Post on 19-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan
permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering
disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo,
2006).
Berdasarkan data otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum
dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012
menunjukkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Dari total 492 kasus kematian yang
diotopsi, sebanyak 408 kasus merupakan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar
kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa nya
bus, truk, dan kereta api.
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai
dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek
dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena
adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat
menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari ringan
hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi karena
kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent dan Dominick, 2001).
Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak
bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang
medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit
dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih
lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Luka
Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh
suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari
kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya
membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tapi juga kerusakan lain yang
diakibatkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik dan radiasi. Sedangkan
terminology lesi awalnya bermaksud cedera namun digunakan untuk
mendeskripsikan suatu cedera, penyakit maupun degenerasi lokal pada jaringan yang
dapat mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur. Oleh karena itu, penggunaan
kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan akibat dari penyebab bukan alami,
sementara kata lesi merujuk kepada suatu yang tidak dapat dipastikan apakah
disebabkan oleh penyebab alami atau tidak (Idries, 2008).
Traumatologi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti luka, adalah cabang
ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan, cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya terjadi pada
tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan
jejas. Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang menderita luka
akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan
kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang
menyebabkan luka, dan kualifikasi luka (Shkrum dan Ramsay, 2007).
2.2 Deskripsi Luka
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk,
ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu
dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah,
lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir
kalimat.
Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari
tubuh
c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada
regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi
dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu
kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal
mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung
tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal
mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi.
Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan
garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk
panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
d. Lecet (ada atau tidak)
e. Tatoase (ada atau tidak)
2.3 Klasifikasi Luka
Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut
penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka tembak
(Vincent dan Dominick, 2001).
a. Trauma Benda Tumpul
Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat atau
senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain
orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat trauma benda
tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi), luka memar
(kontusio), dan luka robek (laserasi).
b. Trauma Benda Tajam
Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas
jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung
runcing. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus
dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu
peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri. Luka yang disebabkan oleh beda
yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu
luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised wound), luka bacok (chop wound).
c. Luka Tembak
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau
persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka
penetrasi dan perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek
dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek
secara keseluruhan.
2.4 Trauma Benda Tumpul
Trauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan tubuh
dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering mengakibatkan
luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun
definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2006)
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar
Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu benda
yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang bergerak ke
arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini
perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam
hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada
kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali,
yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak macamnya dan
dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan
karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area
per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang
cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang
memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik
untuk mengungkapkan pola trauma (Shkrum dan Ramsay, 2007).
Contoh pola trauma:
a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi
kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-
fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang
berbentuk segiempat atau sudut.
b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut
yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,
memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan
bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan
bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper
dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara
kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan terjadi.
c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka
pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah.
Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan
karena dipukul.
d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan
tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun
menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum
pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering
mendapat pukulan pada kepala.
e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang leher, robek
pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan kerusakan syaraf
f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae, sternum,
scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium
g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis, os sacrum,
symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ hepar, lien, ginjal.
Pankreas, adrenal, lambung, usus,v.urinari
h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura, dislokasi os
vertebrae
i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah tulang,
dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan saraf
2.5 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul
Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari
luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh
trauma benda tumpul bergantung kepada:
- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan
kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan
berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa
kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada
lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan
dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda
yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang
mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).
Karakteristik luka lecet :
- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan
tumpul
- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (Sel PMN)
- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak
meninggalkan jaringan parut
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru
terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari
benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada
abrasi yang luas (Idries, 2008).
Memperkirakan umur luka lecet:
- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post
mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:
Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem
ANTE MORTEM POST MORTEM
Coklat kemerahan
Terdapat sisa sisa-sisa epitel
Tanda intravital (+)
Sembarang tempat
Kekuningan
Epidermis terpisah sempurna dari dermis
Tanda intravital (-)
Pada daerah yang ada penonjolan tulang
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai
luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion)
dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).
- Luka lecet gores (Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit)
yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan
mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah
kekerasan yang terjadi.
- Luka lecet serut (Scraping)
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.
Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang
kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)
- Luka lecet tekan (Impact abrasion)
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah
jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan
bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi
benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator
mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan
pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari
sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya
pengeringan yang berlangsung pasca kematian.
Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.
