Post on 26-Oct-2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini yang pertama akan dibahas adalah konsep keperawatan,
konsep stres, dan konsep kegawatdaruratan
2.1 Konsep Keperawatan
2.1.1 Definisi Perawat
Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini
adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
memperlakukan pasien sebagai manusia (Nursalam, 2008).
2.1.2 Praktik keperawatan
Tenaga keperawatan adalah salah satu sumber daya manusia di rumah
sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini
wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan
perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang
prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh
perawat (Kusnanto, 2004).
Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus
tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit
pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
7
menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan,
perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan
lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan. Keperawatan modern
merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai aktivitas, konsep, dan
keterampilan yang berhubungan dengan ilmu social, fisik dasar, etika, dan isu-isu
yang beredar serta bidang yang lain, keperawatan sebagai profesi adalah unik
karena keperawatan ditujukan ke berbagai respons individu dan keluarga terhadap
masalah kesehatan yang dihadapinya. Perawat memiliki berbagai peran, seperti
pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat,
peneliti dan pendidik dan perawat sering kali harus melakukan peran lebih dari
satu dalam suatu waktu yang bersamaan (Potter dan Perry, 2005).
Definisi ini disampaikan oleh Henderson (2004) dan diadopsi oleh
International Council of Nurse (ICN), memuat pernyataan singkat yang disetujui
oleh perawat pembuat teori: Fungsi unik keperawatan adalah membantu individu,
baik sehat maupun sakit, yang ditampilkan dengan melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan kesehatan, penyembuhan suatu penyakit, ataupun untuk
memberikan kematian yang damai dimana klien akan dapat melakukannya tanpa
dibantu bila ia memiliki kekuatan, keinginan dan pengetahuan yang dibutuhkan.
Dan semua dilakukan untuk membantu klien mendapatkan kembali
kemandiriannya secepat mungkin.
8
Gambar 2.1 Batasan karakteristik praktik keperawatan; hubungan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
2.1.3 Tugas pokok dan fungsi perawat
Tugas perawat adalah Sebagai care giver, client advocate, counselor,
educator, coordinator, collaborator, consultan, dan change agent. Sedangkan
fungsi dari perawat terdiri dari fungsi independent, fungsi dependent, dan fungsi
interdependent (Potter dan Perry, 2005).
9
Fenomena
Efek
Tindakan keperawatanAplikasi teori Batasan karakteristik keperawatan
ImplementasiPerencanaan EvaluasiPengkajian Diagnosa Proses keperawatan
Standar praktik keperawatan
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien adalah sistematik dan kontinu. Data dapat diakses, dikomunikasikan dan dicatat
Diagnosa keperawatan diturunkan dari data status
Rencana asuhan keperawatan mencakup sasaran yang diturunkan dari diagnosa keperawatan
Rencana asuhan keperawatan mencakup prioritas dan pendekatan keperawatan yang ditentukan atau tindakan untuk mencapai sasaran yang diturunkan dari diagnosa keperawatan
Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan
Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan
Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan
Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan
Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :
1. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta
sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
3. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
4. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
5. Mendokumentasikan proses keperawatan.
6. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta
merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan keterampilan dan praktik keperawatan.
7. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,
keluarga, kelompok serta masyarakat.
8. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
9. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam
melaksanakan kegiatan keperawatan.
Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan
kesehatan dan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati
mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat
akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa
yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien (Potter dan Perry, 2005).
10
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat
harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia
mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat
dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya,
sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter dan
Perry, 2005).
2.1.4 Lima langkah proses keperawatan
Kerangka kerja proses keperawatan mencakup langkah berikut:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang
diperkirakan), implementasi, dan evaluasi. Setiap langkah proses keperawatan
penting untuk pemecahan masalah yang akurat dan dengan erat berhubungan satu
sama lain (Potter dan Perry, 2005). Menguraikan dua langkah pertama dari
pengkajian dan diagnosa sebagai komponen identifikasi masalah dan tiga langkah
lainnya sebagai komponen pemecahan masalah. Selama pengkajian, perawat
mengumpulkan data tentang klien dari berbagai sumber. Sifat dan besarnya data
selalu berubah, sehingga mengharuskan perawat untuk mengambil data dan
membentuk pola yang bermakna. Pemecahan klinis perawat kadang linier, kadang
bercabang ketika data dari masalah baru teridentifikasi, dan dilain waktu bersiklus
ketika perawat harus mengkaji dan memvalidasi informasi. Keakuratan penting
sehingga perawat membuat konklusi yang sesuai yang akan mengarahkan rencana
perawatan (Potter dan Perry, 2005).
Langkah diagnosa keperawatan mencakup mengumpulkan data pengkajian
dan merumuskan pernyataan diagnosa yang mengidentifikasi masalah klien yang
berhubungan dengan kesehatan. Keakuratan pernyataan ini bergantung pada
kelengkapan pengumpulan, penapisan, pengelompokan, dan validasi data.
11
Diagnosa keperawatan yang diidentifikasi membentuk kerangka kerja untuk
rencana perawatan klien. Sehingga diagnosa keperawatan menjadikan perawat
fokus yang bersifat individual dan berpusat pada klien (Potter dan Perry, 2005).
Selama tahap perencanaan dari proses, suatu rencana perawatan
dirumuskan. Perencanaan diindividualisasikan berdasarkan dasar data pengkajian
dan diagnosa keperawatan klien. Komponen perencanaan adalah identifikasi hasil.
Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan (respon atau
perilaku) yang akan dicapai klien jika rencana perawatan berhasil. Intervensi
keperawatan yang dipilih untuk rencana perawatan, seperti peragaan dengan
pengawasan untuk persiapan medikasi, berfokus pada hasil yang diharapkan.
Rencana asuhan keperawatan mengandung hasil dan tujuan klien yang
diharapkan, intervensi keperawatan yang sesuai, dan kriteria untuk evaluasi
(Potter dan Perry, 2005).
Implementasi adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat
menggunakan beragam pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan klien.
Intervensi berorientasi pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan
rencana perawatan klien. Intervensi secara kontinu dimodifikasi didasarkan pada
evaluasi berkelanjutan dari respon klien dan analisis diagnostik perawat.
Kebehasilan dari langkah ini ditelaah selama evaluasi (Potter dan Perry, 2005).
Langkah kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Perawat
menentukan kemajuan klien kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan
serta keberhasilan intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil, diagnosa
keperawatan klien teratasi. Jika masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi
memandu perawat untuk merevisi, menyingkirkan atau menambah terapi.
Evaluasi adalah penyelesaian siklus aktivitas dimana hasilnya memberikan efek
12
berkelanjutan pada tahap lainnya dari proses. Evaluasi adalah tahap dari
penyelesaian masalah klinis yang membantu memelihara hasil klien yang
diinginkan dengan memeriksa dan menyesuaikan tahap-tahap lainnya dari proses
keperawatan. Tahap ini memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan
seperti yang diperlukan untuk memecahkan masalah kesehatan (Potter dan Perry,
2005).
Keseluruhan proses adalah sekuensial dan interrelasi. Setiap tahap
bergantung pada tahap sebelumnya. Urutannya adalah logis karena informasi
klien dikumpulkan sebelum kebutuhan perawatan kesehatan diterapkan. Rencana
didasarkan pada kebutuhan klien, dan asuhan keperawatan diberikan sesuai
dengan rencana tersebut. Asuhan keperawatan dievaluasi dalam kaitannya dengan
pencapaian hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005).
2.1.5 Tenaga kesehatan dalam pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
rumah sakit.
Hal yang perlu dikemukakan dalam lingkup kewenangan personil dalam
pelayanan gawat darurat adalah pengertian tenaga kesehatan. Pengertian tenaga
kesehatan diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009
tentang Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
13
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
Mengacu kepada kondisi pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2007),
menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi:
1. Fungsi independen, fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan
(care),
2. Fungsi dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari
profesi lain
3. Fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerja sama saling membantu dalam
program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).
Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya, maka perawat gawat
darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut (Hamuwarno, 2007):
1. Mengenal klasifikasi pasien.
2. Mampu mengatasi pasien: syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak,
kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah
pinggul dan kasus ortopedi.
3. Mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat.
4. Mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.
2.1.6 Kinerja Keperawatan
Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep
keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya
membutuhkan keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat
emosionalitas yang baik (PPNI, 2003).
