Referat Anak EKN_Loe2

download Referat Anak EKN_Loe2

of 24

Transcript of Referat Anak EKN_Loe2

1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Enterokolitis Nekrotikas (EKN) adalah penyakit saluran cerna pada bayi baru lahir, ditandai dengan bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa. Secara klinis gejala EKN sering sama dengan sepsis dan diagnosis baru dapat ditegakkan setelah timbul gejala gastrointestinal. Angka kejadian penyakit ini berbeda dari rumah sakit satu dengan rumah sakit lainnya. Beberapa penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% dari penderita yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian ini adalah kemampuan dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini. Di RSCM diagnosis EKN pada tahun 60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat setelah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di Sub Bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1980-1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus pada tahun 1981, 2 kasus pada tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakannya alat canggih dalam penanganan neonatus (1). Pada umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Angka kematian EKN cukup tinggi. Di Amerika Serikat pada tahun 1980 angka kematian EKN adalah 29%,

2

sedangkan di RSAB Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%)(2)

I.2. Tujuan Penulisan refrerat ini bertujuan untuk membahas mengenai Enterokolitis Nekrotikans meliputi definisi, diagnosa, gambaran klinik, gejala, penatalaksanaan dan prognosa.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Enterokolitis nekrotikans merupakan penyakit saluran cerna yang serius pada bayi baru lahir dan ditandai dengan bercak nekrosis atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa usus (3). II.2. Histofisiologi Usus halus dan usus besar melakukan fungsi pencernaan. Usus halus akan melanjutkan proses pencernaan dari lambung dengan cara mencerna produk makanan (chymus) oleh bahan-bahan kimia dan enzim yang dihasilkan oleh hepar dan pankreas oleh sel-sel mukosanya sendiri. Usus halus juga akan mengabsorbsi secara selektif nutrien kedalam darah dan kapiler limfe, mentransfer chymus dan materi limbah pencernaan kedalam usus besar, serta membebaskan hormon-hormon yang mengatur proses pencernaan. Secara histologis pada potongan melintang usus halus

memperlihatkan keempat lapisan dinding usus. Keempat lapisan tersebut, antara lain : vili, mukosa muskularis, submukosa, dan serosa. Pasa usus halus didapatkan ciri khusus berupa adanya kumpulan limfonoduli yang disebut plak peyer. Setiap plak peyer adalah gabungan 10 atau lebih limfonoduli, yang terdapat pada dinding ileum berhadapan dengan perlekatan mesenterium. Limfonoduli dalam plak peyer berfungsi sebagai antibody karena banyak mengandung limfosit B, dan sedikit limfosit T, makrofag dan sel plasma. Diatas limfododuli plak peyer terdapat sel M

4

(epitem membranosa) yang akan menggantikan sel epitel silindris usus halus. Sel M tersebut secara tetap memantau antigen lumen usus, mengingesti antigen, dan menyajikannya untuk limfosit dan magrofag di lamina propria, dibawahnya terdapat antibody spesifik dan respons terhadap antigen asing dikembangkan (4). Fungsi utama dari colon adalah untuk menyerap air dan mineral (elektrolit) hasil sisa makanan (residu) dan membentuk feses. Untuk fungsi tersebut maka epitel usus besar mengendung sel absortif silindris (serupa dengan sel yang terdapat pada usus halus) dan sel- sel goblet penghasil mukus, untuk melumasi lumen usus besar agar feses dapat dengan mudah lewat dan mulai memadat. Dinding usus besar terdiri dari beberapa lapisan, antara lain : mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. Pada lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel epitel, lamina propria dan mukosa muskularis. Epitel pelapis pada colon adalah sel epitel selapis silindris, sel epitel ini akan berlanjut kedalam kelenjar intestinal dengan sedikit mikrofili dan banyak sel goblet. Lapisan lamina propria mengandung banyak jaringan limfoidifus. Tidak ada fili pada colon, mukosa berlekuk-lekuk oleh kelenjar intestinal tubular panjang (kripti liberkhun) yang menerobos lamina propria sampai muskularis mukosa. Lapisan serosa menutupi hampir seluruh bagian colon trasfersum dan colon sigmoid, untuk colon asenden dan desenden yang letaknya retroperitoneal dilapisi pada bagian posteriornya berupa anventisia (4).

