningkatan derajat

kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan

perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan, penyebab dan derajat risiko

serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal.8

Page 8: REFERAT anak rscm

2.      Memberikan perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit (spesific protection).

Adapun sasaran pencegahan tingkat pertama ini dapat pula ditujukan pada faktor penjamu

seperti perbaikan gizi, pemberian imunisasi, peningkatan kehidupan sosial dan psikologis

individu dan masyarakat serta peningkatan ketahanan fisik individu. Usaha ini merupakan

tindakan terhadap pencegahan penyakit-penyakit tertentu seperti pemberian imunisasi dasar,

pemberian vitamin A, tablet penambah zat besi, Isolasi penderita penyakit menular (misalnya

isolasi penderita Tuberkulosis), Perlindungan kerja terhadap bahan berbahaya.8

Perlindungan khusus terhadap penyakit Tuberkulosis dilakukan dengan beberapa cara sebagai

berikut:8

a. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan

hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

b. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas,

sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect,

perawatan.

c. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif

dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

d. Imunisasi BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan

bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut

berupa tempat pencegahan.

e. Memberantas penyakti TB pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan

pasteurisasi air susu sapi.

f. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara yang tercemar

debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.

g. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.

h. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti

para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru

disekolah, petugas foto rontgen.

i. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan

Tuberculin test.

Page 9: REFERAT anak rscm

B.     Masa sakit (patogenesis phase)

3.      Mengenal dan mengetahui penyakit pada tingkat awal serta mengadakan

pengobatan yang tepat dan segera (Early diagnosis & Promt Treatment).

Diagnosis Awal dan Pengobatan tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment) memiliki

tujuan utama yaitu :8

a.    Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis penyakit

sehingga terjadi penyembuhan yang sempurna dan segera

b.    Pencegahan penularan kepada orang lain bila penyakitnya menular

c.    Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penyakit.

Beberapa diantaranya dengan melakukan:

a.     Screening (Penyaringan)

b.    Pejejakan kasus (Case Finding)

c.     Pemeriksaan khusus (laboratorium dan tes)

d.    Pemberian obat yang rational dan efektif

.       Diagnosis Awal

1)   Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa

Penemuan penderita TB Paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita

dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan

secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini

biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara

pasif dengan promosi aktif).8

Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa

dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini

mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan

kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari

berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).8

2)   Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa

Page 10: REFERAT anak rscm

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada

pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila

sedikitnya dua tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 yang positif perlu

diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksan dahak SPS

diulang.8

a) Kalau hasil rontgen mendukung TB Paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita

TB Paru BTA positif.

b)  Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB Paru. Maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya

kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 – 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun

gejala klinis tetap mencurigakan TB Paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.8

a)   Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif.

b)  Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung

diagnosis TB Paru.

i. Bila hasil rontgen mendukungTB Paru, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA

negatif Rontgen positif.                                                                    

ii.     Bila hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, penderita tersebut bukan TB Paru.

Pada anak menentukan diagnosis TB dengan melakukan pemeriksaan pada anak yang kontak

erat dengan pasien TB menular, anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai

dengan TB anak. Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat

dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat

menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.2

3)        Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan

dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin

Page 11: REFERAT anak rscm

adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji

tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–

12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka

hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.8

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih

sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan

bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin

dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)

yang terjadi:2

a) Pembengkakan (Indurasi) : 0–4 mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi

Mycobacterium tuberculosis, sedang dalam masa inkubasi, anergi.

b) Pembengkakan (Indurasi) : 5–9 mm, uji mantoux positif meragukan. Hal ini bisa karena

kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi

BCG, infeksi TB alamiah.

c) Pembengkakan (Indurasi) : 10-14mm, uji mantoux positif. Arti klinis: sedang atau pernah

terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, vaksin BCG, Infeksi Mycobacterium atypikal.

d) Pembengkakan (indurasi) : ≥15mm, uji mantoux positif. Artinya : sangat mungkin

infeksi TB alamiah.

4.      Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan

bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation).

