Post on 15-Feb-2016
description
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
OLEH :
I WAYAN ADI PARWATA15.901.1150
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI
BALI TAHUN 2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN HIPERTENSI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
a. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas
90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Suzanne C.
Smeltzer, 2001).
b. Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan
darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan/atau distolik
sedikitnya 90 mmHg (Sylvia A. Price , 2005).
c. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu
peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah
arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Hal ini
terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Kontriksi arteriole
membuat pembuluh darah sulit mengalir dan meningkatkan
tekanan melawan dinding arteri . Hipertensi menambah
beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah
(Udjianti, 2010).
d. Hipertensi adalah tekanan darah t inggi yang abnormal dan
diukur paling tidak pada t iga kesempatan yang berbeda.
Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, setiap
diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia (Corwin,
2009).
e. Menurut WHO, Batasan tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥
160/95 mmHg dinyatakan sebagai Hipertensi.
2. Epidemiologi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita
hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan Afro-Amerika setelah usia
remaja. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi essensial dan
sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu.
Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM)
dimana diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya
hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi.
Merokok adalah faktor risiko utama untuk mortalitas kardiovaskuler. Di
Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan
hipertensi esensial.
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk
otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot
jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan
mesyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di
dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000,
di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.
3. Etiologi
a. Hipertensi Esensial
Penyebab Hipertensi Esensial belum diketahui. Namun sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal
diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh
ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan
genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake
natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran
darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer . Tekanan darah
tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian
dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik
peningkatan tahanan perifer.
b. Hipertensi Sekunder
1) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Dengan penghentian oral kontrasepsi, takanan darah normal kembali
setelah beberapa bulan.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90%
lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
3) Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabakan
hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul
dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada
medula adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi
katekolamin yang berlebihan. Pada Sindrom Chusing, kelebihan
glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
Chusing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau
adenoma adrenokortikal .
4) Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.
Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
5) Neurogenik
Tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik
6) Peningkatan volume intravaskular
7) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi , yang
mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
4. Faktor Predisposisi
a. Tidak dapat dikontrol, seperti :
1) Keturunan (genetik)
Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot daripada heterozigot, apabila salah satu
diantaranya menderita hipertensi, menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran terhadap terjadinya hipertensi. Pada percobaan
binatang tikus golongan Japanese spontanously hypertensive rat
(SHR), New Zealand genetically hypertensive rat (GH), Dahl salt
sensitive (H) dan Salt resistant dan Milan hypertensive rat strain
(MHS), dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor neurogenik
yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya
hipertensi, sedangkan dua turunan yang lain menunjukkan faktor
kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik
sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Kalau ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata
wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di
Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
11,6% untuk wanita. Laporan dari Sumatera Barat, mendapatkan
18,6% pria dan 17,4% wanita. Dari perkotaan di Jakarta
(pertukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.
3) Umur
Penderita hipertensi esensial, sebagian besar timbul pada usia
25 – 45 tahun dan hanya 20% yang timbulnya kenaikan tekanan
darah di bawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun (Soeparman,
1999).
b. Dapat dikontrol, seperti:
1) Kegemukan (obesitas)
Belum terdapat mekanisme pasti, yang dapat menjelaskan
hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi pada
penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Pada
obesitas tahanan ferifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
2) Kurang Olahraga
Lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer, yang akan menurunkan tekanan darah. Olah raga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurang olah
raga, kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila
asupan garam bertambah, akan mudah timbul hipertensi.
3) Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada
manusia mekanisme secara pasti belum diketahui. Hubungan antara
rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak
dibuktikan.
4) Kolesterol tinggi
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum
alkohol berat cenderung hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya
hipertensi secara pasti belum diketahui.
5) Konsumsi Alkohol
6) Garam
Merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan
suku bangsa dengan asupan garam minimal. Apabila asupan garam
kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa saja,
sedangkan apabila asupan garam antara 5 – 15 gram perhari,
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15 – 20%.
5. Patofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti
penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat,
disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi
alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan
obat-obatan dan faktor keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat
berpengaruh pada sistem saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada
medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal
terangsang, vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
yang memperkuat respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal merangsang pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I dan diubah menjadi angiotensin II yang
mengakibatkan retensi natrium dan air yang menimbulkan odema.
Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran balik darah
vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi untuk
meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi
suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis
cianosis, nyeri dada/ angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke
otak sehingga timbul spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri
kepala/pusing, sakit pada leher. Tingginya tekanan darah yang terlalu lama
akan merusak pembuluh darah diseluruh tubuh seperti pada mata
menimbulkan gangguan pada penglihatan, jantung, ginjal dan otak karena
jantung dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan
tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan
tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan
kesadaran, pusing, dan gangguan pada penglihatan kadang-kadang sampai
menimbulkan kelumpuhan.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
6. Pathway (Terlampir)
7. Manifestasi Klinis
Biasanya Hipertensi tanpa gejala atau tanda- tanda peringatan untuk
hipertensi dan sering disebut “silent killer” (Udjianti, 2010).