14
Dengan berkembangnya keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan
penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk
menjadi pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah
ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi.
Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan
hukum (PPNI, 2003).
Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu
pemberian asuhan keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang
dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh
American Nursing Association (ANA) (PPNI, 2003). Standar praktik keperawatan
adalah :
1. Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien.
2. Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
3. Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap
klien.
4. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang
berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
5. Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan
dalam rencana asuhan keperawatan.
6. Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai
hasil akhir yang sudah ditetapkan.
Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan
standar umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai perawat. Khusus dalam pelayanan keperawatan gawat
15
darurat, setiap perawat juga melakukan kegiatan: pengelolaan peralatan,
kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien, serta
melakukan rujukan pasien (Kusnanto, 2004).
2.1.7 Kriteria perawat mahir
1. Menurut Standart Operasional Prosedur (SOP) Diklat Rumah Sakit PHC
Surabaya (2010), kriteria perawat mahir antara lain:
a. Mengikuti pelatihan minimal 3 bulan yang sudah diseleksi oleh Rumah
Sakit berdasarkan:
1) Pengajuan dari unit masing-masing.
2) Lama masa kerja minimal 3 tahun.
3) Lulus ujian tulis dan wawancara oleh bidang keperawatan.
4) Peringkat teratas akan diikutkan pelatihan terlebih dahulu, dan dalam
1 tahun ada 2 periode.
b. Aplikasi hasil dari pelathan ICU akan dimagangkan dan lulus ujian
kompetensi yang diadakan oleh bidang keperawatan.
c. Membuat nota dinas untuk direksi untuk diakui sebagai perawat mahir.
2. Menurut Depkes RI (2007) menyatakan bahwa kriteria perawat mahir adalah:
a. Memiliki kompetensi atau sertifikasi perawat mahir.
b. Telah mengikuti program pelatihan perawat mahir misalnya, Advance
Cardiac Life Support (ACLS).
3. Menurut Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa perawat professional
atau perawat yang diakui adalah perawat yang telah mengikuti pendidikan di
setiap akademi atau universitas yang memiliki standart kurikulum yang sama
dengan The American Association of Colleges of Nursing (AACN) dan telah
mengikuti pendidikan menjadi Registered Nurse (RN).
16
2.2 Konsep Stres
2.2.1 Definisi stres
Stres adalah model adaptasi yang dapat mengintegrasi faktor bologis,
psikologis dan sosial budaya, lingkungan, legal, etik (Stuart and lararia, 2005).
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik
dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial
membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya (Folkman, 2007).
Stres adalah reaksi/ respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan
mental/ beban kehidupan). Stres digunakan secara bergantian untuk menjelaskan
berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons
fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani
pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai
suatu system, menurut WHO tahun 2008 dalam (Friedmen, 2010).
2.2.2 Tingkat stres
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 3 macam tingkatan stres antara
lain:
1. Stres ringan
Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif.
2. Stres sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang penting.
3. Stres berat
Individu cenderung pada suatu objek yang dapat mengurangi ketegangan.
17
4. Stres sangat berat
Individu cenderung tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya, dan
sudah tidak tahu cara untuk mengurangi ketegangan yang dialaminya
2.2.3 Tipe stres
Menurut Putra (2005), ada dua tipe stres yaitu:
1. Stres akut.
Juga dikenal dengan fight or flight response stres akut adalah respon tubuh
anda terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respon stres akut
segera dan intensif dan di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.
Contohnya seperti wawancara pekerjaan.
2. Stres kronis.
Stres akut kecil dapat memberikan keuntungan, stres ini dapat membantu
anda untuk melakukan sesuatu, memotivasi dan memberi semangat. Masalah
terjadi ketika stres akut menimbun, hal ini akan mendorong terjadinya
masalah kesehatan seperti sakit kepala dan insomnia. Stres kronis lebih sulit
dipisahkan atau diatasi daripada stres akut, tapi efeknya lebih panjang dan
lebih problematik.
2.2.4 Macam-macam stres menurut psikologi manusia
Menurut Hanun (2011) menyebutkan ada 4 macam-macam stres, antara lain.
1. Stres kepribadian
Stres kepribadian adalah stres yang dipicu dari dalam diri seseorang yang
berhubungan dengan cara pandang terhadap masalah dan kepercayaan atas
dirinya.
18
2. Stres psikososial
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang
lain disekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya, seperti stres adaptasi
dengan lingkungan baru, dan masalah cinta, keluarga, serta stres macet di
jalan raya, ataupun diejek orang lain dan sebagainya.
3. Stres bioekologi
Stres bioekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal, pertama, yaitu ekologi
atau lingkungan, seperti polusi dan cuaca, sedangkan kedua adalah akibat
kondisi biologis, misalnya akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan,
penuaan dan sebagainya.
4. Stres pekerjaan
Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang
2.2.5 Mekanisme terjadinya stres
Beberapa mekanisme stress menurut berbagai macam teori, antara lain:
1. Menurut Goleman (2007)
Secara sederhana mekanisme stres dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 2.2 Persepsi, tekanan, dan daya tahan (Goleman, 2007).
Persepsi tekanan
Persepsi daya tahan
Diri
19
Persepsi tekanan dan daya tahan stres baru nyata dirasakan apabila
keseimbangan diri terganggu. Artinya kita baru mengalami stres manakala
kita mempersepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan yang kita punya
untuk menghadapi tekanan tersebut, (yang kita persepsi lebih ringan dari
kemampuan kita menahannya) maka tekanan stres belum nyata. Akan tetapi
apabila tekanan tersebut bertambah besar (dari stressor yang sama atau dari
stressor lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata, kita kewalahan dan
merasakan stres.
Secara fisiologik terjadi perubahan di tubuh kita manakala kita
mengalami stress.
Gambar 2.3 Mekanisme stres secara fisiologis (Goleman, 2007).
Apabila stressor melebihi daya tahan, maka stressor tersebut akan
menimbulkan suatu rangsangan yang akan dikirimkan ke cerebral cortex,
kemudian dari cerebral cortex akan mengirimkan suatu tanda bahaya ke
hipothalamus. Suatu sinyal dari hipothalamus akan dikirimkan ke SNS
(Sympathetic Nervous System). Respon yang dihasilkan dari proses tersebut
akan dikeluarkan melalui SNS (Sympathetic Nervous System) yang
menyebabkan berbagai perubahan pada tubuh.
Persoalan/ perubahan(riel/imaginasi)
Serangkaian perubahan pada tubuh
Mengirim tanda bahaya
SNSSympathetic Nervous System
Cerebral cortex
hypotalamus
20
Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak,
mekanisme stress ini berjalan terus. Belakangan ini sejumlah penelitian
paduan bidang psikologi dan syaraf, menemukan bahwa otak manusia
memiliki banyak neuron mirror yang bekerja otonom menangkap signal pada
saat kita berinteraksi sosial, kemudian membangun (set-up) sistem sirkuit
yang sesuai dengan bacaannya. Dengan perkataan lain, meskipun secara
mental kita bisa melakukan adjustment, tubuh secara otonom melakukan
mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron mirror.
2. Menurut Silbernagl dan Lang (2007)
Kondisi fisik, psikis, dan lingkungan mampu menimbulkan suatu
stimulus, stimulus tersebut akan meningkatkan neurotransmitter gamma-
aminobutyric acid (GABA) yang diterima oleh reseptor di otak, GABA
adalah neurotransmitter dan hormon otak yang menghambat (inhibitor)
reaksi-reaksi dan tanggapan neurologis yang tidak menguntungkan. Ketika
GABA ditransmisikan ke reseptor, GABA akan menghambat reaksi-reaksi
neurologis yang negatif. Tetapi jika reaksi-reaksi neurologis yang negatife
terlalu berlebihan, maka GABA tidak mampu mencegah reaksi-reaksi
neurologis yang negatif sehingga akan memicu peningkatan saraf simpatis
yang akan menimbulkan stres.
2.2.6 Tahap-tahap stres
Stresor dapat menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum melalui
beberapa tahap berikut (Nursalam, 2007) :
21
1. Tahap peringatan (Alarm Stage):
Tahap ini merupakan tahap awal reaksi tubuh dalam menghadapi berbagai
stresor. Reaksi ini mirip dengan fight or flight response (menghadapi atau lari
dari stres), tubuh tidak dapat bertahan lama pada tahapan ini.
