IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding...

14
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian telah dilakukan di Breeding Center Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Breeding Center digunakan sebagai tempat pembibitan dan budidaya puyuh Padjadjaran galur coklat, galur hitam dan galur persilangan. Breeding Center terletak di Ciparanje, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Suhu lingkungan di Breeding Center Puyuh yaitu 20-29 o C dengan kelembaban 60-95% (BMKG, 2018). Hal ini sesuai dengan pendapat Wuryadi (2013), bahwa puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) hidup ideal di daerah yang bersuhu 24-30 ̊ C dengan kelembaban 85 %. Breeding Center puyuh memiliki empat ruangan yang terdiri dari ruang pakan, kandang pembibitan dan budidaya, mess, dan ruang penetasan. Kandang puyuh terletak jauh dari pemukiman penduduk, serta sumber air di area kandang cukup melimpah. Hal ini sesuai dengan pendapat Wheindrata (2014) yang menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang puyuh diantaranya, lokasi kandang jauh dari pemukiman penduduk, jauh dari sumber kebisingan, jauh dari peternakan ayam ras, memiliki sirkulasi udara yang baik serta memiliki sumber air yang melimpah. Kandang yang berada di Breeding Center yaitu kandang brooder untuk DOQ, kandang postal untuk indukan puyuh, dan kandang cage lima tingkat untuk puyuh fase grower dan layer. Pada kandang postal dan kandang cage, tempat pakan dipasang memanjang di bagian depan kandang dan tempat minum dipasang

Transcript of IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding...

Page 1: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh

Penelitian telah dilakukan di Breeding Center Puyuh Fakultas Peternakan

Universitas Padjadjaran. Breeding Center digunakan sebagai tempat pembibitan

dan budidaya puyuh Padjadjaran galur coklat, galur hitam dan galur persilangan.

Breeding Center terletak di Ciparanje, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten

Sumedang, Jawa Barat. Suhu lingkungan di Breeding Center Puyuh yaitu 20-29oC

dengan kelembaban 60-95% (BMKG, 2018). Hal ini sesuai dengan pendapat

Wuryadi (2013), bahwa puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) hidup ideal di

daerah yang bersuhu 24-30 ̊ C dengan kelembaban 85 %.

Breeding Center puyuh memiliki empat ruangan yang terdiri dari ruang

pakan, kandang pembibitan dan budidaya, mess, dan ruang penetasan. Kandang

puyuh terletak jauh dari pemukiman penduduk, serta sumber air di area kandang

cukup melimpah. Hal ini sesuai dengan pendapat Wheindrata (2014) yang

menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

kandang puyuh diantaranya, lokasi kandang jauh dari pemukiman penduduk, jauh

dari sumber kebisingan, jauh dari peternakan ayam ras, memiliki sirkulasi udara

yang baik serta memiliki sumber air yang melimpah.

Kandang yang berada di Breeding Center yaitu kandang brooder untuk

DOQ, kandang postal untuk indukan puyuh, dan kandang cage lima tingkat untuk

puyuh fase grower dan layer. Pada kandang postal dan kandang cage, tempat

pakan dipasang memanjang di bagian depan kandang dan tempat minum dipasang

Page 2: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

21

di satu sisi bagian luar dinding kandang, sedangkan tempat pakan dan minum di

kandang brooder diletakkan didalam kandang.

Ruang pakan merupakan ruang tempat penyimpanan pakan serta terdapat

timbangan digital yang digunakan untuk menimbang pakan agar pemberian pakan

sesuai dengan kebutuhan. Ruang penetasan di Breeding Center sebagai tempat

penyimpanan mesin tetas yang digunakan untuk menetaskan telur-telur puyuh.

Sistem pemeliharaan yang dilakukan pada saat penelitian di Breeding

Center merupakan sistem pemeliharaan secara intensif. Pemeliharaan

menggunakan kandang cage bertingkat 5 berkapasitas maksimal 30 ekor per

tingkat. Pemberian pakan dan air minum secara adlibitum dilakukan pada pagi

hari pukul 07.00-09.00 WIB. Pakan yang diberikan merupakan ransum komplit

butiran burung puyuh petelur fase produksi yakni SP-22 dengan kandungan

protein kasar 20-22 %. Hal ini sesuai dengan NRC (1994), Ransum yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan burung puyuh fase layer harus memiliki

kandungan protein kasar minimal 19%.

Kotoran dibersihkan seminggu tiga kali dengan membersihkan feses yang

tertampung di papan triplek yang berada di bagian bawah setiap cage.

Pembersihan kotoran dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang dapat

mengganggu kesehatan puyuh serta mengkontaminasi telur yang dihasilkan.

Menurut Wuryadi (2013) untuk mencegah timbulnya penyakit, lingkungan di

sekitar kandang harus dijaga kebersihannya. Hal yang harus diperhatikan meliputi

kebersihan kandang, tempat pakan, tempat minum, serta peralatan dan

perlengkapan lainnya.

Mortalitas puyuh selama penelitian yaitu 5,79%. Hal ini menunjukkan

bahwa pemeliharaan puyuh tidak berhasil, sesuai dengan pendapat Bintang dan

Page 3: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

22

Jarmani (2006) yang menyatakan bahwa pemeliharaan puyuh dinyatakan berhasil

jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas

dipengaruhi oleh umur.

4.2 Performa Fase Awal Bertelur

Performa merupakan penilaian untuk mengumpulkan informasi tentang

kualitas yang diharapkan muncul dari seekor ternak. Puyuh Padjadjaran galur

coklat generasi keenam, merupakan keturunan dari generasi sebelumnya. Hasil

seleksi individu menghasilkan sifat utamanya yaitu berat telur. Performa yang

diharapkan muncul pada puyuh Padjadjaran galur coklat adalah performa yang

unggul dalam produksi telur, berat telur, konsumsi pakan, dan FCR.

Puyuh Padjadjaran galur coklat mulai bertelur pada umur 41 hari. Hal ini

kurang sesuai dengan Sugiharto (2005) bahwa puyuh mulai bertelur pada umur 42

hari dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari. Puyuh memiliki 2 fase

bertelur, yaitu fase awal hingga fase puncak, dan fase puncak hingga fase akhir.

Telur yang dihasilkan pada permulaan fase bertelur berjumlah sedikit dan akan

cepat meningkat seiring dengan pertambahan umur. Performa puyuh fase awal

bertelur dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu produksi telur, berat telur,

konsumsi pakan, dan FCR produksi telur.

4.2.1 Produksi Telur

Pengukuran produksi telur puyuh padjadjaran galur coklat dilakukan

dengan perhitungan Quail Day Production (QDP) yakni jumlah telur yang

dihasilkan (butir) dibagi dengan jumlah puyuh yang hidup pada saat itu (ekor)

dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai saat puyuh pertama kali bertelur atau

mencapai dewasa kelamin yakni pada umur 41 hari. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Nugroho dan Mayun (1981) bahwa burung puyuh akan mulai

Page 4: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

23

berproduksi pada saat bobot badan sekitar 90-100 gram di umur 6 minggu (35-42

hari) dan produktif sampai umur 16 bulan pada kondisi pemeliharaan yang baik.

Umur dewasa kelamin pada puyuh galur coklat sama dengan puyuh galur

persilangan dan lebih lambat dibandingkan puyuh galur hitam. Puyuh galur coklat

dan galur persilangan dewasa kelamin pada umur 41 hari, sedangkan galur hitam

pada umur 39 hari. Pencahayaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi

umur dewasa kelamin pada puyuh. Hal ini sesuai dengan Medion (2011), bahwa

perbedaan umur dewasa kelamin dapat disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya kondisi kandang pemeliharaan, masa pemeliharaan periode starter,

keseragaman bobot badan, pencahayaan, kualitas dan kuantitas ransum yang

diberikan.

Rataan Quail Day Production (QDP) puyuh Padjadjaran galur coklat dapat

dilihat pada Tabel 1. Kurva QDP dapat dilihat pada Ilustrasi 2.

Tabel 1. Rata-Rata QDP Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam

Umur Puyuh Kandang Rata-Rata

1 2 3

Minggu ……………………..………%........................................

6 24,24 20,82 26,19 23,75

7 64,29 65,48 68,71 66,16

8 80,52 70,83 89,80 80,38

9 81,17 72,62 89,80 81,20

10 89,92 79,17 95,92 88,34

11 89,12 75,00 98,64 87,59

12 78,91 77,98 90,48 82,46

13 64,63 82,95 93,88 80,49

14 80,95 78,26 95,92 85,04

15 68,71 60,87 89,12 72,90

16 56,46 55,28 82,31 64,68

17 43,54 62,11 61,90 55,85

18 57,82 65,84 66,67 63,44

19 70,75 73,91 87,07 77,24

20 70,07 62,73 90,48 74,43

Rata-Rata 72,26

Page 5: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

24

Ilustrasi 2. Kurva QDP Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam

Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama bertelur

rataan quail day production (QDP) sebesar 23,75%. Puncak produksi terjadi saat

umur puyuh 10 minggu. QDP saat puncak produksi berkisar antara 79,17% -

95,92% dengan rataan 88,34%, setelah mencapai puncak produksi, QDP terus

menurun hingga mencapai rataan 55,85% pada umur 17 minggu. QDP kemudian

meningkat kembali hingga umur 19 minggu dengan rataan 77,24% kemudian

menurun kembali pada umur 20 minggu dengan rataan 74,43%. Hal ini sesuai

dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1981) bahwa telur yang dihasilkan pada

permulaan fase bertelur berjumlah sedikit dan akan cepat meningkat seiring

dengan pertambahan umur.

Rata-rata QDP selama 15 minggu pengamatan yaitu 72,26% dengan

simpangan baku 16,47 dan koefisien variasi 22,80%. Berdasarkan nilai koefisien

variasi menunjukkan bahwa data produksi telur tidak seragam. Hal ini sejalan

Nilai Maksimal 88,34

Nilai Minimal 23,75

Rata-rata 72,26

Simpangan Baku 16,47

Koefisien Variasi (%) 22,80

Page 6: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

25

dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan

seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.

Puncak produksi pada puyuh Padjadjaran galur coklat lebih tinggi dari

puncak produksi yang dilaporkan Aliarsi, dkk., (2016), dan umur puncak produksi

terjadi relatif lebih cepat. Produksi telur puyuh galur coklat mencapai 73 % saat

umur 12 minggu. Puncak produksi dan umur puncak produksi juga berbeda

dengan pendapat Wahju (1982), yang menyatakan bahwa produksi telur lebih dari

80% dapat dicapai pada minggu ke-13. Cepatnya puncak produksi pada puyuh galur

coklat dapat disebabkan oleh faktor pencahayaan selama pemeliharaan. Menurut

Triyanto (2007) lama pencahayaan merupakan faktor penting dalam manajemen

pemeliharaan puyuh. Hubungan antara lama pencahayaan (jam/hari) dengan

produksi telur (%) menghasilkan koefisien determinasi 95,57%. Hal ini

menunjukkan bahwa 95,57% keragaman produksi telur disebabkan oleh

keragaman lama pencahayaan.

4.2.2 Berat Telur

Berat telur puyuh Padjadjaran galur coklat terus mengalami perubahan

setiap minggunya. Rataan berat telur dapat dilihat pada Tabel 2. Minggu pertama

bertelur, rataan berat telur berkisar antara 8,24 gr/butir - 8,93 gr/butir dengan

rataan sebesar 8,62 gr/butir. Rataan berat telur pada minggu pertama puyuh

bertelur, merupakan rataan berat telur terendah dibandingkan minggu-minggu

selanjutnya. Berat telur mencapai puncaknya pada minggu ke-14 pengamatan

yaitu pada umur 19 minggu dengan rataan sebesar 11,24 gr/butir. Kurva berat

telur dapat dilihat pada Ilustrasi 3.

Page 7: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

26

Tabel 2. Rata-Rata Berat Telur Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam

Umur Puyuh Kandang Rata-Rata

1 2 3

Minggu …….............….…..gr/butir........……………...…...

6 8,24 8,69 8,93 8,62

7 9,34 9,58 9,36 9,43

8 9,92 10,14 10,00 10,02

9 9,95 10,11 10,29 10,12

10 9,91 10,17 9,83 9,97

11 10,34 10,43 10,24 10,34

12 10,26 10,52 10,51 10,43

13 10,41 10,76 10,40 10,52

14 10,35 10,48 10,32 10,38

15 10,86 10,46 10,56 10,63

16 10,99 11,07 10,69 10,92

17 10,56 10,55 10,66 10,59

18 11,28 10,72 10,81 10,94

19 11,38 11,36 10,99 11,24

20 11,13 10,80 10,55 10,83

Rata-Rata 10,33

Nilai Maksimal 11,24

Nilai Minimal 8,62

Rata-rata 10,33

Simpangan Baku 0,66

Koefisien Variasi (%) 6,34

Ilustrasi 3. Kurva Berat Telur Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam

Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama rataan

berat telur sebesar 8,62 gr/butir. Berat telur terus meningkat hingga minggu ke-4

Page 8: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

27

pengamatan yaitu pada umur 9 minggu dengan rataan sebesar 10,12 gr/butir. Pada

umur 10 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi 9,97 gr/butir,

kemudian rataan berat telur kembali meningkat hingga umur 13 minggu.

Selanjutnya pada umur 14 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi

10,38 gr/butir kemudian meningkat kembali hingga umur 16 minggu. Pada umur

17 minggu kembali terjadi penurunan rataan berat telur dan terjadi peningkatan

kembali hingga umur 19 minggu. Pada umur 19 minggu ini merupakan puncak

rataan berat telur dimana berat telur berkisar antara 10,99 gr/butir –11,38 gr/butir

dengan rata-rata sebesar 11,24 gr/butir. Minggu terakhir pengamatan yaitu pada

umur 20 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi 10,83 gr/butir.

Variasi bobot telur selama 15 minggu pengamatan berat telur dapat

disebabkan oleh manajemen pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju

(1982), bahwa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami

produksi telur, pakan, dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan

genetik. Bobot telur diturunkan secara genetik. Pengaruh lingkungan seperti

lingkungan kandang, besar tubuh induk, tahap kedewasaan, umur, obat-obatan,

jenis pakan, jumlah pakan, dan zat makanan dalam pakan seperti kecukupan

protein dan asam amino linoleat sangat mempengaruhi bobot telur yang

dihasilkan.

Rata-rata berat telur selama 15 minggu pengamatan yaitu 10,33 gr/butir

dengan simpangan baku 0,66 dan koefisien variasi 6,34%. Berdasarkan nilai

koefisien variasi menunjukkan bahwa data berat telur seragam. Hal ini sejalan

dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan

seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.

Page 9: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

28

Berat telur pada saat minggu pertama produksi merupakan berat terendah

dibandingkan berat telur pada minggu-minggu selanjutnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wahju (1982) bahwa waktu produksi telur dapat mempengaruhi bobot

telur. Produksi pertama dari siklus bertelur menghasilkan telur berbobot lebih

rendah dibanding telur berikutnya pada siklus yang sama, dan secara berangsur-

angsur meningkat seiring pertambahan umur, dan mencapai bobot maksimum

ketika mendekati akhir masa bertelur merupakan pola alami produksi telur.

Rataan berat telur puyuh Padjadjaran galur coklat pada minggu pertama

bertelur yaitu 8,62 gr/butir. Berat ini dibawah standar berat telur yang dilaporkan

(Sihombing, dkk., 2006) yaitu standar berat telur burung puyuh berkisar antara

9,30 - 9,78 g per butir. Namun pada minggu kedua pengamatan berat telur

memenuhi standar dan pada minggu selanjutnya hingga minggu terakhir

pengamatan berat telur melebihi standar. Berat telur puyuh Padjadjaran galur

coklat generasi keenam dapat melebihi standar karena puyuh Padjadjaran galur

coklat generasi keenam merupakan keturunan dari generasi sebelumnya. Hasil

seleksi individu menghasilkan sifat utamanya yaitu berat telur.

4.2.3 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada

didalam ransum yang telah tersusun dari bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi ternak. Rataan konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur coklat dapat

dilihat pada Tabel 3. Pada umur 6 minggu, rataan konsumsi pakan puyuh sebesar

18,98 gr/ekor dan puncaknya pada umur 20 minggu yaitu sebesar 27,30 gr/ekor.

Kurva konsumsi pakan dapat dilihat pada Ilustrasi 4.

Page 10: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

29

Tabel 3. Rata-Rata Konsumsi Pakan Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi

Keenam

Umur Puyuh Kandang Rata-Rata

1 2 3

Minggu ….……………………..gr/ekor…………………………

6 21,40 19,23 16,31 18,98

7 19,66 16,56 19,48 18,57

8 21,10 19,31 23,21 21,21

9 22,95 18,89 24,60 22,15

10 22,18 20,87 25,20 22,75

11 20,71 21,88 26,39 22,99

12 19,44 20,69 23,21 21,11

13 25,20 22,32 26,87 24,80

14 24,68 23,15 25,75 24,53

15 20,91 23,19 29,64 24,58

16 17,21 22,64 26,37 22,07

17 20,44 23,48 22,66 22,19

18 22,99 24,16 25,24 24,13

19 25,71 24,51 29,10 26,44

20 25,17 26,02 30,71 27,30

Rata-Rata 22,92

Nilai Maksimal 27,30

Nilai Minimal 18,57

Rata-rata 22,92

Simpangan Baku 2,46

Koefisien Variasi (%) 10,72

Ilustrasi 4. Kurva Konsumsi Pakan Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi

Keenam

Page 11: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

30

Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama

pengamatan konsumsi pakan berkisar antara 16,31 - 21,40 gr/ekor dengan rataan

sebesar 18,98 gr/ekor. Pada minggu kedua pengamatan, konsumsi pakan berkisar

antara 16,56 – 19,66 gr/ekor dengan rataan sebesar 18,57 gr/ekor. Selanjutnya

konsumsi pakan terus mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan

jumlah pakan yang di konsumsi. Rataan konsumsi pakan tertinggi yaitu pada

minggu ke-15 pengamatan atau saat puyuh umur 20 minggu dengan kisaran 25,17

- 30,71 gr/ekor dengan rataan sebesar 27,30 gr/ekor. Umur 6-7 minggu merupakan

umur dengan konsumsi pakan lebih rendah dibanding umur-umur selanjutnya. Hal

ini dapat disebabkan oleh berat badan puyuh. Sesuai dengan North dan Bell

(1992) bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh berat badan, ukuran tubuh,

tahapan produksi, keadaan energi pakan, dan suhu lingkungan.

Rata-rata konsumsi pakan selama 15 minggu pengamatan yaitu 22,92

gr/ekor dengan simpangan baku 2,46 dan koefisien variasi 10,72%. Berdasarkan

nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa data konsumsi pakan seragam. Hal ini

sejalan dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan

seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.

Ransum yang diberikan kepada puyuh Padjadjaran galur coklat selama

penelitian yaitu ransum komplit butiran burung puyuh petelur fase produksi yakni

SP-22 Sinta, produksi PT. Sinta Prima Feedmill. SP-22 mengandung kadar air

maksimal 12%, protein kasar 20-22%, lemak kasar maksimal 7%, serat kasar

maksimal 7%, abu maksimal 14%, kalsium 3,2 - 4,0%, fosfor 0,6 – 1%. Ransum

yang diberikan sudah sesuai dengan NRC (1994) yang menyatakan bahwa ransum

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan burung puyuh fase layer harus

Page 12: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

31

memiliki kandungan nutrien energi metabolis 3.000 kkal/kg, protein 19%, lemak

kasar dan serat kasar maksimal 7%.

Rata-rata konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur coklat selama 15

minggu pengamatan (umur 6-20 minggu) yaitu sebesar 22,92 gr/ekor/hari.

Berbeda dengan pendapat Suprijatna, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa

tingkat konsumsi pakan pada puyuh yang diberi pakan dengan kandungan protein

kasar 20% adalah sebesar 17,27 g/ekor/hari. Perbedaan konsumsi pakan dapat

dipengaruhi oleh kualitas pakan, sesuai dengan pendapat Ferket dan Gernet (2006)

bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan (komposisi nutrisi dalam

ransum, kualitas pelet, dan formulasi ransum) dan manajemen (manajemen

lingkungan, kepadatan kandang, ketersediaan pakan dan air minum, dan kontrol

terhadap penyakit).

Konsumsi pakan puyuh umur 6-20 minggu berkisar antara 18,57 - 27,30

gr/ekor/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan puyuh sudah

memenuhi kebutuhan, sesuai dengan pendapat Abidin (2002) yang menyatakan

bahwa kebutuhan pakan puyuh petelur umur 41 hari hingga afkir yaitu 17-20

gr/ekor/hari.

4.2.4 FCR/ Konversi Ransum

Feed Convertion Ratio (FCR) atau disebut juga sebagai konversi ransum

merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dengan

produksi telur (butir) yang dihasilkan. Semakin rendah FCR maka semakin baik,

karena semakin sedikit ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan telur. Rataan

FCR puyuh Padjadjaran galur coklat dapat dilihat pada Tabel 4. Kurva FCR dapat

dilihat pada Ilustrasi 5.

Page 13: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

32

Tabel 4. Rata-Rata FCR Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam

Umur Puyuh

( Minggu)

Kandang Rata-Rata

1 2 3

6 10,71 10,63 6,97 9,44

7 3,27 2,64 3,03 2,98

8 2,64 2,69 2,58 2,64

9 2,84 2,57 2,66 2,69

10 2,49 2,59 2,67 2,58

11 2,25 2,80 2,61 2,55

12 2,40 2,52 2,44 2,45

13 3,75 2,50 2,75 3,00

14 2,95 2,82 2,60 2,79

15 2,80 3,64 3,15 3,20

16 2,77 3,70 3,00 3,16

17 4,45 3,58 3,43 3,82

18 3,52 3,42 3,50 3,48

19 3,19 2,92 3,04 3,05

20 3,23 3,84 3,22 3,43

Rata-Rata 3,42

Nilai Maksimal 9,44

Nilai Minimal 2,45

Rata-rata 3,42

Simpangan Baku 1,71

Koefisien Variasi (%) 50,03

Ilustrasi 5. Kurva FCR Puyuh Padjadjaran Galur Coklat

Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama FCR

sangat tinggi berkisar antara 6,97-10,71 dengan rataan sebesar 9,44. Nilai FCR

Page 14: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding …media.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150081_4_6560.pdf4.2 Performa Fase Awal Bertelur ... dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai

33

minggu pertama sangat berbeda dengan nilai FCR minggu berikutnya, hal ini

dikarenakan pada minggu pertama puyuh baru memasuki fase bertelur dan pada

hari ke-3 tidak ada puyuh yang bertelur sehingga menyebabkan nilai FCR menjadi

tinggi. Minggu selanjutnya FCR terus mengalami perubahan. Rataan FCR

terendah yaitu pada minggu ke-7 pengamatan atau saat puyuh umur 12 minggu

dengan kisaran 2,40-2,52 dengan rataan sebesar 2,45.

Rata-rata FCR selama 15 minggu pengamatan yaitu 3,42 dengan

simpangan baku 1,71 dan koefisien variasi 50,03%. Berdasarkan nilai koefisien

variasi menunjukkan bahwa data FCR tidak seragam. Hal ini sejalan dengan

pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan seragam

apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.

Rataan total FCR puyuh Padjadjaran galur coklat selama 15 minggu

pengamatan lebih rendah/lebih baik dibandingkan pendapat Setiyantari (2003)

yang menyatakan bahwa nilai konversi pada puyuh petelur umumnya berkisar

antara 3,46 - 3,71 dan lebih rendah/lebih baik dibandingkan pendapat Suprijatna,

dkk., (2008) yang menyatakan bahwa puyuh yang diberi ransum dengan

kandungan protein kasar 20% menghasilkan konversi pakan sebesar 5,65.

Perbedaan FCR dapat disebabkan oleh faktor genetik dan kondisi

kesehatan ternak. Sesuai dengan pendapat Suprijatna, dkk., (2005) yang

menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan

ransum antara lain produksi telur, laju pertumbuhan, penyerapan energi

metabolisme ransum, kecukupan nutrien dalam ransum, temperatur lingkungan

dan kesehatan ternak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ensminger (1992) yang

menyatakan bahwa konversi pakan puyuh dipengaruhi oleh pakan yang diberikan,

penyakit, manajemen pemeliharaan, dan bangsa puyuh.