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi
bertahun- tahun, dan berupa:
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang- kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal
e. Edema dependent dan peningkatan akibat tekanan kapiler
f. Palpitasi
g. Keringat berlebihan
h. Tremor otot
i. Nyeri dada
j. Epistaksis
k. Tinnitus (telinga berdenging)
l. Kesulitan tidur (Udjianti, 2010).
8. Klasifikasi
a. The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu : (Smeltzer,
2001)
b. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan level tekanan darah (Guyton dan Hall,
1997 dalam Udjianti, 2010)
Tekanan Darah Sistolik dan
Diastolik
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik
(mmhg)
Diastolik
(mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180- 209 110-119
Stadium 4 ( sangat berat) ≥210 ≥120
(SBP dan DBP)
Normotensi <140 SBP dan <90 DBP
Hipertensi Ringan 140 – 180 SBP/ 90 – 105 DBP
Subgroup : garis batas 140 – 160 SBP / 90 – 105 DBP
Subgroup : garis batas 140 – 160 SBP dan <90 DBP
Hipertensi sedang dan berat >140 SBP atau >105 DBP
Hipertensi Sistolik terisolasi >140 SBP dan <90 DBP
c. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Penyebab
1) Hipertensi Esensial / Hipertensi Primer.
Hipertensi primer merupakan 90 % dari seluruh kasus Hipertensi
adalah Hipertensi Esensial yang di definisikan sebagai peningkatan
tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik).
Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial sebagai berikut:
a) Genetik: Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi mendapatkan penyakit ini.
b) Jenis kelamin dan usia: Laki- laki berusia 35 – 50 tahun dan
wanita pasca menoupause berisiko tinggi mengalami hipertensi.
c) Diet: Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
d) Berat badan: Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya Hipertensi.
e) Gaya Hidup : Merokok dan konsumsi alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap.
2) Hipertensi Sekunder
Merupakan 10 % dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit
ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi
sekunder antara lain: Penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta,
neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris),
peningkatan volume intravaskular, stress (Udjiati, 2010)
9. Komplikasi
a. Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada
hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada
hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
Terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabakan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial
di seluruh susunan saraf pusat. Neuron- neuron di sekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian.
e. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan (Corwin,
2009)
10. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Hitung darah lengkap (complete blood cells count) meliputi pemeriksaan
Hemoglobin, Hematrokit untk menilai viskositas dan indikator faktor
resiko seperti Hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kimia Darah
1) BUN , Kreatin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi
atau faal renal
2) Serum Glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin.
3) Kadar kolesterol atau trigliserida: peningakatan kadar
mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
4) Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer.
5) Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
6) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko
hipertensi.
c. Elektrolit
1) Serum Potasium atau Kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik)
2) Serum Kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi .
d. Urine
1) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes
2) Urine VMA (catecholamine metabolite): peningkatan kadar
mengindikasikan adanya pheochromacytoma
3) Steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary , Sindrom Chusing’s;
kadar renin juga meningkat.
e. Radiologi
1) Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis , benign prostate
hyperplasia (BPH).
2) Rontgen toraks: menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung,
deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
f. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia. (Udjiati, 2010)
11. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan
atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan
bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet yang dianjurkan
antara lain:
a) Rendah garam,
Beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan
pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi
system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50–100 mmol
atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b) Diet tinggi potassium
Dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum
jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada
dinding vascular.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
e) Tidak mengkomsumsi Alkohol.
2) Olahraga Teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, bermanfaat untuk menurunkan
tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga
isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi
perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur
selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat
dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
3) Penurunan Berat Badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan
dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan
adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan
berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi
perhatian khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang
terjual bebas mengandung simpatomimetik, sehingga dapat
meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
4) Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan
MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau
menggunakannya dengan obat antihipertensi.
5) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National
Comittee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita.
Penatalaksanaan farmakologis meliputi :
1) Diuretika
a) Tiazid : obat yang paling sering digunakan dan salah satu obat
golongan ini yang paling luas diteliti. Secara tradisional, diuretika
tiazid membentuk dasar sebagian besar program terapeutik yang
dibentuk untuk menurunkan tekanan arteri dan biasanya efektif
dalam 3-4 hari. Selanjutnya obat ini ditujukan untuk mengurangi
mortalitas dan morbiditas dalam uji klinis jangka panjang. Contoh
diuretik tiazid yaitu hidroklorotiazida.
b) Diuretik yang bekerja pada angsa henle tubulus yang lebih poten
seperti furosemid dan bumetanid juga ditujukan sebagai
antihipertensi tetapi penggunaanya kurang luas karena lama
kerjanya yang lebih pendek.
c) Diuretik Hemat Kalium
Terdapat 3 jenis diuretik kalium yaitu Spironolakton, Triamteren
dan Amilorid. Ketiga diuretika hemat kalium ini dapat diberikan
bersamaan dengan diuretika tiazid untuk mengurangi kehilangan
kalium ginjal.
