Post on 23-Aug-2019
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan
Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung
Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
1420 m dari permukaan air laut. Suhu udara antara 12-28 derajat celcius dengan
kelembaban udara antara 60-70 persen dan curah hujan pertahun antara 3000-
3210 mm. Struktur fisik yang bersifat andosol, yakni jenis tanah yang cukup subur
memiliki karakter yang sesuai untuk peternakan sapi perah, perkebunan dan
tanaman hortikultura.
Secara administratif, wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi tiga
kecamatan yaitu kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Pacet yang terdiri dari 21
desa. Mengingat luasnya wilayah yang dikelola, untuk mempermudah pelayanan
kepada peternak anggota KPBS maka 21 desa tersebut dibagi menjadi 17
komisariat daerah (komda) dan dibagi kedalam 38 Tempat pelayanan Koperasi
(TPK).
4.1.2 Sejarah Singkat KPBS
KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan) Pangalengan didirikan pada
tanggal 22 Maret 1969. Bersamaan dengan REPELITA 1 tanggal 1 April 1969
KPBS Pangalengan diberi badan hukum dan tanggal tersebut merupakan hari jadi
KPBS Pangalengan. Sejak saat itulah KPBS Pangalengan mulai mendapatkan
36
pembinaan dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Tujuan pendirian
KPBS adalah :
1. Memotivasi dan mendidik anggota untuk bekerja dan hidup berkoperasi
2. Meningkatkan pelayanan dan usaha sehingga anggota menjadi “ tata tengtrem
kerta raharja, salieukbeh”.
3. Memenuhi kebutuhan ternak dan anggotanya
4. Meningkatkan skala kepemilikan sapi induk produktif dengan jumlahproduksi
yang memenuhi skala ekonomis
5. Memperbaiki genetik sapi perah
6. Memelihara kelestarian dan mencegah pencemaran lingkungan wilayah kerja
dan daerah sekitarnya
7. Berperan aktif membangun kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, sosial
dan budidaya di wilayah kerja sekitarnya serta aktif dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia indonesia.
Perkembangan KPBS sampai tahun ini dalam pelayanan dan usahanya
menerapkan pola agribisnis dan agroindustri dengan tahapan :
1. Pra-produksi
2. Proses produksi
3. Pemasaran hasil produksi
4. Penunjang usaha
Dalam melaksanakan pelayanan dan usahanya, KPBS mendapatkan
pembinaan dari instansi terkait juga dari unsur perguruan tinggi, badan-badan
usaha, mitra usaha pakar, tokoh peternak dan tokoh koperasi. Pelayanan dan usaha
yang dilakukan yaitu usaha produksi susu dengan pelayanan yang beragam.
37
4.2 Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 32
responden yaitu anggota kelompok peternak sapi perah di TPK Pangalengan dan
kelompok peternak sapi perah di TPK Mekar Mulya. Adapun karakteristik
responden dibagi dalam 4 karakteristik, yaitu usia, tingkat pendidikan formal,
mata pencaharian, dan pengalaman beternak.
4.2.1 Usia peternak
Usia responden bervariasi dari mulai yang termuda berusia 30 tahun dan
yang tertua berusia 70 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah responden berdasarkan usia
Nomor Usia ( tahun ) Jumlah
...orang... ...%...
1 <25 0 0,00
2
3
4
5
≥25-40
≥40-45
≥45-50
>50
4
10
9
9
12,50
31,25
28,12
28,12
Jumlah 32 100
Tidak semua golongan usia produktif dengan mudah menerima
informasi, karena golongan usia tersebut dapat digolongkan menjadi :
golongan pelopor (inovator) usia kurang dari 25 tahun, golongan ini yang
paling pertama dan berani untuk mencoba inovasi tanpa mempertimbangkan
kerugian-kerugiannya, golongan pengetrap dini (early adaptor) usia antara
25 – 40 tahun, golongan ini adalah golongan muda yang masih
mempertimbangkan untung rugi dari suatu inovasi, golongan pengetrap awal
(early mayority) usia antara 41 – 45 tahun, golongan ini lebih mudah dalam
38
penerimaan inovasi, sangat hati-hati dan waspada, golongan pengetrap akhir
(late majority) usia antara 46 – 50 tahun, golongan ini merupakan golongan
penerima inovasi lambat, bersikap skeptis dan lambat menerima suatu
inovasi meskipun mempunyai kemampuan, dan yang terakhir golongan
laggard usia >65, golongan ini merupakan golongan yang terakhir
melakukan adopsi inovasi, golongan ini biasanya lebih suka bergaul dengan
orang-orang yang memiliki pemikiran sama, sehingga peternak pada usia ini
agak lemah dalam menerima dan menerapkan inovasi baru (Wiriatmadja,
1985).
Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan 12,5% responden
termasuk dalam golongan pengetrap dini (early adaptor) usia antara 25 – 40
tahun, usia ini masuk dalam usia produktif namun golongan ini masih
mempertimbangkan untung ruginya dalam suatu inovasi yang diterapkan.
31,25% responden termasuk golongan pengetrap awal (early mayority) usia
antara 41 – 45 tahun, Hal ini menunjukan besarnya potensi sumberdaya
manusia (peternak) dalam meningkatkan produktivitas ternak baik kualitas
maupun kuantitas, para peternak masih relatif cukup kuat untuk menjalankan
kegiatan dan usaha ternak sapi perahnya demi keberhasilan usaha ternaknya.
28,12% responden termasuk golongan pengetrap akhir (late majority) usia
antara 46 – 50 tahun, peternak masuk dalam golongan ini, lambat dalam
menerima informasi meskipun memiliki kemampuan yang baik dalam
menjalankan usaha ternaknya dan 28,18% responden termasuk golongan
laggard usia >50, golongan ini agak lemah menerima suatu inovasi karena
mereka merasa telah memiliki pengalaman yang cukup baik dalam beternak
sehingga mereka cenderung melaksanakan kegiatan beternak sapi perah
39
menurut pengalaman mereka sendiri.
Kategori penerima suatu inovasi tidak hanya berdasarkan usia saja,
pendidikan, pengalaman, status sosial, tingkat komunikasi serta pengetahuan
juga turut mempengaruhi. Pengetahuan diartikan sebagai pemahaman
seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi
dirinya (Mardikanto dkk, 1982).
4.2.2 Pengalaman Beternak Responden
Pengalaman beternak responden merupakan lamanya responden berprofesi
sebagai peternak. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengalaman beternak responden
Tingkat pengalaman beternak sapi perah responden sangat bervariasi, hal
ini dapat dilihat dari lama pengalaman responden dalam beternak sapi perah.
Sebanyak 11 orang ( 34,37 %) beternak sapi perah antara dari 10-20 tahun,
sebanyak 15 orang (46,87 %) sudah berternak sapi perah lebih antara dari 21-
30 tahun, dan sebanyak 6 orang ( 18,75 %) sudah beternak sapi perah lebih dari
30 tahun. Pengalaman dalam beternak sapi perah mempengaruhi pengetahuan dan
keterampilan responden, namun responden masih mengandalkan pengetahuan
berdasarkan pengalaman mereka bukan berdasarkan pedoman yang ada, hal ini
berpengaruh terhadap pelaksanaan peternak. Pengalaman beternak berpengaruh
terhadap pembentukan sikap, untuk mempelajari kemungkinan dan masalah yang
Pengalaman Beternak ( tahun ) Jumlah
...orang... ...%...
10-20 11 34,37
21-30
>30
15
6
46,87
18,75
Jumlah 32 100
40
terjadi, sehingga dapat membantu dalam pelaksanaan beternak sapi perah.
Bervariasinya pengalaman responden dalam beternak sapi perah, bervariasi pula
pelaksanaan peternak dalam menjalankan dan mengembangkan usaha ternak sapi
perahnya.
4.2.3 Tingkat Pendidikan Formal
Tabel 4. Tingkat pendidikan formal responden
Tingkat Pendidikan Jumlah
...orang... ...%...
SD 11 34,37
SMP 13 40,63
SMA 8 25
Jumlah 32 100
Pendidikan responden seperti yang tampak dalam Tabel 4,
memperlihatkan tingkat pendidikan formal lulusan SD (34,37 %), SMP
(40,63 %), dan SMA (25 %). berdasarkan hasil survei semua responden
pernah menempuh pendidikan formal, menandakan bahwa semua responden
dapat membaca dan menulis. Peluang untuk terserapnya informasi yang
diberikan saat diadakan penyuluhan ataupun adanya informasi yang
diberikan oleh instansi terkait akan relatif cukup mudah diserap karena Tabel
4 data menunjukan bahwa tingkat pendidikan dengan persentase yang
bervariasi antara SD, SMP, SMA. Rakhmat (2001) mengemukakan jika
seseorang penuh perhitungan dalam menilai sesuatu akan membuat orang
tersebut lebih kritis dalam menerima hal baru, karena pendidikan merupakan
salah satu kerangka tujuan yang akan mempengaruhi seseorang memberi
makna pada pesan yang diterimanya.
