IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden 4.1.1...

28
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Karakteristik mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama. 4.1.1. Umur Sebanyak 30 mahasiswa angkatan 2013 menjadi responden pada penelitian ini. Umur responden berada pada rentang 19 tahun sampai 21 tahun. Menurut Soesilowindradini (1988), umur 17 sampai 21 tahun merupakan masa remaja akhir. Seseorang dalam masa ini telah menunjukkan kestabilan yang bertambah bila dibandingkan dengan masa remaja awal, demikian pula dengan tingkah laku yang berhubungan dengan konsumsi. Umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang. Tabel 3, menunjukkan uraian mengenai tingkatan umur responden. Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Responden No. Umur (tahun) Jenis Kelamin Jumlah (orang) Laki-laki Perempuan 1. > 19-20 3 5 8 2. > 20-21 9 9 18 3. > 21-22 3 1 4 Total 15 15 30 4.1.2. Asal Daerah Universitas Padjadjaran merupakan perguruan tinggi yang banyak diminati oleh calon mahasiswa dari seluruh kota di Indonesia, tercatat pada tahun 2015 jumlah pendaftar ke Universitas Padjadjaran sebanyak 85.879 orang yang berasal

Transcript of IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden 4.1.1...

47

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama.

4.1.1. Umur

Sebanyak 30 mahasiswa angkatan 2013 menjadi responden pada penelitian

ini. Umur responden berada pada rentang 19 tahun sampai 21 tahun. Menurut

Soesilowindradini (1988), umur 17 sampai 21 tahun merupakan masa remaja

akhir. Seseorang dalam masa ini telah menunjukkan kestabilan yang bertambah

bila dibandingkan dengan masa remaja awal, demikian pula dengan tingkah laku

yang berhubungan dengan konsumsi. Umur juga merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi pola pikir seseorang. Tabel 3, menunjukkan uraian

mengenai tingkatan umur responden.

Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Responden

No. Umur (tahun) Jenis Kelamin

Jumlah (orang) Laki-laki Perempuan

1. > 19-20 3 5 8 2. > 20-21 9 9 18 3. > 21-22 3 1 4

Total 15 15 30

4.1.2. Asal Daerah

Universitas Padjadjaran merupakan perguruan tinggi yang banyak diminati

oleh calon mahasiswa dari seluruh kota di Indonesia, tercatat pada tahun 2015

jumlah pendaftar ke Universitas Padjadjaran sebanyak 85.879 orang yang berasal

48

dari berbagai daerah di Indonesia dan hanya 3.363 orang yang diterima menjadi

mahasiswa Universitas Padjadjaran melalui jalur SBMPTN (Unpad, 2015).

Berdasarkan domisili atau asal daerah responden sebagian besar responden

berasal dari provinsi Jawa Barat (83,33%) seperti Bandung, Sumedang, Bandung

Barat, Bekasi, Bogor, Ciamis, Cimahi, Cirebon, Indramayu, Purwakarta,

Sukabumi, dan Tasikmalaya, sedangkan responden yang berasal dari luar provinsi

Jawa Barat hanya 16,67%, seperti Dumai, Wonosobo, Jakarta, Riau, dan

Tangerang. Asal daerah responden berkaitan erat dengan pola kehidupan sebelum

mereka menetap di Jatinangor.

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Asal Daerah

Asal Daerah Jumlah (orang)

Rata-rata Pengeluaran Konsumsi (Rp/ hari)

Rata-rata Pendapatan (Rp/ bulan)

Jawa Barat 25 24.900 1.148.000 Luar Jawa Barat 5 38.000 2.100.000

Hasil pada Tabel 4, menunjukkan bahwa responden yang berasal dari

daerah luar Jawa Barat, memiliki konsumsi harian yang lebih besar dibandingkan

dengan responden yang berasal dari daerah Jawa Barat. Konsumsi harian

tersebut, meliputi makan, minum, dan jajan sehari responden. Hal ini dipengaruhi

oleh uang kiriman yang diterima oleh responden yang berasal dari daerah luar

Jawa Barat memang lebih besar (64,66%) dibandingkan dengan responden yang

berasal dari daerah Jawa Barat (35,34%).

49

4.1.3. Agama

Dominasi reponden (96,67%) memeluk agama Islam, dan sebanyak 3,33%

dari responden yang memeluk agama non Islam. Kepercayaan semua responden

menunjukkan bahwa daging ayam broiler dapat dikonsumsi dengan aman, selain

alasan kesehatan atau nilai gizi juga karena daging ayam broiler merupakan

makanan kesukaan mereka.

4.2. Tingkat Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,

sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga

tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi

dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003).

Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi No. Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Tinggi 8 26,67 2. Sedang 16 53,33 3. Rendah 6 20,00

Total 30 100,00

Tingkat pengetahuan gizi sebagian besar responden (53,33%) kategori

sedang, sementara kategori tinggi (26,67%) dan kategori kurang (20,00%). Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami gizi hanya pada

kategori sedang, yang hanya memahami mengenai jenis sumber protein, dan

aplikasinya terhadap pemilihan makanan yang dapat dijadikan sumber protein

bagi tubuh, serta mengetahui bagian ayam yang paling baik dikonsumsi.

Nasoetion dan Riyadi (1995) menyatakan bahwa pengetahuan menjadi landasan

50

penting untuk menentukan konsumsi pangan keluarga, seseorang yang tahu gizi

mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya di dalam pemilihan

maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi

kebutuhan bisa lebih terjamin.

Responden dengan tingkat pengetahuan gizi kategori rendah rata-rata

hanya mengetahui jenis protein menurut sumbernya, makanan yang dapat menjadi

sumber protein, serta bagian pada daging ayam yang paling baik dikonsumsi.

