Post on 03-Jan-2016
OTITIS EKSTERNA DIFUSA
PENDAHULUAN
Otitis ekterna difusa adalah peradangan yang terjadi pada seluruh liang
telinga . Tampak kulit liang telinga hiperemis dan oedem dengan batas yang tidak
jelas, serta tidak terdapat furunkel.
Penyakit ini sering dijumpai pada iklim yang panas dan lembab. Kuman
penyebabnya biasanya golongan Pseudomonas.
Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi sebagai akibat sekunder dari otitis media
supuratifa kronis
EPIDEMIOLOGI
Otitis eksterna difusa sering dijumpai pada iklim tropis, sehingga dahulu
penyakit ini memiliki nama yang bervariasi yang menunjukkan frekuensi
kejadiannya, misalnya: tropical ear, singapore ear, swimmer’s ear dan sebagainya.
PATOGENESIS
Keadaan panas dan lembab dapat menyebabkan pembengkakkan dari
stratum korneum dari kulit yang akan menyumbat lubang-lubang folikel. Kontak
dengan kelembaban dari luar, misalnya berenang atau mandi akan meningkatkan
maserasi kulit liang telinga dan menghasilkan suatu media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Perubahan ini juga mengakibatkan gatal dari liang telinga
yang menambah kemungkinan trauma akibat pengorekkan, pengeringan daun
telinga secara berlebihan dengan handuk kotor, dan sebagainya. Hal ini akan
diikuti dengan infeksi yang sebenarnya. Bila infeksi bersifat unilateral, ia akan
mudah menyebar ke telinga lain melalui jari. Infeksi yang tidak diobati bisa
menyebar ke aurikula dan kemudian ke wajah.
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi oleh karena masuk air susu ke dalam
liang telinga.
ETIOLOGI
Di Amerika Serikat sekitar 98 % dari otitis ekterna difusa disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa. Kasus lainnya mungkin disebabkan oleh Proteus
vulgaris, E. coli, Staphylococcus sp. dan Mucor sp.
Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi sekunder pada otitis media
supuratifa kronis yang biasanya bersifat unilateral akibat iritasi dari sekret.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis dari otitis eksterna difusa sangat bervariasi, lebih tergantung
dari struktur liang dari pada penyebabnya. Gejala awal berupa perasaan gatal pada
liang telinga yang merupakan permulaan peradangan. Keadaan ini sering
bersamaan dengan perasaan gatal pada tenggorokan yaitu pada dasar tonsil.
Pergerakkan dari otot-otot palatum akan menimbulkan perasaan gatal yang berasal
dari tenggorokkan, tetapi pergerakkan dari daun telinga tidak menimbulkan
perasaan gatal ini, kebalikkannya merupakan gatal yang disebabkan oleh otitis
eksterna difusa.
Bila proses tersebut bertambah berat, perasaan gatal akan berlanjut
menjadi sakit yang dapat sangat hebat. Hal ini bersamaan denganedeema yang
menekan liang telinga. Pergerakkan dari telinga atau tulang rawan liang telinga
seperti mengunya akan menimbulkan perasaan sakit. Proses eksudasi dan
pembengkakkan ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran sebagai akibat
sekundedr dari obstruksi liang telinga.
Sekretnya mula-mula serous tetapi segera berubah menjadi purulen dan
kental bila bercampur dengan sel-sel pus dan epitel yang mengalami deskuamasi.
Pada bentuk yang kronis hanya dijumpaisedikit sekret atau tidak sama sekali
dengan bentuk koagulan pada liang telinga. Pada umumnya menimbulkan bau
nusuk sebagai akibat kerja dari bakteri saprofit atau jamur pada liang telinga.
Gejala toksisitas dengan adanya dedmam menunjukkan penyebaran secara
limfatik.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis yang cermat
Biasanya dijumpai trias: gatal, korek dan sakit.
