Post on 04-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dalam kehidupan
reproduksinya. Fase ini disebut kritis karena masih banyak risiko
komplikasi yang mungkin terjadi yang berhubungan dengan tahap
perubahan baik fisik maupun psikologis ibu setelah kehamilan dan
persalinan. Perubahan peran menjadi seorang ibu yang secara
psikologis meupakan perubahan yang dramatis dari sebelumnya
memungkinkan ibu mengalami stress dan harus mengadaptasi kondisi
dan peran barunya ini.
Dalam konteks asuhan kebidanan, seorang bidan dapat
memberikan asuhan yang berkelanjutan selama masa nifas. Asuhan
yang berkelanjutan ini dapat diwujudkan sejak dari awal kontak pada
masa kehamilan sampai masa nifas baik di klinik maupun rumah klien
melalui kunjungan rumah. Proses awal ini menentukan keberhasilan
membangun kepercayaan klien terhadap bidan, sehingga akan
menghasilkan hubungan saling percaya dan asuhan yang berkualitas.
1 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
BAB 2
PERUBAHAN PSIKOLOGI MASA NIFAS
2.1 Adaptasi Perubahan Psikologi Masa Nifas
Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian individu
terhadap diri dan lingkungannya. Psikologi sendiri dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan dan
mental individu serta gangguan penyimpangan fungsi-fungsi
mental.
Masa nifas adalah masa setelah melahirkan. Saleha(2009)
menyebutkan bahwa masa nifas (puerperium) adalah masa
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
kira-kira selama 6 minggu.
Jadi adaptasi psikologis ibu pada masa nifas dapat
diartikan sebagai suatu proses penyesuaian ibu postpartum
meliputi penyesuaian mental dan jiwa terhadap diri dan
lingkungannya.
Masa ini merupakan sebuah transisi antara setelah
melahirkan dan menjadi seorang ibu atau orang tua baru, jadi
masa ini merupakan proses pencapaian diri wanita menjadi
seorang ibu atau orangtua bagi bayinya.
Pada masa ini timbul berbagai respon psikologi yang
sangat bervariasi dan dipengeruhi oleh banyak faktor. Respon ini
dikaitkan secara langsung dengan penyesuaian ibu terhadap
peran barunya sebagai orang tua. Ada tiga fase penyesuaan
pada masa ini, antara lain sebagai berikut:
1. Fase dependen
Selama satu sampai dua hari pertama setelah
melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu ini,
ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi
orang lain, ibu memindahkan energi psikologinya kepada
anaknya. Rubin (1961) menempatkan periode ini sebagai
fase menerima (taking-in phase) yakni suatu fase dimana ibu
baru memerlukan perlindungan dan perawatan. Fase
2 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
menerima ini berlangsung selama dua sampai tiga hari.
Penelitian yang lebih baru ( Ament,1990) menyatakan
kesesuaian dengan teori Rubin akan tetapi ada percepatan
waktu fase penerimaan. Fase menerima yang kuat hanya
terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan .
Fase dependen adalah suatu waktu yang penuh
kegembiraan dan sebagian orang tua sangat suka
mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu
menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan
kelahiran dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap
yang menerima pengalaman ini membantu orangtua untuk
berpindah ke fase berikutnya. Beberapa orang tua dapat
menganggap petugas atau ibu yang lain sebagai
pendengarnya. Orang tua lain lebih suka menceritakan
pengalamannya pada pihak keluarga atau kerabat.
Kecemasan dan keasyikan terhadap peran baru-barunya
sering mempersempit lapang persepsi ibu.
2. Fase dependen-mandiri
Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup
selama beberapa jam atau beberapa hari pertama maka
pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk mandiri timbul
dengan sendirinya. Dalam fase dependen mandiri secara
bergantian muncul kebutuhan ibu untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ia
berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi
atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki
keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Rubin
((1961) menjelaskan keadaan ini sebagai fase taking-hold,
yang berlangsung kira-kira 10 hari.
Beberapa wanita sulit menyesuaikan diri terhadap
isolasi yang dialaminya, karena ia harus merawat bayi dan
tidak suka terhadap penambahan tanggung jawab di rumah.
