UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI...
Transcript of UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI...
i
KONSTRUKSI MAKNA HAJI MANDIRI BAGI JAMAAH HAJI
DI KOTA BANDUNG
Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Makna Haji Mandiri bagi Jamaah Haji
di KUA Kecamatan Batununggal Kota Bandung
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Disusun Oleh:
Dhena Delany D. D
KXO 050653
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
MANAJEMEN KOMUNIKASI
KAMPUS BANDUNG
2012
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : KONSTRUKSI MAKNA HAJI MANDIRI BAGI JAMAAH
HAJI DI KOTA BANDUNG
Sub judul : Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Haji Mandiri
bagi Jamaah Haji di KUA Kecamatan Batu Nunggal Kota
Bandung
Penyusun : Dhena Delany D.D
NPM : KXO050653
Bandung, Januari 2013
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Dr. Hj. Purwanti Hadisiwi, M.Exed.
NIP. 195808241988032001
Pembimbing Pendamping,
Drs. Teddy Kurnia W.,M.I.Kom.
NIP. 196401161990031004
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa
skripsi/hasil penelitian ini adalah saya sendiri yang membuat dan
semua tulisan/kutipan yang ada dalam skripsi ini telah saya cantumkan
sumber aslinya. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan
sebenar-benarnya.
Bandung, Januari 2013
Yang Membuat
Pernyataan
Dhena Delany D. D
KXO050653
iii
ABSTRAK
Dhena Delany D. D, KXO 050653, 2012, Jurusan Manajemen
Komunikasi. Penelitian ini berjudul ―Konstruksi Makna Haji Mandiri bagi Jamaah
Haji di Kota Bandung‖. Penelitian ini dilakukan di bawah bimbingan Ibu Dr. Hj.
Purwanti Hadisiwi, M.Exed. selaku pembimbing utama, dan Bapak Drs. Teddy
Kurnia W., M.I.Kom. selaku pembimbing pendamping. Program kelas Bandung,
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini melalui wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konstruksi
makna pelaksanaan ibadah haji mandiri bagi jamaah haji di Kota Bandung, untuk
mengetahui bagaimana konstruksi makna bimbingan haji mandiri bagi jamaah haji
di Kota Bandung dan untuk mengetahui bagaimana konstruksi makna rombongan
haji mandiri bagi jamaah haji di Kota Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa konstruksi makna
pelaksanaan ibadah haji mandiri bagi jamaah haji di Kota Bandung yaitu,
menjadikan jamaah lebih khusu dalam menjalankan ritual ibadah, sebagai proses
pelatihan diri menuju kesederhanaan dan kesabaran. Konstruksi makna bimbingan
haji mandiri bagi jamaah haji di Kota Bandung yaitu, sebagai proses
pembimbingan perubahan perilaku jemaah haji sehingga menjadi lebih baik,
karena pada bimbingan haji mandiri memotivasi jamaan untuk lebih serius dalam
mempelajari pedoman tentang haji, yang nantinya dapat bermanfaat pada saat
melaksanakan ibadah haji dan konstruksi makna rombongan haji mandiri bagi
jamaah haji di Kota Bandung yaitu sebagai identitas para jemaah haji, sehingga
apabila terjadi apa-apa maka rombongan itu yang akan menjadi identitas, selain
itu antar anggota dalam rombongan haji mandiri sifat toleransi dan tolong
menolongnya lebih besar.
iv
ABSTRACT
Dhena Delany D. D, KXO 050 653, 2012, Department of Management
Communication Research is titled "Self-Construction of Meaning for the Pilgrim
Pilgrimage in the city of Bandung". Research was conducted under the guidance
of Ibu Dr. Hj. Purwanti Hadisiwi, M.Exed. as the main supervisor, and Drs.
Teddy W. Kurnia, M.I.Kom. as the assistant coach. Class Program Bandung,
Faculty of Communication University of Padjadjaran Bandung.
The research method used in this study is a qualitative method of data
collection fenomenologi. Teknik approach in this study through in-depth
interviews, and literary study.
The purpose of this study was to determine how the construction of
meaning independent of the implementation of the Hajj pilgrims in the city of
Bandung, to find out how the construction of meaning for the guidance of an
independent haj pilgrims in the city of Bandung, and to find out how the
construction of meaning independent group of Haj pilgrims in the city of Bandung
Based on this research, it can be concluded that the construction of
meaning independent of the implementation of the Hajj pilgrims in the city of
Bandung, namely, making the congregation more specifically in the ritual of
worship, as the training process itself toward simplicity and patience.
Construction of meaning independent guidance for Hajj pilgrims in the city of
Bandung, namely, the guardianship of the pilgrims making behavioral changes
for the better, because the self-motivated guidance Hajj pilgrims to be more
serious in studying the guidelines of the pilgrimage, which will be useful when
carrying out the Hajj construction of meaning and self-contained group of Haj
pilgrims in the city of Bandung is the identity of the pilgrims, so that if anything
happens then the group will be the identity, other than that between members of
the independent nature of the pilgrimage group tolerance and please help him
more.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
Alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul
―Konstruksi Makna Haji Mandiri bagi Jamaah Haji di Kota Bandung‖, sebagai
salah satu syarat untuk menempuh sidang S1 Universitas Padjadjaran, Fakultas
Ilmu Komunikasi, Kampus Bandung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu kerendahan dan kelapangan hati, semua kritik dan saran penulis terima sebagai
masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Dalam penyusunan Skripsi ini, dengan segala keterbatasan, penulis telah
menemui berbagai hambatan. Semua ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, petunjuk, serta dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Hj. Purwanti Hadisiwi, M.Exed., selaku Dosen pembimbing utama
yang telah membimbing dan membantu penulis dalam segala ide dan
vi
2. solusi dalam menyusun Skripsi ini, serta memberikan kemudahan penulis
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
3. Alm. Drs. Hary Muharam, M.Si., selaku Dosen pembimbing pendamping
yang tiada lelah untuk memberikan dorongan, semangat, serta
mengarahkan kepada pembenaran dalam penulisan Skripsi ini. Terima
kasih atas masukan-masukannya yang sangat membantu dalam
penyusunan Skripsi ini. Selamat jalan Pa Hary, semoga amal ibadahnya
diterima Allah SWT. Amin.
4. Drs. Teddy Kurnia W., M.I.Kom, selaku Dosen pembimbing pendamping,
yang memberikan bimbingan, kesabaran dalam mengoreksi dan
memberikan arahan kepada penulis.
5. Drs. Duddy Zein, M.Si., selaku Dosen Wali penulis, yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis setiap kali bertemu.
6. Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Padjadjaran yang telah memberikan kemudahan
kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa.
7. Drs. Dede Mulkan, M.Si,. selaku Ketua Program Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Padjajaran Kampus Bandung yang telah
memberikan kemudahan pada saat penyusunan skripsi ini dan selama
penulis menjadi mahasiswa.
8. Drs. Teddy Wirakusuma, M.I.Kom., sebagai Ketua Sub Program Studi
Manajemen Komunikasi Kampus Bandung, atas bimbingan selama penulis
kuliah.
vii
9. Dra. Feliza Zubair, M.Si, Sekertaris Program, atas bantuannya penulis
dalam urusan akademik.
10. Seluruh dosen Jurusan Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas Padjadjaran Kampus Bandung, yang telah
mengajarkan berbagai ilmu komunikasi bagi penulis selama masa
perkuliahan.
11. Seluruh staf Jurusan Manajemen Komunikasi, SBA, Kemahasiswaan,
Perpustakaan yang telah memberikan bantuan serta kemudahan selama
penulis menjadi mahasiswa.
12. Keluarga tercinta, mamah, papap, kakak-kakak ku, om, tante, nenek,
kakek, sepupu, keponakan, saudara-saudara yang sangat sabar dan tiada
henti memberikan doa, dukungan, dorongan, serta kekuatan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semuanya, berkat kalian
skripsi ini dapat terselesaikan.
13. Kurdi Hadiyatulloh yang selalu ada di saat suka dan duka, selalu setia
menemani, dan dengan sabar memberikan saran, solusi, semangat, dan
dukungan yang sangat berharga. Terima kasih atas semua rasa sayang dan
kesabaran yang diberikan.
14. Para sahabat Hedy, Gandes, Willy, Sera, Tian, Ayub, Dwiyanti, Veldy,
Dennis, Ferry, Puri, Niken, Riva dll yang senantiasa tiada henti untuk
memberikan semangat, keyakinan, keceriaan dan membantu tanpa pamrih
dalam setiap keadaan. Terima kasih atas persahabatan yang tulus dan
indah.
viii
15. Semua teman di jurusan Manajemen Komunikasi 2005, semua teman yang
berada di Fakultas Ilmu Komunikasi Kampus Bandung dan semua teman-
teman, saudara-saudara dan kerabat-kerabat yang selalu mendukung,
memberi semangat dan mengharapkan agar segera selesainya skripsi ini.
Akhirnya ..!!
Semoga penelitian skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang membutuhkan, serta
pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, Januari 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Konteks Penelitian.......................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ............................................................................. 9
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 10
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................... 10
1.5 Kegunaan Penelitian ..................................................................... 10
1.5.1 Kegunaan Teoritis .............................................................. 10
1.5.2 Kegunaan Praktis ............................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12
2.1 Kajian Pustaka .............................................................................. 12
2.2 Landasan konseptual .................................................................... 13
2.2.1 Makna Haji ......................................................................... 13
2.2.2 Makna Umroh .................................................................... 14
2.2.3 Jenis - Jenis Haji ................................................................ 15
2.2.4 Rukun dan Wajib Haji ........................................................ 16
2.2.5 Rangkaian kegiatan ibadah Haji......................................... 17
2.2.6 Persiapan Ibadah Haji ........................................................ 19
2.2.7 Lokasi Utama Ibadah Haji dan Umroh .............................. 20
2.3 Landasan teoritis .......................................................................... 21
2.3.1 Teori Konstruksi sosial ...................................................... 21
2.3.2 Perspektif Interaksi simbolik.............................................. 35
BAB III METODELOGI DAN OBJEK PENELITIAN ................................... 41
3.1 Metodelogi Penelitian .................................................................. 41
x
3.1.1 Pendekatan Penelitian ........................................................ 41
3.1.2 Desain Penelitian ................................................................ 42
3.1.3 Subjek Penelitian ................................................................ 44
3.1.4 Penentuan informan ........................................................... 45
3.1.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 45
3.1.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 47
3.1.7 Validitas dan keabsahan data ............................................. 49
3.1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 50
3.2 Objek Penelitian ........................................................................... 50
3.2.1 Sejarah Kementerian Agama.............................................. 50
3.2.2 V I S I ................................................................................. 55
3.2.3 M I S I ................................................................................ 55
3.2.4 Makna Lambang Kementerian Agama .............................. 56
3.2.5 Tugas dan Fungsi Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Jawa Barat .......................................................................... 58
3.2.6 Tugas .................................................................................. 58
3.2.7 Fungsi ................................................................................. 59
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 61
4.1 Profil Informan Penelitian ............................................................ 61
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................ 64
4.2.1 Makna Haji Bagi Jamaah Haji Mandiri Di Kota Bandung 64
4.2.2 Konstruksi makna haji mandiri dalam meningkatkan ke
khu‘suan dalam menjalankan ibadah haji ......................... 67
4.2.3 Konstruksi makna haji mandiri .......................................... 80
4.2.4 Makna Bimbingan Haji Bagi Jamaah Haji ........................ 96
4.2.5 Makna Rombongan bagi jamaah haji di Kota Bandung .. 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 119
5.1 Kesimpulan................................................................................. 119
5.2 Saran ........................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Penelitian
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas di berbagai
sektor kehidupan semakin tinggi, termasuk tuntutan terhadap pelayanan dalam
bimbingan manasik haji. Dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi masih
adanya ketergantungan jamaah haji kepada petugas atau orang lain, bahkan masih
terdengar pertanyaan jamaah ―setelah melakukan yang tadi (lontar) apalagi yang
akan dilakukan‖? Juga sering dilihat pada waktu tawaf ketua rombongan
berteriak-teriak membaca do‘a diikuti jamaah dibelakangnya, ini mengindikasikan
tingkat pengetahuan jamaah tentang proses ibadah haji sangat kurang, dan
gambaran tidak adanya kemandirian dalam beribadah. Padahal seluruh jamaah
haji mendambakan pada satu saatnya nanti setelah selesai menunaikan ibadah haji
memperoleh haji mabrur. Haji mabrur tidak akan tercapai manakala tidak
didukung pemahaman jamaah haji terhadap manasik dan ibadah lainnya serta
dapat melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Hal ini menjadi
prasyarat kesempurnaan ibadah haji untuk memperoleh haji mabrur.
Dalam menentukan pelayanan yang diinginkan untuk berangkat berhaji
terdapat banyak pilihan yang dapat dipilih oleh para calon jamah haji. Dari mulai
segi waktu keberangkatan ada yang berada di Tanah Suci selama enam hari ada
pula yang mencapai satu bulan. Dari segi fasilitas ada yang mempersipakan
2
sendiri makanan dan hotel yang diperlukan tapi ada pula yang segala keperluan
untuk berhaji telah diurus oleh biro perjalanan haji yang bersangkutan.
Jamaah haji mandiri, didengungkan Departemen Agama dalam
melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah. Kemandirian bukan hanya
dalam urusan manasik dan pelaksanaan ibadah haji saja, tapi juga mandiri dalam
urusan perjalanan haji. Jamaah haji yang mampu mandiri, akan memberi
kekhusyu‘an beribadah. Kemandirian yang tentunya didasarkan oleh ilmu.
Artinya, kemandirian lahir karena memahami ilmu untuk berhaji, hingga saat
melaksanan haji tak banyak lagi merepotkan orang-orang sekitar, dan jamaah pun
bisa fokus beribadah mencapai haji mabrur.
Haji mandiri adalah haji yang tidak tergantung kepada siapapun.
Ketidakan tergantungan itu artinya bisa mandiri dalam hal manasik, hingga
perjalanan. Haji mandiri akan paham betul tentang manasik, perjalanan,
pemondokan, dan bagaimana mengatasi kemungkinan-kemungkinan darurat yang
bisa terjadi selama jamaah disana.
Dambaan setiap muslim yang menunaikan ibadah haji adalah
memperoleh haji mabrur. Namun untuk mencapai haji yang mabrur tidak semudah
yang diinginkan karena untuk mencapainya, salah satu prasyaratnya adalah
pemahaman mengenai manasik haji yang utuh. Untuk memperoleh pemahaman
tersebut, proses pembelajaran dalam bimbingan manasik haji yang diarahkan pada
kemandirian, menuju kesempurnaan ibadah haji sesuai tuntunan ajaran agama
Islam, merupakan suatu keniscayaan.
3
Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kompetensi atau
kemampuan memahami manasik haji dan ibadah lainnya, serta dapat menunaikan
ibadah haji dengan benar sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Bila dirinci
kompetensi tersebut ke dalam indikator adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyebutkan syarat rukun, wajib, sunah dan larangan ibadah haji.
2. Dapat melakukan manasik haji dengan benar sesuai tuntunan agama
Islam.
3. Dapat menyebutkan proses perjalanan ibadah haji.
4. Dapat menjaga kesehatan dan keamanan diri sendiri.
5. Dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri.
Pada sisi lain kompetensi pembimbing akan sangat menentukan
keberhasilan bimbingan. Adapun kompetensi pembimbing yang diharapkan
adalah kemampuan memahami proses pelaksanaan ibadah haji dan penerapan
metode yang sesuai dengan materi dalam proses bimbingan. Adapun indikatornya
adalah:
1. Dapat mengidentifikasi jenis materi bimbingan yang sesuai dengan
bentuk bimbingan perorangan, kelompok dan massal.
2. Dapat menentukan penerapan metode yang sesuai dengan materi dengan
pendekatan pembelajaran orang dewasa.
3. Dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan bentuk
bimbingan.
4. Dapat melakukan evaluasi pembelajaran.
4
Berbagai faktor intern maupun ekstern hendaknya mendapat perhatian,
karena akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan bimbingan. Dengan
memperhatikan faktor lingkungan serta keterlibatan semua pihak (tokoh
masyarakat, ulama, penyuluh, kelompok bimbingan, maupun pejabat pusat dan
daerah), berkontribusi dalam mensukseskan keberhasilan bimbingan manasik haji.
Apabila dirinci faktor intern yang dapat mempengaruhi kegagalan/keberhasilan
bimbingan antara lain sebagai berikut:
1. Sangat beragamnya profil jamaah haji; pengetahuan manasik haji, latar
belakang pendidikan, tingkat sosial, budaya, dan umur.
2. Kualitas dan kompetensi pembimbing jamaah haji dalam penguasaan
metode bimbingan.
3. Sarana dan alat bantu bimbingan yang perlu disediakan.
4. Kemampuan para penyelenggara bimbingan dalam penyiapan dan proses
pelaksanaan bimbingan.
Pemilihan bagi para jamaah yang akan berangkat haji, hal tersebut
dikembalikan lagi kepada pertimbangan dan kemampuan tiap jamaah yang ingin
berangkat ke Tanah Suci. Tapi, yang terpenting adalah melakukan persiapan fisik,
mental, ilmu haji dan finansial yang memadai untuk dapat menunaikan beribadah
haji dengan maksimal.
Sejak Juni 2010, Departemen Agama menggulirkan gagasan haji
Mandiri. Menurut Drs. H. Abdul Ghafur, Direktur Pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji, Departemen Agama RI
haji mandiri yang dimaksud lembaganya dalam pengertian bahwa jamaah haji
5
tidak tergantung dengan siapapun. Dengan tidak tergantung itu artinya bisa
mandiri dalam hal manasik dan mandiri dalam hal perjalanan. Program haji
mandiri ini mendapat sambutan dari berbagai lapisan masyarakat calon jemaah
haji. Sambutan positif dari calon jemaah disebabkan karena biaya manasik yang
harus dikeluarkan jamaah, jika mengikuti manasik melalui biro perjalanan haji
atau kelompok bimbingan haji dengan biaya yang sudah ditentukan. Padahal jika
mengikuti dari departemen agama itu, tidak dipungut biaya sama sekali.
Untuk tujuan tersebut pihaknya sudah membentuk tugas satuan-satuan
yang langsung dekat dengan jamaah. Langkah pertama, memberdayakan Kantor
Urusan Agama (KUA). Program ini memang tidak bisa selesai satu tahun. Ia
menambahkan selain melibatkan KUA pihaknya juga akan melibatkan tokoh
masyarakat maupun para ahli yang berada di daerah.
Idealnya, seorang jamaah calon haji memang harus mandiri. Ia harus tahu
manasik secara benar dan melakukan seluruh rukun dan wajib haji ketika di Tanah
Suci tidak tergantung pada pihak lain, dalam hal ini sang pembimbing. Dalam
tataran ide haji mandiri dinilai banyak pihak merupakan terobosan yang bagus.
Namun dalam tataran praktik, banyak hal yang perlu di cermati.
Akhlak sebagai apresiasi dan refleksi dari hati, ia sebagai ‗kiblat‘ bagi
manusia untuk dapat dikatakan hamba yang berbakti atau sebaliknya. Nabi
Muhammad SAW dengan jelas-jelas menjadikan suasana hati sebagai barometer
terhadap seorang muslim dan pada akhirnya menjadi standar kualitas ketaqwaan
kepada Allah SWT.
6
Pasca haji dan umrah, akan lahir kembali kefitrahan pada setiap hati,
yang selama melaksanakan ibadah telah ditempa dengan makna ketauhidan dan
makna pasrah kepada Dia secara kaaffah. Hati akan lebih tertata, akhlak menjadi
semakin terarah, empati kepada sesama akan selalu dengan serta merta menjadi
alasan dalam setiap langkah dan aktifitas keseharian. Semangat dari haji dan
umrah akan senantiasa menjadikan setiap manusia yang pernah melakukannya
lebih hati-hati, pada akhirnya keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian,
adanya pertanggung jawaban dari seluruh amal selama didunia dan ada yang
melihat seluruh aktifitas tanpa ada yang luput sedikitpun dari pengawasan-Nya.
Haji dan Umrah merupakan sebuah ritual khusus dari rentetan ritual yang
diwajibkan dalam Rukun Islam yang ke-5 bagi yang mampu, sebagai kesadaran
dari seorang hamba untuk memperbaiki sikap dan akhlak kepada Robbul ‗Izzati,
sesuai dengan pernyataan dari Nabi:
― Dari satu Umrah kepada Umrah yang lainnya akan menjadi penghapus
dosa diantara keduanya dan Haji yang ‗Mabrur‘ tidak ada balasan yang
paling pantas melainkan syurga.‖
Jaminan bagi yang melaksanakan ibadah haji yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW menjadi penawar dari pengorbanan yang dilakukan oleh
para jamaah haji dan umrah dalam melaksanakan ritual manasik. Haji bukan
sekedar ibadah yang hanya mengacu pada ketengan hati, tetapi kesiapan fisik,
pengetahuan dan kemampuan dalam hal pembiayaan menjadi bagian yang
terpenting lainnya.
7
Kegiatan ibadah apapun yang dilaksanakan di tanah suci terasa nikmat.
Banyak jamaah haji yang mengalami pengalaman rohani yang mengesankan tiada
tara selama di tanah suci. Itulah sebabnya, mengapa banyak orang yang sudah
berhaji atau berumrah selalu rindu untuk kembali melihat ka‘bah.
Ibadah haji merupakan wajib bagi umat islam yang mampu
menunaikannya, karena ibadah haji termasuk kedalam rukun islam yang kelima.
Seperti yang tercantum dalam Q.S. Ali Imran: 97.
‖ Dan bagi manusia diwajibkan melaksanakan ibadah haji bagi yang
mampu menjalankannya‖.
Haji mempunyai dua pengertian, yaitu menurut bahasa dan istilah syar‘i.
Makna Haji menurut bahasa adalah maksud dan tujuan yang dimuliakan. Menurut
istilah syar‘i ialah mengunjungi Baitul-Haram di Mekkah Al-Mukaromah untuk
mengerjakan beberapa ibadah khusus seperti tawaf, sa‟i, wuquf, di Padang Arafah
serta melakukan bermacam-macam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Terdapat beberapa hadits sahih tentang keutamaan haji dan pahala umroh
yang dapat menghilangkan keraguan bagi seseorang dalam melaksanakan ibadah
haji atau umroh untuk mengharapkan pahala, rahmat dan maghfiroh Allah SWT.
Ibadah Haji berguna bagi kaum muslimin untuk memperkuat Ukhwah Islamiyah,
menggalang solidaritas sosial, saling tolong menolong dalam kemaslahatan dunia
akhirat. Sebagian hadits tersebut adalah:
Dari Abu Hurairah berkata: Kami telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa yang berhaji dan tidak mengerjakan jima‘
(bersetubuh pada waktu terlarang), tidak pula Fasiq (berbuat maksiat),
8
maka diampunilah dosanya sebagaimana ia baru lahir dari kandungan
ibunya.‖ (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari Abdullah bin Mas‘ud berkata: ‖Rasullah SAW bersabda:
kerjakanlah haji dan umroh karena keduanya dapat menghapuskan
kekafiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi,
mas dan perak. Dan bagi Haji yang mabrur akan mendapat pahala surga.‖
(HR. Turmudzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).
Telah diketahui bahwa ukuran mampu adalah salah satu syarat kewajiban
menunaikan ibadah haji. Hakekat mampu itu sendiri, secara singkat , mampu
berarti kuat dibidang kesehatan, keuangan, pengetahuan tentang haji, dengan
menjauhi dari segala yang dilarang oleh syari‘at islam.
Agar ibadah haji menjadi sah, maka pelaksanaannya harus dilakukan
pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT, sebagaimana keterangan
dalam Firmannya: (Muslim) haji adalah beberapa bulan yang telah diketahui.”
(Q.S. Al-Baqoroh:197). Bulan-bulan haji yang telah ditentukan adalah: syawal,
dziulka‘dah, dan sepuluh hari bulan dzulhijjah sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Umar dan disepakati oleh ulama Hanafiah, Imam Syafi‘i dalam Qaul juded,
dan Imam Ahmad dalam qaul qadimnya.