2. Tahap adaptasi atau Eustres ( Adaptation Stage ):
Tahap ini adalah dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan
berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan beradaptasi
mengakibatkan tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit (disebut
penyakit adaptasi).
3. Tahap kelelahan atau Distres ( Exhaustion Stage ):
Tahap ini merupakan tahap dimana adaptasi tidak bisa dipertahankan karena
stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh
tubuh. Tanda Distres :
a. Umumnya mengalami irratabilitas, depresi yang diikuti dengan sifat
agresif atau malas.
b. Detak jantung meningkat, sebuah tanda kelebihan produksi adrenalin,
sering dialami ketika stres.
c. Mulut yang kering.
d. Sifat yang impulsif, emosi yang tidak stabil.
e. Tidak dapat berkonsentrasi, lari dari kenyataan dan umumnya tidak dapat
berorientasi.
f. Cenderung mengalami kecelakaan, ketika mengalami stres berat ( eustres
atau distres ) sering kali menyebabkan terjadinya kecelakaan.
g. Cenderung terlihat kelelahan.
h. Penurunan keinginan untuk sex menurun atau mengalami impotensi.
22
i. Tidak adanya ketertarikan, perasaan takut tapi tidak diketahui dengan jelas
kenapa kita takut.
j. Gagap berbicara dan mengatakan kata-kata lain terasa sulit.
k. Insomnia.
l. Kelebihan berkeringat.
m. Keinginan besar untuk buang air kecil.
n. Sakit kepala sebelah.
o. Kehilangan atau kelebihan nafsu makan.
p. Tidak datang bulan atau datang bulan lebih cepat.
q. Rasa sakit di leher atau punggung bagian bawah.
r. Gelisah dan menggigil.
s. Keinginan merokok meningkat
t. Peningkatan penggunaan alkohol, narkoba.
2.2.7 Fungsi stres
1. Fungsi Stres Bagi Spritualitas dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama
Annie Besant mengatakan “kesukaran ada supaya dalam mengatasinya kita
menjadi gagah, hanya dengan menderita saja manusia dapat menyelamatkan
diri dan orang lain”. Singkatnya stresor-stresor tersebutlah yang akan
membawa manusia menuju tujuan hidupnya yang hakiki. Begitulah stresor
kegagalan, kesusahan yang menyedihkan hati selalu ada untuk mendidik
manusia menjadi lebih baik (Annie, 2007).
2. Fungsi Stres Bagi Jiwa yaitu stres merupakan alat utama untuk memperkuat
jiwa kita, tanpa stres kita tidak akan dapat mematangkan jiwa kita, hanya
dengan streslah manusia dipaksa untuk memperkuat jiwanya, melembutkan
emosinya dan mempertajam pikirannya. Stres di sini memberikan
23
pengalaman yang menyakitkan dan tidak menyenangkan sehingga manusia
menyadari dan mengetahui tingkat kemampuan yang dimilikinya yang
nantinya akan bermanfaat ketika ia menghadapi suatu masalah. Untuk lebih
mengertikan maksud dari kalimat tersebut, seorang ahli dalam bukunya yang
fenomenal “Twelve Against The Gods” mengatakan “yang paling penting
dalam kehidupan ini bukanlah menikmati keuntungan yang kita peroleh,
sebab orang bodoh pun bisa melakukannya. Yang benar-benar paling penting
dalam menjalani hidup adalah bagaimana mengambil keuntungan dari
kerugian yang kita alami. Untuk itu memerlukan kecerdasan. Dan itulah yang
membedakan orang cerdas dengan orang dungu” (Balitho, 2011).
3. Fungsi Stres Bagi Tubuh secara garis besar adalah untuk meningkatkan
kewaspadaan dan melindungi tubuh dari bahaya yang mengancam, stres
adalah semacam alarm pengingat tentang ancaman yang mengancam fungsi-
fungsi tubuh kita, ketika manusia mengalami stres tubuh melakukan sejumlah
reaksi yang dalam batas tertentu dapat berakibat baik, tetapi jika berlebihan
akan menimbulkan dampak yang buruk. Sakit-sakit yang kita alami
bermanfaat bagi tubuh untuk menciptakan kekebalan bagi tubuh jika kita
suatu saat akan menghadapi sakit tersebut di kemudian hari. Hal ini misalnya
kita menghadapi masalah yang mengganggu kita, tentu kemudian kita
mencari cara untuk memecahkannya, dan setelah kita mengetahui cara yang
tepat untuk masalah itu maka masalah tersebut akan terselesaikan dan jika
kita akan menghadapi masalah yang sama akan lebih cepat terselesaikan
berdasarkan pada pengalaman yang kita peroleh sebelumnya, dan pengalaman
tersebut tersimpan dalam memori atau ingatan kita (Balitho, 2011).
24
2.2.8 Sumber stres
Menurut Hidayat (2004) ada tiga aspek sumber stres, antara lain.
1. Diri sendiri
Sumber stres ini dikarenakan adanya konflik antara keinginan dan kenyataan
yang beda, sehingga berbagai masalah yang datang pada dirinya tidak mampu
diatasi.
2. Keluarga
Stres yang bersumber dari keluarga disebabkan adanya perselisihan antar
keluarga, masalah keuangan keluarga, serta adanya tujuan yang berbeda.
3. Masyarakat dan lingkungan
Sumber stres ini dikarenakan adanya pekerjaan umum sebagai stres pekerja
karena kurang kerja sama antar pekerja
2.2.9 Penyebab timbulnya stres
Stres disebabkan oleh banyak sumber seperti peristiwa-peristiwa
kehidupan, pengaruh-pengaruh kimia dan lingkungan, kejadian-kejadian positif,
gaya hidup atau faktor-faktor emosional, relasi, hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan namun terdapat satu sumber stres yang paling besar dan sering tidak
diperhatikan yaitu logika pribadi seseorang. Penyebab stres adalah stimulus yang
dapat menyebabkan stres. Mengingat bahwa manusia adalah makhluk rohani, dan
makhluk jasmani, maka stresor dapat dibagi menjadi tiga yaitu Stresor Rohani
(Spiritual), Stresor Mental (Psikologi), dan Stresor Jasmani (Fisikal) (Ewen,
2009).
1. Stresor Rohani, stresor ini berhubungan dengan diri manusia, stresor ini
muncul karena kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri. Hal yang paling
25
membuat orang stres adalah kematian karena kematian bagi seseorang adalah
kehilangan terhadap diri mereka sendiri. Selanjutnya adalah cinta yang berarti
ingin seperti keinginan terhadap suatu kedudukan tertentu, harta dan sesama
manusia.
2. Stresor Kejiwaan adalah stres yang berhubungan dengan jiwa atau psikologis
seseorang yang ditimbulkan oleh prilaku orang lain terhadap diri kita.
Biasanya berupa tekanan batin seperti rasa tidak nyaman, gelisah, dan
sebagainya. Tekanan yang dirasakan oleh seseorang karena adanya tanggapan
yang diberikan terhadap stresor, tekanan akan dirasakan apabila ia merespon
stimulus secara negatif dan ia tidak akan mengalami tekanan apabila ia
merespon stimulus secara positif.
3. Stresor Jasmani yang berhubungan dengan fisik seseorang, kondisi fisik yang
dimiliki oleh seseorang yang dinilainya kurang akan memberikan rasa tidak
nyaman pada individu dan akan menimbulkan stres pada individu tersebut.
Penilaian yang positif terhadap diri sangat membantu dalam membantu
individu dalam menerima dirinya tersebut. Gerakan fisik berkaitan dengan
stres dalam dua hal yang pertama gerak fisik mengurangi ketegangan stres
dan mental serta perubahan fisiologis yang menyertai stres. Kedua gerak fisik
sendiri adalah stresor bagi tubuh, mengubah pola penggunaan zat gizi dan
meningkatkan kebutuhan akan zat-zat gizi tertentu. Tubuh akan memberikan
respon fight and flight pada kebanyakan stresor psikologis. Gerak fisik yang
cukup berat bermaksud menghabiskan produk stres ini, tidak hanya menahan
stres dalam tubuh tapi juga mampu mengeluarkannya dari tubuh. Sewaktu
gerak fisik berhenti tubuh kembali ke keadaan normal berupa relaksasi.
Disamping itu gerak fisik secara tidak langsung menggiring pikiran dan
26
perhatian beralih dari stres dan membuat individu rileks baik fisik maupun
mental.
2.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres
Menurut Folkman (2007) stressor juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu.
1. Kondisi fisik (kondisi kesehatan, stamina).
2. Psikis (tingkat emosional, mekanisme koping, masalah yang sebelumnya
dialami).
3. Lingkungan (situasi kerja, teman kerja, cuaca dan kondisi tempat kerja) yang
dialami perawat saat bekerja.
4. Termasuk salah satunya adalah kondisi gawat darurat yang dihadapi oleh
perawat.
2.2.11 Dampak dari stres
1. Dampak bagi spiritualitas, adalah dapat menghilangkan keyakinan dan
keimanan yang terdapat di dalam diri kita. Spiritualitas harus dijaga
keutuhannya karena hanya dengan spiritualitas manusia dapat dibedakan
dengan makhluk lainnya. Stres yang tidak terkontrol akan mengganggu
spiritualitas berupa kemarahan kepada Tuhan yang berujung pada sifat-sifat
negatif yang muncul pada individu. Dalam hal ini stres sangat berbahaya
karena dapat menurunkan derajat keimanan manusia sehingga akan
menurunkan derajat manusia itu sendiri dengan makhluk yang lainnya. Untuk
itu individu harus waspada akan datangnya stres misalnya dengan cara
mengendalikan stres yang menimpanya, stres yang tidak terkontrol akan
menimbulkan persepsi pada individu bahwa Tuhan tidak adil terhadapnya.
27
Dan akhirnya ia akan menolak akan keberadaan Tuhan dan menolak Tuhan.
Ini sangat berbahaya dan perlu dihindari (Annie, 2007).
2. Dampak stres bagi tubuh, stres dapat berakibat positif bagi tubuh kita, namun
seperti yang kita ketahui stres yang berlebihan dapat menimbulkan dampak
yang buruk bagi tubuh. Orang-orang yang mudah terserang stres sangat
mudah terserang berbagai macam penyakit fisik. Stres yang tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan dampak seperti terganggunya sistem
hormonal, kerusakan vitamin dan mineral serta melemahnya sistem kekebalan
tubuh. Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin secara
berlebihan sehingga jantung akan berdebar lebih cepat dan keras. Hormon
adrenalin juga akan diproduksi dalam jumlah yang banyak ketika kita sedang
dalam keadaan yang marah. Stres dapat mendorong pembentukan hormon
adrenalin dimana untuk membentuk hormon tersebut diperlukan zat gizi
seperti vitamin B, mineral seng, kalium dan kalsium. Stres dapat menguras
zat-zat tersebut sehingga untuk menjaga agar zat tersebut berguna bagi tubuh,
manajemen stres sangat diperlukan. Stres yang berkepanjangan dapat
menimbulkan gangguan pada tubuh manusi antara lain (Annie, 2007).
a. Penyakit jantung/ penyakit arteri koroner, yaitu: frekuensi jantung tidak
teratur dan palpitasi, angina pectoris, infrakmiokardium, peningkatan
blood maker penyakit arteri koroner, gangguan vaskular atau sentral,
hipertensi, stroke.
b. Gangguan pernapasan, yaitu: asma, hiperventilasi.
c. Gangguan gastrointestinal, yaitu: anoreksia atau obesitas, konstipasi atau
diare, tukak lambung, penyakit inflamasi usus.
28
d. Gangguan muskuloskeletal, yaitu: nyeri punggung, penurunan
pertumbuhan/ gagal tumbuh.
e. Gangguan kulit, yaitu: psoriasis, jerawat.
f. Gangguan sistem imun, yaitu: infeksi yang sering, disfungsi tiroid,
eksaserbasi penyakit otoimun, kanker.
g. Gangguan reproduksi, yaitu: amenore, impotensi, sterilitas, keguguran.
h. Gangguan prilaku, yaitu: makan tidak teratur, penggunaan obat, agresi,
tidak dapat tidur.
i. Gangguan psikologis, yaitu: keletihan, ansietas, depresi, kesulitan
berkonsentrasi/ masalah memori.
3. Efek Stresor Bagi Imunitas, pertama kali efek stresor terhadap imunitas
dibuktikan oleh Ader dan Friedman pada tahun 1964 dalam (Nursalam,
2008). Stresor adalah stimulus yang menimbulkan stres mempunyai triad,
yaitu aktivasi, resisten (adaptasi), dan ekshausi (kelelahan). Jadi stresor
merupakan stimulus yang menyebabkan aktivasi, resisten dan ekshausi.
Sinyal stres dirambatkan mulai dari sel di otak (hipotalamus dan pituitari), sel
di adrenal (korteks dan medula) yang akhirnya disampaikan ke sel imun.
Tingkat stres yang terjadi pada jenis dan subset sel imun akan menentukan
kualitas modulasi imunitas, baik alami maupun adaptif. Efek stresor pada
tingkat ekshausi dapat menurunkan imunitas, baik alami maupun adaptif.
Efek stresor ini sangat ditentukan oleh proses pembelajaran individu terhadap
stresor yang diterima dan menghasilkan persepsi stres. Kualitas persepsi stres
ini akan diketahui pada respon stres (Ewen, 2009).
29
2.2.12 Manajemen stres
Hal termudah untuk dapat memanajemen stres adalah dengan cara berpikir
positif, cara yang sangat mudah ini ternyata sudah lama ditemukan. Cara dalam
mengatasi atau mengurangi dampak stres adalah sebagai berikut :
Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong untuk
membicarakan tentang kekhawatirannya dengan keluarga, teman, atau ahli terapi.
Penelitian menunjukan bahwa memiliki walau hanya satu orang untuk bergantung
dan berbicara dapat mengurangi efek stres akut atau stres yang berkepanjangan
pada kesehatan (Ewen, 2009).
1. Apabila stresornya adalah fisik, intervensi untuk mengurangi nyeri dan
mencegah infeksi sangat penting. Nyeri dan infeksi (gangguan pada fisik)
adalah stresor itu sendiri tanpa penghentian atau peredaan nyeri dan infeksi
itu dapat memperburuk efek stimulus awal. Untuk stresor fisik atau fisiologis,
teknik relaksasi, biofeedback, dan terapi visualisasi dapat membantu individu
mengurangi dampak stressor yang dialami. Olah raga teratur diketahui
meningkatkan pelepasan endorfin yang dapat mengurangi dampak stresor.
Latihan fisik dapat mengurangi ketegangan fisik dan mental serta perubahan
fisiologis yang menyertai stres. Latihan fisik mencegah terbentuknya stres
psikologis yang menahun yang merupakan faktor risiko timbulnya tekanan
darah tinggi dan penyakit jantung. Olah raga adalah kunci untuk mengurangi
stres. Tidak ada yang menyangkal olah raga aerobik sebagai suatu cara
menyalurkan energi kala kita stres. Aktivitas secara teratur dapat
menyediakan arus balik biologis ( biofeedback ) yang mengarah kepada
perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan lain-lain.
30
2. Menilai stresor mana yang potensial dalam hidup dalam hal ini adalah
kebutuhan yang paling prioritas. Bagi stresor potensial yang tidak dapat
disingkirkan, dapat menggunakan berbagai teknik efektif untuk berurusan
dengan stresor tersebut, dengan melatih ketrampilan-ketrampilan setiap hari.
Pertama-tama mengikuti petunjuk untuk latihan-latihan relaksasi, bernafas,
dan visualisasi secara ketat. Setelah beberapa minggu akan semakin rileks
menjawab stres dengan percaya diri dan ketenangan yang lebih besar. Juga
akan mampu mengubah pandangan tentang dunia sebagai hasil menangani
stress.
3. Relaksasi progresif merupakan suatu teknik yang berfokus pada relaksasi otot
yang dikembangkan semula oleh Dr. Edmund Jacobson. Teknik itu
menyediakan cara yang terbukti sistematis untuk mengontrol ketegangan otot.
Relaksasi progresif dapat dilakukan dengan cara telentang di tempat tidur
atau bersandar pada kursi yang nyaman, tipe kursi yang dapat menyangga
kepala anda.
4. Meneliti, adalah suatu teknik yang cukup sederhana untuk memeriksa daerah-
daerah tubuh yang diganggu oleh ketegangan otot. Langkah-langkah yang
dapat ditempuh adalah sebagai berikut :
a. Tarik nafas selagi meneliti suatu daerah tubuh yang mengalami
ketegangan.
b. Ketika menghembuskan nafas, buat daerah itu menjadi rileks.
c. Lanjutkan untuk meneliti masing-masing area tubuh bergantian, buat
masing-masing bergantian menjadi santai saat anda menghembuskan
nafas.
31
d. Dengan melakukannya dengan teratur, dapat membebaskan diri dari stres
yang dialami.
5. Cara terbaik untuk menghadapi stres adalah dengan sikap yang positif gaya
hidup sehat yang termasuk di dalamnya tidur yang cukup, diet yang cukup,
buah-buahan dan sayur-sayuran.
6. Tingkatkan manajemen waktu. Bekerja melebihi waktu adalah suatu hal yang
dapat menyebabkan timbulnya stres. Seseorang tidak akan mampu
mengerjakan pekerjaan yang begitu banyak, namun seseorang dapat
memanajemen waktu agar lebih efisien dalam mengerjakan tugas dan dapat
semakin rileks dalam mengerjakannya. Berikut adalah cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan memanajemen waktu.
a. Set realistic goals. tentukan harapan yang ingin dicapai dan tentukan batas
waktu untuk mengerjakannya, lalu buat review kemajuan yang telah
dicapai.
b. Make a priority list. Siapkan daftar kegiatan dan urutkan berdasarkan
prioritas. Setiap hari lihat jadwal dan kerjakan berdasarkan prioritas yang
telah ditentukan.
c. Protect your time. Jika ada pekerjaan yang khusus atau susah, tentukan
waktu yang mana yang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa
gangguan.
d. Tetaplah perspektif. Ketika pekerjaan membuat seseorang merasa stres, ini
akan membuat seseorang merasa menghabiskan waktu. Cobalah untuk
tetap perspektif.
e. Get other points of view. Bicarakan dengan keluarga atau teman mengenai
masalah yang dihadapi ketika bekerja. Mereka mungkin akan dapat
32
mengerti bahkan mungkin dapat memberikan sugesti untuk mengatasi
masalah tersebut. Cari saja seseorang yang bisa diajak bicara, ini akan
membuat semakin rileks.
f. Take a break. Berhentilah jika bekerja terlalu lama. Berhentilah selama 10
menit untuk menyegarkan/ merilekskan tubuh. Atau seperti berhenti
bekerja, liburan akhir pekan, dan sebagainya.
g. Have an outlet. Bekerja terus tanpa bermain akan menimbulkan stres atau
rasa tidak nyaman pada individu. Pastikan menyediakan aktivitas tertentu
yang dapat membuat senang, seperti membaca, mengobrol, mengerjakan
apa yang menjadi hobi.
h. Take care of yourself. Tetaplah anda menjaga kesehatan tubuh. Latihan
dengan teratur dan cukup tidur serta makan makanan yang cukup dan
menyehatkan.
i. Cara aktivitas fisik. Latihan dapat meningkatkan kesehatan seluruh tubuh,
meningkatkan semangat. Namun latihan juga memberikan keuntungan
menghilangkan stress.
j. It pumps up your endorphins. Kegiatan fisik dapat membantu
meningkatkan produksi endorphin yang dapat membantu pikiran terasa
tenang.
k. It’s meditation in motion. Ketika melakukan suatu kegiatan, seseorang
akan lupa akan stres yang anda alami hari itu, aktivitas yang dilakukan
membuat seseorang hanya fokus terhadap tugas itu saja (aktivitas yang
dilakukan) dan menghasilkan suatu energi dan rasa optimis, dan dapat
membantu menjadi tenang dan melupakan hal yang dilakukan (tugas-tugas
yang menimbulkan stres).
33
l. It improves your mood. Latihan yang teratur dapat meningkatkan rasa
percaya diri, membantu seseorang tidur ketika seseorang dilanda stres dan
depresi.
m. Consult with your doctor. Sebelum memulai program kebugaran tubuh,
sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan orang yang ahli terhadap
kesehatan tubuh, terutama jika memiliki penyakit tertentu.
n. Walk before you run. Jika baru memulai untuk latihan fisik, sebaiknya
latihan sekitar 20 sampai 30 menit 3 sampai 4 kali seminggu. Untuk orang
yang sudah dewasa, Department of Healt and Human Services
menyarankan mulai latihan paling sedikit 2 jam dan 30 menit seminggu
untuk latihan aerobik atau 1 jam dan 15 menit seminggu untuk latihan
seperti lari.
o. Do what you love, and love what you do. Jika tidak suka lari maraton
sebaiknya jangan lakukan, latihan ringan seperti berjalan, joging,
bersepeda, yoga, dapat membantu meningkatkan kesehatan tubuh.
7. Meditasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu, sebenarnya meditasi
digunakan untuk membantu individu dalam memahami secara mendalam
tentang kesucian dan kekuatan mistik dari hidup. Namun sekarang ini
digunakan untuk relaksasi dan mengurangi stres. Meditasi adalah obat untuk
tubuh dan pikiran. Ketika bermeditasi seseorang akan memfokuskan pikiran
dan mengabaikan berbagai hal yang dapat mengganggu pikiran yang nantinya
dapat menimbulkan stres. Keuntungan dari meditasi adalah dapat
memberikan perasaan yang tenang, menyeimbangkan pikiran dan emosi dan
kesehatan seluruh tubuh.
34
8. Berpikir positif berikut akan dijelaskan cara yang dapat dilakukan untuk
fokus berpikir positif :
a. Check yourself. Secara periodik berhenti dan evaluasi apa yang dipikirkan.
b. Be open to humor. Tertawa dan tersenyumlah terutama ketika mengalami
sesuatu yang sulit.
c. Surround yourself with positive people. Pastikan segala sesuatu yang ada
dalam hidup adalah sesuatu yang positif. Orang-orang yang mendukung
dapat dipercayai untuk memberi bantuan dan umpan balik.
d. Follow a healthy lifestyle. Latihan fisik tiga kali seminggu dapat
memberikan dampak yang positif pada mood. Belajar bagaimana
memanajemen stres.
e. Practice positive self-talk. Untuk dapat melakukan hal tersebut cukup ikuti
satu aturan yang mudah yaitu jangan katakan pada dirimu tentang apa
yang kamu tidak ingin katakan kepada orang lain, jika hal negatif masuk
ke dalam pikiranmu, coba evaluasi dan respon dengan apa yang terbaik
untuk diri sendiri.
9. Relaksasi adalah suatu cara untuk memanajemen stres. Relaksasi dapat
menurunkan simptom stres seperti: memperlambat denyut jantung,
menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat kecepatan bernafas,
menurunkan tekanan otot dan sakit kronis, meningkatkan arus darah ke otot
utama, meningkatkan konsentrasi, menurunkan kemarahan dan frustrasi,
meningkatkan cara penanganan masalah.
Ada beberapa teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk meringankan stres
antara lain :
35
a. Autogenic relaxation. Autogenik berarti segala sesuatu yang datang
bersama. Teknik ini menggunakan perumpamaan visual dan kesadaran
tubuh untuk mereduksi stres. Dengan mengulang kata atau sugesti dalam
pikiran untuk membantu merelaksasi dan menurunkan ketegangan.
b. Progressive muscle relaxation. Pada teknik ini difokuskan untuk
merendahkan tekanan dan kemudian merelaksasikan setiap kelompok otot.
c. Visualization. Teknik relaksasi menggunakan imajinasi dan pergi ke
tempat yang indah dan menyenangkan (berkhayal), selama berkhayal coba
gunakan semua indra yang mungkin digunakan.
10. Memiliki skill yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill
menyalurkan kemampuan, skill mendelegasikan, skill mengkoordinasi, dan
skill menata. Selain itu, untuk menekan tingkat strees dalam diri seseorang
harus memiliki strategi yaitu, menyiapkan diri menghadapi stressor, dengan
cara exercise, diet, rekreasi, istirahat, mediasi, dan lain-lain (Hudak, 2004).
2.2.13 Model stres adaptasi
Model adalah suatu cara mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia.
Penggunaan model ini membantu klinis mengembangkan dasar untuk melakukan
pengkajian dan intervensi, juga memberikan cara untuk mengevaluasi keefektifan
terapi (Brunner, 2010).
