materi kegawatdaruratan

87
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini yang pertama akan dibahas adalah konsep keperawatan, konsep stres, dan konsep kegawatdaruratan 2.1 Konsep Keperawatan 2.1.1 Definisi Perawat Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia (Nursalam, 2008). 7

Transcript of materi kegawatdaruratan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini yang pertama akan dibahas adalah konsep keperawatan,

konsep stres, dan konsep kegawatdaruratan

2.1 Konsep Keperawatan

2.1.1 Definisi Perawat

Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif

kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini

adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan

memperlakukan pasien sebagai manusia (Nursalam, 2008).

2.1.2 Praktik keperawatan

Tenaga keperawatan adalah salah satu sumber daya manusia di rumah

sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini

wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan

perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang

prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh

perawat (Kusnanto, 2004).

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus

tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit

pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

7

menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan,

perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan

lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan. Keperawatan modern

merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai aktivitas, konsep, dan

keterampilan yang berhubungan dengan ilmu social, fisik dasar, etika, dan isu-isu

yang beredar serta bidang yang lain, keperawatan sebagai profesi adalah unik

karena keperawatan ditujukan ke berbagai respons individu dan keluarga terhadap

masalah kesehatan yang dihadapinya. Perawat memiliki berbagai peran, seperti

pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat,

peneliti dan pendidik dan perawat sering kali harus melakukan peran lebih dari

satu dalam suatu waktu yang bersamaan (Potter dan Perry, 2005).

Definisi ini disampaikan oleh Henderson (2004) dan diadopsi oleh

International Council of Nurse (ICN), memuat pernyataan singkat yang disetujui

oleh perawat pembuat teori: Fungsi unik keperawatan adalah membantu individu,

baik sehat maupun sakit, yang ditampilkan dengan melakukan kegiatan yang

berkaitan dengan kesehatan, penyembuhan suatu penyakit, ataupun untuk

memberikan kematian yang damai dimana klien akan dapat melakukannya tanpa

dibantu bila ia memiliki kekuatan, keinginan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

Dan semua dilakukan untuk membantu klien mendapatkan kembali

kemandiriannya secepat mungkin.

8

Gambar 2.1 Batasan karakteristik praktik keperawatan; hubungan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan (Potter dan Perry, 2005).

2.1.3 Tugas pokok dan fungsi perawat

Tugas perawat adalah Sebagai care giver, client advocate, counselor,

educator, coordinator, collaborator, consultan, dan change agent. Sedangkan

fungsi dari perawat terdiri dari fungsi independent, fungsi dependent, dan fungsi

interdependent (Potter dan Perry, 2005).

9

Fenomena

Efek

Tindakan keperawatanAplikasi teori Batasan karakteristik keperawatan

ImplementasiPerencanaan EvaluasiPengkajian Diagnosa Proses keperawatan

Standar praktik keperawatan

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien adalah sistematik dan kontinu. Data dapat diakses, dikomunikasikan dan dicatat

Diagnosa keperawatan diturunkan dari data status

Rencana asuhan keperawatan mencakup sasaran yang diturunkan dari diagnosa keperawatan

Rencana asuhan keperawatan mencakup prioritas dan pendekatan keperawatan yang ditentukan atau tindakan untuk mencapai sasaran yang diturunkan dari diagnosa keperawatan

Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan

Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan

Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan

Tindakan keperawatan memungkinkan partisipasi klien dan promosi pemeliharaan, dan restorasi kesehatan

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :

1. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta

sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

3. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan

termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

4. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasikan proses keperawatan.

6. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta

merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan

pengembangan keterampilan dan praktik keperawatan.

7. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,

keluarga, kelompok serta masyarakat.

8. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

9. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam

melaksanakan kegiatan keperawatan.

Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan

kesehatan dan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati

mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat

akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa

yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien (Potter dan Perry, 2005).

10

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat

harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia

mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat

dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya,

sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter dan

Perry, 2005).

2.1.4 Lima langkah proses keperawatan

Kerangka kerja proses keperawatan mencakup langkah berikut:

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang

diperkirakan), implementasi, dan evaluasi. Setiap langkah proses keperawatan

penting untuk pemecahan masalah yang akurat dan dengan erat berhubungan satu

sama lain (Potter dan Perry, 2005). Menguraikan dua langkah pertama dari

pengkajian dan diagnosa sebagai komponen identifikasi masalah dan tiga langkah

lainnya sebagai komponen pemecahan masalah. Selama pengkajian, perawat

mengumpulkan data tentang klien dari berbagai sumber. Sifat dan besarnya data

selalu berubah, sehingga mengharuskan perawat untuk mengambil data dan

membentuk pola yang bermakna. Pemecahan klinis perawat kadang linier, kadang

bercabang ketika data dari masalah baru teridentifikasi, dan dilain waktu bersiklus

ketika perawat harus mengkaji dan memvalidasi informasi. Keakuratan penting

sehingga perawat membuat konklusi yang sesuai yang akan mengarahkan rencana

perawatan (Potter dan Perry, 2005).

Langkah diagnosa keperawatan mencakup mengumpulkan data pengkajian

dan merumuskan pernyataan diagnosa yang mengidentifikasi masalah klien yang

berhubungan dengan kesehatan. Keakuratan pernyataan ini bergantung pada

kelengkapan pengumpulan, penapisan, pengelompokan, dan validasi data.

11

Diagnosa keperawatan yang diidentifikasi membentuk kerangka kerja untuk

rencana perawatan klien. Sehingga diagnosa keperawatan menjadikan perawat

fokus yang bersifat individual dan berpusat pada klien (Potter dan Perry, 2005).

Selama tahap perencanaan dari proses, suatu rencana perawatan

dirumuskan. Perencanaan diindividualisasikan berdasarkan dasar data pengkajian

dan diagnosa keperawatan klien. Komponen perencanaan adalah identifikasi hasil.

Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan (respon atau

perilaku) yang akan dicapai klien jika rencana perawatan berhasil. Intervensi

keperawatan yang dipilih untuk rencana perawatan, seperti peragaan dengan

pengawasan untuk persiapan medikasi, berfokus pada hasil yang diharapkan.

Rencana asuhan keperawatan mengandung hasil dan tujuan klien yang

diharapkan, intervensi keperawatan yang sesuai, dan kriteria untuk evaluasi

(Potter dan Perry, 2005).

Implementasi adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat

menggunakan beragam pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan klien.

Intervensi berorientasi pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan

rencana perawatan klien. Intervensi secara kontinu dimodifikasi didasarkan pada

evaluasi berkelanjutan dari respon klien dan analisis diagnostik perawat.

Kebehasilan dari langkah ini ditelaah selama evaluasi (Potter dan Perry, 2005).

Langkah kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Perawat

menentukan kemajuan klien kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan

serta keberhasilan intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil, diagnosa

keperawatan klien teratasi. Jika masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi

memandu perawat untuk merevisi, menyingkirkan atau menambah terapi.

Evaluasi adalah penyelesaian siklus aktivitas dimana hasilnya memberikan efek

12

berkelanjutan pada tahap lainnya dari proses. Evaluasi adalah tahap dari

penyelesaian masalah klinis yang membantu memelihara hasil klien yang

diinginkan dengan memeriksa dan menyesuaikan tahap-tahap lainnya dari proses

keperawatan. Tahap ini memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan

seperti yang diperlukan untuk memecahkan masalah kesehatan (Potter dan Perry,

2005).

Keseluruhan proses adalah sekuensial dan interrelasi. Setiap tahap

bergantung pada tahap sebelumnya. Urutannya adalah logis karena informasi

klien dikumpulkan sebelum kebutuhan perawatan kesehatan diterapkan. Rencana

didasarkan pada kebutuhan klien, dan asuhan keperawatan diberikan sesuai

dengan rencana tersebut. Asuhan keperawatan dievaluasi dalam kaitannya dengan

pencapaian hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005).

2.1.5 Tenaga kesehatan dalam pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

rumah sakit.

Hal yang perlu dikemukakan dalam lingkup kewenangan personil dalam

pelayanan gawat darurat adalah pengertian tenaga kesehatan. Pengertian tenaga

kesehatan diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009

tentang Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) yang menyatakan bahwa

pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan

13

ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu.

Mengacu kepada kondisi pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2007),

menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi:

1. Fungsi independen, fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan

(care),

2. Fungsi dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari

profesi lain

3. Fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerja sama saling membantu dalam

program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).

Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya, maka perawat gawat

darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut (Hamuwarno, 2007):

1. Mengenal klasifikasi pasien.

2. Mampu mengatasi pasien: syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak,

kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah

pinggul dan kasus ortopedi.

3. Mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat.

4. Mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.

2.1.6 Kinerja Keperawatan

Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep

keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada

pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya

membutuhkan keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat

emosionalitas yang baik (PPNI, 2003).

14

Dengan berkembangnya keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan

penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk

menjadi pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah

ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi.

Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan

hukum (PPNI, 2003).

Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu

pemberian asuhan keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang

dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh

American Nursing Association (ANA) (PPNI, 2003). Standar praktik keperawatan

adalah :

1. Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien.

2. Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

3. Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap

klien.

4. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang

berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

5. Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan

dalam rencana asuhan keperawatan.

6. Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai

hasil akhir yang sudah ditetapkan.

Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan

standar umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas

dan fungsinya sebagai perawat. Khusus dalam pelayanan keperawatan gawat

15

darurat, setiap perawat juga melakukan kegiatan: pengelolaan peralatan,

kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien, serta

melakukan rujukan pasien (Kusnanto, 2004).

2.1.7 Kriteria perawat mahir

1. Menurut Standart Operasional Prosedur (SOP) Diklat Rumah Sakit PHC

Surabaya (2010), kriteria perawat mahir antara lain:

a. Mengikuti pelatihan minimal 3 bulan yang sudah diseleksi oleh Rumah

Sakit berdasarkan:

1) Pengajuan dari unit masing-masing.

2) Lama masa kerja minimal 3 tahun.

3) Lulus ujian tulis dan wawancara oleh bidang keperawatan.

4) Peringkat teratas akan diikutkan pelatihan terlebih dahulu, dan dalam

1 tahun ada 2 periode.

b. Aplikasi hasil dari pelathan ICU akan dimagangkan dan lulus ujian

kompetensi yang diadakan oleh bidang keperawatan.

c. Membuat nota dinas untuk direksi untuk diakui sebagai perawat mahir.

2. Menurut Depkes RI (2007) menyatakan bahwa kriteria perawat mahir adalah:

a. Memiliki kompetensi atau sertifikasi perawat mahir.

b. Telah mengikuti program pelatihan perawat mahir misalnya, Advance

Cardiac Life Support (ACLS).

3. Menurut Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa perawat professional

atau perawat yang diakui adalah perawat yang telah mengikuti pendidikan di

setiap akademi atau universitas yang memiliki standart kurikulum yang sama

dengan The American Association of Colleges of Nursing (AACN) dan telah

mengikuti pendidikan menjadi Registered Nurse (RN).

16

2.2 Konsep Stres

2.2.1 Definisi stres

Stres adalah model adaptasi yang dapat mengintegrasi faktor bologis,

psikologis dan sosial budaya, lingkungan, legal, etik (Stuart and lararia, 2005).

Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik

dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial

membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk

mengatasinya (Folkman, 2007).

Stres adalah reaksi/ respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan

mental/ beban kehidupan). Stres digunakan secara bergantian untuk menjelaskan

berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons

fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani

pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai

suatu system, menurut WHO tahun 2008 dalam (Friedmen, 2010).

2.2.2 Tingkat stres

Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 3 macam tingkatan stres antara

lain:

1. Stres ringan

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Dapat memotivasi

individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif.

2. Stres sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang penting.

3. Stres berat

Individu cenderung pada suatu objek yang dapat mengurangi ketegangan.

17

4. Stres sangat berat

Individu cenderung tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya, dan

sudah tidak tahu cara untuk mengurangi ketegangan yang dialaminya

2.2.3 Tipe stres

Menurut Putra (2005), ada dua tipe stres yaitu:

1. Stres akut.

Juga dikenal dengan fight or flight response stres akut adalah respon tubuh

anda terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respon stres akut

segera dan intensif dan di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.

Contohnya seperti wawancara pekerjaan.

2. Stres kronis.

Stres akut kecil dapat memberikan keuntungan, stres ini dapat membantu

anda untuk melakukan sesuatu, memotivasi dan memberi semangat. Masalah

terjadi ketika stres akut menimbun, hal ini akan mendorong terjadinya

masalah kesehatan seperti sakit kepala dan insomnia. Stres kronis lebih sulit

dipisahkan atau diatasi daripada stres akut, tapi efeknya lebih panjang dan

lebih problematik.

2.2.4 Macam-macam stres menurut psikologi manusia

Menurut Hanun (2011) menyebutkan ada 4 macam-macam stres, antara lain.

1. Stres kepribadian

Stres kepribadian adalah stres yang dipicu dari dalam diri seseorang yang

berhubungan dengan cara pandang terhadap masalah dan kepercayaan atas

dirinya.

18

2. Stres psikososial

Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang

lain disekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya, seperti stres adaptasi

dengan lingkungan baru, dan masalah cinta, keluarga, serta stres macet di

jalan raya, ataupun diejek orang lain dan sebagainya.

3. Stres bioekologi

Stres bioekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal, pertama, yaitu ekologi

atau lingkungan, seperti polusi dan cuaca, sedangkan kedua adalah akibat

kondisi biologis, misalnya akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan,

penuaan dan sebagainya.

4. Stres pekerjaan

Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang

2.2.5 Mekanisme terjadinya stres

Beberapa mekanisme stress menurut berbagai macam teori, antara lain:

1. Menurut Goleman (2007)

Secara sederhana mekanisme stres dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 2.2 Persepsi, tekanan, dan daya tahan (Goleman, 2007).

Persepsi tekanan

Persepsi daya tahan

Diri

19

Persepsi tekanan dan daya tahan stres baru nyata dirasakan apabila

keseimbangan diri terganggu. Artinya kita baru mengalami stres manakala

kita mempersepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan yang kita punya

untuk menghadapi tekanan tersebut, (yang kita persepsi lebih ringan dari

kemampuan kita menahannya) maka tekanan stres belum nyata. Akan tetapi

apabila tekanan tersebut bertambah besar (dari stressor yang sama atau dari

stressor lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata, kita kewalahan dan

merasakan stres.

Secara fisiologik terjadi perubahan di tubuh kita manakala kita

mengalami stress.

Gambar 2.3 Mekanisme stres secara fisiologis (Goleman, 2007).

Apabila stressor melebihi daya tahan, maka stressor tersebut akan

menimbulkan suatu rangsangan yang akan dikirimkan ke cerebral cortex,

kemudian dari cerebral cortex akan mengirimkan suatu tanda bahaya ke

hipothalamus. Suatu sinyal dari hipothalamus akan dikirimkan ke SNS

(Sympathetic Nervous System). Respon yang dihasilkan dari proses tersebut

akan dikeluarkan melalui SNS (Sympathetic Nervous System) yang

menyebabkan berbagai perubahan pada tubuh.

Persoalan/ perubahan(riel/imaginasi)

Serangkaian perubahan pada tubuh

Mengirim tanda bahaya

SNSSympathetic Nervous System

Cerebral cortex

hypotalamus

20

Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak,

mekanisme stress ini berjalan terus. Belakangan ini sejumlah penelitian

paduan bidang psikologi dan syaraf, menemukan bahwa otak manusia

memiliki banyak neuron mirror yang bekerja otonom menangkap signal pada

saat kita berinteraksi sosial, kemudian membangun (set-up) sistem sirkuit

yang sesuai dengan bacaannya. Dengan perkataan lain, meskipun secara

mental kita bisa melakukan adjustment, tubuh secara otonom melakukan

mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron mirror.

2. Menurut Silbernagl dan Lang (2007)

Kondisi fisik, psikis, dan lingkungan mampu menimbulkan suatu

stimulus, stimulus tersebut akan meningkatkan neurotransmitter gamma-

aminobutyric acid (GABA) yang diterima oleh reseptor di otak, GABA

adalah neurotransmitter dan hormon otak yang menghambat (inhibitor)

reaksi-reaksi dan tanggapan neurologis yang tidak menguntungkan. Ketika

GABA ditransmisikan ke reseptor, GABA akan menghambat reaksi-reaksi

neurologis yang negatif. Tetapi jika reaksi-reaksi neurologis yang negatife

terlalu berlebihan, maka GABA tidak mampu mencegah reaksi-reaksi

neurologis yang negatif sehingga akan memicu peningkatan saraf simpatis

yang akan menimbulkan stres.

2.2.6 Tahap-tahap stres

Stresor dapat menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum melalui

beberapa tahap berikut (Nursalam, 2007) :

21

1. Tahap peringatan (Alarm Stage):

Tahap ini merupakan tahap awal reaksi tubuh dalam menghadapi berbagai

stresor. Reaksi ini mirip dengan fight or flight response (menghadapi atau lari

dari stres), tubuh tidak dapat bertahan lama pada tahapan ini.