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi
tanggung jawab pemerintah dibawah koordinasi Menteri Agama sebagaimana
diatur dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang
ibadah haji. Implementasinya bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan,
dan perlindungan sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan
9
yang baik agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar
dan nyaman sesuai dengan tuntunan agama serta jamaah haji dapat melaksanakan
ibadah secara mandiri sehingga diperoleh haji mabrur.
Ibadah haji dan umrah menjadi salah satu pilihan yang paling tepat untuk
kembali pada kebenaran yang hakiki, karena didalam melaksanakan ibadah
tersebut manusia mau tidak mau, suka tidak suka diajarkan dan diingatkan bahwa
ada kekuatan supra natural maha dahsyat, yang seluruh alam semesta beserta
isinya berada dibawah kendali dan genggaman-Nya, manusia adalah bagian kecil
dari makhluk Allah yang harus tunduk dan patuh terhadap semua ketentuan dan
perintah-Nya. Dengan Haji dan Umrah seorang hamba akan lebih mendalami dan
menyelami esensi dari penciptaan yang telah dirancang sedemikian rupa oleh
Allah, ‗pakaian‘ keangkuhan yang sering melekat bergantikan dua lembar ihram
sederhana penuh makna, semua dikondisikan untuk berada pada level paling
rendah dihadapan Tuhannya, semangat kesetaraan, kebersamaan dan kesamaan
serta kepedulian harus dimiliki oleh setiap hamba.
Pemberian informasi dan penyuluhan ibadah haji kepada calon jamaah
atau masyarakat dilakukan dengan sistem penerangan umum dan penerangan
kelompok melalui media cetak, elektronik, ceramah, pengajian dll.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang di atas, maka peneliti tertarik meneliti
tentang ”Bagaimana Konstruksi Makna Haji Mandiri bagi Jamaah Haji di
Kota Bandung?”
10
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan di atas maka indentifikasi masalah yang dapat
diambil adalah:
1. Bagaimana konstruksi makna komunikasi intrapersonal dalam pelaksanaan
ibadah haji mandiri bagi jamaah haji di kota Bandung?
2. Bagaimana konstruksi makna komunikasi intrapersonal dalam bimbingan
haji mandiri bagi jamaah haji di kota Bandung?
3. Bagaimana konstruksi makna rombongan haji mandiri bagi jamaah haji di
kota Bandung?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konstruksi makna pelaksanaan ibadah haji bagi jamaah
haji mandiri di kota Bandung.
2. Untuk mengetahui konstruksi makna bimbingan haji mandiri bagi jamaah
haji di kota Bandung.
3. Untuk mengetahui konstruksi makna rombongan haji mandiri bagi jamaah
haji di kota Bandung.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara konsep teoritis hasil penelitian ini diharapkan
berkontribusi bagi bidang kajian ilmu komunikasi, khususnya penerapan
11
konstruksi sosial dalam realitas Haji Mandiri. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
1.5.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai makna Haji Mandiri berdasarkan karakteristiknya agar dapat
berguna bagi calon jamaah haji dan penyedia jasa haji.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustakan merupakan tinjauan terhadap penelitian - penelitian
serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini ada beberapa
referensi penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan.
Astrid krisanti. 2101100070082. Remaja penggemar tayangan korea.
Studi fenomenologis tentang remaja penggemar tayangan korea di
komunitas hklcb dan bkc bandung., skripsi, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetaui pemaknaaan remaja
terhadap gaya berpakaian yang ditampilkan tayangan korea, untuk mengetahui
pemaknaan remaja terhadap bahasa yang digunakan dalam tayangan korea, untuk
mengetahui pemaknaan remaja terhdapa gaya hidup yang ditampilkan tayangan
korea, dan untuk mengetahui ketertarikannya terhadap tayangan korea.
Hasil dari penelitian ini adlaah pemaknaan remaja terhadap gaya
berpakaian yang ditampilkan dalam tayangan korea menunjukan budaya serta
karakter fashion korea, warna - warni yang nabrak, unik, penyesuaian terhadap
cuaca, memiliki kemiripan dengan gaya berpakaian harajuku, serta lebih cocok
digunakan orang korea.
Tri kemaria.10080002137, tanggapan jemaah haji mandiri terhadap
kualitas pelayanan departemen agama dalam pelaksanaan program
13
kebijakan haji mandiri (non kbih), skripsi, Fakultas Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Bandung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan jemaah
haji yang mengikuti bimbingan haji mandiri terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan departemen agama dalam pelaksanaan program kebijakan mandiri.
Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahawa tanggap terhdap
kualitas pelayanan departemen agama dinilai cukup. Penilaian tersebut banyak
dipengaruhi oleh minimnya fasilitas yang disediakan oleh pihak departemen
agama. Penilaian terhadap indicator bukti langsung tersebut hendaknya menajdi
acuan bagi departemen agama dalam menyelenggarakan program kebijakan
dikemudian hari.
2.2 Landasan konseptual
2.2.1 Makna Haji
Haji adalah salah satu rukun Islam yang lima. Menunaikan ibadah haji
adalah bentuk ritual tahunan bagi kaum muslim yang mampu secara material,
fisik, maupun keilmuan dengan berkunjung ke beberapa tempat di Arab Saudi dan
melaksanakan beberapa kegiatan pada satu waktu yang telah ditentukan yaitu
pada bulan Dzulhijjah.
Secara estimologi (bahasa), Haji berarti niat (Al Qasdu), sedangkan
menurut syara‘i berarti Niat menuju Baitul Haram dengan amal-amal yang
khusus.Tempat-tempat tertentu yang dimaksud dalam definisi di atas adalah selain
14
Ka‟bah dan Mas‟a (tempat sa‟i), juga Padang Arafah (tempat wukuf), Muzdalifah
(tempat mabit), dan Mina (tempat melontar jumroh).
Sedangkan yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah bulan-bulan haji
yaitu dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amalan
ibadah tertentu ialah thawaf, sa‟i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumroh,
dan mabit di Mina.
Haji mempunyai dua pengertian, yaitu menurut bahasa dan istilah syar‘i.
Makna haji menurut istilah syar‘i ialah mengunjungi Baitul Haram untuk
mengerjakan beberapa pekerjaan khusus seperti thawaf, sa‘i, wuquf di padang
Arafah, dan lain-lain. Haji merupakan syariat masa lampau berdasarkan
keterangan yang menjelaskan bahwa Adam AS telah mengerjakan haji dan para
malaikat pun menyambutnya.
Kata al-hajj dalam bahasa arab adakalanya berbunyi al-hajju dan al-hijju
dan keduanya terdapat dalam al-Qur‟an. Sedangkan arti umroh menurut bahasa
adalah berkunjung, dan menurut istilah syar‘i ialah mengunjungi Ka‘bah dengan
cara Khusus, disertai thawaf, sa‟i, dan mencukur rambut
2.2.2 Makna Umroh
Umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melakukan serangkaian
ibadah dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Umrah disunahkan bagi
muslim yang mampu. Umrah dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada hari
Arafah yaitu tgl 10 Dzulhijah dan hari-hari Tasyrik yaitu tgl 11,12,13 Dzulhijah.
15
Melaksanakan Umrah pada bulan Ramadhan sama nilainya dengan melakukan
Ibadah Haji (Hadits Muslim).
Keutamaan haji atau umrah terdapat beberapa hadits shahih tentang
keutamaan haji dan pahala umrah yang dapat menghilangkan keraguan bagi
seseorang dalam melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk mengharapkan
pahala, rahmat dan maghfirah Allah SWT. Ibadah haji dan umrah juga berguna
bagi kaum muslimin untuk memperkuat ukhuwah Islamiah menggalang
solidaritas sosial, saling tolong menolong untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Hukum dan Kedudukan haji. Haji adalah salah satu rukun islam yang
tersebut dalam beberapa hadits shahih, dan ia merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap muslim sekali seumur hidup, dengan syarat-syarat yang akan
diterangkan. Karena itu, jika ada seorang muslim yang mengingkarinya, ia adalah
kufur.
2.2.3 Jenis - Jenis Haji
a. Haji Ifrad, artinya menyendiri
Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad jika seseorang melaksanakan ibadah
haji dan umrah dilaksanakan secara sendiri-sendiri, dengan mendahulukan ibadah
haji. Artinya, ketika calon jamaah haji mengenakan pakaian ihram di miqat-nya,
hanya berniat melaksanakan ibadah haji. Dan jika ibadah hajinya sudah selesai,
lalu orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan ibadah
umroh.
16
b. Haji Tamattu‟, artinya bersenang-senang
Pelaksanaan ibadah haji disebut tamattu‘ jika seseorang melaksanakan
ibadah umrah dan haji di bulan haji yang sama dengan mendahulukan ibadah
umroh. Artinya, ketika seseorang mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, hanya
berniat melaksanakan ibadah umrah. Dan jika ibadah umrahnya sudah selesai, lalu
orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan ibadah haji.
c. Haji Qiran, artinya menggabungkan
Pelaksanaan ibadah haji disebut qiran jika seseorang melaksanakan
ibadah haji dan umrah disatukan atau menyekaliguskan berihram untuk
melaksanakan ibadah haji dan umrah. haji qiran dilakukan dengan tetap
berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib
haji dan umrah sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama.
2.2.4 Rukun dan Wajib Haji
2.2.4.1 Rukun haji:
Adapun rukun haji,antara lain:
a. Ihram.
b. Thawaf Ziyarah (disebut juga dengan Thawaf Ifadhah).
c. Sa‟i.
d. Wuquf di padang Arafah.
Apabila salah satu rukun haji di atas tidak dilaksanakan maka hajinya
batal. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa rukun haji hanya ada 2 yaitu:
Wuquf dan Thawaf. Ihram dan Sa‟i tidak dimasukkan ke dalam rukun karena
17
menurut beliau, ihram adalah syarat sah haji dan sa‟i adalah yang wajib dilakukan
dalam haji (wajib haji). Sementara Imam syafi‘i berpendapat bahwa rukun haji
ada 6 yaitu: Ihram, Thawaf, Sa‟i, Wuquf, Mencukur rambut, dan Tertib
(berurutan).
2.2.4.2 Wajib dan Syarat haji:
Wajib Haji antara lain:
a. Ihram dimulai dari miqat yang telah ditentukan.
b. Wuquf di Arafah sampai matahari tenggelam.
c. Mabit di Muzdalifah hingga lewat setengah malam.
d. Melempar jumrah di Mina.
e. Mencukur rambut /Tahallul.
f. Tawaf Wada.
Syarat-syarat Wajib Haji antara lain;
a. Islam.
b. Berakal.
c. Baligh.
d. Mampu.
2.2.5 Rangkaian kegiatan ibadah Haji
Sebelum tanggal 8 Dzulhijjah, calon jamaah haji mulai berbondong
untuk melaksanakan tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah. Calon jamaah haji
memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji),
18
sesuai miqatnya, kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah, yaitu
mengucapkan ―Labbaikallahumma labbaik labbaika laa syarika laka labbaik.
Innal hamda wan ni‟mata laka wal mulk laa syarika lak..‖
Tanggal 9 Dzulhijjah, pagi harinya semua calon jamaah haji menuju ke
padang Arafah untuk menjalankan ibadah wukuf. Kemudian jamaah melaksanakan
ibadah wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang Arafah hingga Maghrib
datang. Tanggal 9 Dzulhijjah malam, jamaah menuju ke Muzdalifah untuk mabbit
(bermalam) dan mengambil batu untuk melontar jumroh secukupnya.Tanggal 9
Dzulhijjah tengah malam (setelah mabit) jamaah meneruskan perjalanan ke Mina
untuk melaksanakan ibadah melontar Jumroh.
Tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah melaksanakan ibadah melempar Jumroh
sebanyak tujuh kali ke Jumroh Aqobah sebagai simbolisasi mengusir setan.
Dilanjutkan dengan tahalul yaitu mencukur rambut atau sebagian rambut. Jika
jamaah mengambil nafar awal maka dapat dilanjutkan perjalanan ke Masjidil
Haram untuk tawaf Haji (menyelesaikan Haji).
Sedangkan jika mengambil nafar akhir jamaah tetap tinggal di Mina dan
dilanjutkan dengan melontar jumroh sambungan (Ula dan Wustha). Tanggal 11
Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan
tugu ketiga.
Tanggal 12 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu
pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga. Jamaah haji kembali ke Makkah untuk
melaksanakan thawaf Wada‘ (thawaf perpisahan) sebelum pulang ke negara
masing-masing.
19
2.2.6 Persiapan Ibadah Haji
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum menunaikan ibadah Haji:
a. Membersihkan diri dari dosa dan kesalahan baik langsung kepada
Allah SWT, maupun kepada sesama manusia.
b. Karena ibadah Haji adalah ibadah fisik, maka perlu mempersiapkan
mental untuk mengikuti seluruh rangkaian ibadah haji yang
memerlukan stamina tinggi, keikhlasan dan kepasrahan kepada
Allah SWT.
c. Mempersiapkan biaya, baik selama dalam perjalanan haji, maupun
untuk nafkah keluarga yang ditinggalkan.
d. Melaksanakan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan
harta kekayaan, seperti zakat, nadzar, hutang, infaq dan shadaqah.
e. Melaksanakan janji yang pernah diucapkan.
f. Menyelesaikan segala urusan yang berhubungan dengan keluarga
yang akan ditinggalkan. Memohon do‘a restu kepada kedua orang
tua (jika masih hidup).
g. Mempersiapkan ilmu dan pengetahuan agama, dan mengikuti
kegiatan manasik haji.
h. Mempersiapkan obat-obatan pribadi selama menjalankan ibadah
haji.
i. Mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk keperluan selama
perjalanan Ibadah Haji:
20
Perlengkapan Pria
a. Kain Ihram dua stel
b. Baju sehari-hari secukupnya
c. Ikat pinggang
d. Keperluan mandi
Perlengkapan Wanita
a. Mukena minimal 2 buah
b. Pakaian ihram (rok putih dan mukena atas putih) 2 stel
c. Pakaian sehari-hari secukupnya
d. Kaos kaki secukupnya
2.2.7 Lokasi Utama Ibadah Haji dan Umroh
a. Makkah Al Mukaromah
Di kota Makkah Al-Mukaromah inilah terdapat Masjidil Haram yang
didalamnya terdapat Ka‘bah yang merupakan kiblat ibadah umat Islam sedunia.
Dalam rangkaian perjalanan ibadah haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan
penutup ibadah haji.
b. Padang Arafah
Padang Arafah terdapat di sebelah timur Kota Makkah. Padang Arafah
dikenal sebagai tempat pusatnya haji, sebagai tempat pelaksanaan ibadah wukuf
yang merupakan rukun haji. Di Padang Arafah juga terdapat Jabal Rahmah tempat
pertama kali pertemuan Nabi Adam dan Hawa. Di luar musim haji, daerah ini di
21
kunjungi oleh jamaah yang sedang melaksanakan umrah namun bukan merupakan
rukun umrah.
c. Kota Muzdalifah
Kota ini tidak jauh dari kota Mina dan Arafah. Kota Muzdalifah
merupakan tempat jamaah calon haji melakukan Mabit (bermalam) dan
mengambil batu untuk melontar Jumrah di Kota Mina.
d. Kota Mina
Kota Mina merupakan tempat berdirinya tugu (jumrah), yaitu tempat
pelaksanaan melontarkan batu ke tugu (jumrah) sebagai simbolisasi tindakan Nabi
Ibrahim ketika mengusir setan. Disana terdapat tiga jumrah yaitu Jumrah Aqabah,
Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha.
2.3 Landasan teoritis
2.3.1 Teori Konstruksi sosial
Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa
terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger
dan Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for
Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari
University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua
akademisi ini sebagai suatu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi
pengetahuan.
Sebagai catatan akademik, pemikiran Berger dan Luckmann ini, terlihat
cukup utuh di dalam buku mereka berjudul ―the Social Construction of Reality: A
22
Treatise in the Sociology of Knowledge”1. Publikasi buku ini mendapat sambutan
luar biasa dari berbagai pihak, khususnya para ilmuan sosial, karena saat itu
pemikiran keilmuan termasuk ilmu-ilmu sosial banyak didominasi oleh kajian
positivistik. Berger dan Luckmann meyakini secara substantif bahwa realitas
merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial
terhadap dunia sosial di seklilingnya, ―reality is socially constructed‖.
Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat
realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang
merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang
dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki
kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya
dimana individu melalui respon-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitif
nya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas
sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Dalam penjelasan Deddy N Hidayat, bahwa ontologi paradigma
konstruktivis memandang realitas sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang
berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.2. Melihat
1 Proses penyusunan buku oleh kedua sosiolog ini berlangsung kurang lebih 4 tahun dalam
rentang waktu 1962-1966. Bukunya pertama kali terbit tahun 1966. Lihat, Peter L Berger and
Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality A Treatise in the Sociology of Knowledge,
(New York: 1966). Sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk ke dalam Bahasa
Indonesia, lihat Peter L Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan, (Jakarta :
LP3S, 1990). 2 Deddy Nu Hiadayat, Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi dalam Jurnal
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,VolIII. (Jakarta: IKSI dan ROSDA, 1999), hlm. 39
23
berbagai karakteristik dan substansi pemikiran dari teori konstruksi sosial nampak
jelas, bahwa teori ini berparadigma konstruktivis.
Pemikiran Berger dan Luckmann tentu juga terpengaruh oleh banyak
pemikiran ilmuan lain, baik yang langsung menjadi gurunya atau sekedar
terpengaruh oleh pemikiran pendahulunya. Jika dirunut, dapat kita identifikasi
bahwa Berger terpengarub langsung oleh gurunya yang juga tokoh fenomologi
Alfred Schutz. Schutz sendiri merupakan murid dari Edmund Husserl—pendiri
aliran fenomenologi di Jerman. Atas dasar itulah, pemikiran Berger dikatakan
terpengaruh oleh pemikiran fenomenologi.
Memang tidak dapat disangkal bahwa pemikiran yang digagas Berger
dan Luckmann merupakan derivasi perspektif fenomenologi yang telah
memperoleh lahan subur baik di dalam bidang filsafat maupun pemikiran sosial.
Aliran fenomenologi dikembangkan oleh Kant dan diteruskan oleh Hegel, Weber,
Huserl, Schutz baru ke Berger dan Luckmann.3 Istilah sosiologi pengetahuan
yang dilekatkan pada pemikiran mereka pun sebenarnya bukan hal yang baru ada,
sebelumnya rintisan ke arah sosiologi pengetahuan telah diperkenalkan oleh Max
Scheler dan Karl Manhein.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pemikiran Berger dan
Luckmann terpengaruh oleh pemikiran Schutzian tentang fenomenologi,
Weberian tentang ―makna-makna subyeyektif‖, Durkheimian-Parsonian tentang
―struktur‖ Marxian tentang ―dialektika‖ serta Mead tentang ―interaksi simbolik‖.
3 Basrowi, Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya : Insan
Cendekian, 2002).hlm. 204
24
Dalam konteks itulah, Poloma menyimpulkan pembentukan realitas secara sosial
sebagai sintesis antara strukturalisme dan interaksionisme. 4
a. Konstruksi Sosial: Pendefinisian Awal
Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)
didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subyektif.5
Asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari
gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian
konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri,
sebenarnya gagasan-gagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh
Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal
Konstruktivisme6.
Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak
Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal
budi dan id.7 Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles
mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan
sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap
pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah
4 Margaret Poloma, Sosiologi Kontemporer, ed. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1994)
5 Ibid.
6 Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta:Kanisius, 1997, hlm. 24
7 Bertens, K, Sejarah Filsafat Yunani,Yogyakarta: Kanisius. 199, hl, 89-106
25
fakta8. Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‗Cogito ergo
sum‟ yang berarti ―saya berfikir karena itu saya ada‖. Kata-kata Aristoteles yang
terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam „De Antiquissima
Italorum Sapientia‟, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‗Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan‘. Dia menjelaskan
bahwa ‗mengetahui‘ berarti ‗mengetahui bagaimana membuat sesuatu ‘ini berarti
seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat
mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan
dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu
yang telah dikontruksikannya9. Sejauh ini ada tiga macam Konstruktivisme yakni
konstruktivisme radikal; realisme hipotesis; dan konstruktivisme biasa10
.
1. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh
pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum
konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan
dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka
tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas
yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan
konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada
individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri
8 Ibid, 137-39
9 Suparno, hlm.24
10 Ibid, hlm. 25
26
olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran
terjadinya konstruksi itu.
2. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur
realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang
hakiki.
3. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian
pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari
realitas objektif dalam dirinya sendiri.
Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana
konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan
dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan
lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri
pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan
yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut
dengan konstruksi sosial.
b. Asumsi Dasar Teori
Jika kita telaah terdapat beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruksi
Sosial Berger dan Luckmann. Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:
1. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan
konstruksi sosial terhadap dunai sosial di sekelilingnya.
2. Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran
itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan
27
3. Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus
4. Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai
kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki
keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri.
Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-
realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.
c. Entry Concept
Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan
dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada
kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi.
Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan
oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat
generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis
yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi
legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai
bidang kehidupannya.
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckman
berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang
menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality dan objective
reality. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen
simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.
28
a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk
ideologi dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang
telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum
sebagai fakta.
b. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang
dihayati sebagai ―objective reality‖ misalnya teks produk industri media,
seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film-
film.
c. Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki
individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif
yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan
diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu
lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah
individu secara kolektif berpotensi melakukan objectivikasi, memunculkan
sebuah konstruksi objektive reality yang baru.11
Melalui sentuhan Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis, Berger menemukan
konsep untuk menghubungkan antara yang subjektif dan objektif melalui konsep
dialektika, yang dikenal dengan eksternalisasi-objektivasi-internalisasi.
1. Eksternalisasi ialah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai
produk manusia. ―Society is a human product‖.
11 Dedy N Hidayat, Konstruksi Sosial Industri Penyiaran : Kerangka Teori Mengamati
Pertarungan di Sektor Penyiaran, Makalah dalam diskusi ―UU Penyiaran, KPI dan Kebebasan
Pers, di Salemba 8 Maret 2003
29
2. Objektivasi ialah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang
dilembagakan atau mengalami institusionalisasi. “Society is an objective
reality”.
3. Internalisasi ialah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-
lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi
anggotanya. ―Man is a social product‖ 12
.
Jika teori-teori sosial tidak menganggap penting atau tidak
memperhatikan hubungan timbal balik (interplay) atau dialektika antara ketiga
momen ini menyebabkan adanya kemandegan teoritis. Dialektika berjalan
simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan
hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke
dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan
berada dalam diri atau kenyataan subyektif.
Konstrusi sosialnya mengandung dimensi objektif dan subyektif. Ada
dua hal yang menonjol melihat realitas peran media dalam dimensi objektif yakni
pelembagaan dan legitimasi.
a. Pelembagaan dalam perspektif Berger terjadi mulanya ketika semua
kegiatan manusia mengalami proses pembiasaan (habitualisasi). Artinya tiap
tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang
kemudian bisa direproduksi, dan dipahami oleh pelakunya sebagai pola
yang dimaksudkan itu. Pelembagaan terjadi apabila suatu tipikasi yang
timbal-balik dari tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi berbagai tipe
12
Basrowi, Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya : Insan
Cendekian, 2002).hlm. 206
30
pelaku. Dengan kata lain, tiap tipikasi seperti itu merupakan suatu
lembaga.13
b. Sementara legitimasi menghasilkan makna-makna baru yang berfungsi
untuk mengintegrasikan makna-makna yang sudah diberikan kepada proses-
proses kelembagaan yang berlainan. Fungsi legitimasi adalah untuk
membuat obyektivasi yang sudah dilembagakan menjadi tersedia secara
obyektif dan masuk akal secara subyektif. Hal ini mengacu kepada dua
tingkat, pertama keseluruhan tatanan kelembagaan harus bisa dimengerti
secara bersamaan oleh para pesertanya dalam proses-proses kelembagaan
yang berbeda. Kedua keseluruhan individu (termasuk di dalam media ),
yang secara berturut-turut melalui berbagai tatanan dalam tatanan
kelembagaan harus diberi makna subyektif. Masalah legitimasi tidak perlu
dalam tahap pelembagaan yang pertama, dimana lembaga itu sekedar fakta
yang tidak memerlukan dukungan lebih lanjut . Tapi menjadi tak terelakan
apabila berbagai obyektivasi tatanan kelembagaan akan dialihkan kepada
generasi baru. Di sini legitimasi tidak hanya sekedar soal ―nilai-nilai‖ ia
juga selalu mengimplikasikan ―pengetahuan‖14
Jika pelembagaan dan legitimasi merupakan dimensi obyektif dari
realitas, maka internalisasi merupakan dimensi subyektinya. Analisis Berger
menyatakan, bahwa individu dilahirkan dengan suatu pradisposisi ke arah
sosialitas dan ia menjadi anggota masyarakat. Titik awal dari proses ini adalah
internalisasi, yaitu suatu pemahaman atau penafsiran yang langsung dari peristiwa
13 Ibid, 75-76
14 Ibid, hlm. 132-134
31
objektif sebagai suatu pengungkapan makna. Kesadaran diri individu selama
internalisasi menandai berlangsungnya proses sosialisasi.