5

II.3. Insidensi Insidensi EKN sangat bervariasi dari tempat perawatan yang satu ke tempat perawatan lainnya, keduanya diambil dari satu daerah geografis dan dari satu daerah ke daerah lain. Perkiraan ini tidak dapat secara akurat mencerminkan insidens yang sebenarnya karena inkonsistensi dalam definisi dan dalam melaporkan kasus yang diperumit dengan variabel pengacau lain, seperti prematuritas (1,2). 1. EKN terjadi pada 2%-7% dari semua bayi yang dimasukan ke unit perawatan intensif neonatal. 2. EKN terjadi pada sekitar 12% neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 1500 g. 3. 62%-94% bayi yang terkena adalah bayi prematur. 4. 7%-13% bayi yang terkena EKN adalah bayi cukup bulan. Banyak dari bayi tersebut yang mendapatkan penanganan penyakit jantung kongenital, malformasi gastrointestinal anatomik, polisitemia, atau masalah-masalah medis yang lain. 5. Angka mortalitas EKN secara berlawanan proporsional dengan berat badan pada saat lahir dan lebih dari 50% pada bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1000g saat lahir. 6. EKN merupakan penyebab kematian neonatal ketiga terbesar, dengan angka mortalitas keseluruhan sebanyak 10%-15%.

6

II.4. Patologi dan patogenesis Ileum bagian distal dan kolon proksimal sangat sering terlibat. Beberapa bentuk stress perinatal, terutama asfiksia dan hipotermia dianggap merupakan predisposisi untuk terjadinya iskemia usus pada bayi. Berbagai faktor lain dapat mendukung terjadinya kerusakan mukosa dan kemudian infeksi menyebabkan nekrosis usus. Kerusakan

endotelium dapat mengakibatkan trombosis. Distensi usus,kateter umbilikus dan keadaan aliran yang rendah juga telah diperkirakan merupakan faktor pendukung. ASI mungkin dapat melindungi bayi dari penyakit ini (1,4). A. Faktor-faktor predisposisi Berat badan lahir rendah dan kurang bulan Bayi dengan asfiksia Bayi dengan sindroma gangguan pernafasan/apneu berulang Bayi lahir PRM atau infeksi perinatal lain Bayi yang mendapat kateterisasi vena umbilikalis dan bayi yang memperoleh transfusi tukar Bayi dengan polisitemia Bayi dengan penyakit gangguan berat seperti : payah yang jantung, menyertai

gastroenteritis,

kardiopulmoner

sindroma gangguan pernafasan Penyakit jantung bawaan sianotik atau penyakit jantung bawaan dengan curah jantung yang berkurang Hipotermia,hipotensi dan gangguan keadaan umum lainnya.

7

Bayi yang minum susu tertentu (formula hipertonik atau overfeeding). B. Faktor-faktor yang berperan pada terjadinya EKN 1. Hipoksia dan iskemia gastrointestinal Sebagai akibat hipoksia, maka terjadi refleks survival berupa vasokontriksi arteri pada pembuluh darah otot, kulit, ginjal dan saluran cerna, sebagai upaya mempertahankan aliran darah ke otak dan jantung. Neonatus kurang bulan dapat bereaksi seperti itu pada stres yang berulang-ulang, yang menyebabkan iskemia intermiten pada dinding saluran cerna. Katerisasi dan manipulasi pembuluh darah umbilicus dapat menyebabkan hiperperfusi pada dinding saluran cerna. Kedua hal diatas menyebabkan kelainan seperti pada EKN (1,5). 2. Invasi bakteri Invasi bakteri senantiasa menyertai faktor yang lain yaitu hipoperfusi, imaturitas imunologi dan pemberian makan enteral yang hipertonis. Kuman-kuman yang ditemukan pada biakan darah dan tinja adalah bakteri yang biasanya terdapat pada saluran cerna. Bakteri yang merupakan flora normal pada saluran cerna ini menjadi invasif oleh karena daya tahan tubuh bayi menurun. Bila benteng imunologis saluran cerna telah dilewati, maka invasi bakteri berlangsung progresif karena sistem imunologis humoral pada neonatus, khususnya pada bayi kurang bulan belum berkembang sempurna(5).