2) Obat anti – adrenergik
Obat ini bertindak pada satu tempat atau lebih secara sentral pada
pusat vasomotor, pada neuron perifer mengubah pelepasan
katekolamin, atau dengan menghambat tempat reseptor adrenergik
pada jaringan target. Obat yang tampaknya mempunyai kerja sentral
lebih menonjol adalah klonidin, metildopa, guanabenz, dan
guanfasin. Kelompok obat anti-adrenergik lain adalah obat
penghambat ganglionik, yang mempunyai sedikit efek jika pasien
berbaring terlentang tetapi mencegah refleks vasokontriksi pada
posisi berdiri.
3) Vasodilator
a) Hidralazin, obat yang paling serba guna yang menyebabkan
relaksasi langsung otot polos vaskuler, obat ini efektif baik secara
oral maupun parenteralm, terutama bekerja pada resistensi arteri
dibandingkan kapasitas pembuluh vena.
b) Minoxidil, penggunaannya terbatas terutama pada pasien dengan
hipertensi berat dan insufisiensi renal
c) Diazoksid, derivat tiazid, terbatas penggunaannya pada keadaan
akut. Obat ini harus diberikan dengan cepat secara intravena
untuk menjamin efeknya. Obat ini segera bekerja menurunkan
tekanan darah, dan efeknya berakhir selama beberapa jam.
d) Nitroprusid, diberikan secara intravena juga bekerja sebagai
vasodilator langsung, dengan mulai dan berhenti kerjanya yang
hampir segera.
4) Inhibitor enzim pengubah angiotensin (ACE, angiotensin converting
enzim)
Obat ini meliputi klonidin, reserpin, metil-dopa, dan penghambat
beta. Obat ini berguna karena tidak hanya menghambat pembentukan
vasokontriktor poten (angiotensin I) tetapi juga memperlambat
degradasi vasodilator poten (bradikinin), mengubah produksi
prostaglandin, dan dapat mengubah aktivitas sistem adrenergik
5) Antagonis saluran Kalsium
Obat ini mengubah jalan masuk kalsium ke dalam sel dengan
menghambat aliran atau saluran kalsium yang tergantung voltase.
Antagonis kalsium juga berguna pada angina pektoris karena kerja
inotrofik negatifnya, obat- obat ini sebaiknya digunakan dengan hati-
hati pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal. Contoh obat ini
seperti Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem. (Harrison, 2000)
c. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan
interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
(perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran
tekanan darahnya
b) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai
tekanan darahnya
c) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh,
namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortilitas
d) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan
tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan
darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter
e) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih
dahulu
f) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita
g) Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
h) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita
atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
i) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal
1 x sehari atau 2 x sehari
j) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek
samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
k) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis
atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan
efektifitas maksimal
l) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
m)Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih
sering
n) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka
sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman
dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
12. Prognosis
Pasien yang menderita hipertensi mempunyai harapan hidup sebanyak 50
%. Tetapi bila ditangani secara tidak benar pasien tersebut akan mempunyai
prognosis yang jelek (menyebabkan kematian).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi pengkajian mengenai nama, tempat/tanggal lahir
klien, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, golongan darah, agama,
status perkawinan klien, alamat, jenis kelamin, orang yang paling dekat
dengan klien atau yang bertanggung jawab, hubungan orang tersebut
dengan klien, alamat dan jenis kelamin orang tersebut.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Keluhan penderita hipertensi biasanya seperti sakit kepala, fatigue,
lemah dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan
frekuensi denyut jantung, disritmia dan takipnea.
2) Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan
3) Derajat keseluruhan fungsi relative terhadap masalah kesehatan dan
diagnose medis.
4) Alasan masuk panti (jika dipanti) :
a) Obat-obatan
Nama dan dosis obat yang diberikan, waktu dan cara penggunaan
b) Status imunisasi
Tanggal terbaru imunisasi tetanus, difteria, dll
c) Alergi (catat agen dan reaksi spesifik)
d) Penyakit yang diderita
e) Nutrisi
Diet yang diberikan, riwayat peningkatan dan penurunan BB,
masalah dalam pemenuhan nutrisi, kebiasaan, pola makan.
c. Status kesehatan masa lalu
Penyakit pada masa kanak-kanak, penyakit serius atau kronik yang
pernah dialami, trauma, perawatan dirumahsakit (alasan, tanggal, tempat,
durasi), operasi yang pernah dijalani (jenis, tanggal, tempat, alasan,
hasil), riwayat obstetric, ada/ tidaknya riwayat hipertensi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat hipertensi dalam keluarga
e. Riwayat pekerjaan
Mengkaji mengenai status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya,
sumber-sumber pendapatan, dan kecukupan terhadap kebutuhan, jarak
tempat kerja dari rumah, dan alat transportasi yang digunakan untuk
bekerja.
