Post on 24-Jun-2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Amiloidosis adalah sebutan untuk berbagai macam kelompok penyakit
dengan adanya penumpukan protein amiloid pada organ dan/atau jaringan,
sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit. Organ yang biasa terkena meliputi
jantung, ginjal, saluran cerna, sistem saraf dan kulit. Dalam kondisi ini, protein
amiloid terdeposit pada lapisan dermis kulit. Sebuah protein amiloid memiliki
bentuk tak larut yang khas yang disebabkan oleh perubahan struktur sekunder
protein.1
Amiloidosis menandakan pengendapan jaringan abnormal ekstraselular
dari salah satu keluarga protein yang tidak berhubungan secara biokimia yang
memberikan karakteristik pewarnaan tertentu, termasuk apple-green birefringence
dari preparat congo red-stained yang dilihat di bawah cahaya berpolarisasi. Di
bawah mikroskop elektron, deposit amiloid terdiri dari fibril linear, tidak
bercabang, yang tersusun memanjang dengan ketebalan 7,5-10 nm dalam jaringan
ikat longgar. 2
Deposito amiloid berisi (selain komponen fibril) sebuah protein
nonfibrillar yang disebut amiloid-P (Am-P). protein ini identik dengan plasma
globulin normal, dikenal sebagai serum amiloid-P (SAP). Am-P merupakan 14%
dari berat kering amiloid. protein ini juga ditemukan dalam lapisan microfibrillar
serat elastis. SAP berkaitan erat dengan reaktan fase akut protein C-reaktif (CRP)
dan telah terbukti sebagai inhibitor elastase. SAP dan konfigurasi lapisan beta
diperkirakan melindungi deposit amiloid dari degradasi dan fagositosis,
mengarahkan ke persistensi deposit.2
Liken Amiloidosis merupakan penyakit kulit yang termasuk di dalam
penyakit Amiloidosis kulit lokal primer. Amiloidosis kulit lokal primer ialah
kelainan kulit berupa makula, papula atau nodulus yang berwarna seperti warna
kulit sampai coklat.1
1.2 Definisi
Liken Amiloidosis adalah kondisi kulit yang ditandai dengan timbulnya
papula likenoid hyperkeratotik yang diskret, pruritik, yang dapat bergabung
menjadi plak abu-abu kecoklatan. Umumnya lesi berlokasi di permukaan
ekstensor ekstremitas bawah dan ekstremitas atas. Lesi disebabkan oleh adanya
tumpukan amiloid di dalam kulit sebagai akibat kelainan metabolisme, tanpa
disertai amiloidosis sistemik dan penyakit kulit lainnya. 3, 4
1.3 Epidemiologi
Amiloidosis kulit lokal primer termasuk penyakit kulit yang agak
jarang dijumpai dan bentuk Liken Amiloidosis merupakan kasus terbanyak.
Terdapat di Amerika Selatan dan Asia. Penyakit ini terlihat pada umur
pertengahan (50-60 tahun), sporadik. Sering terjadi pada keturunan Cina dan lebih
sering terjadi pada laki-laki.1
1.4 Klasifikasi Amyloidosis 5,6
1.4.1 Amiloidosis sistemik primer
Lokalisasi : mata, hidung, mulut, dan mukokutan.
Efloresensi : papula licin berkilat dengan puncak rata. Jika lesi berbentuk plakat
mirip gambaran pita. Lesi purpura dan ekimosis terutama terdapat di kelopak
mata, tungkai dan mulut.
Gambaran histopatologi : pada dermis terdapat deposit amiloid, dan pada bagian
atas dermis terdapat sebukan lemak dengan ukuran plakat. Nodula dapat mencapai
lapisan dalam dermis. Pada epidermis terdapat hiperkeratosis.
1.4.2 Amiloidosis sistemik sekunder
Tidak ada lesi kulit, mukokutan atau subkutan.
1.4.2 Amiloidosis kulit lokal
A. Amiloidosis Makular : keluhan gatal sedang, distribusi lesi simetrik berupa
makula coklat dengan papula-papula. Menyerang umur pertengahan; banyak
menyerang suku-suku berkulit gelap.
B. Liken Amilodosis : merupakan kasus terbanyak. Hanya menyerang kulit.
Keluhan gatal paroksisimal, gatal pada betis lebih hebat.
C. Amilodosis Nodular : jarang dijumpai, lesi dapat berupa nodular tunggal atau
multipel.