Ibu yang kelihatannya memerlukan dukungan tambahan
adalah sebagai berikut :
3 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
a. Primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak
b. Wanita karier
c. Wanita yang tidak punya cukup banyak teman atau
keluarga untuk dapat berbagi rasa.
d. Ibu yang berusia remaja
e. Wanita yang tidak bersuami.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, perasaan
mudah tersinggung akibat berbagai faktor. Secara
psikologis, ibu mungkin jenuh dengan banyaknya tanggung
jawab sebagai orangtua. Ia bisa merasa kehilangan
dukungan yang pernah diterima dari anggota keluarga dan
teman-teman ketika ia hamil. Beberapa ibu menyesal
tentang hilangnya hubungan antara ibu dan anak yang
belum lahir. Beberapa yang lain mengalami perasaan kecewa
ketika persalinan dan kelahiran telah selesai.
Keletihan setelah melahirkan diperburuk oleh
tuntutan bayi yang banyak sehingga dapat dengan mudah
menimbulkan depresi. Dikatakan bahwa pada masa
puerperium ini, kadar glukokortikoid dalam sirkulasi dapat
menjadi rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan
fisiologis ini dapat menjelaskan depresi postpartum ringan
(“baby blues”). Reaksi depresi tidak perlu diekspresikan
secara verbal. Keadaan depresif biasanya ditandai oleh
perilaku yang khas ( menarik diri, kehilangan perhatian
terhadap sekelilingnya, dan menangis). Ketika tugas-tugas
dan penyesuaian telah dijalankan dan dapat dikendalikan,
tercapailah suatu keadaan stabil. Diharapkan pada akhir fase
ini, tugas dan penyesuaian rutinitas sehari-hari akan menjadi
suatu pola yang tetap.
3. Fase interdependen
Pada fase ini perilaku intrerdependen muncul, ibu dan
keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para
anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan,
walaupun sudah berubah dengan adanya seorang anak,
kembali menunjukkan banyak karakteristik awal. Tuntutan
utama ialah menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan
4 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
anak, tetapi dalam beberapa hal, tidak melibatkan anak.
Pasangan ini harus berbagi kesenangan yang bersifat
dewasa.
Fase interdependen (letting-go) merupakan fase yang
penuh stress bagi orang tua. Ibu yang bisa beradaptasi
dengan peran barunya telah mampu atau menemukan
karakternya sebagai seorang ibu. Kesenangan dan
kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Ibu dan suaminya
harus menyelesaikan efek dari perannya masing-masing
dalam hal mengasuh anak.
Peran bidan
Perasaan ketakutan dan khawatir pada ibu yang baru
melahirkan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya
bisa dicegah. Oleh karena itu, bidan dapat melakukan
pencegahan dengan mendengarkan penjelasan dan segala
yang dikeluhkan ibu serta memperhatikan sikap ibu terhadap
bayi, suami, anggota keluarga yang lain dan tenaga
kesehatan itu sendiri . Sehingga dapat mencegah hal-hal
yang dapat menimbulkan stress. Dengan bertemu dan
mengenal suami atau anggota keluarga lain yang dekat
dengan ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih
mendalam terhadap setiap permasalahan yang
mendasarinya.
Ibu mungkin merasa tegang dan tidak nyaman dalam
merawat bayinya, dalam hal ini bidan harus membesarkan
hatinya ( terutama untuk ibu primipara). Ibu seperti ini
biasanya mudah kehilangan kepercayaan dirinya setelah
melihat para professional (bidan) yang dengan cekatan
menangani bayinya dan berhasil menenangkannya
sementara ia sendiri tidak mampu melakukannya. Untuk
mengatasi hal ini bidan dapat memberikan penjelasan pada
ibu, bahwa para professional dapat melakukannya karena
sudah lama belajar ketrampilan tersebut, ibu juga berangsur-
angsur akan belajar dan menguasai ketrampilan tersebut.
5 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Jika perilaku ibu postpartum tampak tidak lazim maka
bidan perlu waspada adanya psikosis nifas. Jika terjadi
psikosis atau depresi segera rujuk atau konsultasikan dengan
ahi.
2.2 Gangguan Psikologis Postpartum
Melahirkan bayi merupakan suatu peristiwa sangat penting
yang dinanti-nantikan oleh sebagian besar perempuan. Menjadi
seorang ibu membuat seorang perempuan merasa telah berfungsi
utuh dalam menjalani kehidupannya, disamping beberapa
fungsinya yang lain, seperti sebagai istri, sebagai bagian dari
keluarga, sebagai anak dari kedua orang tuanya, serta sebagai
anggota dari keluarga besar dan masyarakat.