Disability Limitation atau pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan

gangguan kemampuan berfikir dan bekerja yang diakibatkan suatu masalah kesehatan dan

penyakit. Usaha ini merupakan lanjutan dari usah early diagnosis and promotif treatment

yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan

tidak cacat (tidak terjadi komplikasi). Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar

kecacatan tersebut tidak bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini

dipertahankan semaksimal mungkin.7

Page 12: REFERAT anak rscm

Pada epidemiologi TB, parameter-parameter yang digunakan ada 4 (empat) yang penting

yaitu :6

1. Angka kematian karena TB, yaitu banyaknya kematian karena TB pada populasi tertentu

dalam 1 (satu) tahun per 100.000 penduduk.

2. Angka insidensi penderita TB yaitu banyaknya kasus-kasus baru TB pada populasi

tertentu dalam 1 (satu) tahun per 100.000 penduduk.

3. Angka prevalensi penderita TB yaitu banyaknya kasus-kasus TB lama dan baru yang

ditemukan pada populasi tertentu, biasanya dinyatakan pasif dengan mikroskopik dalam

jangka waktu tertentu.

4. ARTI (Annual Risk of Tuberculosis Infection) yaitu suatu probalitas/kemungkinan

seseorang yang belum pernah terinfeksi TB akan terinfeksi oleh kuman tersebut dalam 1

(satu) tahun.

Annual Risk Tuberculosis Infection (ARTI)

Pada tahun 1934, Muench mengusulkan untuk dibentuk metode untuk menurunkan tingkat

rata-rata insiden resiko infeksi pertahun dari pengamatan menggunaakan prevalensi infeksi

seperti pada infeksi M. tuberculosis.9 Pada tahun 1957, NYBOE merumuskan model yang

sederhana untuk memperkirakan prevalensi infeksi yang diharapkan (P) dari resiko konstan

yang diketahui (R) berdasarkan usia dan tahun kalender, yaitu P= 1-(1-R)a, di mana a adalah

usia yang diamati pada prevalen yang diharapkan.10 Untuk nilai R, berikut diperoleh: R=1-

(1-P)1/a. Sekarang inilah standar yang digunakan untuk menurunkan rata-rata resiko infeksi

pertahun dari prevalensi infeksi dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan dalam waktu

kelender.11

Asumsi ini lebih banyak kemungkinan kesalahannya oleh karena kejadian sebenarnya dari

infeksi kemungkinan akan berubah dari masa ke masa di kalender; mungkin bisa menurun,

mungkin meningkat, atau mungkin campuran pasang surut, namun perhitungan rata-rata

resiko infeksi pertahun dapat menghasilkan hasil yang sama.11 Kekurangan ini juga telah

ditunjukkan oleh NYBOE. Kesulitan lainnya juga dirasakan dalam dalam memisahkan

mereka yang terinfeksi dari mereka yang tidak karena seringnya terjadi kepekaan terhadap

mikrobakteri yang mengarah ke reaksi non spesifik karena cross reaksi. Tuberculosis

Page 13: REFERAT anak rscm

Surveillance and Research Unit (TSRU) mengembangkan model yang lebih dinamis, yaitu

mengambil perubahan kalender dalam resiko infeksi ke dalam perhitungan untuk memastikan

perubahan dari serangkaian survey prevalensi uji kulit tuberkulin.12

Pada tahun 1977, sebelum adanya dokumen Cauthen dkk., WHO mengidentifikasi daerah

dengan beban tinggi untuk TB, untuk prevalensi infeksi, angka notifikasi, dan kematian.

Akan tetapi sejak survei tuberkulin telah dilakukan di kelompok usia yang berbeda,

perbandingan secara langsung dari prevalensi infeksi antara daerah itu tidak memungkinkan.

Cauthen dkk membuat dua kontribusi yang penting. Ini diterapkan ke konsep ARTI dengan

data dari berbagai negara dan termasuk penilaian tren/kecendrungan, bukan hanya pada

waktu tertentu saja. Konsep ARTI telah dikembangkan dan diterapkan pada studi data di

Belanda oleh Styblo dkk. Daya tarik dari pengukuran ini adalah pengukuran ini lebih

independen, berkualitas dan komprehensif dari sistem notifikasi dan bertentangan dengan

angka notifikasi.14

Dye et al. mengintegrasi informasi yang berbeda dari berbagai sumber. Menyatakan

hubungan antara berbagai parameter seperti risiko tahunan infeksi, tingkat kejadian, proporsi

kasus yang terdeteksi, angka notifikasi, durasi penyakit, prevalensi, dan CFR tergantung pada

pengobatan yang diterima. Berdasarkan informasi yang tersedia (termasuk Hasil survei

tuberkulin dirangkum oleh Cauthen dkk, perkiraan insiden penyakit dan kematian yang

diproduksi dan dibahas dalam panel ahli. Jumlah insiden TB pada tahun 1997 adalah

diperkirakan 8 juta kasus per tahun, dan jumlah TB-terkait mortalitas 1,9 juta. Sebuah hasil

penting yang telah identifikasi 22 negara-beban tinggi yang 80% dari semua kasus terjadi.