8

Skema patogenesis dan peranan ASI pada EKN (1)Hipoksia

Formula feeding

Decreased gut perfussion

Breast milk

Decreased celluler metabolism

Immature pasive immunity

Decreased enteric mucus formation

Passive enteric immunity

Mucosal autodigestion

Overgrowth enteric bacteriae

Normal enteric flora

Bacterial invasion of gut wall

Repair

Recovery NEC

9

3. Makanan enteral Pemberian makanan enteral, baik caranya maupun jenisnya dapat merupakan faktor terjadinya EKN. Mekanisme terjadinya EKN melalui pemberian makanan adalah sebagai berikut (1) : Perusakan mukosa secara langsung oleh makanan yang hipertonis Tidak terdapat daya lindung imunologis dalam susu buatan Perubahan flora saluran cerna Imaturitas struktural saluran cerna bayi kurang bulan Jumlah makanan yang terlalu banyak, diberikan terlalu dini. II.5. Gejala klinis Permulaan penyakit biasanya terjadi 2 minggu pertama tetapi dapat terlambat sampai berumur 2 bulan. Meconium keluar secara normal dan sebagai tanda pertama adalah distensi perut dengan retensi lambung. Tinja yang jelas berdarah terlihat pada 25% kasus. Mulai timbul penyakit sering tidak jelas dan dapat terjadi sepsis sebelum dicurigai adanya suati lesi usus. Sekali terkena, kondisi anak biasanya memburuk, dengan cepat menjadi lemah dan asidosis serta dapat berkembang ke arah rejatan dan koagulasi intravaskular disseminata (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation) (5). Gejala klinik EKN tergantung dari stadium penyakit, selain itu gejala kliniknya sangat bervariasi dan tidak ada yang khas (1,6,7,8).

10

Ada 2 kelompok gejala klinik yang penting, yaitu : 1) Gejala dan tanda sistemik Respiratory distress Bradikardia Suhu tubuh tidak stabil Kesulitan minum Diatesis hemorrhagik Apneu Letargi Iritabel Adanya gejala-gejala seperti diatas, selain dijumpai pada EKN, juga bisa dijumpai pada keadaan seperti hipoglikemia, perdarahan otak dan gangguan keseimbangan. 2) Gejala dan tanda abnormal Distensi abdomen Nyeri pada dinding perut ( abdominal tenderness) Distensi lambung Muntah (dapat mengandung empedu atau hematemesis, atau keduanya) Ileus ( peristaltik menurun atau tidak ada) Eritema dan indurasi pada dinding abdomen Diare dan asites

11

Gambaran Radiologik (1,6) Gambaran radiologik EKN dapat berupa : Dilatasi usus Pneumatosis intestinal Udara di vena porta Udara bebas di rongga peritoneal Cairan bebas di rongga peritoneal Diastribusi udara dalam usus yang asimetris Dilatasi usus setempat yang persisten Menurut Tamaela, tidak ada satupun gejala atau gambaran diatas yang patognomosis untuk EKN, dan kebanyakan non-spesifik. Hanya pnematosis intestinal dianggap paling penting karena cukup sering terjadi pada EKN dan tidak begitu lazim dijumpai pada penyakit neonatus yang lain. Menurut Titus, EKN dapat dicurigai kalau terdapat gambaran gas abdominal, ileus, asites atau peritonitis, dan diagnosis EKN dapat ditegakkan jika terdapat pneumatosis usus atau gambaran gas intra vena hepatis dan udara bebas intraperitoneal (perforasi). Laboratorium Tidak ada tes laboratorium yang spesifikpada EKN. Walaupun demikian dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, antara lain(1,7,8) :

12

1. Darah Kelainan darah yang dapat dijumpai pada EKN merupakan refleksi dari usus yang nekrosis dan merupakan suatu penemuan yang sekunder. Kelaianan yang dapat ditemukan antara lain : Trombositopenia Metabolik asidosis yang persisten Hiponatremi berat Keadaan ini merupakan TRIAS yang sangat membantu memastikan diagnosis EKN. Disamping keadaan diatas dapat juga ditemukan keadaan seperti koagulasi intravaskuler diseminata dan neutropenia. 2. Tinja Pada analisis tinja dapat ditemukan adanya : Malabsorbsi kalbohidrat Adanya darah dan tinja Kedua keadaan diatas merupakan dari perubahan keutuhan (integritas) intestinal. II.6. Diagnostik Suatu petunjuk kecurigaan yang sangat tinggi dalam menangani bayi dengan resiko adalah penting. Foto radiologik polos dapat memperlihatkan pneumatosis intestinalis, yang menunjukkan adanya EKN pada bayi baru lahir. Pada 50-75% pasien sudah ada pnematosis ketika pengobatan dimulai. Adanya udara vena porta merupakan tanda buruk dan pneumoperitonium menunjukkan sudah