Pendidikan nonformal diperoleh dari diskusi dengan anggota lainnya,
41
pembinaan dari ketua kelompok, dan pembinaan dari dinas peternakan.
Pemberian informasi diberikan secara langsung seperti adanya penyuluhan
atau diskusi bersama ketua ataupun ketua mendapat pelatihan dan pembinaan
dari pemerintah pusat.
4.2.4 Mata Pencaharian Utama Responden
Mata pencaharian utama responden berdasarkan Tabel 5 sebagian
besar mata pencaharian responden 69,70 % adalah peternak sapi perah,
sebanyak 24,24 % petani dan sisanya 6,06 % buruh tani.
Tabel 5. Mata Pencaharian Utama Responden
Mata Pencaharian Jumlah
...orang... ...%...
Peternak sapi perah 23 71,87
Petani 7 21,87
Pekerja 2 6,25
Jumlah 32 100
Mayoritas responden adalah peternak sapi perah yang sudah cukup lama
menjalankan usahanya, sebagian besar meneruskan usaha beternak sapi perah
orang tuanya. Beternak sapi perah bagi responden untuk saat ini lebih
menguntungkan daripada bertani, dengan beternak mereka dapat memenuhi
kebutuhan sehari – hari dari pada bertani. Sebanyak 21, 87% dan 6,25%
responden menjadikan beternak sapi perah sebagai mata pencaharian tambahan
seperti petani dan pekerja karena mereka beranggapan dengan beternak sapi perah
peternak bisa memenuhi kebutuhan pokok untuk sehari – hari karena susu bisa
dijual tiap harinya.
42
4.3 Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan diamati melalui penilaian responden yang menekankan
aktivitas kegiatan penyuluhan didalamnya berupa perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan penyuluhan. Melalui cara perencanaan kegiatan penyuluhan meliputi
proses penjajakan kebutuhan sasaran, pelibatan sasaran.dan melalui penilaian
terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan meliputi penyuluh, materi penyuluhan,
metode dan alat bantu penyuluhan, sasaran penyuluhan serta waktu dan tempat
penyuluhan.
Tabel 6. Komposisi responden berdasarkan kegiatan penyuluhan
Nomor Uraian
Kategori tingkat kegiatan
penyuluhan (%)
Tinggi Sedang Rendah
A.
1
PERENCANAAN KEGIATAN
PENYULUHAN
Proses penjajakan kebutuhan
sasaran
62,50
37,50
-
2
B.
Pelibatan sasaran
A. PELAKSANAAN KEGIATAN
PENYULUHAN
50 50 -
3
4
5
6
7
penyuluh
materi penyuluh
metode dan alat bantu
penyuluhan
sasaran penyuluh
waktu dan tempat penyuluhan
31,25
100
78,12
53,12
12,50
68,75
21,88
46,88
87,50
-
-
-
-
-
Kegiatan penyuluhan 50 50 -
Berdasarkan data Tabel 6, menunjukan sub variabel kegiatan penyuluhan
yaitu, penjajakan kebutuhan, pelibatan sasaran, penyuluh, materi penyuluhan,
metode dan alat bantu penyuluhan, sasaran penyuluhan serta waktu dan tempat
43
penyuluhan termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa kegiatan
penyuluhan sudah cukup baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.
4.3.1 Perencanaan Kegiatan Penyuluhan
A. Penjajakan Kebutuhan Sasaran
Proses penjajakan kebutuhan sasaran sebanyak 62,50% responden dapat
digolongkan pada kategori tinggi sedangkan sebanyak 37,50% responden menilai
pada kategori sedang. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa tidak semua
responden mengikuti proses penjajakan kebutuhan sasaran. Proses penjajakan
kebutuhan sasaran sebagian besar hanya dilakukan kepada ketua kelompok dan
kemudian disampaikan kepada anggota kelompoknya. Hal tersebut diduga
menjadi salah satu penyebab sebagian besar responden merasa tidak dikutsertakan
dalam proses penjajakan kebutuhan sasaran.