2. Pemeriksaan liang telinga
Tanda utama dari otitis eksterna difusa yaitu nyeri yang sama tarikan pada
aurikula atau penekanan pada tragus akan memperhebat nyeri ini. Pada
keadaan akut akan dijumpai kulit liang telinga berwarna merah dan
biasanya edema, kadang-kadang sampai tingkat yang dapat menyumbat
total liang telinga tersebut. Biasanya akan dijumpaieksudat purulen yang
khas infeksi pseudomonas. Liang telinga bagian dalam tidak dapat diamati
tanpa mengakibatkan nyeri yang hebat pada penderita.
Pada keadaan yang kurang akutpembengkakkan dan kemerahan
liang telinga dapat bersamaan dengan debris. Telinga tersebut sensitif
terhadap perabaan dan kadang-kadang dijumpai pembesaran kelenjar di
depan tragus. Membrana timpani dapat terlihat atau tidak, bila terlihat
warnanya kabur.
DIAGNOSIS BANDING
1. Otitis Media
Pada otitis media sekret seperti benang dan pendengaran berkurang dan
penarikkan pada aurikula atau penekanan pada tragus tidak memperhebat
nyeri tersebut.
2. Otitis Eksterna Sirkumskripta (furunkulosis)
PENATALAKSANAAN
Langkah pertama yang terpenting untuk terapi otitis eksterna difusa berupa
pembersihat cermat semua debris dan nanah di dalam liang telinga, yang mudah
dilakukan dengan menggunakan ujung penghisap yang kecil. Kemudian liang
telinga dioleskan aluminium suasetat 0,025 % atau alkohol, walaupun alkohol
dapat menyebabkan ketidaknyamanan hebat. Kemudian beberapa tetes larutan
antibiotika dimasukan ke dalam liang telinga tersebut.
Ingat bahwa antibiotika harus berkontak seluruhnya dedngan kulit liang
telinga secara efektif. Bila terdapat saluran yang baik dengan membrana timpani,
pasien disuruh berbaring pada satu sisi tubuhnya, kemudian diteteskan antibiotika
dn dipasang sumbat kapas dalam telinga. Harus diberikan4 atau 5 tetes ke dalam
telinga setiap 4 jam untuk 48 jam pertama, setelah itu liang diperiksa kemabali.
Biasanya terjadi perbaikan dramatis. Kemudian tetesan antibiotika harus diberikan
3 kali sehari selama 1 minggu. Kadang-kadang terdapat pembengkakkan
sedemikian rupa sehingga tetesan tersebut tidak dapat masuk ke liang telinga.
Pada keadaan ini, masukkan dengan hati-hati gumpalan kapas tipis 5-7,5 cm dan
ditekan hati-hati ke dalam liang telinga deengan forsep bayonet atau forsep buaya.
Ujung dalam gumpalan ini harus sedikit mungkin ke membran timapani dan ujung
luarnya harus menonjol ke luar dari liang telinga. Dengan pasien pada salah satu
sisinya, gumpalan tersebut harus dibasahi dengan larutan antibiotika setiap 3-4
jam. Setelah kapas tersebut dibasahi, pasang sumbatan kapas ke dalam telinga.
Dua puluh empat jam setelah itu kapas harus diangkat dan telinga dibersihkan,
serta kemudian dimasukkan gumpalan kapas yang lebih besar. Biasanya dalam
waktu 48 jam, edeema akan mengurai sedemikian rupa sehingga tetesan
antibiotika dapat langsung masuk ke dalam telinga.
Suatu antibiotika yang mengandung neomisin bersama polimiksin B sulfat
(cortisporin) atau kolistin (colymiysin) akan efektif untuk sekitar 99 % pasien.
Bila infeksi disebabkan oleh jamur, salep Nystatin (mycostatin) dapat dioleskan
semuanya ke kulit liang telinga dan dapat digunakan tetesan m-kresil asetat
(creysylate) atau mertiolat dalam air (1:1000). Harus dihindarkan masuknya air
selama 2 minggu setelah infeksi teratasi untuk mencegah rekurensi.
