Post on 27-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Proses neoplasmatik atau malignitas di susunan saraf mencakup neoplasma saraf
primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di
seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang
intracranial dan 2% di ruang kanalis spinalis.1
Urutan frekuensi neoplasma di ruang tengkorak adalah sebagai berikut : (1) glioma
41% (2) Meningioma 17%, (3) Adenoma hipofisis 13%, (4) Neurilemoma 12% (5)
Neoplasma metastatic (6) Neoplasma pembuluh darah serebral. Urutan yang berlaku untuk
proses neoplasmatik di dalam ruang kanalis spinalis berbeda dengan urutan diatas, yaitu
sebagai berikut : (1) Neurilemoma, (2) Meningioma, (3) Glioma, (4) Sarkoma, (5)
Hemangioma, (6) Kordoma.1
Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.
Ependioma hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis
medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis.
Oligodendroma memilih lobus frontalis sebagai perkembangannya, sedangkan
spongioblastoma seringkali menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus
kalosum atau pons. Neoplasma saraf rupanya cenderung juga untuk berkembang pada
golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak
daripada orang dewasa, misalnya meduloblastoma. Begitu pula glioma batang otak lebih
banyak dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa. Neoplasma serebelar dan
metastasis serebri lebih umum pada orang dewasa daripada anak-anak.1
Perbandingan antara neoplasma serebral primer dan metastatik adalah 4:1. Jenis
neoplasma metastatik di dalam ruang cranium kebanyakan neoplasma bronkus dan prostat
pada pria dan mamma pada wanita. Pada hakekatnya, neoplasma saraf primer tidak
mempunyai kecenderungan untuk bermetastasis di luar susunan saraf. Tetapi ada beberapa
laporan tentang neoplasma saraf primer dengan metastasis hematogen di luar susunan
saraf, yang kebanyakan terjadi sehubungan dengan tindakan operasi. Dalam hal ini,
dimungkinkan sel-sel neoplasma saraf primer terhanyut dalam aliran darah sewaktu
dilakukan operasi.1
1
Neoplasma, yang berarti pertumbuhan baru, belum diketahui asal-usulnya,
walaupun banyak penelitian telah dilakukan. Ada beberapa faktor-faktor yang perlu
ditinjau, yaitu :
a) Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-
jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya
faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.1
b) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak
bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.1
c) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.1
d) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan
perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.1
e) Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-
ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.1
2
Klasifikasi Neoplasma Sistem Saraf Pusat
a) Klasifikasi berdasarkan histogenetik memiliki nilai teoritis yang tinggi dan merupakan
cara logis untuk mengingat segala macam neoplasma intracranial yang berbeda, seperti
pada tabel berikut ini.2
Tabel 1. Klasifikasi neoplasma sistem saraf berdasarkan histogenesis
Jenis Sel NeoplasmaDerivat selular tuba neuralisSel-sel glia
Glioma
Astrosit AstrositomaGlioblastoma multiforme
Oligodendroglia OligodendrogliomaSel ependim Ependimoma
SubependimomaPapiloma pleksus koroideus
Neuron MeduloblastomaCampuran glia dan neuron GangliogliomaPinealosit Pineositoma
PineoblastomaSel yang berasal dari Krista neuralisSel schwann Schwannoma
NeurofibromaSel arakhnoid MeningiomaSel-sel lainSel jaringan ikat Sarkoma Sel limfoid Limfoma malignaSel vaskuler Hemangioblastoma Pituisit Adenoma hipofisisSisa embrionik Derivat ektodermal Kraniofaringioma
Kista epidermoidKista dermoid
Sisa notokordal Kordoma Sel benih Teratoma
Geminoma Melanosit Melanoma Adiposit Lipoma Neoplasma metastatikTumor tulang (tengkorak dan vertebra)
3
b) Klasifikasi topografik
Bila seorang pasien datang dengan neoplasma intrakranial, biasanya letaknya bisa
dipastikan dengan pemeriksaan klinis dan radiologik. Menurut letaknya, neoplasma
intakranial dapat digolongkan menjadi supratentorial atau infratentorial.2
Tabel 2. Neoplasma Intrakranial diklasifikasikan menurut letak dan usia
Letak Anak DewasaSupratentorial Hemisfer serebri
30%Jarang
70%Neoplasma gliaMeningiomaMetastatis
Supraselar Kraniofaringioma Astrositoma pilositik juvenil
Adenoma hipofisisKraniofaringiomaNeoplasma glia
Pineal Pineoblastoma Tumor sel benih (teratoma)
Pineositoma Tumor sel germinal (germinoma)
Infratentorial (fossa posterior) Garis tengah
70%
Meduloblastoma Ependimoma
30%
Glioma batang otak
Hemisfer serebelum Astrositoma pilositik juvenil MetastasisHemangioblastoma
Sudut serebelopontin Kista epidermoid Schwannoma (neuroma kustik)Meningioma
Medulla spinalis Epidural
Jarang Tumor tulang
Sering MetastasisTumor tulang
Intradural, tetapi ekstramedular Jarang Neurofibroma
SchwannomaMeningioma
Intramedular Ependimoma Ependimoma Astrositoma
Persentase menunjukkan frekuensi neoplasma intracranial pada masing-masing kategori;
yaitu pada anak-anak 70% neoplasma adalah infratentorial dan 30% adalah supratentorial,
sedangkan pada orang dewasa 70% neoplasma adalah supratentorial dan 30%
infratentorial.