13

adanya perforasi. Diagnosis banding EKN meliputi infeksi spesifik (sistemik atau usus), obstruksi dan penyakit Hirschprung. Kultur dan pemeriksaan radiologik dapat menentukkan diagnosis. Riwayat obstruksi usus distal sebelumnya dan kelainan pada biopsi rectum menentukkan diagnosis penyakit Hirschsprung. Enema barium merupakan kontraindikasi pada pasien ini karena adanya resiko perforasi usus (4). Menurut Kliegman dan Walsh, diagnosis EKN dapat ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut (1,6) : 1. Stadium I (diduga EKN), bila terdapat 2 diatara 4 gambaran klinik dibawah ini : 1) Perut kembung, tegang yang menetap dimana tidak ditemukan kelainan yang lain 2) Adanya darah pada tinja 3) Ileus yang ditegakkan berdasarkan adanya retensi gaster lebih dari 3cc pada pemeriksaan berulang ; cairan lambung kehijauan atau muntah berulang. 4) Teraba masa atau perut yang tidak rata 2. Stadium II (EKN pasti) 1) Ringan Tanda-tanda stadium I X-ray abdomen adanya pneumatosis

14

2) Sedang Tanda stadium II Asidosis metabolik Trombositopenia 3. Stadium III (EKN berat) Tanda EKN stadium II sedang Kegagalan pernafasan Perforasi (mungkin juga intak) Hipotensi Apneu dan bradikardi Peritonitis DIC

II.7. Diagnosis Banding Penyakit Sistemik Sepsis dengan ileus Pneumotorak, perforasi ke arah abdomen menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum Penyakit perdarahan pada neonatus Darah dari ibu tertelan

Nekrosis usus post asfiksia (1)

Penyakit Gastrointestinal Volvunus Malrotasi Colitis pseudomembran

15

Hirschproeng Intususepsi Tromboemboli pada arteri umbilikalis Perforasi usus yang terjadi spontan Perdarahan Hepatic-splenic-adrenal Sress ulcer Meconeum ileus Alergi susu, protein (1) II.8. Penatalaksanaan (1,4,5) 1. Perawatan Umum Bayi dirawat dalam inkubator diruangan tersendiri dengan memperhatikan tindakan aseptik/antiseptik. Pemantauan tandatanda vital dilakukan terus-menerus, keseimbangan cairan dan elektrolit dicatat dengan baik dan dilakukan foto abdomen tiap 6-12 jam. 2. Istirahatkan Usus Pemberian makanan per oral dihentikan, dilakukan dekompresi lambung dengan memasang pipa nasogastrik. Lavemen dengan gliserin diberikan bila bayi belum defekasi. 3. Nutrisi a. Parenteral Selama dupuasakan (istirahat usus) nutrisi diberikan secara parenteral sesegera mungkin. Cairan yang diberikan dektrosa 10% ditambahkan NaCl dan KCL masing-masing 100-150

16

ml/KgBB/hari. Nutrisi parenteral diberikan selama 1 bulan, 2 minggu untuk istirahat usus, 2 minggu lagi untuk pemberian nurisi enteral secara bertahap. Jumlah kalori yang diberikan 90110 Kkal/KgBB/hari. b. Enteral Nutrisi enteral dapat diberikan sesudah fase akut lewat, yaitu kira-kira hari ke 10-14. Nutrisi enteral diberikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit secara bertahap, dimulai dengan ASI atau susu formula diencerkan. Bila ada malabsorpsi karbohidrat diberikan susu formula bebas laktosa. 4. Infeksi Mengingat manifestasi initial EKN sama dengan sepsis, maka setiap bayi tersangka EKN diperlakukan seperti kasus sepsis. Pemeriksaan darah, tinja, cairan serebrospinal segera dilakukan termasuk juga kultur dan sensitivitas. Pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil biakan atau kuman yang sering ditemukan ditempat perawatan. Dapat diberikan antibiotik Ampisilin dan Gentamisin secara parenteral. Jika terjadi perforasi usus dapat ditambahkan Klindamisin atau Kloramfenikol. Antibiotika golongan beta-laktamase seperti Cefalosporin dan Sefamisin juga penting pada pengobatan EKN karena dapat mengatasi kuman enterik gram negatif dan toksisitasnya rendah.

17

5. Asidosis Yang sering terjadi pada EKN adalah metabolik asidosis, biasanya pada EKN sedang dan berat. Diberikan Na-bikarbonat 2 mEq/KgBB intravena atau dalam waktu 10-15 menit dengan kecepatan tidak lebih dari 1 mEq per menit. Asidosis mempunyai efek inotropik negatif, mengakibatkan relaksasi otot jantung dan kontraksinya menurun. 6. Koagulasi Intravaskuler Diseminata Keadaan ini dapat dicurigai bila : a. Hematokrit rendah b. Trombosit rendah c. Masa protrombin memanjang d. Masa tromboplastin memanjang e. Fibrinogen menurun Sambil menunggu darah dan trombosit untuk transfusi, dapat diberikan terlebih dahulu plasma segar beku 15 ml/kgBB. Dengan pemberian plasma seringkali perdarahan berhenti dan bahkan transfusi tidak diperlukan lagi. Transfusi trombosit diberikan bila jumlah trombosit < 50.000/mm3 atau bila jelas terdapat perdarahan sistemik dan gastrointestinal yang berat. 7. Pembedahan Indikasi absolut tindakan pembedahan adalah jika terdapat perforasi (pneumoperitoneum) dan adanya nekrosis usus.

Sedangkan indikasi relatif adalah klinik memburuk (asidosis

18

metabolik,

kegagalan

pernafasan,

oliguria,

hipovolemia,

trombositopenia, leukopenia, leukosistosis, terdapat gas didalam v.porta, eritema dinding abdomen, masa dalam usus yang menetap dan dilatasi usus yang menetap). Tindakan bedah pada dasarnya sama dengan tindakan pada peritonitis, yaitu menghentikan sumber infeksi atau sumber kebocoran dengan reseksi usus yang nekrosis atau perforasi. Rongga peritoneal kemusian dicuci dengan larutan NaCl 0,9% hangat dan untuk mengembalikan kontinuitas usus dilakukan anastomosis primer pada kedua ujung usus yang masih utuh. Pencegahan (1, 9) Dengan memperhatikan patogenesis dan faktor-faktor perinatal pada EKN, maka usaha yang terpenting dalam upaya pencegahan adalah memutuskan mata rantai hubungan antara asfiksia hipoksia iskemia usus kerusakan mukosa usus. Disamping itu harus pula dihilangkan faktor-faktor yang memperberat terjadinya kerusakan mukosa usus seperti mencegah terjadinya ploriferasi bakteri usus. Tindakan-tindakan yang harus diperhatikan dalam mencegah atau mengurangi akibat lanjutan EKN adalah : 1. Mengurangi/menghilangkan faktor resiko perinatal Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah ke traktus gastrointestinalis, yang berhubungan dengan faktor kehamilan, persalinan dan perawatan neonatus. Oleh karena itu

19

perawatan prenatal, pimpinan persalinan serta perawatan baru lahir memegang peranan penting dalam mencegah EKN. 2. Peranan Air Susu Ibu Santuli dkk. Pertama kali mengemukakan, pentingnya ASI dalam mencegah terjadinya EKN maupun penanggulangannya. Terbukti EKN tidak ditemukan atau sangat jarang terdapat pada bayi yang minum ASI. Perana ASI dalam mencegah EKN adalah : a. ASI bersifat iso-osmoler b. Mengandung SIgA (Secretory immunoglobulin A) yang

bermanfaat dalam meningkatkan daya tahan tubuh. SIgA ini dibentuk oleh sel plasma dinding usus, tahan terhadap enzim usus dan mempunyai fungsi antibakteri, anti virus dan anti toksin. c. ASI mempunyai daya anti bakteri, melalui cara-cara lain yaitu : Mengandung laktoferin yang mempunyai efek bakteriostatik terhadap E.coli 3. Cara pemberian minum 4. Pemberian antibiotika per oral Telah dikemukakan bekteri mempunyai peranan dalam terbentuknya pneumonitis dalam EKN. Selain itu bakteri dan enterotoksin bertanggung jawab terhadap kerusakan mukosa usus. Bell dkk telah membuktikan manfaat antibiotika guna mengurangi komplikasi perforasi pada EKN, sedangkan pemberian antibiotika