Model adaptasi stres adalah proses menginteraksikan aspek biologis,
psikologis, sosiokultural, lingkungan, dan legal etik keperawatan (Stuart dan
Laraia, 2005).
36
Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan
yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam dan merusak
seseorang (Brunner, 2010).
Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang
membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi, dan perilaku sehingga
seseorang lebih dengan suatu lingkungan tertentu (Stuart dan Laraia, 2005).
Stres dan adaptasi dapat terjadi pada sistem dengan tingkat yang berbeda,
maka kita dapat mempelajari reaksi ini pada tingkat sel, jaringan dan organ (Stuart
dan Laraia, 2005). Model adaptasi stres sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stres, faktor
predisposisi terdiri dari:
a. Biologis
Dapat mempengaruhi stres yang dilihat dari faktor keturunan, status
nutrisi, dan kesehatan
b. Psikologi
Sedangkan dari psikologi itu sendiri meliputi: kemampuan verbal,
pengetahuan moral, personal terhadap diri sendiri, dorongan motivasi.
c. Sosiokultural
Sedangkan menurut sosiokultural meliputi: faktor-faktor umur, jenis
kelamin, pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, agama, serta
pengetahuan.
37
2. Stresor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang membutuhkan energi ekstra untuk
koping, yang terdiri dari:
a. Sifat yaitu bagaimana seorang tersebut menghadapi tantangan/ ancaman
tersebut baik yang datang dari internal maupun eksternal.
b. Asal yaitu ancaman/ tantangan itu sendiri berasal dari diri sendiri,
keluarga, atau lingkungan.
c. Waktu yaitu kapan waktu ancaman/ tantangan itu datang yang dapat
mengancam seseorang.
d. Jumlah yaitu berapa banyak jumlah ancaman itu yang datang kepada
seseorang.
3. Penilaian terhadap stressor yaitu evaluasi tentang makna stressor bagi
kesejahteraan individu yang didalamnya stresor memiliki arti, intensitas dan
kepentingan yang terdiri dari
a. Kognitif yaitu respon yang ditunjukkan seperti perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, pelupa, bermasalah dalam berpikir dan kreativitas
menurun.
b. Afektif yaitu respon yang ditunjukkan seperti mudah terganggu, tidak
sabar, mudah gelisah, tegang, gugup dan ketakutan.
c. Fisiologis yaitu respon yang ditunjukkan seperti kehilangan kesadaran,
produktivitas menurun, ketegangan fisik dan tremor.
d. Perilaku yaitu respon yang ditunjukkan seperti bicara cepat, kurang
koordinasi, gelisah, dan reaksi terkejut.
e. Sosial yaitu respon yang ditunjukkan interaksi dengan orang lain.
38
2.2.14 Sumber koping
Menyebutkan sumber-sumber koping terdiri dari aset ekonomi,
kemampuan, bakat, teknik dan pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.
Sumber koping lainnya adalah keseimbangan energi, dukungan spiritual,
keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik,
sumber materi sosial (Stuart dan Laraia, 2005).
2.2.15 Faktor-faktor stres kerja
1. Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber intrinsik pada pekerjaan
Yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas
fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan,
resiko/bahaya secara fisik.
b. Peran di dalam organisasi
Antara lain peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada
orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts reorganizational
boundaries) baik secara internal maupun eksternal.
c. Perkembangan karir
Dapat terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan
tingkat, tingkat keamanan yang kurang, ambisi perkembangan karir yang
mengalami hambatan
d. Hubungan relasi di tempat kerja
Meliputi antara lain kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan
sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan
tanggung jawab.
e. Struktur organisasi dan iklim kerja
39
Yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau bahkan tidak ada partisipasi
dalam pembuatan keputusan kebijakan hambatan dalam perilaku (misalnya
karena anggaran), politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi
yang terjadi.
2. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu antara lain:
a. Tingkat kecemasan
b. Tingkat neurotisme individu
c. Toleransi terhadap hal yang ambiguitas/ ketidakjelasan
3. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu meliputi:
a. Masalah-masalah dalam keluarga
b. Peristiwa kritis dalam kehidupan
c. Kesulitan secara finansial, (Greenberg, 2005)
Tabel 2.1 Faktor-faktor dalam stres kerja menurut (Stuart dan Laraia, 2005).Stressor dari stres
kerja
Faktor yang mempengaruhi (hal-hal yang mungkin terjadi di lapangan)
Konsekuensi kondisi yang mungkin muncul
Kondisi pekerjaan
1. Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
2. Beban kerja berlebihan secara kualitatif
3. Assembly-line hysteria4. Keputusan yang dibuat oleh
seseorang5. Bahaya fisik6. Jadwal bekerja
1. Kelelahan mental dan/ atau fisik
2. Kelelahan yang amat sangat dan bekerja (burnout)
3. Meningkatnya kesensitifan dan ketegangan.
Stres karena peran
1. Ketidakjelasan peran2. Adanya bias dalam
membedakan gender dan stereotyppe peran gender
3. Pelecehan seksual
1. Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
2. Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
1. Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
2. Persaingan politik kecemburuan dan kemarahan
3. Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
1. Meningkatnya ketegangan
2. Meningkatnya tekanan darah
3. Ketidakpuasan kerja
Perkemba 1. Promosi ke jabatan yang lebih 1. Menurunnya
40
ngan karir rendah dari kemampuannya2. Promosi ke jabatan yang lebih
tinggi dari kemampuannya3. Keamanan pekerjaannya4. Ambisi yang berlebihan
sehingga mengakibatkan frustasi
produktivitas2. Kehilangan rasa
percaya diri3. Meningkatkan
kesensitifan dan ketegangan
4. Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi
1. Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
2. Pertempuran politik3. Pengawasan dan pelatihan yang
tidak seimbang4. Ketidakterlibatan dalam
membuat keputusan
1. Menurunnya motivasi dan produktivitas
2. Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
1. Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
2. Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
3. Konflik pernikahan4. Stres karena memiliki dua
pekerjaan
1. Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
2. Menurunnya motivasi dan produktivitas
3. Meningkatnya konflik pernikahan
2.2.16 Upaya meminimalkan stres kerja pada perawat
Upaya untuk meminimalkan tingkat stres yang dialami oleh perawat di
lingkungan kerja adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang
komprehensif, jadwal kerja yang tidak melebihi batas waktu yang ditetapkan,
perlakuan yang adil dari atasan baik kepada perawat yang mahir maupun kepada
perawat yang belum mahir, pembagian kerja dan tugas yang adil dan sesuai
dengan tingkat kemampuan atau pengetahuan perawat, menjaga komunikasi dan
hubungan yang baik antar perawat dan tenaga medis lainnya, adanya agenda
liburan bersama, semua hal tersebut untuk mempererat hubungan antar perawat,
dan memberi tingkat pendidikan atau pelatihan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhan pada perawat untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam
menghadapi berbagai tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu meningkatkan
41
mekanisme koping perawat yang efektif dan mampu menekan tingkat stres kerja
yang dialami (Hudak, 2004).
2.3 Konsep Kegawatdaruratan
2.3.1 Definisi kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah kondisi yang tiba-tiba mengancam nyawa atau
anggota badann, dan akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya, Guidelines (2010) dalam (John, 2010)
2.3.2 Instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit
Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita
gawat darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat
darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi gawat
darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk
Bio-Psiko-Sosio spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien
yang mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau
terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi
lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (Depkes RI, 2007).
Di instalasi gawat darurat tiap saat pada kasus kegawatan yang harus
segera mendapat pelayanan dan perawatlah yang selalu kontak pertama dengan
pasien 24 jam, oleh sebab itu pelayanan profesional harus ditingkatkan karena
pasien gawat darurat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat
dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa cacat. Oleh karenanya perawat
instalasi gawat darurat disamping mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan
42
juga perlu untuk lebih meningkatkan keterampilan yang spesifik seperti tambahan
pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD). Instlasi gawat
darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan
medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,
bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu
pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2007).
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah
kematian dan cacat ditentukan oleh : a) kecepatan ditemukan penderita, b)
kecepatan meminta pertolongan, dan c) kecepatan dalam kualitas pertolongan
yang diberikan untuk menyelamatkannya. Penyebab kematian penderita gawat
darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien
trauma 35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh: trauma
kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma thorak (hematoma
toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif,
15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ
atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah
kejadian (Pusponegoro, 2005).