4
Secara umum, neoplasma intracranial menyebabkan perubahan klinis dan patologis
sebagai berikut :
a) Penekanan
Penekanan jaringan saraf yang berdekatan terjadi pada semua neoplasma yang
bersifat ekspansif. Bila tumbuh lambat penekanan menyebabkan atrofi yang dapat
menyebabkan gejala-gejala disfungsi, misal atrofi korteks motorik yang berdekatan dengan
suatu meningioma meneybabkan paralisis neuron motorik atas, penekanan saraf kranial
dapat menyebabkan kelumpuhan saraf kranial. Secara umum, hilangnya penekanan diikuti
dengan pulihnya fungsi secara bermakna. Dengan penekanan yang lama dapat terjadi
defisit yang permanen.2
b) Destruksi
Destruksi jaringan saraf oleh infiltrasi langsung neoplasma ganas menyebabkan
deficit yang ireversibel.2
c) Edema serebri
Edema serebri sering terjadi disekitar neoplasma infiltrative dan dapat berat. Hal
ini diyakini disebabkan oleh neovaskularisasi yang menyertai neoplasma ganas. Pembuluh
darah baru memliki sawar darah-otak yang kurang baik sehingga memungkinkan
keluarnya protein dan cairan dengan lebih mudah dibandingkan pembuluh darah normal.
Edema serebri cenderung sangat nyata pada neoplasma yang sangat ganas. Edema serebri
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang merupakan efek tambahan massa
tumor.2
d) Efek iritatif
Iritasi jaringan saraf bisa terjadi pada neoplasma yang menekan maupun yang
infiltrative. Rangsangan abnormal biasanya bermanifestasi menjadi epilepsi fokal parsial
sederhana maupun kompleks. Neoplasma yang berada di dekat korteks motorik dapat
membangkitkan potensial listrik abnormal yang menyebabkan rangsangan motorik
setengah tubuh kontralateral. Hingga 5% individu yang menderita neoplasma intracranial
mengalami kejang satu kali atau lebih. Perhatikan bahwa meskipun hanya sedikit kasus
epilepsy yang disebabkan oleh tumor, kejang sebaiknya benar-benar diperiksa untuk
mengetahui adanya tumor atau penyakit lain yang bisa diobati, terutama jika awitan terjadi
pada masa dewasa atau bila kejang bersifat fokal dan bukan generalisata.2
e) Hidrosefalus
5
Neoplasma di region ventrikel ketiga atau di fossa posterior dapat menyebabkan
hidrosefalus obstruktif. Kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang
nyata.2
f) Peninggian tekanan intracranial
Neoplasma intracranial menyebabkan peninggian intracranial karena efek massa
neoplasma itu sendiri, edema serebrum, hidrosefalus. Banyak pasien neoplasma
intracranial datang dengan efek peninggian tekanan intracranial, yaitu sakit kepala,
muntah, edema papil, dan tanda-tanda local palsu akibat berpindahnya otak dan herniasi.
Pergeseran struktur-struktur otak seringkali dapat dideteksi secara radiografik dan
menunjukkan letak neoplasma intracranial.2
BAB II
6
PEMBAHASAN
A. ANATOMI SELAPUT OTAK
Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan merupakan
membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater, arachmoideamater dan piamater
yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Perikranium yang masih merupakan
bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga
pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.3
Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges3
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari
lamina meningialis dan lamina endostealis.Pada medulla spinalis lamina endostealis
melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga
di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium
epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus.Pada lapisan
perikranium banyak terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum
tulang pada kubah tengkorak. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada
permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu
7
lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium cerebeli, falx
cerebeli, dan diafragma sellae.3
Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus sagital
inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung dengan krista galli, dan
bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium cerebeli membagi
rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan infratentorial. Falx cerebeli yang
berukuran lebih kecil memisahkan kedua belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus
oksipital dan pada bagian belakang terhubung dengan tulang oksipital.3
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus trigeminus
mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah. Sementara nervus
vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika ada rangsangan langsung
terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri.
Beberapa nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi
duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial.