Perkiraan ini diperbarui setiap tahun.14

Meskipun hasil Cauthen dkk. pada prevalensi infeksi telah membantu untuk memperkirakan

insiden TB global tetapi aplikasi ini masih kontroversial. Pertama, Cauthen dkk. sendiri

memperingatkan terhadap ekstrapolasi hasilnya terutama untuk negara yang tidak disurvei.

Kedua, estimasi insiden penyakit dengan ARTI menggunakan aturan Styblo ini telah dikritik.

Selain itu, jumlah infeksi mungkin tergantung pada pembangunan sosial ekonomi melalui

perubahan kondisi rumah, kepadatan penduduk, dan berbagai sosial budaya. Ketiga, di

negara-negara dengan prevalensi tinggi infeksi HIV, hubungan antara risiko infeksi TB dan

insiden TB dapat diubah, tergantung pada penularan yang dari infeksi HIV terinfeksi kasus

TB. Hal ini penting untuk dicatat di sini bahwa rasio risiko kejadian infeksi dan insiden

Page 14: REFERAT anak rscm

penyakit tergantung pada jumlah infeksi yang dihasilkan per kasus dan bukan pada

kemungkinan penyakit setelah infeksi.14

Untuk masing-masing negara, estimasi insiden TB berdasarkan aturan Styblo ini sangat tidak

pasti. Akhirnya, metodologi memperkirakan prevalensi infeksi dan ARTI itu sendiri adalah

kontroversial dan bermasalah. Untuk mengurangi masalah tersebut, pelatihan dan

pengawasan tim survei sangat penting. Sebagai tambahan, tes yang lebih baik untuk

diagnosis infeksi TB akan sangat membantu dan ini memang sedang dikembangkan.14

Survei tuberkulin memberikan informasi penting pada masalah TB. Perkiraan berdasarkan

survei tuberkulin yang cukup kuat, dan tidak tergantung kuat pada proporsi anak dengan

BCG bekas luka, atau titik cut-off digunakan untuk mendefinisikan '' tes kulit 'positif'. Karena

pengukuran ketidaktepatan, perubahan prevalensi infeksi harus ditafsirkan sebagai

berkorelasi lebih dari langkah-langkah yang tepat dari perubahan sebenarnya risiko infeksi.

Selain itu, perbedaan agak besar diperlukan untuk menunjukkan jelas penurunan atau

peningkatan risiko tahunan infeksi, menunjukkan bahwa survei tuberkulin harus dilakukan

hanya sekali setiap 5-10 tahun. Sehingga Alat ini tidak berguna untuk pemantauan jangka

pendek, tetapi sangat penting untuk penilaian jangka panjang di negara-negara beban tinggi.

Beberapa tahun yang lalu survei tuberkulin telah sangat membantu untuk memperkirakan

dampak epidemi HIV pada penularan TB di Afrika.14

Insidensi dan mortalitas tuberkulosis merupakan parameter yang baik untuk menggambarkan

epidemiologi TB namun sehubungan dengan surveilans yang tidak adekuat diberbagai

negara, tidak mungkin untuk menunjukkan data insindensi dan mortalitas TB yang

sebenarnya, sehingga dipergunakan beberapa parameter epidemiologi secara tidak langsung

yaitu Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI), perkiraan insindens BTA (+), jumlah

dan pencatatan kasus-kasus TB, perkiraan cakupan populasi dibandingkan dengan pelayanan

kesehatan, dan perkiraan kasus fatal pada BTA (+) dan bentuk lain TB. Styblo dkk dari

penelitian terhadap 19.000 orang mendapatkan bahwa kematian karena TB : Insidens BTA

(+) : prevalensi BTA = 1 : 2 : 4. Selanjutnya diperkirakan untuk setiap 1% ARTI, mencakup

50 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk.6

Uji tuberkulin adalah uji yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi M. tuberkulosis, dapat

juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens infeksi dapat diketahui

Page 15: REFERAT anak rscm

annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode konversi, dan merupakan salah

satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit (burden of tuberculosis).

