pembahasan

Post on 08-Aug-2015

40 views 2 download

description

pembahasan

Transcript of pembahasan

PEMBAHASAN

ANATOMI TIBIA DAN FIBULA

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal untuk membentuk articulation genu dan  ke distal terlihat semakin mengecil.

Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia. Extremitas proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah articulation genus dan tulang ini tidak ikut membentuk articulation genus.

Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan perosteum. Ke proximal akan melanjutkan diri ke fascia lata, dan akan melekat di sekitar articulation genus ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae dan capitulum fibulae. Ke posterior membentuk fascis poplitea yang menutupi fossa poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus oleh vena saphena parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps femoris femoris disebelah lateral dan tendo m. Sartorius, m.gracilis, m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah medial. Ke anterior, fascia ini bersatu dengan perosteum tibia serta perostenium capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Ke distal, faascia ini melanjutkan diri ke raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm. flexorum. Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris, untuk perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia ini tipis dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus. disisi lateral cruris, fascia ini membentuk septum intermusculare anterius dan septum intermusculare posterius. Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis.

Musculus di region anterior

1. M. tibialis anterior2. M. extensor hallucis longus3. M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius4. Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis

1. M. gastrocnemius2. M. soleus3. M. plantaris4.  Musculus regio cruris posterior kelompok profunda

1. M. popliteus2. M. flexor hallucis longus3. M. flexor digitorum longsu4. M. tibialis posterior5. Musculus region cruris lateralis

1. M. peroneus longus2. M. peroneus brevis

1.    Tibia (tulang kering)

Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:

1. Epiphysis proximalis (ujung atas)

Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi

superior pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus

lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut

eminenta intercondyloidea.

2. Diaphysis (corpus)

Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya

menghadap ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu

margo anterior (di sebelah muka), margo medialis (di sebelah

medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi

facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis

langsung terdapat dibawah kulit dan margo anterior di sebelah

proximal.

3. Epiphysis distalis (ujung bawah)

Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus

medialis (mata kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran

sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies articularis melleolaris),

dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior) dan

disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).

2.    Fibula

Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis

proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Ke arah proximal meruncing menjadi

apex. Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis

capitulli fibulae, untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista

yaitu, crista lateralis, crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya

ada tiga buah yaitu facies lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian

distal ke arah lateral membulat menjadi maleolus lateralis.

Patofisiologi

Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka

terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk

kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.

Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang

bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk

mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut

A-delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang,

kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu

“dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-

sum belakang pada interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal

asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT

merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan

lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan

sebagai nyeri.

Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap

msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja

organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.

Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri

bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak

termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon

mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul

konstipasi.

Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu

luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.

Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas

stubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.

Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro

vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada

membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi

kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi

tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.

KLASIFIKASI FRAKTUR TIBIA FIBULA

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:

1. Fraktur proksimal tibia2. Fraktur diafisis3. Fraktur dan dislokasi pada  pergelangan kaki

FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA

a)      Fraktur Infrakondilus Tibia

Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk menahan berat badan.

b)      Fraktur Berbentuk T

Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara adekuat.

c)      Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral.

d)     Fraktur Kominutiva Tibia Atas

Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya dengan traksi tibia distal.

FRAKTUR DIAFISIS

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi:

a)      Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa

Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:

1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas.

2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal, tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.

b)      Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak

Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.

c)      Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula

Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut

normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.

d)     Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula

Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya. Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya dihindari.

E.  PEMERIKSAAN KLINIS

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan beratnya cedera.

Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Pada fraktur diafisis tulang kruris ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi pergelangan kaki ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokaliasasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligament.

F.   DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

A.  Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,  jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

B.  Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-

organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

Look (Inspeksi)

-          Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan).

-          Bengkak atau kebiruan.

-          Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

-          Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).

Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

-          Temperatur setempat yang meningkat

-          Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

-          Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.

-          Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.

-          Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Move (pergerakan)

-          Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

-          Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

-          Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

1. C.  Pemeriksaan Penunjang

Sinar -X

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi. Untuk konfirmasi adanya fraktur. Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya. Untuk mengetahui teknik pengobatan. Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak. Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler. Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang. Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:

Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

     Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

G.    TEKNIK PENANGANAN

Penatalaksanaan Fraktur :

Non Operatif

1. Reduksi

Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan

Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal

Operatif

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut

-          Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.

-          Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah di tungkai.

-          Fraktur dengan sindroma kompartemen.

-          Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

-          Pemendekan

-          Fraktur tibia dengan fibula intak

-          Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Fiksasi eksternal

a. Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators

Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing

Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak.

2. Amputasi

Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan pada crush injury dari tibia.

H. KOMPLIKASI

1) Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.

2) Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.

3) Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.

4) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplay darah.

5). Kompartemen Sindrom

kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.

6) Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.

6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.

7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.

Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.