Biasanyaterapi yang tepat menyebabkan penurunan dramatis bagi nyeri
dalam 34-48 jam. Untuk nyeri hebat yang biasanya menyertai otitis ekterna difusa
dapat diberikan kodein atau aspirin.
Kadang-kada ada individu yang sangat rentan terhadap otitis eksterna,
pasien-pasien ini harus diinstruksikan untuk menghindari masuknya air, busa
sabun dan smprotan rambut ke dalam telinga. Mereka dapat membersihkan
telinganya dengan alkohol.
Sehabis berenang pembilasan telinga dengan alkohol, asam asetat 2 % di
dalam aluminium asetat (domeboro atic), atau asam asetat 2% di dalam propilen
glikol (vosol) sering dapat menceegah timbulnya otitis eksterna. Bagi pasien yang
tidak mendapat manfaat dengan larutan tersebut, dapat menggunakan custom
mode ear molds bila terdapat kemungkinan masuknya air ke dalam telinga.
Setelah berenang, walaupun telah menggunakan molds tersebut, telinga tetap
harus disemprotkan dengan salah satu larutan tersebut.
Terapi topikal biasanya cukup efektif, tetapi bila dijumpai adenopathy dan
gejala toksisitas, antibiotika sistemik dibutuhkan. Penggunaan kortikosteroid
diharapkan dapat mengurangi proses inflamasi.
KESIMPULAN
1. Otitis Eksterna difusa adalah peradangan yang terjadi pada seluruh liang
telinga
2. Otitis eksterna difusa sering dijumpai pada iklim panas dan lembab
3. Penyebab utamanya adalah Pseudomonas aeruginosa.
4. Gejala klinis awal berupa gatal pada liang telinga yang berlanjut menjadi
sakit
5. Langkah pertama yang terpenting untuk terapi otitis eksterna berupa
pembersihan semua debris dan nanah di dalam telinga, yang kemudian
baru diberikan tetesan antibiotika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adenin A, Kumpulan Kuliah Telinga, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
2. Ballenger, Yacob J, Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck,
13th ed, page1084-95.
3. Cody, Thone D, Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokkan (Diseases of
the Ears, Nose and Throat) Penuntun untuk diagnosis dan Petalaksanaan,
EGC: 108-10.
4. Pracy R, Short Textbook Ear, Nose and throat, page 16.
5. Scott-Brown’s, Diseases of the Ear, Nose and Throat, 4 th Ed, vol 2, The
Ear, page 106-8.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan paper ini pada
waktunya. Paper ini berjudul ”OTITIS EKSTERNA DIFUSA”. Paper ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Penyakit THT di RSU. Dr. Pirngadi Medan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing Dr.Hj.
Netty Harnita, Sp.THT karena berkat bantuan dan bimbingannya penulis dapat
menyelesaikan paper ini dengan sebaik-baiknya dan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada supervisor dan staff di Bagian THT
RSU. Dr. Pirngadi atas ilmu dan keterampilan yang penulis dapatkan selama 4
minggu mengikuti KKS di Bagian Penyakit THT RSU. Pirngadi Medan.
Penulis menyadari paper ini jauh dari kesempurnaan baik dari isi maupun
tata bahasanya. Namun penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Medan, Desember 2003
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………...……………………. i
Daftar Isi …………………………………………………..……….……………. ii
OTITIS EKSTERNA DIFUSA
PENDAHULUAN...................................................................................................1
EPIDEMIOLOGI.....................................................................................................1
PATOGENESIS.......................................................................................................1
ETIOLOGI...............................................................................................................2
GEJALA KLINIS....................................................................................................2
DIAGNOSIS............................................................................................................3
DIAGNOSIS BANDING.........................................................................................3
PENATALAKSANAAN.........................................................................................3
KESIMPULAN........................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................6
DAFTAR ISI........................................................................................................8