2.3.3 Kriteria keadaan gawat darurat
1. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi darurat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya (Werman, 2007).
43
2. Pasien gawat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat, misalnya kanker stadium lanjut. Keadaan yang menimpa seseorang
atau banyak orang akibat suatu perjalanan penyakit atau rudapaksa, terjadinya
secara mendadak, dimana saja, menyangkut siapa saja (Werman, 2007).
3. Pasien darurat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, sifatnya mengancam jiwa perlu
penanganan segera, secara cermat, tepat, cepat. Bila tidak segera ditangani
mengakibatkan kematian, kecacatan, kehilangan anggota tubuh (Werman,
2007).
4. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya (Werman,
2007).
5. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya
mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental,
sosial) (Werman, 2007).
2.3.4 Triage
Triage berasal dari bahasa perancis yang artinya (baca: trias), triage adalah
pengelompokan korban atau pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau
penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan (Werman, 2007).
44
1. Macam korban:
a. Korban masal (multiple patient)
Kejadian atau timbulnya kedaruratan yang mengakibatkan lebih dari satu
korban yang harus dikelola oleh lebih dari satu penolong, bukan akibat
bencana.
b. Korban bencana (mass casualty disaster)
Kedaruratan yang memerlukan penerapan system penanggulangan gawat
darurat terpadu sehari-hari.
2. Prinsip seleksi korban, berdasarkan
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan (dalam ukuran menit)
b. Dapat meninggal dalam ukuran jam
c. Ruda paksa ringan
d. Sudah meninggal
3. Prioritas
Penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul (Werman,
2007).
a. Prioritas I ( Prioritas tertinggi/ emergency)
Warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa
atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai
kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas atau distress nafas, luka tusuk dada, hipotensi/ shock,
45
perdarahan pembuluh nadi besar, tension pneumothorax, syok hemoragik,
luka terpotong pada tangan dan kaki dengan shock, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III >25%.
b. Prioritas II (medium, urgent)
Warna kuning potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25%, trauma thorak/ abdomen,
laserasi luas, trauma bola mata
c. Prioritas III (rendah/ non emergency)
Warna hijau perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera.
Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh: contusio, dan
laserasi otot ringan, combutio tingkat II < 20 % (kecuali daerah muka dan
tangan), luka superficial, luka-luka ringan
d. Prioritas 0
Warna hitam. kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh: henti jantung kritis, trauma kepala
kritis
4. Penilaian
a. Primary survey (A, B, C)
Menghasilkan prioritas I, II, dan selanjutnya
b. Secondary survey (head to toe)
Menghasilkan prioritas I, II, III, dan selanjutnya
46
c. Monitoring korban atau pasien kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan pada, sirkulasi, jalan nafas, dan pernafasan (C-A-B), derajat
kesadaran (D), tanda-tanda vital yang lain
d. Perubahan prioritas yang dikarenakan berubahnya kondisi korban atau
pasien
5. Perhatian khusus
a. Meningkatnya distress nafas, shock
b. Turunnya kualitas nadi/pulse pressure
c. Cepatnya penurunan derajat kesadaran
d. Koma yang timbul setelah lucid periode
e. Timbulnya masalah jalan nafas dan rongga thorak
f. Perubahan mendadak hemodinamik/ hipotensi, mungkin perdarahan
internal
g. Luka tembus kepala, dada, perut
2.3.5 Kinerja perawat di Instalasi Gawat Darurat berdasarkan:
Implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan berdasarkan
Guildelines 2010 khususnya pelaksanaan tahapan Circulation–Airway-Breathing
(CAB), cardiopulmonary resuscitation (CPR) dan . Kegiatan yang dilakukan
perawat dalam tahapan CAB dan CPR adalah:
1. Circulation
Gangguan sirkulasi yang paling sering dijumpai di instalasi gawat
darurat adalah shock kardiogenik, shock hipovolemia, shock spinal injury dan
henti jantung. Diagnosa shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak
teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan
pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnyan waktu
47
pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik). Sedangkan diagnosa henti
jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis pada perabaan
selama 5-10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung
(primer) dan kelainan jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera
dikoreksi. Shock adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang
lemah, pucat, kulit, yang dingin dan basah, denyut nadi melemah dan
frekwensi meningkat, vena perifer tidak nampak(kolaps), tekanan darah
menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Tekanan darah
sistolik umumnya kurang dari 90 mmHg atau menurun lebih dari 50 mmHg
di bawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penuruna perfusi
(aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan.
2. Airway
Yang dimaksud dengan membebaskan jalan nafas adalah tindakan
untuk menjamin pertukaran udara secara normal. Korban tidak jatuh dalam
kondisi hipoksia maupun hiperkarbia. Ada 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa
alat (cara manual), diagnosis gangguan jalan nafas dapat diketahui dengan
cara look, listen, feel. Look (melihat gerakan dada/ pengembangan dada dan
adanya retraksi sela iga), Listen (mendengarkan suara nafas dengan
mendekatkan telinga penolong ke hidung korban), Feel (merasakan hembusan
nafas korban dengan cara mendekatkan pipi penolong ke hidung korban),
Membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan cara head tilt (dorong dahi
kepala kebelakang), chin lift (tindakan mengangkat dagu keatas), jaw thrust
(tindakan mengangkat dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah).
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep). Kegagalan
48
membuka jalan nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas daerah faring atau adanya henti nafas (apnea). Bila hal
itu terjadi dan pasien menjadi tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak tampak mengembang, maka kemungkinan adanya
sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan Heimlich maneuver.
3. Breathing
Pengelolaan fungsi pernafasan bertujuan untuk memperbaiki fungsi
ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan atau bantuan nafas
untuk menjamin kecukupan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida.
Diagnosa ditegakkan bila tidak didapatkan tanda-tanda adanya pernafasan
pada pemeriksaan dengan metode look, listen, feel. Dan telah dilakukan
pengelolaan pada jalan nafas (airway) tetapi tetap tidak didapatkan adanya
pernafasan atau pernafasan yang tidak memadai. Pemberian nafas buatan
dapat dilakukan dengan alat ataupun tanpa alat. Pemberian nafas buatan tanpa
alat dengan memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari
mulut ke hidung sebanyak dua kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
Pemberian nafas buatan dengan alat dapat dilakukan dengan bantuan pocket
mask atau face mask yang ditiup dengan mulut penolong. Bag valve mask
atau ambu bag atau dengan Jackson rees. Pada alat tersebut dapat
ditambahkan oksigen dengan aliran tertentu. Pernafasan buatan atau bantuan
nafas berkepanjangan diberikan dengan menggunakan alat ventilator
mekanik. Penilaian fungsi pernafasan dapat kita bagi menjadi empat, yaitu:
a. Pernafasan normal
Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, menjaga agar fungsi
nafas tetap normal.
49
b. Distress nafas
Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, memberi tambahan
oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien, kalau perlu
memberi bantuan nafas dan mencari penyebab.
c. Henti nafas (apneu)
Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas dan memberi nafas
buatan pada pasien.
d. Henti nafas dan henti jantung
Dengan resusitasi jantung, paru, otak dan nafas buatan.
4. Teknik Cardiopulmonary resuscitation (CPR)
Bila ditemukan pasien dengan henti jantung maka yang harus dilakukan
adalah raba nadi carotis 5-10 detik, kemudian lakukan Cardiopulmonary
resuscitation (CPR). Panggil bantuan, selama menunggu bantuan mulai CPR.
Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup
penderita di balikkan dengan teknik log roll. Lakukan pijat jantung 30 kali
pada titik tumpu tekan jantung yaitu di tengah sternum, tekan tengah sternum
sampai turun dengan kedalaman menekan sternum minimal 4- 5 cm. Lakukan
dengan kecepatan minimal 100 kali per menit lanjutkan dengan pada titik
tumpu tekan jantung. Lanjutkan pemberian nafas buatan dua kali, untuk
memberikan nafas buatan maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih
dibuka (head tilt, chin lift, jaw thrust) bila terdapat adanya tahanan atau
sumbatan jalan nafas yang kuat, maka airway harus dibersihkan dari
50
obstruksi dengan (heimlich manouvre, finger sweep) kemudian berikan nafas
buatan dua kali, lakukan segera tidak perlu berlebihan, cukup asal membuat
dada mengembang. Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan 30 pijatan dan
2 kali nafas buatan. Evaluasi denyut carotis tiap 2 menit. Bila denyut carotis
belum teraba, lanjutkan CPR hingga nadi carotis berdenyut. Tanda-tanda
keberhasilan tehnik CPR, Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai
spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila
denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat dihentikan tetapi
pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan. Bila CPR
dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. CPR harus
dihentikan tergantung pada lamanya kematian klinis, prognosis penderita
ditinjau dari penyebab henti jantung , Guidelines (2010) dalam (John, 2010)
4. Disability
Menilai derajat kesadaran dengan metode alert-verbal-pain-
unresponsive (AVPU). Dilakukan pada waktu pemeriksaan pertama. Kontak
pertama petugas kesehatan dengan pasien.
a. Alert: awake
Pada manusi normal atau sehat
b. Verbal stimulation: respond to verbal command
Kesadaran menurun, tampak mengantuk walaupun terbangun dengan
membuka mata ketika namanya dipanggil.
c. Pain stimulation: respon to pain
Kesadaran menurun tampak mengantuk, tidak terbangun ketika namanya
dipanggil dan baru terbangun dengan membuka mata atau menggerakkan
anggota tubuhnya ketika dicubit atau disakiti
51
d. Unresponsive
Tidak ada respon dengan rangsangan apapun. Kesadaran sangat
menurun, tampak sangat mengantuk, lemas, tidak terbangun dengan
membuka mata ketika namanya dipanggil dan bahkan tidak bereaksi
apapun ketika dicubit atau disakiti bagian tubuhnya. Lanjutkan dengan
penilaian ukuran serta reaksi pupil.
Menilai derajat kesadaran dengan metode glasgow coma sacale (GCS).
Penilaian GCS meliputi respon mata, bicara dan gerak. Pemerikasaan
dilakukan dengan memberi rangsang nyeri yang dilakukan dengan cara
menekan titik glabella atau dengan menekan keras pada kuku jari tangan
pasien. Score total maksimal 15 dengan perincian E: eye responses, 4 score,
V: verbal responses, 5 score, M: motoric responses, 6 score, pada sisi yang
paling kuat. Perkecualian penilaian pada kondisi: mata bengkak E= X,
intubasi V= X, paraplegia M= X, dan bedakan keadaan tidak bicara atau tidak
ada kontak karena tidak sadar (general dysfuncsion) atau aphasia (local
dysfunction).
a. E = score kemampuan membuka mata/ eye opening responses denga nilai
4: membuka mata spontan (normal).
3: dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta.
2: membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri.
1: tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri
b. V = sore kemampuan memberikan respon jawaban secara verbal/ verbal
responses
5: memiliki orientasi baik karena dapat member jawaban dengan baik
dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
52
4: memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti
bingung (confused conversation).
3: membrikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawaban hanya berupa
kata-kata yang tak jelas (inappropriate words).
2: memberikan jawaban berupa suara yang tak jelas bukan merupakan
kata (incomprehensible sounds)
1: tak memberikan jawaban berupa suara apapun
c. M = score menilai respon motorik ekstremitas/ motor responses
6: dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan.
5: dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri
(localized pain).
4: respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal).
3: respon gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.
2: respon berupa gerak ekstensi.
1: tak ada respon berupa gerak
2.3.6 Porsedur pelayanan di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit
Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat
jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam
suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab
(Depkes RI , 2007).
Pada instalasi gawat darurat pasien yang datang untuk berobat di unit ini
jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini
53
bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam
sehari selama 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus (Depkes RI, 2007).
Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain
dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain
(bedah, penyakit dalam, anak, dan lain-lain) untuk memberikan dukungan
tindakan medis spesialis bagi pasien yang memerlukannya.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam Pasal 5l Undang-Undang No.29/2004 tentang praktik
kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas
dasar prikemanusiaan. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu
persyaratan ijin rumah sakit.
2.3.7 Klasifikasi kecelakaan dan cedera
(Werman, 2007)
1. Tempat kejadian
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga
c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
d. Kecelakaan di sekolah
e. Kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tempat rekreasi,
perbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-lain
2. Mekanisme kejadiaan
Tertumbuk, jatuh terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar
baik karena efek kimia, fisik maupunlistrik atau radiasi
54
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling/ transport time)
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain
2.3.8 Tujuan sistem penanggulangan penderita gawat darurat
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu
bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya
pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu
rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu
mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi (Werman, 2007). Cakupan
pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan
yang lebih memadai.
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat.
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli.
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan.
6. Upaya pembiayaan gawat darurat.
2.3.9 Prinsip manajemen gawat darurat
(Pusponegoro, 2005)
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan
panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
55
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang
mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat,
keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara
menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika
ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk
menenangkan dan yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat/ memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika
hanya ada kondisi yang membahayakan.
7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan
kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai
dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.
2.3.10 Kesiapan dalam kegawatdaruratan
(Pusponegoro, 2005)
1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur
yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat
membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas
dapat mematikan dalam 3 menit.
2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal
pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting.
Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.
3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat
dipisahkan dari penyediaan/ logistik peralatan dan obat-obatan darurat.
56
2.3.11 Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah
sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi
antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik
satu profesi maupun antar profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam
penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur
masyarakat non-tenaga kesehatan. Untuk mencegah dan mengatasi konflik
biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-
masing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam dimensi yang
berbeda. Artinya pada saat kita berbicara masalah hukum, tolak ukur norma
hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya kita sering terjebak dalam
menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolak ukur etika dan hukum.
Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan
kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis khususnya
hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan
biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena
dispensasi di bidang ini sulit dilakukan (Herkutanto, 2008).
1. Karakteristik pelayanan gawat darurat
Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat
berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik
khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan
pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum
yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.
2. Beberapa isu seputar pelayanan gawat darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:
57
a. Periode waktu pengamatan/ pelayanan relatif singkat.
b. Perubahan klinis yang mendadak.
c. Mobilitas petugas yang tinggi.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan
medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992 tentang kesehatan yang
merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau
melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan tersebut
menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada
dasarnya setiap tenaga kesehatan memiliki kewenangan untuk melakukan
berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat
darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan
maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan
situasi (gawat darurat) saat itu (Herkutanto, 2008).
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan
pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak
terlatih maupu yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal
kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang
kesehatan seperti itu tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal
itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak
dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di
bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh
tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran
gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang kesehatan (misalnya
petugas gawat darurat), maka tanggung jawab hukumnya tidak berbeda
58
dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian
dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga
yang serupa (Herkutanto, 2008).
3. Masalah medikolegal pada penanganan pasien gawat darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat
meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan
pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat
cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu
ditegaskan pengertian gawat darurat. Adakalanya pasien untuk menempatkan
dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.
Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan
true emergency. Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah
kesehatan yang dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang
menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga
terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order
yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan
kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak
yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-
rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan
pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga kesehatan,
khususnya tenaga medis dan perawat. Kecepatan dan ketepatan tindakan pada
fase pra-rumah sakit sangat menentukan survivabilitas pasien (Herkutanto,
2008).
4. Hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat
59
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan
perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut
terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak
yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat
darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya (Herkutanto, 2008).
Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
a. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada
harapan atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi
dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir
pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.
b. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan
yang dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik
misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah
keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak
pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan
dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus
membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab
kerugiannya/ cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut
dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor
kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya
tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan
yang berkualifikasi sama, pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU
60
No.23/1992 tentang kesehatan pasal 53 ayat 2 dan peraturan menteri kesehatan
No.585/1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dalam keadaan gawat
darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak
sadar dan tidak didampingi keluarga pasien, tidak perlu persetujuan dari
siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal
persetujuan tersebut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar
persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.
5. Kematian pada instalasi gawat darurat
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-
Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak
terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan
ditangani oleh Coroner atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan
tindakan lebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih
lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death
certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit
harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh
jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut. Indonesia
tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner diserahkan
pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI
yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang
bertugas di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan
menyerahkan permasalahannya pada POLRI (Herkutanto, 2008). Kasus yang
tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:
a. Meninggal pada saat dibawa ke IGD.
61