IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah...

21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Administratif Daerah Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha. Desa Cilembu terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT). Desa Cilembu secara geografis memiliki ketinggian tanah 986 m dari permukaan laut, curah hujan sebesar 1700 mm/tahun, dan secara topografi Desa Cilembu merupakan daerah perbukitan yang memiliki suhu udara rata-rata 22 o C. Desa Cilembu secara orbitasi memiliki jarak dari pusat kecamatan sejauh 5 Km, jarak dari ibu kota kabupaten/kodya DT.II sejauh 25 Km, jarak dari ibu kota propinsi sejauh 45 Km, dan jarak dari ibu kota negara sejauh 240 Km. Secara administratif Desa Cilembu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara : Desa Cigendel Sebelah selatan : Desa Mekar Bakti Sebelah barat : Desa Haur Ngombong Sebelah timur : Desa Cimarias 4.1.2 Keadaan Penduduk Desa Cilembu Menurut sensus terakhir tahun 2014, jumlah penduduk Desa Cilembu sebanyak 5365 orang, dengan jumlah laki-laki 2704 orang dan jumlah perempuan 2661 orang. Jumlah penduduk Desa Cilembu menurut tingkat pendidikan sebanyak 2744 orang merupakan lulusan pendidikan umum dan sebanyak 40 orang merupakan lulusan pendidikan khusus. Keadaan penduduk Desa Cilembu berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.

Transcript of IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah...

Page 1: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

39

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Administratif Daerah

Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan,

Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha. Desa

Cilembu terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT). Desa

Cilembu secara geografis memiliki ketinggian tanah 986 m dari permukaan laut,

curah hujan sebesar 1700 mm/tahun, dan secara topografi Desa Cilembu

merupakan daerah perbukitan yang memiliki suhu udara rata-rata 22oC. Desa

Cilembu secara orbitasi memiliki jarak dari pusat kecamatan sejauh 5 Km, jarak

dari ibu kota kabupaten/kodya DT.II sejauh 25 Km, jarak dari ibu kota propinsi

sejauh 45 Km, dan jarak dari ibu kota negara sejauh 240 Km. Secara administratif

Desa Cilembu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah utara : Desa Cigendel

Sebelah selatan : Desa Mekar Bakti

Sebelah barat : Desa Haur Ngombong

Sebelah timur : Desa Cimarias

4.1.2 Keadaan Penduduk Desa Cilembu

Menurut sensus terakhir tahun 2014, jumlah penduduk Desa Cilembu

sebanyak 5365 orang, dengan jumlah laki-laki 2704 orang dan jumlah perempuan

2661 orang. Jumlah penduduk Desa Cilembu menurut tingkat pendidikan

sebanyak 2744 orang merupakan lulusan pendidikan umum dan sebanyak 40

orang merupakan lulusan pendidikan khusus. Keadaan penduduk Desa Cilembu

berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 2: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

40

40

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cilembu

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

Orang %

1. Pegawai Negeri Sipil 33 2,07

2. ABRI 7 0,44

3. Swasta 204 12,77

4. Wiraswasta 350 21,90

5. Tani 325 20,34

6. Pertukangan 250 15,64

7. Buruh Tani 350 21,90

8. Pensiunan 32 2,00

9. Jasa 47 2,94

Jumlah 1598 100,00

(Sumber : Profil Desa Cilembu, 2014)

Berdasarkan data Tabel 3, mayoritas penduduk Desa Cilembu memiliki

mata pencaharian dalam bidang pertanian dan wiraswasta. Mata pencaharian

penduduk Desa Cilembu dalam bidang pertanian ditunjukkan oleh penduduk yang

berprofesi sebagai buruh tani maupun petani yang bertani ubi dan tanaman

palawija seperti jagung dan padi. Ketersediaan sumberdaya alam yang baik seperti

lahan dan iklim yang mendukung untuk didirikannya suatu pertanian menjadi

salah satu alasan mengapa mayoritas penduduk di Desa Cilembu memiliki profesi

di bidang pertanian. Penduduk di Desa Cilembu yang berprofesi sebagai

wiraswasta, lebih terkonsentrasi pada wiraswasta peternakan. Banyak ditemukan

penduduk yang berprofesi lebih dari satu mata pencaharian, contohnya seperti

petani sekaligus sebagai peternak.

4.1.3 Keadaan Peternakan Desa Cilembu

Desa Cilembu merupakan salah satu daerah yang potensial untuk

didirikannya suatu usaha peternakan, hal tersebut didukung oleh kepemilikan

lahan yang cukup luas, selain itu wilayah Desa Cilembu memiliki iklim yang

Page 3: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

41

41

mendukung. Keadaan populasi ternak tahun 2014 di Desa Cilembu Kecamatan

Pamulihan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi Ternak Tahun 2014 di Desa Cilembu

No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor)

Jantan Betina

1. Ayam Buras 3500 5000

2. Ayam Pedaging 0 50000

3. Itik 10 50

4. Sapi Perah 80 475

5. Sapi Potong 10 30

6. Kerbau 3 0

7. Kambing 20 25

8. Domba 270 650

(Sumber : Data Perkembangan Sub Sektor Pertanian Desa Cilembu, 2014)

Berdasarkan data Tabel 4, Desa Cilembu merupakan wilayah yang

memiliki usaha peternakan yang beragam. Hal tersebut ditunjukkan oleh

banyaknya penduduk desa yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta

(peternak). Jumlah populasi ternak terbanyak di Desa Cilembu adalah ternak

ayam pedaging, ayam buras, domba, dan sapi perah. Lingkup alam Desa Cilembu

seperti lahan yang luas serta iklim yang mendukung, menjadikan Desa Cilembu

sebagai desa yang potensial dalam hal usaha peternakan. Potensi peternakan yang

dimiliki Desa Cilembu harus dapat dimanfaatkan, sehingga usaha peternakannya

dapat lebih berkembang.