f. Riwayat lingkungan hidup
Type tempat tinggal/panti, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di
dalam rumah/panti, derajat privasi, tetangga terdekat, kondisi
rumah/panti, nomor telepon rumah/panti.
g. Riwayat rekreasi
Mengkaji tentang hobby/minat, keanggotaan organisasi, liburan
perjalanan, kegiatan dirumah/panti.
h. Sumber/system pendukung yang digunakan
Mengkaji tentang dokter/fisioterapi yang pernah dikunjungi, rumah sakit,
klinik, yankes lain yang pernah dikunjungi, pernah tidaknya di opname,
jarak pelayanan kesehatan dari rumah panti, bagaimana perawatan sehari-
hari dirumah/panti.
i. Kebiasaan ritual
Mengkaji tentang agama, kebiasaan ibadah, kepercayaan.
j. Tinjauan sistem
1) Sistem Endokrin
Biasanya penderita hipertensi mengalami disfungsi medula adrenal
atau korteks adrenal yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder.
2) Sistem Kardiovaskuler
Melaporkan peningkatan tekanan darah, angina, sakit kepala hebat di
oksipital, takikardi, distritmia, palpitasi, sesak nafas, dispnea pada
aktivitas, murmur, edema, frekuensi denyut jantung, tekanan darah
meningkat, penyakit jantung koroner/ katup.
3) Sistem Pernapasan
Mengeluh sesak napas saat aktivitas, takipnea, orthopnea, PND, batuk
dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi
penggunaan otot bantu napas, terdengar suara tambahan (ronkhi,
wheezing)
4) Sistem Pencernaan
Riwayat mengonsumsi makanan tinggi lemak atau kolesterol, tinggi
garam, dan tinggi kalori, riwayat penggunaan diuretik. Temuan fisik
meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, dan glikosuria
(riwayat diabetes melitus)
5) Sistem Perkemihan
Riwayat penyakit ginjal (obstruksi atau infeksi). Temuan fisik seperti
produksi urine <50 ml/jam atau oliguri.
6) Sistem Integument
Biasanya ditemukan warna kulit pucat, suhu kulit dingin, pengisian
kapiler lambat (>2 detik), sianosis, diaforesis atau flushing,
kemerahan (feokromositoma) dan keringat yang berlebih.
7) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya penderita hipertensi mengalami kelemahan dan cepat letih.
8) Sistem Persarafan/ Neuro
Biasanya penderita hipertensi melaporkan adanya serangan pusing/
pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode mati rasa,
penurunan refleks tendon. Status mental: perubahan keterjagaan,
orientasi, pola/ isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan).
9) Sistem Pengindraan
Biasanya didapatkan data gangguan visual seperti diplopia-pandangan
ganda/kabur dan episode epitaksis. Fundus optik: pemeriksaan retina
dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri, edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat dan lamanya
hipertensi.
10) Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido
pada wanita
k. Pengkajian status fungsional
Mengukur kemampuan lansia untuk melakukan aktifitas sehari – hari secara
mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi
kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan pemilihan intervensi
yang tepat. Kemandirian pada aktifitas kehidupan sehari – hari dapat diukur
dengan menggunakan INDEKS KATZ. Pengkajian dengan menggunakan
Indeks Katz, dijelaskan sebagai berikut :
INDEKS KATZ
SKOR
E
1 Kemandirian dalam hal makan, kontinensia ( BAB/BAK),
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi
2 Kemandirian, dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali
salah satu dari fungsi diatas
3 Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi dan salah satu fungsi dari di atas
4 Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian dan salah satu dari fungsi di atas
5 Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian ke kamar kecil/toilet, dan salah satu dari
fungsi yang lain.
6 Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian, berpindah dan salah satu dari fungsi yang
lain.
7 Ketergantungan pada enam fungsi yang lain.
l. Pengkajian status kognitif dan afektif
Pengkajian status kognitif dan afektif menggunakan :
1) Short Portable Mental Status Quesstionnaire ( SPMSQ ) untuk
mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual lansia, yang terdiri dari
10 hal.
SPSMQ
NO Pertanyaan Benar Salah
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ? ( hari, tanggal, tahun )
3 Apa nama tempat ini ?
4 Alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ? ( minimal tahun lahir )
7 Siapa nama presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa nama presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun
Kesimpulan dari penjelasan di atas :
Salah 0 – 3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : kerusakan intelektual berat
2) Mini Mental State Exam ( MMSE )
MMSE digunakan untuk menguji aspek – aspek kognitif dari fungsi
mental : orientasi, regristasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa.
MMSE
No Aspek Kognitif Nilai
Maks.
Nilai
klien
Kriteria
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
tahun/ musim/ tanggal/ hari/ bulan
2 Orientasi 5 Dimana anda sekarang ? Negara
Indo/provinsi/kota/panti
werdha/wisma
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 objek(oleh pemeriksa)
1detik untuk mengatakan masing-
masing objek, kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek
tadi(untuk disebutkan):
4 Perhatian dan kalkulasi 5 Minta klien untuk memulai dari
angka 100kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali ( 93, 86, 79, 72, 65 )
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek , pada no 2( registrasi
) tadi, bila benar 1 poin untuk
masing-masing objek
6 Bahasa 9 Tunjukan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
( missal jam tangan atau pensil).
Minta pada klien untuk
mengulang kata berikut “tidak
ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila
benar, nilai 2 poin. Bila
pertanyaan benar 2-3 buah, misal :
tidak ada, tetapi, maka nilai 1
poin. Minta klien untuk mengikuti
perintah yang terdiri dari 3
langkah: “ambil kertas ditangan
anda, lipat 2 dan taruh dilantai”
-ambil kertas
-lipat 2
-taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point).
-tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar.
-tulis satu kalimat
-menyalin gambar
Kesimpulan MMSE
>23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
m. Pengkajian psikososial dan spiritual
1) Pengkajian psikososial
Pengkajian ini menjelaskan kemampuan lansia tentang: sosialisasi lansia
pada saat sekarang; sikap pada orang lain; harapan dalam bersosialisasi.
Pengkajian ini dilakukan dengan cara:
a) Pertanyaan tahap 1:
(1) Apakah klien mengalami kesulitan tidur
(2) Apakah klien sering merasa gelisah
(3) Apakah klien sering murung da menangis sendiri
(4) Apakah klien sering was-was atau khawatir
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2, jika ≥1 jawaban “YA”
b) Pertanyaan tahap 2 :
(1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam sebulan
(2) Ada atau banyak fikiran
(3) Ada gangguan atau masalah dengan keluarga lain
(4) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter
(5) Cendrung mengurung diri
Bila jawaban ≥1 jawaban “YA” berarti terjadi MASALAH
EMOSIONAL (MASALAH EMOSIONAL POSITIF).
2) Pengkajian spiritual
Mengkaji tentang :
a) Agama
b) Kegiatan keagamaan
c) Konsep/ keyakinan klien tentang kematian
d) Harapan-harapan klien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, iskemia miokard.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori.
e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan berlebih berlebihan, pola hidup monoton.
f. Resiko cedera berhubungan dengan pandangan kabur, epistaksis.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan
berhubungan dengan kurang pengetahuan/ daya ingat, misinterpretasi
informasi, keterbatasan kognitif.
3. Rencana Keperawatan/ Intervensi
No
.
Dx. Kep Tujuan & Kriteria
Evaluasi
Intervensi Rasional
1. Penurunan
curah jantung
berhubungan
dengan
peningkatan
afterload,
vasokontriksi,
iskemia
miokard.
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan
diharapkan curah
jantung kembali
normal. Dengan
Kriteria Hasil :
Klien
berpartisifasi
dalam aktivitas
yang
1. Observasi
tekanan darah
2. Catat
keberadaan,
1. Perbanding
an dari tekanan
memberikan
gambaran
yang lebih
lengkap tentang
keterlibatan /
bidang masalah
vaskuler.
2. Denyutan
karotis,jugularis
menurunkan
tekanan darah /
beban
kerja jantung
M
empertahankan
TD dalam
rentang
individu yang
dapat
diterima
Memperlihatka
n frekwensi
jantung stabil
dalam rentang
normal pasien.
kualitas denyutan
sentral dan perifer
3. Auskultasi
tonus jantung dan
bunyi napas.
, radialis dan
femoralis
mungkin
teramati /
palpasi. Dunyut
pada tungkai
mungkin
menurun,
mencerminkan
efek dari
vasokontriksi
(peningkatan
SVR) dan
kongesti vena.
3. S4 umum
terdengar pada
pasien
hipertensi berat
karena adanya
hipertropi
atrium,
perkembangan
S3
menunjukan
hipertropi
ventrikel dan
kerusakan
fungsi, adanya
krakels,
mengi dapat
4. Amati warna
kulit, kelembaban,
suhu, dan masa
pengisian kapiler.
5. Catat adanya
demam umum /
tertentu.
6. Berikan
lingkungan yang
nyaman, tenang,
kurangi aktivitas /
keributan
mengindikasika
n kongesti paru
sekunder
terhadap
terjadinya
atau gagal
jantung kronik.
4. Adanya
pucat, dingin,
kulit lembab
dan masa
pengisian
kapiler lambat
mencerminkan
dekompensasi /
penurunan
curah jantung.
5. Dapat
mengindikasika
n gagal
jantung,
kerusakan ginjal
atau vaskuler.
6. Membantu
untuk
menurunkan
ligkungan, batasi
jumlah pengunjung
dan lamanya
tinggal.
7. Anjurkan
teknik relaksasi,
panduan imajinasi
dan distraksi.
Kolaborasi dengan
dokter
8. Pemberian
theraphy anti
hipertensi,deuritik.
Kolaborasi dengan
ahli gizi
9. Berikan
pembatasan cairan
dan diit natrium
sesuai indikasi
rangsangan
simpatis,
meningkatkan
relaksasi.
7. Dapat
menurunkan
rangsangan
yang
menimbulkan
stress, membuat
efek tenang,
sehingga akan
menurunkan
tekanan darah.
8. Menurunkan
tekanan darah.
9. Pembatasan ini
dapat
menangani
retensi cairan
dengan respons
hipertensif,
dengan
demikian
menurunkan
kerja jantung.
2. Nyeri akut
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
vascular
serebral
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan
diharapkan nyeri
berkurang atau
teratasi
Kriteria Hasil :
Melaporkan
nyeri / ketidak
nyamanan
terkontrol
Mengungkapka
n
metode yang
memberikan
pengurangan
nyeri
Mengikuti
regiment
farmakologi
yang
diresepkan.
1. Mempertahankan
tirah baring selama
fase akut
2. Berikan tindakan
nonfarmakologi
untuk
menghilangkan
sakit kepala, misal
kompres dingin
pada dahi, pijat
punggung dan
leher, tenang,
redupkan lampu
kamar, teknik
relaksasi (panduan
imajinasi, ditraksi)
dan aktivitas waktu
senggang.
3. Hilangkan/
minimalkan
aktivitas
vasokonstriksi
yang dapat
1. Meminimalkan
stimulasi/menin
gkat-kan
relaksasi
2. Tindakan yang
menurunkan
tekanan
vaskuler
serebral dan
yang
memperlambat/
memblok
respons
simpatis efektif
dalam
menghilangkan
sakit kepala dan
komplikasinya.
3. Aktivitas yang
meningkatkan
vasokontriksi
meningkatkan sakit
kepala, mis.,
mengejan saat
BAB, batuk
panjang,
membungkuk.
4. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
kebutuhan
Kolaborasi
5.Pemberian obat:
a. analgesik
b. antiansietas
menyebabkan
sakit kepala
pada adanya
peningkatan
tekanan
vaskular
serebral
4. Pusing dan
penglihatan
kabur sering
berhubungan
dengan sakit
kepala. Pasien
juga dapat
mengalami
episode
hipotensi
postural.
a. Menurunkan/
mengontrol
nyeri dan
menurunkan
rangsang sistem
saraf simpatis.
b. Dapat
mengurangi
tegangan dan
ketidaknyaman
an yang
diperberat oleh
stres.
3. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
umum dan
ketidakseimban
gan antara
suplai dan
kebutuhan
oksigen
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
melakukan
aktivitas sesuai
dengan batas
toleransinya
dengan
Kriteria Hasil :
Klien dapat
berpartisipasi
dalam aktivitas
yang di
inginkan /
diperlukan
Melaporkan
peningkatan
dalam toleransi
aktivitas yang
dapat diukur.
1. Observasi respons
pasien terhadap
aktivitas,
perhatikan
frekuensi nadi lebih
dari 20 kali per
menit di atas
frekuensi istirahat:
peningkatan TD
yang nyata
selama/sesudah
aktivitas (tekanan
sistolik meningkat
40 mmHg atau
tekanan diastolik
meningkat 20
mmHg); dispnea
atau nyeri dada;
keletihan dan
kelemahan yang
berlebihan;
diaforesis; pusing
atau pingsan.
1. Menyebutkan
parameter
membantu
dalam mengkaji
respons
fisiologi
terhadap stres
aktivitas dan,
bila ada
merupakan
indikator dari
kelebihan kerja
yang berkaitan
dengan tingkat
aktivitas.
2. Teknik
menghemat
2. Instruksikan pasien
tentang teknik
penghematan
energi, mis.,
menggunakan kursi
saat mandi, duduk
saat menyisir
rambut atau
menyikat gigi,
melakukan
aktivitas dengan
perlahan.
3. Berikan dorongan
untuk melakukan
aktivitas/perawatan
diri bertahap jika
dapat ditoleransi.
Berikan bantuan
sesuai kebutuhan.
energi
mengurangi
penggunaan
energi, juga
membantu
keseimbangan
antara suplai
dan kebutuhan
oksigen.
3. Kemajuan
aktivitas
bertahap
mencegah
peningkatan
kerja jantung
tiba-tiba.
Memberikan
bantuan hanya
sebatas
kebutuhan akan
mendorong
kemandirian
dalam
melakukan
aktivitas.
4. Gangguan
sensori persepsi
visual
berhubungan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
1. Tentukan
ketajaman
penglihatan, catat
apakah satu atau
1. Kebutuhan
individu dan
pilihan
intervensi
dengan
perubahan
persepsi sensori
gangguan sensori
perseptual ;
penglihatan dapat
ditoleransi
dengan Kriteria
Hasil :
Klien
maengatakan
mampu melihat
barang atau
benda sesuai
dengan batas
kemampuan
klien
kedua mata terlibat.
2. Perhatikan
tentang suram atau
penglihatan kabur
dan iritasi mata,
dimana dapat
terjadi bila
menggunakan tetes
mata.
bervariasi sebab
kehilangan
penglihatan
terjadi lambat
dan progresif.
Bila bilateral,
tiap mata dapat
berlanjut pada
laju yang
berbeda, tetapi
biasanya hanya
satu mata
diperbaiki per
prosedur.
2. Gangguang
penglihatan/irita
si dapat
berakhir 1-2
jam setelah
tetesan mata
tetapi secara
bertahap
menurun
dengan
penggunaan.
Catatan: iritasi
lokal harus
dilaporkan ke
dokter, tetapi
jangan hentikan
3. Letakan
barang yang
dibutuhkan/posisi
bel pemanggil
dalam jangkauan
pada sisi yang tak
bermasalah atau
pada jangkauan
tangan klien
penggunaan
obat sementara.
3. Memungki
nkan pasien
melighat objek
lebih mudah
dan
memudahkan
panggilan untuk
perolongan bila
diperlukan.
5. Resiko
ketidakseimban
gan nutrisi lebih
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
masukan
berlebih
berlebihan, pola
hidup monoton
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
diharapkan nutrisi
klien
cukup/optimal
sesuai kebutuhan
dengan
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifika
si hubungan
antara
hipertensi dan
kegemukan
Klien mampu
menunjukkan
perubahan pola
1. Kaji ulang
masukan kalori
harian dan pilihan
diit
2. Kaji pemahaman
pasien tentang
hubungan langsung
antara hipertensi
dan kegemukan
1.
Mengidentifikas
i kekuatan/
kelemahan
dalam program
diet terakhir.
Membantu
dalam
menentukan
kebutuhan
individu untuk
penyesuaian/
penyuluhan.
2. Kegemukan
adalah resiko
tambahan pada
tekanan darah
makan
Klien mampu
melakukan/
mempertahank
an program
olahraga yang
tepat
3. Bicarakan
pentingnya
menurunkan
masukan kalori dan
batasi masukan
lemak,garam,dan
gula,sesuai indikasi.
4. Tetapkan keinginan
pasien menurunkan
berat badan
5. Tetapkan rencana
penurunan berat
badan yang
realistik dengan
pasien, misal
penurunan BB 0,5
kg/ minggu
tinggi karena
disproporsi
antara kapasitas
aorta dan
peningkatan
curah jantung
berkaitan
dengan
peningkatan
massa tubuh
3. Kesalahan
kebiasaan
makan makan
menujang
terjadinya
ateroskerosis
dan kegemukan.
4. Motivasi untuk
menurunkan
berat badan
adalah internal,
individu harus
berkeinginan
untuk
menurunkan
berat badan
5. Penurunan
masukan kalori
seseorang
6. Dorong pasien
untuk
mempertahankan
masukan makanan
harian termasuk
kapan, dan dimana
makan dilakukan
5. Intruksikan dan
bantu memilih
makanan yang
tepat, hindari
makanan dengan
kejenuhan lemak
tinggi dan
kolesterol
Kolaborasi
dengan ahli gizi:
6. Rujuk ke ahli gizi
sesuai indikasi
sebanyak 500
kalori per hari
secara teori
dapat
menurunkan
BB 0,5
kg/minggu
6. Memberikan
data dasar
tentang
keadekuatan
nutrisi yang
dimakan dan
kondisi emosi
saat makan
7. Menghindari
makanan tinggi
lemak jenuh
dan kolesterol
penting dalam
mencegah
perkembangan
aterogenesis
8. Memberikan
konseling, dan
bantuan dengan
memenuhi
kebutuhan diit
individual
6. Resiko tinggi
cedera
berhubungan
dengan
pandangan
kabur,
epistaksis.
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
diharapkan
cedera tidak
terjadi
Kriteria hasil :
Tidak mengalami
tanda/gejala
perdarahan/traum
a
1. Kaji ulang visus
klien, tanyakan
keluhan terhadap
pandangan kabur
2. Berikan
lingkungan yang
aman
3. Pasang pengaman
tempat tidur
pasien
4. Anjurkan
keluarga untuk
mengawasi klien
1. Pandangan
kabur dan
penurunan visus
adalah indikator
kerusakan retina
mata.
2. Meminimalkan
dan
menghindari
penyebab
tersering
terjadinya
cedera
3. Mengurangi
resiko
terjadinya
cedera
4. Keluarga adalah
orang yang
paling dekat
dengan pasien
dan bisa
mengawasi
setiap kegiatan
Kolaborasi dengan
dokter
5. Pemberian obat :
a. Analgesik
b. Tranquilizer
(diazepam)
pasien.
a. Mengurangi
nyeri kepala
b. Menurunkan
kecemasan dan
membantu tidur
7. Kurang
pengetahuan
mengenai
kondisi dan
rencana
pengobatan
berhubungan
dengan kurang
pengetahuan/
daya ingat,
misinterpretasi
informasi,
keterbatasan
kognitif.
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
diharapkan pasien
menyatakan
pemahaman
tentang proses
penyakit dan
regimen
pengobatan
dengan kriteria
hasil :
Mengidentifika
si efek
samping obat
dan
kemungkinan
komplikasi
yang perlu
diperhatikan
1. Kaji kesiapan
dan hambatan
dalam belajar.
Termasuk orang
terdekat
2. Tetapkan dan
nyatakan batas
TD normal.
Jelaskan tentang
1. Kesalahan
konsep dan
menyangkal
diagnosa
karena
perasaan
sejahtera yang
sudah lama
dinikmati
mempengaruhi
minat
pasien/orang
terdekat untuk
mempelajari
penyakit,
kemajuan dan
prognosis.
2.Pemahaman
bahwa tekanan
darah tinggi
Mempertahank
an TD dalam
parameter
normal
hipertensi
efeknya pada
jantung,
pembuluh darah,
ginjal dan otak.
3. Hindari
mengatakan TD ”
normal ” dan
gunakan istilah ”
terkontrol dengan
baik ” saat
menggambarkan
TD pasien dalam
batas yang
diinginkan.
4. Bantu pasien
dalam
mengidentifikasi
faktor-faktor
risiko
kardiovaskuler
yang dapa diubah
dapat terjadi
tanpa gejala
adalah untuk
memungkinkan
pasien
melanjutkan
pengobatan
meskipun ketika
merasa sehat.
3. Karena
pengobatan
untuk
hipertensi
adalah
sepanjang
kehidupan,
maka dengan
penyampaian
ide ”terkotrol”
akan
membantu
pasien untuk
memahami
kebutuhan
untuk
melanjutkan
pengobatan/me
dikasi.
misal, obesitas,
diet tinggi lemak
jenuh dan
kolesterol, pola
hidup
monoton,meroko
k, minum
alkohol, pola
hidup penuh
stres.
5. Atasi masalah
dengan pasien
untuk
mengidentifikasi
cara dimana
perubahan gaya
hidup yang tepat
dapat dibuat
untuk
mengurangi
faktor-faktor
penyebab
Hipertensi.
6. Bahas pentingnya
menghentikan
merokok dan
bantu pasien
4.Faktor-faktor
risiko ini telah
menunjukkan
hubungan dalam
menunjang
hipertensi dan
penyakit
kardiovaskular
serta ginjal.
5.Dengan
mengubah pola
perilaku yang
”biasa/memberi
kan rasa
aman”akan
sangat
menyusahkan.
Dukungan,
petunjuk dan
empati dapat
meningkatkan
keberhasilan
pasien dalam
menyelesaikan
dalam membuat
rencana untuk
berhenti
merokok.
7. Sarankan untuk
sering mengubah
posisi, olah raga
kaki saat
berbaring.
tugas
6.Nikotin
meningkatkan
pelepasan
ketokolamin,
mengakibatkan
peningkatan
frekuensi
jantung, TD, dan
vasokontriksi,
mengurangi
oksigenasi
jaringan, dan
meningkatkan
beban kerja
miokardium.
7.Menurunkan
bendungan vena
perifer yang
dapat
ditimbulkan oleh
vasodilator dan
duduk / berdiri
terlalu lama.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
a. Diagnosa 1: Curah jantung kembali normal
b. Diagnosa 2: Nyeri klien berkurang/ teratasi
c. Diagnosa 3: Dapat melakukan aktivitas sesuai batas intoleransinya
d. Diagnosa 4: Gangguan sensori perseptual tidak terjadi/ dapat ditoleransi
e. Diagnosa 5: Nutrisi klien cukup/ optimal
f. Diagnosa 6: Tidak terjadi resiko cedera
g. Diagnosa 7: Klien memahami tentang proses penyakit dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Nur Meity Sulistia. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2.
Jakarta: EGC
Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3.Jakarta:EGC
Doengoes, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C .2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto
Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 1.Jakarta: EGC
Santosa Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth. Edisi 8 Volume 2.Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
http://jurnalmedika.com/component/content/article/143-hipertensi-primer-
patofisiologi-dan-tata-laksana-klinis (diakses tanggal 16 Mei 2012)
http://siswa.univpancasila.ac.id/yoland08/2011/01/12/patofisiologi-hipertensi/
(diakses tanggal 16 Mei 2012)