1.5 Etiologi
Konsep Saltzer : semua kasus amiloidosis disebabkan oleh proliferasi sel-
sel yang mensintesis protein. Hasil sintesis berupa protein akan ikut sirkulasi
darah kemudian bertumpuk di daerah-daerah yang diserang.5
1.6 Frekuensi
Ras : Liken amiloidosis cenderung terjadi pada keturunan cina daripada ras lain.2
Jenis kelamin : Liken amiloidosis cenderung lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada pada perempuan. 2
Umur : Liken amiloidosis cenderung terjadi pada umur 50 – 60 tahun. 2
1.7 Patofisiologi
Deposito amiloid di amiloidosis makula dan amiloidosis mengikat lumut
untuk antikeratin antibodi. Deposit tersebut mengandung kelompok sulfhidril,
merujuk kepada keratin sebagai sumber deposit ini. Tidak ditemukan perbedaan
dalam karakteristik pewarnaan cytokeratins antara Makula Amiloidosis dan Liken
Amiloidosis. Menariknya, dalam penelitian, semua cytokeratins yang terdeteksi
dalam deposito amiloid adalah tipe dasar (tipe II). Ini mungkin karena, di
amyloidogenesis, cytokeratins asam seperti cytokeratin terdegradasi lebih cepat
dari tipe dasar. 2
Terdapat argumen yang meyakinkan bahwa deposisi amiloid pada liken
amiloidosis bukan penyebab namun merupakan hasil dari gatal dan garukan.
Argumen ini didasarkan pada beberapa bukti.2
Deposisi amiloid per se tidak menyebabkan gatal. Amiloidosis sistemik
tidak berhubungan dengan pruritus. Liken amiloidosis nonpruritik juga telah
dijelaskan. Pruritus biasanya mendahului perkembangan liken amiloidosis pada
beberapa tahun sebelumnya. Amiloid tidak dapat dideteksi dalam kulit pasien
dengan liken amiloidosis yang sehat secara klinis. 2
Terdapat kesamaan yang mencolok, baik secara klinis maupun
histopatologis, antara Liken Amiloidosis dan Liken Simpleks Chronicus. 2
1.8 Gejala Klinis
Liken Amiloidosis khas dengan adanya papula seperti kubah, berwarna
seperti kulit sampai coklat, kecil, diskret, sisik halus dapat likenoid, sebagian
bergerombol seperti plak moniliformis, dan jika berkelompok mirip seperti liken
simpleks kronikus. Disertai dengan keluhan gatal paroksismal, gatal pada betis
lebih hebat.5
Papula likenoid ini kemungkinan merupakan hasil dari rasa gatal dan
garukan yang dilakukan oleh penderita. Papula ini terutama dijumpai di daerah
tulang kering. Selain itu, dapat juga dijumpai di daerah paha, pergelangan tangan,
lengan bawah ekstensor dan bagian belakang punggung.2,1,5
1.9 Diagnosis
Diagnosis Liken Amiloidosis ditegakkan dengan gambaran klinik yang
khas dengan adanya papula yang terdapat di daerah ekstensor anggota gerak
bawah yang disertai rasa gatal dengan atau tanpa penyakit lain sebagai penyakit
dasar dan tidak ada hubungannya dengan penyakit lainnya.5
1.8.1 Pemeriksaan kulit
Lokalisasi : paha, pergelangan tangan, bagian belakang punggung. 5
Efloresensi : Papula coklat, kecil, diskrit, sisik halus atau berupa likenoid,
sebagian bergerombol sebagai plak.5
Liken Amiloidosis pada regio cruris
Liken Amiloidosis pada punggung
1.8.2 Gambaran histopatologi
Gambaran histopatologi akan tampak massa amiloid pada papila
dermis; epidermis akantosis, hiperkeratosis, dan hiperpigmentasi pada bagian
basal.5
Melalui pemeriksaan histologi pada jaringan yang terkena, penumpukan
amiloid diidentifikasikan dengan pewarnaan kongo merah (red-congo staining)
dan dilihat melalui cahaya terpolarisasi, dimana penumpukan tersebut dikenal
dengan “refraksi ganda hijau apel” (apple-green birefrigence). Deposit amiloid
pada Liken Amiloidosis ditemukan pada dermis papilaris, biasanya pada ujung
papilla dermal. Liken Amiloidosis dibedakan dari Amioloidosis Makular dengan
adanya perubahan epidermis yang jelas, termasuk hiperkeratosis dan akantosis.2
Gambaran histopatologi liken amiloid : tampak deposit amiloid
1.10 Diagnosa Banding
Liken Amiloidosis dapat didiagnosis banding dengan Liken Simpleks
Kronis. Pada liken simpleks kronis merupakan peradangan kulit kronis, gatal
sekali, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang. Dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum,
dan vulva. Secara histopatologi pada liken simpleks kronikus tampak
epidermis hiperkeratosis, akantosis, dermis bagian papil dan subepidermal
mengalami fibrosis.5,7
1.11 Prognosis
Penyakit ini bersifat kekambuhan, setelah mendapat pengobatan maka lesi
dan pruritus dapat kambuh kembali dalam jangka waktu tertentu.
1.12 Manajemen
Karena perhatian yang semakin tinggi terhadap kepentingan pruritus
sebagai pencetus utama deposit amiloid, maka modalitas terapi diarahkan ke
penanganan pruritus.2
- Antihistamin sedatif telah terbukti cukup efektif
- Menthol, dalam kombinasi dengan agen lain (anti histamin) telah
terbukti sukses meredakan gatal pada liken amiloidosis
- Steroid topikal dan intralesi terbukti membantu ketika dikombinasi
dengan modalitas lain, terdapat bukti perbaikan pada kasus liken
amiloidosis menggunakan tacrolimus 0,1% ointment topikal
- Dimethyl sulfoxide (DMSO) topikal, sebuah campuran kimia, telah
digunakan dengan baik, namun kegagalan juga dilaporkan, terutama
pada penanganan amiloidosis kutaneus
- Penggunaan etretinate telah dilaporkan mengalami keberhasilan dan
kegagalan pada pasien yang berbeda
- Penggunaan pulse dye laseri dilaporkan mengalami keberhasilan,
dapat memperbaiki pruritus dan erupsi papular dan liken amiloidosis
- Penggunaan narrow-band UVB pada pasien di regio daerah
bertemperatur rendah memberi keberhasilan dalam penanganan
pruritus dan pembersihan deposit amiloid.
1.11.1 Penangan Bedah
Pembedahan dilakukan untuk pemindahan deposit amiloid, termasuk
diantaranya melalui : laser vaporization, dermabrasi, dan eksisi pada lesi
individual. Bagaimanapun, baik lesi dan pruritus biasanya kembali kambuh
setelah terapi ini.2
Cyrosurgery adalah teknik pembedahan yang sudah dikenal untuk
memproduksi efek destruksi pada jaringan kulit, menurut kedalaman beku,
sehingga menghasilkan destruksi deposit amiloid pada dermis superfisial pada
Liken amiloidosis. cyrosurgery dengan teknik penyemprotan terbuka nitrogen cair
selama 2 sesi, masing-masing 15 detik, efek beku yang dihasilkan membuat
resolusi komplit dari pruritus dan juga pembersihan deposit amiloid pada papil
dermis. Satu-satunya efek samping adalah post-inflammatory hypopigmentation
(PIH) pada lokasi terapi.4
1.11.2 Medikamentosa
Tujuan utama terapi medikamentosa pada liken amiloidosis adalah untuk
menurunkan morbiditas.2
Anti histamin
Agen ini bekerja dengan cara inhibisi kompetitif pada reseptor H1. Mereka
mampu mengontrol gatal dengan menghalangi histamin yang dilepaskan secara
endogen. 2
- Chlorpheniramine maleat (chlor-trimeton)
Kompetitor reseptor H1 pada sel efektor pada pembuluh darah dan saluran
nafas
Dosis : 4 mg per oral/4-6 jam ; tidak melebihi 24 mg/hari
- Diphendhydramine
Untuk menghilangkan gejala simtomatis disebabkan pelepasan histamin pada
reaksi alergi
Dosis : 25-50 mg per oral
Anti inflamasi topikal
- Dimethyl-sulfoksida
Mebantu meringankan gejala, namun tidak banyak berefek terhadap ruam
yang sudah berupa papul.2, 4
Campuran 50% dalam air, diberikan secara topikal pada area yang terkena
BAB II
STATUS PASIEN RAWAT JALAN
POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN – RSUD LANGSA
2.1 Identitas pribadi
Nama : Ny. S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Bangsa : indonesia
Agama : islam
Alamat : -
Pekerjaan : IRT
Suku : aceh
Tanggal Pemeriksaan : 20 september 2010
2.2 Anamnesis
Keluhan utama : bercak kasar, berwarna hitam pada bagian kaki
Keluhan tambahan : gatal-gatal di bagian kaki
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan bercak kasar, berwarna hitam pada bagian
kaki. Keluhan tersebut timbul ± beberapa bulan terakhir. Pada lokasi bercak
tersebut terasa gatal, nyeri tekan (-). Pasien mengaku awalnya berupa bercak-
bercak berwarna merah yang terasa gatal sehingga pasien sering menggaruknya.
Pasien mengaku telah mengalami keluhan gatal-gatal pada kaki ± sejak 6
bulan yang lalu. Sejak saat itu pasien mendapat pengobatan di rumah sakit dan
keluhan gatal berkurang secara bertahap.
Dari penuturan pasien tidak didapatkan adanya riwayat alergi terhadap
makanan dan obat-obatan. Pasien juga menuturkan tidak memiliki riwayat sesak
nafas, bersin-bersin dalam jangka waktu lama maupun tanda-tanda kemungkinan
kelainan atopi lainnya.
Pasien sebelumnya memiliki riwayat berobat ke puskesmas dan diberi obat
kortikosteroid dan antihistamin. Keluhan pasien berkurang namun kembali timbul
bila obat tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu : Gatal-gatal sejak ± 6 bulan yang lalu
Riwayat pemakaian obat : Kortikosteroid, antihistamin
Riwayat penyakit keluarga : Disangkal
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis
Lokasi : regio cruris dekstra - sinistra
Efloresensi primer : plakat hiperpigmentasi, papula milier
Efloresensi sekunder : ekskoriasi, skuama
Pemeriksaan laboratorium :
tidak ada
Tes yang dilakukan :
tidak ada
2.4 Resume
Pasien wanita, umur 41 tahun dengan keluhan gatal-gatal sejak kurang
lebih 6 bulan yang lalu. Awalnya berupa kemerahan pada kulit lalu timbul bercak-
bercak kecoklatan yang keras pada kedua betis pasien. Pasien mengaku sering
menggaruk bercak tersebut karena terasa gatal. Dan bercak tersebut dirasa
semakin meluas.
2.5 Diagnosis banding
1. Liken amiloid
2. Liken Simpleks Kronis
2.6 Diagnosis sementara
Liken amiloid
2.7 Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan Histopatologi
2.8 Penatalaksanaan
Umum
Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga pasien
Menghindari menggaruk kulit
Menjaga kulit tetap lembab
Menghindari pencetus-pencetus timbulnya gatal bila
diketahui
Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar
Khusus
Kortikosteroid (topikal) : inerson
Kortikosteroid (oral) : methylprednisolon
Anti histamin : interhistin 2mg, 3x1
vit C 15mg/kgBB/ hari, 3x250mg
BAB III
DISKUSI KASUS
3.1 Diagnosa
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan melalui anemnesa dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa
Pada anamnesa didapatkan keluhan utama pasien adalah bercak hitam
yang timbul pada betis pasien. Pasien juga memiliki riwayat gatal sejak lama pada
lokasi lesi, dan dikarenakan keluhan gatal yang lama ini, maka pasien terbiasa
untuk menggaruk bagian kulit tersebut. Ini sesuai dengan proses pencetus deposit
amiloid dan awal terjadi nya likenifikasi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ruam kulit yang memenuhi gambaran
liken, yaitu berupa plakat hiperpigmentasi dan papul milier, diikuti ekskoriasi dan
skuama sebagai bekas garukan.
3.1 Diagnosa Banding
Liken simpleks kronikus
Pemilihan liken simpleks kronikus sebagai diagnosa banding didasarkan
pada bentuk ruam (efloresensi) yang dapat menyerupai liken amiloidosis. Yang
membedakan liken amiloidosis adalah pada liken simpleks kronis peradangan
kulit kronis ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.
Dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher, tungkai bawah, pergelangan kaki,
skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum, dan vulva. Secara
histopatologi pada liken simpleks kronikus tampak epidermis hiperkeratosis,
akantosis, dermis bagian papil dan subepidermal mengalami fibrosis.
3.1 Terapi
Kortikosteroid (topikal)
Pemilihan penggunaan kortikosteroid topikal adalah untuk menhentikann
proses peradangan yang terjadi.
Kortikosteroid (oral)
Pemilihan penggunaan kortikosteroid topikal adalah untuk menhentikann
proses peradangan yang terjadi secara sistemik, mengingat pada pasien proses
radang telah meluas sehingga diperlukan dukungan obat kortikosteroid oral.
Anti histamin
Pemilihan penggunaan anti histamin terutama bertujuan sebagai anti
pruritik. Anti histamin bekerja sebagai kompetitor reseptor histamin dan
membantu mencegah terjadinya proses inflamasi melalui pelepasan histamin
sebagai mediator inflamasi.
Vitamin C
Pemilihan penggunaan vitamin C bertujuan sebagai anti radikal bebas dan
membantu proses regenerasi kulit yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amyloidosis, dalam : http://dermnetnz.org/systemic/amyloidosis.html
2. Kheneizan S. Lichen Amyloidosis. dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/1102672-overview,
cited 21 September 2010
3. Ardt, K.A. Lichen Amyloidosis; dalam Fitzpatrick, T.B.; Eisen A.Z.;
Wolff, K.; Freedberg, I.M. dan Austen, K.F.,: Dermatology in General
Medicine, 3rd ed., New york : Mc Graw Hill. 1987 : p.967-973
4. Sezer et al. Succesful Treatment of Lichen Amyloidosis With
Cyrosurgery. Dalam Gulhane Typ Dergisi 2006; 48: 112-4
5. Siregar, R.S. Amiloidosis Kutis. Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta.
2002 : 218-220.
6. Jingan et al. Lichen Amyloidosis In An Unusual Location. Singapore Med
J 2007; 48(6): e165-e167
7. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (ed). Dermatitis: Liken Simpleks Kronis.
Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. (3),
2003: 135-136.