2. Tahap adaptasi atau Eustres ( Adaptation Stage ):

Tahap ini adalah dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan

berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan beradaptasi

mengakibatkan tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit (disebut

penyakit adaptasi).

3. Tahap kelelahan atau Distres ( Exhaustion Stage ):

Tahap ini merupakan tahap dimana adaptasi tidak bisa dipertahankan karena

stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh

tubuh. Tanda Distres :

a. Umumnya mengalami irratabilitas, depresi yang diikuti dengan sifat

agresif atau malas.

b. Detak jantung meningkat, sebuah tanda kelebihan produksi adrenalin,

sering dialami ketika stres.

c. Mulut yang kering.

d. Sifat yang impulsif, emosi yang tidak stabil.

e. Tidak dapat berkonsentrasi, lari dari kenyataan dan umumnya tidak dapat

berorientasi.

f. Cenderung mengalami kecelakaan, ketika mengalami stres berat ( eustres

atau distres ) sering kali menyebabkan terjadinya kecelakaan.

g. Cenderung terlihat kelelahan.

h. Penurunan keinginan untuk sex menurun atau mengalami impotensi.

22

i. Tidak adanya ketertarikan, perasaan takut tapi tidak diketahui dengan jelas

kenapa kita takut.

j. Gagap berbicara dan mengatakan kata-kata lain terasa sulit.

k. Insomnia.

l. Kelebihan berkeringat.

m. Keinginan besar untuk buang air kecil.

n. Sakit kepala sebelah.

o. Kehilangan atau kelebihan nafsu makan.

p. Tidak datang bulan atau datang bulan lebih cepat.

q. Rasa sakit di leher atau punggung bagian bawah.

r. Gelisah dan menggigil.

s. Keinginan merokok meningkat

t. Peningkatan penggunaan alkohol, narkoba.

2.2.7 Fungsi stres

1. Fungsi Stres Bagi Spritualitas dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama

Annie Besant mengatakan “kesukaran ada supaya dalam mengatasinya kita

menjadi gagah, hanya dengan menderita saja manusia dapat menyelamatkan

diri dan orang lain”. Singkatnya stresor-stresor tersebutlah yang akan

membawa manusia menuju tujuan hidupnya yang hakiki. Begitulah stresor

kegagalan, kesusahan yang menyedihkan hati selalu ada untuk mendidik

manusia menjadi lebih baik (Annie, 2007).

2. Fungsi Stres Bagi Jiwa yaitu stres merupakan alat utama untuk memperkuat

jiwa kita, tanpa stres kita tidak akan dapat mematangkan jiwa kita, hanya

dengan streslah manusia dipaksa untuk memperkuat jiwanya, melembutkan

emosinya dan mempertajam pikirannya. Stres di sini memberikan

23

pengalaman yang menyakitkan dan tidak menyenangkan sehingga manusia

menyadari dan mengetahui tingkat kemampuan yang dimilikinya yang

nantinya akan bermanfaat ketika ia menghadapi suatu masalah. Untuk lebih

mengertikan maksud dari kalimat tersebut, seorang ahli dalam bukunya yang

fenomenal “Twelve Against The Gods” mengatakan “yang paling penting

dalam kehidupan ini bukanlah menikmati keuntungan yang kita peroleh,

sebab orang bodoh pun bisa melakukannya. Yang benar-benar paling penting

dalam menjalani hidup adalah bagaimana mengambil keuntungan dari

kerugian yang kita alami. Untuk itu memerlukan kecerdasan. Dan itulah yang

membedakan orang cerdas dengan orang dungu” (Balitho, 2011).

3. Fungsi Stres Bagi Tubuh secara garis besar adalah untuk meningkatkan

kewaspadaan dan melindungi tubuh dari bahaya yang mengancam, stres

adalah semacam alarm pengingat tentang ancaman yang mengancam fungsi-

fungsi tubuh kita, ketika manusia mengalami stres tubuh melakukan sejumlah

reaksi yang dalam batas tertentu dapat berakibat baik, tetapi jika berlebihan

akan menimbulkan dampak yang buruk. Sakit-sakit yang kita alami

bermanfaat bagi tubuh untuk menciptakan kekebalan bagi tubuh jika kita

suatu saat akan menghadapi sakit tersebut di kemudian hari. Hal ini misalnya

kita menghadapi masalah yang mengganggu kita, tentu kemudian kita

mencari cara untuk memecahkannya, dan setelah kita mengetahui cara yang

tepat untuk masalah itu maka masalah tersebut akan terselesaikan dan jika

kita akan menghadapi masalah yang sama akan lebih cepat terselesaikan

berdasarkan pada pengalaman yang kita peroleh sebelumnya, dan pengalaman

tersebut tersimpan dalam memori atau ingatan kita (Balitho, 2011).

24

2.2.8 Sumber stres

Menurut Hidayat (2004) ada tiga aspek sumber stres, antara lain.

1. Diri sendiri

Sumber stres ini dikarenakan adanya konflik antara keinginan dan kenyataan

yang beda, sehingga berbagai masalah yang datang pada dirinya tidak mampu

diatasi.

2. Keluarga

Stres yang bersumber dari keluarga disebabkan adanya perselisihan antar

keluarga, masalah keuangan keluarga, serta adanya tujuan yang berbeda.

3. Masyarakat dan lingkungan

Sumber stres ini dikarenakan adanya pekerjaan umum sebagai stres pekerja

karena kurang kerja sama antar pekerja

2.2.9 Penyebab timbulnya stres

Stres disebabkan oleh banyak sumber seperti peristiwa-peristiwa

kehidupan, pengaruh-pengaruh kimia dan lingkungan, kejadian-kejadian positif,

gaya hidup atau faktor-faktor emosional, relasi, hal-hal yang berkaitan dengan

pekerjaan namun terdapat satu sumber stres yang paling besar dan sering tidak

diperhatikan yaitu logika pribadi seseorang. Penyebab stres adalah stimulus yang

dapat menyebabkan stres. Mengingat bahwa manusia adalah makhluk rohani, dan

makhluk jasmani, maka stresor dapat dibagi menjadi tiga yaitu Stresor Rohani

(Spiritual), Stresor Mental (Psikologi), dan Stresor Jasmani (Fisikal) (Ewen,

2009).

1. Stresor Rohani, stresor ini berhubungan dengan diri manusia, stresor ini

muncul karena kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri. Hal yang paling

25

membuat orang stres adalah kematian karena kematian bagi seseorang adalah

kehilangan terhadap diri mereka sendiri. Selanjutnya adalah cinta yang berarti

ingin seperti keinginan terhadap suatu kedudukan tertentu, harta dan sesama

manusia.

2. Stresor Kejiwaan adalah stres yang berhubungan dengan jiwa atau psikologis

seseorang yang ditimbulkan oleh prilaku orang lain terhadap diri kita.

Biasanya berupa tekanan batin seperti rasa tidak nyaman, gelisah, dan

sebagainya. Tekanan yang dirasakan oleh seseorang karena adanya tanggapan

yang diberikan terhadap stresor, tekanan akan dirasakan apabila ia merespon

stimulus secara negatif dan ia tidak akan mengalami tekanan apabila ia

merespon stimulus secara positif.

3. Stresor Jasmani yang berhubungan dengan fisik seseorang, kondisi fisik yang

dimiliki oleh seseorang yang dinilainya kurang akan memberikan rasa tidak

nyaman pada individu dan akan menimbulkan stres pada individu tersebut.

Penilaian yang positif terhadap diri sangat membantu dalam membantu

individu dalam menerima dirinya tersebut. Gerakan fisik berkaitan dengan

stres dalam dua hal yang pertama gerak fisik mengurangi ketegangan stres

dan mental serta perubahan fisiologis yang menyertai stres. Kedua gerak fisik

sendiri adalah stresor bagi tubuh, mengubah pola penggunaan zat gizi dan

meningkatkan kebutuhan akan zat-zat gizi tertentu. Tubuh akan memberikan

respon fight and flight pada kebanyakan stresor psikologis. Gerak fisik yang

cukup berat bermaksud menghabiskan produk stres ini, tidak hanya menahan

stres dalam tubuh tapi juga mampu mengeluarkannya dari tubuh. Sewaktu

gerak fisik berhenti tubuh kembali ke keadaan normal berupa relaksasi.

Disamping itu gerak fisik secara tidak langsung menggiring pikiran dan

26

perhatian beralih dari stres dan membuat individu rileks baik fisik maupun

mental.

2.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres

Menurut Folkman (2007) stressor juga dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu.

1. Kondisi fisik (kondisi kesehatan, stamina).

2. Psikis (tingkat emosional, mekanisme koping, masalah yang sebelumnya

dialami).

3. Lingkungan (situasi kerja, teman kerja, cuaca dan kondisi tempat kerja) yang

dialami perawat saat bekerja.

4. Termasuk salah satunya adalah kondisi gawat darurat yang dihadapi oleh

perawat.

2.2.11 Dampak dari stres

1. Dampak bagi spiritualitas, adalah dapat menghilangkan keyakinan dan

keimanan yang terdapat di dalam diri kita. Spiritualitas harus dijaga

keutuhannya karena hanya dengan spiritualitas manusia dapat dibedakan

dengan makhluk lainnya. Stres yang tidak terkontrol akan mengganggu

spiritualitas berupa kemarahan kepada Tuhan yang berujung pada sifat-sifat

negatif yang muncul pada individu. Dalam hal ini stres sangat berbahaya

karena dapat menurunkan derajat keimanan manusia sehingga akan

menurunkan derajat manusia itu sendiri dengan makhluk yang lainnya. Untuk

itu individu harus waspada akan datangnya stres misalnya dengan cara

mengendalikan stres yang menimpanya, stres yang tidak terkontrol akan

menimbulkan persepsi pada individu bahwa Tuhan tidak adil terhadapnya.

27

Dan akhirnya ia akan menolak akan keberadaan Tuhan dan menolak Tuhan.

Ini sangat berbahaya dan perlu dihindari (Annie, 2007).

2. Dampak stres bagi tubuh, stres dapat berakibat positif bagi tubuh kita, namun

seperti yang kita ketahui stres yang berlebihan dapat menimbulkan dampak

yang buruk bagi tubuh. Orang-orang yang mudah terserang stres sangat

mudah terserang berbagai macam penyakit fisik. Stres yang tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan dampak seperti terganggunya sistem

hormonal, kerusakan vitamin dan mineral serta melemahnya sistem kekebalan

tubuh. Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin secara

berlebihan sehingga jantung akan berdebar lebih cepat dan keras. Hormon

adrenalin juga akan diproduksi dalam jumlah yang banyak ketika kita sedang

dalam keadaan yang marah. Stres dapat mendorong pembentukan hormon

adrenalin dimana untuk membentuk hormon tersebut diperlukan zat gizi

seperti vitamin B, mineral seng, kalium dan kalsium. Stres dapat menguras

zat-zat tersebut sehingga untuk menjaga agar zat tersebut berguna bagi tubuh,

manajemen stres sangat diperlukan. Stres yang berkepanjangan dapat

menimbulkan gangguan pada tubuh manusi antara lain (Annie, 2007).

a. Penyakit jantung/ penyakit arteri koroner, yaitu: frekuensi jantung tidak

teratur dan palpitasi, angina pectoris, infrakmiokardium, peningkatan

blood maker penyakit arteri koroner, gangguan vaskular atau sentral,

hipertensi, stroke.

b. Gangguan pernapasan, yaitu: asma, hiperventilasi.

c. Gangguan gastrointestinal, yaitu: anoreksia atau obesitas, konstipasi atau

diare, tukak lambung, penyakit inflamasi usus.

28

d. Gangguan muskuloskeletal, yaitu: nyeri punggung, penurunan

pertumbuhan/ gagal tumbuh.

e. Gangguan kulit, yaitu: psoriasis, jerawat.

f. Gangguan sistem imun, yaitu: infeksi yang sering, disfungsi tiroid,

eksaserbasi penyakit otoimun, kanker.

g. Gangguan reproduksi, yaitu: amenore, impotensi, sterilitas, keguguran.

h. Gangguan prilaku, yaitu: makan tidak teratur, penggunaan obat, agresi,

tidak dapat tidur.

i. Gangguan psikologis, yaitu: keletihan, ansietas, depresi, kesulitan

berkonsentrasi/ masalah memori.

3. Efek Stresor Bagi Imunitas, pertama kali efek stresor terhadap imunitas

dibuktikan oleh Ader dan Friedman pada tahun 1964 dalam (Nursalam,

2008). Stresor adalah stimulus yang menimbulkan stres mempunyai triad,

yaitu aktivasi, resisten (adaptasi), dan ekshausi (kelelahan). Jadi stresor

merupakan stimulus yang menyebabkan aktivasi, resisten dan ekshausi.

Sinyal stres dirambatkan mulai dari sel di otak (hipotalamus dan pituitari), sel

di adrenal (korteks dan medula) yang akhirnya disampaikan ke sel imun.

Tingkat stres yang terjadi pada jenis dan subset sel imun akan menentukan

kualitas modulasi imunitas, baik alami maupun adaptif. Efek stresor pada

tingkat ekshausi dapat menurunkan imunitas, baik alami maupun adaptif.

Efek stresor ini sangat ditentukan oleh proses pembelajaran individu terhadap

stresor yang diterima dan menghasilkan persepsi stres. Kualitas persepsi stres

ini akan diketahui pada respon stres (Ewen, 2009).

29

2.2.12 Manajemen stres

Hal termudah untuk dapat memanajemen stres adalah dengan cara berpikir

positif, cara yang sangat mudah ini ternyata sudah lama ditemukan. Cara dalam

mengatasi atau mengurangi dampak stres adalah sebagai berikut :

Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong untuk

membicarakan tentang kekhawatirannya dengan keluarga, teman, atau ahli terapi.

Penelitian menunjukan bahwa memiliki walau hanya satu orang untuk bergantung

dan berbicara dapat mengurangi efek stres akut atau stres yang berkepanjangan

pada kesehatan (Ewen, 2009).

1. Apabila stresornya adalah fisik, intervensi untuk mengurangi nyeri dan

mencegah infeksi sangat penting. Nyeri dan infeksi (gangguan pada fisik)

adalah stresor itu sendiri tanpa penghentian atau peredaan nyeri dan infeksi

itu dapat memperburuk efek stimulus awal. Untuk stresor fisik atau fisiologis,

teknik relaksasi, biofeedback, dan terapi visualisasi dapat membantu individu

mengurangi dampak stressor yang dialami. Olah raga teratur diketahui

meningkatkan pelepasan endorfin yang dapat mengurangi dampak stresor.

Latihan fisik dapat mengurangi ketegangan fisik dan mental serta perubahan

fisiologis yang menyertai stres. Latihan fisik mencegah terbentuknya stres

psikologis yang menahun yang merupakan faktor risiko timbulnya tekanan

darah tinggi dan penyakit jantung. Olah raga adalah kunci untuk mengurangi

stres. Tidak ada yang menyangkal olah raga aerobik sebagai suatu cara

menyalurkan energi kala kita stres. Aktivitas secara teratur dapat

menyediakan arus balik biologis ( biofeedback ) yang mengarah kepada

perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan lain-lain.

30

2. Menilai stresor mana yang potensial dalam hidup dalam hal ini adalah

kebutuhan yang paling prioritas. Bagi stresor potensial yang tidak dapat

disingkirkan, dapat menggunakan berbagai teknik efektif untuk berurusan

dengan stresor tersebut, dengan melatih ketrampilan-ketrampilan setiap hari.

Pertama-tama mengikuti petunjuk untuk latihan-latihan relaksasi, bernafas,

dan visualisasi secara ketat. Setelah beberapa minggu akan semakin rileks

menjawab stres dengan percaya diri dan ketenangan yang lebih besar. Juga

akan mampu mengubah pandangan tentang dunia sebagai hasil menangani

stress.

3. Relaksasi progresif merupakan suatu teknik yang berfokus pada relaksasi otot

yang dikembangkan semula oleh Dr. Edmund Jacobson. Teknik itu

menyediakan cara yang terbukti sistematis untuk mengontrol ketegangan otot.

Relaksasi progresif dapat dilakukan dengan cara telentang di tempat tidur

atau bersandar pada kursi yang nyaman, tipe kursi yang dapat menyangga

kepala anda.

4. Meneliti, adalah suatu teknik yang cukup sederhana untuk memeriksa daerah-

daerah tubuh yang diganggu oleh ketegangan otot. Langkah-langkah yang

dapat ditempuh adalah sebagai berikut :

a. Tarik nafas selagi meneliti suatu daerah tubuh yang mengalami

ketegangan.

b. Ketika menghembuskan nafas, buat daerah itu menjadi rileks.

c. Lanjutkan untuk meneliti masing-masing area tubuh bergantian, buat

masing-masing bergantian menjadi santai saat anda menghembuskan

nafas.

31

d. Dengan melakukannya dengan teratur, dapat membebaskan diri dari stres

yang dialami.

5. Cara terbaik untuk menghadapi stres adalah dengan sikap yang positif gaya

hidup sehat yang termasuk di dalamnya tidur yang cukup, diet yang cukup,

buah-buahan dan sayur-sayuran.

6. Tingkatkan manajemen waktu. Bekerja melebihi waktu adalah suatu hal yang

dapat menyebabkan timbulnya stres. Seseorang tidak akan mampu

mengerjakan pekerjaan yang begitu banyak, namun seseorang dapat

memanajemen waktu agar lebih efisien dalam mengerjakan tugas dan dapat

semakin rileks dalam mengerjakannya. Berikut adalah cara yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kemampuan memanajemen waktu.

a. Set realistic goals. tentukan harapan yang ingin dicapai dan tentukan batas

waktu untuk mengerjakannya, lalu buat review kemajuan yang telah

dicapai.

b. Make a priority list. Siapkan daftar kegiatan dan urutkan berdasarkan

prioritas. Setiap hari lihat jadwal dan kerjakan berdasarkan prioritas yang

telah ditentukan.

c. Protect your time. Jika ada pekerjaan yang khusus atau susah, tentukan

waktu yang mana yang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa

gangguan.

d. Tetaplah perspektif. Ketika pekerjaan membuat seseorang merasa stres, ini

akan membuat seseorang merasa menghabiskan waktu. Cobalah untuk

tetap perspektif.

e. Get other points of view. Bicarakan dengan keluarga atau teman mengenai

masalah yang dihadapi ketika bekerja. Mereka mungkin akan dapat

32

mengerti bahkan mungkin dapat memberikan sugesti untuk mengatasi

masalah tersebut. Cari saja seseorang yang bisa diajak bicara, ini akan

membuat semakin rileks.

f. Take a break. Berhentilah jika bekerja terlalu lama. Berhentilah selama 10

menit untuk menyegarkan/ merilekskan tubuh. Atau seperti berhenti

bekerja, liburan akhir pekan, dan sebagainya.

g. Have an outlet. Bekerja terus tanpa bermain akan menimbulkan stres atau

rasa tidak nyaman pada individu. Pastikan menyediakan aktivitas tertentu

yang dapat membuat senang, seperti membaca, mengobrol, mengerjakan

apa yang menjadi hobi.

h. Take care of yourself. Tetaplah anda menjaga kesehatan tubuh. Latihan

dengan teratur dan cukup tidur serta makan makanan yang cukup dan

menyehatkan.

i. Cara aktivitas fisik. Latihan dapat meningkatkan kesehatan seluruh tubuh,

meningkatkan semangat. Namun latihan juga memberikan keuntungan

menghilangkan stress.

j. It pumps up your endorphins. Kegiatan fisik dapat membantu

meningkatkan produksi endorphin yang dapat membantu pikiran terasa

tenang.

k. It’s meditation in motion. Ketika melakukan suatu kegiatan, seseorang

akan lupa akan stres yang anda alami hari itu, aktivitas yang dilakukan

membuat seseorang hanya fokus terhadap tugas itu saja (aktivitas yang

dilakukan) dan menghasilkan suatu energi dan rasa optimis, dan dapat

membantu menjadi tenang dan melupakan hal yang dilakukan (tugas-tugas

yang menimbulkan stres).

33

l. It improves your mood. Latihan yang teratur dapat meningkatkan rasa

percaya diri, membantu seseorang tidur ketika seseorang dilanda stres dan

depresi.

m. Consult with your doctor. Sebelum memulai program kebugaran tubuh,

sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan orang yang ahli terhadap

kesehatan tubuh, terutama jika memiliki penyakit tertentu.

n. Walk before you run. Jika baru memulai untuk latihan fisik, sebaiknya

latihan sekitar 20 sampai 30 menit 3 sampai 4 kali seminggu. Untuk orang

yang sudah dewasa, Department of Healt and Human Services

menyarankan mulai latihan paling sedikit 2 jam dan 30 menit seminggu

untuk latihan aerobik atau 1 jam dan 15 menit seminggu untuk latihan

seperti lari.

o. Do what you love, and love what you do. Jika tidak suka lari maraton

sebaiknya jangan lakukan, latihan ringan seperti berjalan, joging,

bersepeda, yoga, dapat membantu meningkatkan kesehatan tubuh.

7. Meditasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu, sebenarnya meditasi

digunakan untuk membantu individu dalam memahami secara mendalam

tentang kesucian dan kekuatan mistik dari hidup. Namun sekarang ini

digunakan untuk relaksasi dan mengurangi stres. Meditasi adalah obat untuk

tubuh dan pikiran. Ketika bermeditasi seseorang akan memfokuskan pikiran

dan mengabaikan berbagai hal yang dapat mengganggu pikiran yang nantinya

dapat menimbulkan stres. Keuntungan dari meditasi adalah dapat

memberikan perasaan yang tenang, menyeimbangkan pikiran dan emosi dan

kesehatan seluruh tubuh.

34

8. Berpikir positif berikut akan dijelaskan cara yang dapat dilakukan untuk

fokus berpikir positif :

a. Check yourself. Secara periodik berhenti dan evaluasi apa yang dipikirkan.

b. Be open to humor. Tertawa dan tersenyumlah terutama ketika mengalami

sesuatu yang sulit.

c. Surround yourself with positive people. Pastikan segala sesuatu yang ada

dalam hidup adalah sesuatu yang positif. Orang-orang yang mendukung

dapat dipercayai untuk memberi bantuan dan umpan balik.

d. Follow a healthy lifestyle. Latihan fisik tiga kali seminggu dapat

memberikan dampak yang positif pada mood. Belajar bagaimana

memanajemen stres.

e. Practice positive self-talk. Untuk dapat melakukan hal tersebut cukup ikuti

satu aturan yang mudah yaitu jangan katakan pada dirimu tentang apa

yang kamu tidak ingin katakan kepada orang lain, jika hal negatif masuk

ke dalam pikiranmu, coba evaluasi dan respon dengan apa yang terbaik

untuk diri sendiri.

9. Relaksasi adalah suatu cara untuk memanajemen stres. Relaksasi dapat

menurunkan simptom stres seperti: memperlambat denyut jantung,

menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat kecepatan bernafas,

menurunkan tekanan otot dan sakit kronis, meningkatkan arus darah ke otot

utama, meningkatkan konsentrasi, menurunkan kemarahan dan frustrasi,

meningkatkan cara penanganan masalah.

Ada beberapa teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk meringankan stres

antara lain :

35

a. Autogenic relaxation. Autogenik berarti segala sesuatu yang datang

bersama. Teknik ini menggunakan perumpamaan visual dan kesadaran

tubuh untuk mereduksi stres. Dengan mengulang kata atau sugesti dalam

pikiran untuk membantu merelaksasi dan menurunkan ketegangan.

b. Progressive muscle relaxation. Pada teknik ini difokuskan untuk

merendahkan tekanan dan kemudian merelaksasikan setiap kelompok otot.

c. Visualization. Teknik relaksasi menggunakan imajinasi dan pergi ke

tempat yang indah dan menyenangkan (berkhayal), selama berkhayal coba

gunakan semua indra yang mungkin digunakan.

10. Memiliki skill yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill

menyalurkan kemampuan, skill mendelegasikan, skill mengkoordinasi, dan

skill menata. Selain itu, untuk menekan tingkat strees dalam diri seseorang

harus memiliki strategi yaitu, menyiapkan diri menghadapi stressor, dengan

cara exercise, diet, rekreasi, istirahat, mediasi, dan lain-lain (Hudak, 2004).

2.2.13 Model stres adaptasi

Model adalah suatu cara mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang

kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia.

Penggunaan model ini membantu klinis mengembangkan dasar untuk melakukan

pengkajian dan intervensi, juga memberikan cara untuk mengevaluasi keefektifan

terapi (Brunner, 2010).

Model adaptasi stres adalah proses menginteraksikan aspek biologis,

psikologis, sosiokultural, lingkungan, dan legal etik keperawatan (Stuart dan

Laraia, 2005).

36

Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan

yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam dan merusak

seseorang (Brunner, 2010).

Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang

membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi, dan perilaku sehingga

seseorang lebih dengan suatu lingkungan tertentu (Stuart dan Laraia, 2005).

Stres dan adaptasi dapat terjadi pada sistem dengan tingkat yang berbeda,

maka kita dapat mempelajari reaksi ini pada tingkat sel, jaringan dan organ (Stuart

dan Laraia, 2005). Model adaptasi stres sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah

sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stres, faktor

predisposisi terdiri dari:

a. Biologis

Dapat mempengaruhi stres yang dilihat dari faktor keturunan, status

nutrisi, dan kesehatan

b. Psikologi

Sedangkan dari psikologi itu sendiri meliputi: kemampuan verbal,

pengetahuan moral, personal terhadap diri sendiri, dorongan motivasi.

c. Sosiokultural

Sedangkan menurut sosiokultural meliputi: faktor-faktor umur, jenis

kelamin, pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, agama, serta

pengetahuan.

37

2. Stresor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai

tantangan, ancaman, atau tuntutan yang membutuhkan energi ekstra untuk

koping, yang terdiri dari:

a. Sifat yaitu bagaimana seorang tersebut menghadapi tantangan/ ancaman

tersebut baik yang datang dari internal maupun eksternal.

b. Asal yaitu ancaman/ tantangan itu sendiri berasal dari diri sendiri,

keluarga, atau lingkungan.

c. Waktu yaitu kapan waktu ancaman/ tantangan itu datang yang dapat

mengancam seseorang.

d. Jumlah yaitu berapa banyak jumlah ancaman itu yang datang kepada

seseorang.

3. Penilaian terhadap stressor yaitu evaluasi tentang makna stressor bagi

kesejahteraan individu yang didalamnya stresor memiliki arti, intensitas dan

kepentingan yang terdiri dari

a. Kognitif yaitu respon yang ditunjukkan seperti perhatian terganggu,

konsentrasi buruk, pelupa, bermasalah dalam berpikir dan kreativitas

menurun.

b. Afektif yaitu respon yang ditunjukkan seperti mudah terganggu, tidak

sabar, mudah gelisah, tegang, gugup dan ketakutan.

c. Fisiologis yaitu respon yang ditunjukkan seperti kehilangan kesadaran,

produktivitas menurun, ketegangan fisik dan tremor.

d. Perilaku yaitu respon yang ditunjukkan seperti bicara cepat, kurang

koordinasi, gelisah, dan reaksi terkejut.

e. Sosial yaitu respon yang ditunjukkan interaksi dengan orang lain.

38

2.2.14 Sumber koping

Menyebutkan sumber-sumber koping terdiri dari aset ekonomi,

kemampuan, bakat, teknik dan pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.

Sumber koping lainnya adalah keseimbangan energi, dukungan spiritual,

keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik,

sumber materi sosial (Stuart dan Laraia, 2005).

2.2.15 Faktor-faktor stres kerja

1. Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sumber intrinsik pada pekerjaan

Yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas

fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan,

resiko/bahaya secara fisik.

b. Peran di dalam organisasi

Antara lain peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada

orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts reorganizational

boundaries) baik secara internal maupun eksternal.

c. Perkembangan karir

Dapat terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan

tingkat, tingkat keamanan yang kurang, ambisi perkembangan karir yang

mengalami hambatan

d. Hubungan relasi di tempat kerja

Meliputi antara lain kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan

sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan

tanggung jawab.

e. Struktur organisasi dan iklim kerja

39

Yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau bahkan tidak ada partisipasi

dalam pembuatan keputusan kebijakan hambatan dalam perilaku (misalnya

karena anggaran), politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi

yang terjadi.

2. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu antara lain:

a. Tingkat kecemasan

b. Tingkat neurotisme individu

c. Toleransi terhadap hal yang ambiguitas/ ketidakjelasan

3. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu meliputi:

a. Masalah-masalah dalam keluarga

b. Peristiwa kritis dalam kehidupan

c. Kesulitan secara finansial, (Greenberg, 2005)

Tabel 2.1 Faktor-faktor dalam stres kerja menurut (Stuart dan Laraia, 2005).Stressor dari stres

kerja

Faktor yang mempengaruhi (hal-hal yang mungkin terjadi di lapangan)

Konsekuensi kondisi yang mungkin muncul

Kondisi pekerjaan

1. Beban kerja berlebihan secara kuantitatif

2. Beban kerja berlebihan secara kualitatif

3. Assembly-line hysteria4. Keputusan yang dibuat oleh

seseorang5. Bahaya fisik6. Jadwal bekerja

1. Kelelahan mental dan/ atau fisik

2. Kelelahan yang amat sangat dan bekerja (burnout)

3. Meningkatnya kesensitifan dan ketegangan.

Stres karena peran

1. Ketidakjelasan peran2. Adanya bias dalam

membedakan gender dan stereotyppe peran gender

3. Pelecehan seksual

1. Meningkatnya kecemasan dan ketegangan

2. Menurunnya prestasi pekerjaan

Faktor interpersonal

1. Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk

2. Persaingan politik kecemburuan dan kemarahan

3. Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan

1. Meningkatnya ketegangan

2. Meningkatnya tekanan darah

3. Ketidakpuasan kerja

Perkemba 1. Promosi ke jabatan yang lebih 1. Menurunnya

40

ngan karir rendah dari kemampuannya2. Promosi ke jabatan yang lebih

tinggi dari kemampuannya3. Keamanan pekerjaannya4. Ambisi yang berlebihan

sehingga mengakibatkan frustasi

produktivitas2. Kehilangan rasa

percaya diri3. Meningkatkan

kesensitifan dan ketegangan

4. Ketidakpuasan kerja

Struktur organisasi

1. Struktur yang kaku dan tidak bersahabat

2. Pertempuran politik3. Pengawasan dan pelatihan yang

tidak seimbang4. Ketidakterlibatan dalam

membuat keputusan

1. Menurunnya motivasi dan produktivitas

2. Ketidakpuasan kerja

Tampilan rumah-pekerjaan

1. Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi

2. Kurangnya dukungan dari pasangan hidup

3. Konflik pernikahan4. Stres karena memiliki dua

pekerjaan

1. Meningkatnya konflik dan kelelahan mental

2. Menurunnya motivasi dan produktivitas

3. Meningkatnya konflik pernikahan

2.2.16 Upaya meminimalkan stres kerja pada perawat

Upaya untuk meminimalkan tingkat stres yang dialami oleh perawat di

lingkungan kerja adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang

komprehensif, jadwal kerja yang tidak melebihi batas waktu yang ditetapkan,

perlakuan yang adil dari atasan baik kepada perawat yang mahir maupun kepada

perawat yang belum mahir, pembagian kerja dan tugas yang adil dan sesuai

dengan tingkat kemampuan atau pengetahuan perawat, menjaga komunikasi dan

hubungan yang baik antar perawat dan tenaga medis lainnya, adanya agenda

liburan bersama, semua hal tersebut untuk mempererat hubungan antar perawat,

dan memberi tingkat pendidikan atau pelatihan yang sesuai dengan tingkat

kebutuhan pada perawat untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam

menghadapi berbagai tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu meningkatkan

41

mekanisme koping perawat yang efektif dan mampu menekan tingkat stres kerja

yang dialami (Hudak, 2004).

2.3 Konsep Kegawatdaruratan

2.3.1 Definisi kegawatdaruratan

Kegawatdaruratan adalah kondisi yang tiba-tiba mengancam nyawa atau

anggota badann, dan akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan

secepatnya, Guidelines (2010) dalam (John, 2010)

2.3.2 Instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit

Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita

gawat darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat

darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi gawat

darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional

yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk

Bio-Psiko-Sosio spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien

yang mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau

terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi

lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (Depkes RI, 2007).

Di instalasi gawat darurat tiap saat pada kasus kegawatan yang harus

segera mendapat pelayanan dan perawatlah yang selalu kontak pertama dengan

pasien 24 jam, oleh sebab itu pelayanan profesional harus ditingkatkan karena

pasien gawat darurat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat

dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa cacat. Oleh karenanya perawat

instalasi gawat darurat disamping mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan

42

juga perlu untuk lebih meningkatkan keterampilan yang spesifik seperti tambahan

pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD). Instlasi gawat

darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan

medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,

bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat

darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat

dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu

pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2007).

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah

kematian dan cacat ditentukan oleh : a) kecepatan ditemukan penderita, b)

kecepatan meminta pertolongan, dan c) kecepatan dalam kualitas pertolongan

yang diberikan untuk menyelamatkannya. Penyebab kematian penderita gawat

darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien

trauma 35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh: trauma

kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma thorak (hematoma

toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif,

15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ

atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah

kejadian (Pusponegoro, 2005).

2.3.3 Kriteria keadaan gawat darurat

1. Pasien gawat darurat

Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi darurat

dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila

tidak mendapat pertolongan secepatnya (Werman, 2007).

43

2. Pasien gawat

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan

darurat, misalnya kanker stadium lanjut. Keadaan yang menimpa seseorang

atau banyak orang akibat suatu perjalanan penyakit atau rudapaksa, terjadinya

secara mendadak, dimana saja, menyangkut siapa saja (Werman, 2007).

3. Pasien darurat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, sifatnya mengancam jiwa perlu

penanganan segera, secara cermat, tepat, cepat. Bila tidak segera ditangani

mengakibatkan kematian, kecacatan, kehilangan anggota tubuh (Werman,

2007).

4. Pasien tidak gawat tidak darurat

Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya (Werman,

2007).

5. Kecelakaan (Accident)

Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya

mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental,

sosial) (Werman, 2007).

2.3.4 Triage

Triage berasal dari bahasa perancis yang artinya (baca: trias), triage adalah

pengelompokan korban atau pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau

penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan (Werman, 2007).

44

1. Macam korban:

a. Korban masal (multiple patient)

Kejadian atau timbulnya kedaruratan yang mengakibatkan lebih dari satu

korban yang harus dikelola oleh lebih dari satu penolong, bukan akibat

bencana.

b. Korban bencana (mass casualty disaster)

Kedaruratan yang memerlukan penerapan system penanggulangan gawat

darurat terpadu sehari-hari.

2. Prinsip seleksi korban, berdasarkan

a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan (dalam ukuran menit)

b. Dapat meninggal dalam ukuran jam

c. Ruda paksa ringan

d. Sudah meninggal

3. Prioritas

Penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan

pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul (Werman,

2007).

a. Prioritas I ( Prioritas tertinggi/ emergency)

Warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa

atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai

kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera

yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya

sumbatan jalan nafas atau distress nafas, luka tusuk dada, hipotensi/ shock,

45

perdarahan pembuluh nadi besar, tension pneumothorax, syok hemoragik,

luka terpotong pada tangan dan kaki dengan shock, combutio (luka bakar)

tingkat II dan III >25%.

b. Prioritas II (medium, urgent)

Warna kuning potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak

segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan

pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar,

combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25%, trauma thorak/ abdomen,

laserasi luas, trauma bola mata

c. Prioritas III (rendah/ non emergency)

Warna hijau perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera.

Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh: contusio, dan

laserasi otot ringan, combutio tingkat II < 20 % (kecuali daerah muka dan

tangan), luka superficial, luka-luka ringan

d. Prioritas 0

Warna hitam. kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.

Hanya perlu terapi suportif. Contoh: henti jantung kritis, trauma kepala

kritis

4. Penilaian

a. Primary survey (A, B, C)

Menghasilkan prioritas I, II, dan selanjutnya

b. Secondary survey (head to toe)

Menghasilkan prioritas I, II, III, dan selanjutnya

46

c. Monitoring korban atau pasien kemungkinan terjadinya perubahan-

perubahan pada, sirkulasi, jalan nafas, dan pernafasan (C-A-B), derajat

kesadaran (D), tanda-tanda vital yang lain

d. Perubahan prioritas yang dikarenakan berubahnya kondisi korban atau

pasien

5. Perhatian khusus

a. Meningkatnya distress nafas, shock

b. Turunnya kualitas nadi/pulse pressure

c. Cepatnya penurunan derajat kesadaran

d. Koma yang timbul setelah lucid periode

e. Timbulnya masalah jalan nafas dan rongga thorak

f. Perubahan mendadak hemodinamik/ hipotensi, mungkin perdarahan

internal

g. Luka tembus kepala, dada, perut

2.3.5 Kinerja perawat di Instalasi Gawat Darurat berdasarkan:

Implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan berdasarkan

Guildelines 2010 khususnya pelaksanaan tahapan Circulation–Airway-Breathing

(CAB), cardiopulmonary resuscitation (CPR) dan . Kegiatan yang dilakukan

perawat dalam tahapan CAB dan CPR adalah:

1. Circulation

Gangguan sirkulasi yang paling sering dijumpai di instalasi gawat

darurat adalah shock kardiogenik, shock hipovolemia, shock spinal injury dan

henti jantung. Diagnosa shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak

teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan

pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnyan waktu

47

pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik). Sedangkan diagnosa henti

jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis pada perabaan

selama 5-10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung

(primer) dan kelainan jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera

dikoreksi. Shock adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang

lemah, pucat, kulit, yang dingin dan basah, denyut nadi melemah dan

frekwensi meningkat, vena perifer tidak nampak(kolaps), tekanan darah

menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Tekanan darah

sistolik umumnya kurang dari 90 mmHg atau menurun lebih dari 50 mmHg

di bawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penuruna perfusi

(aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan.

2. Airway

Yang dimaksud dengan membebaskan jalan nafas adalah tindakan

untuk menjamin pertukaran udara secara normal. Korban tidak jatuh dalam

kondisi hipoksia maupun hiperkarbia. Ada 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa

alat (cara manual), diagnosis gangguan jalan nafas dapat diketahui dengan

cara look, listen, feel. Look (melihat gerakan dada/ pengembangan dada dan

adanya retraksi sela iga), Listen (mendengarkan suara nafas dengan

mendekatkan telinga penolong ke hidung korban), Feel (merasakan hembusan

nafas korban dengan cara mendekatkan pipi penolong ke hidung korban),

Membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan cara head tilt (dorong dahi

kepala kebelakang), chin lift (tindakan mengangkat dagu keatas), jaw thrust

(tindakan mengangkat dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah).

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut

dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep). Kegagalan

48

membuka jalan nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya

sumbatan jalan nafas daerah faring atau adanya henti nafas (apnea). Bila hal

itu terjadi dan pasien menjadi tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui

mulut, bila dada tidak tampak mengembang, maka kemungkinan adanya

sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan Heimlich maneuver.

3. Breathing

Pengelolaan fungsi pernafasan bertujuan untuk memperbaiki fungsi

ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan atau bantuan nafas

untuk menjamin kecukupan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida.

Diagnosa ditegakkan bila tidak didapatkan tanda-tanda adanya pernafasan

pada pemeriksaan dengan metode look, listen, feel. Dan telah dilakukan

pengelolaan pada jalan nafas (airway) tetapi tetap tidak didapatkan adanya

pernafasan atau pernafasan yang tidak memadai. Pemberian nafas buatan

dapat dilakukan dengan alat ataupun tanpa alat. Pemberian nafas buatan tanpa

alat dengan memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari

mulut ke hidung sebanyak dua kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.

Pemberian nafas buatan dengan alat dapat dilakukan dengan bantuan pocket

mask atau face mask yang ditiup dengan mulut penolong. Bag valve mask

atau ambu bag atau dengan Jackson rees. Pada alat tersebut dapat

ditambahkan oksigen dengan aliran tertentu. Pernafasan buatan atau bantuan

nafas berkepanjangan diberikan dengan menggunakan alat ventilator

mekanik. Penilaian fungsi pernafasan dapat kita bagi menjadi empat, yaitu:

a. Pernafasan normal

Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, menjaga agar fungsi

nafas tetap normal.

49

b. Distress nafas

Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, memberi tambahan

oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien, kalau perlu

memberi bantuan nafas dan mencari penyebab.

c. Henti nafas (apneu)

Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas dan memberi nafas

buatan pada pasien.

d. Henti nafas dan henti jantung

Dengan resusitasi jantung, paru, otak dan nafas buatan.

4. Teknik Cardiopulmonary resuscitation (CPR)

Bila ditemukan pasien dengan henti jantung maka yang harus dilakukan

adalah raba nadi carotis 5-10 detik, kemudian lakukan Cardiopulmonary

resuscitation (CPR). Panggil bantuan, selama menunggu bantuan mulai CPR.

Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup

penderita di balikkan dengan teknik log roll. Lakukan pijat jantung 30 kali

pada titik tumpu tekan jantung yaitu di tengah sternum, tekan tengah sternum

sampai turun dengan kedalaman menekan sternum minimal 4- 5 cm. Lakukan

dengan kecepatan minimal 100 kali per menit lanjutkan dengan pada titik

tumpu tekan jantung. Lanjutkan pemberian nafas buatan dua kali, untuk

memberikan nafas buatan maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih

dibuka (head tilt, chin lift, jaw thrust) bila terdapat adanya tahanan atau

sumbatan jalan nafas yang kuat, maka airway harus dibersihkan dari

50

obstruksi dengan (heimlich manouvre, finger sweep) kemudian berikan nafas

buatan dua kali, lakukan segera tidak perlu berlebihan, cukup asal membuat

dada mengembang. Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan 30 pijatan dan

2 kali nafas buatan. Evaluasi denyut carotis tiap 2 menit. Bila denyut carotis

belum teraba, lanjutkan CPR hingga nadi carotis berdenyut. Tanda-tanda

keberhasilan tehnik CPR, Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai

spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila

denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat dihentikan tetapi

pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan. Bila CPR

dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. CPR harus

dihentikan tergantung pada lamanya kematian klinis, prognosis penderita

ditinjau dari penyebab henti jantung , Guidelines (2010) dalam (John, 2010)

4. Disability

Menilai derajat kesadaran dengan metode alert-verbal-pain-

unresponsive (AVPU). Dilakukan pada waktu pemeriksaan pertama. Kontak

pertama petugas kesehatan dengan pasien.

a. Alert: awake

Pada manusi normal atau sehat

b. Verbal stimulation: respond to verbal command

Kesadaran menurun, tampak mengantuk walaupun terbangun dengan

membuka mata ketika namanya dipanggil.

c. Pain stimulation: respon to pain

Kesadaran menurun tampak mengantuk, tidak terbangun ketika namanya

dipanggil dan baru terbangun dengan membuka mata atau menggerakkan

anggota tubuhnya ketika dicubit atau disakiti

51

d. Unresponsive

Tidak ada respon dengan rangsangan apapun. Kesadaran sangat

menurun, tampak sangat mengantuk, lemas, tidak terbangun dengan

membuka mata ketika namanya dipanggil dan bahkan tidak bereaksi

apapun ketika dicubit atau disakiti bagian tubuhnya. Lanjutkan dengan

penilaian ukuran serta reaksi pupil.

Menilai derajat kesadaran dengan metode glasgow coma sacale (GCS).

Penilaian GCS meliputi respon mata, bicara dan gerak. Pemerikasaan

dilakukan dengan memberi rangsang nyeri yang dilakukan dengan cara

menekan titik glabella atau dengan menekan keras pada kuku jari tangan

pasien. Score total maksimal 15 dengan perincian E: eye responses, 4 score,

V: verbal responses, 5 score, M: motoric responses, 6 score, pada sisi yang

paling kuat. Perkecualian penilaian pada kondisi: mata bengkak E= X,

intubasi V= X, paraplegia M= X, dan bedakan keadaan tidak bicara atau tidak

ada kontak karena tidak sadar (general dysfuncsion) atau aphasia (local

dysfunction).

a. E = score kemampuan membuka mata/ eye opening responses denga nilai

4: membuka mata spontan (normal).

3: dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta.

2: membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri.

1: tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri

b. V = sore kemampuan memberikan respon jawaban secara verbal/ verbal

responses

5: memiliki orientasi baik karena dapat member jawaban dengan baik

dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

52

4: memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti

bingung (confused conversation).

3: membrikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawaban hanya berupa

kata-kata yang tak jelas (inappropriate words).

2: memberikan jawaban berupa suara yang tak jelas bukan merupakan

kata (incomprehensible sounds)

1: tak memberikan jawaban berupa suara apapun

c. M = score menilai respon motorik ekstremitas/ motor responses

6: dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan.

5: dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri

(localized pain).

4: respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal).

3: respon gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.

2: respon berupa gerak ekstensi.

1: tak ada respon berupa gerak

2.3.6 Porsedur pelayanan di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan

diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat

jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam

suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal

pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau

tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab

(Depkes RI , 2007).

Pada instalasi gawat darurat pasien yang datang untuk berobat di unit ini

jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini

53

bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam

sehari selama 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus (Depkes RI, 2007).

Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah

yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain

dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain

(bedah, penyakit dalam, anak, dan lain-lain) untuk memberikan dukungan

tindakan medis spesialis bagi pasien yang memerlukannya.

Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah

tegas diatur dalam Pasal 5l Undang-Undang No.29/2004 tentang praktik

kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas

dasar prikemanusiaan. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk

menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu

persyaratan ijin rumah sakit.

2.3.7 Klasifikasi kecelakaan dan cedera

(Werman, 2007)

1. Tempat kejadian

a. Kecelakaan lalu lintas

b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga

c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan

d. Kecelakaan di sekolah

e. Kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tempat rekreasi,

perbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-lain

2. Mekanisme kejadiaan

Tertumbuk, jatuh terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar

baik karena efek kimia, fisik maupunlistrik atau radiasi

54

3. Waktu kejadian

a. Waktu perjalanan (traveling/ transport time)

b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain

2.3.8 Tujuan sistem penanggulangan penderita gawat darurat

Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu

bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya

pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu

rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu

mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi (Werman, 2007). Cakupan

pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:

1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian

2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan

yang lebih memadai.

3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan

penanggulangan penderita gawat darurat.

4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli.

5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan.

6. Upaya pembiayaan gawat darurat.

2.3.9 Prinsip manajemen gawat darurat

(Pusponegoro, 2005)

1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan

panik).

2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.

55

3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang

mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat,

keracunan).

4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara

menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika

ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.

5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk

menenangkan dan yakinkan akan ditolong.

6. Hindari mengangkat/ memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika

hanya ada kondisi yang membahayakan.

7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan

kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.

8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai

dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

2.3.10 Kesiapan dalam kegawatdaruratan

(Pusponegoro, 2005)

1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur

yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat

membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas

dapat mematikan dalam 3 menit.

2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal

pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting.

Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.

3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat

dipisahkan dari penyediaan/ logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

56

2.3.11 Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat

Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah

sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi

antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik

satu profesi maupun antar profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam

penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur

masyarakat non-tenaga kesehatan. Untuk mencegah dan mengatasi konflik

biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-

masing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam dimensi yang

berbeda. Artinya pada saat kita berbicara masalah hukum, tolak ukur norma

hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya kita sering terjebak dalam

menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolak ukur etika dan hukum.

Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan

kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis khususnya

hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan

biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena

dispensasi di bidang ini sulit dilakukan (Herkutanto, 2008).

1. Karakteristik pelayanan gawat darurat

Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat

berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik

khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan

pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum

yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.

2. Beberapa isu seputar pelayanan gawat darurat

Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:

57

a. Periode waktu pengamatan/ pelayanan relatif singkat.

b. Perubahan klinis yang mendadak.

c. Mobilitas petugas yang tinggi.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan

medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992 tentang kesehatan yang

merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau

melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau

kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan tersebut

menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada

dasarnya setiap tenaga kesehatan memiliki kewenangan untuk melakukan

berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat

darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan

maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan

situasi (gawat darurat) saat itu (Herkutanto, 2008).

Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan

pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak

terlatih maupu yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal

kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang

kesehatan seperti itu tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal

itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak

dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di

bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh

tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran

gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang kesehatan (misalnya

petugas gawat darurat), maka tanggung jawab hukumnya tidak berbeda

58

dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian

dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga

yang serupa (Herkutanto, 2008).

3. Masalah medikolegal pada penanganan pasien gawat darurat

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat

meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan

pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat

cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu

ditegaskan pengertian gawat darurat. Adakalanya pasien untuk menempatkan

dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.

Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan

true emergency. Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah

kesehatan yang dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang

menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga

terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order

yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan

kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak

yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-

rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan

pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga kesehatan,

khususnya tenaga medis dan perawat. Kecepatan dan ketepatan tindakan pada

fase pra-rumah sakit sangat menentukan survivabilitas pasien (Herkutanto,

2008).

4. Hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat

59

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan

perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut

terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak

yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat

darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau

tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya (Herkutanto, 2008).

Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:

a. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada

harapan atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi

dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir

pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.

b. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan

yang dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik

misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah

keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak

pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan

dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus

membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab

kerugiannya/ cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut

dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor

kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya

tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan

yang berkualifikasi sama, pada situasi dan kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien

(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU

60

No.23/1992 tentang kesehatan pasal 53 ayat 2 dan peraturan menteri kesehatan

No.585/1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dalam keadaan gawat

darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak

sadar dan tidak didampingi keluarga pasien, tidak perlu persetujuan dari

siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal

persetujuan tersebut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar

persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

5. Kematian pada instalasi gawat darurat

Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD

(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-

Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak

terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan

ditangani oleh Coroner atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan

tindakan lebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih

lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death

certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit

harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh

jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut. Indonesia

tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner diserahkan

pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI

yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang

bertugas di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan

menyerahkan permasalahannya pada POLRI (Herkutanto, 2008). Kasus yang

tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:

a. Meninggal pada saat dibawa ke IGD.

61

b. Meninggal akibat berbagai kekerasan.

c. Meninggal akibat keracunan.

d. Meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan.

Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang

cara kematiannya alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda

kekerasan.

62