(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
b. Kontusio (Luka Memar)
Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan
yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah
kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick, 2001).
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada
daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang
lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan
kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut
memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan
gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai
bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi”
(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan,
kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai
dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna
pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut
bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial
(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/
imprint).
a. Luka memar superfisial
Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh
akumulasi darah secara subkutan.
b. Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam
dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk
dapat terlihat di permukaan kulit.
c. Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek
yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu
antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga
karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan
pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan
mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya
luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun
bergantung pada keahlian pemeriksa.
Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri
(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena
pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian
jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.
Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi
menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene
(Idries, 2006)
Memperkirakan umur luka memar :
- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka
memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area
mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil
secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent
dan Dominick, 2001).
Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat
LUKA MEMAR LEBAM MAYAT
Di sembarang tempat
Pembengkakan (+)
Tanda Intravital (+)
Ditekan tidak menghilang
Diiris : tidak menghilang
Bagian tubuh yang terendah
Pembengkakan (-)
Tanda Intravital (-)
Ditekan Menghilang
Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam.
Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital
seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan
bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu.
Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian
superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya
pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan
adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran
kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak
dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan
kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan
adanya fokus epilepsi.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur
organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit
kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat
seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi,
kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan
dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak
bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang
bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada
kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda
yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat
trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto
dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai
dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang
terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala
yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai
benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan,
yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah
putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau
besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan bentuknya
yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan
hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan
hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup
mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya
penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan
perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya
adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan
malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak
mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai
trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah “ foam cone” busa
berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui
pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului
dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma
kepala.
c. Laserasi (Luka robek)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang
menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing
tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler
dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih
rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).
Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan
(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang
paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi
laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda
dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda
dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari
cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian,
epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar
tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur
lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari,
dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan
ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa
adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan
kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk
ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada
saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan
disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang
memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi
sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari
suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam
jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat (Idries,
2008).
d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi
Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama
dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya
dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu pukulan.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan
dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta
hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak
teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,
akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut,
di sekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena
luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan
kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka
dengan benda tumpul mengenai tubuh korban (Vincent dan Dominick, 2001).
2.6 Aspek Medikolegal Luka
Luka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang disengaja. Luka
yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf.
Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang
dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian
atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab
XX, pasal 351 sampai dengan 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaina
diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai
kata-kata “mati, menjadi sakit sementar, atau tidak dapat menjalankan pekerjaan
sementara” yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena
‘salahnya’ diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian
(Satyo, 2006).
Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada dokter,
bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut
tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja jiwa orang lain, suatu
istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah medis (Satyo, 2006).
Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah penyakit
atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang
dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi dalam memakai
salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran atau akal lebih dari empat minggu
lamanya, menggugurkan atau memnbunuh anak dari kandungan ibu (Satyo, 2006).
Disinilah dokter berperan bear sebagai saksi ahli di depan pengadilan. Hakim
akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun ahli lain nya
(setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.
VeR Dalam KUHP
Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum
dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan. Dokter
sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :
- Jenis luka apa yang ditemui
- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan
- Bagaimana kualifikasi dari luka itu
Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah
penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi
sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya
luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak
mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah
Visum et Repertum. Pasal 133 KUHAP memakai istilah “surat keterangan ahli” yang
dibuat oleh spesialis kedokteran forensik atau “surat keterangan” bila dibuat oleh
dokter umum atau dokter spesialis lainnya, adalah identik dengan Visum et
Repertum.
Profesionalisme seorang dokter dapat dimunculkan pada kesimpulan Visum et
Repertum yang dapat menjadi pertimbangan pihak penegak hukum.
Ada empat kualifikasi (derajat) yang dapat dipilih dokter :
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi saksi atau mendapat halangan dalam
melakukan pekerjaan atau jabatan.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan untuk melakukan
pekerjaan atau jabatan.
3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan
pekerjaan atau jabatannya.
4. Orang yang bersangkutan mengalami :
a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh.
b. Dapat mendatangkan bahaya maut.
c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan.
d. Tidak dapat memakai salah satu panca indera.
e. Terganggu pikiran lebih dari empat minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics: Analysis of Blunt and Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236
Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung Seto
Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433
Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518
Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26