Dengan berperan sebagai seorang ibu baru, seorang
perempuan dapat merasakan hidupnya menjadi lebih berarti dan
bermakna. Hal itu dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam
berperan dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam keluarga
(sebagai istri dan sebagai ibu) maupun di tengah masyarakat (di
lingkungan tempat tinggal, di tempat bekerja, maupun di
lingkungan sosial).
Namun, tidak demikian halnya dengan sebagian kecil
perempuan yang justru merasa sedih, jengkel, lelah, ingin marah,
merasa tidak berarti, serta putus asa, dalam menjalani hari-hari
seusai melahirkan putera atau puteri yang semula di nanti-
nantikannya. Perasaan-perasaan tersebut akan diikuti rasa enggan
mengurus bayinya, malas menyusui, ada pikiran untuk bunuh diri
atau bahkan ingin membunuh bayinya tersebut.
Bila hal ini dibiarkan berlangsung lama dan tidak diatasi
segera, tentu akan berakibat buruk baik bagi ibu tersebut, bagi
bayinya, bagi perkembangan kepribadian sang anak, maupun bagi
hubungan antara ibu dan bayinya. Kondisi seorang ibu yang
demikian juga akan mempengaruhi hubungan suami istri dalam
arti yang luas, antara lain dalam komunikasi, pemberian perhatian,
toleransi serta dalam hubungan seksual, yang lama kelamaan
dapat pula mempengaruhi keutuhan keluarga.
6 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Ada 3 tipe gangguan psikologis pascasalin, diantaranya adalah
maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis
(Ling dan Duff, 2001). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Paltiel (Koblinsky dkk, 1997), bahwa ada 3 golongan gangguan
psikis pascasalin yaitu postpartum blues atau sering disebut juga
sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang
bersifat sementara. Postpartum depression yaitu depresi pasca
persalinan yang berlangsung sampai berminggu – minggu atau
bulan dan kadang ada diantara mereka yang tidak menyadari
bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit. Postpartum
psychosis, dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang
sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga
selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.
2.2.1 Post partum blues
1. PENGERTIAN
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti :
reaksi depresi /sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung
(iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan
diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-
gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya
akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan
kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih
berat.
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma
gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak
dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai
sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang
menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan
perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan
bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi
keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin,
7 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah
hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.
BABY Blues Syndrome, atau sering juga disebut Postpartum
Distress Syndrome adalah perasaan sedih dan gundah yang
dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya.
Umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan
cenderunglebih buruk sekitar hari ke tiga atau empat setelah
persalinan. Jika seorang wanita mengalaminya lebih dari 2 minggu,
bisa jadi itu adalah Postpartum Depression, sehingga dibutuhkan
proses konsultasi dengan dokter.
II. ETIOLOGI
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain
adalah:
1) Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah
melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas
enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang
berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.
Selain itu setelah bersalin, kadar hormon kortisol (hormon
pemicu stress) pada ibu meningkat/ naik sehingga mendekati
kadar hormon orang yang sedang mengalami depresi.
2) Faktor demografik
Yaitu umur dan paritas. Ibu primi yang tidak mempunyai
pengalaman dalam mengasuh anak, ibu yang berusia remaja,
ibu yang berusia lebih dari 35 tahun merupakan orang yang
beresiko terkena postpartum blues.
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis
yang digunakan selama proses persalinan. Semakin besar
trauma fisik yang ditimbulkan selama persalinan, maka semakin
besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan
perempuan yang bersangkutan akan mengalami depresi
pascapersalinan.ibu yang melahirkan secara opersi akan merasa
8 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
bingung dan sedih terutama jika operasi tersebut dilakukan
karena keadaan yang darurat atau tidak direncanakan
sebelumnya.
4) Faktor psikososial
Wanita yang bersangkutan, seperti: tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan
teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah
suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan
sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu
menjalani masa kehamilannya.