4.2 Profil Kelompok Peternak Lembusari

Kelompok peternak Lembusari merupakan salah satu kelompok peternak

sapi perah yang tergabung sebagai anggota KSU Tandangsari. Kelompok peternak

Lembusari berdiri pada tahun 1990 dan terdiri dari 1 sub kelompok yaitu sub

Lembusari dengan jumlah anggota sebanyak 40 orang. Saat ini kelompok

peternak Lembusari terdiri dari 4 sub kelompok yaitu sub Lembusari 1, Lembusari

Page 4: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

42

42

2, Lebak Jawa dan Dangdangsari. Saat ini, jumlah peternak sapi perah yang

tergabung sebagai anggota kelompok Lembusari sebanyak 92 orang.

Kelompok peternak Lembusari merupakan salah satu kelompok peternak

yang menghasilkan kualitas susu yang sangat baik. Hal tersebut ditunjukkan

dengan harga jual susu yang cukup tinggi, dengan kisaran harga susu Rp 4.000 –

Rp 4.500 per liter. Kegiatan harian yang dilaksanakan oleh anggota kelompok

peternak Lembusari yaitu penyetoran susu setiap pagi dan sore hari. Kegiatan

kelompok seperti rapat anggota dilaksanakan setiap enam bulan sekali yang

dilakukan di balai desa. Sementara itu, rapat pengurus kelompok tidak rutin

dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Kelompok peternak Lembusari dapat

dikatakan mandiri dalam hal kesejahteraan anggotanya, hal ini dikarenakan

adanya iuran anggota sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana simpan pinjam

anggota serta pemberian dana sumbangan terhadap anggota yang mengalami

musibah. Prestasi yang pernah diraih oleh kelompok peternak Lembusari salah

satunya mendapatkan hibah sapi perah sebagai bentuk penghargaan koperasi

terhadap kinerja kelompok yang memiliki kualitas susu yang sangat baik diantara

kelompok peternak lain yang tergabung di KSU Tandangsari. Kelompok peternak

Lembusari memiliki struktur organisasi yang baik dan jelas dalam pembagian

tatalaksana kegiatannya. Struktur organisasi di kelompok peternak Lembusari

terbagi ke dalam dua kepengurusan, yaitu kepengurusan inti dan kepengurusan

tiap sub. Struktur organisasi kelompok peternak Lembusari ditunjukkan pada

Ilustrasi 2.

Page 5: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

43

43

STUKTUR ORGANISASI

KELOMPOK PETERNAK LEMBUSARI

MASA BAKTI 2013 – 2016

Ilustrasi 2. Struktur Organisasi Kelompok Peternak Lembusari Masa Bakti Tahun 2013 – 2016

Ketua Umum

Endang Atik

Sub Lembusari 1

Ketua : Tatang

Bendahara : Rohana

Sub Lembusari 2

Ketua : Entis

Bendahara : Mulyadi

Sub Lebak Jawa

Ketua : Endang

Bendahara : Ade. R.

Sub Dangdangsari

Ketua : Undang

Bendahara : Ujang

Penasehat

Oyon

Seksi Pakan

Cucu Sukarna

Tester

Didi

Page 6: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

44

44

4.3 Identitas Responden

Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 34 orang

peternak sapi perah yang tergabung dalam kelompok Lembusari yang berada di

Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang dan merupakan

anggota aktif KSU Tandangsari. Karakteristik responden dibagi ke dalam tiga

karakteristik, yaitu: usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman beternak.

4.3.1 Usia Responden

Usia pada dasarnya dapat mempengaruhi produktivitas kinerja seseorang.

Umumnya semakin tua usia seseorang maka semakin menurun kondisi fisiknya

sehingga berimplikasi terhadap menurunnya produktivitas. Usia responden pada

penelitian ini bervariasi dari antara 25-62 tahun. Seluruh responden yang

berjumlah 34 orang dalam penelitian ini, tergolong ke dalam usia produktif.

Keadaan tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi kelangsungan usaha

ternak yang dimiliki karena responden mampu mencurahkan tenaga dan pikiran

terhadap usaha ternaknya. Selain itu, usia yang produktif dapat mendorong

responden untuk memaksimalkan potensi dan mengembangkan usaha ternaknya

seperti penambahan jumlah ternak produktif dan peningkatkan produktivitas

ternaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhasikin dalam bpskepri (2013)

bahwa terdapat tiga kelompok umur, yaitu umur belum produktif (<15 tahun),

umur produktif (15-64 tahun), dan umur tidak produktif (>64 tahun). Usia

produktif mampu mendukung kinerja yang dimiliki seseorang, karena mereka

cenderung memiliki tenaga yang memadai dan etos kerja yang tinggi, serta lebih

terbuka terhadap penerimaan informasi dan inovasi terbaru, serta penduduk yang

produktif akan membantu dalam kelancaran segi perekonomian dan pembangunan

dalam satu wilayah.