Gagasan konstuksi sosial telah dikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang
melakukan interpretasi terhadap teks, wacana, (1978) yang terkenal dengan
gagasan-gagasan deconstruction. Gagasan ini kemudian melahirkan tesis-tesis
keterkaitan antara kepentingan (interest) dan metode penafsiran ( interpretation)
atas realitas sosial15
. Dalam dekonstruksi, kepentingan tertentu selalu
mengarahkan kepada pemilihan metode penafsiran.Derrida (1978) kemudian
menjelaskan,bahwa interpretasi yang digunakan individu terhadap analisis sosial
yang bersifat sewenang-wenang.
Gagasan-gagasan Derrida itu sejalan dengan gagasan Habermas (1972)
bahwa terdapat hubungan strategis antara pengetahuan manusia (baik empirik-
analiti, historis hermeneutik, maupun kritis) dengan kepentingan (tekhnis,praktis,
atau yang bersifat emansifatoris) walautidak dapat disangkal bahwa yang terjadi
juga bisa sebaliknya bahwa pengetahuan adalah produk kepentingan 16
.
Menurut Berger dan Luckmann pengetahuan yang dimaksud adalah
realitas sosial masyarakat,seperti konsep,kesadaran umum, wacana publik, sebagai
hasil dari konstruksi sosial, realitas sosial dikonstruksi melalui proses
eksternalisasi, objectivasi, dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckmann,
konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan
kepentingan-kepentingan.
15
Heru Nugroho, Konstruksi Sara, Kemajemukan dan Demokrasi, UNISIA,
No.40/XXII/1999. hlm.123
16 Ibid,1999:123
32
Jika konstruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana
publik, maka menurut Gramsci, negara melalui alat pemaksa, seperti birokrasi,
administrasi, maupun militer ataupun melalui supremasi terhadap masyarakat
dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual secara kontektual.
Kondisi dominasi ini kemudian berkembang menjadi hegemoni kesadaran
individu pada setiap warga masyarakat sehingga wacana yang diciptakan oleh
negara dapat diterima oleh masyarakat sebagai akibat dari hegemoni itu.
Sebagaimana dijelaskan oleh Nugroho bahwa menurut Marcuse
(1964), realitas penerimaaan wacana yang diciptakan oleh negara itu disebut
‖Desublimasi represif‖. Orang merasa puas dengan wacana yang diciptakan
oleh negara walaupun implikasinya dari wacana itu menindas intelektual dan
kultural masyarakat.17
Gejala seperti di atas tidak lain sebagai produk dari keberadaan rezim
pemaknaan (regime of significance) yang cenderung melakukan dominasi dan
hegemoni makna atas berbagai peristiwa, pengetahuan, kesadaran, dan
wacana.rezim dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki kekuasaan
formal sebagai representasi dari penguasa negara. Gagasan-gagasan Berger dan
Luckman tentang konstruksi sosial, bersebrangan dengan gagasan Derrida ataupun
Habermas dan Gramsci.Dengan demikian, gagasan-gagasan membentuk dua
kutup dalam satu garis linier atau garis vertikal. Kajian-kajian mengenai realitas
sosial dapat dilihat dengan cara pandang Derrida dan Habermas, yaitu
dekonstruksi sosial atau Berger dan Luckmann, yaitu menekankan pada
17 Ibid, 124
33
konstruksi sosial. Kajian dekonstruksi menempatkan konstruksi sosial sebagai
objek yang didekonstruksi, sedangkan kajian konstruksi sosial menggunakan
dekonstruksi sebagai bagian analisisnya tentang bagaimana individu memaknakan
konstruksi sosial tersebut. Dengan demikian, maka dekonstruksi dan konstrukksi
sosial merupakan dua konsep gagasan yang senantiasa hadir dalam satu wacana
perbincangan mengenai realitas sosial.
Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif
masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada
proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckman
mengatakan, memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang
tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur
dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap
muka dimana merka dapat dipahami secara langsung.
Dengan demikian individu melakukan objektivitas terhadap produk
sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini kondisi ini berlangsung
tanpa harus mereka saling bertemu. Artinya, objectivasi itu bisa terjadi tanpa
melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang bekembang di masyarkat
melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, tanpa harus terjadi tatap
muka antara individ dan pencipta produk sosial itu.
Hal terpenting dalam objectivasi adalah pembuatan signifikansi, yakni
pembuatan tanda-tanda oleh manusia. Berger dan luckmann mengatakan bahwa,
sebuah tanda (sign) dapat dibedakan dari objectivasi-objectivasi lainnya, karena
tujuannnya yang ekplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau indek bagi
34
pemaknaan subjectif,maka objectivasi juga dapat digunakan sebagai tanda,
meskipun semula tidak dibuat untuk maksud itu.18
Sebuah wilayah penandaan (signifikasi) menjembatani wilayah-wilayah
kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan modus linguistik,
dengan apa trensedensi seperti itu dicapai,dapat juga dinamakan bahasa simbol.
Kemudian pada tingkat simbolisme, signifikasi linguistik, terlepas secara
maksimal dari ‖disini dan sekarang‖ dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, bahasa memegang peranan penting dalam objectivasi terhadap tanda-
tanda,dan bahkan tidak saja dapat memasuki wilayah de facto, melainkan juga a
priory yang berdasarkan kenyataan lain,tidak dapat dimasuki dalam pengalaman
sehari-hari,bagaikan kehadiran kawanan raksasa dari dunia lain. Agama, Filsafat,
Kesenian, dan ilmu pengetahuan, secara historis merupakan sistem-sistem simbol
paling penting semacam ini.19
Bahasa merupakan alat simbolis untuk melakukan signifikasi, yang mana
logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang di objectivasi.
Bangunan legitimasi disusun di atas bahasa dan menggunakan bahasa sebagai
instrumen utama. ‖Logika‖ yang dengan cara itu, diberikan kepada tatanan
kelembagaan ,merupakan bagian dari cadangan pengetahuan masyarakat( Social
stock of knowledge) dan diterima sebagai sudah sewajarnya 20
.
Bahasa oleh Berger dan Luckmann menjadi tempat penyimpanan
kumpulan besar endapan-endapan kolektif,yang bisa diperoleh secara monotetik,
artinya, sebagai keseluruhan yang kohesif dan tanpa merekonstruksikan lagi
18 Berger dan Luckmann, 1990: 50
19 Berger dan Luckmann, 1990, hlm.57
20 Ibid, hlm.92
35
proses pembentukannya semula. Bahasa digunakan untuk memberi signifikasi
pada makna-makna yang dipahami sebagai pengetahuan yang relevan dengan
masyarakatnya, pengetahuan itu dianggap relevan bagi semua orang dan sebagian
lagi hanya relevan bagi tipe-tipe orang tertentu saja.
Dalam kehidupan sehari-hari pengetahuan seseorang menuntun tindakan
yang spesifik menjadi tipikasi dari beberapa anggota masyarakat.Tipikasi itu
kemudian menjadi dasar membedakan orang di dalam masyaraktnya. Agar
bentuk-bentuk tindakan dapat ditipikasi, maka bentuk-bentuk tindakan itu harus
memiliki arti yang objektif yang pada gilirannya memerlukan suatu objectivasi
linguistik. Objectivasi linguistik yang dimaksud, harus ada kosakata yang
mengacu kepada bentuk-bentuk tindakan itu. Objectivasi linguistik terjadi dalam
dua hal, yaitu dimulai dari pemberian tanda verbal yang sederhana sampai pada
pemasukannya ke dalam simbol-simbol yang kompleks. Dalam konteks ini selalu
hadir dalam pengalaman dan pada suatu saat akan sampai kepada sebuah
representasi yang oleh Berger dan Luckmann dikatakan sebagai par exellence.
2.3.2 Perspektif Interaksi simbolik
Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antar simbol dan
interaksi. Ralph Larosa dan Donal C.Reitzes (1993) mengatakan bahwa interaksi
simbolik adalah ―pada intinya adalah sebuah kerangkan referensi untuk
memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lainnya, menciptakan
dunia simbolik dan bagaimana dunia ini, sebaliknya membentuk perilaku manusia
― (hal 136) ( hal.96). Dalam pernyataan ini, kita dapat melihat argument Mead
36
mengenai saling ketergantungan antar individu dan masyarakat. Pada kenyataanya
SI membentuk sebuhah jembatan antar teori yang berfokus pada individu-individu
dan teori-teori yang berfokus pada kekuatan sosial. (hal 96). (West&Turner.
2008. hal 97)
a. Sejarah Interaksi Simbolik
Para tetua intelektual dari Symbolic interaction (SI) adalah ahli
pragmatis pada awal abad 20, seperti John Dewey dan William James. Para
ilmuwan pragmatis ini percaya bahwa realitas bersifat dinamis, dan ide ini bukan
merupakan ide yang popular pada masa itu. Dengan kata lain, mereka mempunyai
keyakinan ontologis yang berbeda dibandingkan banyak imuwan terkemuka
lainnya pada saat itu. Symbolic interaction (SI) lahir pada dua universitas yang
berbeda University Of Lowa dan University Of Cicago. Ini akan mengambil yang
mahzab Cicago oleh yang dikemukakan oleh George Herbert Mead dan
dijabarkan oleh Blumer. (West & Turner.2008, 98)
b. Tema Dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik
Orang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya
pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang
digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan
dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk
mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang
lainnya dalam sebuah komunitas. (West & Turner.2008, 98).
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri sendiri dan
hubungannya dengan masyarakan. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara
37
luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini dan, dalam prosesnya,
dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini. Raplh larossa dan Donald C. Reitzes
(1993) telah mempelajari teori interaksi simbolik yang berhubungan dengan
kajian mengenai keluarga. Mereka mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasar SI
dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar:
1. Pentingnya makna bagi perilaku
2. Pentingnya konsep mengenai diri
3. Hubungan anatar individu dengan masyarakat
(West & Turner.2008, 98)
c. Pentingnya Makna Bagi Prilaku Individu
Teori interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna
melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat instrinsik terhadap
apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara orang-orang untuk
menciptakan makna. Bahkan, tujuan dari interaksi, menurut SI, adalah untuk
menciptakan makna yang sama. Hal ini penting yang sama berkomunikasi akan
menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin. Menurut larossa dan Reitzes, tema ini
mendukung tiga asumsi Symbolic interaction (SI) yang diambil dari karya
Herbert Blumer (1969), manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan
makna yang diberikan orang lain pada mereka, asumsi-asumsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia
b. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif
38
c. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain kepada mereka, asumsi ini menjelaskan perilaku
sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara
sadar antar rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan
tersebut.
d. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia, Mead menekankan dasar
intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, menurut Mead, hanya ketika
orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol yang
mereka pertukarkan dalam interaksi.
Makna dimodifikasi melalui proses interpretif Blumer menyatakan
bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah. Pertama, para pelaku
menentukan benda-benda yang mempunayi makna. Langkah kedua melibatkan
sipelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna didalam
konteks dimana mereka berbeda. (Turner & Wetzz. 2008: 102)
d. Hubungan antara individu dan masyarakat
Konsep penting dari interkasi simbolik menurut Mead adalah mind, self,
society.
a. Pikiran
Mead mendefinisikan pikiran sebagai kemampuan untuk menggunkan
simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan Mead percaya bahwa
manusia harus mengembangkan pikirannya melalui interkasi dengan orang lain.
Bahasa adalah system simbol verbal dan nonverbal yang dimiliki bersama simbol
signifikan simbol yang maknanya secara umum disepakati oleh banyak orang.
39
Dengan menggunakan bahasa dan interaksi dengan orang lain, kita
mengembangkan apa yang dikatakan mead sebagai pikiran, dan ini membuat kita
mampu menciptakan setting interior bagi masyarakat. Pikiran menciptakan dan
merefleksikan dunia sosial. Terikat dengan konsep pikiran adalah pemikiran,
yang dinyatakan oleh Mead sebagai percakapan didalam diri sendiri. Mead
berpegang teguh bahwa tanpa rangsangan sosial dan interaksi dengan orang lain,
orang tidak akan mampu mengadakan pembicaraan dalam diriya sendiri atau
mepertahankan pemikirannya.
b. Diri
Mead mendefinisikan diri sebagai kemampuan untuk mereflesikan diri
kita sendiri dari perspektif orang lain. Artinya kita akan mampu menjadi subjek
atau objek bagi dirinya sendiri. Sebagai subjek kita bertindak, dan sebagi objek,
kita mengamati diri kita sendiri bertindak. Mead menyebut subjek, atau diri yang
bertindak, sebagai I dan objek, atau diri yang mengamati adalah Me. I bersifat
spontan, impulsive, dan kreatif, Me lebih reflektif .
c. Masyarakat
Mead berargumen bahwa interkasi mengambil tempat didalam sebuah
struktur sosial yang dinamis-budaya, masyarakat, dan sebagiainya. Individu-
individu lahir kedalam kontekas sosial yang sudah ada. Mead mendefinisikan
masyarakat sebagai jaringan hubungan sosial yang diciptakan manuia. Individu-
individu terlibat didalm amsyarakat melalui perilaku yang mereka pilih secara
aktif dan sukarela. Masyarakat karenanya, terdiri dari individu-individu, dan
Mead berbicara mengenai dua bagian pointing masyarakat yang mempengaruhi
40
pikiran dan diri. Pemikiran Mead mengenai oarng lain secara khusus merujuk
pada individu-individu dalam masyarakat yang signifikan bagi kita. Orang-orang
ini biasanya adalah angota keluarga, teman. Orang lain secara umum merujuk
pada cara pandang dari sebuah kelompok sosial atau budaya sebagai keseluruhan.
Hal ini diberikan oleh masyarakat kepada kita, dan sikap dari orang lain secara
umum adalah sikap dari keseluruhan komunitas. (Mead, 1934,hal 154) (West &
Turne)
41
BAB III
METODELOGI DAN OBJEK PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian yang merupakan
instrument pokok untuk pengumpulan dan analisis data yang lebih menekankan
pada suatu proses, bukannya hasil dari penelitiannya. Peneliti kualitatif bersifat
deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang
didapat melalui kata atau gambar yang ditemuinya ketika penelitian berlangsung.
Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti mulai dari suatu
realita yang ada, setalah itu baru menentukan konsep akan suatu fenomena yang
akan kita teliti, menentukan rumusan masalah, mencari data dengan langsung
terjun kelapangan, mengumpulkan dan mengolah data dari hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti, setelah itu baru menguji keabsahan data tersebut, dan
akirnya kan mampu menghasilkan sesuatu yang baru bagi pentingnya ilmu
pengetahuan. Karena penelitian kualitatif berhubungan langsung dengan realita
makanya Penelitian bersifat realita subjekrif, seorang peneliti akan berhubungan
lebih dekat dengan informannya. Peneliti kualitatif menggunakan konsep
kealamiahan (kecermatan, kelengkapan, atau orisinalitas) data, yakni kesesuaian
anatar apa yang direkam sebagai data dan apa yang sebenarnya terjadi dilapangan.
Lewat wawancara yang mendalam dan pengamatan berperanserta yang intensif
kita dapat merekam data sealamiah mungkin, dengan melukiskan apa yang subjek
42
penelitian alami, pikirkan, dan rasakan. Dalam penelitian kualitatif tidak
menggunkan teori, tetapi teori hanya digunakan sebagai kisi-kisi, acuan, bukan
sebagai alat untuk mengukur atau menaklukan data. Karena itu penlitian kualitatif
lebih menekankan proses dan makna ketimbang kuantitas, frekuensi atau
intensitas (yang secara matematis dapat diukur). Penelitian kualitatif
kesimpulannya bersifat tentative, kesimpulan tersebut dapat berubah-ubah sejalan
dengan bertambahnya data yang diperoleh.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu penelitian yang menyeluruh tentang Konstruksi Makna Haji
Mandiri bagi Jamaah Haji di Kota Bandung. Penggunaan metode penelitian
kualitatif dalam konteks penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan, yaitu
pemahaman secara terperinci dan mendalam tentang aktivitas komunikasi
interpersonal. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi
diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan atau fenomena yang
menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa
pemahaman dari kenyataan yang telah dijabarkan tersebut. Dan hasil dari
penelitian kualitatif ini diharapkan dapat menghasilkan data seputar Konstruksi
Makna Haji Mandiri bagi Jamaah Haji di Kota Bandung.
3.1.2 Desain Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode fenomenologis yang akan dikembangkan dalam tradisi kualitatif. Metode
43
kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan
menganalisis kualitas-kualitasnya. Pendekatan ini bertujuan untk memperoleh
pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks. (Nasution,1998:3).
Kekuatan fenomenologi terletak pada kemampuannya untuk membantu peneliti
memasuki bidang persepsi orang lain, guna memandang kehidupan sebagaimana
dilihat oleh orang-orang tersebut.
Jadi fenomenologi menjadikan pengalaman hidup yang sesungguhnya
sebagai data dasar dari realitas. Dengan mengutip pendapat Richard E Palmer,
littlejohn lebih jauh menjelaskan bahwa fenomenologi berarti membiarkan segala
sesuatu menjadi nyata sebagaimana aslinya, tanpa memaksakan kategori-kategori
peneliti terhadapnya.
Metode fenomenologi berusaha untuk menggambarkan makna dari
pengalaman hidup bagi beberapa individu (creswell,1998:51). Fenomenologi
mengekplorasi struktur kesadaran dalam pengalaman manusi. Realitas dalam
fenomenologi selalu merupakan bagain dari kesadaran seseorang. Studi ini
berusaha untuk memahami fenomena yang terjadi dilihat dari sudut pandang
orang yang mengalaminya. Tidak ada yang inheren dalam suatu objek sehingga ia
menyediakan makna bagi manusia, melainkan individu memilih, memeriksa,
berpikir, menafsirkan stimuli yang dihadapinya dalam sebuah proses
pembentukan makna. Bukan sebagai sebuah proses penerapan makna yang
disepakati, melainkan pembentukan makna. Dalam proses inilah terlihat keunikan
individu dalam membangun konstruksi realitas yang perbeda,pengalaman yang
berbeda, bahkan terhadap stimuli yang sama.
44
Dengan pendekatan fenomenologi akan mampu memasuki sudut pandang
orang lain, dan berupaya memahami mengapa para penyadang tuna rungu
menjalani hidupnya dengan cara seperti itu. Fenomenologi bukan hanya
memungkinkan untuk melihat dari perspektif para partisipan, metode ini juga akan
mencoba memahami kerangka yang telah dikembangkan oleh masing-masing
individu. Dan dari waktu kewaktu, hingga membentuk tanggapan mereka terhadap
peristiwa dan pengalaman dalam kehidupannya. Fenomenologi menyediakan
seperangkat alat bagi kita untuk mengesampingkan gagasan-gagasan awal
mengenai suatu peristiwa atau pengalaman, dengan tujuan untuk memahaminya
dari dunia tempat para partisipan berada.
Selain itu dengan pengalaman para key informant yang memaknai
Jemaah haji mandiri secara berbeda-beda tergantung dari pengalaman yang
dirasakan masing-masing individu. Peneliti berusaha memahami bagaimana para
Jemaah haji memaknai proses berlangsungnya ibadah haji, bagaimana jamaah haji
memaknai rombongan ibdah haji serta bagaimana mereka memaknai bimbingan
ibadah haji. Peneliti tertarik untuk mengkaji pemaknaan diri haji mandiri oleh
jamaah haji di Kota Bandung, daintara para Jemaah haji mandiri. Setiap individu
dari dengan berbagai kepentingan memiliki makna tersendiri pada saat manasik
dan pada saat ibadah haji berlangsung.
3.1.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah para jamaah haji mandiri
yang berada di Kota Bandung. Untuk memperoleh data-data yang akurat atas
45
penelitian ini, dibutuhkan pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan di bidang
ini sebagai sumber data yang disebut dengan key informan. Yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah: jamaah haji mandiri Kota Bandung.
Berdasarkan data dari Departemen Keagamaan Kota Bandung untuk daerah
Bandung Selatan, jamaah menengah keatas yang paling banyak yang mengikuti
program haji mandiri adalah daerah Batununggal, karena fokus subjek penelitian
pada penelitian ini adalah jamaah yang status sosialnya menengah keatas.
3.1.4 Penentuan informan
Memilih informan yang dapat diajak kerjasama dan terbuka cukup sulit
apalagi bagi para informan yang status sosialnya menengah keatas, mereka
cenderung sibuk sehingga waktu yang disiapkan sangat sedikit. Penulis memilih
informan yang betul-betul ingin berkontribusi pada penelitian ini dan memilih
jamaah haji yang mampu memberikan pandangan akan pengalamannya pada saat
sedang melakukan ibadah haji. Dengan waktu lapangan lebih dari 3 bulan, penulis
mendapatkan 7 orang yang bersedia diwawancara mendalam.
3.1.5 Teknik Pengumpulan Data
Ada empat cara yang akan dilakukan penulis dalam melakukan
penelitian ini.
1. Wawancara.
Wawancara digunakan seabagi bentuk pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
46
diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam. Tehnik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan
tentang diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau
keyakianan pribadi (Sugiyono, 2005:72). Alasan dari pemilihan tehnik ini adalah:
fleksibilitas, spontasitas jawaban langsung responden, kelengakapan dan waktu.
Bentuk wawancara yang akan digunakan adalah wawancara terstruktur dan tidak
terstruktur pada individu dan lingkungan sosialnya. Penggunaannya nanti akan
sangat tergantung pada situasi dan fenomena yang dihadapi.
Tujuan dari pemilihan wawancara menurut Guba and Lincoln (1985:
266) dalam moleong adalah untuk merekonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain:
merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami dimasa lalu,
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapakan untuk
dialami pada masa yang akan datang: memverifikasi, mengubah, dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
2. Observasi Partisipatif
Dalam upaya untuk benar-benar memahami fenomena yang dialami dan
bagaimana upaya individu menjelaskan fenomena yang terjadi pada dirinya, maka
penulis merasa observasi partisipatoris sangat dibutuhkan.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka ialah pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di
perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia (Singarimbun, 1984:45). Studi
kepustakaan dilakukan untuk memperoleh rujukan teoritis yang menjelaskan
47
gejala-gejala empiris yang didapat dari lapangan berkaitan dengan penelitian.
Teknik ini terutama digunakan untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut bagi
penulis yang dapat membantu mengerti dan memahami permasalahan yang terkait
dengan penelitian dan usaha untuk merumuskan hasil penelitian.
4. Studi Dokumentasi
Merupakan tinjauan terhadap dokumenatsi yang berkaitan dengan
penelitian yang dapat memberi masukan untuk menggambrakan proses
komunikasi yang berlangsung. penggunaan dokumen ini berguna untuk
mendukung dan menambah bukti sumber lain. Studi dokumentasi dilakukan
terhadap artikel-artikel mengenai ibadah haji.