B. Pelibatan sasaran dalam penetapan tujuan
Persentase pelibatan sasaran dalam penetapan tujuan tergolong pada
kategori tinggi sebanyak 50% responden dan yang tergolong pada kategori sedang
sebanyak 50% responden. Hal tersebut menunjukan bahwa anggota peternak
sebagian besar terlibat dalam proses penetapan tujuan melalui adanya partisipasi
ketua kelompok sebagai perwakilan aspirasi anggota peternak dalam penyusunan
program yang akan dilaksanakan.
4.3.2 Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan
A. Penyuluh
Penyuluh yaitu petugas penyuluh dari koperasi yang membantu peternak sapi
perah dalam melihat suatu masalah yang dihadapi oleh peternak. Kemampuan
penyuluh dinilai berdasarkan penilaian responden. data pada Tabel 6, bahwa
44
31,25% responden menilai penyuluh pada kategori tinggi, responden beranggapan
bahwa penyuluh sudah mampu untuk membantu responden dalam penentuan
keputusan atas masalah yang sedang dihadapi oleh setiap responden Sedangkan
68,75% Responden menilai penyuluh pada kategori sedang. Namun sebagian
beranggapan penyuluh masih tergolong kurang mampu untuk membantu
responden, hal ini diduga karena sebagian responden termasuk kedalam kelompok
laggard yaitu kelompok yang cenderung kurang bisa menerima bantuan penyuluh
karena mereka menganggap bahwa pengalaman beternak mereka jadikan untuk
kegiatan beternaknya.
B. Materi penyuluhan
Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam proses
komunikasi sesuai dengan kebutuhan peternak. Pada Tabel 6 menunjukan bahwa
100% responden menilai tinggi terhadap materi penyuluhan. Hal ini dapat terlihat
dari responden yang menyatakan bahwa materi penyuluhan yang disampaikan
sesuai dengan kebutuhan peternak seperti materi yang bersifat teknis dalam
tatalaksana beternak sapi perah meliputi panca usaha ternak sapi perah seperti
bibit sapi perah, teknis pemeliharaan, penyakit sapi perah, perkandangan, yang
dikaitkan dengan pengalaman yang dimiliki oleh peternak setempat dan disertai
kenyataan dilapangan.
Materi yang disampaikan penyuluh dapat dilaksanakan peternak sesuai
dengan kemampuannya, karena tidak menyulitkan, dan bersifat praktis, hal ini
dipertegas oleh peternak bahwa materi yang disampaikan penyuluh dapat
dilaksanakan dan memberikan kemudahan dalam menangani segala hal yang
berhubungan dengan usaha ternak sapi perah serta dapat meningkatkan
45
penguasaan peternak. Dengan demikian, peternak mau dan mampu melaksanakan
pesan yang disampaikan penyuluh.
C. Metode dan alat bantu penyuluhan
Untuk memperoleh kegiatan penyuluhan yang efektif, perlu digunakan
metode penyuluhan yang tepat guna, sehingga peternak dapat mendengar,
melihat, dan merasakan juga melaksanakan contoh-contoh yang diperagakan
dengan tujuan untuk memberikan informasi secara teknis dan meningkatkan
pengetahuan maupun keterampilan peternak (Belli, 1981). Pada Tabel 6
menunjukan bahwa 78,12% responden menilai tinggi terhadap metode dan alat
bantu penyuluhan sedangkan 21,88% responden menilai sedang. Sebagian besar
metode dan alat bantu penyuluhan dinilai sudah tepat dalam pelaksanaannya.
Metode penyuluhan yang dilakukan menggunakan metode kelompok, karena
ketua kelompok selanjutnya menyampaikan kepada anggotanya dan kadang-
kadang apabila dibutuhkan ada kunjungan petugas penyuluh ke rumah-rumah
peternak (anjang sono).