Parameter epidemiologi lainnya adalah perkiraan insidens BTA positif pada proses TB paru,

kasus yang dilaporkan dan laju yang dilaporkan (case notificationsnotification rates),

perkiraan cakupan yang mendapat layanan kesehatan di populasi, serta perkiraan case fatality

rate untuk pasien dengan BTA positif dan TB yang lain.13

Nilai ARTI adalah probabilitas seseorang yang tidak terinfeksi menjadi terinfeksi atau re-

infeksi oleh M. tuberkulosis, dalam kurun waktu satu tahun; dapat diperkirakan bila

dilakukan survei tuberkulin berulang di suatu populasi pada waktu yang berbeda. Survei

tersebut dilaksanakan dengan teknik yang sama, pada sekelompok subjek yang belum

mendapat vaksinasi BCG dengan usia yang sama, sehinggga dilaksanakan pada anak tanpa

skar BCG saja. Namun akhir-akhir ini karena tingginya cakupan imunisasi BCG, jumlah anak

yang tidak mempunyai skar BCG terbatas, sehingga diikutsertakan pula anak yang telah

diimunisasi BCG (skar BCG positif ).14

Bila sistem surveilans tidak dapat dilakukan untuk deteksi dan pelaporan insidensi kasus,

maka ARTI merupakan teknik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengetahui

besarnya infeksi TB. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2004 . rata-rata

prevalensi kasus BTA positif diperkirakan 104 per 100.000 penduduk. Namun dengan

membaginya berdasarkan durasi penyakit, insiden dari kasus BTA positif menjadi 96 per

100.000 penduduk. Hasil penelitian uji tuberkulin di beberapa negara berkembang telah

dipakai untuk memperkirakan besarnya ARTI. Dengan dasar survei uji tuberkulin pada anak,

diperkirakan ARTI di negara berkembang berkisar antara 0,6% sampai 2,3%. Data ARTI di

negara-negara Afrika daerah Sub-Sahara berkisar antara 1,5% sampai 2,5%, disusul oleh

negara-negara Asia Selatan dan dan Asia Timur sebesar 1% sampai 2%, sedangkan di Afrika

Utara, Timur Tengah dan Amerika Tengah dan Latin, ARTI diperkirakan antara 0,5% dan

1,5%.15

Beberapa penelitian mengenai ARTI telah dilakukan di India. Penelitian di Bangalore, India

tahun 2005–2006, pada 2459 anak usia 5–14 tahun dilakukan uji tuberkulin pada 2235 anak

hasil tes dapat dibaca; proporsi skar BCG positif 63,7%. Selanjutnya dilaporkan bahwa

prevalensi terduga infeksi TB 5,8% dengan ARTI 0,6% dari prevalensi terduga. Sebagai

perbandingan hasil penelitian di Bangalore tahun 1990-1994 didapatkan penurunan ARTI 3%

Page 16: REFERAT anak rscm

setiap tahun. Gopi dkk (2006) melaporkan hasil penelitiannya di sub-distrik Tiruvaller, India

Selatan setelah diimplementasikan program DOTS.15

Dari tiga survei didapatkan penurunan bermakna ARTI masing-masing 1,6% tahun 1999-

20021, 1,4% tahun 2001-2003, dan 1,2% tahun 2004-2005. Didapatkan penurunan 6% dari

survei pertama sampai ketiga setelah dilaksanakan program DOTS. Selanjutnya Gopi dkk

(2006) juga melaporkan hasil survei di India Utara, Barat, Selatan, dan Timur, pada 52.951

anak usia 1–9 tahun. Dilaporkan 32.744 anak telah mendapat vaksinasi BCG, dengan skar

BCG positif. Prevalensi infeksi dan ARTI diperkirakan masing masing 5,4% dan 1,0% pada

anak dengan skar BCG positif, sedangkan pada anak tanpa skar BCG didapatkan hasil 5,9%

dan 1%.15

Hasil penelitian Gopi dkk (2008) di Chennai City, India, total subjek 7098 anak usia 1-9

tahun, hasil penelian mendapatkan BCG skar 0,5% dengan ARTI 2,0%. Penelitian lain dari

Kerala, India pada 4821 anak usa 5-9 tahun, melaporkan 81% anak mempunyai skar BCG,

63,2% ditemukan hasil uji tuberkulin 0 mm, 5% ukuran reaksi ≥10mm, 3% reaksi ≥12 mm,

dan ≥14 mm pada 2% anak.15

Beberapa penelitian untuk memperkirakan nilai ARTI dilakukan di Indonesia, salah satunya

pada tahun 2009 yang dilakukan di lima provinsi di Indonesia dengan sampel anak sekolah

dasar dengan atau tanpa luka parut bekas vaksin BCG. Kesimpulan dari penelitian tersebut

Sumatera Barat prevalensi infeksi 10,7% dengan ARTI 1,4%, Jawa Tengah prevalensi infeksi

6,8% dengan ARTI 0,9%, Kalimantan Selatan prevalensi infeksi 9,9% dengan ARTI 1,3%,

Sulawesi Utara prevalensi infeksi 13,8% dengan ARTI 1,8%, Nusa Tenggara Timur

prevalensi infeksi 7,5% dengan ARTI 1,0%. Pada tahun 2006 dilakukan penelitian untuk

mengetahui angka ARTI pada anak yang dilakukan di Sumatera Barat. Berdasarkan

pengamatan pada anak yang memiliki skar BCG dengan 16 mm sebagai cut off point dari

pemeriksaan tuberkulin didapatkan angka prevalensi infeksi (95% CI: 6,2-9,8%) mencapai

8% sehingga didapatkan nilai ARTI 1%. Diperkirakan untuk setiap ARTI 1%, rata-rata

menunjukkan 96 kasus BTA positif TB per 100.000 populasi.16

Tanzania adalah negara pertama yang menerapkan dan bekerjasama dengan The Union, yang

sekarang dikenal dengan strategi DOTS. Hasil survey uji kulit tuberculin dipresentasikan

pada pertemuan Tuberculosis Surveillance and Research Unit (TSRU), tapi tidak pernah

Page 17: REFERAT anak rscm

dipublikasikan dala literature formal. Terdapat beberapa kendala utama yang muncul ketika

mencoba untuk mengukur sejauh mana dampak dari program pengendalian nasional pada

transmisi basil tuberkel. Pertama, mengeklusi vaksin BCG agar sampel lebih representative.

Kedua, observasi dari sejumlah reaksi non spesifik di Tanzania membuat kesulitan untuk

menguraikan prevalensi infeksi M.tuberculosis pada populasi karena terdapat crossreaction

dengan lingkungan. Ketiga, dampak pertumbuhan HIV pada angka morbiditas TB, yang tidak

berkurang dengan program pengendalian.18,19

Pengujian test kulit tuberkulin pada abad ke 19, sekitar 50 tahun setelah Koch’s membuat

tuberculin yang lama, Seibert membuat tuberculin yang terstandarisasi, yang sekarang

menjadi standar internasional terhadap semua tuberkulin komersial yang semuanya harus di

uji. Secara global teberkulin yang paling banyak digunakan PPD RT 23 (Statens Serum

Institut, Copenhagen, Denmark). Panduan spesifik tentang bagaimana melaksanakan survey

uji kulit tuberculin yang tersedia, akan membantu untuk mengurangi kesalahan teknis.

Preferensi terminal digit adalah salah satunya, preferensi terminal digit mengacu pada fakta

bahwa manusia cenderung menunjukkan preferensi untuk angka-angka tertentu, seperti yang

berakhiran nol atau lima, atau bahkan nomor-nomor yang ganjil. Hal ini dapat menciptakan

masalah ketika menentukan point cut off seperti menentukan proporsi individu yang

terinfeksi M. TB. 20,21,22

Penentuan risiko infeksi akan menjadi informasi dalam mencegah estimasi insiden penyakit

di masyarakat. Jika dilakukan pada anak-anak, juga akan memungkinkan untuk mengetahui

tentang dampak HIV pada populasi tersebut. Penentuan risiko tahunan rata-rata infeksi

dengan Mycobacterium tuberculosis akan memberikan prevalensi infeksi berhasil jika dapat

ditentukan untuk menunjukkan sejauh mana transmisi untuk generasi muda dapat dibatasi,

indikator penting untuk kemajuan, atau kekurangannya, bertujuan mengurangi masalah TB di

masyarakat.18

Studi menilai ARTI di sekolah Orel Oblast, Rusia, yang dihitung berdasarkan konversi

