Post on 02-Mar-2019
47
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama.
4.1.1. Umur
Sebanyak 30 mahasiswa angkatan 2013 menjadi responden pada penelitian
ini. Umur responden berada pada rentang 19 tahun sampai 21 tahun. Menurut
Soesilowindradini (1988), umur 17 sampai 21 tahun merupakan masa remaja
akhir. Seseorang dalam masa ini telah menunjukkan kestabilan yang bertambah
bila dibandingkan dengan masa remaja awal, demikian pula dengan tingkah laku
yang berhubungan dengan konsumsi. Umur juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pola pikir seseorang. Tabel 3, menunjukkan uraian
mengenai tingkatan umur responden.
Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Responden
No. Umur (tahun) Jenis Kelamin
Jumlah (orang) Laki-laki Perempuan
1. > 19-20 3 5 8 2. > 20-21 9 9 18 3. > 21-22 3 1 4
Total 15 15 30
4.1.2. Asal Daerah
Universitas Padjadjaran merupakan perguruan tinggi yang banyak diminati
oleh calon mahasiswa dari seluruh kota di Indonesia, tercatat pada tahun 2015
jumlah pendaftar ke Universitas Padjadjaran sebanyak 85.879 orang yang berasal
48
dari berbagai daerah di Indonesia dan hanya 3.363 orang yang diterima menjadi
mahasiswa Universitas Padjadjaran melalui jalur SBMPTN (Unpad, 2015).
Berdasarkan domisili atau asal daerah responden sebagian besar responden
berasal dari provinsi Jawa Barat (83,33%) seperti Bandung, Sumedang, Bandung
Barat, Bekasi, Bogor, Ciamis, Cimahi, Cirebon, Indramayu, Purwakarta,
Sukabumi, dan Tasikmalaya, sedangkan responden yang berasal dari luar provinsi
Jawa Barat hanya 16,67%, seperti Dumai, Wonosobo, Jakarta, Riau, dan
Tangerang. Asal daerah responden berkaitan erat dengan pola kehidupan sebelum
mereka menetap di Jatinangor.
Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Asal Daerah
Asal Daerah Jumlah (orang)
Rata-rata Pengeluaran Konsumsi (Rp/ hari)
Rata-rata Pendapatan (Rp/ bulan)
Jawa Barat 25 24.900 1.148.000 Luar Jawa Barat 5 38.000 2.100.000
Hasil pada Tabel 4, menunjukkan bahwa responden yang berasal dari
daerah luar Jawa Barat, memiliki konsumsi harian yang lebih besar dibandingkan
dengan responden yang berasal dari daerah Jawa Barat. Konsumsi harian
tersebut, meliputi makan, minum, dan jajan sehari responden. Hal ini dipengaruhi
oleh uang kiriman yang diterima oleh responden yang berasal dari daerah luar
Jawa Barat memang lebih besar (64,66%) dibandingkan dengan responden yang
berasal dari daerah Jawa Barat (35,34%).
49
4.1.3. Agama
Dominasi reponden (96,67%) memeluk agama Islam, dan sebanyak 3,33%
dari responden yang memeluk agama non Islam. Kepercayaan semua responden
menunjukkan bahwa daging ayam broiler dapat dikonsumsi dengan aman, selain
alasan kesehatan atau nilai gizi juga karena daging ayam broiler merupakan
makanan kesukaan mereka.
4.2. Tingkat Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,
sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga
tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003).
Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi No. Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Tinggi 8 26,67 2. Sedang 16 53,33 3. Rendah 6 20,00
Total 30 100,00
Tingkat pengetahuan gizi sebagian besar responden (53,33%) kategori
sedang, sementara kategori tinggi (26,67%) dan kategori kurang (20,00%). Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami gizi hanya pada
kategori sedang, yang hanya memahami mengenai jenis sumber protein, dan
aplikasinya terhadap pemilihan makanan yang dapat dijadikan sumber protein
bagi tubuh, serta mengetahui bagian ayam yang paling baik dikonsumsi.
Nasoetion dan Riyadi (1995) menyatakan bahwa pengetahuan menjadi landasan
50
penting untuk menentukan konsumsi pangan keluarga, seseorang yang tahu gizi
mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya di dalam pemilihan
maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi
kebutuhan bisa lebih terjamin.
Responden dengan tingkat pengetahuan gizi kategori rendah rata-rata
hanya mengetahui jenis protein menurut sumbernya, makanan yang dapat menjadi
sumber protein, serta bagian pada daging ayam yang paling baik dikonsumsi.
Sedangkan tingkat pengetahuan gizi kategori tinggi sudah mengetahui hal-hal
yang lebih dalam mengenai gizi, manfaat gizi bagi tubuh, serta kandungan yang
terdapat dalam daging ayam broiler.
Pengetahuan gizi yang dimiliki responden, pada umumnya didapat dari
pendidikan formal, keluarga, dan berbagai sumber informasi lainnya seperti media
cetak maupun elektronik yang digunakan untuk memperkaya pengetahuan.
Pengalaman serta informasi yang didapat mengenai pengetahuan gizi, dapat pula
menjadi pedoman mahasiswa dalam melakukan penerapan dalam kehidupan
sehari-hari. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan umum maupun
pengetahuan gizi dan kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan pola
konsumsi pangan.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku yang disebabkan oleh
perubahan pola pikir dan pengalaman-pengalamannya. Menurut Pranadji (1988)
seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal tinggi diharapkan memiliki
pengetahuan gizi yang baik pula. Jika dilihat dari aspek tingkat pendidikan, maka
tidak ada perbedaan satu dengan yang lainnya, karena responden pada penelitian
ini sama yaitu sebagai mahasiswa aktif Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
51
Pengetahuan gizi berkaitan kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan
makanan harian. Menurut WHO, zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang
diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan adalah banyaknya masing-masing
zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan. Mahasiswa dengan rentang usia yang
sama, akan berbeda mengenai kebutuhan gizinya antara laki-laki dan perempuan
dengan rentang umur yang sama. Perbedaan aktivitas yang dilakukan serta berat
badan juga mempengaruhi kebutuhan gizi harian seseorang.
4.3. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini mengacu pada besaran
uang yang diterima oleh responden untuk memenuhi kebutuhannya selama satu
bulan bersumber dari orang tua, beasiswa, maupun sumber lainnya. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data responden mengenai rata-rata pendapatan per
bulan, sumber pendapatan, serta rata-rata jumlah konsumsi daging ayam broiler.
Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pendapatan (Rp/ bulan) Jumlah (orang)
Persentase (%)
Kategori
600.000 – 1.306.667 22 73,33 Rendah > 1.306.667 – 3.000.000 8 26,67 Tinggi
Berdasarkan Tabel 6, pendapatan yang diterima responden per bulan
berkisar dari Rp. 600.000 sampai Rp. 3.000.000 dengan rata-rata sebesar Rp.
1.306.667 per bulan. Sebagian besar (73,33%) responden menerima pendapatan
antara Rp. 600.000 sampai 1.306.666 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menerima uang kiriman per bulan relatif rendah karena berada dibawah
52
rata-rata total pendapatan yang diterima responden, sedangkan sebanyak 26,67%
responden memperoleh kiriman yang dengan kategori tinggi.
Jenis pengeluaran responden bervariasi, oleh karena itu responden harus
pandai mengatur uang kiriman berdasarkan skala kebutuhannya. Hampir semua
mahasiswa mengalokasikan uang sakunya untuk biaya makan. Makan merupakan
kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi uang saku untuk biaya makan dari
setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mereka.
Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan uang sakunya untuk biaya
makan. Jika setiap harinya responden makan dua kali, dan biaya yang
dikeluarkan untuk satu kali makan adalah Rp. 7.500, maka dalam sehari
responden harus mengeluarkan biaya Rp. 15.000 hanya untuk makan saja. Jika
dalam sebulan biaya yang dikeluarkan untuk makan Rp. 480.000 (30 hari), maka
hanya Rp. 5.000 yang dapat digunakan setiap harinya untuk kebutuhan selain
makan. Berikut Tabel 7, menunjukkan alokasi pendapatan responden terhadap
kebutuhan setiap bulan.
Tabel 7. Alokasi Pendapatan terhadap Kebutuhan per Bulan
No. Kebutuhan Rata-rata
Pengeluaran (Rp) Persentase Pengeluaran terhadap
Pendapatan per Bulan 1. Makan Minum 811.000 62,07 2. Belanja Bulanan 107.833 8,25 3. Perkuliahan 75.433 5,77 4. Transportasi 62.167 4,76 5. Hiburan 114.400 8,76 6. Lain-lain 135.833 10,40
Alokasi pendapatan responden sebagian besar (62,07%) untuk makan dan
minum sehari-hari, dan sisanya digunakan untuk kebutuhan belanja bulanan,
seperti alat kebersihan, kesehatan, dan kecantikan; kebutuhan perkuliahan, seperti
fotocopy, print, buku, dan pulsa modem; biaya transportasi bagi responden yang
menggunakan kendaraan pribadi atau umum, alokasi untuk biaya transportasi ini
53
kecil hanya 4,76%, hal ini dikarenakan sebagian dari responden memanfaatkan
fasilitas angkutan gratis dari kampus untuk transportasi mereka menuju kampus;
alokasi selanjutnya digunakan untuk refreshing atau hiburan responden, seperti
nonton bioskop atau jalan-jalan, serta kebutuhan lain-lain (10,40%).
Besaran pendapatan yang diterima seorang responden tergantung kepada
kemampuan pengirim. Tabel 8, menunjukkan rata-rata pendapatan yang diterima
responden per bulan berdasarkan sumber kiriman.
Tabel 8. Sumber Kiriman Responden serta Rata-rata Pendapatan per Bulan
No. Sumber Kiriman Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rata-rata Pendapatan (Rp/ bulan)
1. Keluarga 2 6,67 1.000.000 2. Orangtua 18 60,00 1.544.400 3. Orangtua dan Beasiswa 9 30,00 955.600 4. Orangtua dan Keluarga 1 3,33 800.000
Pendapatan keluarga merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang
dari pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan juga dikaitkan dengan tingkat
pendapatan, seseorang yang memiliki pekerjaan yang baik tentu pendapatannya
akan baik pula, sehingga secara tidak langsung pekerjaan mempengaruhi pola
makan seseorang dikaitkan dengan hasil yang didapat (uang). Responden dengan
tingkat pendapatan tinggi, dapat dengan mudah memilih menu makanan bergizi
yang akan dimakan setiap harinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo
(1989) terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh
pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan
kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi,
hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan.
Jenis pekerjaan orangtua dapat memberikan gambaran besarnya
pendapatan yang diperoleh keluarga tersebut setiap bulan, sedangkan pendapatan
54
keluarga secara langsung mempengaruhi besaran uang kiriman untuk responden.
Responden yang kedua orangtuanya berwirausaha, menerima rata-rata uang
kiriman sebesar Rp. 1.800.000 per bulan, yang merupakan jumlah terbesar dari
uang kiriman dengan berbagai pekerjaan lain. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 9, mengenai pekerjaan orang tua/wali dengan rata-rata uang kiriman per
bulan kepada anak.
Tabel 9. Pekerjaan Orangtua/Wali dengan Rata-rata Uang Kiriman per Bulan No. Pekerjaan Orangtua/Wali Rata-rata Kiriman (Rp/bulan) 1. Pegawai Swasta 1.367.000 2. Pensiunan PNS 600.000 3. PNS 1.550.000 4. Wiraswasta 1.229.000 5. PNS - Pegawai Swasta 1.000.000 6. PNS – PNS 800.000 7. PNS - Wiraswasta 1.067.000 8. Wiraswasta - Pegawai Swasta 1.100.000 9. Wiraswasta - Petani 1.500.000 10. Wiraswasta - Wiraswasta 1.800.000
4.4. Preferensi Konsumsi
Preferensi pangan (food preference) adalah tindakan/ukuran atau tidak
sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan
Suhardjo (1989). Hasil dari penelitian preferensi terhadap daging ayam broiler
pada semua responden menunjukan bahwa 100% menyukai daging ayam broiler
sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi.
Menurut Khumaidi (1989), terbentuknya rasa suka terhadap makanan
tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat
makan untuk memenuhi rasa lapar serta dari hubungan emosional dengan yang
memberi makan pada saat anak-anak. Perbedaan yang nyata terhadap preferensi
konsumsi daging ayam broiler pada responden dilihat dari bagian daging ayam,
55
menu dalam pengolahan daging ayam yang dikonsumsi, serta alasan atau
pertimbangan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.
4.4.1. Preferensi Konsumsi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler
Preferensi responden terhadap daging ayam broiler berdasarkan bagian
daging ayam broiler yang disukai. Pada tingkat pengetahuan gizi untuk kategori
tinggi, bagian daging ayam broiler yang paling disukai yaitu bagian paha bawah,
kategori sedang bagian daging ayam broiler yang paling disukai yaitu paha atas,
dan untuk kategori rendah, bagian daging ayam broiler yang disukai pada bagian
dada. Tabel 10 dibawah ini menggambarkan sebaran responden pada preferensi
terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat
pengetahuan gizi.
Tabel 10. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
No. Bagian Daging Ayam Broiler
Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase (%) Tinggi Sedang Rendah
1. Dada 1 5 3 30,00 2. Paha Atas 2 7 2 36,67 3. Paha Bawah 3 1 1 16,67 4. Sayap 2 3 0 16,67 Total 8 16 6 100,00
Tabel 10, diatas mengungkapkan bahwa sebagian besar (36,67%)
responden memilih bagian paha atas pada daging ayam broiler yang paling
disukai. Bagian dada pada daging ayam broiler juga banyak disukai oleh
responden sebesar 30,00%. Sedangkan bagian paha bawah dan sayap pada daging
ayam broiler masing-masing hanya 16,67%.
56
Pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi, paha bawah menjadi bagian
daging ayam yang paling disukai, tingkat pengetahuan gizi sedang, paha atas
menjadi bagian daging ayam yang paling disukai, sedangkan pada kategori tingkat
pengetahuan gizi rendah, bagian dada ayam yang paling disukai. Hal ini
menunjukan bahwa pada dasarnya responden tidak memperhatikan nilai gizi yang
terkandung dan kemampuan terhadap tingkat pengetahuan yang dimilikinya untuk
mengonsumsi bagian daging ayam broiler.
Sama halnya dengan preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang
disukai berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, preferensi terhadap bagian daging
ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat pendapatan responden juga
menyukai bagian paha atas dan dada. Berikut Tabel 11, mengenai sebaran
responden pada preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai
berdasarkan tingkat pendapatan.
Tabel 11. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pendapatan
No. Bagian Daging Ayam Broiler Tingkat Pendapatan Persentase
(%) Tinggi Rendah 1. Dada 4 5 30,00 2. Paha Atas 3 8 36,67 3. Paha Bawah 0 5 16,67 4. Sayap 1 4 16,67 Total 8 22 100,00
Tabel 11, diatas menunjukan bahwa pada tingkat pendapatan kategori
tinggi responden lebih menyukai bagian dada pada daging ayam broiler,
sedangkan kategori rendah lebih menyukai bagian paha atas. Secara keseluruhan
preferensi terhadap bagian daging ayam broiler berdasarkan tingkat pendapatan,
responden menyukai bagian paha atas (36,67%) dan bagian dada (30,00%).
Jika dilihat dari jumlah protein, daging dada dan daging paha memiliki
jumlah protein yang berbeda yaitu 20,5% dan 18,1% (Lampiran 2). Ditambahkan
57
Sediaoetama (2006) bahwa daging paha ayam mengandung serat-serat yang lebih
kasar, jika dibandingkan dengan daging dada (dada mentok), sehingga daging
dada ayam lebih mudah dicerna dibandingkan dengan daging pahanya.
Bagian dada diminati oleh responden karena bagian dada banyak
mengandung daging dan empuk. Selain bagian dada, bagian paha atas juga banyak
diminati oleh responden dikarenakan bagian ini selain terdapat daging yang cukup
banyak, juga terdapat kulit yang menempel pada bagian ini. Hal tersebut menjadi
salah satu alasan bagian paha atas menjadi bagian yang banyak di konsumsi
responden.
Bagian paha bawah dan sayap kurang diminati oleh responden
dibandingkan bagian dada dan paha atas. Terlihat dari responden yang memilih
kedua bagian ini untuk dikonsumsi. Untuk bagian paha bawah dan sayap ini
tendapat perbedaan yang sangat jelas dibandingkan dengan bagian dada dan paha
atas, selain karena ukurannya yang relatif kecil juga perhatian beberapa penjual
produk daging ayam terhadap kedua bagian ini, yaitu dengan menurunkan harga.
Analisis statistik pada Tabel 12 dan Tabel 13, menggambarkan hasil uji chi
square antara preferensi bagian daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan
gizi responden dan tingkat pendapatan.
Tabel 12. Output Chi Square antara Preferensi Bagian Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pengetahuan Gizi
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,659
a 6 ,354
Likelihood Ratio 7,514 6 ,276 Linear-by-Linear Association 3,683 1 ,055 N of Valid Cases 30 a. 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
Hasil chi square hitung (6,659), Asymp. Sig sebesar 0,354 atau probabilitas
diatas 0,05 (0,354 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak
58
mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler untuk dikonsumsi.
Pengetahuan yang dimiliki responden tidak mempengaruhi preferensi terhadap
bagian daging ayam yang dikonsumsi, responden cenderung tidak terlalu
membandingkan kandungan pada bagian-bagian daging ayam.
Tabel 13. Output Chi Square antara Preferensi Bagian Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 3,388
a 3 ,336
Likelihood Ratio 4,535 3 ,209 Linear-by-Linear Association 1,953 1 ,162 N of Valid Cases 30 a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.
Tabel 13, menunjukkan hasil analisis chi square hitung pada preferensi
bagian daging ayam broiler dengan tingkat pendapatan yaitu 3,388, Asymp. Sig
sebesar 0,336 atau probabilitas diatas 0,05 (0,388 > 0,05). Maka tingkat
pendapatan responden tidak mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler
untuk dikonsumsi. Rasa suka terhadap bagian daging ayam yang dikonsumsi
kembali kepada selera responden. Meskipun pada beberapa franchise yang
menjual daging ayam membedakan antara bagian-bagian daging ayam, tetapi
tidak mempengaruhi responden pada berbagai tingkat pendapatan terhadap
pemilihan bagian daging ayam broiler.
4.4.2. Preferensi Konsumsi Terhadap Menu Daging Ayam Broiler
Keanekaragaman olahan bumbu dan masakan untuk daging ayam,
menjadikan menu yang beragam pula untuk bisa dinikmati oleh masyarakat.
Menu masakan daging ayam broiler yang paling disukai oleh responden, seperti
ayam goreng, ayam bakar, ayam krispi, ayam kremes, ayam penyet, ayam kecap,
59
ayam pop, ayam sayur, opor ayam, ayam kalasan, ayam balado, dan masih banyak
lagi hidangan ayam broiler.
Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi
seseorang terhadap suatu jenis pangan, yaitu karakteristik individu, karakteristik
pangan, dan karakteristik lingkungan. Pada faktor karakteristik pangan itu sendiri,
terdapat rasa, aroma, harga, dan penampakan. Berikut Tabel 14, mengenai
preferensi terhadap menu daging ayam broiler berdasarkan tingkat pengetahuan
gizi.
Tabel 14. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Menu Daging Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
No. Menu Masakan Tingkat Pengetahuan Gizi
Persentase (%) Tinggi Sedang Rendah
1. Ayam Goreng 3 6 3 40,00 2. Ayam Bakar 2 2 2 20,00 3. Ayam Krispi 1 1 0 6,67 4. Ayam Penyet 0 0 1 3,33 5. Ayam Kecap 0 2 0 6,67 6. Sop Ayam 0 1 0 3,33 7. Ayam Saus Tiram 0 1 0 3,33 8. Ayam Panggang 0 1 0 3,33 9. Ayam Balado 0 1 0 3,33 10. Ayam Taliwang 0 1 0 3,33 11. Ayam Cabe Ijo 2 0 0 6,67
Total 8 16 6 100,00
Pada Tabel 14 diatas, menunjukan bahwa menu ayam goreng banyak
disukai oleh responden dengan berbagai tingkat pengetahuan gizi. Menu ayam
bakar menjadi menu kedua yang paling disukai responden. Sama halnya pada
kategori tingkat pendapatan, preferensi terhadap menu daging ayam broiler yang
disukai yaitu ayam goreng, lebih jelasnya pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Menu Masakan Daging
Ayam Broiler Yang Disukai Berdasarkan Tingkat Pendapatan
No. Menu Masakan Tingkat Pendapatan
Persentase (%) Tinggi Rendah
1. Ayam Goreng 3 9 40,00 2. Ayam Bakar 2 4 20,00
60
3. Ayam Krispi 0 2 6,67 4. Ayam Penyet 0 1 3,33 5. Ayam Kecap 1 1 6,67 6. Sop Ayam 0 1 3,33 7. Ayam Saus Tiram 0 1 3,33 8. Ayam Panggang 1 0 3,33 9. Ayam Balado 1 0 3,33 10. Ayam Taliwang 0 1 3,33 11. Ayam Cabe Ijo 0 2 6,67
Total 8 22 100,00
Pada Tabel 15, menggambarkan bahwa menu ayam goreng menjadi menu
yang paling disukai oleh responden dengan kategori pendapatan tinggi dan
pendapatan rendah. Secara keseluruhan responden dengan kategori tingkat
pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan, pada kedua kategori ini menu ayam
goreng menjadi menu paling disukai, dan menu ayam bakar menjadi menu kedua
yang paling disukai responden.
Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih menyukai menu daging ayam
bakar goreng, karena rasanya yang renyah dan gurih serta mudah mendapatkannya
di rumah makan atau kantin. Ayam bakar juga banyak digemari karena beberapa
alasan, seperti rasanya yang lebih enak dan cocok untuk dikonsumsi di malam hari
dan memang menjadi menu pengganti jika bosan dengan ayam goreng. Selain itu,
menu ayam krispi juga menjadi favorit karena hidangan ayam krispi ini banyak
dijual cepat saji dibeberapa franchise yang berada tidak jauh dari tempat tinggal
responden.
Menu ayam kecap, ayam cabe ijo, ayam balado, dan aneka jenis masakan
ayam yang disajikan dengan sambal hanya dikonsumsi oleh beberapa responden
yang gemar menyantap makanan pedas. Rata-rata responden menyantap menu
daging ayam dengan jumlah tiga menu masakan, hal ini karenakan agar responden
tidak merasa bosan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.
61
Berikut Tabel 16 dan Tabel 17, menggambarkan hasil uji chi square antara
preferensi menu masakan daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan gizi
responden dan tingkat pendapatan.
Tabel 16. Output Chi Square antara Preferensi Menu Masakan Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pengetahuan Gizi
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 17,708
a 20 ,607
Likelihood Ratio 19,668 20 ,479 Linear-by-Linear Association 1,279 1 ,258 N of Valid Cases 30 a. 32 cells (97,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.
Hasil uji statistik pada analisis chi square hitung pada preferensi menu
masakan daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan yaitu 17,708, Asymp.
Sig sebesar 0,607 atau probabilitas diatas 0,05 (0,607 > 0,05). Maka tingkat
pengetahuan gizi responden tidak mempengaruhi preferensi menu masakan
daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Menu masakan yang dipilih sesuai selera
responden tidak terpengaruh oleh tingkat pengetahuan gizi responden.
Tabel 17. Output Chi Square antara Preferensi Menu Masakan Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9,119
a 10 ,521
Likelihood Ratio 10,888 10 ,366 Linear-by-Linear Association ,008 1 ,927 N of Valid Cases 30 a. 21 cells (95,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,27.
Hasil chi square hitung (9,119), Asymp. Sig sebesar 0,521 atau probabilitas
diatas 0,05 (0,521 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak
mempengaruhi preferensi menu masakan daging ayam broiler untuk dikonsumsi.
62
Menu masakan daging ayam broiler dengan harga yang ditawarkan cenderung
tidak berbeda jauh dari setiap menunya, sehingga pada uji chi square tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap pemilihan menu.
4.4.3. Preferensi Konsumsi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam
Broiler
Alasan dalam mengonsumsi juga berpengaruh terhadap preferensi daging
ayam broiler. Menurut Kotler (2001), pilihan konsumen terhadap suatu produk
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Berikut
Tabel 18, mengenai sebaran responden pada preferensi terhadap alasan
mengonsumsi daging ayam broiler berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.
Tabel 18. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
No. Alasan Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase
(%) Tinggi Sedang Rendah 1. Rasa enak 6 9 4 63,34 2. Ekonomis 2 5 2 30,00 3. Kandungan gizi 0 2 0 6,67
Total 8 16 6 100,00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berdasarkan tingkat
pengetahuan gizi, mengenai alasan atau pertimbangan dalam mengonsumsi daging
ayam broiler. Alasan karena rasa daging ayam broiler yang enak merupakan
alasan yang paling besar (63,34%) dalam mengonsumsi daging ayam broiler.
Selain rasa yang enak, alasan karena harga daging ayam broiler yang ekonomis,
juga menjadi alasan kedua terbesar (30,00%) dalam mengonsumsi daging ayam
broiler. Sedangkan alasan lain seperti suka dan kandungan gizi pada daging
ayam, menjadi alasan penentu lain dalam memilih daging ayam broiler.
63
Berikut Tabel 19, menunjukkan sebaran responden pada preferensi
terhadap alasan mengonsumsi daging ayam broiler berdasarkan tingkat
pendapatan.
Tabel 19. Sebaran Responden Pada Preferensi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pendapatan
No. Alasan Tingkat Pendapatan Persentase
(%) Tinggi Rendah 1. Rasa enak 4 15 63,34 2. Ekonomis 2 7 30,00 3. Kandungan gizi 2 0 6,67 Total 8 22 100,00
Pada Tabel 19, menunjukkan bahwa alasan responden yang paling besar
(63,34%) yaitu rasa yang enak pada daging ayam broiler menjadikan daging ayam
broiler banyak dikonsumsi responden. Alasan kerena harganya yang murah dalam
pemilihan daging ayam broiler untuk dikonsumsi menjadi alasan yang dipilih oleh
responden dengan kategori pendapatan rendah. Hal ini didukung oleh pendapat
Lipsey dkk (1995), yang mengemukakan bahwa semakin rendah harga suatu
komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin
besar. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin sedikit jumlah
komoditi yang diminta, sedangkan alasan praktis diungkapkan oleh responden
dengan tingkat pendapatan tinggi dalam mengemukakan alasan yang kedua dalam
mengonsumsi daging ayam broiler. Berikut Tabel 20 dan Tabel 21,
menggambarkan hasil uji chi square antara alasan mengonsumsi daging ayam
broiler dengan tingkat pengetahuan gizi responden dan tingkat pendapatan.
64 Tabel 20. Output Chi Square antara Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler
dengan Tingkat Pengetahuan Gizi Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,704
a 6 ,845
Likelihood Ratio 3,457 6 ,750 Linear-by-Linear Association ,203 1 ,652 N of Valid Cases 30 a. 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
Hasil chi square hitung (2,704), Asymp. Sig sebesar 0,845 atau probabilitas
diatas 0,05 (0,845 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak
mempengaruhi alasan mengonsumsi daging ayam broiler untuk dikonsumsi.
Kandungan gizi yang ada pada daging ayam broiler tidak menjadi suatu
kebutuhan khusus yang dapat memenuhi nutrisi bagi tubuh, karena daging ayam
sudah menjadi menu yang banyak dipilih mahasiswa.
Tabel 21. Output Chi Square antara Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler dengan Tingkat Pendapatan
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5,901
a 3 ,117
Likelihood Ratio 5,708 3 ,127 Linear-by-Linear Association ,324 1 ,569 N of Valid Cases 30 a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,53.
Hasil chi square hitung (5,901), Asymp. Sig sebesar 0,117 atau probabilitas
diatas 0,05 (0,117 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak
mempengaruhi alasan dalam mengonsumsi daging ayam broiler untuk
dikonsumsi. Karena daging ayam sudah menjadi makanan yang sering
dikonsumsi karena harga yang relatif terjangkau oleh setiap mahasiswa, berbeda
dengan daging sapi yang memang tergolong makanan yang mewah dikalangan
mahasiswa.
4.5. Pola Konsumsi
65
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,
sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga
tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan
gizi yang bersangkutan.
Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang
kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi
dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan
produktifitas. Menurut Suhardjo (2006), pola konsumsi merupakan cara
bagaimana makan diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan
yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk beberapa kali makan atau
frekuensi makan.
Pola konsumsi responden meliputi cara memperoleh makan setiap harinya,
pilihan tempat pembelian, frekuensi makan, dan rata-rata pengeluaran konsumsi
harian. Pola konsumsi daging ayam broiler pada responden yang diamati meliputi
jumlah konsumsi dan frekuensi makan daging ayam broiler dalam satu minggu.
4.5.1. Cara Memperoleh Makan
Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang tidak tinggal
dengan orangtua/indekos. Mahasiswa yang indekos mempunyai keputusan penuh
terhadap segala pemilihan, terutaman dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
dalam hal makan. Sebagian besar responden memperoleh makan dengan
membeli. Hanya 10% yang sesekali memperoleh makan dengan memasak sendiri
66
di kostan. Hal ini juga dipengaruhi oleh kostan yang ditempati responden,
menyediakan atau tidak ruang untuk memasak.
Keputusan responden dalam cara memilih untuk membeli makan diluar
juga karena alasan simpel daripada harus memasak makanan. Juga keterbatasan
kemampuan untuk memasak makanan yang dimiliki oleh responden, terutama
reponden laki-laki. Maka, hampir 100% responden memilih untuk membeli
makan setiap harinya.
4.5.2. Pilihan Tempat Pembelian Daging Ayam Broiler
Keputusan responden dalam membeli makan setiap hari, maka responden
mempunyai tempat pembelian makan yang selalu dikunjungi. Dengan maraknya
penjual rumah makan, kantin, warung makan, dan fast food berdampak pada
pemilihan makanan yang dijual ditempat tersebut. Persepsi responden terhadap
tempat pembelian makan, yang menyebabkan tempat tersebut sering untuk
dikunjungi. Persepsi merupakan pandangan individu terhadap suatu objek
sehingga individu tersebut memberi reaksi atau respon yang berhubungan dengan
penerimaan atau penilaian. Menurut Kotler (1997), persepsi berhubungan dengan
pendapat dan penilaian yang berakibat terhadap motivasi, kemauan, tanggapan,
perasaan, dan fantasi terhadap stimulus.
Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik teatpi juga pada
rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan inividu
yang bersangkutan. Dengan adanya persepsi senang terhadap suatu tempat, maka
responden cenderung kembali ke tempat tersebut karena beberapa hal. Berikut
Tabel 22, tempat pembelian daging ayam broiler yang biasa dijadikan menu untuk
makan.
67 Tabel 22. Sebaran Responden Menurut Tempat Pembelian Daging Ayam Broiler
No. Tempat Pembelian Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah 1. Kantin 4 4 6 5 9 2. Warteg, Warnas 7 10 3 2 18
3. Rumah Makan (Modern, Sunda, Padang)
2 3 1 3 3
4. Cepat Saji (Restaurant, Franchise)
2 5 2 4 5
*Responden dapat memlilih lebih dari tempat konsumsi
Responden pada kategori pengetahuan gizi rendah, menjadikan kantin
sebagai tempat pembelian daging ayam broiler, sedangkan untuk kategori
pengetahuan gizi tinggi dan kategori pengetahuan gizi rendah lebih memilih
warteg dan warung nasi yang menjadi pilihan tempat untuk pembelian daging
ayam broiler. Hal yang juga menjadi pertimbangan responden dalam memilih
tempat untuk membeli daging ayam juga karena alasan mengenai kebersihan,
pelayanan yang memuaskan, kualitas daging ayam yang terjamin, harga yang
murah, lokasi terdekat, dan ada juga karena ajakan dari teman.
Kantin cenderung lebih disukai mahasiswa disebabkan karena keseharian
dan aktivitas mahasiswa berada di kampus, dari pagi hari hingga sore, jadi
mengharuskan mahasiswa makan di kantin kampus. Berbeda dengan kantin
kampus, alasan mahasiwa memilih warung nasi, warung tegal, rumah makan
padang dikarenakan selera dari setiap mahasiswa, perbedaan cita rasa yang
disajikan berbeda, misalnya rumah makan padang yang menghadirkan rasa pedas
disetiap masakannya, warung nasi yang menghadirkan rasa manis atau khas
sunda.
Cepat saji dan restaurant dipilih karena kecepatan dan lokasi atau tempat
yang incar para mahasiswa dalam memilih daging ayam utuk makan sehari-hari.
68
Sedangkan untuk pecel, biasanya banyak diminati di malam hari karena jam buka
pecel yang memang buka pada malam hari dipinggiran jalan kampus, dan
memang kebanyakan rumah makan yang lain sudah mulai tutup atau kehabisan,
maka alternatif lain ialah kedai pecel kaki lima.
4.5.3. Frekuensi Makan
Perbedaan konsumsi makan pokok harian setiap mahasiswa jelas berbeda.
Kebiasaan dan bentuk tubuh menjadikan pola konsumsi makan pokok mahasiswa
berbeda pula. Kebiasaan perempuan untuk menjaga berat badan berbeda halnya
dengan laki-laki yang seakan tidak peduli terhadap penampilan badan, menjadikan
pola makan yang berbeda pula. Berikut Tabel 23, yang menjelaskan sebaran
responden berdasarkan tingkat konsumsi makan per hari.
Tabel 23. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Makan
No. Frekuensi Makan Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah 1. 1 kali 1 0 1 1 1 2. 1-2 kali 3 4 2 1 8 3. 2 kali 2 5 2 2 7 4. 2-3 kali 2 5 1 3 5 5. 3 kali 0 2 0 1 1
Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli
konsumen. Konsumen akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai dengan
tingkatan daya beli yang dimilikinya. Ditambahkan Khumaidi (1994), bahwa
kebiasaan makan erat kaitannya dengan penyediaan makanan, karena akan
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi.
69
Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari
sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003), apabila
kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan kualitas
untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan kita tidak
bisa makan sekaligus dalam jumlah yang banyak.
Sejumlah pakar gizi berpendapat bahwa pola makan yang paling baik
adalah hanya makan dua kali sehari. Alasannya, tipe pola makan dua kali ternyata
didasarkan pada psikologi pelik tubuh, yaitu harus ada jeda dari makan pertama
sebelum menyantap makan pokok lain, sehingga perlu menunggu perut kosong
agar timbul sensasi lapar yang optimal. Biasanya, makanan tinggal didalam perut
selama enam hingga delapan jam. Kesimpulannya, makan sehari dua kali dapat
memberikan waktu bagi perut untuk lebih banyak beristirahat, selain itu pola
makan dua kali sehari dapat memberikan kesempatan pada perut untuk
beristirahat selama 12 jam.
4.5.4. Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Harian
Hampir semua mahasiswa mengalokasikan pendapatan untuk biaya
makan. Makan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi
pendapatan untuk biaya makan dari setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan mereka. Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan
uangnya untuk biaya makan. Berdasarkan Tabel 24, responden berdasarkan
pengetahuan gizi, dengan kategori tinggi, pengeluaran harian sebesar 11.000
hingga Rp. 20.000. Kategori pengetahuan sedang dan kategori rendah dengan
rata-rata pengeluaran harian Rp. 21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi.
Sedangkan berdasarkan tingkat pendapatan, pada kategori tingkat pendapatan
tinggi rata-rata pengeluaran harian sebesar Rp. 31.000 hingga Rp. 60.000 dan
70
pada kategori tingkat pendapatan rendah jumlah rata-rata mengeluarkan Rp.
21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi harian. Lebih jelas pada Tabel 24.
Tabel 24. Sebaran Responden Menurut Alokasi Pengeluaran Harian
No. Pengeluaran Konsumsi Harian (Rp)
Tingkat Pengetahuan Gizi Tingkat Pendapatan
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Rendah
1. 7.000 - 10.000 2 0 0 0 2 2. 11.000 - 20.000 3 5 2 1 9 3. 21.000 - 30.000 1 9 3 3 11 4. 31.000 - 60.000 2 2 1 4 0
Teori Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam
hirarkhi, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak
sehingga orang didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu pada waktu-waktu
tertentu. Dalam urutan berdasarkan tingkat kepentingannya, kebutuhan fisik yang
meliputi rasa lapar dan haus merupakan kebutuhan pertama yang paling penting,
sehingga orang akan berusaha memuaskan sebuah kebutuhan mereka yang paling
penting. Jika seseorang berhasil memuaskan sebuah kebutuhan yang penting,
kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator, dan dia akan berusaha
memuaskan kebutuhan terpenting berikutnya (Kotler, 1997).
Sebagai akibat dari rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat
makanan tertentu akan memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan makan (Sumarwan, 2004). Selain untuk makan
pengeluaran konsumsi harian juga meliputi biaya untuk makan, minum, dan jajan
mahasiswa setiap hari. Alokasi pengeluaran harian ini disesuaikan dengan
pendapatan yang diterima mahasiswa, karena kebutuhan mahasiswa indekos
dipenuhi oleh mereka sendiri. Seperti yang dikemukakan Koentjaraningrat (1997)
pemberian uang saku kepada anak memberikan pengaruh kepada anak untuk
belajar mengelola dan bertanggung jawab terhadap uang saku yang dimilikinya.
71
4.5.5. Jumlah dan Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler
Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein bagi tubuh.
Sebagai bahan pangan, daging ayam broiler tersusun atas komponen-komponen
bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air, mineral, dan
pigmen. Tabel 25, menggambarkan sebaran responden dengan berbagai kategori
tingkat pengetahuan gizi serta jumlah konsumsi daging ayam.
Tabel 25. Jumlah Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
Tingkat Pengetahuan Gizi Jumlah Konsumsi
Tinggi Total 3.480 gram Rata-rata 435 gram n 8 orang
Sedang Total 9.000 gram Rata-rata 562,5 gram n 16 orang
Rendah Total 2.520 gram Rata-rata 420 gram n 6 orang
Hasil penelitian dengan metode recall yang dilakukan selama tiga kali
dalam satu minggu, menunjukan bahwa responden dengan kategori tingkat
pengetahuan tinggi mengonsumsi daging ayam sebanyak 3.480 gram atau rata-
rata 435 gram per orang. Responden dengan kategori tingkat pengetahuan sedang,
mengonsumsi daging ayam dengan jumlah 9.000 gram atau rata-rata 562,5 gram
per orang. Sedangkan responden dengan kategori tingkat pengetahuan kurang
mengonsumsi daging ayam sebanyak 2.520 gram atau rata-rata 420 gram per
orang.
Hal diatas menunjukkan bahwa responden dengan kategori pengetahuan
gizi sedang rata-rata mengonsumsi daging ayam lebih banyak daripada responden
dengan pengetahuan gizi tinggi. Padahal menurut Suhardjo (1989) konsumen
yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih
72
pangan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan responden dengan pengetahuan gizi
tinggi, cenderung tidak menerapkan pengetahuan gizi mereka dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan jumlah daging ayam yang dikonsumsi, dapat dilihat juga
frekuensi konsumsi daging ayam broiler perminggu, seperti pada Tabel 26. Rata-
rata responden (53,33%) pada tingkat pengetahuan gizi tinggi, sedang, dan rendah
mengonsumsi daging ayam sekali dalam sehari.
Tabel 26. Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
No. Frekuensi Konsumsi Tingkat Pengetahuan Gizi Persentase
(%) Tinggi Sedang Rendah 1. >1 x perhari 1 1 0 6,67 2. 1 x perhari 3 10 3 53,33 3. 3 x perminggu 1 3 0 13,33 4. <3 x perminggu 2 2 2 20,00 5. <1 x perminggu 1 0 1 6,67 6. Tidak pernah 0 0 0 0,00 Total 8 16 6 100,00
Perbedaan besarnya pendapatan yang diterima oleh responden
mengakibatkan perbedaan konsumsi makanan, termasuk daging ayam broiler.
Preferensi responden terhadap daging ayam sangat besar karena harga daging
ayam relatif terjangkau oleh responden. Responden dengan tingkat pendapatan
tinggi total mengonsumsi daging ayam 5.400 gram atau rata-rata 675 gram per
orang, sedangkan responden dengan tingkat pendapatan rendah total
mengonsumsi daging ayam 9.600 gram atau rata-rata 436,36 gram per orang.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 27, mengenai preferensi konsumsi daging
ayam berdasarkan tingkat pendapatan.
Tabel 27. Jumlah Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan Jumlah Konsumsi
73
Tinggi Total 5400 gram Rata-rata 675,00 gram n 8 orang
Rendah Total 9600 gram Rata-rata 436,36 gram n 22 orang
Hasil ini sejalan dengan penelitian Suprijono (1995) yang menunjukkan
bahwa konsumsi protein dan sumbangan pangan hewani terhadap konsumsi
protein meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan. Soekirman (2000)
menambahkan bahwa dengan meningkatnya pendapatan seseorang maka akan
terjadi pergeseran pola konsumsi pangan ke arah yang lebih beraneka ragam dan
terajadi peningkatan proporsi lemak dan protein, terutama dari sumber pangan
hewani. Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli rumah
tangga. Suatu rumah tangga akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai
dengan tingkat daya beli rumah tangga tersebut. Tingkat pendapatan yang tinggi
akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan
yang lebih baik dalam jumlah maupun gizinya.
Menurut Ariningsih (2008), faktor daya beli sangat menentukan tingkat
konsumsi pangan hewani, dengan semakin tinggi pendapatan maka konsumsi
pangan hewani cenderung semakin tinggi. Hal ini diduga karena adanya produk
pangan lain yang dapat dibeli responden dengan harga lebih murah. Lipsey dkk
(1995), menyatakan penurunan harga suatu jenis barang akan mempengaruhi
melalui dua cara, pertama harga relatif akan berubah sehingga rumah tangga
terdorong untuk lebih banyak, barang tersebut karena harganya lebih murah,
kedua pendapatan meningkat karena bisa membeli lebih banyak semua jenis
komoditi, jenis komoditi yang digunakan sebagai pengganti dari daging ayam
broiler yaitu daging sapi dan telur. Berikut Tabel 28, mengenai frekuensi
konsumsi daging ayam broiler pada tingkat pendapatan.
74 Tabel 28. Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat
Pendapatan
No. Frekuensi Konsumsi Tingkat Pendapatan Persentase
(%) Tinggi Rendah 1. >1 x perhari 1 1 6,67 2. 1 x perhari 6 10 53,33 3. 3 x perminggu 0 4 13,33 4. <3 x perminggu 1 5 20,00 5. <1 x perminggu 0 2 6,67 6. Tidak pernah 0 0 0,00 Total 8 22 100,00
Rata-rata frekuensi konsumsi daging ayam broiler responden pada satu
kali perhari atau 120 gram per potong. Jika dilihat dari rata-rata jumlah konsumsi
daging ayam broiler responden sebanyak 500 gram per minggu. Konsumsi daging
ayam broiler memberikan asupan protein hewani pada tubuh. Tahu, tempe dan
telur menjadi menu sebagai sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh
responden. Jika dilihat dari asupan protein, rata-rata responden hanya
mengonsumsi sebesar 51,69 gram setiap hari, dan masih dibawah angka
kecukupan protein yang dianjurkan (Lampiran 1). Responden kurang
memperhatikan kecukupan protein yang dikonsumsi setiap harinya, padahal
dengan mengonsumsi sepotong daging ayam broiler setiap harinya, juga tambahan
seperti tempe dan susu maka responden sudah memenuhi kecukupan protein
harian yang dianjurkan.
Analisis chi square mengenai jumlah konsumsi daging ayam broiler
dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan tidak saling
mempengaruhi. Begitupun halnya frekuensi konsumsi daging ayam broiler
dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan yang juga tidak saling
mempengaruhi.