3.1.6 Teknik Analisis Data
Schatzman dan Strauss (1973) menyatakan bahwa analisa data kualitatif
terutama bertujuan pengelompokan benda, orang, dan peristiwa dan property yang
menjadi karakteristiknya. Analisis data dilakukan dalam suatu proses, yang sudah
dimulai sejak pengumpulan data dilakukan secara intensif yaitu sesudah
meningggalkan lapangan. Sangat dianjurkan agar analisis data dilakukan sesegera
mungkin sebelum data lapangan yang diambil menjadi dingin. Data analisis
mengharuskan peneliti cocok dengan kategori yang pengembangan dan membuat
perbandingan dan perbedaan. Data analisa mengharuskan peneliti terbuka
terhadap kemungkinan dan melihat pertentangan atau penjelasan alternatif
temuan.
48
Dalam menganalisis Konstruksi Makna Haji Mandiri bagi Jamaah
Haji di Kota Bandung, peneliti melakukannnya berdasarkan tahap-tahap
sebagaimana diutarakan Creswell (1998:63:144) sebagai berikut:
a. Deskripsi; memaparkan fakta-fakta mengenai kasus, sebagaimana terekam
atau tercatat oleh peneliti.
b. Analisis tema atau isu; menganalisis data yang merujuk kepada tema atau isu
yang spesifik, dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan
mengelompokannya menjadi beberapa kategori. Dalam hal ini peneliti
menyusun daftar pertanyaan berdasarkan fokus penelitian mengenai
pemaknaan diri haji mandiri oleh jamaah haji di kota bandung. Analisis tema
merujuk pada pertanyaan penelitian.
c. Penonjolan, meliputi pemahaman peneliti terhadap data dan interpretasi
terhadapnya. Hal ini dapat dilakukan melalui pandangan personal peneliti
ataupun dengan bantuan teori dari literatur (Creswell:1988:249) dengan
demikian penonjolan dilakukan dengan mengmbangkan hasil eksplorasi pada
fokus penelitian dari interpretasi antar data yang diperoleh dilapangan dengan
data literatur.
Ketiga macam kegiatan analisis data tersebut saling berhubungan dan
berlangsung terus-menerus selama penelitian dilakukan karena analisis data
merupakan kegiatan yang kontinyu dari awal sampai akhir penelitian.
49
3.1.7 Validitas dan keabsahan data
Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji
validitas dan realibitas. Dalam penelitain kualitatif, temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesuangguhnya terjadi pada objek yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji kredibilitas untuk
menguji keabsahan data. Uji kredibilitas data yaitu menggunakan metode
triangulasi dan member check.
a. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian ini dilakukan dengan pengecekan data
dari berbagai sumber yang berbeda. Triangulasi sumber untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh
melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber dilakukan terhadap narasumber
yang berhubungan langsung dengan masalah yang akan diteliti yakni para
Jemaah haji. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987: 331).
Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara;
1. Membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara dengan orang
yang ahli
2. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu isi dokumen yang
berkaitan.
50
b. Member check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada para jemaah haji mandiri. Tujuan member check adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh oleh peneliti terhadap analisis
makna ibadah haji.
3.1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada saat pra penelitian, penulisan
usulan penelitian, persiapan penelitian, dan pengumpulan data.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah variable penelitian, yaitu sesuatu yang
merupakan inti dari problematika penelitian. (Arikunto, 2000:29). Objek
penelitian dalam penelitian ini adalah Jamaah Haji di Kecamatan Batu Nunggal
Bandung 2011.
3.2.1 Sejarah Kementerian Agama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin
baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di
lingkungan masyarakat terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan
kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial
keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan
bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang
51
falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi
jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut
menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti
bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etika
pembangunan.
Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri
sejak abad ke V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu
di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.
Pada abad ke VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan
Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang
kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah
tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia
Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin
memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan
awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India.
Menurut salah satu sumber, Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad
ke VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan
52
kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama
Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh,
kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan
Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, kerajaan Tidore dan
Ternate di Maluku, kerajaan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan
Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah.
Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku
Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung
Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan
Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain. Pola
pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut di atas pada umumnya selalu memiliki
dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar "Sampean Dalem
Hingkang Sinuhun" sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.
2. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar "Sayidin Panatagama
Kalifatulah."
3. Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja "Senopati Hing
Ngalogo." Pada masa penjajahan Belanda sejak abad ke XVI sampai
pertengahan abad ke XX pemerintahan Hindia Belanda juga "mengatur"
pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja "pelayanan" keagamaan tersebut
tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck
53
Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya
"Nederland en de Islam" (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut:
"Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam
bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem
(tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat
dipisahkan hubungannya dengan agama bagi suatu pemerintahan yang baik,
sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.‖
Pokok-pokok Kebijakan-kebijakan dari Masing-masing Agama.
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah
sebagai berikut:
1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama
dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas
misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.
2. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan
agama diserahkan pelaksanaan dan pengawasannya kepada para raja, bupati
dan kepala bumiputera lainnya.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis
dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat, yaitu:
1. Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang
Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan
Ibadah).
54
2. Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan,
kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van
Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi
wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa
penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah
Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama
dengan Kantoor Voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor
agama keresidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai
pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan
strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita
persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia
sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh
dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan
kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan
gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial
Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa
kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan
karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna
55
rohaniah terhadap kemajuan-kemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen
Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan
yang berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas
juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 tentang
Agama ayat 1, dan 2:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai
hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3.2.2 V I S I
―Terwujudnya aparatur yang professional, transparan dan akuntabel,
menuju masyarakat Jawa Barat yang taat beragama, sejahtera dan berwawasan
maju.‖
3.2.3 M I S I
1. Memberikan dukungan pelayanan teknis dan administrasi yang prima kepada
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kehidupan beragama.
56
2. Memberikan dukungan pengelolaan pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan yang optimal kepada masyarakat.
3. Mengupayakan dukungan penyelenggaraan pendidikan agama secara efektif
pada sekolah umum dan penyelenggaraan pendidikan pada madrasah.
4. Menyelenggarakan pelayanan yang efektif dan efisien di bidang pengendalian
pelaksanaan program dan anggaran, administrasi umum, informasi dan
hubungan kelembagaan.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sarana, dan perencanaan
Kementerian Agama Kantor Wilayah Jawa Barat.
3.2.4 Makna Lambang Kementerian Agama
1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Kementerian Agama selalu
menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan
tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
2. 17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi
bermakna Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan Kementerian
57
Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
3. Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna bahwa
Karyawan Kementerian Agama mengemban tugas untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata.
4. Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi
antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spiritual dengan ridha
Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
5. Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus
ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis
dari Kitab Suci.
6. Kalimat "Ikhlas Beramal" bermakna bahwa Karyawan Kementerian Agama
dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah
dengan tulus dan ikhlas.
7. Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan
hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi
sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
8. Kelengkapan makna lambang Kementerian Agama melukiskan motto: Dengan
Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan
Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, karyawan Kementerian Agama bertekad bahwa
mengabdi kepada Negara adalah ibadah.
58
3.2.5 Tugas dan Fungsi Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat mempunyai
tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Kementerian Agama dalam wilayah
provinsi Jawa Barat. Berdasarkan kebijakan Menteri Agama dan peraturan
perundangan, tugas pokoknya adalah pelayanan pemerintah di bidang keagamaan
di Provinsi Jawa Barat.
3.2.6 Tugas
Tugas pelayanan pemerintah di bidang keagamaan di Jawa Barat tersebut
meliputi:
1. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang urusan agama Islam.
2. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang penyelenggaraan haji serta
pengembangan zakat dan wakaf.
3. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang penyelenggaraan
pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum
serta sekolah luar biasa.
4. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang pendidikan keagamaan dan
pondok pesantren.
5. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang penyelenggaraan
Pendidikan Agama Islam pada masyarakat dan pemberdayaan masjid.
6. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang masyarakat Kristen.
59
7. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang masyarakat Katolik.
8. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang masyarakat Hindu.
9. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang masyarakat Budha.
10. Tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh satuan
organisasi dan atau satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Jawa Barat.
3.2.7 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut juga menyelenggarakan fungsi,
yaitu:
1. Perumusan visi, misi dan kebijakan teknis di bidang pelayanan dan bimbingan
kehidupan beragama kepada masyarakat di Provinsi Jawa Barat.
2. Pembinaan, pelayanan dan bimbingan masyarakat Islam, haji dan umrah,
pengembangan zakat dan wakaf, pendidikan agama dan keagamaan pondok
pesantren, pendidikan agama dan keagamaan pada masyarakat dan
pemberdayaan masjid, serta urusan dan pendidikan agama serta bimbingan
masyarakat Kristen, Katolik, Hindu dan Budha sesuai peraturan perundangan-
undangan.
3. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan administrasi dan informasi.
4. Pembinaan kerukunan umat beragama.
1. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian dan pengawasan
program.
60
5. Pelaksanaan hubungan dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan
lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas Kementerian di Provinsi
Jawa Barat.
61
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Profil Informan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada komunitas haji mandiri. Adapun penetapan
informan pada penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling, yakni
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan. Menurut Bogdan dan Taylor,
informan dipilih secara purposif karena:
1. Dipertimbangkan subjek yang mau menerima kehadiran peneliti secara baik
dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Kemampuan dan kemauan mereka untuk mengutarakan pengalaman-
pengalaman masa lalu dan masa sekarang.
3. Siapa saja yang dianggap menarik.
4. Akan lebih bijak bila menghindari penyeleksian subyek yang memiliki
hubungan profesional dan hubungan khusus lainnya yang telah memiliki
asumsi-asumsi atau praduga-praduga khusus yang bisa mewarnai penasiran
mereka terhadap apa yang diungkapkan.
Tentu saja, hal ini dilakukan karena kebutuhan peneliti akan data atau
informasi dari informan penelitian yang dapat dipercaya dan sekaligus pula
memiliki keabsahan. Berkaitan dengan kebutuhan tersebut, peneliti mengambil
sepuluh informan.
Informan yang pertama adalah Bapak Mirdasy yang merupakan sudah
melakukan ibadah haji sebanyak 3 kali. Dilahirkan di Buah Batu, Bandung.
62
Diusianya yang menginjak orang tua yaitu 40 tahun beliau memiliki 7 orang anak
dan 2 istri. Haji pertama beliau menggunakan haji mandiri, namun pada saat haji
kedua beliau mengikuti salah satu rombongan haji dengan kelas ONH Plus,
sehingga pada saat naik haji terakhir beliau menggunakan jasa naik haji mandiri,
bersama kedua istri dan kedua ibu mertuanya. Sehingga menurutnya perjalanan
haji yang ke tiga ini yang paling memberikan kesan tersendiri baginya.
Informan yang kedua adalah Ibu Euis, usia 37 tahun, memiliki satu orang
anak, dari pernikahan pertamanya. Saat ini merupakan salah satu istri dari Bapak
Mirdasy sebagai jamaah haji mandiri yang dilaksanakan oleh KUA. Ibadah haji
beliau merupakan pengalaman pertama dan beliau merupakan seorang mualaf di
dua tahun yang lalu. Beliau seorang manager eksekutif dari salah satu hotel
ternama di Kota Bandung. Sehingga beliau memiliki gaya hidup yang mewah
dengan pergaulan yang berkelas.
Informan ketiga adalah merupakan istri pertama dari Bapak Mirdasi di
atas yaitu Ibu Reni. Beliau melakukan ibadah haji mandiri pada usia 38 tahun.
Beliau memiliki 6 orang anak. Melakukan ibadah haji mandiri sudah dilakukan
sebanyak 1 kali karena sebelumnya menggunakan jasa travel dan lebih cepat.
Terakhir melakukan ibadah haji karena suaminya sudah memiliki istri kedua,
sehinga beliau ingin mencoba merukunkan keadaan yang terdapat dalam
keluarganya. Bapak mirdasyi di atas ingin sekali istri-istrinya hidup
berdampingan, saling tolong menolong, memahami, dan saling mengerti. Berbeda
dengan istri keduanya, istri pertamanya ini merupakan orang yang sederhana
walaupun memiliki beberapa usaha yang membantu kekokohan keluarganya.
63
Informan yang keempat adalah Ibu Isma. Seorang analis dari suatu
laboratorium di Bandung. Beliau melakukan ibadah haji menggunakan jasa haji
mandiri pada usia 29 tahun, bersama suaminya. Saat ini beliau dikaruniai seorang
anak. Alasan beliau menggunakan jasa haji mandiri adalah karena referensi dari
orang tuanya yang selalu menggunakan haji mandiri.
Informan yang kelima adalah rizki. Seorang manager marketing dari
salah satu bank swasta di Bandung. Beliau adalah suami dari Ibu Isma, berangkat
haji pada usia 34 tahun. Melakukan ibadah haji karena saat itu ibunya
mendapatkan rezeki yang banyak, sehingga memberangkatkan semua putra-
putrinya beserta menantunya.
Informan yang keenam adalah Ibu neni, yang merupakan Ibu dari
peneliti. Beliau melakukan ibadah haji mandiri pada usia 52 tahun. Ini adalah
ibadah haji yang kedua kalinya bersama bapak. Dulu pertama kali naik haji pada
usia 40 tahunan, dan menginjak pensiun ibu dan bapak pergi ibadah haji lagi.
Kedua kalinya ini beliau tetap menggunakan jasa haji mandiri karena dirasa
sangat afdol dalam menjalankan ibadahnya.
Informan yang ketujuh adalah bapak Rasyid yang merupakan bapak dari
peneliti. Beliau melakukan ibadah haji mandiri pada usia 58 tahun. Keduanya
melakukan ibadah haji karena memang sudah dipersiapkan dari sebelum-
sebelumnya, bahwa ketika akan menginjakan pensiun, maka harus naik haji, jadi
segala bentuk apapunya sudah dibahas dan dipersiapkan, dan ini merupakan
ibadah haji yang kedua.
64
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Makna Haji Bagi Jamaah Haji Mandiri Di Kota Bandung
Semua orang melakukan pemaknaan terhadap segala sesuatu yang
melalui panca indranya. Kemampuan inderawi yang berbeda akan menghasilkan
pemaknaan yang berbeda mengenai sesuatu hal yang sama, begitupun kepada
makna haji. Setiap orang yang melakukan ibadah haji memiliki pengalaman
sendiri-sendiri yang memiliki makna bagi dirinya sendiri. Makna ibadah haji bagi
setiap orang berbeda tergantung dari tujuan motip yang menyertainya, selain dari
menjalankan rukun iman yang ke-6. Karena dimensi ibadah haji yang perlu
dipahami tidak hanya terfokus pada ritualnya semata, tapi juga hakikat dari
seluruh ibadah yang diperintahkan Allah kepada manusia.
Makna Haji' adalah sama dengan bentuk ibadah lain kepada Allah Arti
Haji artinya adalah mengunjungi, apa yang dikunjungi adalah Batiullah (kabah).
Ibadah haji mengandung makna dan rahasia terpendam, yang sulit digali oleh
orang-orang biasa, yang tidak pernah meretas jalan spiritual menuju haribaan
Ilahi. Ibadah haji adalah suatu perjalanan untuk menghadap Allah SWT, menemui
dan mendekatkan diri kepada-Nya, memohon pengampunan dan rahmat-Nya,
sebagai suatu kewajiban setiap muslim sekali dalam hidupnya. Bagi yang tidak
mampu boleh tidak melaksanakan. Tetapi yang sengaja tidak mau melakukan
meskipun mampu, adalah kufur dalam perbuatan. Ibadah haji merupakan suatu
kewajiban bagi umat Islam yang sudah sanggup untuk melaksanakannya, baik itu
secara jasmani maupun secara rohani. Haji merupakan salah satu rukun Islam.
65
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah haji
tersebut.
Rasulullah SAW dalam hadistnya memotivasi kita untuk
melaksanakannya:" Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian tidak
berkata kotor dan tidak berbuat kefasikan, akan dibersihkan dosa-dosanya,
sebagaimana waktu ia baru dilahirkan oleh ibunya. Dalam hadits lain Rasulullah
berkata: Haji mabrur tidaklah ada balasannya kecuali sorga.
Begitu pentingnya ibadah haji ini, Rasulullah sangat menganjurkan
ibadah ini dengan mengumpamakan bagi seorang yang sudah melaksanakan
ibadah haji akan suci sebagaimana seorang bayi yang baru dilahirkan ke muka
bumi, begitu juga bagi orang yang melaksanakan ibadah haji dan ia memperoleh
haji yang mabrur, maka dia akan mendapat balasan surga, sebagaimana yang
dijelaskan hadits yang kita bacakan tadi. Setiap orang memiliki perbedaan
masing-masing dalam menanggapi makna haji bagi yang melaksanakan. Makna
haji yang tersirat dalam tujuan berhaji setiap informan berbeda-beda dan
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor-faktor yang melatarbelakanginya, seperti
dari gaya hidup, pekerjaan dan kebiasaan.
Makna haji mandiri bagi setiap informan berbeda beda hal ini dikaitkan
dengan motif apa yang melatarbelakangi dalam melakukan ibadah haji. Pada haji
mandiri setiap insan-insan yang akan melaksanakan ibadah haji harus sangat
mempersiapkan setiap hal-hal yang akan dilaksanakan pada saat melaksanakan
ibdah haji nantinya. Karena memiliki perbedaan dengan halnya ibadah haji plus
yang biasanya menggunakan jasa travel haji dan umroh, serta memberikan
66
pelayanan yang sangat memuaskan, dimulai dari pada saat melaksanakan haji
biasanya ada pemandunya, sehingga dapat memudahkan jamaah, serta fasilitas
penginapan yang dekat dengan tempat-tempat ibadah haji. Berbeda halnya dengan
ibadah haji mandiri yang memang segmentasi pasarnya untuk semua kalangan
baik menengah kebawah, maupun keatas. Tidak membeda-bedakan status sosial,
sehingga prosedur yang harus dilakukan oleh setiap jamaah sama. Tidak ada
pemandu dalam setiap tempat ibadah haji sehingga setiap orang harus mampu
mempersiapkan dirinya dengan baik pada saat sebelum melakukan ibadah haji.
Maka dari itu fungsi bimbingan sebelum haji memiliki peran yang sangat besar
bagi para Jemaah haji mandiri, serta makna rombongan bagi mereka yang
tentunya rombongan dianggap sebagai identitas bagi para Jemaah. Fasilitas yang
diberikan pada haji mandiri juga memang diberikan sesuai dengan umumnya
melakukan ibadah haji. Seperti halnya fasilitas hotel atau penginapan,
transportasi, makan, dll diberikan sesuai dengan kebutuhanya dan tidak terlalu
mewah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi maka setiap informan
mengkontruksi makna haji mandiri secara berbeda-beda, sehingga pada penelitian
ini peneliti akan mengkategorikan konstruksi makna terseut kedalam dua bagian
yaitu: pertama, konstruksi makna haji mandiri dalam meningkatkan ke khu‘suan
dalam menjalankan ibadah haji, serta yang kedua adalah konstruksi makna haji
mandiri sebagai bentuk pelatihan dalam meningkatkan kualitas diri, dalam melatih
kesederhanaan, kesabaran, kekuatan dan ketangguhan, dengan seperti ini
diharapkan menjadi haji yang memiliki integritas yang baik.
67
4.2.2 Konstruksi makna haji mandiri dalam meningkatkan ke khu‟suan
dalam menjalankan ibadah haji
Haji mandiri merupakan ibadah haji yang dilakukan secara mandiri oleh
para jamaah, sehingga jamaah haji tidak tergantung dengan siapapun. Dengan
tidak tergantung itu artinya bisa mandiri dalam hal manasik dan mandiri dalam hal
perjalanan. Program haji mandiri ini mendapat sambutan dari berbagai lapisan
masyarakat calon jemaah haji, sambutan positif dari calon jemaah haji. Idealnya,
seorang jamaah calon haji memang harus mandiri. Dalam tataran ide haji mandiri
dinilai banyak pihak merupakan terobosan yang bagus. Namun dalam tataran
praktik, banyak hal yang perlu di cermati. Karena ibadah Haji adalah ibadah yang
membawa seseorang pada suasana dan alam akhirat. Ibadah haji memiliki karakter
yang sangat unik dalam membentuk ketakwaan dalam diri seorang muslim.
Ibadah haji merangsang segenap kemampuan manusia untuk difungsikan
menerjemahkan nilai-nilai ketakwaan. Ibadah haji selain merupakan ibadah ritual
yang mencakup berbagai kegiatan fisik dan spiritual, juga merupakan aktifitas
ekonomi yang membutuhkan kapasitas finansial yang relatif besar. Dengan
demikian ketakwaan yang diharapkan muncul dari ibadah haji bukan hanya
ketakwaan dalam bentuk perilaku ucapan dan perbuatan tertentu tetapi juga
ketakwaan dalam pengelolaan sumber-sumber dan benda-benda ekonomi.
Allah Swt telah menjadikan ibadah Haji sebagai salah satu kewajiban
ibadah yang paling mulia dan merupakan bagian dari Rukun Islam yang
dengannya Islam tegak di muka bumi ini hingga akhir jaman. Mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah bagi orang yang mampu baik dari sisi
68
fisik maupun materi untuk bekal perjalanan dan untuk keluarga yang ditinggalkan.
Mampu tidak berarti harus kaya raya karena banyak orang yang kaya namun
belum berhaji, sementara banyak orang yang tidak kaya malah mampu
melaksanakan Haji.
Ibadah Haji adalah proses yang merupakan puncak pencapaian spiritual
seorang muslim yang kegiatannya paling lengkap. Di dalamnya terdapat kegiatan
fisik, lisan, dan rohani serta pengorbanan jiwa, waktu dan harta. Kegiatan fisik
berupa perjalanan dari tanah air ke Saudi Arabia yang menempuh jarak yang jauh
dan biaya tidak sedikit serta kegiatan ibadah haji yang melelahkan karena harus
bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang singkat. Kegiatan lisan
berupa lidah yang senantiasa mengumandangkan senandung talbiyah, takbir,
dzikir, dan doa untuk menempatkan Allah di atas puncak kebesaran-Nya serta
mengecilkan keinginan terhadap harta, wanita dan tahta yang kerap memalingkan
kita dari nur Illahi. Kegiatan rohani berupa penjagaan hati agar selalu bersih,
ikhlas dan lurus dalam upaya mencapai haji Mabrur serta penyerahan diri dalam
rangka mencari ridho Allah. Haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka,
melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri
sebagai manusia. Menurut beliau, makna Haji yang pertama adalah mengingatkan
kembali hakikat kita sebagai manusia. Melalui thawaf, Allah mendemonstrasikan
cara kerja alam semesta. Bagaimana bumi, dan planet-planet di jagat raya ini
berotasi dan mengelilingi orbitnya masing-masing sesuai Sunnatullah agar
selamat. Dengan thawaf, manusia diajarkan untuk tidak diam di pinggiran,
69
melainkan harus meleburkan diri dalam pusaran kafilah manusia yang akan
membawanya menuju Allah.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu jamaah haji
mengenai makna haji, Ibu Nina menyebutkan bahwa:
―Kalau menurut saya pribadi ibadah haji itu teh merupakan suatu proses
yang mana kita melakukan perjalanan yang panjang hmmm,,,,berkunjung ke
beberapa tempat di Arab Saudi dan melaksanakan beberapa kegiatan tentunya di
satu waktu yang telah ditentukan yaitu pada bulan Dzulhijjah. Nah, Kunjungan
yang dilakukan nya itu tentu bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kita terhadap Allah SWT, dan saya menyenani setiap yang terjadi dan
dilakukan sesederhana apapun itu begitu neng kalau menurut ibu.‖ Selain itu, hati
sayaa merasa tentram, tenang, dan semogaa kedepanya juga tetep seperti ini. Saya
menggunakan haji mandiri menurut saya karena dengan haji mandiri saya
merasakan ke khu‘suan dalam beribadah karena kita serba sendiri, tanpa ada
pemandunya, sehingga membuat ibadah saya menjadi khu‘su dan afdol.‖
Tidak hanya itu, salah satu jamaah haji mandiri Kota Bandung lainnya,
memiliki pemaknaan sendiri akan makna haji bagi dirinya, bahwa menurut bapak
Rasyid:
―Memahami makna ibadah haji, kalau menurut saya itu sama halnya
dengan membutuhkan pemahaman yang secara khusus mengenai sejarah Nabi
Ibrahim dan ajarannya, kenapa seperti itu? Ya, karena praktek-praktek ritual
ibadah ini dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman yang telah dialami Nabi
Ibrahim as, bersama keluarga beliau. Ibrahim as. Yang hampir seluruh muslin
70
tahu bahwa beliau dikenal sebagai ―Bapak para Nabi‖. Hmmm sehingga ada
beberapa hal yang akan kita dapatkan ketika memahami pengalaman beliau.