Page 7: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

45

45

4.3.2 Tingkat Pendidikan Responden

Pola pikir dan daya tangkap informasi dan inovasi yang dimiliki seseorang

pada dasarnya dibentuk melalui pendidikan. Tingkat pendidikan responden pada

penelitian ini bervariasi mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD) hingga tamat

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingkat pendidikan responden ditunjukkan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden

No. Pendidikan Jumlah

Orang %

1. SD 33 97,05

2. SMP 1 2,95

Jumlah 34 100,00

Berdasarkan data Tabel 5, hampir seluruh responden (97,05%) dalam

penelitian ini memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu hingga jenjang Sekolah

Dasar (SD) dengan persentase sebesar 97,05% dan hanya satu orang responden

dengan tingkat pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan oleh berbagai faktor, namun

salah satu faktor yang cukup mempengaruhi adalah keadaan ekonomi yang

terbatas, sehingga responden tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi. Mubyarto (1986) menyatakan bahwa, semakin tinggi

tingkat pendidikan maka pengetahuan dan cara berpikir akan bertambah luas.

Rendah atau tingginya tingkat pendidikan responden, akan berpengaruh terhadap

proses penerimaan informasi dan inovasi, sehingga apabila pendidikannya

semakin tinggi maka informasi dan inovasi yang diterima dapat lebih mudah

dipahami.

Page 8: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

46

46

4.3.3 Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak akan berpengaruh terhadap berjalannya usaha ternak

yang dimiliki, terutama dalam hal tingkat pengetahuan tatalaksana beternak dan

tingkat antisipasi apabila terjadi hambatan dalam menjalankan usahanya.

Pengalaman beternak responden dalam penelitian ini mayoritas sudah cukup lama

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengalaman Beternak Responden

No. Pengalaman Beternak

Responden (Tahun)

Jumlah

Orang %

1. <5 0 0,00

2. 5-10 1 2,95

3. >10 33 97,05

Jumlah 34 100,00

Berdasarkan data Tabel 6, responden yang memiliki pengalaman beternak

selama 5-10 tahun adalah sebesar 2,95%, sedangkan responden yang memiliki

pengalaman beternak >10 tahun sebesar 97,05%. Tingkat pengalaman beternak

yang tinggi, menunjukkan bahwa responden sangat berpengalaman dalam

menjalankan usaha ternak sapi perah. Pengalaman beternak dapat dijadikan

sebagai sarana belajar dan bertukar informasi antara peternak satu dengan lainnya,

sehingga usaha ternak sapi perah yang dimiliki akan semakin berkembang.

4.4 Skala Kepemilikan Ternak

Skala kepemilikan didefinisikan sebagai jumlah kepemilikan ternak.

Jumlah kepemilikan sapi perah merupakan indikator keberhasilan suatu usaha

peternakan sapi perah (Murwanto, 2008). Meningkatnya jumlah ternak produktif

yang dimiliki, akan meningkatkan jumlah produksi susu, sehingga akan

berdampak terhadap pendapatan peternak. Skala kepemilikan ternak responden

pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 9: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

47

47

Tabel 7. Persentase Kategori Skala Kepemilikan Ternak

No. Kategori Skala

Kepemilikan Ternak

Ternak Produktif Jumlah

Ekor Orang %

1. Kecil 1-3 18 52,94

2. Menengah 4-6 12 35,30

3. Besar ≥ 7 4 11,76

Jumlah 34 100,00

Berdasarkan data pada Tabel 7, skala kepemilikan ternak sapi perah

produktif responden sebagian besar berada pada skala kecil dengan persentase

sebesar 52,94%, responden berskala menengah sebesar 35,30%, dan sebesar

11,76% termasuk ke dalam skala besar. Kepemilikan ternak produktif tersebut

akan berpengaruh secara langsung pada total produksi susu yang dihasilkan oleh

para peternak dan akan berakibat terhadap tingkat pendapatan ekonomi

responden.

Skala usaha ternak yang kecil dapat disebabkan terbatasnya lahan, modal,

dan terbatasnya kemampuan responden untuk meningkatkan skala usahanya.

Sementara itu, hanya sebagian kecil responden yang memiliki jumlah ternak

produktif diatas 7 ekor. Responden yang memiliki ternak produktif diatas 7 ekor,

telah mampu untuk menjalankan manajemen usaha ternak yang baik, sehingga

produktivitas ternaknya terus meningkat dan perlahan pendapatannya semakin

bertambah yang pada akhirnya diinvestasikan dalam bentuk kepemilikan ternak

yang bertambah banyak.

Kepemilikan ternak sapi perah produktif yang sebagian besar berskala

kecil, lebih dipengaruhi oleh kemampuan responden dalam manajemen usaha

serta terbatasnya modal untuk meningkatkan skala usahanya. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Taslim (2011) yang menyatakan bahwa, skala kepemilikan

sapi perah dibawah 7 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan

produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak yang stagnan, bahkan tidak

dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

Page 10: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

48

48

4.5 Tingkat Kebutuhan Informasi Peternak

Peternak sapi perah dalam melakukan pekerjaannya akan menemui suatu

masalah dalam aktivitas kegiatan beternak sehari-hari, akan tetapi karena

keterbatasan pengetahuan yang dimiliki ini menjadi suatu kesenjangan.

Kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan pengetahuan yang ada dalam

diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kondisi kesenjangan

tersebut mendorong orang untuk mencari informasi guna mengatasi permasalahan

yang dihadapinya.