III. GEJALA
Beberapa Gejala Kasus Baby Blues Syndrome:
1) Dipenuhi oleh perasaan kesedihan disertai dengan menangis
tanpa sebab
2) Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran
3) Tidak memiliki tenaga atau sedikit saja
4) Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
5) Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu
memperhatikan dan kuatir terhadap bayinya
6) Tidak percaya diri
7) Sulit beristirahat dengan tenang
8) Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan
berlebihan
9) Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan
10)Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya
11)Sensitif
12)Gelisah
13)Merasa letih, suasana hati tidak stabil antara hari ke-1 sampai
10 pascapartum dan berlangsung selama 2 minggu atau kurang.
IV. PENATALAKSANAAN
9 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya
tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-
momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues
membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan
fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa
gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari
teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau
menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep
mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang
diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya
dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam
bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk
mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya
gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan
yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para
ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang
memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara
memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses
kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam
penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues .
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis
dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara
garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di
tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis
10 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu:
suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Upaya penanganan yang terkait dengan postpartum blues antara
lain:
1) Perlu mengambil waktu untuk diri sendiri, dan memberi
kesenangan untuk diri sendiri.
2) Membaca majalah, berbincang dengan saudara atau teman
dekat.
3) Beristirahat sedapat mungkin. Membiarkan pasangan atau
keluarga membantu mengerjakan kegiatan rumah tangga dan
mengurus si kecil sementara,
4) Tidur ketika bayi tidur
5) Membatasi teman-teman yang akan berkunjung untuk
menunggu satu atau dua minggu.
6) Berkonsultasi tentang perasaan dan pikiran dengan orang
terdekat dan dengan dokter, sehingga bila memang ibu
memerlukan penanganan lanjut, semuanya akan dilakukan
sedini mungkin.
7) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
8) Berolahraga ringan
9) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagi ibu
10) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
11) Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
2.2.2 DEPRESI POSTPARTUM
I. PENGERTIAN
Hadi (2004), menyatakan secara sederhana bahwa depresi
adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak
ada harapan lagi. Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi
adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan
melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan
aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih
lanjut Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai
kecemasan , kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah,
perasaan menurunnya martabat diri atau kecenderungan bunuh
diri. Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah
11 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan
diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan
murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin
tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa
respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil
yang muncul. Individu yang mengalami depresi sering merasa
dirinya tidak berharga dan merasa bersalah. Mereka tidak mampu
memusatkan pikirannya dan tidak dapat membuat keputusan.
Individu yang mengalami depresi selalu menyalahkan diri sendiri,
merasakan kesedihan yang mendalam dan rasa putus asa tanpa
sebab. Mereka mempersepsikan diri sendiri dan seluruh alam dunia
dalam suasana yang gelap dan suram. Pandangan suram ini
menciptakan perasaan tanpa harapan dan ketidakberdayaan yang
berkelanjutan (Albin, 1991).
Depresi menurut Kaplan dan Sadock (1998), merupakan
suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta gagasan bunuh diri. Sebagian perempuan
menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–
masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan
secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul
akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak
mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini
bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa
serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun
– tahun lamanya. Secara umum sebagaian besar wanita
mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde
(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum
adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta
emosional. Istilah depresi adalah istilah yang menyagkut mood,
gejala atau sindroma. Mood atau feeling blue adalah perasaan
seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih dan frustasi.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
12 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara
maupun multipara.
Depresi pascapersalinan merupakan suatu depresi yang
ditemukan pada perempuan setelah melahirkan, terjadi dalam
kurun waktu 4 minggu. Hal ini bisa berlangsung hingga beberapa
bulan bahkan beberapa tahun bila tidak diatasi. Depresi
pascapersalinan kadang-kadang dapat berkembang perlahan dari
baby blues. Antara 8-12%wanita tidak dapat menyesuaikan peran
sebagai orangtua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari
bantuan dokter. Seorang ibu harus belajar dan menyesuaikan diri
sebagai orang tua. Tapi pada faktanya sering tanpa pengetahuan
dan pemahaman menjadi orang tua, tanpa dukungan dari keluarga,
semakin tinggi tuntutan bayi terhadap pengasuhan ibu, rasa
kelelahan dan ketidaknyamanan ibu pascasalin karena proses
fisiologis misalnya bendungan ASI, harus menyusui bayinya
menyebabkan kepekaan emosional lebih tinggi. Kondisi ini
menyebabkan terjadi perubahan suasana hati, rasa ingin menangis
muncul tiba-tiba bahkan menangis tersedu-sedu. Perhatian suami,
keluarga maupun petugas kesehatan sangat dibutuhkan pada
masa ini.