Sedangkan tingkat pengetahuan gizi kategori tinggi sudah mengetahui hal-hal

yang lebih dalam mengenai gizi, manfaat gizi bagi tubuh, serta kandungan yang

terdapat dalam daging ayam broiler.

Pengetahuan gizi yang dimiliki responden, pada umumnya didapat dari

pendidikan formal, keluarga, dan berbagai sumber informasi lainnya seperti media

cetak maupun elektronik yang digunakan untuk memperkaya pengetahuan.

Pengalaman serta informasi yang didapat mengenai pengetahuan gizi, dapat pula

menjadi pedoman mahasiswa dalam melakukan penerapan dalam kehidupan

sehari-hari. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan umum maupun

pengetahuan gizi dan kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan pola

konsumsi pangan.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku yang disebabkan oleh

perubahan pola pikir dan pengalaman-pengalamannya. Menurut Pranadji (1988)

seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal tinggi diharapkan memiliki

pengetahuan gizi yang baik pula. Jika dilihat dari aspek tingkat pendidikan, maka

tidak ada perbedaan satu dengan yang lainnya, karena responden pada penelitian

ini sama yaitu sebagai mahasiswa aktif Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran.

51

Pengetahuan gizi berkaitan kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan

makanan harian. Menurut WHO, zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang

diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,

membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.

Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan adalah banyaknya masing-masing

zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan. Mahasiswa dengan rentang usia yang

sama, akan berbeda mengenai kebutuhan gizinya antara laki-laki dan perempuan

dengan rentang umur yang sama. Perbedaan aktivitas yang dilakukan serta berat

badan juga mempengaruhi kebutuhan gizi harian seseorang.

4.3. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini mengacu pada besaran

uang yang diterima oleh responden untuk memenuhi kebutuhannya selama satu

bulan bersumber dari orang tua, beasiswa, maupun sumber lainnya. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh data responden mengenai rata-rata pendapatan per

bulan, sumber pendapatan, serta rata-rata jumlah konsumsi daging ayam broiler.

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Tingkat Pendapatan (Rp/ bulan) Jumlah (orang)

Persentase (%)

Kategori

600.000 – 1.306.667 22 73,33 Rendah > 1.306.667 – 3.000.000 8 26,67 Tinggi

Berdasarkan Tabel 6, pendapatan yang diterima responden per bulan

berkisar dari Rp. 600.000 sampai Rp. 3.000.000 dengan rata-rata sebesar Rp.

1.306.667 per bulan. Sebagian besar (73,33%) responden menerima pendapatan

antara Rp. 600.000 sampai 1.306.666 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa

responden menerima uang kiriman per bulan relatif rendah karena berada dibawah

52

rata-rata total pendapatan yang diterima responden, sedangkan sebanyak 26,67%

responden memperoleh kiriman yang dengan kategori tinggi.

Jenis pengeluaran responden bervariasi, oleh karena itu responden harus

pandai mengatur uang kiriman berdasarkan skala kebutuhannya. Hampir semua

mahasiswa mengalokasikan uang sakunya untuk biaya makan. Makan merupakan

kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi uang saku untuk biaya makan dari

setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mereka.

Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan uang sakunya untuk biaya

makan. Jika setiap harinya responden makan dua kali, dan biaya yang

dikeluarkan untuk satu kali makan adalah Rp. 7.500, maka dalam sehari

responden harus mengeluarkan biaya Rp. 15.000 hanya untuk makan saja. Jika

dalam sebulan biaya yang dikeluarkan untuk makan Rp. 480.000 (30 hari), maka

hanya Rp. 5.000 yang dapat digunakan setiap harinya untuk kebutuhan selain

makan. Berikut Tabel 7, menunjukkan alokasi pendapatan responden terhadap

kebutuhan setiap bulan.

Tabel 7. Alokasi Pendapatan terhadap Kebutuhan per Bulan

No. Kebutuhan Rata-rata

Pengeluaran (Rp) Persentase Pengeluaran terhadap

Pendapatan per Bulan 1. Makan Minum 811.000 62,07 2. Belanja Bulanan 107.833 8,25 3. Perkuliahan 75.433 5,77 4. Transportasi 62.167 4,76 5. Hiburan 114.400 8,76 6. Lain-lain 135.833 10,40

Alokasi pendapatan responden sebagian besar (62,07%) untuk makan dan

minum sehari-hari, dan sisanya digunakan untuk kebutuhan belanja bulanan,

seperti alat kebersihan, kesehatan, dan kecantikan; kebutuhan perkuliahan, seperti

fotocopy, print, buku, dan pulsa modem; biaya transportasi bagi responden yang

menggunakan kendaraan pribadi atau umum, alokasi untuk biaya transportasi ini

53

kecil hanya 4,76%, hal ini dikarenakan sebagian dari responden memanfaatkan

fasilitas angkutan gratis dari kampus untuk transportasi mereka menuju kampus;

alokasi selanjutnya digunakan untuk refreshing atau hiburan responden, seperti

nonton bioskop atau jalan-jalan, serta kebutuhan lain-lain (10,40%).

Besaran pendapatan yang diterima seorang responden tergantung kepada

kemampuan pengirim. Tabel 8, menunjukkan rata-rata pendapatan yang diterima

responden per bulan berdasarkan sumber kiriman.

Tabel 8. Sumber Kiriman Responden serta Rata-rata Pendapatan per Bulan

No. Sumber Kiriman Jumlah (orang)

Persentase (%)

Rata-rata Pendapatan (Rp/ bulan)

1. Keluarga 2 6,67 1.000.000 2. Orangtua 18 60,00 1.544.400 3. Orangtua dan Beasiswa 9 30,00 955.600 4. Orangtua dan Keluarga 1 3,33 800.000

Pendapatan keluarga merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang

dari pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan juga dikaitkan dengan tingkat

pendapatan, seseorang yang memiliki pekerjaan yang baik tentu pendapatannya

akan baik pula, sehingga secara tidak langsung pekerjaan mempengaruhi pola

makan seseorang dikaitkan dengan hasil yang didapat (uang). Responden dengan

tingkat pendapatan tinggi, dapat dengan mudah memilih menu makanan bergizi

yang akan dimakan setiap harinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo

(1989) terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh

pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan

kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi,

hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan.

Jenis pekerjaan orangtua dapat memberikan gambaran besarnya

pendapatan yang diperoleh keluarga tersebut setiap bulan, sedangkan pendapatan

54

keluarga secara langsung mempengaruhi besaran uang kiriman untuk responden.

Responden yang kedua orangtuanya berwirausaha, menerima rata-rata uang

kiriman sebesar Rp. 1.800.000 per bulan, yang merupakan jumlah terbesar dari

uang kiriman dengan berbagai pekerjaan lain. Hal tersebut dapat dilihat pada

Tabel 9, mengenai pekerjaan orang tua/wali dengan rata-rata uang kiriman per

bulan kepada anak.

Tabel 9. Pekerjaan Orangtua/Wali dengan Rata-rata Uang Kiriman per Bulan No. Pekerjaan Orangtua/Wali Rata-rata Kiriman (Rp/bulan) 1. Pegawai Swasta 1.367.000 2. Pensiunan PNS 600.000 3. PNS 1.550.000 4. Wiraswasta 1.229.000 5. PNS - Pegawai Swasta 1.000.000 6. PNS – PNS 800.000 7. PNS - Wiraswasta 1.067.000 8. Wiraswasta - Pegawai Swasta 1.100.000 9. Wiraswasta - Petani 1.500.000 10. Wiraswasta - Wiraswasta 1.800.000

4.4. Preferensi Konsumsi

Preferensi pangan (food preference) adalah tindakan/ukuran atau tidak

sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan

Suhardjo (1989). Hasil dari penelitian preferensi terhadap daging ayam broiler

pada semua responden menunjukan bahwa 100% menyukai daging ayam broiler

sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi.

Menurut Khumaidi (1989), terbentuknya rasa suka terhadap makanan

tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat

makan untuk memenuhi rasa lapar serta dari hubungan emosional dengan yang

memberi makan pada saat anak-anak. Perbedaan yang nyata terhadap preferensi

konsumsi daging ayam broiler pada responden dilihat dari bagian daging ayam,

55

menu dalam pengolahan daging ayam yang dikonsumsi, serta alasan atau

pertimbangan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

4.4.1. Preferensi Konsumsi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler

Preferensi responden terhadap daging ayam broiler berdasarkan bagian

daging ayam broiler yang disukai. Pada tingkat pengetahuan gizi untuk kategori

tinggi, bagian daging ayam broiler yang paling disukai yaitu bagian paha bawah,

kategori sedang bagian daging ayam broiler yang paling disukai yaitu paha atas,

dan untuk kategori rendah, bagian daging ayam broiler yang disukai pada bagian

dada. Tabel 10 dibawah ini menggambarkan sebaran responden pada preferensi

terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat

pengetahuan gizi.

Tabel 10. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

No. Bagian Daging Ayam Broiler

Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase (%) Tinggi Sedang Rendah

1. Dada 1 5 3 30,00 2. Paha Atas 2 7 2 36,67 3. Paha Bawah 3 1 1 16,67 4. Sayap 2 3 0 16,67 Total 8 16 6 100,00

Tabel 10, diatas mengungkapkan bahwa sebagian besar (36,67%)

responden memilih bagian paha atas pada daging ayam broiler yang paling

disukai. Bagian dada pada daging ayam broiler juga banyak disukai oleh

responden sebesar 30,00%. Sedangkan bagian paha bawah dan sayap pada daging

ayam broiler masing-masing hanya 16,67%.

56

Pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi, paha bawah menjadi bagian

daging ayam yang paling disukai, tingkat pengetahuan gizi sedang, paha atas

menjadi bagian daging ayam yang paling disukai, sedangkan pada kategori tingkat

pengetahuan gizi rendah, bagian dada ayam yang paling disukai. Hal ini

menunjukan bahwa pada dasarnya responden tidak memperhatikan nilai gizi yang

terkandung dan kemampuan terhadap tingkat pengetahuan yang dimilikinya untuk

mengonsumsi bagian daging ayam broiler.

Sama halnya dengan preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang

disukai berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, preferensi terhadap bagian daging

ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat pendapatan responden juga

menyukai bagian paha atas dan dada. Berikut Tabel 11, mengenai sebaran

responden pada preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai

berdasarkan tingkat pendapatan.

Tabel 11. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Bagian Daging Ayam Broiler Tingkat Pendapatan Persentase

(%) Tinggi Rendah 1. Dada 4 5 30,00 2. Paha Atas 3 8 36,67 3. Paha Bawah 0 5 16,67 4. Sayap 1 4 16,67 Total 8 22 100,00

Tabel 11, diatas menunjukan bahwa pada tingkat pendapatan kategori

tinggi responden lebih menyukai bagian dada pada daging ayam broiler,

sedangkan kategori rendah lebih menyukai bagian paha atas. Secara keseluruhan

preferensi terhadap bagian daging ayam broiler berdasarkan tingkat pendapatan,

responden menyukai bagian paha atas (36,67%) dan bagian dada (30,00%).

Jika dilihat dari jumlah protein, daging dada dan daging paha memiliki

jumlah protein yang berbeda yaitu 20,5% dan 18,1% (Lampiran 2). Ditambahkan

57

Sediaoetama (2006) bahwa daging paha ayam mengandung serat-serat yang lebih

kasar, jika dibandingkan dengan daging dada (dada mentok), sehingga daging

dada ayam lebih mudah dicerna dibandingkan dengan daging pahanya.

Bagian dada diminati oleh responden karena bagian dada banyak

mengandung daging dan empuk. Selain bagian dada, bagian paha atas juga banyak

diminati oleh responden dikarenakan bagian ini selain terdapat daging yang cukup

banyak, juga terdapat kulit yang menempel pada bagian ini. Hal tersebut menjadi

salah satu alasan bagian paha atas menjadi bagian yang banyak di konsumsi

responden.

Bagian paha bawah dan sayap kurang diminati oleh responden

dibandingkan bagian dada dan paha atas. Terlihat dari responden yang memilih

kedua bagian ini untuk dikonsumsi. Untuk bagian paha bawah dan sayap ini

tendapat perbedaan yang sangat jelas dibandingkan dengan bagian dada dan paha

atas, selain karena ukurannya yang relatif kecil juga perhatian beberapa penjual

produk daging ayam terhadap kedua bagian ini, yaitu dengan menurunkan harga.

Analisis statistik pada Tabel 12 dan Tabel 13, menggambarkan hasil uji chi

square antara preferensi bagian daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan

gizi responden dan tingkat pendapatan.

Tabel 12. Output Chi Square antara Preferensi Bagian Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pengetahuan Gizi

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,659

a 6 ,354

Likelihood Ratio 7,514 6 ,276 Linear-by-Linear Association 3,683 1 ,055 N of Valid Cases 30 a. 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.

Hasil chi square hitung (6,659), Asymp. Sig sebesar 0,354 atau probabilitas

diatas 0,05 (0,354 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak

58

mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler untuk dikonsumsi.

Pengetahuan yang dimiliki responden tidak mempengaruhi preferensi terhadap

bagian daging ayam yang dikonsumsi, responden cenderung tidak terlalu

membandingkan kandungan pada bagian-bagian daging ayam.

Tabel 13. Output Chi Square antara Preferensi Bagian Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 3,388

a 3 ,336

Likelihood Ratio 4,535 3 ,209 Linear-by-Linear Association 1,953 1 ,162 N of Valid Cases 30 a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.

Tabel 13, menunjukkan hasil analisis chi square hitung pada preferensi

bagian daging ayam broiler dengan tingkat pendapatan yaitu 3,388, Asymp. Sig

sebesar 0,336 atau probabilitas diatas 0,05 (0,388 > 0,05). Maka tingkat

pendapatan responden tidak mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler

untuk dikonsumsi. Rasa suka terhadap bagian daging ayam yang dikonsumsi

kembali kepada selera responden. Meskipun pada beberapa franchise yang

menjual daging ayam membedakan antara bagian-bagian daging ayam, tetapi

tidak mempengaruhi responden pada berbagai tingkat pendapatan terhadap

pemilihan bagian daging ayam broiler.

4.4.2. Preferensi Konsumsi Terhadap Menu Daging Ayam Broiler

Keanekaragaman olahan bumbu dan masakan untuk daging ayam,

menjadikan menu yang beragam pula untuk bisa dinikmati oleh masyarakat.

Menu masakan daging ayam broiler yang paling disukai oleh responden, seperti

ayam goreng, ayam bakar, ayam krispi, ayam kremes, ayam penyet, ayam kecap,

59

ayam pop, ayam sayur, opor ayam, ayam kalasan, ayam balado, dan masih banyak

lagi hidangan ayam broiler.

Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi

seseorang terhadap suatu jenis pangan, yaitu karakteristik individu, karakteristik

pangan, dan karakteristik lingkungan. Pada faktor karakteristik pangan itu sendiri,

terdapat rasa, aroma, harga, dan penampakan. Berikut Tabel 14, mengenai

preferensi terhadap menu daging ayam broiler berdasarkan tingkat pengetahuan

gizi.

Tabel 14. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Menu Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

No. Menu Masakan Tingkat Pengetahuan Gizi

Persentase (%) Tinggi Sedang Rendah

1. Ayam Goreng 3 6 3 40,00 2. Ayam Bakar 2 2 2 20,00 3. Ayam Krispi 1 1 0 6,67 4. Ayam Penyet 0 0 1 3,33 5. Ayam Kecap 0 2 0 6,67 6. Sop Ayam 0 1 0 3,33 7. Ayam Saus Tiram 0 1 0 3,33 8. Ayam Panggang 0 1 0 3,33 9. Ayam Balado 0 1 0 3,33 10. Ayam Taliwang 0 1 0 3,33 11. Ayam Cabe Ijo 2 0 0 6,67

Total 8 16 6 100,00

Pada Tabel 14 diatas, menunjukan bahwa menu ayam goreng banyak

disukai oleh responden dengan berbagai tingkat pengetahuan gizi. Menu ayam

bakar menjadi menu kedua yang paling disukai responden. Sama halnya pada

kategori tingkat pendapatan, preferensi terhadap menu daging ayam broiler yang

disukai yaitu ayam goreng, lebih jelasnya pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Menu Masakan Daging

Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Menu Masakan Tingkat Pendapatan

Persentase (%) Tinggi Rendah

1. Ayam Goreng 3 9 40,00 2. Ayam Bakar 2 4 20,00

60

3. Ayam Krispi 0 2 6,67 4. Ayam Penyet 0 1 3,33 5. Ayam Kecap 1 1 6,67 6. Sop Ayam 0 1 3,33 7. Ayam Saus Tiram 0 1 3,33 8. Ayam Panggang 1 0 3,33 9. Ayam Balado 1 0 3,33 10. Ayam Taliwang 0 1 3,33 11. Ayam Cabe Ijo 0 2 6,67

Total 8 22 100,00

Pada Tabel 15, menggambarkan bahwa menu ayam goreng menjadi menu

yang paling disukai oleh responden dengan kategori pendapatan tinggi dan

pendapatan rendah. Secara keseluruhan responden dengan kategori tingkat

pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan, pada kedua kategori ini menu ayam

goreng menjadi menu paling disukai, dan menu ayam bakar menjadi menu kedua

yang paling disukai responden.

Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih menyukai menu daging ayam

bakar goreng, karena rasanya yang renyah dan gurih serta mudah mendapatkannya

di rumah makan atau kantin. Ayam bakar juga banyak digemari karena beberapa

alasan, seperti rasanya yang lebih enak dan cocok untuk dikonsumsi di malam hari

dan memang menjadi menu pengganti jika bosan dengan ayam goreng. Selain itu,

menu ayam krispi juga menjadi favorit karena hidangan ayam krispi ini banyak

dijual cepat saji dibeberapa franchise yang berada tidak jauh dari tempat tinggal

responden.

Menu ayam kecap, ayam cabe ijo, ayam balado, dan aneka jenis masakan

ayam yang disajikan dengan sambal hanya dikonsumsi oleh beberapa responden

yang gemar menyantap makanan pedas. Rata-rata responden menyantap menu

daging ayam dengan jumlah tiga menu masakan, hal ini karenakan agar responden

tidak merasa bosan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

61

Berikut Tabel 16 dan Tabel 17, menggambarkan hasil uji chi square antara

preferensi menu masakan daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan gizi

responden dan tingkat pendapatan.

Tabel 16. Output Chi Square antara Preferensi Menu Masakan Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pengetahuan Gizi

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 17,708

a 20 ,607

Likelihood Ratio 19,668 20 ,479 Linear-by-Linear Association 1,279 1 ,258 N of Valid Cases 30 a. 32 cells (97,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.

Hasil uji statistik pada analisis chi square hitung pada preferensi menu

masakan daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan yaitu 17,708, Asymp.

Sig sebesar 0,607 atau probabilitas diatas 0,05 (0,607 > 0,05). Maka tingkat

pengetahuan gizi responden tidak mempengaruhi preferensi menu masakan

daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Menu masakan yang dipilih sesuai selera

responden tidak terpengaruh oleh tingkat pengetahuan gizi responden.

Tabel 17. Output Chi Square antara Preferensi Menu Masakan Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9,119

a 10 ,521

Likelihood Ratio 10,888 10 ,366 Linear-by-Linear Association ,008 1 ,927 N of Valid Cases 30 a. 21 cells (95,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,27.

Hasil chi square hitung (9,119), Asymp. Sig sebesar 0,521 atau probabilitas

diatas 0,05 (0,521 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak

mempengaruhi preferensi menu masakan daging ayam broiler untuk dikonsumsi.

62

Menu masakan daging ayam broiler dengan harga yang ditawarkan cenderung

tidak berbeda jauh dari setiap menunya, sehingga pada uji chi square tidak

menunjukan adanya pengaruh terhadap pemilihan menu.

4.4.3. Preferensi Konsumsi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam

Broiler

Alasan dalam mengonsumsi juga berpengaruh terhadap preferensi daging

ayam broiler. Menurut Kotler (2001), pilihan konsumen terhadap suatu produk

dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Berikut

Tabel 18, mengenai sebaran responden pada preferensi terhadap alasan

mengonsumsi daging ayam broiler berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.

Tabel 18. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

No. Alasan Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase

(%) Tinggi Sedang Rendah 1. Rasa enak 6 9 4 63,34 2. Ekonomis 2 5 2 30,00 3. Kandungan gizi 0 2 0 6,67

Total 8 16 6 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berdasarkan tingkat

pengetahuan gizi, mengenai alasan atau pertimbangan dalam mengonsumsi daging

ayam broiler. Alasan karena rasa daging ayam broiler yang enak merupakan

alasan yang paling besar (63,34%) dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

Selain rasa yang enak, alasan karena harga daging ayam broiler yang ekonomis,

juga menjadi alasan kedua terbesar (30,00%) dalam mengonsumsi daging ayam

broiler. Sedangkan alasan lain seperti suka dan kandungan gizi pada daging

ayam, menjadi alasan penentu lain dalam memilih daging ayam broiler.

63

Berikut Tabel 19, menunjukkan sebaran responden pada preferensi

terhadap alasan mengonsumsi daging ayam broiler berdasarkan tingkat

pendapatan.

Tabel 19. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Alasan Tingkat Pendapatan Persentase

(%) Tinggi Rendah 1. Rasa enak 4 15 63,34 2. Ekonomis 2 7 30,00 3. Kandungan gizi 2 0 6,67 Total 8 22 100,00

Pada Tabel 19, menunjukkan bahwa alasan responden yang paling besar

(63,34%) yaitu rasa yang enak pada daging ayam broiler menjadikan daging ayam

broiler banyak dikonsumsi responden. Alasan kerena harganya yang murah dalam

pemilihan daging ayam broiler untuk dikonsumsi menjadi alasan yang dipilih oleh

responden dengan kategori pendapatan rendah. Hal ini didukung oleh pendapat

Lipsey dkk (1995), yang mengemukakan bahwa semakin rendah harga suatu

komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin

besar. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin sedikit jumlah

komoditi yang diminta, sedangkan alasan praktis diungkapkan oleh responden

dengan tingkat pendapatan tinggi dalam mengemukakan alasan yang kedua dalam

mengonsumsi daging ayam broiler. Berikut Tabel 20 dan Tabel 21,

menggambarkan hasil uji chi square antara alasan mengonsumsi daging ayam

broiler dengan tingkat pengetahuan gizi responden dan tingkat pendapatan.

64 Tabel 20. Output Chi Square antara Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler

dengan Tingkat Pengetahuan Gizi Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,704

a 6 ,845

Likelihood Ratio 3,457 6 ,750 Linear-by-Linear Association ,203 1 ,652 N of Valid Cases 30 a. 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.

Hasil chi square hitung (2,704), Asymp. Sig sebesar 0,845 atau probabilitas

diatas 0,05 (0,845 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak

mempengaruhi alasan mengonsumsi daging ayam broiler untuk dikonsumsi.

Kandungan gizi yang ada pada daging ayam broiler tidak menjadi suatu

kebutuhan khusus yang dapat memenuhi nutrisi bagi tubuh, karena daging ayam

sudah menjadi menu yang banyak dipilih mahasiswa.

Tabel 21. Output Chi Square antara Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5,901

a 3 ,117

Likelihood Ratio 5,708 3 ,127 Linear-by-Linear Association ,324 1 ,569 N of Valid Cases 30 a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,53.

Hasil chi square hitung (5,901), Asymp. Sig sebesar 0,117 atau probabilitas

diatas 0,05 (0,117 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak

mempengaruhi alasan dalam mengonsumsi daging ayam broiler untuk

dikonsumsi. Karena daging ayam sudah menjadi makanan yang sering

dikonsumsi karena harga yang relatif terjangkau oleh setiap mahasiswa, berbeda

dengan daging sapi yang memang tergolong makanan yang mewah dikalangan

mahasiswa.

4.5. Pola Konsumsi

65

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,

sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga

tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi

dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan

gizi yang bersangkutan.

Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang

kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi

dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan

produktifitas. Menurut Suhardjo (2006), pola konsumsi merupakan cara

bagaimana makan diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan

yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk beberapa kali makan atau

frekuensi makan.

Pola konsumsi responden meliputi cara memperoleh makan setiap harinya,

pilihan tempat pembelian, frekuensi makan, dan rata-rata pengeluaran konsumsi

harian. Pola konsumsi daging ayam broiler pada responden yang diamati meliputi

jumlah konsumsi dan frekuensi makan daging ayam broiler dalam satu minggu.

4.5.1. Cara Memperoleh Makan

Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang tidak tinggal

dengan orangtua/indekos. Mahasiswa yang indekos mempunyai keputusan penuh

terhadap segala pemilihan, terutaman dalam memenuhi kebutuhannya termasuk

dalam hal makan. Sebagian besar responden memperoleh makan dengan

membeli. Hanya 10% yang sesekali memperoleh makan dengan memasak sendiri

66

di kostan. Hal ini juga dipengaruhi oleh kostan yang ditempati responden,

menyediakan atau tidak ruang untuk memasak.

Keputusan responden dalam cara memilih untuk membeli makan diluar

juga karena alasan simpel daripada harus memasak makanan. Juga keterbatasan

kemampuan untuk memasak makanan yang dimiliki oleh responden, terutama

reponden laki-laki. Maka, hampir 100% responden memilih untuk membeli

makan setiap harinya.

4.5.2. Pilihan Tempat Pembelian Daging Ayam Broiler

Keputusan responden dalam membeli makan setiap hari, maka responden

mempunyai tempat pembelian makan yang selalu dikunjungi. Dengan maraknya

penjual rumah makan, kantin, warung makan, dan fast food berdampak pada

pemilihan makanan yang dijual ditempat tersebut. Persepsi responden terhadap

tempat pembelian makan, yang menyebabkan tempat tersebut sering untuk

dikunjungi. Persepsi merupakan pandangan individu terhadap suatu objek

sehingga individu tersebut memberi reaksi atau respon yang berhubungan dengan

penerimaan atau penilaian. Menurut Kotler (1997), persepsi berhubungan dengan

pendapat dan penilaian yang berakibat terhadap motivasi, kemauan, tanggapan,

perasaan, dan fantasi terhadap stimulus.

Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik teatpi juga pada

rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan inividu

yang bersangkutan. Dengan adanya persepsi senang terhadap suatu tempat, maka

responden cenderung kembali ke tempat tersebut karena beberapa hal. Berikut

Tabel 22, tempat pembelian daging ayam broiler yang biasa dijadikan menu untuk

makan.

67 Tabel 22. Sebaran Responden Menurut Tempat Pembelian Daging Ayam Broiler

No. Tempat Pembelian Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan

Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah 1. Kantin 4 4 6 5 9 2. Warteg, Warnas 7 10 3 2 18

3. Rumah Makan (Modern, Sunda, Padang)

2 3 1 3 3

4. Cepat Saji (Restaurant, Franchise)

2 5 2 4 5

*Responden dapat memlilih lebih dari tempat konsumsi

Responden pada kategori pengetahuan gizi rendah, menjadikan kantin

sebagai tempat pembelian daging ayam broiler, sedangkan untuk kategori

pengetahuan gizi tinggi dan kategori pengetahuan gizi rendah lebih memilih

warteg dan warung nasi yang menjadi pilihan tempat untuk pembelian daging

ayam broiler. Hal yang juga menjadi pertimbangan responden dalam memilih

tempat untuk membeli daging ayam juga karena alasan mengenai kebersihan,

pelayanan yang memuaskan, kualitas daging ayam yang terjamin, harga yang

murah, lokasi terdekat, dan ada juga karena ajakan dari teman.

Kantin cenderung lebih disukai mahasiswa disebabkan karena keseharian

dan aktivitas mahasiswa berada di kampus, dari pagi hari hingga sore, jadi

mengharuskan mahasiswa makan di kantin kampus. Berbeda dengan kantin

kampus, alasan mahasiwa memilih warung nasi, warung tegal, rumah makan

padang dikarenakan selera dari setiap mahasiswa, perbedaan cita rasa yang

disajikan berbeda, misalnya rumah makan padang yang menghadirkan rasa pedas

disetiap masakannya, warung nasi yang menghadirkan rasa manis atau khas

sunda.

Cepat saji dan restaurant dipilih karena kecepatan dan lokasi atau tempat

yang incar para mahasiswa dalam memilih daging ayam utuk makan sehari-hari.

68

Sedangkan untuk pecel, biasanya banyak diminati di malam hari karena jam buka

pecel yang memang buka pada malam hari dipinggiran jalan kampus, dan

memang kebanyakan rumah makan yang lain sudah mulai tutup atau kehabisan,

maka alternatif lain ialah kedai pecel kaki lima.

4.5.3. Frekuensi Makan

Perbedaan konsumsi makan pokok harian setiap mahasiswa jelas berbeda.

Kebiasaan dan bentuk tubuh menjadikan pola konsumsi makan pokok mahasiswa

berbeda pula. Kebiasaan perempuan untuk menjaga berat badan berbeda halnya

dengan laki-laki yang seakan tidak peduli terhadap penampilan badan, menjadikan

pola makan yang berbeda pula. Berikut Tabel 23, yang menjelaskan sebaran

responden berdasarkan tingkat konsumsi makan per hari.

Tabel 23. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Makan

No. Frekuensi Makan Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan

Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah 1. 1 kali 1 0 1 1 1 2. 1-2 kali 3 4 2 1 8 3. 2 kali 2 5 2 2 7 4. 2-3 kali 2 5 1 3 5 5. 3 kali 0 2 0 1 1

Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli

konsumen. Konsumen akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai dengan

tingkatan daya beli yang dimilikinya. Ditambahkan Khumaidi (1994), bahwa

kebiasaan makan erat kaitannya dengan penyediaan makanan, karena akan

mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi

kebutuhan zat gizi.

69

Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari

sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003), apabila

kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan kualitas

untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan kita tidak

bisa makan sekaligus dalam jumlah yang banyak.

Sejumlah pakar gizi berpendapat bahwa pola makan yang paling baik

adalah hanya makan dua kali sehari. Alasannya, tipe pola makan dua kali ternyata

didasarkan pada psikologi pelik tubuh, yaitu harus ada jeda dari makan pertama

sebelum menyantap makan pokok lain, sehingga perlu menunggu perut kosong

agar timbul sensasi lapar yang optimal. Biasanya, makanan tinggal didalam perut

selama enam hingga delapan jam. Kesimpulannya, makan sehari dua kali dapat

memberikan waktu bagi perut untuk lebih banyak beristirahat, selain itu pola

makan dua kali sehari dapat memberikan kesempatan pada perut untuk

beristirahat selama 12 jam.

4.5.4. Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Harian

Hampir semua mahasiswa mengalokasikan pendapatan untuk biaya

makan. Makan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi

pendapatan untuk biaya makan dari setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan

kebutuhan dan keadaan mereka. Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan

uangnya untuk biaya makan. Berdasarkan Tabel 24, responden berdasarkan

pengetahuan gizi, dengan kategori tinggi, pengeluaran harian sebesar 11.000

hingga Rp. 20.000. Kategori pengetahuan sedang dan kategori rendah dengan

rata-rata pengeluaran harian Rp. 21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi.

Sedangkan berdasarkan tingkat pendapatan, pada kategori tingkat pendapatan

tinggi rata-rata pengeluaran harian sebesar Rp. 31.000 hingga Rp. 60.000 dan

70

pada kategori tingkat pendapatan rendah jumlah rata-rata mengeluarkan Rp.

21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi harian. Lebih jelas pada Tabel 24.

Tabel 24. Sebaran Responden Menurut Alokasi Pengeluaran Harian

No. Pengeluaran Konsumsi Harian (Rp)

Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan

Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah

1. 7.000 - 10.000 2 0 0 0 2 2. 11.000 - 20.000 3 5 2 1 9 3. 21.000 - 30.000 1 9 3 3 11 4. 31.000 - 60.000 2 2 1 4 0

Teori Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam

hirarkhi, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak

sehingga orang didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu pada waktu-waktu

tertentu. Dalam urutan berdasarkan tingkat kepentingannya, kebutuhan fisik yang

meliputi rasa lapar dan haus merupakan kebutuhan pertama yang paling penting,

sehingga orang akan berusaha memuaskan sebuah kebutuhan mereka yang paling

penting. Jika seseorang berhasil memuaskan sebuah kebutuhan yang penting,

kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator, dan dia akan berusaha

memuaskan kebutuhan terpenting berikutnya (Kotler, 1997).

Sebagai akibat dari rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat

makanan tertentu akan memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan makan (Sumarwan, 2004). Selain untuk makan

pengeluaran konsumsi harian juga meliputi biaya untuk makan, minum, dan jajan

mahasiswa setiap hari. Alokasi pengeluaran harian ini disesuaikan dengan

pendapatan yang diterima mahasiswa, karena kebutuhan mahasiswa indekos

dipenuhi oleh mereka sendiri. Seperti yang dikemukakan Koentjaraningrat (1997)

pemberian uang saku kepada anak memberikan pengaruh kepada anak untuk

belajar mengelola dan bertanggung jawab terhadap uang saku yang dimilikinya.

71

4.5.5. Jumlah dan Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler

Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein bagi tubuh.

Sebagai bahan pangan, daging ayam broiler tersusun atas komponen-komponen

bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air, mineral, dan

pigmen. Tabel 25, menggambarkan sebaran responden dengan berbagai kategori

tingkat pengetahuan gizi serta jumlah konsumsi daging ayam.

Tabel 25. Jumlah Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

Tingkat Pengetahuan Gizi Jumlah Konsumsi

Tinggi Total 3.480 gram Rata-rata 435 gram n 8 orang

Sedang Total 9.000 gram Rata-rata 562,5 gram n 16 orang

Rendah Total 2.520 gram Rata-rata 420 gram n 6 orang

Hasil penelitian dengan metode recall yang dilakukan selama tiga kali

dalam satu minggu, menunjukan bahwa responden dengan kategori tingkat

pengetahuan tinggi mengonsumsi daging ayam sebanyak 3.480 gram atau rata-

rata 435 gram per orang. Responden dengan kategori tingkat pengetahuan sedang,

mengonsumsi daging ayam dengan jumlah 9.000 gram atau rata-rata 562,5 gram

per orang. Sedangkan responden dengan kategori tingkat pengetahuan kurang

mengonsumsi daging ayam sebanyak 2.520 gram atau rata-rata 420 gram per

orang.

Hal diatas menunjukkan bahwa responden dengan kategori pengetahuan

gizi sedang rata-rata mengonsumsi daging ayam lebih banyak daripada responden

dengan pengetahuan gizi tinggi. Padahal menurut Suhardjo (1989) konsumen

yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih

72

pangan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan responden dengan pengetahuan gizi

tinggi, cenderung tidak menerapkan pengetahuan gizi mereka dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan jumlah daging ayam yang dikonsumsi, dapat dilihat juga

frekuensi konsumsi daging ayam broiler perminggu, seperti pada Tabel 26. Rata-

rata responden (53,33%) pada tingkat pengetahuan gizi tinggi, sedang, dan rendah

mengonsumsi daging ayam sekali dalam sehari.

Tabel 26. Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

No. Frekuensi Konsumsi Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase

(%) Tinggi Sedang Rendah 1. >1 x perhari 1 1 0 6,67 2. 1 x perhari 3 10 3 53,33 3. 3 x perminggu 1 3 0 13,33 4. <3 x perminggu 2 2 2 20,00 5. <1 x perminggu 1 0 1 6,67 6. Tidak pernah 0 0 0 0,00 Total 8 16 6 100,00

Perbedaan besarnya pendapatan yang diterima oleh responden

mengakibatkan perbedaan konsumsi makanan, termasuk daging ayam broiler.

Preferensi responden terhadap daging ayam sangat besar karena harga daging

ayam relatif terjangkau oleh responden. Responden dengan tingkat pendapatan

tinggi total mengonsumsi daging ayam 5.400 gram atau rata-rata 675 gram per

orang, sedangkan responden dengan tingkat pendapatan rendah total

mengonsumsi daging ayam 9.600 gram atau rata-rata 436,36 gram per orang.

Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 27, mengenai preferensi konsumsi daging

ayam berdasarkan tingkat pendapatan.

Tabel 27. Jumlah Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan Jumlah Konsumsi

73

Tinggi Total 5400 gram Rata-rata 675,00 gram n 8 orang

Rendah Total 9600 gram Rata-rata 436,36 gram n 22 orang

Hasil ini sejalan dengan penelitian Suprijono (1995) yang menunjukkan

bahwa konsumsi protein dan sumbangan pangan hewani terhadap konsumsi

protein meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan. Soekirman (2000)

menambahkan bahwa dengan meningkatnya pendapatan seseorang maka akan

terjadi pergeseran pola konsumsi pangan ke arah yang lebih beraneka ragam dan

terajadi peningkatan proporsi lemak dan protein, terutama dari sumber pangan

hewani. Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli rumah

tangga. Suatu rumah tangga akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai

dengan tingkat daya beli rumah tangga tersebut. Tingkat pendapatan yang tinggi

akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan

yang lebih baik dalam jumlah maupun gizinya.

Menurut Ariningsih (2008), faktor daya beli sangat menentukan tingkat

konsumsi pangan hewani, dengan semakin tinggi pendapatan maka konsumsi

pangan hewani cenderung semakin tinggi. Hal ini diduga karena adanya produk

pangan lain yang dapat dibeli responden dengan harga lebih murah. Lipsey dkk

(1995), menyatakan penurunan harga suatu jenis barang akan mempengaruhi

melalui dua cara, pertama harga relatif akan berubah sehingga rumah tangga

terdorong untuk lebih banyak, barang tersebut karena harganya lebih murah,

kedua pendapatan meningkat karena bisa membeli lebih banyak semua jenis

komoditi, jenis komoditi yang digunakan sebagai pengganti dari daging ayam

broiler yaitu daging sapi dan telur. Berikut Tabel 28, mengenai frekuensi

konsumsi daging ayam broiler pada tingkat pendapatan.

74 Tabel 28. Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat

Pendapatan

No. Frekuensi Konsumsi Tingkat Pendapatan Persentase

(%) Tinggi Rendah 1. >1 x perhari 1 1 6,67 2. 1 x perhari 6 10 53,33 3. 3 x perminggu 0 4 13,33 4. <3 x perminggu 1 5 20,00 5. <1 x perminggu 0 2 6,67 6. Tidak pernah 0 0 0,00 Total 8 22 100,00

Rata-rata frekuensi konsumsi daging ayam broiler responden pada satu

kali perhari atau 120 gram per potong. Jika dilihat dari rata-rata jumlah konsumsi

daging ayam broiler responden sebanyak 500 gram per minggu. Konsumsi daging

ayam broiler memberikan asupan protein hewani pada tubuh. Tahu, tempe dan

telur menjadi menu sebagai sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh

responden. Jika dilihat dari asupan protein, rata-rata responden hanya

mengonsumsi sebesar 51,69 gram setiap hari, dan masih dibawah angka

kecukupan protein yang dianjurkan (Lampiran 1). Responden kurang

memperhatikan kecukupan protein yang dikonsumsi setiap harinya, padahal

dengan mengonsumsi sepotong daging ayam broiler setiap harinya, juga tambahan

seperti tempe dan susu maka responden sudah memenuhi kecukupan protein

harian yang dianjurkan.

Analisis chi square mengenai jumlah konsumsi daging ayam broiler

dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan tidak saling

mempengaruhi. Begitupun halnya frekuensi konsumsi daging ayam broiler

dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan yang juga tidak saling

mempengaruhi.