Ibadah haji juga bagi saya juga merupakan sesuatu hal yang dapat
menyempurnakan ibadah saya secara keseluruhan, maklum saya ini kan sudah
pensiun, jadi apalagi yang bisa saya lakukan selain mendekatkan diri kepada
allah.‖
Dimensi ibadah haji yang perlu dipahami itu tidak hanya terfokus pada
ritualnya semata, tapi juga hakikat dari seluruh ibadah yang diperintahkan Allah
kepada manusia. Rasulullah SAW pernah ber – sabda, ‗‘Ambillah dari aku tata
cara berhaji.‘‗ Hadis Nabi tersebut menegaskan bahwa segala tata cara dalam
berhaji sudah memiliki perincian maknanya masing-masing. ‗‘Karena itu, harus
memahami makna tahapan tahapan ibadah haji yang dilakukannya,‘‗
Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, ia berkata,
– – .
. »
“Nabi shallallahu „alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?”
Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu
„alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali,
“Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)
71
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nina beliau mengatakan
bahwa:
―Melaksanakan ibadah haji itu sebagai wujud, wujud dari proses ibadah
secara keseluruhan karena itu saya menggunakan jasa haji mandiri karena saya
melakukan ibadah haji dengan sangat khu‘su karena semuanya harus serba sendiri
sehingga itu malah bikin saya jadi tambah focus pada ibadah, terasa sangat
khu‘su, keintiman saya dengan penciptapun terasa, karena itu makanya Saya
menggunakan haji mandiri menurut saya karena dengan haji mandiri saya
merasakan ke khu‘suan dalam beribadah karena kita serba sendiri, tanpa ada
pemandunya, sehingga membuat ibadah saya menjadi khu‘su dan afdol.
Berbeda hal yang di maknai oleh seorang bapak Mirdasy, karena faktor
pengaruh istrilah makna haji baginya berbeda-beda, seperti yang dikemukakan
beliau bahwa:
―Saya memaknai haji dengan beberapa hal yang memang berdasarkan
pada pengalaman hidup yang saya rasakan,yaitu Haji yang pertama, saat saya
diberi rahmad oleh Allah menjadi Anggota DPRD Prop Jawa Timur yang termuda
(usia 27 Tahun), saya kelahiran Januari tahun 1970, dan bulan Agustus tahun
1997 menjadi anggota DPRD Jawa Timur, lalu bulan Desember 1997 menunaikan
ibadah Haji (saat itu belum ada sistem antrian). Pada haji pertama ini saya
berangkat sendirian (istri tidak ikut serta). Berbeda halnya dengan pengalaman
kedua yang saya rasakan adalah: Haji Kedua, saya lakukan ketika saat saya
terpilih kembali menjadi anggota DPRD tahun 2004, saya berangkat bersama Istri.
Pada haji kedua inilah pertama kali saya berangkat dengan istri saya.dan bagi saya
72
ini adlaah ibdah haji yang sangat menyenangkan dan terasa lengkap. Sementara
haji ketiga, saya lakukan ketika saat saya diperbolehkan oleh istri untuk menikah
kembali tahun 2007, saya berangkat haji bersama kedua istri, ibu saya dan kedua
ibu mertua. Berangkat rame-rame. Jadi menurut saya haji adalah perjalanan
bersyukur kepada Allah atas banyaknya nikmat yang diberikan pada saya, istri-
istri dan tentunya anak-anak serta keluarga besar. Sehingga bagi saya haji adalah
salah satu cara saya bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan pada saya.
Haji adalah panggilan jiwa, panggilan bagi pembersihan hati dan pikiran untuk
hanya taqorrub pada sang Khaliq – Allah Ajja wajallah.‖
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat mulia, Allah mengisyaratkan
untuk benar-benar membersihkan dirinya dari sifat-sifat, tingkah laku dan akhlaq
yang tercela. Hal ini adalah sarana untuk mendapatkan haji yang mabrur yang
sudah di janjikan Allah Swt. Makna haji dan tujuan haji setiap individu berbeda-
beda, sangat banyak fakktor yang mempengaruhinya.
Dari Abdullah bin Mas‘ud, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda,
فى الكيس خثث الحد ىب كوا ي فياى الفقس والر ح وليس يد و تاتعىا تيي الحج والعوسج فإهوا ي الرهة والفض
ح الوثسوزج ثىاب إال الجح للحج
―Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan
perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.‖ (HR.
73
An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits
ini hasan shahih).
Bagi sebagian kaum muslimin, ibadah haji merupakan madrasah yang
dipenuhi berkah, media pembelajaran untuk melatih jiwa, menyucikan hati, dan
memperkuat iman. Dapat dipastikan, bahwa ibadah haji merupakan madrasah
pendidikan keimanan dimana lulusannya adalah para hamba-Nya yang beriman
dan bertakwa, mereka yang mereguk manfaat dari ibadah tersebut adalah para
hamba Allah yang diberi taufik oleh-Nya. Allah ta‟ala berfirman,
ى في الاس تالحج يأتىك زجاال وعلى كل ضاهس يأتيي هي كل فج عويق ) (٧٢(ليشهدوا هافع لهن )٧٢وأذ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka …” (Al Hajj: 27-28).
Berbagai manfaat, faedah, dan pelajaran berharga yang terdapat dalam
ibadah haji tidak mungkin untuk dihitung, karena sebagaimana di dalam ayat di
atas, Allah berfirman dengan kata ― ‖ yang merupakan bentuk plural dari kata
yang disebutkan secara indefinitif (nakirah) sehingga mengisyaratkan ‖ةعف م―
betapa banyak dan beragam manfaat yang akan diperoleh dari ibadah haji.
Tujuan ibadah haji ini adalah agar berbagai manfaat tersebut diperoleh
oleh mereka yang melaksanakannya, karena huruf lam pada firman-Nya ―
‖ berfungsi untuk menerangkan alasan yang terkait dengan firman-Nya
74
yang sebelumnya, yaitu ayat ― ‖, sehingga
redaksi ayat tersebut bermakna, “(Wahai Muhammad), jika engkau menyeru
mereka untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu, baik
dengan berjalan kaki dan berkendara untuk memperoleh berbagai manfaat haji.”
Oleh karena itu, mereka yang diberi taufik untuk melaksanakan ibadah
ini hendaklah bersemangat dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh manfaat
tersebut, di samping dirinya akan memperoleh pahala yang besar dan
pengampunan dosa dari Allah ta‟ala. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda,
ه هي حج هرا الثيت فلن يسفث ولن يفسق زجع كيىم ولدته أه
“Barangsiapa yang berhaji di rumah ini, kemudian tidak berbuat keji dan
maksiat, niscaya dia akan kembali dalam kondisi seperti tatkala dirinya
dilahirkan oleh ibunya (tidak memiliki dosa apapun).”
Beliau shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda,
في الكيس خثث الحد ىب كوا ي فياى الفقس والر يد تاتعىا تيي الحج والعوسج فإهوا ي
“Laksanakanlah hajidan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa
sebagaimana api menghilangkan karat dari besi.”
Tentunya, seorang yang memperoleh keuntungan ini kembali ke
negaranya dengan kondisi yang suci, jiwa yang bersih, dan kehidupan baru yang
75
dipenuhi dengan cahaya iman dan takwa, penuh dengan kebaikan, keshalihan,
serta berkomitmen dan konsisten menjalankan ketaatan kepada Allah ta‟ala.
Ulama telah menyebutkan bahwa apabila keshalihan dan kesucian jiwa
ini terdapat dalam diri hamba, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa Allah
telah ridha kepadanya dan ciri bahwa amalannya telah diterima oleh-Nya. Apabila
kondisi seorang yang telah melaksanakan haji menjadi baik, dengan berpindah
dari kondisi yang buruk menjadi baik, atau dari kondisi baik menjadi lebih baik,
maka hal ini merupakan tanda bahwa hajinya bermanfaat, karena balasan dari
suatu kebaikan adalah tumbuhnya kebaikan sesudah kebaikan yang pertama
sebagaimana firman Allah ta‟ala,
Ibadah haji merupakan ibadah fisik, banyak makna yang tersirat maupun
yang tersurat yang dapat kita ambil dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Makna dari ibadah haji disini memiliki maksud agar calon jamaah haji dapat
mengetahui, memahami dan menghayati tujuan dan hakikat pelaksanaan ibadah
haji, sehingga diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan kita terhadap Allah
SWT, karena semua ibadah yang kita lakukan pada dasarnya untuk membentuk
manusia yang bertaqwa.
Begitu juga berasarkan wawancara dengan salah satu responden Bapak
Rizki mengatakan bahwa:
―Tentu saja memang setiap orang yang berhaji selain melaksanakan
rukun iman yang ke enam maka saya ingin dan berharap ibadah haji yang
dikerjakan ini menjadi haji yang mabrur dan saya sangat berharap kalau setiap
76
pulang dari sana, sikap saya dikeluarga, dimasyarakat menjadi lebih baik lagi dari
sbelumnya. ―
Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan bagi kaum muslim
yang mampu secara material, fisik, maupun keilmuan dengan berkunjung ke
beberapa tempat di Arab Saudi dan melaksanakan beberapa kegiatan pada satu
waktu yang telah ditentukan yaitu pada bulan Dzulhijjah.
Ibadah haji merupakan ibadah fisik, banyak makna yang tersirat maupun
yang tersurat yang dapat kita ambil dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Makna dari ibadah haji disini memiliki maksud agar calon jamaah haji dapat
mengetahui, memahami dan menghayati tujuan dan hakikat pelaksanaan ibadah
haji, sehingga diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan kita terhadap Allah
SWT, karena semua ibadah yang kita lakukan pada dasarnya untuk membentuk
manusia yang bertaqwa.
Ibadah Haji adalah puncak pencapaian spiritual seorang Muslim yang
kegiatannya paling lengkap. Di dalamnya terdapat kegiatan fisik, lisan, dan rohani
serta pengorbanan jiwa, waktu dan harta. Kegiatan fisik berupa Perjalanan dari
tanah air ke Saudi Arabia yang menempuh jarak yang jauh dan biaya tidak sedikit
serta kegiatan ibadah haji yang melelahkan karena harus bergerak dari satu tempat
ke tempat lain dalam waktu yang singkat. Kegiatan lisan berupa lidah yang
senantiasa mengumandangkan senandung talbiyah, takbir, dzikir, dan doa untuk
menempatkan Allah di atas puncak kebesaran-Nya serta mengecilkan keinginan
terhadap harta, wanita dan tahta yang kerap memalingkan kita dari nur Illahi.
Kegiatan rohani berupa penjagaan hati agar selalu bersih, ikhlas dan lurus dalam
77
upaya mencapai haji Mabrur serta penyerahan diri dalam rangka mencari ridho
Allah.
Haji adalah ibadah yang sarat akan simbol-simbol yang bermakna,
tindakan simbolik dalam upacara religius tersebut merupakan bagian yang sangat
penting dan tidak boleh ditinggalkan begitu saja. karena ternyata hal itu
melambangkan bentuk simbol komunikasi hamba dengan Allah. Maka sangatlah
penting bagi orang yang bermaksud menunaikan haji untuk mengetahui makna
dari setiap prosesi dalam ibadah tersebut, sehingga ia dapat menghayati dan
menangkap tujuan dan esensinya. Kalau tidak dia hanya akan mendapatkan capek
dan lelah saja. Disinilah adanya komunikasi antara manusia dengan penciptanya,
manusia dengan manusia lainnya. Berkomunikasi dengan baik sehingga
mengharapkan perubahan sari suatu perilaku yang lebih baik lagi dimasa yang
akan datang.
Komunikasi sebagai berikut, ― komunikasi adalah upaya yang sistematis
untuk merumuskan secara tegas, azas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap. Lebih khusus lagi bahwa komunikasi adalah proses merubah
perilaku orang lain ‖ ( Effendy, 1993: 13 ).
Sementara makna haji menurut Ibu Euis bahwa ibadah haji merupakan:
―Ibadah haji menurut saya didalamnya berlangsung peristiwa sosial, yang
tidak hanya menghubungkan dan mendekatkan manusia dengan allah, melainkan
juga tentang bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lainnya.. Kegiatan
ini juga bermanfaat untuk kita dalam menjaga tali silaturahmi, dan juga melalui
silaturahmi seperti ini kita diberikan umur panjang dan melimpahkan rezeki kita,
78
harapan itulah yang saya inginkan dengan mengadakan silaturahmi ini.
Sesungguhnya, pelaksanaan ibadah haji merupakan manifestasi persaudaraan
muslim sedunia, karena haji merupakan muktamar tahunan atau silaturahmi akbar
baik di kota Makkah almukaramah maupun di Madinah. Pertemuan muslim
sedunia itu, juga bagaikan muktamar bangsa-bangsa. Disini kita saling membawa
budaya masing-masing, dengan aneka ragam budaya dan tingkah laku yang
berasal dari negaranya. Cara mereka mendirikan sholat, terkadang ada yang
berbeda dengan cara yang biasa kita lakukan. Meskipun demikian, ada kesamaan
pedoman kiblatnya yaitu Baitullah serta hubungan bathin dengan Allah SWT.
Dari sini kita dapat memetik 2 hikmah ikrar keislaman kita, yang diucapkan
dalam ikrar 2 kalimah Syahadat, yaitu: Syahadat pertama, yaitu “Asyhadu alla ila
ha illallah, disini menegakkan ikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah. Pernyataan
ini menjadi sempurna ketika kita menunaikan ibadah haji serta beribadat di
Baitullah – Tanah Haram Makah. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Sedangkan syahadat yang kedua, yaitu “ Wa Ashadu Anna
Muhamma Rasulullah”, yaitu ikrar kita atas kerasulan Nabi Muhammad Saw.‖
Salah satu makna terbesar yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah
haji adalah semangat persatuan dan kesatuan umat. Dalam ibadah haji semua
jemaah harus berganti pakaian ikhrom. Karena pakaian sering kali melambangkan
status, level, strata, tingkatan, jabatan, pangkat, dan derajat. Pakaian menciptakan
―batas‖ palsu, dinding penyekat yang menyebabkan perpecahan di antara manusia.
Selanjutnya dari perpecahan itu, dari rasa beda baju, beda status, beda golongan,
79
timbul konsep ―aku,‖ bukan ―kami atau kita,‖ sehingga yang menonjol adalah
kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, ataupun bangsaku. Padahal
penonjolan ―keakuan‖ adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah
SWT.
Allah berfirman, ―Janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu
orang-orang yang memecah agama mereka dan mereka menjadi beberapa partai.
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.‖
(QS. Ar-Ruum 31-32).
Para jemaah haji mengenakan pakaian yang sama, yaitu kain kapan—
biasanya digunakan sebagai pembungkus mayat—yang terdiri dari dua helai kain
putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya
antara yang kaya dan miskin, yang terhormat dan orang kebanyakan, yang berasal
dari timur dan dari barat. Mereka memakai pakaian yang sama, berangkat pada
waktu dan tempat yang sama dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama
pula. Mereka beraktivitas dengan aktivitas yang sama, dan menggunakan kalimat
yang sama. Manusia yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai ras, negara,
kelompok, suku, dan keluarga, dengan ibadah haji dihimpun oleh Allah SWT
dengan berbagai faktor kesamaan agar mereka menjadi satu. Manusia yang
tadinya terpecah-pecah dalam berbagai ras, negara, kelompok, suku, dan keluarga,
dengan ibadah haji dihimpun oleh Allah SWT dengan berbagai faktor kesamaan
agar mereka menjadi satu. Hal ini mengisyaratkan bahwa segala permasalahan
umat Islam akan dapat terselesaikan secara mendasar apabila mereka bersatu dan
bersama-sama dalam bersikap, berbuat, dan menetapkan pilihan.
80
Hal ini mengisyaratkan bahwa segala permasalahan umat Islam akan
dapat terselesaikan secara mendasar apabila mereka bersatu dan bersama-sama
dalam bersikap, berbuat, dan menetapkan pilihan.
Allah juga berfirman dalam surat Al Baqarah 197:" (Musim) haji adalah
beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal. (QS. 2:197).
Firman Allah ini menegaskan kepada kita bahwa ketika kita sudah
berazzam (menetapkan niat ) untuk melaksanakan ibadah haji, hendaklah dia
mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Persiapan itu adalah tidak berkata
kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan ketika melaksanakan ibadah haji.
4.2.3 Konstruksi makna haji mandiri dalam proses pelatihan diri
Pada haji mandiri sebelum kita melakukan ibadah haji pastilah harus
melakukan yang namanya bimbingan haji terlebih dahulu dan biasanya dilakukan
sebanyak 10 sampai 12 kali. Hal ini dilakukan supaya para jamaah memahami dan
hafal dengan baik apa saja rukun&wajib haji serta langkah-langkah apa yang
harus dilakukan pada saat di tanah suci karena di tanah suci setiap jamahaan harus
serba sendiri dimana pendamping atau pemandu tidak selalu sama-sama ke
81
berbagai tempat, serta berbagai rukun haji. Karena itu,setiap jamaah harus mandiri
atau tidak berganutng.
Sehingga dalam memaknai ibadah haji, berarti harusnya memaknai setiap
tahapan-tahapan atau proses dalam berhaji tersebut, itu merupakan satu kesatuan
yang perlu dipahami secara keseluruhan sehingga tujuan berhaji itu tercapai,
perubahan sikap, perubahan pola pikir dan tentunya perubahan keimanan. Karena
ibadah haji memang sebuah perjalanan rohani yang memiliki sisi religious yang
sangat tinggi. Perjalanan ibadah haji memang akan memberikan kesan tersendiri
bagi para jamaah. Mereka merasakan bagaimana seorang manusia itu sangat kecil
dihadapan Allah, betapa besar kuasa Allah, disana kita akan lebih melihat
bagaimana kebesaran dan kekuasaan Allah. Seluruh rangkaian ibadah haji,
memberikan banyak makna besar bagi para jamaah, setiap perjalanan pasti ada
hikmah yang bisa didapatkan oleh jamaah. Apalagi dengan haji mandiri yang
tingkat ketergantungan terhadap diri sendiri lebih besar dibandingkan dengan
orang lain, maka pada saat melaksanakan tahapan-tahapan haji ini terasa lebih
melatih kemampuan diri sendiri dalam melaksanakan ibadah haji. Berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu responden yaitu Bapak Mirdasy, yang
mengatakan bahwa:
―Ibadah haji kali ini, saya ingin lebih menunjukan kualitas diri saya
dalam memaknai haji itu sendiri, sehingga saya menggunakan jasa haji mandiri,
karena disini saya harus hidup lebih sederhana, mencoba mensyukuri setiap detik-
detik dari perjalananya, karena waktunya juga yang memang lebih panjang dan
lama, apa yang sudah saya persiapkan pada saat bimbingan haji inilah saatnya
82
untuk saya menjalankan setiap kesungguhan dari tekad saya ini. Sehingga
walaupun tidak ada pembimbing rombongan saya dapat membimbing diri saya
sendiri, sekaligus saya ingin membimbing istri-istri saya. Hal ini sangat terasa
ketika saya menjalankan setiap tahapan-tahapan dalam melakukan ibadah
hajinya.‖
Pada haji mandiri waktu lebih panjang dan lebih lama, sehingga dalam
melaksanakan ibadahpun tidak terlalu terburu-buru, bahkan dinikmati. Tahapan-
tahapan haji yang dilalui para jamaah haji diantaranya:
a. Ihram memiliki pengertian niat mulai melakukan ibadah haji dan menjauhi
segala larangan-larangan selama berihram. Allah SWT telah menetapkan
beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh jamaah haji selama berihram jika
dilanggar maka akan ada konsekuensi yang harus kita terima, yaitu dengan
membayar Dam atau fidyah sesuai ketentuan syar‘i. Dengan ihram ini berarti
kita telah berikrar dan bertekad untuk tidak melanggar larangan-larangan
ihram seperti memotong atau mencukur rambut, memotong pepohonan di
tanah suci atau memakai pakaian berjahit. Padahal kesemuanya itu hal biasa
dalam keseharian, bahkan kita disunahkan memotong kuku atau rambut untuk
kebersihan kita, tetapi pada saat berihram semuanya itu dilarang. Makna yang
bisa kita ambil dari ihram adalah menunjukkan sikap kepatuhan dan ketaatan
terhadap Allah SWT. Hal ini juga wujud dari ikrar syahadat bahwa tidak ada
tuhan yang patut disembah selain Allah SWT. Ketaatan kita kepadaNya adalah
Mutlak tanpa adanya pengecualian. Dialah yang mencipta dan berkuasa atas
83
segala sesuatu, Apapun yang telah ditetapkannya adalah ketentuan mutlak
yang berlaku.
Kita hanyalah hambanya yang daif dan lemah. Jamaah haji tidak boleh
meremehkan larangan-larangan ihram ini meskipun konsekuensi melanggar
larangan ihram itu tidak seberapa berat, tetapi bukan itu esensinya. Kepatuhan
dan ketaanlah yang sedang diuji. Semakin jamaah haji tidak melanggar
larangan ini adalah hal terbaik yang harus kita laksanakan selama menjalankan
ibadah haji. Dan hal ini menunjukkan tingkat ketaatan kita kepada Allah SWT.
Semoga ketaan ini mengharntarkan jamaah menjadi haji yang mabrur.
Dalam berihram jamaah haji hanya menggunakan 2 helai kain tanpa
berjahit, disunahkan kain yang putih dan bersih. Hal ini menunjukkan bahwa
jamaah haji dihadapan Allah itu sama, tidak ada yang berpakaian mewah,
pakaian gemerlap, pangkat dan jabatan harus ditinggalkan. Yang tertinggal
adalah ketaqwaan kita yang menjadi bekal dalam memenuhi panggilan Allah
SWT karena sebaik-baiknya bekal adalah bekal taqwa. Dalam memenuhi
panggilan Allah SWT diharapkan dengan hati yang bersih seputih kain ihram.
Tidak ada kesombongan karena kesombongan itu hanyalah milik Allah SWT.
Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden bapak Mirdasy
mengatakan bahwa:
―Makna ihram bagi dirinya adalah melepas seluruh kepentingan duniawiah
kita lalu menggantinya dengan dua lembar kain putih tanpa berjahit buat laki-
laki atau penutup kain boleh berjahit buat wanita. Iya tidak ubahnya sebagai
kafan bagi si mayit. Ihram adalah penyerahan diri total atas ketidak berdayaan
84
pada Allah SWT. Dalam berihram kita dilarang membunuh mahluq hidup dan
dilarang berkata kotor, lebih jauh do‘a dan pengharapan kita senantiasa
dikabulkan oleh Allah. Jadi suatu kondisi dimana kita mesti hanya berpasrah
pada Allah dan hanya bergantung pada-Nya. Ihram mencerminkan
perjumpaan kita dengan Allah. Oleh karena – saya bisa maklum jika seorang
mukmin yang sedang berihram sering ―cengeng‖ (mudah menangis), sebab
ada kesadaran bagaimana kita berjumpa dengan Allah dalam keadaan kotor
penuh dosa dan kemaksiatan. Nau‘dzu billa mindhaliq.‖
b. Thawaf adalah mengelilingi kabah sebanyak 7 kali. Putaran diawali dan
diakhiri dari rukun Hajar Aswad. Sedangkan Ka‘bah berada di sebelah kiri.
Ka‘bah adalah pusat kiblat ibadah umat islam. Disinilah di Baitullah para
jamaah haji menjadi tamu Allah SWT. Thawaf merupakan sarana peretemuan
kita sebagai tamu dengan sang Khaliq. Dengan mengelilingi kabah serta dzikir
dan berdoa dengan khusyu. Ka‘bah menjadi pusaran dan pusat peribadatan.
Karena thawaf identik dengan solat dimana kita berkomunikasi secara
langsung dengan Allah. Putaran tawaf sebanyak 7 kali mendefinisikan rotasi
bumi terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya kisaran waktu ,
siang dan malam yang menujukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Inilah
kebesaran Allah SWT, dan ini bukan terjadi karena sebuah kebetulan.tetapi
sudah menjadi sunatullah. Tidak ada kejadian di muka bumi ini yang terjadi
secara kebetulan melainkan sudah direncanakan oleh Allah SWT dan
semuanya berjalan sesuai dengan waktunya masing-masing. Menurut hasil
wawancara dengan salah satu responden bapak Mirdasy mengatakan bahwa:
85
―Tawaf adalah mengelilingi ka‘bah 7 kali dengan diawali mencium hajar
aswad. Ka‘bah adalah simbol ketundukan pada Allah. Pusaran seluruh
kehidupan selalu ada intinya. Inti dari kepatuhan adalah ketundukan kita pada
Allah. Bukan Ka‘bah yang kita sembah – tetapi kepatuhan kita pada perintah
Allah dan Rasul-Nya. Begitu halnya dengan mencium Hajar Aswad, iya
hanyalah perlambang, bagaimana kita tunduk pada risalah rasul. Maka aneh
mana kala banyak orang berjubel, berdesakan bahkan rela melukai saudara
muslimnya hanya demi mencium hajar aswad. Didepan baitullah banyak
ummat muslim tidak menunjukkan kepatuhan, kebaikan budi dan
keteladanan, justru sebaliknya menunjukkan keserakahan, kesombongan dan
penganiayaan orang lain demi mendapatkan rahmad Allah, padahal tak ada
satupun dalil yang mengharuskan demikian, bahkan Muhammad rasulullah
memberi contoh pada sahabat Umar bin Khattob dengan cukup memberi
tanda telah mencium hajar aswad. Jadi saya kalo ditanya orang, Pak Mirdasy
berapa kali mencium hajar aswad ? maka saya jawab tiap kali saya tawaf saya
7 kali menciumnya, kalo sehari saya tawaf 3 kali (sebab biasanya saya tawaf:
pagi, sore dan setelah tahajjud malam), maka kalikan saja sendiri. Maka
selalu jawabnya wah...kok banyak sekali, saya jawab...iya pasti banyak sebab
begitulah rasulullah mencontohkan. Jadi tawaf bagi saya adalah perwujudan
kearifan beribadah, jangan pernah salah kita beribadah bukan pada mahluq
hidup atau benda mati, tetapi hanya pada Allah semata, dan tuntunannya ada
pada rasulullah.‖
86
c. Sai berarti usaha. Sai adalah perjalanan dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya
selama 7 kali perjalanan. Ibadah sa‘I ini merupakan aaran dari Siti Hajar
ketika mondar mandir antara Bukit Shafa dan bukit marwah untuk mencari air
karena Nai Ismail AS menangis kehausan padahal jarak antara Shafa dan
Marwah adalah 425m. Kisah ini menunjukkan bahwa betapa besarnya cinta
kasih seorang ibu kepada anaknya, begitu kuat usaha yang dilakukannya,
untuk mendapatkan setetes air untuk menghilangkan dahaga anaknya, Makna
yang bisa kuta ambil dari usaha tersbeut adalah usaha yang dilakukan secara
terus menerus tanpa kenal lelah serta tawakal untuk meraih suatu tujuan
meskipun pada akhirnya hanya Allah SWT yang menentukan hasil dari jerih
payah. Kenyataan yang menemukan sumber mata air ditanah yang kering dan
tandus adalah putranya sendiri Nabi Ismail AS yang dikenal dengan sumur air
zamzam. Air zamzam inilah yang pada akhirnya menghidupi masyarakat
sekitar mekkah selama ribuan tahun dan sumur ini tidak pernah kering sampai
saat ini meskipun berjuta-juta gallon telah diambil untuk keperluan jamaah
haji. Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden bapak Mirdasy
mengatakan bahwa:
―Sa‘i adalah berkeliling 7 kali antara bukit shofa dan bukit Marwah. Setiap
kali ditanah suci terkadang ada pikiran disaya, kita seperti bermain-main, tapi
kita beribadah. Tetapi memang itulah kehidupan kita sepertinya bermain-
main tetapi ingat prinsip kehidupan adalah beribadah. Pada Sa‘i kita diajari,
bukan mencari airnya oleh ibu Hajar – tetapi itu adalah misi ibadah seorang
ibu mencarikan kehidupan bagi sang bayi penerus generasi. Berlari-lari kecil
87
adalah upaya sungguh-sungguh dalam kehidupan utk mencari ridho Allah.
Oleh karena do‘anya adalah meminta keberkahan di kedua bukit. Sa‘i adalah
lambang kesungguhan mencari rahman dan rahim Allah dimuka bumi.‖
d. Tahalul merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari larangan-larangan
ihram selama berihram, dilakukan dengan cara bercukur. Bercukur
mengandung makna membersihkan diri, membersihkan segala pikiran-pikiran
yang kotor yang tidak bermanfaat. Bersihkan hati dan pikiran untuk menapaki
kehidupan yang lebih baik menuju kepada keridoan Allah yang lebih baik.
Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden bapak Mirdasy beliau
mengatakan bahwa:
Memotong rambut (tahalul) bermakna keberanian kita memotong kekotoran
diri kita dari dosa dan kesalahan. Meski minimal hanya 7 helai rambut
(beberapa laki-laki lebih suka mengunduli kepalanya) namun ia hanya
perlambang – bagaimana setiap tahapan kehidupan kita harus berani berpisah
pada sesuatu yang salah dan dosa. Keberanian berpisah ini penting. Dalam
kehidupan sering kita enggan meninggalkan suatu kehidupan yang telah
menyenangkan kita tetapi jauh dari Allah. Tahalul mengajarkan bagaimana
kita berani membuat keputusan seremeh apapun yang tugaskan Allah dan
dicontohkan Rasulullah akan kita laksanakan. Jadi diminta berpisah dari salah,
dosa dan maksiat ? siapa takut !
e. Wukuf berarti berhenti merupakan rukun ibadah haji, tidak ada haji jika tidak
ada wukuf di arafah. Wukuf di Padang Arafah merupakan gambaran kelak kita
akan dikumpulkan oleh Allah SWT di Padang Mahsyar pada hari kebangkitan.
88
Pada saat wukuf ini kita akan merasakan dalam suasana yang tenang, tenram,
seluruh jamaah haji dari seluruh dunia berkumpul, bermunajad kehadiran
Allah SWT, Sang Pencipta. Semuanya berdzikir, bertafakur, ada yang
menangis, memohon ampunan atas kesalahan dan bertaubat. Sesungguhnya
Allah SWT adalah oenerima sebaik-baiknya tauat hambaNya. Dalam wukuf
ini Allah akan memebaskan dan mengampuni dosa orang-orang yang wukuf
sebesar apapun dosanya. Seperti disebutkan dalam hadist riwayat Muslim,
Nabi Muhammad SAW bersabda, ―Aku berlindung kepada Allah dri Gaodaan
Syetan yang terkutuk. Iada hari yang lebih banyak Allah membebaskan
seorang hamba dari neraka selain hari Arafah‖.
Dalam hadist lain Rasulullah SAW juga bersabda, Nabi SAW wukuf
di Arafah, disaat matahari hamper terbenam, beliau berkata, Wahai Bilal
suruhlah umat manusia mndengarkan saya‖ Maka ilal pun berdiri sambil
berkata, Dengarkanla Rasulullah SAW, maka mereka mendengarkan, lalu
Nabi SAW bersabda, Wahai Umat Manusia, baru saja Jibril a.s dating
kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku dan dia mengatakan
―Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang yang berwukuf di arofah
dan orang-orang yang bermalam di masy‘aril Haram (Mudzalifah) dan
menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka.
f. Setelah terbenam matahari maka wukuf telah berakhir, jamaah haji berangkat
menuju Mudzalifah untuk bermalam dan beistirahat, mengumpulkan tenaga
kembali guna melajutkan melempar jumrah di Mina. Disnahkan di Mudzalifah
ini jamaah haji mencari kerikil untuk melempa jumroh. Selama Mabit di
89
Mudzalifah ini, disunahkan memperbayak dzikir dan berdoa. Setelah lewat
tengah malam, jamaah haji, akan berangkat menuju Mina untuk Mabit dan
melempar Jumroh pada tanggal 10,11,12 dan 13 Dzulhijah. Makna Mabit di
Mudzalifah ini bahwa jamaah haji mempersiapkan diri bik tenaga maupun
perbekalan dan senjata (lambing kerikil) untuk melawan musuh manusia yang
nyata yaitu syeitan. Kerikil-kerikil tersebut nantinya akan dipergunakan untuk
melempar jumroh yang menandakan perang melawan syaitan. Syaitan selalu
menjerumuskan manusia ke dalam api neraka karena itu tidak ada ruang lagi
bagi syaitan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu responden yaitu
bapak mirdasy bahwa:
―Bagai dipadang mahsyar kita dikumpulkan. Meski pasti tidak identik, tapi
betapa tidak mudah (meski hanya sehari) kita berkumpul (wukuf) di Arofah,
dengan berihram dengan rukun dan syarat yang harus ditegakkan, kita serasa
berada ditengah pengawasan melekat Allah, menimbulkan kesadaran tiap hari
sesungguhnya kita diawasi oleh Allah, tanpa kecuali. Ujian kesabaran,
keta‘atan dan ketawaddu‘an sangat terasa disana. Andai Allah dan Rasul-Nya
tidak memerintahkan – serasa aneh kita berkumpul disana – semua hanya
bukti keta‘atan kita pada sang Khaliq – tidak lebih dari itu. Kita hidup hanya
buat beribadah saja, dengan berperan sebagai khalifah fil ardhi sesuai dengan
kebisaannya masing-masing. Begitu halnya dengan prosesi mabit – ujian
kesabaran sangat kental disini. Beribadah itu butuh kesungguhan,
pengorbanan dan tanpa reserve (tidak pilih-pilih).‖
90
g. Mabit di Mina dilaksanakan selama 4 hari. Mulai tanggal 10,11,12,13
Dzulhijah. Selama Mabit ini Jamaah haji akan melaksanakan melempar
jumroh Ula, Wustha, dan Aqobah. Mabit ini merupakan peninggalan Nabi
Ibrahim a.s , ketika diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya Nabi
Ismail a.s, Dalam perjalanan menjalankan perntah Allah SWT inilah Nabi
Ibrahim mendapat godaan terus meerus dari syaitan agar mengurungkan
niatnya untuk menyembelih putranya, tetapi Nai Ibrahim tetap istiqomah
menjalankan perintah Allah SWT dan melempari syaitan-syaitan tersebut
dengan batu kerikil (jamrah). Makna melempar jamrah adalah perang
melawan musuh manusia yang paling nyata yaitu syaitan. Karena syaitan-
syaitan tidak pernah lengah untuk menggoda manusia agar terjerumus ke
dalam api neraka. Selain itu didalam mabit ini kita disunahkan untuk selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berdzikir, berdoa dan
memperbanyak ibadah. Salah satu jemaah haji bapak Rasyid mengatakan
bahwa:
―Ibadah haji teh merupakan ibadah anu wajib dilakonan lamu urang sadayana
mampu, eta sakali saumur hirup. Kumargi eta dibutuhkeun pemahaman ilmu
agama anu sae. Dina waktu urang ker ngalakonan rukun haji sapertos tawaf,
sa‘i, dan lempar jumrah urang sadaya kedah paham kana hakekat rukun haji
anu bade dilaksanakan. Artinya Karena ibadah haji merupakan ibadah yang
apabila mampu wajib dilaksanakan sekali seumur hidup, maka perlu
pemahaman ilmu keagamaan yang baik. ‗‘Ketika kita sedang melaksanakan
91
rukun haji seperti tawaf, sa‘i, dan melempar jumrah kita harus memahami
hakikat dari rukun yang kita laksanakan tersebut‖.
Haji merupakan puncak dari seluruh perintah Allah, maka dimensi
ibadah yang perlu dipahami tidak hanya terfokus pada haji semata tapi juga
hakikat dari seluruh ibadah yang diperintahkan Allah kepada manusia. ‗‘Ibadah
haji tidak hanya tergantung pada pelaksanaan rukun dan wajibnya semata tapi
juga harus dilengkapi dengan perbaikan akhlak yang semakin menuju kemuliaan,‖
Hasil wawancara penulis dengan salah satu jamaah haji, mengenai waktu
pelaksanaan haji, dia menyebutkan bahwa:
―Waktu untuk melakukan ibadah haji memang sudah ditentukan, yaitu
pada bulan Djulhijah. Itu pada bulan-bulan lain kita tidak bisa melakukan ibadah
haji. Kalaupun memang mau melakukan ibadah ke tanah suci itu bisa dikatakan
sebagai Umrah. Ibadah haji dan Umroh itu berbeda cara.‖
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
utama ibadah haji dilakukan pada tanggal 8 Djulhijah yaitu dilewati dengan
bermalam di Mina kemudian wukuf atau berdiam diri di Padang Arafah pada hari
selanjutnya. Dan riual terakhir melempar jumroh sebagai symbol melempari setan
pada 10 Dzulhijah. Pelaksanaan ibadah haji tersebut dinamakan Idul Adha atau
oleh masyarakat Indonesia dinamakan hari raya haji. Didalam melakukan ibadah
haji, jamaah akan mengunjungi beberapa Baitullah dan tempat-tempat tertentu
untuk melakukan beberapa amalan ibadah tertentu.Tempat-tempat yang
92
dikunjungi dalam ritual haji anta lain Ka‘bah, tempat sa‘I bernama mas‘a Arafah,
Mina, dan Mudzalifah.
Terdapat beberapa hadist sahih tentang keutamaan haji yang dapat
menghilagkan kerauan bagi seseorang dalam melaksanakan ibadah haji untuk
mengharapkan pahala, rahmat dan maghfirah Allah SWT. Ibadah haji berguna
untuk kaum muslimin untuk memperkuat Ukhuwah Islamiyah¸menggalang
solidaritas sosial, salig tolong menolong untuk kemashlahatan dunia dan akhirat.
Berikut sebagian hadist dari HR Bukhari dan Muslim:
‖Rasulullah SAW telah ditanya oleh seseorang: pekerjaan apa yang
paling utama? Rasul menjawab; Iman kepada Allah dan RasulNya, Kemudian
Apalagi ? Rasul menjawab; Haji Yang Mabrur.‖
Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa haji merupakan salah satu
rukun Islam dan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim
sekali seumur hidup, dengan syarat-syarat yang diterangkan kemudian. Karena itu
jika ada seorang muslim mengingkarinya maka termasuk kedalam golongan-
golongan yang kufur.
Melaksanakan tawaf di Kabah dan berjalan mengitari Kabah sebanyak
tujuh kali, memiliki makna bahwa umat Islam merupakan umat yang dinamis dan
jujur. ‗‘Tawaf yang dilaksanakan tujuh kali hanya di pelataran Ka‘bah mencermin
kan bahwa segala pekerjaan yang dilakukan oleh umat Islam hendaknya selalu
dilaksanakan di jalan Allah dan hanya berdasarkan petunjuk Allah SWT.
Sedangkan berlari-lari kecil antara bukit Shafa den Marwah ketika sa‟i,
memiliki makna bahwa kita tidak boleh berputus asa terhadap rahmat Allah.
93
‗‘Sama dengan Siti Hajar (istri Nabi Ibrahim) yang tidak berputus asa
memohonkan keselamatan anaknya dan mencarikan air untuk anaknya, Ismail
yang tengah menangis kehausan,‘‗
Ritual haji Tahalul mengandung makna yang sangat dalam. ‗‘Mencukur
rambut merupakan bukti syukur kita dan kepatuhan kita terhadap perintah Allah
SWT dengan mengorbankan sesuatu yang amat kita sayangi. Dalam hal ini,
mengorbankan hal yang kita cintai tersebut direpresentasikan oleh mencukur
rambut,‘‗ Makna melempar jumrah, yakni agar kita menjauhkan diri dari segala
sifat buruk yang biasa dimiliki setan. ‗‘Segala sifat iri, dengki, sombong, dan
takabur merupakan sebagian dari sifat buruk yang terda – pat dalam diri setan
yang coba kita hilangkan dengan cara melempar jumrah,‘‗
Selain memahami makna tahapan-tahapan ibadah haji, calon jamaah haji
harus dapat menghindari atau meninggalkan hal-hal yang dilarang, khususnya
selama mengerjakan ibadah haji. ‗‘Selama kita berhaji, janganlah berbicara kotor,
jangan bercumbu, dan jangan saling berbantahan sesama umat Muslim. Tidak
kalah pentingnya, jangan pernah menyombongkan diri,‖.
Karena itulah, sebelum melaksanakan ibadah haji, para calon jamaah haji
perlu meningkatkan pemahamannya tentang Islam maupun tatacara berhaji yang
sebaik-baiknya. ‗‘Lakukanlah persiapan dengan banyak membaca buku dan
bertanya kepada orang yang telah pernah menunaikan ibadah haji sebelumnya,‘‗
Adapun rukun haji antara lain ihram, Thawaf Ziyarah (disebut juga
dengan Thawaf Ifadhah), Sa‟I, dan Wuquf di padang Arafah.
94
Apabila salah satu rukun haji di atas tidak dilaksanakan maka hajinya
batal. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa rukun haji hanya ada 2 yaitu:
wuquf dan thawaf, ihram dan sa‟I tidak dimasukkan ke dalam rukun karena
menurut beliau, ihram adalah syarat sah haji dan sa‟I adalah yang wajib dilakukan
dalam haji (wajib haji). Sementara Imam syafi‘ie berpendapat bahwa rukun haji
ada 6 yaitu: Ihram, Thawaf, Sa‟ie, Wuquf, Mencukur rambut, dan Tertib
berurutan).(Kitabul Fiqh Ala Madzhabil Arba‘ah 1/578). Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan salah satu jamaah haji Ibu Neni mengungkapkan
bahwa:
“Keluarga inti saya memang belum sepenuhnya melaksanakan ibadah haji.
Yang punya kesempatan baru saya denan istri saya. Kedua anak saya belum
melakukan ibadahhaji. Mudah-mudahan kedepannya ada kesempatan untuk
kedua anak saya juga bisa melaksanakan ibadah haji. Namun dari keluarga
besar memang ada yang sudah, tetapi ada juga yang belum. Kedua orang
tua saya Alhamdulillah sudah melaksanakan ibadah haji, namun mertua
saya, ibu dari bapak istri saya memang belum melakukan ibadah haji.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa syarat melakukan
ibadah haji salah satunya adalah mampu. Mampu yang dimaksud adalah bahwa
1. Memiliki biaya perjalanan, juga nafkah hidup, baik untuk diri sendiri, maupun
untuk keluarga yang ditingalkan.
Jamaah yang akan melakukan ibadah haji memang harus memiliki biaya untuk
dirinya sendiri ketika berada di tanah suci, jangan sampai keluarga yang
ditinggalkan tidak dinafkahi karena semuanya habis untuk biaya haji.
2. Sehat jasmani dan rohani.
Kesehatan itu memang sangat penting bagi jamaah haji, dimana mereka akan
melakukan beberapa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan. Tentunya ini
95
jamaah haji harus memiliki kesehatan fisik yang baik, sehingga tidak mudah
terserang berbagai penyakit.
Secara rohani juga jamaah haji harus memiliki keyakinan hati yang tulus
didalam melakukan ibadah hai, jangan sampai membuang-buang waktu
dengan melakukan kegiatan yang tidak bernilai ibadah.
3. Aman dalam perjalanan dan aman pula bagi keluarga yang akan ditinggal.
Kemanan dalam perjalanan itu sangat penting. Untuk itu pasikan bahwa
perjalan yang dilakukan oleh jamaah memiliki tingkat keamanan yang baik
didalam perjalanan
4. Mengetahui cara-cara melaksanakan ibadah Haji.
Pelaksanaan Ibadah Haji memag memerlukan pembinaan dan bimbingan
terlebih dahulu. Oleh karena setiap jamaah harus melaksanakan pembinaan
terlbih dahulu, agar dia mengetahui dan paham bagaimana melaksanakan
ibadah haji yang khusyu dan syah.
5. Mampu melakukan perjalanan ke tanah suci.
Jamaah haji memang harus mampu melakukan perjalanan ke tanah suci karena
memang inti dari ibadah haji tersebut adalah jamaah haji dapat melakukan
seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji.
Ibadah haji dilakukan pada bulan Dzulhijah setiap tahunnya. Dan
dilakukan kurang lebih selama sebulan penuh.Perjalanan haji dimulai dengan
mengunjungi masjid Al-Haram yang terdapat di Kota Mekkah untuk melakukan
tawaf sebelum tanggal 8 Dzulhijah. Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijah jemaah
96
haji bermalam di Mina untuk kemudian pagi harinya bersiap siap untuk melakuka
ibadah haji lainnya.
Pada pagi hari tanggal 9 Dzulhijah, para jamaah haji bertolak ke Arafah
untuk melakukan wukuf. Wukuf adalah istilah haji yang artinya berdiam diri
sambil berdoa hingga waktu maghrib tiba. Setelah petang, kemudian mereka
segera pergi meninggalkan arah untuk berangkat menuju Mudzalifah.
Pada tanggal 10 Dzulhijah para jamaah haji kembali menuju Mina dan
melaukan Jumroh Aqobah yaitu kegiatan para jemaah haji melempar batu tujuh
kali ke tugu sebagai symbol pengusiran terhadap setan yang ada di diri manusia.
Para jamaah haji diwajibkan untuk mencukur sebaian atau semua rambut yang
dimilikinya sebelum melaksanakan Tawaf Haji dan bermalam di Mina untuk
melakukan lempar jumrah terhadap Tugu Ula dan Wustha pada hari selanjutnya.
Perjalanan dan ibadah haji yang utama memang melelahkan, tetapi hal itu
memiliki pahala yang besar. Oleh karena itu para jamaah haji disarankan untuk
menjaga kesehatannya ketika akan melakukan perjalanan ibadah haji.
4.2.4 Makna Bimbingan Haji Bagi Jamaah Haji Di Kota Bandung
Bimbingan dan pembinaan terhadap calon/jamaah haji merupakan salah
satu substansi yang memang sudah ditetapkan dalam UU nomor 17 Tahun 1999.
Kementrian Agama didalam melakukan bimbingannya yaitu dengan melakukan
pembinaan dalam waktu tertentu serta memberikan buku panduan sebagai
pedoman bagi calon jamaah haji dalam memelihara dan mempertahankan
kemambruran hajinya, setelah kembali dari tanah suci melalui peningkatan
97
ketaqwaan dalam kehidupan sehari-hari. Kementrian dalam melakukan
pembinaan kepada calon/jamaha haji dilakukan dalam waktu tertentu, dalam
pembinaan tersebut calon/jamaah haji diberikan penjelasan dan gambaran dari
mulai apa saja yang harus dipersiapkan oleh jamaah haji sebelum melakukan
ibadah haji, kemudian apa saja dan bagaima perjalanan haji di tanah suci, sampai
kepada apa dan bagaimana setelah melaksanakan ibadah haji.
―Menurut Ahmad Subakti, selaku staff di Kementrian Agama Kota
Bandung menyebutkan bahwa ke depan, pembekalan bagi para pembimbing
jemaah akan lebih diutamakan dalam hal peningkatan kemampuan teknis masing-
masing bidang, sesuai kebutuhan situasai dan kondisi perhajian terkini. Oleh
karenanya pola bimbingan pun harus benar-benar didesain sesuai kebutuhan. Pola
bimbingan termasuk juga harus dapat menyikapi perkembangan-perkembangan
kebijakan perhajian pemerintah Arab Saudi, diantaranya tentang pemberlakuan
paspor internasional, perluasan-perluasan kawasan perhajian, serta pengaturan
transportasi lokal jemaah haji di Mekkah.‖
Pembaruan pola bimbingan jamaah tersebut antara lain menyangkut
peningkatan volume waktu, desain program dipertajam menuju ke arah
kemandirian, SDM (pembimbing, pelatih dan instruktur) adalah orang yang benar-
benar memahami perhajian sesuai dengan kondisi terkini, dana bimbingan
diperbesar dan peran Karu (Kepala Regu) dan Karom (Kepala Rombongan)
sebagai ujung tombak pelayanan dalam kloter dioptimalkan dalam hal pemberian
materi dan seleksi personalnya.
98
Jika selama ini volume pembimbingan di tingkat kecamatan hanya 10
kali pertemuan, pada musim haji yang akan datang, minimal 15X pertemuan,
ditambah 4X kali pertemuan di tingkat Kabupaten/Kota. Di samping
memberdayakan secara maksimal para pembimbing, juga tetap melibatkan para
alim ulama, majelis Taklim dan kelompok bimbingan yang ada.
Sedangkan desain program akan ditata untuk menjawab kebutuhan
perhajian kondisi terkini, sehingga dimungkinkan setiap daerah memberikan
pengayaan pembekalan tersendiri sesuai kebutuhan jemaahnya masing-masing.
Sebagai contoh misalnya, bagi jamaah yang tingkat pendidikannya dan
pengalaman traveling rendah, maka program bimbingan akan lebih banyak
diarahkan tentang traveling. Dengan demikian, sesi pertemuan disusun untuk
mengakomodir kebutuhan masing-masing. Jika manasik yang lemah, maka sesi
manasik yang akan diperbanyak.
Manasik pada dasarnya adalah memberikan pelajaran atau informasi
kepada calon jama‘ah haji mengenai tata cara melaksanakan ibadah haji di tanah
Suci. Perlunya manasik haji ini karena calon jama‘ah haji Indonesia sangat
heterogen, baik pekerjaannya, usianya, asal daerahnya, pengetahuan tentang
hajinya dan pendidikannya. Dari tingkat pendidikannya lebih dari 57% tingkat
pendidikan sekolah dasar, sebagian besar bukan lulusan pendidikan sekolah
agama Islam. Dengan demikian maka bahan pelajaran yang disampaikan sudah
barang tentu mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda. Apalagi bahan mata
pelajarannya banyak yang ditulis dalam huruf Arab serta berbahasa Arab yang
tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Manasik haji setiap tahun hanya
99
disampaikan selama 3 kali tatap muka oleh Departemen Agama menjelang
keberangkatan dan dalam bentuk ceramah umum. Sudah barang tentu cara yang
demikian tidak efektif karena materi hanya disampaikan satu arah tanpa ada
dialog. Sehingga materi yang disampaikan kurang dapat mencapai tujuannya,
yang berakibat kesempurnaan haji tidak tercapai. Dengan demikian, ini sangat
perlu adanya pengembangan dalam metode manasik yang sudah sekian lama
diterapkan pada calon jama‘ah haji.
Berikut hasil wawancara penulis dengan responden Bapak Mirdasy
mengenai bimbingan haji yang dilakukan oleh Kementrian Agama, dia
menyebutkan bahwa:
“ Menurut saya bimbingan yang dilakukan oleh Kementrian Agama Kota
Bandung cukup baik, kalopun memang harus banyak lagi pelayanan yang harus
lebih baik lagi. Jamaah haji mendapatkan 10 kali bimbingan dan diselenggragakan
oleh pemerintah daerah setempat. Bimbingan terhadap jamaah merupakan hal
yang sangat penting dilakukan, jadi waktu pelaksanaannya menurut saya harus
ditambah lagi karena dirasa belum cukup apalagi memang bagi calon jamaah haji
yang belum pernah melaksanakan haji. Termasuk saya sendiri, saya merasa belum
mengerti semua pelaksanaan haji, hal yang saya lakukan diluar bimbingan yaitu
mempelajari buu panduan dan beratanya kepada orang yang sudah pernah berhaji.
Bimbingan yang diberikan yaitu mengenai bimbingan jamaah dari sebelum
berangkat haji, sampai kepada tata cara pelaksanaan ibadah haji, dan pembinaan
paska haji itu diberikan. ―
100
Jamaah haji yang lain yaitu bapak rizki juga mengungkapkan mengenai
bimbingan haji, di mengatakan bahwa:
―Jamaah haji mendapatkan 10 kali bimbingan dan diselenggaarakan oleh
pemerintah daerah setempat. Bimbingan haji merupakan hal yang sangat penting
dilakukan, jadi waktu 10 kali pelaksanaan belum cukup untuk calon jamaah haji
paham apalagi memang bagi calon jamaah haji yang belum pernah melaksanakan
haji. Termasuk saya sendiri,, saya merasa belum mengerti semua pelaksanaan
haji, hal yang saya lakukan diluar bimbingan yaitu mempelajari buku panduan dan
beratanya kepada orang yang sudah pernah berhaji.‖
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bimbinan
yang dilakukan oleh Kementrian Agama memang harus ditingkatkan lagi dari segi
pengembangan metodenya. Karena bimbingan haji sangatlah penting dimana
dalam kegiatan tersebut para calon jamaah haji/jamaah haji akan diberikan
informasi mengenai pelaksanaan haji itu seperti apa. Kebutuhan informasi calon
jamaah haji/jamaah haji merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting karena
itu sebagai bagian dari tuntutan kehidupannya, penunjang kegiatannya, dan
pemenuhan kebutuhannya. Dimana tuntutan yang dimaksud adalah tuntutan
bahwa calon jamaah haji harus bisa dan mampu untuk melaksanakan semua
kegiatan ibadah haji dari awal sampai dengan akhir kegiatan. Jika informasi yang
diberikan memang sudah dipahami dan dimengerti oleh calon jamaah haji makan
ini secara otomatis akan menunjang kegiatannya dan kebutuhan informasi caon
jamaah haji pun terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan pengguna pada informasi yaitu
pengetahuan, pengetahuan diartikan sebagai kesadaran individu akan adanya
101
inovasi dan pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
(Soemirat, Ardianto, 2002:64). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden
yaitu bapak mirdasy mengatakan bahwa:
―Pembimbing haji memang penting – tapi bagi saya yang penting adalah
masing-masing pribadi yang berhaji harus mampu membimbing hatinya bertemu
Allah dan rasul-Nya, membimbing pikirannya hanya tunduk pada aturan Allah
dan rasul-Nya, membimbing prilakunya agar selalu mengaju pada petunjuk Allah
dan rasul-Nya. Selanjutnya haji itu bukan buat Allah, Rasul atau pun siapapun
selain dirinya, berhaji adalah wujud keta‘atan, berhaji buat diri sendiri bekal
menghadap sang Khaliq nanti. ―
Sedangkan menurut informan yang lain yaitu Ibu Isma mengatakan
bahwa:
―Bagi saya dalam melakukan bimbingan haji mandiri saya yaitu dapat
memotivasi para jemaah untuk lebih serius dalam mempelajari pedoman tentang
haji, karena bimbingan yang tidak terlalu lama dan nanti pada saat melaksanakan
hajinya kita dituntut untuk lebih mandiri sehingga dari awal ketika saya
memutuskan ingin naik haji maka saya ingin lebih serius mempelajari setiap
rukun haji serta hukum-hukum haji lainnya, karena itu dapat meningkatkan ke
khu‘suan saya dalam berhaji.‖
Bimbingan haji yang dilaksanakan yaitu dengan memberikan gambaran
dan pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan ibadah Haji:
102
1. Melakukan ihram dari mîqât yang telah ditentukan
Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal dengan melakukan mandi
sunah, berwudhu, memakai pakaian ihram, dan berniat haji dengan
mengucapkan Labbaik Allâhumma hajjan, yang artinya ―aku datang memenuhi
panggilanmu ya Allah, untuk berhaji‖.
Kemudian berangkat menuju arafah dengan membaca talbiah untuk
menyatakan niat:
Labbaik Allâhumma labbaik, labbaik lâ syarîka laka labbaik, inna al-hamda,
wa ni‟mata laka wa al-mulk, lâ syarîka laka
Artinya:
Aku datang ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu; Aku datang, tiada
sekutu bagi-Mu, aku datang; Sesungguhnya segala pujian, segala kenikmatan,
dan seluruh kerajaan, adalah milik Engkau; tiada sekutu bagi-Mu.
2. Wukuf di Arafah
Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya dimulai setelah matahari
tergelincir sampai terbit fajar pada hari nahar (hari menyembelih kurban)
tanggal 10 Zulhijah.Saat wukuf, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:
shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama,
membaca Al-Qur‘an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya.
3. Mabît di Muzdalifah, Mekah
Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum terbit fajar. Disini
mengambil batu kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah
di Mina, dan melakukan shalat subuh di awal waktu, dilanjutkan dengan
103
berangkat menuju Mina. Kemudian berhenti sebentar di masy‘ar al-harâm
(monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS 2:
198), dan mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.
4. Melontar jumrah „aqabah
Dilakukan di bukit ‗Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah, dengan 7 butir
kerikil, kemudian menyembelih hewan kurban.
5. Tahalul
Tahalul adalah berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan
amalan-amalan haji.Tahalul awal, dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah
‗aqobah, dengan cara mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3
helai. Setelah tahalul, boleh memakai pakaian biasa dan melakukan semua
perbuatan yang dilarang selama ihram, kecuali berhubungan seks. Bagi yang
ingin melaksanakan tawaf ifâdah pada hari itu dapat langsung pergi ke Mekah
untuk tawaf. Dengan membaca talbiah masuk ke Masjidil Haram melalui
Bâbussalâm (pintu salam) dan melakukan tawaf. Selesai tawaf disunahkan
mencium Hajar Aswad (batu hitam), lalu shalat sunah 2 rakaat di dekat makam
Ibrahim, berdoa di Multazam, dan shalat sunah 2 rakaat di Hijr Ismail
(semuanya ada di kompleks Masjidil Haram).
Kemudian melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari
Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa. Lalu dilanjutkan dengan tahalul
kedua, yaitu mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai. Dengan
demikian, seluruh perbuatan yang dilarang selama ihram telah dihapuskan,
104
sehingga semuanya kembali halal untuk dilakukan. Selanjutnya kembali ke
Mina sebelum matahari terbenam untuk mabît di sana
6. Mabît di Mina
Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa),
yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Setiap siang pada hari-hari tasyrik
itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan „aqabah, masing-masing 7 kali. Bagi yang
menghendaki nafar awwal (meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijah setelah
jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah
saja. Tetapi bagi yang menghendaki nafar sânî atau nafar akhir (meninggalkan
Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah jumrah sore hari), melontar jumrah
dilakukan selama tiga hari (11, 12, dan 13 Zulhijah). Dengan selesainya
melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan
kembali ke Mekah.
7. Tawaf ifâdah
Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika berada di Mekah,
maka harus melakukan tawaf ifâdah dan sa‘i. Lalu melakukan tawaf wada‘
sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali pulang ke daerah asal. Semua
calon jamaah haji akan mendaatkan bimbingan dari pemerintah. Hanya saja
terkadang ada jamaah yang merasa belum cukup mendapatkan bimbingan dari
pemerintah, oleh karena itu mereka melakukan bimbingn lagi di tempat yang
lain yaitu lembaga lain yang kita sebut sebagai KBIH.
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan responden mengenai
kegiatan bimbingan dia menyebutkan bahwa:
105
―Dalam hal ini yang mengatur kegiatan bimbingan adalah para panitia
haji. Saya merupakan jamaah haji dari Kecamatan Batununggal bisanya dalam
menjalani bimbingan itu dikumpulkan di satu wilayah yang besar. Sehingga
bimbingan dilakukan secara bersamaan dengan jamaah-jamaah dari kecamatan
lain Jadi memenag kementrian Agama kota Bandung memang
mengekelompokkan bimbingan sesuai dengan daerah kabupatennya. Jadi setiap
dari setiap kecamatan akan dikumpulkan dalam suatu kabupaten.‖
Seperti yang sudah dikatakan oleh staff kementrian Agama bahwa pola
bimbingan jamaah akan disesuaikan dengan kebutuhan jamaahnya itu sendiri,
dimana pembaruan pola bimbingan jamaah tersebut antara lain menyangkut
peningkatan volume waktu, desain program dipertajam menuju ke arah
kemandirian, SDM (pembimbing, pelatih dan instruktur) adalah orang yang benar-
benar memahami perhajian sesuai dengan kondisi terkini, dana bimbingan
diperbesar dan peran Karu (Kepala Regu) dan Karom (Kepala Rombongan)
sebagai ujung tombak pelayanan dalam kloter dioptimalkan dalam hal pemberian
materi dan seleksi personalnya. Di samping memberdayakan secara maksimal
para pembimbing, juga tetap melibatkan para alim ulama, majelis Taklim dan
kelompok bimbingan yang ada.
Komunikasi memberikan sesuatu kepada orang lain melalui kontak
tertentu atau dengan menggunakan alat. Banyak komunikasi terjadi tetapi kadang
tidak tercapai kepada sasaran tentang apa yang dikomunikasikan. Begitupun
dengan panitia haji yang menyelengarakan kegiatan manasik haji bagi para calon
jamaah haji. Komunikasi yang disampaikan belum tentu dapat diterima dengan
106
baik oleh calon jamaah haji. Latar belakang pendidikan, budaya, itu sangat
mempengaruhi penerimaan informasi yang disampaikan.
Sebelum terlaksananya komunikasi yang baik, banyak ditemui rintangan
baik bersifat fisik bahasa sampai arti dan maksud oleh orang-orang yang diajak
berkomunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses dua arah. Komunikasi tidak
hanya berupa memberitahukan dan mendengarkan saja. Komunikasi harus
mengandung pembagian ide, pikiran, fakta atau pendapat.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu responden yaitu
Ibu Isma menyebutkan bahwa:
―Menurut saya bimbingan yang dilakukan selama 10 kali ini belum
cukup, masih banyak yang ingin saya tanyakan, masih banyak yang belum saya
pahami, masih banyak yang belum saya mengerti, ini semua isa menghambat
ibadah haji saya. Apalagi banyak calon jamaah haji yang usianya sama dengan
saya bahkan lebih tua dari saya mereka harus dierikan bimbinan berkali-kali.
(andre)‖
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kementrian Agama memang sudah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1999. Hanya saja memang dalam
pelaksanaannya ternyata masih banyak calon jamaah haji yang belum sepenuhnya
paham mengenai pelaksanaan dan gambaran pelaksanaan haji yang sebenarnya,
hal ini mungkin disebabkan karena waktu yang dilaksanakan sangat minim sekali
da harus melakukan pengembangan metode yang leih baik. Seharusnya
pelaksanaan Manasik haji bisa dilakukan penambahan waktu misalnya 12 kali
107
atau 15 kali. Dengan adanya penambahan waktu manasik haji ini akan lebih
meningkatkan kualitas calon jamaah haji yang baik.
Pengembangan metode diharapkan dapat meningkatkan mutu calon
jama‘ah haji baik dari sisi pemahaman akan tata cara berhaji maupun perilaku.
Tetapi pada kenyataannya masih banyak jama‘ah haji Indonesia yang masih
belum epenuhnya memahami tata cara peribadatan haji. Hal ini tampak pada
tragedi Mina tahun 2004, jumlah jama‘ah haji Indonesia yang meninggal (200
orang) lebih banyak dibandingkan jama‘ah haji dari negara lain. Hal ini
disebabkan tidak patuhnya jama‘ah haji Indonesia akan peraturan yang ditetapkan
pemerintah Saudi Arabia. Kondisi ini berbeda dengan pengaturan jama‘ah haji di
Malaysia. Pelaksanaan bimbingan ibadah haji (manasik haji) dilakukan kurang
lebih 2 tahun sebelum calon haji berangkat. Secara teknis pelaksanaan bimbingan
ibadah haji sudah dilaksanakan saat mereka mendaftarkan diri pada pihak bank
yang ditunjuk pemerintah, sehingga kemungkinan untuk melakukan pembinaan
pada peserta calon haji dapat dilakukan jauh – jauh hari. Tujuan pemerintah
Malaysia untuk memberikan pemahaman tentang tata cara haji secara lebih
menyeluruh dan pembinaan mentah pasca kepulangan dari menunaikan rukun
Islam kelima tersebut.
Sedangkan dari sisi perilaku masih banyak terjadi walaupun mereka
sudah pulang menunaikan ibadah haji (apalagi yang menjadi tokoh baik tokoh
politik maupun LSM), ucapannya sering menimbulkan kegelisahan. Mereka
masih dengan bangga merusak lingkungan dan lain sebagainya.
108
Kegiatan pembinaan dan bimbingan yang dilakukan akan membantu para
jamaah haji didalam melaksanakan seluruh rangkaian kegiatannya, sehingga
dengan mengerti dan paham akan membuat para jamaah itu akan lebih khusyu
dalam beribadah.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Euis salah satu
responden mengenai manfaat melakukan bimbingan haji, dia menyebutkan
bahwa:
―Manfaat dalam melakukan bimbingan yaitu menambah pengetahuan
haji mengenai makna melakukan ibadah haji, mengenai kegiatan-kegiatan selama
melakukan ibadah haji. Dapat memberikan gambaran mengenai kondisi di tanah
suci seperti apa, menambah teman, dan menambah keyakinan kita untuk
melaksanakan ibadah haji.‖
Berikut hasil wawancara penulis dengan salah satu responden yaitu Ibu
Isma mengenai manfaat melakukan bimbingan haji, dia menyebutkan bahwa:
―Dengan melakukan bimbingan terlebih dahulu kita sebagai jamaah akan
menjadi tahu dan paham mengenai bagaimana tata cara pelaksanaan haji dengan
baik, benar dan khusyu. Kemudian kita menjadi tahu gambaran di tanah suci itu
seperti apa, sampai hal yang kita akan lakukan disana itu seperti apa, semua di
bahasa dalam pembinaan haji.‖
Penyuhan haji adalah suatu kegiatan penerangan secara lisan, tulisan,
gambar, tayangan, peragaan, pameran dan konsultasi yang dilakukan dengan
terencana, terarah, terprogram dan terkoordinir untuk menumbuhkan kesadaran
109
atau pengertian tentang kebijaksanaan dan langkah-langkah pemerintah dalam
peningkatan pelayanan ibadah haji. Kegiatan penyuluhan haji meliputi:
1. Arah dan sasaran
a. Memberikan pengertian bahwa melaksanakan ibadah haji benar-benar
istitha‘ah
b. Menciptakan kemandirian jamaah agar mampu mengatasi permasalahan
tanpa ketergantungan pihak lain
c. Memberikan tuntunan tentang prosedur pendaftaran serta ketentuan-
ketentuan dan peraturan di bidang haji sesuai dengan kebijaksanaan
peerintah Indonesia dan Arab Saudi.
d. Memberikan pengertian tentang seluruh proses pelaksanaan ibadah haji
baik mengenai persiapannya, termasuk bimbingan ibadahnya maupun
pelaksanaan operasionalnya agar dipahami secara utuh
e. Mengklarifikasi dan menetralisir berita-berita negative tentang perhajian
f. Memberikan pengertian dan tuntunan tentang tata cara melaksanakan haji
mabrur sehingga para jamaah haji pada paska haji ikut berpartisipasi dalam
mensejahteraan umat dan ikut meningkatkan peranannya dalam
pembangunan nasional
2. Metode Penyuluhan
a. Langsung
1. Ceramah
Ceramah pada prinsipnya berpedoman pada tata cara berceramah
yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pendengar. Materi
110
penyuluhan haji menyangkut pelaksanaan ibadah haji dikemukakan
secara lengkap sehigga tergambar dengan jelas tentang apa dan
bagaimana masalah perhajian.
2. Khutbah
Materi khutbah perlu diatur sedemikian rupa sehingga materi yang
berhubungan dengan haji sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai.
3. Anjangsana
Anjangsana dilakukan baik secara individual maupun kelompok.
Dalam pelaksanaannya perlu disususun acara yang dapat mencapai
target pelayanan penyuluhan haji.
4. Konsultasi
Konsultasi masalah haji dilakukan oleh aparat haji maupun
masyarakat, baik secara individual maupun kelompok organisasi.
5. Tanya Jawab
Tanya jawab dilakukan untuk menjajaki kemampuan masyarakat
sampai dimana pengertian dalam masalah yang bersangkut paut
dengan perhajian.
6. Peragaan
Peragaan salah satu cara untuk memberikan penyuluhan haji kepada
masyarakat yang mudah dimengerti dengan pelaksanaannya seperti
sandiwara, pragmen, panel, simulasi, dan praktek manasik haji.
111
Menyikapi perkembangan profil jamaah calon haji (calhaj) yang kian
kritis dalam masyarakat yang kian dinamis, pembekalan bimbingan haji ke depan
akan diperbarui. Pola pembinaan ke depan lebih diarahkan kepada kemandirian
jamaah, baik kemandirian dalam ibadah maupun perjalanan haji. Pembekalan
bimbingan jemaah haji dilakukan bisa secara perseorangan maupun kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu responden yaitu
Ibu Neni mengenai pembimbing haji, dia menyebutkan bahwa:
“Para pembimbing memang bertugas untuk memberikan pembinaan dan
bimbingan bagi calon/jamaah haji. Cara yang mereka lakukan cukup baik, dimana
para pembimbing memberikan penjelasan dan gambaran mengenai kegiatan
ibadah yang akan dilakukan. Serta membimbing bagaimaa tata cara pelaksanaan
ibadah hajinya. Sehingga ini bisa membuat pencerahan bagi para jamaah. Dan
enaknya di haji mandiri ini, pembimbing manasiknya adalah orang yang kredibel
dibidangnya, bukan artis, namun memang dari staff depag, sehingga saya lebih
paham.‖
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan salah satu responden
mengenai pembimbing haji, dia menyebutkan bahwa:
“Bimbingan memang dilakukan oleh panitia penyelenggaraan haji.
Ketika dalam melakukan tugasnya, para pembimbing dengan baik menjelaskan
mengenai ketentuan haji, pelaksanaan haji, secara teori dan prakteknya, sehingga
jamaah haji menjadi mengerti dan paham dalam melakukannya. Tapi waktunya
hanya sebentar, jadi selebihnya saya mempelajarinya dari buku panduannya saja‖.
112
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan salah satu responden
menyebutkan bahwa:
―Para pembimbing memang bertugas untuk memberikan pembinaan dan
bimbingan bagi calon/jamaah haji. Cara yang mereka lakukan cukup baik, dimana
para pembimbing memberikan penjelasan dan gambaran mengenai kegiatan
ibadah yang akan dilakukan. Serta membimbing bagaimana tata cara pelaksanaan
ibadah hajinya. Sehingga ini bisa membuat pencerahan bagi para jamaah.‖
Berdasarkan hasil pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa para
pelaksana dan pembimbing melaksanakan tugas nya dengan baik. Memberikan
panduan dan pembinaan kepada jamaah haji secara lengkap dan jelas, serta
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh jamaah.
Bimbingan jamaah dilakukan melalui:
1. Orientasi instruktur calon haji dilaksanakan di pusat dengan maksud untuk
meningkatkan kualitas peningkatan instruktur dan menyatukan persepsi
pemahaman tentang kebijaksanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah
jamaah haji.
2. Orientasi pembimbing calon jamaah haji dilaksanakan di provinsi dengan
maksud untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
pembimbing calon haji dalam menyelenggarakanbimbingan calon hai serta
meningkatkan kualitas dan kuantitas pembimbing calon haji.
3. Kursus manasik haji dilaksanakan di Kubupaten/Kota/Kecamatan dengan
maksud agar masyarakat umum dapat memahami ilmu manasik haji dan
terdorong melaksanakan ibadah haji
113
4. Bimbingan calon jamaah haji dilaksanakannya melalui bimbingan missal dan
kelompok dengan maksud memberikan ekal awal tentang penyelenggaraan
ibadah haji dan guna memantapkan pemahaman calon jamaah haji terhadap
manasik haji
5. Pelatihan ketua regu dan ketua rombongan dilaksanakan di kabupaten/kota
dengan maksud agar ketua regu dan ketua rombongan dapat memahami tugas
pokoknya
6. Pemantapan ketua regu dan ketua rombongan dilaksanakan di embarkasi
dengan masud untuk lebih memantabkan pemahaman tugas pokok ketua regu
dan ketua rombongan.
7. Bimbingan di pesawat dengan maksud agar calon jamaah haji memahami
aturan tata cara keselamatan penerbangan haji.
8. Bimbingan di arab Saudi dengan maksud agar jamaah haji mampu
melaksankaan manasik haji secara benar-benar dan sempurna sesuai tuntutan
syariat.
Tentang SDM, pemerintah pusat membuat jenjang pembinaan.