20

EKN pada bayi-bayi dengan resiko,baru dilakukan oleh Egan dkk. Dan Grylack dkk. II.9. Komplikasi 1. Komplikasi segera meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Sepsis (9%-21% ) Gagal nafas(91%) Gagal ginjal (85%) Syok Paten duktus arteriosus Anemia Koagulasi intravaskuler diseminata Trombositopenia Perforasi

2. Komplikasi jangka panjang meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Striktur (25%-35% ) Sindrom usus pendek ( 9%-23%) NEC kambuhan (4%-6% ) Komplikasi dari nutrisi parenteral total ( 15%) Malabsorbsi Kebocoran anastomosis Kolestasis Fistula enterokolitis ( 2%) Atresia Gagal tumbuh kembang

21

k.

Sekuale neurodevelopmental (15%-33% )

II.10. Prognosis Penelitian skala besar di Amerika Serikat menunjukkan angka kematian EKN sebesar 29,3%. Prognosis umumnya bergantung pada derajat prematuritas dan problem ventilasi yang timbul kemudian. Mulai timbul EKN yang lebih dini memberi prognosis lebih buruk (angka kematian 32%), sedangkan jika mulai timbulnya lebih lambat (lebih dari 7 hari) prognosisnya lebih baik (angka kematian 12%). Striktur timbul pada tempat lesi nekrotikans pada kurang dari 10% pasien. Tidak ada gangguan fungsi usus yang menetap sebagai gejala sisa EKN, kecuali kalau dilakukan reseksi masif (1,5).

22

BAB III KESIMPULAN

Enterokolitis Nekrotikans (EKN) adalah penyakit saluran cerna pada bayi baru lahir, ditandai dengan bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa. Penyakit baru lahir ini etiologinya belum diketahui. Tingkat kematian yang disebabkan oleh EKN pada bayi yang berbobot rendah lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan bobot normal. Gejala klinis Enterokolitis Nekrotikans tergantung dari stadium penyakit, gejala klinisnya sangat bervariasi dan tidak ada yang khas. Umumnya dilakukan pemeriksaan radiologis pada EKN dimana tampak gambaran dilatasi usus dengan sedikit atau tanpa gas dalam colon dalam foto abdomen. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penyakit ini. Bayi yang menderita EKN dirawat dalam inkubator di ruangan tersendiri dengan terus memantau tanda-tanda vital,

keseimbangan cairan dan elektrolit dan dilakukan foto abdomen tiap 6-12 jam. Prognosis EKN tergantung ketepatan dan kecepatan dalam penanganan penyakit.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sudrajat Suraatmaja. 2005. Enterokolitis Nekrotikas. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak ; 147-153.

2.

Jeniffer A. Bisquera, Timothy R. Cooper, Carol Lynn Berseth. 2002. Necrotizing Enterocolitis of Stay and Hospital Charges in Very Low Birth Weigh Infants. Pediatrics Vol 109; 423- 428.

3.

Markum, dkk. 1991. Enterokolitis Nekrotikans Neonatal. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta ; 476.

4.

Rubem Pochaczevsky & E. George Kassner. 1971. Necrotizing Enterocolitis of Infancy. Medical Center of Brooklyn Vol 113 No 2; 283-296

5.

Tricia Lacy Gomella. 1999. Necrotizing Enterocolitis. Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems, Deseases, and Drugs ; 452-456.

6.

Robert L. Siegle, Jack G. Rabinowitz, Sheldon B. Korones, Fabian G.Eyal. 1976. Early Diagnostic of Necrotizing Enterocolitis. American Journal of Roentgenol Vol 127; 629-632

7.

Roy M. 2005. Enterokolitis Nekrotikans. Lecture note : Pediatrica. Jakarta : EMS, 2002-216.

8.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI ; 807-216.

24

9.

Jeff Pietz,Babu Achanti, Lawrence Lilien, Erin Clifford Stepka, Sudhir Ken Mehta. 2007. Prevention of Necrotizing Enterocolitis in Preterm Infants : A 20 Years Experience. Pediatrics Vol 119; 469-471.