Pada kondisi yang lebih berat bisa terjadi psikosis puerperal.
Psikosis merupakan suatu kondisi gangguan jiwa yang ditandai
dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara realita
(kenyataan) dan khayalan. Gejalanya terjadi gangguan persepsi
berupa ilusi, halusinasi, perilaku tidak wajar, marah tanpa sebab,
mengamuk, bahkan berusaha mencelakai diri sendiri maupun
bayinya. Gangguan ini jarang dijumpai, angka kejadiannya 2 dari
1000 perempuan yang melahirkan. Depresi pascapersalinan dapat
dikatakan berada diantara baby blues dan psikosis puerperal.
II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti hingga kini belum diketahui dan masih
dalam penelitian. Namun terdapat beberapa faktor risiko terjadinya
depresi pascasalin. Faktor-faktor tersebut antara lain :
Dukungan sosial (terutama dari suami dan keluarga).
13 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Perhatian suami, komunikasi dan hubungan emosional yang
intim, merupakan faktor yang paling bermakna menjadi pemicu
terjadinya depresi. Dari penelitian diperoleh data bahwa
rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga
akan meningkatkan kejadian depresi pascasalin.
Keadaan atau kualitas bayi (termasuk masalah kehamilan dan
kelahiran).
Masalah yang dialami bayi (jenis kelamin yang tidak sesuai
harapan, cacat bawaan) menyebabkan ibu kehilangan minat
untuk mengurus bayinya.
Kesiapan melahirkan bayi dan menjadi ibu.
Pada perempuan yang hamil tidak direncanakan (belum
menikah atau ibu yang menikah tapi sudah tidak menginginkan
anak lagi) kemungkinan mengalami depresi pasca persalinan
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang siap dan
amat menantikan kelahiran bayinya.
Stresor psikososial
Stresor psikososial adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
mengakibatkan seseorang harus melakukan penyesuaian atau
adaptasi terhadap kondisi yang dialami. ketahanan terhadap
stressor ini mengakibatkan perbedaan reaksi yang berbeda-
beda pada tiap orang, demikian pula yang terjadi pada ibu-ibu
yang melahirkan.
Mempunyai riwayat depresi sebelumnya atau masalah
emosional lainnya
Adanya hubungan antara depresi dan problem emosional lain
sebelumnya atau depresi selama kehamilan dengan depresi
pascapersalinan, selain itu riwayat pernah depresi ketika anak-
anak atau remaja juga dapat merupakan faktor yang berperan
pada seorang perempuan pada saat ia mengalami hari-hari
pasca persalainan.
Tidak punya pengalaman menjadi orangtuapada masa anak-
anak atau remaja, sehingga tidak pernah terlibat membantu
orang tua menjaga anak yang lain.
Pernah didiagnosa depresi selama hamil
14 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Jauh dari saudara dekat/teman yang dapat membantu merawat
bayi.
Tidak ada komunikasi dan informasi dari tenaga kesehatan.
Kondisi depresi ini dapat terjadi karena seorang ibu terisolasi secara
sosial dan emosional serta baru saja mengalamiperistiwa kehidupan
yang menekan.
III. TANDA DAN GEJALA
Menurut Ling dan Duff (2001), gejala depresi postpartum yang
dialami 60% wanita hampir sama dengan gejala depresi pada
umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang
umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik
antara lain :
a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi
– mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun
sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau
gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang
melahirkan dengan bedah Caesar atau mengalami persalinan
yang traumatis sering merasakan kembali dan mengingat
kelahiran yang dijalaninya. Perasaan takut ini membuat ibu
trauma, baik terhadap petugas, intervensi yang dilakukan dan
peralatan yang digunakan.
d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran
yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahuinya.
e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi
banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus
diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus
belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas
atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu.
15 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri
dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif
akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).
f. Perubahan mood.
g. Perubahan libido
Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa
depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang
nafsu makan, sedih sampai murung, perasaan tidak berharga,
mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu
dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia,
menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai
harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang
lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai
bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori
kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang
benar–benar memusuhi bayinya. Menurut Nevid dkk (1997), depresi
postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan
tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan
konsentrasi atau perhatian.