Secara umum, kebutuhan informasi peternak terhadap informasi sapta

usaha peternakan yang paling tinggi berturut-turut yaitu mengenai informasi

pakan, pemasaran, serta bibit dan reproduksi. Informasi pakan serta bibit dan

reproduksi, dibutuhkan untuk menunjang produktivitas ternak dan regenerasi

ternak yang baik. Sementara itu, informasi pemasaran dibutuhkan dengan tujuan

mendapatkan keuntungan yang diharapkan oleh peternak atas penjualan hasil

ternaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi sapta usaha

peternakan responden sebagian besar berada di kategori sedang dan rendah,

terutama mengenai informasi pemeliharaan, perkandangan, pengendalian

penyakit, dan informasi pasca panen.

Kebutuhan informasi peternak berskala kecil didominasi oleh informasi

mengenai pakan, pemeliharaan, dan pengendalian penyakit. Informasi pakan yang

paling dibutuhkan yaitu mengenai harga dan ketersediaan pakan. Informasi

pemeliharaan yang paling dibutuhkan yaitu informasi tatacara membersihkan

kandang. Informasi pengendalian penyakit yang paling dibutuhkan yaitu

mengenai penyakit milk fever dan mastitis. Hal tersebut diduga karena peternak

mengharapkan ternaknya tetap produktif dan terhindar dari penyakit yang mampu

merugikan peternak berskala kecil dan menghambat laju usahanya.

Kebutuhan informasi peternak berskala menengah didominasi oleh

informasi mengenai pakan, pemasaran, dan bibit dan reproduksi. Informasi pakan

yang paling dibutuhkan yaitu mengenai ketersediaan dan kandungan nutrisi

Page 11: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

49

49

pakan. Informasi pemasaran yang paling dibutuhkan yaitu mengenai penjualan

susu seperti harga standar susu dan standar kualitas susu. Informasi bibit dan

reproduksi yang paling dibutuhkan yaitu mengenai pemilihan bibit dan penangan

estrus/birahi. Hal tersebut diduga karena peternak berskala menengah

menginginkan agar usaha ternaknya dapat terus berkembang, sehingga fondasi

usaha yang telah terbentuk seperti kepemilikan ternak dapat terus dikembangkan

dengan cara menjaga produktivitas ternak, melakukan seleksi bibit yang baik,

serta melakukan pemasaran atas hasil ternaknya.

Kebutuhan informasi peternak berskala besar didominasi oleh informasi

mengenai pemasaran dan pakan. Informasi pemasaran yang dibutuhkan yaitu

mengenai penjualan susu terutama tingkat harga susu di koperasi dan konsumen

serta harga standar susu. Informasi pakan yang dibutuhkan yaitu mengenai

kandungan nutrisi pakan, bahan penyusun pakan, dan harga pakan. Hal tersebut

diduga karena peternak berskala besar lebih berorientasi terhadap kelangsungan

usahanya melalui pemasaran hasil usaha ternaknya dan menjaga produktivitas

ternaknya tetap tinggi melalui pakan yang diberikan. Namun demikian, umumnya

kebutuhan informasi peternak berada pada kategori sedang dan rendah. Uraian

lebih jelasnya dijelaskan pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase Tingkat Kebutuhan Informasi

No. Uraian Kategori

Tinggi Sedang Rendah

…%...

1. Bibit dan Reproduksi 8,83 79,41 11,76

2. Pakan 55,88 35,30 8,82

3. Pemeliharaan 2,94 29,41 67,65

4. Perkandangan 0,00 20,59 79,41

5. Pengendalian Penyakit 0,00 32,35 67,65

6. Pasca Panen 0,00 29,41 70,59

7. Pemasaran 52,94 47,06 0,00

Tingkat Kebutuhan Informasi 0,00 44,12 55,88

Page 12: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

50

50

Berdasarkan data pada Tabel 8, tingkat kebutuhan informasi responden

pada informasi bibit dan reproduksi berada pada kategori sedang dengan

persentase sebesar 79,41%, kebutuhan informasi pakan berada pada kategori

tinggi dengan persentase 55,88%, kebutuhan informasi pemeliharaan sebagian

besar berada pada kategori rendah dengan persentase 67,65%, kebutuhan

informasi perkandangan sebagian besar berada pada kategori rendah dengan

persentase 79,41%, kebutuhan informasi pengendalian penyakit berada pada

kategori rendah dengan persentase 67,65%, kebutuhan informasi pasca panen

berada pada kategori rendah dengan persentase 70,59%, dan kebutuhan informasi

pemasaran sebagian besar berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar

52,94%.

Kebutuhan informasi bibit dan reproduksi sebagian besar berada pada

kategori sedang (79,41%), sebagian kecil lainnya berada pada kategori rendah

dengan persentase 11,76%, dan kategori tinggi dengan persentase 8,83%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden cukup antusias dalam membutuhkan

informasi bibit dan reproduksi yang meliputi informasi mengenai pemilihan bibit,

cara pembibitan, dan penanganan estrus/birahi. Pada aspek pemilihan bibit,

mayoritas responden membutuhkan informasi pada ciri-ciri bibit yang baik dan

silsilah bibit. Hal tersebut dikarenakan pada manajemen usaha peternakan yang

dimiliki, bibit yang baik dapat ditunjukkan dengan ciri-ciri fisiknya. Silsilah bibit

juga turut menentukan tingkat produktivitas dan kualitas bibit tersebut. Pada

aspek cara pembibitan, mayoritas responden membutuhkan informasi mengenai

Inseminasi Buatan (IB), meskipun telah sering dilakukan oleh responden dalam

membibitkan ternaknya, informasi IB masih dibutuhkan karena dianggap paling

mudah dan minim resiko dibandingkan cara pembibitan lain. Pada aspek

penanganan estrus/birahi, sebagian besar responden membutuhkan informasi

mengenai kelainan pada siklus birahi. Seringkali kelainan pada siklus birahi yang

ditemukan adalah tidak terlihatnya ciri-ciri birahi pada ternak, sehingga

menyebabkan hewan ternak gagal di IB, dan responden mengalami kerugian

karena ternaknya harus menunggu di IB pada periode birahi selanjutnya.

Page 13: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

51

51

Kebutuhan informasi pakan sebagian besar berada pada kategori tinggi

(55,88%), sementara itu sebagian kecil lainnya berada pada kategori sedang

dengan persentase 35,30%, dan kategori rendah dengan persentase 8,82%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden sangat antusias mengenai informasi

pakan yang meliputi informasi pada aspek pemberian hijauan pada ternak, aspek

pemberian konsentrat pada ternak, dan aspek jumlah pemberian hijauan dan

konsentrat pada ternak. Pada aspek pemberian hijauan pada ternak, mayoritas

responden membutuhkan informasi mengenai ketersediaan hijauan dan jenis

hijauan yang diberikan pada ternak. Hal tersebut dikarenakan responden

beranggapan semakin sulitnya mendapatkan hijauan untuk pakan ternak dengan

kualitas yang baik terutama pada saat musim kemarau. Hijauan untuk pakan

ternak biasanya didapatkan dari kebun, dengan jenis hijauan rumput gajah yang

disukai ternak dan baik untuk produktivitas ternak. Pada aspek pemberian

konsentrat pada ternak, responden membutuhkan informasi mengenai harga

konsentrat dan bahan pakan penyusun konsentrat. Harga konsentrat menjadi

perhatian responden dikarenakan pengaruh konsentrat masih belum begitu terasa

bagi peningkatan produksi susu yang dihasilkan, meskipun konsentrat yang

digunakan adalah kualitas super yang harganya lebih tinggi daripada konsentrat

kualitas reguler. Informasi bahan pakan penyusun konsentrat juga dibutuhkan

responden, karena selama ini konsentrat yang didapatkan masih harus diberi

pakan tambahan berupa kulit singkong ataupun jagung, demi meningkatkan

produksi ternak. Pada aspek jumlah pemberian hijauan dan konsentrat pada

ternak, mayoritas responden membutuhkan informasi mengenai kondisi fisiologis

ternak (umur, produksi susu, dan bobot badan) dan ketersediaan hijauan maupun

konsentrat. Hal tersebut dikarenakan selama ini responden memberikan pakan

kepada ternak, hanya dengan cara menakar tanpa memperhatikan kondisi

fisiologis ternaknya, sehingga seringkali pakan yang diberikan tidak mampu

menunjang produktivitasnya. Informasi ketersediaan hijauan dan konsentrat juga

dibutuhkan responden, dikarenakan semakin sulitnya mendapatkan hijauan yang

berkualitas baik dalam jumlah yang banyak untuk diberikan pada ternak.

Page 14: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

52

52

Kebutuhan informasi pemeliharaan responden berada pada kategori rendah

(67,65%), sedangkan pada kategori sedang sebesar 29,41%, dan kategori tinggi

dengan persentase 2,94%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden masih

kurang antusias terhadap informasi pemeliharaan, yang meliputi aspek

membersihkan sapi, aspek membersihkan kandang, aspek pemerahan, dan aspek

pencatatan (recording). Pada informasi aspek membersihkan sapi, responden

hanya membutuhkan informasi mengenai bagian-bagian tubuh sapi yang wajib

dibersihkan. Hal tersebut dikarenakan responden telah mengetahui dan

berpengalaman dalam membersihkan sapi, terutama dalam frekuensi memandikan

sapi. Pada aspek membersihkan kandang, responden membutuhkan informasi

pada bagian-bagian kandang yang wajib dibersihkan dan cara membersihkan

kandang. Informasi tersebut dibutuhkan karena selama ini mayoritas responden

hanya membersihkan kandang pada bagian lantai saja, dan seringkali tidak

membersihkan dinding kandang. Informasi cara membersihkan kandang juga

dibutuhkan responden, hal ini dikarenakan responden hanya membersihkan

kandang dengan cara mengeruk kotoran dari lantai, hal ini tidak sesuai dengan

pernyataan Makin (2011), yang menyatakan bahwa dalam membersihkan

kandang, kandang harus dibersihkan dengan cara disemprotkan air bertekanan

tinggi. Pada aspek pemerahan, responden membutuhkan informasi mengenai

pemeriksaan kesehatan dan kebersihan sapi, pemerah, dan alat pemerah. Informasi

tersebut dibutuhkan karena meskipun responden telah sering melakukan

pemeriksaan kesehatan dan kebersihan sebelum diperah seperti mengelap ambing

dengan air hangat, ternak masih seringkali terserang penyakit. Sementara itu,

informasi mengenai frekuensi pemerahan dan teknik pemerahan tidak begitu

diperlukan responden karena dalam beternak sehari-hari, responden telah

menguasai teknis pemerahan seperti yang dinyatakan Makin (2011), yaitu

pemerahan dua kali sehari dan diperah dengan menggunakan lima jari (legeartes).

Pada aspek pencatatan (recording), responden mayoritas membutuhkan informasi

mengenai pencatatan jumlah produksi per hari, pencatatan jumlah pakan yang

diberikan pada ternak per hari, dan pencatatan identifikasi induk dan anak.

Page 15: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

53

53

Informasi pencatatan jumlah produksi per hari dibutuhkan responden karena

selama ini responden tidak melakukan pencatatan pribadi. Pencatatan jumlah

produksi hanya dilaksanakan oleh petugas koperasi yang dilakukan saat menyetor

susu, selain itu tidak adanya fasilitas berupa buku catatan produksi yang diberikan

oleh koperasi kepada responden, menyulitkan responden untuk melakukan

pencatatan jumlah produksi. Informasi pencatatan jumlah pakan yang diberikan

juga dibutuhkan oleh responden. Pakan yang diberikan seringkali hanya ditakar

tanpa ada catatan pemberian pakan harian. Pencatatan jumlah pakan yang

diberikan akan memudahkan responden dalam beternak, karena dengan adanya

catatan tersebut, responden dapat mengetahui seberapa banyak ternaknya

menghabiskan pakan yang diberikan setiap harinya, selain itu catatan juga

berfungsi agar responden dapat mengetahui pakan yang harus disediakan pada

hari-hari berikutnya. Informasi pencatatan identifikasi induk dan anak dibutuhkan

responden karena akan memudahkan dalam mengidentifikasi ternak yang

dimiliki, sehingga dapat memberikan kemudahan saat akan melakukan

perkawinan maupun saat seleksi calon bibit sapi perah yang kualitasnya baik serta

produktivitasnya tinggi.

Kebutuhan informasi perkandangan responden berada pada kategori

rendah (79,41%), dan 29,41% berada pada kategori sedang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden kurang antusias terhadap informasi perkandangan

yang meliputi aspek tipe kandang, aspek persyaratan kandang, dan aspek

peralatan kandang. Pada aspek tipe kandang, hampir seluruh responden

membutuhkan informasi mengenai tipe kandang konvensional dan kurang tertarik

terhadap tipe kandang lain seperti tipe loose housing atau tipe free stall system.

Hal tersebut dikarenakan responden menganggap bahwa kandang konvensional

yang mereka miliki, sudah dirasakan cukup dalam kegiatan beternak. Selain itu,

responden kurang membutuhkan informasi mengenai tipe kandang lain karena

apabila responden berniat untuk merenovasi kandangnya menjadi lebih modern,

maka responden tersebut harus menjual salah satu sapi yang dimiliki, hal

demikian dirasa kurang menguntungkan karena produktivitas sapi perah yang

Page 16: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

54

54

dimiliki pun masih rendah. Pada aspek persyaratan kandang, pada dasarnya

responden telah memenuhi persyaratan kandang dengan baik seperti letak

kandang yang jauh dari pemukiman penduduk, memiliki ventilasi, masuk sinar

matahari, lantai kandang yang keras dan tidak licin, serta konstruksi kokoh, hanya

saja beberapa responden masih belum memiliki drainase kandang dan tempat

penampung kotoran. Dua informasi tersebut yang paling dibutuhkan oleh

responden terutama pada informasi tempat penampung kotoran, karena masalah

keterbatasan lahan yang dimiliki, sehingga belum memiliki tempat penampung

kotoran. Tempat penampung kotoran sendiri berguna sebagai tempat

menampungnya kotoran ternak, sehingga kotoran tersebut terkonsentrasi dalam

satu tempat dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Sistem drainase atau

pengaliran air diperlukan agar kotoran mudah dibersihkan dan air buangan

mengalir lancar. Pada aspek peralatan kandang, sebagian besar responden

membutuhkan informasi akan peralatan dasar kandang (milk can, lap, ember,

saringan, sapu lidi, sikat, tali, dan sekop). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Fauzi (2015) yang menyatakan, peralatan kandang yang perlu disiapkan antara

lain tempat pakan dan minum serta alat pembersih kandang seperti sapu lidi dan

ember. Selain itu, informasi peralatan dasar kandang dibutuhkan karena sesuai

dengan keadaan kandang, jumlah ternak, serta skala usaha yang dimiliki.

Responden kurang membutuhkan informasi mengenai peralatan modern seperti

mesin pemerah susu otomatis karena harga mesin perah yang mahal dan masih

dirasa mampu untuk memerah sapi menggunakan tangan.

Kebutuhan informasi pengendalian penyakit responden berada pada

kategori rendah (67,65%), dan 32,35% pada kategori sedang. Rendahnya

kebutuhan informasi pengendalian penyakit menunjukkan bahwa responden

kurang antusias terhadap informasi pengendalian penyakit yang mencakup aspek

pengetahuan penyakit ternak dan aspek pencegahan dan penanggulangan

penyakit. Pada aspek pengetahuan penyakit ternak, mayoritas responden

membutuhkan informasi mengenai penyakit milk fever, penyakit mastitis, dan

penyakit bloat (kembung). Ketiga penyakit ini merupakan jenis penyakit yang

Page 17: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

55

55

paling banyak menyerang hewan ternak yang dimiliki responden. Informasi

dibutuhkan karena seringkali responden hanya memanggil keswan dari koperasi

apabila ternaknya terserang penyakit. Penyakit milk fever atau di kalangan

responden disebut dengan roboh merupakan penyakit yang menyerang sapi perah

karena kekurangan kadar kalsium dalam darah, sehingga mengakibatkan sapi

lemah kemudian tidak sanggup lagi untuk berdiri. Penyakit mastitis yaitu penyakit

radang ambing yang disebabkan ambing terinfeksi mikroorganisme akibat

kurangnya menjaga kebersihan pada ambing atau terlalu keras saat memerah sapi.

Bloat (kembung) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pemberian hijauan

yang masih basah kepada ternak sehingga mengakibatkan ternak mengalami

kembung. Pada aspek pencegahan dan penanggulangan penyakit, responden

membutuhkan informasi mengenai vaksinasi, pemberian antibiotik, dan

memotong kuku ternak. Informasi vaksinasi dan pemberian antibiotik dibutuhkan

agar responden mengetahui obat yang tepat untuk mengatasi penyakit yang

menyerang ternak, karena selama ini vaksinasi dan pemberian antibiotik hanya

diberikan oleh koperasi apabila ternak terserang penyakit melalui perantara

keswan. Informasi memotong kuku ternak dibutuhkan oleh responden karena

ternak yang dimiliki, sebagian besar belum pernah dipotong kukunya. Selain itu,

keterbatasan pengetahuan mengenai cara dan alat yang digunakan dalam

memotong kuku ternak menyebabkan responden tidak pernah memotong kuku

ternaknya. Pemotongan kuku ternak hanya dilakukan apabila petugas keswan

koperasi mengontrol kesehatan ternak.

Kebutuhan informasi pasca panen responden berada pada kategori rendah

(70,59%) dan 29,41% berada di kategori sedang. Rendahnya kebutuhan informasi

pasca panen menunjukkan bahwa responden kurang antusias terhadap informasi

pasca panen yang mencakup aspek pengolahan susu, aspek sarana pengolah susu,

aspek pengemasan susu, dan aspek pemanfaatan limbah. Pada aspek pengolahan

susu, informasi yang paling dibutuhkan responden adalah informasi mengenai

pengolahan susu menjadi produk olahan seperti yoghurt, es krim, keju, dan

sebagainya. Informasi tersebut dibutuhkan karena pada dasarnya responden hanya

Page 18: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

56

56

mampu mengolah susu dengan sederhana seperti dihangatkan atau didinginkan.

Responden mengetahui informasi pengolahan susu dari penyuluhan yang

diberikan pihak koperasi atau pihak pengurus kelompok, namun belum mampu

mengolah susu menjadi produk olahan karena susu yang didapatkan biasanya

langsung disetorkan ke pihak koperasi, sehingga jarang sekali responden

melakukan pengolahan susu. Selain itu, adanya keterbatasan ekonomi dan

rendahnya skala usaha yang dimiliki menyebabkan responden belum mampu

membeli bahan-bahan dan alat yang digunakan untuk mengolah susu seperti

mesin pengolahan UHT (Ultra High Temperature) atau mesin pembuat susu

bubuk. Pada aspek sarana pengolah susu, sebagian besar responden membutuhkan

informasi mengenai cooling unit yaitu alat untuk menampung dan menyimpan

susu segar dalam kondisi dingin. Informasi tersebut dibutuhkan karena alat seperti

cooling unit dianggap mampu membantu jalannya usaha yang dimiliki.

Responden membutuhkan informasi mengenai cooling unit untuk digunakan

secara bersama-sama, artinya responden mengumpulkan iuran untuk membeli alat

tersebut dan dijadikan sebagai inventaris kelompok. Hal tersebut dilakukan karena

responden belum mampu untuk membelinya secara perorangan. Pada aspek

pengemasan susu, pada dasarnya responden jarang melakukan pengemasan

terhadap susu hasil produksinya. Namun beberapa responden terutama responden

yang memiliki skala usaha menengah ke atas, membutuhkan informasi mengenai

pengemasan susu menggunakan botol plastik. Informasi tersebut dibutuhkan

untuk memenuhi permintaan susu segar dari warga sekitar atau dari luar daerah

penelitian. Selain digunakan untuk menjaga susu tetap segar, botol plastik juga

murah biaya pembuatannya dibandingkan menggunakan kaleng logam atau karton

tetrapaks, sehingga responden lebih cenderung menggunakan botol plastik apabila

harus melakukan pengemasan. Pada aspek pemanfaatan limbah, informasi yang

paling dibutuhkan oleh responden adalah informasi mengenai pengolahan kompos

dari kotoran ternak dan pengolahan energi biogas dari kotoran ternak. Informasi

pengolahan kompos dibutuhkan untuk memanfaatkan kotoran yang dihasilkan

oleh ternak. Pengolahan kompos ditujukan agar kotoran ternak dapat

Page 19: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

57

57

dipergunakan untuk kepentingan pertanian. Responden membutuhkan informasi

pengolahan kompos karena belum mampu mengolah kotoran ternak dalam jumlah

banyak. Biasanya, responden hanya mengolah sebagian kecil kotoran ternak untuk

kemudian dijemur dan dijual. Sebagian besar lainnya hanya dibuang atau istilah

responden ‘dipalidkeun’ karena terlalu banyaknya kotoran ternak yang harus

diolah dan tidak diimbangi dengan lahan yang terbatas untuk mengolah kotoran

ternak tersebut menjadi kompos. Adanya keterbatasan waktu untuk mengolah

kompos juga menyebabkan responden masih jarang memanfaatkan kotoran ternak

menjadi kompos. Sementara itu, informasi pengolahan energi biogas dari kotoran

ternak dibutuhkan karena masih jarang sekali responden yang mengetahui cara

memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas. Beberapa responden sempat

mencoba untuk mengolah kotoran ternak menjadi biogas, hanya saja banyaknya

tahapan yang harus dilakukan dan rumitnya proses pengolahan membuat

responden tidak lagi tertarik untuk mengolah kotoran ternak menjadi biogas.