Selanjutnya alat bantu penyuluhan berupa perlengkapan penyuluhan
bertujuan untuk membantu kelancaran kegiatan penyuluhan maupun untuk
memperjelas materi yang akan disampaikan, mudah diingat, dan dipahami oleh
responden dinilai cukup puas. Selama kegiatan penyuluhan berlangsung, penyuluh
menggunakan alat bantu penyuluhan berupa audio visual, brosur serta melalui
siaran radio secara rutin setiap dua minggu satu kali pada tiap jumatnya. Hal ini
sangat menguntungkan responden dalam mendapat informasi-informasi selain
dari kegiatan penyuluhan yang rutin diadakan.
46
D. Sasaran Penyuluhan
Sasaran penyuluhan pertanian adalah siapa sebenarnya yang disuluh atau
ditujukan kepada siapa penyuluhan pertanian tersebut (Samsudin, 1987). Jadi
sasaran dalam penyuluhan adalah peternak di TPK Pangalengan dan TPK Mekar
Mulya yang membutuhkan materi dalam kegiatan penyuluhan tersebut. Pada
Tabel 6 terlihat bahwa 53,12% responden menilai pada kategori tinggi, sedangkan
sebanyak 46,88% responden pada kategori sedang.
Responden merupakan sasaran yang tepat dari kegiatan penyuluhan. Motivasi
kehadiran pada kegiatan penyuluhan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
terutama dalam peningkatan keuantitas dan kualitas produksi susu. kondisi
dilapangan menunjukan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan sudah tepat
sasaran. Peternak sudah terbantu dalam menentukan keputusan dalam
memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
E. Waktu dan Tempat Penyuluhan
Waktu dan tempat penyuluhan pertanian merupakan faktor penting karena
menyangkut pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dibatasi oleh lokasi dan
waktu pelaksanaannya (Samsudin, 1987).
Pada Tabel 6 terlihat bahwa 12,50% responden menilai tinggi terhadap
waktu dan tempat penyuluhan sebanyak menilai sedang sebanyak 87,50%
responden. Waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilokasi penelitian dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB. Hal ini menjadi faktor penyebab peternak
khusunya peternak di TPK Mekar Mulya jarang mengikuti kegiatan penyuluhan
dikarenakan bentroknya waktu penyuluhan serta jauhnya tempat penyuluhan.
Tidak jelasnya jadwal kegiatan penyuluhan menyebabkan peternak kurang
47
optimal dalam mendapatkan dan melaksanakan inovasi dan informasi yang
diberikan.
Tempat pelaksanaan kegiatan penyuluhan merupakan faktor penting dalam
melaksanakan kegiatan penyuluhan. Berdasarkan hasil penelitian pada TPK
Pangalengan, sebagian besar responden tidak mempermasalahkan waktu dan
tempat penyuluhan karena sudah adanya kepastian mengenai tempat, sedangkan
untuk TPK mekar mulya, hal yang menjadi masalah yaitu adanya kendala
penyesuaian waktu dan tempat penyuluhan dikarenakan jauhnya tempat
diadakannya penyuluhan berlangsung. Hal ini menjadi penyebab sebagian besar
responden TPK Mekar Mulya jarang mengikuti kegiatan penyuluhan.
4.4 Tingkat Penguasaan Peternak dalam Aspek Kualitas Susu
Tabel.7 Tingkat Penguasaan Peternak dalam Aspek Kualitas Susu
Nomor Uraian
Kategori tingkat penguasaan
peternak (%)
Tinggi Sedang Rendah
1 Bibit sapi perah - 37,50 62.50
2 perkandangan 37,50 50 12,50
3
4
5
6
pemeliharaan
pemberian pakan dan air minum
pemerahan
penyakit sapi perah
93,75
65,63
93,75
62,50
6,25
34,37
6,25
9,38
-
-
-
28,12
Tingkat penguasaan peternak 56,25 37,50 6,25
Penilaian responden terhadap tingkat penguasaan peternak sapi perah
meliputi bibit sapi perah, perkandangan, pemeliharaan, pemberian pakan dan
air minum, pemerahan, penyakit sapi perah. Sebanyak 56,25 % responden
48
menilai pada kategori tinggi, 37,50 % responden menilai pada kategori
sedang,6,25% responden menilai pada kategori rendah.
4.4.1 Bibit Sapi Perah
Tingkat penguasaan peternak sapi perah mengenai bibit sapi perah
menunjukan bahwa Sapi perah yang dipelihara oleh kelompok peternak daerah
tempat pengamatan berasal dari peranakan sapi Fries Holland (FH). Pemilihan
bibit dilakukan melalui seleksi. Cara penyeleksian bibit sapi perah dapat
dilakukan dengan melihat produksi susu, silsilah dan bentuk luar (exterior) serta
perkawinan dengan sistem IB yang semen pejantannya telah terseleksi. Pemilihan
sapi perah betina berdasarkan produksi susu adalah dengan melihat catatan
(recording) susu yang lengkap, sebab dalam suatu masa laktasi produksi tertinggi
diperoleh pada bulan pertama dan bulan kedua setelah beranak dan kemudian
berangsur turun secara bertahap sampai akhir masa laktasi (Dinas Peternakan,
1991)
Sebanyak 37,50% responden menilai pada kategori sedang, responden
memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai bibit sapi perah, namun 62,50%
responden menilai pada kategori rendah, responden tidak mengetahui bibit sapi
perah yang baik serta dalam pelaksanaan seleksi masih dibantu dan ditangani oleh
petugas kesehatan hewan setempat yang berwenang. Hal ini menjadi faktor
rendahnya pengetahuan responden terhadap bibit sapi perah dan dapat dikatakan
menjadi faktor pendorong peternak agar dapat lebih memahami hal-hal yang
berhubungan dengan bibit sapi perah tersebut.
49
4.4.2 Perkandangan
Kandang merupakan bagian yang berpengaruh untuk keberhasilan usaha
ternak sapi perah serta bagian dari sistem pemeliharaan sapi perah. Berdasarkan
hasil pengamatan yang diperlihatkan pada tabel 7 menunjukan bahwa 37,50%
responden termasuk dalam golongan kategori tinggi. 50% Responden termasuk
dalam golongan kategori sedang dan 12,5% responden termasuk dalam kategori
rendah..
Sebanyak 37,50% responden sudah memahami mengenai perkandangan
dengan baik dengan menempatkan lokasi kandang responden cukup jauh dengan
pemukiman, menempatkan letak kandang dengan sesuai, kontruksi kandang sudah
permanen, sinar matahri baik, ventilasi baik, lantai menggunakan semen namun
sebagian besar peternak yang menempatkan kandang sapi perahnya berdekatan
dengan tempat tinggal dikarenakan beberapa faktor seperti tidak memliki lahan
lain untuk dijadikan kandang. Mengenai pengaturan drainase, secara keseluruhan
responden sudah memliki saluran pembuangan air dan kotoran air yang baik.
Sumber mata air yang digunakan oleh responden yaitu dengan menggunakan
PDAM seluruhnya sudah tersedia cukup banyak.
4.4.3 Pemeliharaan
Tata laksana pemeliharaan sangat mempengaruhi sekali akan kuantitas dan
kualitas susu yang dihasilkan, karena faktor-faktor yang mendukung untuk
terjaminnya susu yang higienis terdapat pada teknis pemeliharaan. Berdasarkan
hasil pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 7 sebanyak 93,75% responden
menyatakan bahwa tingkat pelaksanaan pemeliharaan di TPK Pangalengan dan
TPK Mekar Mulya mencapai kategori tinggi. Sedangkan sisanya mencapai 6,25%
50
responden dapat digolongkan kedalam kategori sedang dalam pelaksanaan
pemeliharaannya.
Kebersihan sapi perah dan kebersihan kandang nya sangat penting untuk
dijaga kebersihannya, karena merupakan faktor penentu keberhasilan usaha ternak
sapi perah , menjadi suatu dasar kenyamanan bagi ternak sapi perah agar merasa
tenang dan terlindung sehingga dengan kondisi ini, sapi perah dapat menghasilkan
kuantitas dan kualitas susu yang baik. Umumnya, responden membersihkan
ternak sapi perah dan kandang dua kali dalam sehari yaitu sebelum melaksanaan
pemerahan. Sebagian besar responden sudah memiliki pencatatan (recording)
yang baik, berupa catatan kesehatan ternak sapi perah, serta catatan produksi yang
setiap saat dibawa pada saat menyetorkan susu ke TPK.
4.4.4 Pemberian Pakan dan Air Minum
Faktor penunjang lain yang mendukung keberhasilan usaha ternak sapi
perah yaitu pemberian pakan dan air minum. Pada Tabel 7 dapat dlihat bahwa
sebanyak 65,63% responden di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya
menyatakan bahwa pengetahuan dan pelaksanaan pakan sudah mencapai kategori
tinggi. Sedangkan sebanyak 34,37% responden tergolong pada kategori sedang.
Seekor sapi perah yang daya produksinya tinggi akan menurun baik kualitas
maupun kuantitasnya bila tidak mendapat pakan yang cukup sesuai dengan
kebutuhannya. Pakan yang dikonsumsi seekor ternak perah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi susu. Dengan
demikian pakan harus cukup mengandung kalori, protein, vitamin, dan mineral
yang seimbang bagi kebutuhannya.
Pemberian pakan ternak dilakukan dua kali sehari secara manual, yaitu pada
pagi hari saat sapi perah setelah diperah sekitar jam 06.00 WIB dan sebelum
51
diperah pada sore hari yaitu pada pukul 14.00 WIB. Menurut holmes (1988),
bahwa peningkatan pemberian pakan yang berkualitas dapat meningkatkan
kualitas produksi susu, dan berpengaruh terhadap ketahanan penyakit. Kualitas
hijauan yang diberikan oleh responden TPK Pangalengan dan TPK mekar Mulya
berupa rumput gajah dan king grass dan sebagian limbah pertanian berupa batang
dan daun jagung. Penyajian hijauan dilakukan denan dipotong-potong dan
dicincang dengan baik sudah dilaksanakan oleh sebagain besar responden pada
TPK Pangalengan dan TPK mekar Mulya. Selain hijauan, juga diberikan
konsentrat untuk menambah nutrisi pada sapi perah agar dapat menghasilkan
kauntitas dan kualitas susu yang baik. konsentrat yang diberikan koperasi kepada
responden memiliki beragam jenis, kualitas dan harga. Semakin tinggi harga
konsentrat, semakin tinggi pula kaulitas konsentrat tersebut.
Air minum yang diberikan pada ternak sapi perah seluruhnya berasal dari
PDAM. Air PDAM ditampung terlebih dahulu pada tangki air kapasitas 2000 liter
yang selanjutnya didistribusikan pada proses produksi.
4.4.5 Waktu Pemerahan
Berdasarkan hasil pengamatan, responden di TPK Pangalengan dan TPK
Mekar Mulya menyatakan sebanyak 93,75% responden tergolong pada kategori
tinggi, sudah melaksanakan pemerahan pada waktu yang sesuai dengan standar
pemerahan. Pemerahan dilakukan terhadap sapi perah laktasi secara manual atau
menggunakan tangan. Frekuensi pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari dan
hal tersebut dijalankan oleh seluruh responden. Waktu pemerahan dilaksanakan
pada pagi hari pukul (04.30-06.00 WIB) dan sore hari pukul 14.00 WIB. Namun
sebanyak 6,25% responden termasuk pada kategori sedang, karena beberapa
peternak masih kurang tepat waktu dalam melakukan pemerahan. Seluruh
52
responden dapat dikatakan sudah baik dalam melaksanakan pemerahan, responden
yang secara rutin melaksanakan aktivitas pemerahan ini menjadi sudah terbiasa
dalam melakukan hal-hal sebelum melakukan pemerahan berupa membersihkan
sekitar ambing dari segala macam bentuk kotoran. Pemerahan dilakukan sampai
habisnya air susu yang keluar dari puting susu sapi agar tidak tersisa susu dari
puting susu. Karena tidak bersihnya pemerahan dapat menyebabkan penyakit
mastitis pada sapi perah.
4.4.6 Kesehatan sapi perah
Pelayanan kesehatan ternak sapi perah dilaksanakan oleh petugas kesehatan
(keswan) yang ada di KPBS. Pelayanan diberikan berdasarkan laporan yang
disampaikan oleh peternak pada petugas keswan. Pada umumnya, peternak
melaporkan langsung melalui catatan kesehatan ternak sapi perah yang
dipeliharanya jika terserah infeksi penyakit.
Berdasarkan hasil survey yang diperlihatkan pada Tabel 7 dapat dilihat
bahwa sebanyak 62.50% responden menyatakan bahwa penerapan kesehatan sapi
perah di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya tergolong pada kategori tinggi.
Sisanya sebanyak 9,37% responden tergolong pada kategori sedang, dan sebanyak
28,13% responden tergolong pada kategori rendah.
Pengetahuan peternak terhadap gejala penyakit umum serta penyebab umum
dari ternak sapi perah yang dimilikinya yang sedang mengalami gejala sakit,
secara keseluruhan telah diketahui oleh responden, namun pengetahuan meraka
terhadap cara pencegahannya dan penanggulangan tidak mereka kuasai dengan
baik. Hal ini karena peternak kurang memperhatikan kebersihan lingkungan, dan
pada saat ternak mengalami gejala sakit yang memiliki wewenang dalam
53
menangani ternak tersebut yaitu hanyalah petugas kesehatan hewan (keswan).
Dengan keadaan tersebut, peternak merasa optimis akan kesembuhan penyakit
yang telah dialami oleh setiap sapi perahnya. Petugas keswan yang menangani
tersebut langsung memberikan berbagai bentuk pengobatan sebagaimana
mestinya sampai ternak tersebut sembuh.
4.5 Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan dengan Tingkat Penguasaan
Peternak Sapi Perah dalam Aspek Kualitas Susu
Berdasarkan hasil perhitungan dengan korelasi Rank Spearman (rs) pada
tingkat signifikasi 0,01 hubungan antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat
penguasaan peternak sapi perah dalam aspek kualitas susu menghasilkan koefisien
sebesar 0,785. Setelah dilakukan uji signifikansi diperoleh t hitung sebesar 6,94
dan angka tersebut lebih besar dari t Tabel yaitu 2,037 ( Tabel uji T pada Siegel)
yang berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang positif (searah) antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat
penguasaan peternak sapi perah dan diinterpretasikan ke dalam aturan Guilford,
termasuk kategori yang memiliki hubungan kuat bisa diandalkan (rs > 0,70).
Adanya hubungan positif yang kuat antara kegiatan penyuluhan dengan
tingkat penguasaan peternak dapat dicermati dari hasil penelitian lapangan dapat
diperoleh bahwa tingginya kegiatan penyuluhan di KPBS Pangalengan tersebut
diikuti oleh baiknya tingkat penguasaan peternak dalam aspek kualitas susu dari
anggota koperasi bersangkutan. Adanya korelasi yang signifikan antara kegiatan
penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah memperkuat
anggapan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan kunci penting, baik membantu
peternak dalam mengambil keputusan sebagai pencapaian keberhasilan dari
usahanya, meningkatkan pengetahuan, memiliki kemampuan dalam menguasai
54
dan keterampilan melaksanakan aspek teknis dalam beternak. Namun demikian,
secara kualitatif masih ada kesenjangan antara kegiatan penyuluhan dengan
tingkat penguasaan peternak sapi perah.
Hal ini mengandung makna hubungan antara kegiatan penyuluhan dengan
tingkat penguasaan peternak.hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi kegiatan
penyuluhan makan akan semakin tinggi pula tingkat penguasaan peternak dalam
aspek kualitas susu. Sebaliknya, jika kegiatan penyuluhan rendah maka akan
rendah pula tingkat penguasaan peternaknya. Hasil survei menunjukan mayoritas
responden menilai kegiatan penyuluhan tergolong dalam kategori tinggi dan
sebagian menilai dalam kategori sedang, ditinjau dari unsur-unsur kegiatan
penyuluhan yang diteliti.
Kualitas yang dimiliki penyuluh dinilai baik oleh para peternak, kemampuan
penyuluh dalam melihat suatu masalah, pengetahuan, keterampilan, disiplin
tinggi, dan sikap rendah hati membuat peternak merasa termotivasi untuk
mengikuti kegiatan penyuluhan. Materi yang disampaikan penyuluh dapat
dilaksanakan sesuai kemampuan peternak dan bersifat praktis sehingga mudah
dilaksanakan dan memberikan kemudahan dalam menangani segala hal yang
berhubungan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah dalam aspek kualitas
susu. Metode kelompok yang dilakukan yaitu metode kelompok. Metode ini
dinilai sudah efektif dan efisien untuk digunakan karena dapat dilakukan secara
berdiskusi, saling tukar pendapat dan pengalaman.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa tingginya pelaksanaan kegiatan
penyuluhan diakibatkan oleh unsur-unsur kegiatan penyuluhan berada pada
tingkat yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan unsur-unsur yang mempengaruhi
55
penguasaan peternak sapi perah dalam kategori baik, sehingga penguasaan
peternak sapi perah menjadi tinggi.