Wanita yang menderita depresi postpartum sering
mengalami kecemasan yang sangat hebat dan sering panik. Gejala
depresi pascasalin ini memang lebih ringan dibandingkan dengan
psikosis pascasalin. Meskipun demikian, kelainan–kelainan tersebut
memiliki potensi untuk menimbulkan kesulitan atau masalah bagi
ibu yang mengalaminya (Kruckman dalam Yanita dan Zamralita,
2001).
Tanda dan gejala yang telah disebutkan tersebut dapat
muncul bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja. Seorang
ibu akan mengalami perasaan stres atau tertekan ketika
mengalami tanda dan gejala tersebut, sehingga sulit atau tidak
dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena
itu ibu yang mengalami kondisi ini harus ditolong agar tidak terjadi
kondisi yang membahayakandirinya atau bayinya.
16 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
IV. PENATALAKSANAAN
Depresi pasca persalinan dapat ditolong dan diatasi bila
tanda dan gejalanya dikenali, baik oleh ibu yang mengalami
maupun oleh keluarga terdekat yaitu suami, orangtua maupun
saudara. Sebaliknya bila dibiarkan berlangsung lama, akan
berakibat buruk bagi ibu, bayi dan anak serta suami dan keluarga.
Program pengobatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk ibu dan
terhadap hubungan ibu-bayi.
1. Pengobatan terhadap ibu, antara lain :
a. Latihan relaksasi
Ibu bisa diarahkan untuk melakukan relaksasi sederhana
yang biasa biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
seperti olahraga (senam, renang, dll).
b. Restrukturisasi kognitif
Terdiri atas menantang prilaku dan pikiran negatif (dengan
cara berdialogdalam hati dengan pikiran sendiri yang
bersifat negatif yang timbulpada saat-saat tertentu),
menghilangkan pikiran-pikiran yang mempengaruhi
prilakukearah negatif.
c. Pemecahan masalah
Yaitu pengarahan atau pemberian alternatif pemecahan
masalah saat ini.
d. Komunikasi
Yaitu melatih sang ibu untuk memperbaiki komunikasinya
dengan suami dan anggota keluarga yang lain.
e. Humor. Dilakukan apabila cocok dan membuat ibu merasa
lebih nyaman.
f. Obat anti depresi jika gejala berat
2. Memperkuat hubungan ibu-bayi, dengan cara :
a. Merawat bayi sesering mungkin
misalnya selama 2-3 jam berada di ruang yang sepi hanya
berdua dengan bayinya, dengan mengusahakan kontak
mata, sambil menyusui, lebih baik lagi bila disertai iringan
musik yang lembut.
17 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
b. Menyediakan tempat istirahat yang nyaman bagi bayi dan
ibu
Ibu juga dianjurkan istirahat ketika bayi
beristirahat,sehingga ketika bayinya terbangun, ibu juga
merasa segar dan siap bermain dan mengurus bayinya
kembali.
c. Peluk bayi dan ajak bicara dengan lembut
Sentuhan antara kulit bayi dengan kulit ibunya akan
menurunkan depresi, baik pada anak maupun ibu. Pemijatan
bayi oleh ibunya juga menurunkan kejadian depresi.
d. Melibatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi
Seperti ayah, kakak bayi bila ada, atau keluarga yang lain
seperti nenek, bibi, dll.
e. Ajak bayi keluar rumah
Udara segar akan memperbaiki perasaan ibu terhadap bayi.
f. Tinggalkan bayi sejenak bila timbul perasaan negatif
(kesepian, lelah, marah, frustasi) dan minta orang lain yang
dipercaya untuk menjaga bayi sementara waktu. Dengan
demikian pada saat menjumpai bayi, perasaan ibu sudah
nyaman sehingga dapat menyambut komunikasi bayinya
dengan hangat.
V. PENCEGAHAN
Depresi pasca persalinan dapat di cegah apabila para calon ibu,
suami dan keluarga mengetahui faktor-faktor resiko. Bila pada
masa kehamilan tidak diketahui adanya resiko, maka calon ibu,
suami dan keluarga sebaiknya mengenali tanda dan gejala dini
depresi pascapersalinan agar dapat dilakukan pengobatan lebih
dini, baik bagi ibu maupun bagi anak serta terhadap hubungan ibu-
anak, agar anak dapat tumbuh kembang menjadi seseorang
dengan jiwa dan kepribadian yang sehat. Diantara pencegahan
yang bisa dilakukan adalah :
1. Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi postpartum,
18 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
sehingga ibu menyadari kondisinya. Apabila terjadi depresi,
maka harus segera mendapatkan bantuan secepatnya.
2. Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang
terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting
selama periode postpartum dan kehamilan.
3. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi depresi postpartum.
Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap
hari, sehingga akan membuat perasaan ibu menjadi lebih baik
dan mampu menguasai emosi.
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah
melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari
stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan
depresi postpartum yang diderita.
5. Bersikap terbuka
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan
yang diinginkan dan dibutuhkan demi kenyamanan ibu. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu,
segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau dari orang yang dicintai selama
melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan masalah pada
pasangan atau orangtua, atau siapa saja yang bersedia menjadi
pendengar yang baik. Meyakinakinkan diri, bahwa mereka akan
selalu berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan.
7. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan seperti
mengikuti kelas senam hamil, menbaca buku atau artikel yang
dibutuhkan dalam menyambut kelahiran bayi.
Kelas senam hamil akan sangat membantu seorang ibu dalam
mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga
19 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
nantinya ibu tidak akan terkejut setelah keluar dari kamar
bersalin.
8. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu
melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode
postpartum. Kondisi ibu yang belum stabil, bisa ibu curahkan
dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah
dukungan dari keluarga dan lingkungan.
9. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan
membantu ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.
10. Dukungan kelompok Depresi Postpartum
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami
dan merasakan hal yang sama dengan ibu yang mengalami
depresi. Berbagi pengalaman dan informasi tentang
keberhasilan melewati masa depresi akan membantu ibu agar
tidak merasa sendirian menghadapi masalahnya.
VI. PERAN BIDAN
Wanita yang mengalami postpartum blues maupun depresi
pascasalin membutuhkan bantuan baik dari suami/pasangan,
keluarga maupun tim petugas kesehatan termasuk bidan yang
simpatik dan siap membantu, memberi dukungan dan dorongan
sejak awal pertemuan. Bidan bisa membantu ibu dengan
melibatkan suami/pasangan dan keluarganya untuk membantu ibu
merawat bayinya, sehingga ibu mempunyai waktu istirahat
melepaskan ketegangannya. Terapi kelompok dengan wanita
postpartum lain dapat membantu ibu berbagi pengalaman tentang
perawatan bayinya, ini dapat dilakukan pada kelas antenatal
dimana seorang ibu setelah melahirkan bisa bertemu kembali
dengan kelompoknya di kelas antenatal dan berbagi tentang
pengalaman persalinan dan perawatan bayinya. Pada kondisi
gangguan psikologis ibu pascasalin yang berat dapat dilakukan
rujukan untuk mendapatkan penanganan dari psikiatri.
20 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Asuhan berkelanjutan yang diberikan oleh seorang bidan
selama masa postpartum dapat membuat ibu mampu melakukan
self care, ibu dapat menunjukkan kemampuannya dalam
mengadaptasi perubahan yang terjadi pada dirinya walaupun tidak
dilihat langsung oleh bidan. Dengan itu ibu dapat meningkatkan
rasa percaya diri dan menurunkan kecemasan yang mungkin
dirasakan ibu selama menjalani masa nifasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta: EGC
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta :EGC
Liewellyn-jones, Derek.2001. Dasar-Dasar Obstetric Dan
Ginekologi, Ed 6. Alih bahasa, Hadyanto. Jakarta : Hipokrates
---------------------. 1997. Setiap Wanita. 1997. Jakarta : Pustaka
Delapratasa
http://www.halohalo.co.id/berita/berita/35/1/958/Menghindari
%20Depresi%20Postpartum%20(Baby%20Blues).htm diakses
tanggal 12 Mei 2009
Psikomedia.com. Depresi Postpartum.htm diakses tanggal 12
Mei 2009
Ramali, Ahmad.2003. Kamus Kedokteran Arti Dan Keterangan
Istilah. Disempurnakan oleh hendra t. Laksman. Jakarta :
Djambatan
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas . Jakarta :
salemba medika.
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
V. Ruth Bennett, Linda K.brown.1993. Myles textbook for
midwives, Ed. 1. New York : Churchill Livingstone
21 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum
Williams, Norma, et al. 1990. The New Guide to Women’s Health.
London : Tiger Books International.
22 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum