materi KEGAWATDARURATAN NEONATUS
-
Upload
dita-as-can -
Category
Documents
-
view
924 -
download
3
description
Transcript of materi KEGAWATDARURATAN NEONATUS
KEGAWATDARURATAN NEONATUS
A. PENANGANAN HIPOGLUKEMI
a. Bila gadar gula darah < 25 mg Pasang jalur IV bila belum terpasang
Beri glukosa 10% 2 ml IV bolus pelan dalam 5 menit
Kalau Jalur IV tidak cepat, berikan melaui NGT dengan dosis sama
Infuse glukosa 10%
Cek kadar glukosa darah 1 jam setelah bolus, kemudian per 3 jam
Lanjutkan infus
b. Bila kadar darah 25-45 mg Lanjutkan infuse
Cek glukosa dalam per 3 jam hingga 45 mg/dl atau lebih
c. Kadar gula darah ≥ 45 mg Jika bayi mendapat cairan IV : cek per 12 jam
Jika bayi tidak mendapat cairan IV cek per 12 jam, 2x- Jika turun : tangani
- Jika normal : hentikan pengukuran
B. KLASIFIKASI SUHU TUBUH ABNORMAL DAN GEJALANYA
a. Hipotermi sedang : dimana suhu BBL 36-364 0C
Gejala : Suhu 36-364 0C
Akral dingin
Gerakan bayi kurang normal
Kemampuan menghisap lemah
Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
Tangisan lemah
Aktivitas berkurang latarghi
Penanganan : Ganti pakaian dingin dan basah dengan pakaian hangat
Bila ada ibu/pengganti ibu, KMC/perawatan bayi lekat bila tidak ada ibu
Hangatkan dengan alat pemancar panas/incubator
Cek suhu alat penghangat dan suhu ruangan, berikan ASI peras
Hindari paparan panas yang berlebihan dan sering ubah posisi
ASI lebih sering
Minta ibu mengenalai kegawatan dan segera cari pertolongan bila ada
b. Hipotermi berat : dimana suhu BBL < 36 0C
Gelaja : Suhu < 36 0C
Seluruh tubuh teraba dingin
Mengantuk/letargis
Sklerema (ada bagian tubuh yang mengeras dan berwarna merah)
Bibir dan kuku kebiruan
Pernapasan lambat
Pernapasan tidak teratur
Bunyi jantung lemah/lambat
Mungkin timbul hipoglukemia dan asidosis metabolik
Penanganan : Hangatkan tubuh bayi
Jika 1 jam suhu tidak naik, rujuk segera
Pertahankan kadar gula darah
Anjurkan ibu menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan rujukan
Lakukan rujukan segera
c. Hipertermi : dimana suhu bayi > 375 0C
Gejala : Suhu > 375 0C
Terdapat tanda-tanda dehidrasi- Elastisitas kulit menurun
- Mata dan ubun-ubun besar cekung
- Lidah dan membrane mukosa kering
- BB menurun
- Banyaknya air berkemih berkurang
Malas minum
RR > 60 x/menit
Letarghi
Irritable
Penanganan : Bayi dipindahkan keruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 26-280C
Tubuh bayi di seka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal
C. HIPERTERMI KARENA PAPARAN PANAS DAN BUKAN PAPARAN PANAS
Karena paparan panas Letakkan pada suhu ruangan (25-280C)
Lepaskan sebagian/seluruh pakaian
Cek suhu aksila /jam
Bila > 390C kompres/mandikan dalam air yang suhunya 40C lebih rendah dari tubuh bayi
Jangan gunakan air dingin
Turunkan suhu penghangat
Buka inkubator sampai dengan suhu normal
Lepaskan sebagian /seluruh pakaian dalam 10 menit
Cek suhu/jam sampai dengan normal
Cek suhu inkubator /jam sampai dengan normal
Bukan kerena paparan panas Tepai untuk suspect sepsis
Letakkan pada suhu ruangan (25-280C)
Lepaskan sebagian seluruh pakaian
Cek suhu aksila/jam
D. PENANGANAN HIPOTERMI SEDANG DAN BERAT
Penanganan hipotermi sedang Ganti pakaian dingin dan basah dengan pakaian hangat
Bila ada ibu/penggati ibu, KMC/perawatan bayi lekat
Bila tidak ada ibu
Hangatkan dengan alat pemancar panas/inkubator
Cek suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras
Hindari paparan panas yang berlebihan dan sering ubah posisi
ASI lebih sering
Minta ibu mengenali kegawatan dan segera cari pertolongan bila ada
Penanganan hipotermi berat Hangatkan tubuh bayi
Bila 1 jam suhu tubuh tidak naik, segera rujuk
Pertahankan kadar gula darah
Anjurkan ibu menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan rujukan
Lakukan rujukan segera
E. CARA MENGHANGATKAN BAYI Kontak kulit dengan kulit
KMC/kangaroo mother care
Pemancar panas
Inkubator
Ruangan yang hangat
Tempatkan bayi diruangan yang hangat, jangan ber AC
Menyusui juga bisa membuat si kecil merasa hangat
Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir melalui kepala
Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke suatu sisi
Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak/anggota keluaraga dewasa lainnya
(Sudoyo, Ari. W dkk, )
Kontak Kulit dengan kulit
Kontak kulit bayi dengan ibu dapat mempertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan. Keuntungan selain bisa memberikan kehangatan
bayi juga akan lebih sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan BB lebih cepat.
KMC (perawatan bayi lekat/PBL)- Kontak kulit ibu-bayi secara dini terus menerus dikombinasi ASI ekslusif
- Untuk menstabilkan bayi hingga BB 2500 gr
- Tidak untuk ibu yang memiliki penyakit berat
- Tidak untuk bayi sehat (sepsis atau gangguan napas berat)
- Dirokemndasikan pada bayi dengan BB < 1800 gr
Pemancar panas Untuk bayi sakit dengan BB ≥ 1500 gr
Untuk pemeriksaan awal bayi
Selama dilakukan tindakan
Menghangatkan kembali bayi hipotermi
Suhu ruangan minimal 220C
Atur suhu (36-370C)
Inkubator
Penghangatan berkelanjutan dengan BB < 1500 gr
Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan nafas berat)
Ruangan Yang Hangat
Untuk merawat bayi dengan BB < 2500 gr yang tidak memerlukan tindakan diagnostic/prosedur pengobatan
Tidak untuk bayi sakit berat
Paling rendah 26oC
BBl 1500 – 1000 suhu ruangan 28 – 30oC
BBl > 2000 suhu ruangan 26 – 28oC
F. IKTERUS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS Ikterus Fisiologis
Ikterus yang timbul pada hari ke 2 dan ke 3
Tidak mempunyai dasar patologis
Keadaannya tidak melampaui kadar kadar yang membahayakan
Tidak mempunyai potensi menjadi Kern Ikterus
Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
Umumnya terjadi pada BBL, kadar Bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar
bilirubin akan mencapai puncak sekitar 6 -8 mg/dl pada hari ke 3, kemudian akan menurun cepat selama 2 – 3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat
sebesar 1 mg/dl selama 1 – 2 Minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar Bilirubin akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7 – 14 MS/dl)
dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 Minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
Setiap peningkatan kadar Bilirubin serum yang memerlukan Fototweraphy
Peningkatan kadar Bilirubin total serum 0,5 mg/dl/jam
Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, lerargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, Takipnea/suhu yang
tidak stabil)
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan/setelah 14 hari pada bayi kurang bulan
Ikterus disertai BB < 2000 gr, massa sestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom yang pernafasan, infeksi. Ikterus Patologis
Ikterus yang mempunyai dasar Patologis
Kadar Bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia
MACAM-MACAM IKTERUS
a. Ikterus Hemolitik
b. Ikterus Berkepanjangan
c. Ikterus Prematuritas
d. Kern Ikterus
IKTERUS HEMOLITIK DAN PENANGANANNYA
Ikterus Hemolitik : Ikterus ikterus yang timbul saat Bayi Baru Lahir yang timbul < 24 jam
Tanda-tandanya
Pucat saat lahir
HB < 13 g/dl
Test Comb (-)
Penanganan
Terapi sinar bila kadar Bilirubin sesuai indikasi
Rujuk untuk transfusi tukar
Hindari obat Antimalaria, golongan sulfa, Aspirin untuk mencegah krisis hemolisis
Transfusi darah bila HB < 12 g/dl
Setelah terapi sinar dihentikan
Observasi 24 jam, cek kadar bilirubin
Bila ikterus lagi, lihat kadar bilirubin apakah perlu terapi sinar lagi
Ulangi terus sampai kadar bilirubin normal
Bila kencing gelap, feces pucat tangani sebagai prolonged jaundice
Follow up cek Hb/mg selama 4 mgg
Bila Hb < 19 gr beri transfusi darah
PROLONGED JAUNDICE DAN PENANGANANNYA
Prolonged Jaundice : Jika > 2 minggu masih Ikterus/terus berlanjut
Tanda-tandanya
Aterm 2 minggu masih Ikterus
Urobilin : urin yang pekat → Bilirubin ↑
Feses pucat
Bilirubin Direct
Penanganan
Hentikan terapi sinar
Bila feses pucat, kencing kuning gelap, rujuk ke RS rujukan tingkat III atau dengan fasilitas pelayanan specialis untuk pemantauan selanjutnya
Bila ibu dengan tes sifilis (+) berikan terapi pada bayi untuk sifilis congenital
KERN IKTERUS DAN PENANGANANNYA
Kern Ikterus : Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan
dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsyditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern
Ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
Usia bayi (jam) Pertimbangan terapi
sinar
Terapi sinar Transfuse tukar bila
terapi sinar intensif
gagal
Transfuse tukar
dan terapi sinar
intensif
Kadar Bilirubin Indirek serum Mg/dl
< 24
25 – 48 > 9 > 12 > 20 > 25
49 – 72 > 12 > 15 > 25 > 30
> 72 > 15 > 17 > 25 > 30
Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika :
Usia (Jam) Berat lahir < 1500 g kadar
bilirubin
BL 1500 – 2000 g kadar
bilirubin
BL > 2000 g kadar
bilirubin
< 24 > 4 > 4 > 5
25 – 48 > 5 > 7 > 8
49 – 72 > 7 > 8 > 10
> 72 > 8 > 9 > 12
Tanda-tandanya
Tidak mau menghisap
Letarghi
Mata berputar
Gerakan tidak menentu (involuntary movements)
Kejang
Tonus otot meninggi
Leher kaku dan akhirnya opistotonus
Penanganan
Tangani kejang
Lanjutkan terapi sinar sampai dengan kadar Bilirubin Normal dengan menggunakan lampu, tidak lebih 500 jam (untuk menghindari turunnya energy yang
dihasilkan lampu.
Tekniknya Dalam Melakukan Fototeraphy
Buka pakaian bayi agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar
Tutup kedua mata dan gonad dengan penutup yang memantulkan cahaya
Jarak bayi dengan lampu + 40 cm
Ubah posisi tiap 6 jam
Periksa kadar bilirubin tiap 8 jam/min 1 x 24 jam
Lakukan cek Hb berkala
Lakukan observasi dan catat lama Fototeraphy
Sediakan lampu 20 watt (8 – 10 bulan) di susun paralel
Beri cukup ASI demngan mengeluarkan dari tempat dan membuka tutup mata, serta observasi ada tidaknya iritasi
Pemeriksaan tonus otot atau tingkat kesadaran
IKTERUS PREMATUS DAN PENANGANANNYA
Ikterus Prematur : Ikterus yang timbul pada hari ke 2 – 5 yang terjadi pada bayi kecil < 2500 gr dengan UK < 37 Mingu
Penanganan
Terapi sinar bila kadar bilirubin sesuai
Bila usia < 3 hari saat terapi sinar dihentikan, pantau Ikterus selama 24 jam berikutnya
Bila > 3 minggu, kencing gelap, feses pucat tangani sebagai prolonged jaundice
G. TRANSFUSI TUKAR
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengambilan darah dari donor dalam jumlah yang sama
yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah, terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dan sirkulasi. Pada
bayi dengan isoimunisasi, transfuse tukar memiliki manfaat tambahan karena membantu mengeluarkan antibody maternal dari sirkulasi karena membantu
mengeluarkan antibodi maternal dan sirkulasi bayi sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Teknik Transfusi Tukar
Simple Double volume push – pull Tehnique jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan
dimasukkan bergantian
Isovolumetric : Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang
sama
Partial Exchange Transfusion : Transfusi Tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia di Indonesia. Untuk kedaruratan, Transfusi
Tukar pertama menggunakan golongan darah orhesus positif. (Sukardi, Abdurrahman dkk. 2000)
Transfusi Tukar harus dihentikan apabila :
Emboli (emboli, bekuan darah), Trombosis
Hiperkalemia, Hipernatremia, hipokalsemik, Asidosis, Hipoglikemia
Gangguan pembekuan karena pemakaian Heparin
Perforasi pembuluh darah
Komplikasi Transfusi Tukar
Vaskular : Emboli udara/Trombus, Trombosis
Kelainan jantung : aritmia, overload, henti jantung
Gangguan Elektrolit : Hipo/Hiperkalsemia, Hipernatrem dan Asidosis
Koagulasi : Trombositopenia, hepatinisasi berlebih
(Sukardi, Abdurrahman dkk. 2000)
H. MASALAH YANG DIHADAPI PADA BAYI LETARGHI
Iri Table mudah terangsang, sering menangis tanpa seba
Mengantuk
Aktivitas berkurang
Tidak sadar : Tidur yang dalam tidak merespons stimuli, tidak bereaksi terhadap rangsangan sakit
LETARGHI KARENA SEPSIS Beri cairan IV
Puasakan 12 jam
Ambil sample darah lab. Kultur dan Hb
Bila kejang dan ubun-ubun besar menonjol- Lumbal pungsi : lab. Tx meningitis
Bila Hb < 10 gr%, Hematokrit < 30%- Tranfusi
Beri antibiotic yang sesuai
Beri ASI setelah 12 jam/mulai membaik
Obs. 24 jam, bila membaik pulang
Ulang bila masih ada tanda inf
Cek Hb dan Hematokrit 2xselama perawatan dan akan pulang
LETARGHI KARENA ASFIKSIAAnamnesisi : - Resusitasi waktu lahir/tidak ada nafas spontan paling tidak menit setelah terakir
- Riwayat ibu infeksi intia uteri, demam curiga infeksi berat/KP
- Malas minum/tidak mau minum
Pemeriksaan : - Bayi tampak sakit
- Mengantuk/aktivitas menurun
- Iritable/gelisah
- Latergi/rapuh
- Gemetar
- Tiba-tiba kondisi memburuk
- Tanda-tanda progresif (suhu labil dan atau apnea)
I. MANAGEJEMENT UMUM LATERGHI KARENA OBAT Bila RR < 30 x/menit, beri O2
Bila bayi tidak bernapas/megap-megap CER < 20 x/menit lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup)
Bila masih letarghi setelah 6 jam, tangani sesuai dengan dugaan sepsis/asfiksia
Managejement umum laterghi Ambil sampel darah, cek kadar glukosa darah, bila < 45 g/dl (2,6 µmol/l) tangani untuk hipoglukemia
Beri dukungan pada ibu untuk menyusui
Nilai tonus dan aktivitas bayi minimal 1x/hari
Bila tampak layuh/letarghi, hari-hari saat mengangkat dan mangubah posisi bayi, tahan seluruh tubuh, terutama kepala
Tentukan kemungkinan diagnosis
Letarghi : keadaan lemah badan dan tidak ada dorongan untuk melakukan kegiatan nafsu tidur berlebihan (apabila dibangunkan langsung tertidur kembali, muncul pada
penderita penyakit otak/keracunan (Surasmin, 2003).
Management umum letarghi karena suspect sepsis Beri cairan IV
Puasakan 12 jam
Ambil sample darah : lab. Kultur dan Hb
Bila kejang dan ubun-ubun besar menonjol : lumbal pungsi : lab Tx meningitis
Bila Hb < 10 gr % Hematokrit < 30 % : tranfusi
Management umum letarghi karena hipoglukemi Beri antibiotik yang sesuai
Beri ASI setelah 12 jam/mulai membaik
Observasi 24 jam, membaik pulang
Ulangi bila masih ada tanda infeksi
Cek Hb dan Hematokrit selama perawatan dan akan pulang
penanganan dehidrasi berat pada bayi usia < 12 bulan, jika jarak ke RS 1 jam, bidan punya NGT. Beri rehidrasi dengan orait melalui NGT 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg BB)
Periksa tiap 1-2 jam
Bila muntah terus dan perut semakin kembung, beri cairan leboh lambat
Jika dalam 3 jam tidak membaik, rujuk untuk pengobatan intravena
Periksa bayi setelah 6 jam/anak setelah 3 jam, klasifikasi lagi derajat dehidrasi, pilih rencana terapi
J. VENA SECTION
Suatu prosedur untuk mendapatkan akses memasukkan cairan infuse melalui intravena. Apabila dengan pemasangan infuse intravena yang
langsung mengalami kegagalan/membutuhkan waktu yang lama. Maka salah satu alternatifnya adalah dengan vena section (Ilmu Kesehatan Anak).
Bagaimana penanganan dehidrasi berat
a. Bila dapat memberikan cairan IV Beri cairan IV secepatnya (100 ml/kg BB ; RL/NaCl)
usia
< 12 bulan
1-5 tahun
1 jam
(30 tetes mikro/menit)
30 menit
5 jam
(5 tetes makro/menit)
(14 tetes mikro/menit)
2,5 jam
Ulangi bila belum membaik Beri oralit bila masih bisa minum
Periksa tiap 1-2 jam
Jika belum membaik beri tetesan cairan IV lebih cepat hingga nadi lebih kuat
Beri oralit 5 ml/kg BB segera setelah anak mau minum
Bayi : 3-4 jam
Anak : 1-2 jam Periksa bayi setelah 6 jam/ anak setelah 3 jam, klasifikasikan lagi derajat dehidrasi, pilih rencana terapi
Membaik/tidak lakukan rujukan segera
Bila tidak dapat memberikan cairan IV
b. Apakah ada fasilitas pemberian cairan IV terdekat? (30 menit)
Ya Rujuk segera untuk mendapatkan cairan IV
Jika anak masih bisa minum bekali oralit untuk diminum selama dalam perjalanan
Bila tidak ada fasilitas pemberian cairan terdekat
c. Apakah anda terlatih memasang pipa NGT?
Ya (dan anak bisa minum) Beri rehidrasi dengan oralit melalui NGT 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg BB)
Periksa tiap 1-2 jam
Bila muntah terus dan perut semakin kembung, berarti cairan lebih lambat
Jika dalam 3 jam tidak membaik, rujuk untuk pengobatan intravena
Periksa bayi setelah 6 jam/anak setelah 3 jam
Klasifikasi lagi derajat dehidrasi, pilih rencana terapi
Komplikasi Dehidrasi Berat Hipernatremia
Hiponatremia
Demam
Oedem
Asidosis
Hipokalemia
Kejang
Mal absorbsi dan intoleransi laktosa
Mal absorbsi glukosa
Muntah
Gagl ginjal akut (GGA)
Tanda-tanda dehidrasi berat Gelisah, bingung/mengantuk
Mulut, kulit dan membran lendir yang sangat kering
Tidak/kurang berkeringat
Sedikit/tidak berkemih dan urin yang keluar berwarna gelap
Mata cekung
Kulit kering dan berkurang kekenyalannya
Pada bayi ubun-ubunnya bila diraba akan terasa cekung
Tekanan darah rendah
Detak jantung cepat
Demam
Terjadi hilangnya kesadaran
(Khosim, M. Sholeh, dkk, 2008).
KONDISI-KONDISI YANG MENYEBABKAN KEGAWATDARURATAN NEONATUS
1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia. Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C – <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan
serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah. Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi,arrhythmia, pingsan, koma.
4. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan : bersihkan jalan napas, longgarkan atau buka p akaian bayi, masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi, ciptakan lingkungan yang tenang dan berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat
implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).
Hipoglikemia Pada Bayi Baru LahirFatimah Indarso
BATASANHipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). PATOFISIOLOGI Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin
juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.
Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
DIAGNOSISAnamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
- Bayi dari ibu diabetes (IDM)
- Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
- Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
- Bayi prematur dan lewat bulan
- Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
- Bayi puasa
- Bayi dengan polisitemia
- Bayi dengan eritroblastosis
- Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker
GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik
Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas
Jitteriness
Sianosis
Kejang atau tremor
Letargi dan menyusui yang buruk
Apnea
Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
Hipotermia
RDS
DIAGNOSIS BANDINGinsufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).
Penyulit - Hipoksia otak
- Kerusakan sistem saraf pusat
TATALAKSANAa. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :
o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
o
o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala : Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).
Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.
Atau cara lain dengan GIR
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral
Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion RateGIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%) 6 x berat (Kg)Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jamGIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min 6 x 3 18
Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
- Infus D10 diteruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
- ASI diberikan bila bayi dapat minum
Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
- Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)- ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan- Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA : ASI teruskan Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b) - Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normald. Kadar glukosa normal IV teruskan
IV teruskan Periksa kadar glukosa tiap 12 jamBila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan
Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) konsultasi endokrin terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari
per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam. bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide,
human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)DAFTAR PUSTAKA1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures,
on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 262-66.
2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.
3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76.
4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.
Penanganan Terkini Hipoglikemia Pada BayiHipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang
dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). Hipoglikemia adalah masalah metabolik paling
umum pada neonatus. Pada anak-anak, sebuah glukosa darah nilai kurang
dari 40 mg / dL (2,2 mmol / L) merupakan hipoglikemia. Sebuah glukosa
plasma tingkat kurang dari 30 mg / dL (1,65 mmol / L) dalam 24 jam pertama
kehidupan dan kurang dari 45 mg / dL (2,5 mmol / L) setelahnya merupakan
hipoglikemia pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hipoglikemia mungkin asimtomatik atau mungkin hadir dengan sistem saraf yang
parah pusat (SSP) dan gangguan cardiopulmonary. Manifestasi klinis yang paling umum dapat
mencakup tingkat kesadaran yang berubah, kejang, muntah, unresponsiveness, dan kelesuan.
Setiap anak sakit harus dievaluasi untuk hipoglikemia, terutama ketika sejarah mengungkapkan
asupan oral berkurang. (Lihat Sejarah dan Pemeriksaan Fisik.)
Hipoglikemia berkelanjutan atau berulang pada bayi dan anak-anak memiliki dampak yang besar
pada perkembangan otak normal dan fungsi. Bukti menunjukkan bahwa hipoksemia dan iskemia
mempotensiasi hipoglikemia, menyebabkan kerusakan otak yang permanen dapat mengganggu
perkembangan neurologis.
PENYEBAB
Penyebab hipoglikemia pada neonatus berbeda sedikit dari pada bayi yang lebih tua dan anak-anak.
Penyebab pada neonatus meliputi berikut
Perubahan sekresi hormon
Berkurangnya Substrat cadangan dalam bentuk glikogen hati
Berkurangnya cadangan Otot sumber asam amino untuk glukoneogenesis
Berkurangnya cadangan Lipid untuk pelepasan asam lemak
Patofisiologi
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon
insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus
maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient
hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.
Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes
melitus.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama
proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena
meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia,
hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
DIAGNOSIS
Presentasi e klinis hipoglikemia mencerminkan penurunan ketersediaan glukosa untuk SSP serta
stimulasi adrenergik disebabkan oleh tingkat darah menurun atau rendah gula. Selama hari pertama
atau kedua kehidupan, gejala bervariasi dari asimtomatik ke SSP dan gangguan cardiopulmonary.
Kelompok berisiko tinggi yang membutuhkan skrining untuk hipoglikemia pada satu jam pertama
kehidupan meliputi
Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2 kg
Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90, kecil untuk
usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, [4] dan bayi dengan
pembatasan pertumbuhan intrauterin
Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau ibu dengan
diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil)
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
Bayi yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang diduga
menderita korioamnionitis
Bayi yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk jitteriness,
tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea, ketidakstabilan temperatur,
kejang, dan kelesuan
Selain itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan hipoksia yang
signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit kurang dari 5, terisolasi
hepatomegali (mungkin glikogen-penyimpanan penyakit), mikrosefali, cacat garis
tengah anterior, gigantisme, Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin
Beckwith-Wiedemann Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme
bawaan atau ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen hipoglikemik oral
Terjadinya hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan. Konsentrasi
insulin yang tidak tepat meningkat pada saat hipoglikemia didokumentasikan.
Hiperinsulinisme neonatal Transient terjadi pada bayi makrosomia dari ibu
diabetes (yang telah berkurang sekresi glukagon dan siapa produksi glukosa
endogen secara signifikan dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan
memiliki tuntutan yang semakin meningkat untuk makan, lesu intermiten,
jitteriness, dan kejang jujur.
Bayi dengan hiperinsulinisme neonatal berkepanjangan dapat digambarkan sebagai berikut:
SGA
Memiliki asfiksia perinatal
Lahir dari ibu dengan toksemia
Memiliki tingkat penggunaan glukosa dan sering membutuhkan infus dextrose
untuk jangka waktu lama
Hipoglikemia ketotik merupakan suatu penyakit, jarang, tapi dramatis. Hal ini
diamati pada anak-anak muda dari usia 5 tahun, yang biasanya menjadi gejala
setelah puasa semalam atau berkepanjangan, terutama dengan penyakit dan
asupan mulut yang buruk. Anak-anak sering hadir sebagai misterius lesu atau
terus terang koma, setelah hanya ditandai dengan hipoglikemia ketonuria.
Anamenesis
Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasa
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
Bayi dari ibu diabetes (IDM)
Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
Bayi prematur dan lewat bulan
Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
Bayi puasa
Bayi dengan polisitemia
Bayi dengan eritroblastosis
Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan
beta blocker
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang luas dan dapat hasil dari stimulasi adrenergik atau dari
penurunan ketersediaan glukosa untuk SSP. Tidak seperti anak-anak, bayi tidak
dapat memverbalisasi gejala mereka dan sangat rentan terhadap hipoglikemia.
Bayi pada hari pertama atau kedua kehidupan mungkin asimtomatik atau
memiliki mengancam jiwa SSP dan gangguan cardiopulmonary. Gejala dapat
meliputi: hpotonia, lesuan, apatis, malas minum, kejang, gagal jantung kongestif,
sianosis, apnea, hipotermi
Manifestasi klinis yang terkait dengan aktivasi sistem saraf otonom meliputi:
Kecemasan, tremulousness,Diaphoresis, takikardi, anemia, mual, dan muntah
Manifestasi klinis dari hypoglycorrhachia atau neuroglycopenia meliputi:Sakit
kepala,Mental kebingungan, menatap, perubahan perilaku, sulit berkonsentrasi
Gangguan visual (misalnya, penurunan ketajaman, diplopia)Dysarthria, kejang,
Ataksia, mengantuk, koma, stroke(hemiplegia, aphasia), parestesia, pusing,
amnesia, decerebrate atau mengulit sikap
Manifestasi klinis
jittery
keringat dingin
letargi
distress nafas
Sianosis
Kejang atau tremor
Letargi dan menyusui yang buruk
Apnea atau henti napas
Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
Hipotermia
RDS
Diagnosis banding
Insufisiensi adrenal
Kelainan jantung
Gagal ginjal
Penyakit SSP
Sepsis, asfiksia
Abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia,
hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).
Fasting
Malnutrition
Diarrhea
Enzymatic defects of glycogen synthetic pathways
Enzymatic defects of glycogenolytic pathways
Enzymatic defects of gluconeogenic pathways
Glucagon deficiency
Congenital hyperinsulinism (eg, nesidioblastosis, leucine sensitive hypoglycemia)
Defects of beta cell regulation
Large tumors
Decreased or absent fat stores
Enzymatic defects in fatty acid oxidation
Penyulit
Hipoksia otak
Kerusakan sistem saraf pusat
PENANGANAN
Monitor Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu
dimonitor dalam 3 hari pertama : Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3
jam. Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan. Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani
hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai
Hipoglikemia harus diperlakukan sesegera mungkin untuk mencegah komplikasi
kerusakan neurologis. Awal makan bayi yang baru lahir dengan ASI atau susu
formula dianjurkan. Bagi mereka yang tidak mampu untuk minum, selang
nasogastrik dapat digunakan. Andalan terapi untuk anak-anak yang waspada
dengan perlindungan jalan nafas utuh termasuk jus jeruk pada 20 mL / kg.
Bagi mereka yang tidak bisa melindungi jalan napas mereka atau tidak dapat
minum, rute nasogastrik, intramuskular, intraosseous, atau IV dapat digunakan
untuk obat berikut digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa: dekstrosa,
glukagon, diazoxide, dan octreotide. Laporan kasus telah menunjukkan bahwa
nifedipin dapat membantu untuk mempertahankan normoglikemia pada anak
dengan PHHI.
Kortisol tidak boleh digunakan, karena memiliki manfaat akut minimal dan dapat
menunda diagnosis penyebab hipoglikemia. Kortisol merangsang
glukoneogenesis dan menyebabkan penurunan penggunaan glukosa, yang
mengarah ke peningkatan glukosa darah secara keseluruhan dan dapat
menutupi penyebab sebenarnya dari hipoglikemia.
Anti-hipoglikemik : Obat ini meningkatkan kadar glukosa darah
Dekstrosa Dextrose adalah pengobatan pilihan. Hal ini diserap dari usus,
mengakibatkan peningkatan pesat dalam kadar glukosa darah bila diberikan
secara oral. Berikan IV dekstrosa untuk bayi dari ibu diabetes dengan
hiperinsulinemia neonatal sementara selama beberapa hari sampai
hiperinsulinemia mereda. Hindari hiperglikemia membangkitkan pelepasan
insulin cepat, yang bisa menyebabkan hipoglikemia rebound. Bayi SGA dan
mereka dengan toksemia ibu atau asfiksia perinatal memerlukan tingkat
dextrose infus IV lebih dari 20 mg / kg / menit untuk mengontrol tingkat.
Pengobatan mungkin diperlukan untuk 2-4 minggu.
Diazoxide (Proglycem) Diazoxide meningkatkan glukosa darah dengan
menghambat pelepasan insulin pankreas dan mungkin melalui efek
extrapancreatic. Efek hiperglikemia dimulai dalam waktu satu jam dan biasanya
berlangsung maksimal 8 jam dengan fungsi ginjal normal. Diazoxide dilaporkan
efektif pada bayi SGA dan pada mereka dengan toksemia ibu atau asfiksia
perinatal.
Octreotide (Sandostatin)Octreotide adalah analog long-acting dari
somatostatin yang menekan sekresi insulin untuk pengelolaan jangka pendek
hipoglikemia.
Glukagon (Glukagon Darurat Kit, GlucaGen) Glukagon dapat digunakan
untuk mengobati hipoglikemia sekunder untuk hiperinsulinemia dan dapat
diberikan kepada pasien tanpa akses IV awal. ML masing-masing berisi 1 mg
(yaitu, 1 U). Konsentrasi glukosa maksimal terjadi antara 5-20 menit setelah
pemberian IV dan sekitar 30 menit setelah intramuskular (IM) administrasi.
Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
· Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
· Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8
mg/kg/menit).
Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920
mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau
25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.
Atau cara lain dengan GIR
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari
12,5% digunakan vena sentral.
· Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan
GIR.
Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)
6 x berat (Kg)
Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari
Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam
GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min
6 x 3 18
· Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
· Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi
seperti diatas
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
- Infus D10 diteruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
- ASI diberikan bila bayi dapat minum
Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
- Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
- ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
- Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :
· ASI teruskan
· Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
· Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi
Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
Kadar glukosa normal IV teruskan
· IV teruskan
· Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
· konsultasi endokrin
· terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
· bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
DAFTAR PUSTAKA
Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004;
569-76
Raghuveer TS, Garg U, Graf WD. Inborn errors of metabolism in infancy and early
childhood: an update. Am Fam Physician. Jun 1 2006;73(11):1981-90.
Ishiguro A, Namai Y, Ito YM. Managing “healthy” late preterm infants. Pediatr Int.
Oct 2009;51(5):720-5.
Newborn Nursery QI Committee. Portland (ME): The Barbara Bush Children’s
Hospital at Maine Medical Center; 2004 Jul. Neonatal hypoglycemia: initial and
follow up management. National Guideline Clearinghouse. 2004
Narchi H, Skinner A, Williams B. Small for gestational age neonates–are we
missing some by only using standard population growth standards and does it
matter?. J Matern Fetal Neonatal Med. Jan 2010;23(1):48-54.
Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor
risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
Warna kulit kebiruan
Kejang
Penurunan kesadaran
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
Penafasan
Denyut jantung
Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
F. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara- Kompresi dada.- Pengobatan
Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain :- Alat pemanas siap pakai – Oksigen- Alat pengisap- Alat sungkup dan balon resusitasi- Alat intubasi- Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
(Dari berbagai sumber)
AGUSTUS 10, 2012 BY GROWUP CLINIC
Penanganan Terkini Asfiksia Pada Bayi Baru LahirAsfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
PatofisiologiPenyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan Tekanan Darah.Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
PenyebabBeberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
Faktor ibu: Preeklampsia dan eklampsia. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), Partus lama atau partus macet, Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) atau Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Faktor Tali Pusat: Lilitan tali pusat, Tali pusat pendek, Simpul tali pusat atau Prolapsus tali pusat
Faktor Bayi: Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), Kelainan bawaan (kongenital), Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Manifestasi Klinis Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
Denyut jantung kurang dari 100 x/menit Tonus otot menurun, Warna kulit kebiruan kulit sianosis, pucat, Kejang Penurunan kesadaran tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Diagnosis Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis. Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar
Skor Apgar atau nilai Apgar (Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran.Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata “Apgar” belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration(warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah menghafal.Kriteria Penilaian Skor Apgar:
NILAI 0 NILAI 1 NILAI 2
AKRONI
M
WARNA
KULIT
seluruhnya biru
warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis)
warna kulit tubuh, tangan, dan kaki normal merah muda, tidak ada sianosis
Appearance
DENYUT
JANTUNG tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse
RESPONS
REFLEKS
tidak ada respons terhadap stimulasi
meringis/menangis lemah ketika distimulasi
meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas Grimace
TONUS
OTOT
lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity
PERNAPASA
N tidak adalemah atau tidak teratur
menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
Respiration
Interpretasi skorTes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah.
JUMLAH
SKOR
INTERPRETA
SI CATATAN
7-10 Bayi normal
4-6 Agak rendah
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.
0-3 Sangat rendahMemerlukan tindakan medis yang lebih intensif
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.
Sekitar sepuluh tahun setelah diperkenalkan oleh Dr. Virgina Apgar, akronim APGAR dibuat di Amerika Serikat sebagai alat bantu menghafal: Appearance, Pulse, Grimace, Activity, dan Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan). Alat bantu hafal ini diperkenalkan pada tahun 1963 oleh dokter anak Dr. Joseph Butterfield. Akronim yang sama juga digunakan di Jerman, Spanyol, dan Perancis. Kata Apgar juga dibuatkan kepanjangan American Pediatric Gross Assessment Record.
Tes ini juga telah direformulasikan dengan singkatan yang berbeda How Ready Is ThisChild, dengan kriteria yang pada dasarnya sama: Heart rate, Respirotary effort, Irritability,Tone, dan Color (denyut nadi, pernapasan, reaksi refleks, sikap, dan warna).Nilai Apgar
Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasikarena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Pemeriksaan penunjang : Foto polos dada, USG kepala, Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu : Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan
paru, edema paru. Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH. Hematologi : DIC
Penatalaksanaan Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar . Baca
juga : “Penanganan Terkini Resusitasi Bayi Baru Lahir”. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka: Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. – Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. – Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan : Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan – Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi :Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara – Kompresi dada.
Langkah-Langkah Resusitasi Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Bila: 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasiAgar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : – Alat pemanas siap pakai – Oksigen – Alat pengisap – Alat sungkup dan balon resusitasi – Alat intubasi – Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai
suatu tim yang terkoordinasi. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
Terapi medikamentosa : Epinefrin : Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat). Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. Indikasi : Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
Suportif: Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)