Pembinaan secara hirarki top down dilaksanakan untuk memperoleh pembimbing,
pelatih dan instruktur yang profesional. Mekanismenya adalah sebagi berikut.
Kementerian Agama RI, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU)
menyiapkan instruktur dari masing-masing propinsi untuk melatih para pelatih
yang pesertanya dari seluruh Kab/Kota yang ada di wilayahnya. Sementara para
pelatih tersebut melaksanakan pelatihan pembimbing di Kab/Kota masing-masing
114
yang pesertanya terdiri dari kepala KUA dan penyuluh seluruh kecamatan yang
ada di wilayah Kab/Kota bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya, di KUA Kecamatan dikoordinir secara langsung
oleh Kepala KUA Kecamatan di bawah pengendalian Kandepag Kab/Kota yang
dalam hal ini adalah kepala seksi penyelenggaraan haji Kab/Kota bekerjasama
dengan pihak terkait yang kompeten, seperti Dinkes, MUI wilayah yang
bersangkutan. Tentang dana bimbingan, di mana pada tahun 1430H/2009M hanya
sebesar Rp 210,000, - per jamaah untuk 10X pertemuan, ke depan diharapkan
dapat ditingkatkan sampai Rp 350.000 per jemaah dalam 15X pertemuan. Sumber
dana yang selama ini masuk dalam komponen BPIH (Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji), untuk penyelenggaraan yang akan datang akan dialokasikan dari
dana inderect cost (dana optimalisasi BPIH).
Menurut Ahmad, saat ini, prioritas pelayanan ada di internal kloter bukan
pada PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) Arab Saudi. Maka petugas kloter
harus mumpuni, profesional di bidangnya. Karena mereka yang bersentuhan
langsung dengan jamaahnya di mana pun berada.
Sementara itu tulang punggung pelayanan di kloter terletak pada Karu
dan Karom. Oleh karenanya Karu dan Karom harus memahami persis jenis tugas
pelayanan di mana mereka berada. Tugas di Embarkasi tentu akan berbeda dengan
pelayanan di pesawat, di Arafah, di Mekah, dsb. Sementara petugas kloter atau
PPIH embarkasi dan PPIH Arab Saudi hanyalah sebagai fasilitator dan mediator
selama dalam kepentingan pelaksanaan ibadah haji yang bersangkutan.
115
Penyelenggaraan ibadah haji sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-undang Nomor 13 tahun 2008, bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan dan perlindungan bagi jemaah haji. Penyelenggaraan haji merupakan
rangkaian kegiatan yang beragam, melibatkan banyak pihak, mengelola banyak
uang, dan dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang (di tanah air dan di
Arab Saudi).
4.2.5 Makna Rombongan bagi jamaah haji di Kota Bandung
Pelaksanaan haji pada umumnya akan dibentuk ke dalam beberapa
kelompok atau kita sebut sebagai rombongan haji. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah jamaah haji dalam proses pelaksanaannya nanti.Rombongan haji
merupakan sebuah kelompok para jamaah yang akan melaksanakan ibadah haji.
Dengan adanya rombongan haji itu akan memudahkan para panitia dan jamaah
dalam melakukan ibadah. Rombongan diberikan fasilitas dari mulai seragam, tas
dan gelang tangan sebagai tanda bahwa mereka merupakan rombongan dari
Indonesia dari provinsi mana.
Indonesia terdiri dari beberapa provinsi. Dan setiap tahunnya masyarakat
Indonesia memang banyak melakukan ibadah haji. Sehingga itu perlu dibentuk
seuah rombongan berdasarkan provinsinya masing-masing. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan salah satu responden yaitu Ibu Ismi mengenai
rombongan haji, dia menyebutkan bahwa:
―Dengan dibentuknya rombongan haji, saya jadi merasa seperti punya
keluarga baru. Dimana para jamaah disatukan dalam satu kelompok dari latar
116
belakang pendidikan, budaya dan usia yang berbeda. Kita bisa berbagi cerita
dengan mereka, kita bisa berbagi ilmu, berbagi pengalaman hidup. Setiap
rombongan ada ketua rombongan yang memang bertanggungjawab penuh
terhadap kelompoknya.‖
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu responden yaitu
Bapak Mirdasi mengenai rombongan haji, dia menyebutkan bahwa:
―Rombongan memudahkan saya ketika dalam melaksanakan kegiatan di
tanah suci. Karena setap rombongan itu pasti memiliki identitas yang berbeda-
beda. Sehingga ketika terjadi sesuatu misalnya kita terpisah dengan rombongan,
maka dengan identitas rombonga yang kita punya akan memudahkan kita untuk
kembali bersama rombongan kita. Selain itu saya cukup senang berada didalam
rombongan karena jadi punya saudara baru.‖
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa rombongan merupakan
hal yang sangat penting. Karena hal ini dapat memudahkan jamaah, baik itu pada
saat melaksanakan ibadah maupun diluar ibadah haji. Pemerintah akan membagi
jamaah ke dalam rombongan-rombongan yang biasanya rombongan itu dipilih
sesuai dengan kota dimana dia tinggal. Hal ini dilakukan untuk memudahkan
pengontrolan jamaah. Setiap rombongan diberikan beberapa fasilitas seperti Tas
Koper khusus haji, seperti trolly, tas kecil, buku manasik, mukena dan bergo
(jamaah wanita), kain ihram dan ikat pinggang (jamaah laki-laki) dan air zam-
zam.
Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden bapak Mirdasy
mengatakan bahwa:
117
―Dalam tiga kali haji, semuanya penuh makna. Saat berhaji pertama –
saya bersama rombongan haji mandiri, bergumul dengan masyarakat awwam
(masyarakat kebanyakan), beraneka rupa dia berniat utk haji. Asik berdialog
dengan mereka, bagaimana ada yang berhaji tetapi lebih sibuk memasak
dipondokan sehingga tidak pernah berjama‘ah di masjidil haram, sehingga saya
juluki HAJI PONDOK. Ada juga yang lebih sibuk dengan urusan haji badal (atau
menghajikan orang lain – apakah itu ibu/bapaknya, saudaranya atau bahkan
dibayar demi orang lain), maka saya juluki HAJI BADAL. Ada juga yang mulai
dari berangkat hingga pulang dimusibah sakit, jadilah dia tidak maksimal dalam
beribadah, dan aneka rupa lainnya.
Untuk haji kedua saya, ikut Rombongan saya KH. Said Agil Siradj (ketua
PB NU sekarang). Semua serba kelas VIP bahkan dalam beberapa kasus VVIP.
Sangat enak dan terkadang keenakan. Jika yang lain harus berjalan jauh dari
pondokan ke masjidil haram, maka saya dan rombongan hanya tinggal
melangkah, sebab pintu hotel Grand Makkah (saat ini sudah dirutuhkan)
berhadapan dengan Babul King Abdul Aziz 12, bahkan iqomah sudah
berkumandang, kita berjalan dari kamar masih bisa mengikuti berjama‘ah. Bagi
yang pernah berhaji pasti membayangkan kenikmatan seperti ini. Tapi jangan
salah, sebab begitu dekatnya maka, dilantai 5 Hotel disediakan mushollah yang
menghadap ka‘bah (masjidil haram), kemudian semua kumandang mulai azan,
iqomah dan sholat disambung dengan sound hotel, jadilah banyak orang yang
solat disana, mereka bilang sudah sama dengan didepan ka‘bah. Jadilah adalah
orang yang selama haji solatnya di hotel, maka saya juluki HAJI HOTEL.
118
Untuk yang ketiga, saya menggunakan haji mandiri dan itu haji yang
sangat penuh tangis. Betapa tidak menyatukan hati dua perempuan sebagai istri
dan tiga perempuan sebagai ibu juga mertua. Suatu kondisi yang penuh dinamika,
menata hati, memahami karakter dalam tekanan dan aneka situasi yang pelik. Tapi
itulah rahmad dan cobaan terjadi sekaligus. Haji adalah butuh totalitas dan
penghayatan. apapun media haji nya yang terpenting adalah bagaimana cara kita
memanfaatkan setiap moment yang ada. Tapi ungtuk lebih totalitas dalam ibadah
lebih baik menggunakan haji mandiri, karena sangat terasa berbeda.‖
Dan makna bimbingan haji nya?
Pembimbing haji memang penting – tapi bagi saya yang penting adalah
masing-masing pribadi yang berhaji harus mampu membimbing hatinya bertemu
Allah dan rasul-Nya, membimbing pikirannya hanya tunduk pada aturan Allah
dan rasul-Nya, membimbing prilakunya agar selalu mengaju pada petunjuk Allah
dan rasul-Nya. Selanjutnya haji itu bukan buat Allah, Rasul atau pun siapapun
selain dirinya, berhaji adalah wujud keta‘atan, berhaji buat diri sendiri bekal
menghadap sang Khaliq nanti.
119
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka kesimpulan dari makna ibadah haji mandiri adalah sebagai
berikut:
1. Konstruksi makna ibadah haji mandiri bagi setiap jemaah berbeda-beda
sesuai dengan tujuan individu dalam berhaji, bahkan ketika melaksanakan
setiap tahapan-tahapan hajinya. Makna ibadah haji mandiri bagi informan
menjadikan jamaah lebih khusu dalam menjalankan ritual ibadah karena
jamaah sebelumnya sudah mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang akan
dilaksanakan disana. Selain itu haji mandiri dimaknai sebagai proses
pelatihan diri menuju kesederhanaan, kesabaran.
2. Konstruksi makna bimbingan haji mandiri oleh para jemaah haji ialah bahwa,
bimbingan haji yang dilakukan 10-12 kali pertemuan bermanfaat untuk dapat
membantu para jemaah dalam melaksanakan ibadah haji, selain itu bimbingan
haji juga dimaknai sebagai proses pembimbingan perubahan perilaku jemaah
haji sehingga menjadi lebih baik, karena pada bimbingan haji mandiri
memotivasi jamaah untuk lebih serius dalam mempelajari pedoman tentang
haji, yang nantinya dapat bermanfaat pada saat melaksanakan ibadah haji.
3. Konstruksi makna rombongan haji mandiri oleh para jemaah haji dimaknai,
sebagai sebuah keluarga yang memiliki pengalaman yang berbeda-beda, usia,
120
jenis kelamin, dan gaya hidup, sehingga jamaah pun memiliki karakter yang
berbeda-beda, selain itu makna rombongan juga adalah sebagai identitas para
jemaah haji, sehingga apabila terjadi apa-apa maka rombongan itu yang akan
menjadi identitas, selain itu antar anggota dalam rombongan haji mandiri sifat
toleransi dan tolong menolongnya lebih besar.
5.2 Saran
Dalam hal memberikan pelayanan bagi Jamaah haji tetap harus
dipertahankan bahkan dikembangkan lagi inovasinya, dan harus memiliki ciri
khas tersendiri yang membedakan dengan travel-travel haji swasta lainnya.
Sehingga setiap tahunnya tidak berkurang peminat yang menggunakan jasa
kementrian agama Kota Bandung.
121
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto. 2005. Komunikasi massa,suatu pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Creswell (1998:63:144) Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry And
Research Design: Choosing Among Five Traditions. California: Sage
Publications, Inc.
Deddy Nu Hiadayat.1999.Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi
dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,VolIII.Jakarta:IKSI
dan ROSDA.
Dedy N Hidayat. 2003.Konstruksi Sosial Industri Penyiaran: Kerangka Teori
Mengamati Pertarungan di Sektor Penyiaran, Makalah dalam diskusi
―UU Penyiaran, KPI dan Kebebasan Pers, di Salemba.
Effendy, Onong Uchjana, Prof., M.A.2000. Ilmu Teori dan Filsafat
Komunikasi.Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Heru Nugroho.1999. Konstruksi Sara, Kemajemukan dan Demokrasi.UNISIA.
Margaret Poloma.1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Nasution, Nur. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Peter L Berger dan Thomas Luckman.1990.Tafsir Sosial atas Kenyataan. Jakarta:
LP3S.
Sukidin, Basrowi. Metode Penelitian Kualitatif: Perspektif Mikro. Surabaya:
Insan Cendikia, 2002.
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian.1989.Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suparno.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
122
Sumber lain:
Panduang ibadah haji dari KUA
Skripsi.Tri kemaria.10080002137. tanggapan jemaah haji mandiri terhadap
kualitas pelayanan departemen agama dalam pelaksanaan program kebijakan haji
mandiri (non kbih), Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung.
Skripsi. Astrid krisanti. 2101100070082. Remaja penggemar tayangan korea.
Studi fenomenologis tentang remaja penggemar tayangan korea di komunitas
hklcb dan bkc bandung. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.
123
LAMPIRAN
Panduan Wawancara
(Panduan wawancara bersifat fleksibel dan
dapat berkembang lagi dalam pelaksanaan penelitian nanti)
Identitas Informan
1. Nama Informan :
2. Tahun keberangkatan :
3. Usia :
4. Berapa kali naik haji :
5. Penghasilan perbulan :
Daftar Pertanyaan
1. Apa alasan bapak/ibu melaksanakan ibadah haji?
2. Apa alasan memilih ibadah haji mandiri?
3. Apa saja makna dalam melaksanakan proses ibadah haji mandiri?
4. Motif apa yang mendorong Bapak/Ibu melaksanakan ibadah haji?
5. Apa saja yang bapak/Ibu lakukan pada saat melakukan ibadah haji?
6. Bagaimana kenyamanan yang dirasakan oleh bapak/Ibu melaksanakan
ibadah haji mandiri?
7. Bagaimana fasilitas yang diberikan pada saat ibadah haji mandiri?
8. Bagaimana makna rombongan haji bagi bapak/ibu?
9. Apakah manfaat dari rombongan haji pada saat melaksanakan ibadah haji?
10. Bagaimana makna bimbingan haji bagi bapak/Ibu?
11. Apa manfaat dari bimbingan haji pada saat melaksanakan ibadah haji?
12. Berapa kali mengikuti bimbingan haji?
124
13. Apakah menurut Bapak/Ibu bimbingan haji itu sangat efektif?
1. Apa makna ibadah haji bagi bapak?
Bagi saya haji adalah salah satu cara saya bersyukur atas nikmat Allah
yang telah diberikan pada saya. Haji adalah panggilan jiwa, panggilan bagi
pembersihan hati dan pikiran untuk hanya taqorrub pada sang Khaliq –
Allah Ajja wajallah.
Saya haji telah 3 kali:
Haji yang pertama, saat saya diberi rahmad oleh Allah menjadi Anggota
DPRD Prop Jawa Timur yang termuda (usia 27 Tahun), saya kelahiran
Januari tahun 1970, dan bulan Agustus tahun 1997 menjadi anggota
DPRD Jawa Timur, lalu bulan Desember 1997 menunaikan ibadah Haji
(saat itu belum ada sistem antrian). Pada haji pertama ini saya berangkat
sendirian (istri tidak ikut serta).
Haji Kedua, saat saya terpilih kembali menjadi anggota DPRD tahun 2004,
saya berangkat bersama Istri.
Haji Ketiga, saat saya diperbolehkan oleh istri untuk menikah kembali
tahun 2007, saya berangkat haji bersama kedua istri, ibu saya dan kedua
ibu mertua. Berangkat rame-rame.
Jadi haji adalah perjalanan bersyukur kepada Allah atas banyaknya nikmat
yang diberikan pada saya, istri-istri dan tentunya anaka-anak serta
keluarga besar.
2. Makna ihram ?
Ihram adalah melepas seluruh kepentingan duniawiah kita lalu
menggantinya dengan dua lembar kain putih tanpa berjahit buat laki-laki
atau penutup kain boleh berjahit buat wanita. Iya tidak ubahnya sebagai
kafan bagi si mayit. Ihram adalah penyerahan diri total atas ketidak
berdayaan pada Allah SWT. Dalam berihram kita dilarang membunuh
mahluq hidup dan dilarang berkata kotor, lebih jauh do‘a dan pengharapan
kita senantiasa dikabulkan oleh Allah. Jadi suatu kondisi dimana kita mesti
hanya berpasrah pada Allah dan hanya bergantung pada-Nya. Ihram
mencerminkan perjumpaan kita dengan Allah. Oleh karena – saya bisa
maklum jika seorang mukmin yang sedang berihram sering ―cengeng‖
(mudah menangis), sebab ada kesadaran bagaimana kita berjumpa dengan
Allah dalam keadaan kotor penuh dosa dan kemaksiatan. Nau‘dzu billa
mindhaliq.
3. Makna tawaf ?
Tawaf adalah mengelilingi ka‘bah 7 kali dengan diawali mencium hajar
aswad. Ka‘bah adalah simbol ketundukan pada Allah. Pusaran seluruh
kehidupan selalu ada intinya. Inti dari kepatuhan adalah ketundukan kita
125
pada Allah. Bukan Ka‘bah yang kita sembah – tetapi kepatuhan kita pada
perintah Allah dan Rasul-Nya. Begitu halnya dengan mencium Hajar
Aswad, iya hanyalah perlambang, bagaimana kita tunduk pada risalah
rasul. Maka aneh mana kala banyak orang berjubel, berdesakan bahkan
rela melukai saudara muslimnya hanya demi mencium hajar aswad.
Didepan baitullah banyak ummat muslim tidak menunjukkan kepatuhan,
kebaikan budi dan keteladanan, justru sebaliknya menunjukkan
keserakahan, kesombongan dan penganiayaan orang lain demi
mendapatkan rahmad Allah, padahal tak ada satupun dalil yang
mengharuskan demikian, bahkan Muhammad rasulullah memberi contoh
pada sahabat Umar bin Khattob dengan cukup memberi tanda telah
mencium hajar aswad. Jadi saya kalo ditanya orang, Pak Mirdasy berapa
kali mencium hajar aswad ? maka saya jawab tiap kali saya tawaf saya 7
kali menciumnya, kalo sehari saya tawaf 3 kali (sebab biasanya saya
tawaf: pagi, sore dan setelah tahajjud malam), maka kalikan saja sendiri.
Maka selalu jawabnya wah...kok banyak sekali, saya jawab...iya pasti
banyak sebab begitulah rasulullah mencontohkan. Jadi tawaf bagi saya
adalah perwujudan kearifan beribadah, jangan pernah salah kita beribadah
bukan pada mahluq hidup atau benda mati, tetapi hanya pada Allah
semata, dan tuntunannya ada pada rasulullah.
4. Makna Sa'i ?
Sa‘i adalah berkeliling 7 kali antara bukit shofa dan bukit Marwah.
Setiap kali ditanah suci terkadang ada pikiran disaya, kita seperti bermain-
main, tapi kita beribadah. Tetapi memang itulah kehidupan kita sepertinya
bermain-main tetapi ingat prinsip kehidupan adalah beribadah. Pada Sa‘i
kita diajari, bukan mencari airnya oleh ibu Hajar – tetapi itu adalah misi
ibadah seorang ibu mencarikan kehidupan bagi sang bayi penerus
generasi. Berlari-lari kecil adalah upaya sungguh-sungguh dalam
kehidupan utk mencari ridho Allah. Oleh karena do‘anya adalah meminta
keberkahan di kedua bukit. Sa‘i adalah lambang kesungguhan mencari
rahman dan rahim Allah dimuka bumi.
5. Makna Tahalul ?
Memotong rambut (tahalul) bermakna keberanian kita memotong
kekotoran diri kita dari dosa dan kesalahan. Meski minimal hanya 7 helai
rambut (beberapa laki-laki lebih suka mengunduli kepalanya) namun ia
hanya perlambang – bagaimana setiap tahapan kehidupan kita harus berani
berpisah pada sesuatu yang salah dan dosa. Keberanian berpisah ini
penting. Dalam kehidupan sering kita enggan meninggalkan suatu
kehidupan yang telah menyenangkan kita tetapi jauh dari Allah. Tahalul
mengajarkan bagaimana kita berani membuat keputusan seremeh apapun
yang tugaskan Allah dan dicontohkan Rasulullah akan kita laksanakan.
Jadi diminta berpisah dari salah, dosa dan maksiat ? siapa takut !
126
6. Makna wukuf, Makna Mabit di mudzalifah dan makna mabit dimina?
Bagai dipadang mahsyar kita dikumpulkan. Meski pasti tidak identik, tapi
betapa tidak mudah (meski hanya sehari) kita berkumpul (wukuf) di
Arofah, dengan berihram dengan rukun dan syarat yang harus ditegakkan,
kita serasa berada ditengah pengawasan melekat Allah, menimbulkan
kesadaran tiap hari sesungguhnya kita diawasi oleh Allah, tanpa kecuali.
Ujian kesabaran, keta‘atan dan ketawaddu‘an sangat terasa disana. Andai
Allah dan Rasul-Nya tidak memerintahkan – serasa aneh kita berkumpul
disana – semua hanya bukti keta‘atan kita pada sang Khaliq – tidak lebih
dari itu. Kita hidup hanya buat beribadah saja, dengan berperan sebagai
khalifah fil ardhi sesuai dengan kebisaannya masing-masing.
Begitu halnya dengan prosesi mabit – ujian kesabaran sangat kental disini.
Beribadah itu butuh kesungguhan, pengorbanan dan tanpa reserve (tidak
pilih-pilih).
7. Makna rombongan haji bagi bapak ?
Dalam tiga kali haji, semuanya penuh makna. Saat berhaji pertama – saya
bersama rombongan haji ONH (biasa), bergumul dengan masyarakat
awwam (masyarakat kebanyakan), beraneka rupa dia berniat utk haji. Asik
berdialog dengan mereka, bagaimana ada yang berhaji tetapi lebih sibuk
memasak dipondokan sehingga tidak pernah berjama‘ah di masjidil haram,
sehingga saya juluki HAJI PONDOK. Ada juga yang lebih sibuk dengan
urusan haji badal (atau menghajikan orang lain – apakah itu ibu/bapaknya,
saudaranya atau bahkan dibayar demi orang lain), maka saya juluki HAJI
BADAL. Ada juga yang mulai dari berangkat hingga pulang dimusibah
sakit, jadilah dia tidak maksimal dalam beribadah, dan aneka rupa lainnya.
Untuk haji kedua saya, ikut rombongan ONH Plus bersama rombongan
Departemen Agama. Pimpinan Rombongan saya KH. Said Agil Siradj
(ketua PB NU sekarang). Semua serba kelas VIP bahkan dalam beberapa
kasus VVIP. Sangat enak dan terkadang keenakan. Jika yang lain harus
berjalan jauh dari pondokan ke masjidil haram, maka saya dan rombongan
hanya tinggal melangkah, sebab pintu hotel Grand Makkah (saat ini sudah
dirutuhkan) berhadapan dengan Babul King Abdul Aziz 12, bahkan
iqomah sdh berkumandang, kita berjalan dari kamar masih bisa mengikuti
berjama‘ah. Bagi yang pernah berhaji pasti membayangkan kenikmatan
seperti ini. Tapi jangan salah, sebab begitu dekatnya maka, dilantai 5 Hotel
disediakan mushollah yang menghadap ka‘bah (masjidil haram), kemudian
semua kumandang mulai azan, iqomah dan sholat disambung dengan
sound hotel, jadilah banyak orang yang solat disana, mereka bilang sudah
sama dengan didepan ka‘bah. Jadilah adalah orang yang selama haji
solatnya di hotel, maka saya juluki HAJI HOTEL.
127
Untuk yang ketiga, itu haji yang sangat penuh tangis. Betapa tidak
menyatukan hati dua perempuan sebagai istri dan tiga perempuan sebagai
ibu juga mertua. Suatu kondisi yang penuh dinamika, menata hati,
memahami karakter dalam tekanan dan aneka situasi yang pelik. Tapi
itulah rahmad dan cobaan terjadi sekaligus. Haji adalah butuh totalitas dan
penghayatan.
8. dan makna bimbingan haji nya?
Pembimbing haji memang penting – tapi bagi saya yang penting adalah
masing-masing pribadi yang berhaji harus mampu membimbing hatinya
bertemu Allah dan rasul-Nya, membimbing pikirannya hanya tunduk pada
aturan Allah dan rasul-Nya, membimbing prilakunya agar selalu mengaju
pada petunjuk Allah dan rasul-Nya. Selanjutnya haji itu bukan buat Allah,
Rasul atau pun siapapun selain dirinya, berhaji adalah wujud keta‘atan,
berhaji buat diri sendiri bekal menghadap sang Khaliq nanti.