Sehingga beberapa nervus dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa
harus membuka duramater.3
Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang terbentuk
di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh darah kapiler, vena
penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi perdarahan
subdural.Arachnoideamater yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan
yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant.Arachnoideamater
membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam
sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.Lapisan disebelah profunda, meluas ke
dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri.Membentuk tela chorioidea
venticuli.Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-
pembuluh darah cerebral.3
Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang terbentuk di
antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan
bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater menempel erat pada
permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak
memasuki otak dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua
pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya membran
glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh
8
membran ini (ruang Virchow-Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari
ventrikel cerebri yang mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh
darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).3
Gambar 2. Potongan sagital dari kepala
B. DEFINISI
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun, medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di
semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant
jarang terjadi.4
Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita daripada
pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan
untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis
kurang meyakinkan. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang
berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding
9
dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan
dura yang menutupi radiks.4
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang
terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.
Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os
petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan
untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering
menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru
menimbulkan hyperostosis.4
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang
terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan
gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala
ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori
dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.4
C. EPIDEMIOLOGI
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intracranial dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun,
tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang
lebih lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant.
Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih
banyak terjadi pada wanita.4
D. ETIOLOGI
Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan faktor resiko utama terjadinya
meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan tinea kapitis maupun dosis
tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain (misalnya meduloblastoma) meningkatkan
resiko terjadinya meningioma. Radioterapi dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya
meningioma dalam waktu yang relatif singkat, antara 5-10 tahun.Sementara radiasi dosis
10
rendah membutuhkan waktu beberapa dekade sampai timbulnya meningioma.Tumor yang
timbul akibat radiasi cenderung bersifat multipel dan secara histologi ganas, serta memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk timbul kembali.Trauma kepala diduga dapat
menyebabkan tumor meningens, namun sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut
yang dapat membuktikan hal tersebut. Foto dental standar bukan merupakan faktor resiko.4
Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang cukup
penting juga dalam timbulnya tumor meningens.Estrogen dan progesteron diduga
merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi yang
lebih tinggi pada wanita.Reseptor estrogen ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada
reseptor tipe 2 walaupun tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang
ditemukan pada kanker payudara. Sebagai perbandingan, reseptor progesteron
diekspresikan pada 80% wanita penderita meningioma dan 40% pada pria.Lokasi ikatan
dengan progesteron lebih jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-
reseptor ini masih belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah
dicoba sebagai terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.4
Infeksi virus seperti SV-40, termasuk dalam pathogenesis meningioma, namun data
yang terkumpul hingga saat ini masih belum meyakinkan. Meningioma diduga timbul
melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor
tumor. Penelitian genetic molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang
paling sering adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini
mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di 22q11 dan
berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab terhadap interaksi sel.4
Beberapa faktor pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-
like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara
berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma. Meningioma merupakan tumor
yang kaya akan pembuluh darah dan mengandung VEGF (vascular endothelial growth
factor) dalam konsentrasi yang tinggi.4
E. PATOLOGI
Meningioma biasanya terdapat di luar substansi otak dan melekat ke dura. Secara
mikroskopis, meningioma berbentuk massa keras berkapsul yang menekan struktur saraf
yang berdekatan. Infiltrasi dura biasanya terjadi dan tidak menunjukkan keganasan.
11
Meningioma sering disertai hipertrofi tulang diatasnya, mengioma ini dapat juga
menginfiltrasi tulang dan meluas ke dalam tengkorak, suatu sifat agresif lokal yang tetap
tidak menunjukkan adanya keganasan. Istilah meningioma maligna digunakan jika
neoplasma menginfiltrasi otak dibawahnya.5
Secara mikroskopis, meningioma terdiri atas lembaran atau gulungan sel-sel
meningotelial, yang merupakan kumpulana padat sel-sel kumparan (spindle sel) dengan
inti oval dan sitoplasma sedikit (meningioma sinsitial atau meningotelial). Pada beberapa
kasus, sel-sel meningotelial lebih memanjang, menyerupai fibroblast. Badan Psamomma
(kalsifikasi bundar berlapis) tejadi pada banyak menigioma. Mitosis jarang terjadi. Jika
terdapat nekrosis, pleomorfisme selular, atau tingginya laju mitotic, dapat digunakan
istilah meningioma atipikal.5
F. MANIFESTASI KLINIS
Meningioma dapat timbul tanpa gejala apapun dan ditemukan secara tidak sengaja
melalui MRI. Pertumbuhan tumor dapat sangat lambat hingga tumor dapat mencapai
ukuran yang sangat besar tanpa menimbulkan gejala selain perubahan mental sebelum
tiba-tiba memerlukan perhatian medis, biasanya di lokasi subfrontal. Gejala umum yang
sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan
ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur. Gejala lain yang muncul ditentukan
oleh lokasi tumor, dan biasanya disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural
penyebab.
Gambar 3. Gejala umum dari meningioma 6
12
Berikut ini gejala-gejala meningiomaberdasrakan letaknya : 2,7,9
- Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis superior. Gejala
yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai bawah.
- Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala meliputi
kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan perubahan kepribadian
serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal merupakan gangguan pada fungsi
saraf yang mempengaruhi lokasi tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri,
kaki kiri, atau area kecil lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan
fungsi spesifik, misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan
sensasi rasa.
- Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling sering
menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa baal pada
wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini dapat berupa
penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai kebutaan. Dapat juga
terjadi kelumpuhan pada nervus III.
- Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak
dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan menghidu dan
gangguan penglihatan.
- Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian belakang
otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor kedua tersering di
fossa posterior setelah neuroma akustik. Gejala yang timbul meliputi nyeri hebat
pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada wajah, dan kekakuan otot-otot wajah.
Selain itu dapat terjadi gangguan pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan
berjalan.
- Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar
tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan berupa
gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus optikus. Dapat
juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari.
- Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-tanda
serebelum.
- Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus kranialis.
Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan kelemahan otot-otot
tangan.
13
- Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar 25-46%
dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat langsung dari
penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis, paling sering berupa nyeri
radikular pada anggota gerak, paraparesis, perubahan refleks tendon, disfungsi
sfingter, dan nyeri pada dada. Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien,
namun sekitar 67% pasien masih dapat berjalan.
- Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa
pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan.
- Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus koroidales dan
terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma.1 Gejala meliputi
gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala hebat, pusing seperti
berputar. Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus komunikans sekunder akibat
peningkatan protein cairan otak.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari
meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran
radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat
dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.
a. Foto polos
Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.
Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah
meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi
terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.4,6
b. CT-Scan
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan
dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan
kalsifikasi pada beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50%
kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan
terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan
intratumoral, dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering
14
muncul akibat provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25%
kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma.6,8
Penelitian membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah meningioma.
Gambar 4 . Hasil CT scan meningioma parasagital 6
Gambar 5. Hasil CT scan meningioma konveksitas1
15
Gambar 6. Hasil CT scan meningioma sphenoid 6
Gambar 7. Hasil CT scan meningioma tentorial 6
c. MRI
16
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada
lokasi tumor berada.
Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya
jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Kelebihan MRI adalah mampu
memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe
jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan
vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor
dengan jaringan sekitarnya.6,8
d. Angiografi
Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran
darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi
preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.6,8
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma tergantung daril lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi
tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada
kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana
operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.
Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura,
jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.6
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat
segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis
beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan
sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta
pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial.6
17
a. Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
b. Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
c. Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura,
atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang
yang hiperostotik)
d. Grade IV Reseksi parsial tumor
e. Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai
untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang
didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak
dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang
menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektivitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya
akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi
yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.6
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan
komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan
mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa
insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.6
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik
radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang
digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah
sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC)
dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan
stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang
dari 2,5 cm.6
Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan
gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88%
pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan
18
memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus.
Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti
selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 %
kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien
yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.6
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai
terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali
diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena
atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil
yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya
sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi
kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat
memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat
kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada
meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa
sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma
yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang
waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.8
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone
(anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg
2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan
meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada
10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal
atau parsial pada tiga pasien.6
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien
menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat
pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat
19
pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut.
Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang
menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan
pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang
dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi
sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor
ini.6
I. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa
survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima
tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar
dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih
dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.8
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya
mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan
kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka
kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan
teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin
kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah
7,9% dan (1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang
terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung
yang melindungi otak dan medulla spinalis. Merupakan neoplasma intrakranial nomor 2
dalam urutan frekuensi yakni mencapai angka 30% dari keseluruhan tumor intrakranial,
dengan angka kejadian 4-5 dari 100,000 penduduk.
Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama terjadinya
meningioma.Selain itu rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran
yang cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens.Estrogen dan progesterone
diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi
yang lebih tinggi pada wanita. Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang
melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Beberapa factor
pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-like growth factors,
transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara berlebih dan dapat
merangsang pertumbuhan meningioma.
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang
terganggu dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.Gejala umum yang
sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan
ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur.
Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien
dan gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari
meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.
Penanganan pasien dengan meningioma tergantung pada beberapa faktor, meliputi
tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, umur pasien, serta lokasi dan ukuran dari tumor.
Sampai saat ini penatalaksanaan utama adalah dengan pembedahan. Namun dapat
digunakan radioterapi sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui
pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, M dan Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinik Dasar. Jakart : PT. Dian Rakyat
2. Chandrasoma, P dan Taylor, CR. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC
21
3. Anatomi Menings, Available from : Anatomi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf
4. Focusing on tumor meningioma. Availble from: http://www.abta.org/meningioma.pdf
5. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC
6. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles
7. Syaiful Saanin, dr, Tumor Intrakranial dalam
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Pendahuluan.html
8. Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
9. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
22