Selain itu, peralatan yang digunakan untuk mengolah biogas hasil dari hibah

pemerintah juga telah usang dan rusak, sehingga tidak dapat digunakan lagi.

Kebutuhan informasi pemasaran responden berada pada kategori tinggi

(52,94%) dan sebagian responden lainnya berada pada kategori sedang dengan

persentase 47,06%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sangat

antusias terhadap informasi pemasaran yang mencakup aspek penjualan susu.

Pada aspek penjualan susu, responden paling membutuhkan informasi mengenai

tingkat harga susu di koperasi dan konsumen, harga standar susu per liter, dan

standar kualitas susu seperti total solid, kadar lemak, dan berat jenis. Informasi

tingkat harga susu di koperasi dan konsumen dibutuhkan oleh responden karena

responden merasakan bahwa harga jual susu di tingkat peternak masih sangat

kurang meskipun harga jual susu kelompok Lembusari merupakan salah satu yang

tertinggi di koperasi dengan harga Rp 4.300/ liter susu. Hal tersebut mendorong

responden untuk mengetahui harga yang dijual koperasi ke konsumen atau ke

pengepul susu yang lebih besar. Informasi harga standar susu per liter dibutuhkan

oleh responden karena dengan harga yang tertinggi diantara kelompok lain di

Page 20: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

58

58

koperasi, pendapatannya terhadap responden masih dirasakan kurang

menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan responden harus menambah biaya

operasional beternak untuk mendapatkan produksi susu yang tinggi, contohnya

dengan mengeluarkan biaya lebih untuk pakan, karena pasokan pakan dari

koperasi belum cukup mendongkrak produktivitas susu yang tinggi sehingga

harus ditambah dengan pakan tambahan. Hal inilah yang membuat responden

merasakan bahwa pengeluaran untuk biaya operasional tidak sebanding dengan

pendapatan yang dihasilkan dari harga jual susu per liternya. Informasi standar

kualitas susu seperti total solid, kadar lemak, dan berat jenis juga dibutuhkan oleh

responden, karena beberapa responden kurang memahami penilaian standar

kualitas susu tersebut. Selama ini, penilaian standar kualitas susu hanya dilakukan

oleh petugas koperasi saat penyetoran susu berlangsung, sehingga responden

masih kurang terlatih terhadap penilaian standar kualitas susu. Penyuluhan yang

diadakan pun seringkali hanya memaparkan materi lain, tanpa adanya pelatihan

tentang penilaian standar kualitas susu. Penilaian standar kualitas susu bagi

responden akan sangat diperlukan dan mampu menjadi bahan evaluasi, sehingga

dapat meminimalisir kerugian pada usahanya, terutama pada aspek penjualan

susu.

4.6 Hubungan antara Skala Kepemilikan Ternak dengan Tingkat

Kebutuhan Informasi Peternak Sapi Perah

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Rank

Spearman (rs) pada tingkat signifikansi 0,01 antara skala kepemilikan ternak (X)

dengan tingkat kebutuhan informasi bagi peternak sapi perah (Y), diperoleh nilai

koefisien korelasi sebesar 0,484. Mengacu pada aturan Guilford, nilai koefisien

korelasi sebesar 0,484 diartikan bahwa hubungan antar variabel cukup berarti, hal

ini menunjukkan terdapat suatu hubungan yang positif antara skala kepemilikan

ternak dengan tingkat kebutuhan informasi peternak. Dapat dikatakan bahwa

semakin tinggi skala kepemilikan ternak maka akan semakin tinggi pula tingkat

kebutuhan informasi peternak, dan begitu juga sebaliknya.

Page 21: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2012/200110120086_4_8084.pdf · Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar 352,5 Ha.

59

59

Skala kepemilikan ternak mencerminkan besarnya usaha ternak yang

dimiliki berdasarkan pada jumlah kepemilikan ternak. Tingkat kebutuhan

informasi peternak akan dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dimilikinya. Hal ini

dikarenakan apabila jumlah ternak yang dimiliki semakin banyak, maka

kemungkinan peternak menghadapi masalah dari usaha ternaknya tersebut

semakin besar. Selain itu, dengan banyaknya jumlah ternak yang dimiliki, maka

akan semakin bervariasi pula jenis masalah yang dihadapi peternak. Peternak

yang memiliki skala usaha kecil tentu akan membutuhkan informasi yang berbeda

dengan peternak yang memiliki skala usaha besar, baik itu dari aspek teknis

maupun non teknis, sehingga akan mendorong peternak untuk melakukan

pencarian informasi untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

Hasil penelitian yang menunjukkan hubungan yang cukup berarti antara

skala kepemilikan ternak dengan tingkat kebutuhan informasi bagi peternak sapi

perah menunjukkan bahwa skala usaha yang diukur berdasarkan jumlah

kepemilikan ternak produktif dalam satu populasi ternak mempengaruhi tingkat

kebutuhan informasi peternak sapi perah, terutama informasi mengenai sapta

usaha peternakan.