Tuberculin Skin Test (TST) antara sekolah, meningkat dari 0,2% pada tahun 1991 untuk 1,6%

pada tahun 2000, yang sejajar dengan meningkatkan kejadian TB di wilayah tersebut selama

1991- 2000. Hasil yang serupa diamati ketika ARTI diperkirakan berdasarkan prevalensi

infeksi kalangan anak-anak 3-5 tahun dengan menggunakan cutoff 12mm untuk menentukan

Page 18: REFERAT anak rscm

hasil TST positif. Namun, hasil berbeda secara substansial ketika berbeda cut-off yang

digunakan atau ketika prevalensi ditentukan antara anak 6-8 tahun.23 Hal ini terlihat pada

Gambar 1.

Studi di Orel Oblast memberikan contoh pengaturan di yang salah satu estimasi ARTI

berdasarkan survei prevalensi menjadi utilitas terbatas. Insiden TB di Orel Oblast meningkat

tajam selama krisis ekonomi Rusia menyusul pecahnya bekas Republik Uni Sosialis Soviet.

Selain itu, nilai-nilai yang sangat tinggi dari perkiraan ARTI (2-6%) ketika ukuran indurasi

TST ≥10 mm dianggap berpotensi positif disebabkan reaktivitas silang dengan vaksin BCG.23

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, memperkirakan ARTI berdasarkan konversi TST

memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode standar untuk memperkirakan ARTI

berdasarkan Survei prevalensi. Pertama, dalam memperkirakan ARTI berdasarkan konversi

TST, dasar TST positif disebabkan vaksinasi BCG saat lahir tidak berdampak pada perkiraan,

dan itu memungkinkan untuk meniadakan pengaruh vaksinasi BCG ulang. Sebaliknya,

memperkirakan ARTI yang berdasarkan prevalensi infeksi sangat sensitif terhadap cut-off

yang digunakan untuk menentukan TST positif, dan itu bisa sulit untuk menentukan cut-off

yang sesuai pada populasi yang divaksinasi BCG. Kedua, sebagai konversi diantara TST

serial kemungkinan mencerminkan infeksi pada periode intervensi, hal ini tidak perlu

dianggap pemerataan risiko infeksi untuk beberapa tahun.23

Gambar 1. ARTI ditentukan berdasarkan prevalensi hasil TST positif antara anak-anak A) usia3-5 tahun dan B) berusia 6-8 tahun, Orel Oblast, Rusia, 1992-2005. TST positif didefinisikan sebagai indurasi ≥10 (garis utuh), ≥12 (garis putus-putus) atau ≥15 mm (garis putus-putus). ARTI = annual risk of tuberculous infection; TST = tuberculin skin test.

Dikutip dari 23

Page 19: REFERAT anak rscm

Namun, mengestimasi ARTI berdasarkan TST konversi memiliki keterbatasan. Karena

kesulitan

dalam menemukan individu untuk mengulang pengujian, survei serial TST secara logistik

lebih menantang daripada survei prevalensi. Sebagai tambahan, TST seri tidak bisa

membedakan antara konversi dan boster, peningkatan ukuran indurasi yang terjadi tanpa

adanya infeksi karena stimulasi dari respon imun. Namun, karena boster adalah yang paling

sering ketika waktu antara dua TST adalah 1-5 minggu, menganalisis TST jarak waktu

setahun seharusnya dapat mengurangi risiko ini.23

Kesimpulannya, ARTI diukur melalui deteksi konversi TST via TST serial pertahun pada

anak-anak dapat menunjukkan tren/kecendrungan kejadian TB pada waktu kewaktu.

Menentukan ARTI berdasarkan konversi TST dapat menghindari beberapa keterbatasan yang

terlibat dalam menggunakan metode tradisional yang menentukan ARTI berdasarkan survei

prevalensi, terutama dalam pengaturan perubahan insiden TB atau tingginya cakupan

vaksinasi BCG.23

KESIMPULAN

1. Sejarah epidemiologi perlu dipelajari untuk mengetahui konteks sejarah, konteks sosial,

kultural, politik, dan ekonomi yang melatarbelakangi perkembangan epidemiologi,

sehingga konsep, teori, dan metodologi epidemiologi dapat diterapkan dengan tepat

2. Nilai ARTI adalah probabilitas seseorang yang tidak terinfeksi menjadi terinfeksi atau re-

infeksi oleh M. tuberkulosis, dalam kurun waktu satu tahun

3. ARTI merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit

(burden of tuberculosis) dan dapat menunjukkan kecenderungan kejadian TB dari waktu

ke waktu

Page 20: REFERAT anak rscm

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014;12-14

2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak 2013;2,11-29.

3. Rasmin Rasjid, Patofisiologi dan Diagnosik TB Paru, Dalam : Yusuf Anwar, Tjokronegoro Arjatmo, editor. Tuberkulosis Paru, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1985; 1-11.

4. E Perdiguero, J Bernabeu, R Huertas, et al. History of health, a valuable tool in public health, Epidemiol Community Health 2001;55:667–673

5. N.P. Stathakou,MD, G.P. Stathakou,MD, S.G. Damianaki,MD, et al. Empedocles Bio-medical Comments: A Precursor of Modern Science. Priory Lodge Education Limited 2007;1-2.

6. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 –7.

7. Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2002,5-27

8. Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama 2003,5-30

9. Muench H. Derivation of rates from summation data by the catalytic curve. J Am Stat Assoc 1934; 29: 25–38.

10. Nyboe J. Interpretation of tuberculosis infection age curves. Bull World Health Organ 1957; 17: 319–339

11. Cauthen GM, Pio A, ten Dam HG. Annual risk of tuberculous infection (WHO/TB/88.154). Geneva, World Health Organization, 1988.

12. Cauthen GM, Pio A, ten Dam HG. Annual risk of tuberculous infection. 1988. Bull World Health Organ 2002;80: 503–511.

13. Departemen Kesehatan RI. Pedoman nasional penanggula ngan tuberkulosis. Cetakan ke-8. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002.15-25

14. Martien W. Borgdorff, Annual risk of tuberculous infection —time for an update?, Bulletin of the World Health Organization 2002, 80 (6)

15. Kumar S, Radhakrishna, Chadha VK, Jeetendra R, Kumar P, Chauhan LS, Srivastava R, Umadevi, Kirankumar R. Prevalence of tuberculosis infection among school children in Kerala. Indian J Tuberc 2009;56:10-16.

16. Bachtiar A, Miko TY, Machmud R, Besral, Yudarini, Basri C, Mehta F, Chadha VK, Loprang F, Manissero D, Palupi KR, Jitendra R. Annual risk of tuberculosis infection in West Sumatra Province, Indonesia.Int J Tuberc Dis 2008;12:255-61.

17. Sty´blo K, Meijer J, Sutherland I. Tuberculosis Surveillance Research Unit Report No. 1: the transmission of tubercle bacilli; its trend in a human population. Bull Int Union Tuberc 1969; 42: 1–104

18. Styblo K. The first round of the National Tuberculin Survey in Tanzania, 1983–1987. Tuberculosis Surveillance Research Unit of the IUATLD Progress Report 1989; 2: 101–116.

Page 21: REFERAT anak rscm

19. Chum HJ, O’Brien RJ, Chonde TM, Graf P, Rieder HL. An epidemiological study of tuberculosis and HIV infection in Tanzania, 1991–1993. AIDS 1996; 10: 299–309

20. Koch R. Ueber bacteriologische Forschung [On bacteriological research]. Dtsch Med Wochenschr 1890; 16: 756–757.

21. World Health Organization. Comite´ d’Experts pour la Standardisation Biologique. Cinquie`me rapport. 7. Tuberculine [Expert Committee on Biological Standardization. Fifth report. 7. Tuberculin]. Tech Rep Ser 1952; 56: 6–7

22. Magnusson M, Bentzon MW. Preparation of purified tuberculin RT 23. Bull World Health Organ 1958; 19: 829–843.

23. C. M. Yuen,T. M. Krapivina, B. Y. Kazennyy, et al. Annual risk of tuberculous infection measured using serial skin testing, Orel Oblast, Russia, 1991–2005, INT J TUBERC LUNG DIS 19(1):39–43 2015